Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya

advertisement
Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini
Vanya Maulitha Carissa
125120307111012
Pendahuluan
Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap
individu dan anak. Karena selain dapat mempengaruhi kinerjanya, juga berfungsi
untuk membantu mencapai tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan serta memperoleh
penghargaan. Menurut Hurlock (1991), kemandirian merupakan kemampuan untuk
melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan
sesuai dengan tahap perkembangannya, diharapkan nilai-nilai serta keterampilan
mandiri akan lebih mudah dikuasai dan dapat tertanam kuat dalam diri anak.
Kemandirian anak sangat penting bagi perkembangan jiwanya karena dapat
menimbulkan tingkat kepercayaan diri dari anak tersebut. Mandiri sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa mandiri berkaitan dengan
suatu keadaan atau kondisi dimana seseorang mampu berdiri tanpa harus bergantung
pada orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mandiri berarti keadaan
dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Kemandirian adalah hal-hal
atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
Anak yang memiliki kepercayaan diri akan merasa mampu, dampaknya anak
akan memiliki semangat untuk melakukan aktivitasnya dan memiliki keinginan untuk
banyak mencoba sesuatu yang baru dan meningkatkan prestasinya. Sedangkan anak
yang kurang mandiri akan cenderung selalu bergantung pada orang lain dan selalu
butuh bantuan orang lain. Mereka akan selalu mencari perlindungan dan dukungan
dari orang lain, yang tanpa disadarinya bahwa ia sedang merusak kemampuan dan
kepercayaannya sendiri dalam mencapai segala kebutuhannya sendiri. Anak mandiri
merupakan suatu harapan bagi semua pihak baik dari pihak sekolah maupun orangtua.
Hal ini dikarenakan anak usia dini akan mampu mengambil keputusannya sendiri,
bertanggung jawab dan memiliki kepercayaan diri. kemandirian pada anak usia dini
tidak sebatas dengan hal-hal yang bersifat fisik saja, tetapi juga berkaitan dengan
psikologis, dimana anak usia dini akan mampu mengambil keputusannya sendiri,
bertanggung jawab dan memiliki kepercayaan diri. Belajar mandiri bagi anak usia
dini dapat diberikan guru atau lingkungan sekitarnya dengan memberikan kebebasan
dan kepercayaan pada anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya.
Kajian Teoritis
1. Pengertian Kemandirian
Menurut Steinberg (dalam Desmita, 2011) kata mandiri terdiri dari dua istilah
yang pengertiannya sering disejajarkan silih berganti, yaitu “autonomy” dan
“independence”, karena perbedaan sangat tipis dari kedua istilah tersebut.
Independence dalam arti kebebasan, secara umum menunjuk pada kemampuan
individu melakukan sendiri aktivitas hidup, tanpa menggantungkan orang lain.
Menurut Erikson (dalam Desmita, 2011) kemandirian adalah usaha untuk
melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui
proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas
yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya dotandai dengan
kemampuan menentukan nasibnya sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkaj
laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan
sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain.
Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh selama
perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam
menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu mampu berfikir dan
bertindak sendiri. Kemandirian seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk
berkembang yang lebih mantap (Mu’tadin, 2002). Menurut Barnadib (dalam Rini,
2004:26), anak dikatakan mandiri apabila ia mampu mengambil keputusan untuk
bertindak, memiliki tanggung jawab dan tidak bergantung pada orang lain,
melainkan percaya pada diri sendiri. Kemandirian seorang anak dapat dilihat dari
kemampuan mereka dalam mengambil keputusan, memiliki kepercayaan diri
dalam mengerjakan tugas-tugasnya, dan bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukannya.
2. Bentuk – Bentuk Kemandirian
Menurut Steinberg (dalam Desmita, 2011) membedakan kemandirian atas tiga
bentuk, yaitu :
a. Kemandirian emosi
Kemandirian emosi merupakan aspek kemandirian yang berhubungan
perubahan kedekatan atau ketertarikan hubungan emosional individu, terutama
sekali dengan orang tua atau orang dewasa lainnya yang banyak melakukan
interaksi dengannya. Contoh kemandirian emosia diantaranya yaitu hubungan
anak dengan orang tua berubah dengan sangat cepat, lebih-lebih setelah anak
memasuki masa remaja seiring dengan semakin mandirinya anak dalam
mengurus dirinya sendiri pada pertengahan masa kanak-kanak, maka perhatian
orang tua dan orang dewasa lainnya terhadap anak akan semakin berkurang.
b. Kemandirian kognitif
Kemandirian kognitif adalah suatu kemampuan untuk membuat keputusankeputusan secara bebas dan menindaklanjutinya. Kemandirian kognitif yaitu
mandiri dalam bertindak dan bebas untuk bertindak sendiri tanpa terlalu
bergantung pada bimbingan orang lain. Kemandirian bertindak dimulai sejak
usia anak dan berkembang dengan sangat tajam sepanjang usianya.
c. Kemandirian nilai
Kemandirian nilai yaitu kebebasan untuk memaknai seperangkat benar atau
salah, baik atau buruk serta apa yang berguna dan sia-sia bagi dirinya sendiri.
Dari ketiga bentuk kemandirian, kemandirian nilai merupakan proses yang
paling kompleks, tidak jelas bagaimana proses berlangsung dan pencapaiannya
terjadi melalui proses internalisasi yang pada lazimnya tidak disadari, dan
umumnya berkembang paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna
dibandingkan dengan kedua bentuk kemandirian lainnya. Kemandirian nilai
akan semakin berkembang setelah sebagian besar cita-cita pendidikan, rencana
pekerjaan, pernikahan dan identitas diri tercapai. Beberapa ahli mengakui
keluarga dan lingkungan sekolah sebagai sumber utama bagi perkembangan
kemandirian nilai.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian anak usia dini,
yaitu :
a. Faktor internal adalah faktor yang ada dari diri anak itu sendiri, yang
meliputi :
1. Emosi
Faktor ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak
tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.
2. Intelektual
Faktor ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi.
b. Faktor eksternal adalah hal-hal yang datang atau ada dari luar diri anak itu
sendiri, yang meliputi :
1. Lingkungan
2. Karakteristik sosial
3. Stimulus
4. Pola asuh
5. Cinta dan kasih sayang
6. Kualitas interaksi anak dan orang tua
7. Pendidikan orang tua
4. Anak Usia Dini
Menurut Elisabeth B. Hurlock (2013 : 38), usia prasekolah disebut juga masa
kanak-kanak dini yaitu anak yang berada pada usia 2 sampai 6 tahun. Karakter dari
anak-anak usia dini yaitu :
a.
Mempelajari sikap gerak anak mulai dari berguling, merangkak, duduk,
berdiri, dan berjalan.
b.
Mempelajari keterampilan menggunakan panca indra seperti melihat,
meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukkan setiap
benda ke mulut.
c.
Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang telah lahir sudah siap
melakukan kontak sosial dengan limgkungannya.
Anak usia dini merupakan individu yang sedang mangalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dapat dikatakan
sebagai lompatan perkembangan, karena itulah banyak orang yang mengatakan
bahwa usia dini merupakan golden age. Golden age merupakan usia yang sangat
berharga dibandingkan dengan usia-usia selanjutnya. Usia dini merupakan fase
kehidupan yang unik. Karakteristik dari anak usia dini adalah sebagi berikut :
1. Usia 0-1 tahun
Pada masa bayi, perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling
cepat dibandingkan dengan usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan
keterampilan dasar dipelajari anak pada usia ini seperti, mempelajari
keterampilan motoric mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri, dan
berjalan ; mempelajari keterampilan menggunakan panca indera ;
mempelajari komunikasi sosial. Ketiga hal tersebut merupakan modal pentig
bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya.
2. Usia 2-3 tahun
Pada usia ini, anak memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa
sebelumnya. Yang dimana secara fisik, anak masib mengalami pertumbuhan
yang pesat. Karakteristik khusus pada anak usia ini adalah anak akan sangat
aktif untuk mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya, anak akan
mulai untuk mengembangkan kemampuannya berbahasa, dan anak akan
mulai untuk mengembangkan emosi.
3. Usia 4-6 tahun
Pada anak usia 4-6 tahun, jika dilihat dari perkembangan fisiknya, anak
akan sangat aktif untuk melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat
untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar. Dalam hal bahasa juga
semakin baik. Anak sudah mampu untuk memahami permbicaraan orang
lain dan mampu untuk mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas
tertentu. Perkembangan kognitif juga sangat pesan yang ditunjukkan dengan
keingintahuan anak yang luar bisa terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu
terlihat ketika anak sering bertanya tentang segala sesuatu yang dilihatnya.
Selain itu, bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan
sosial. Namun, anak akan tetap untuk memainkan permainannya secara
bersama-sama.
4. Usia 7-8 tahun
Perkembangan kognitif dari anak usia 7-8 tahun masih berada pada masa
yang cepat. Dilihat dari segi kemampuan mereka, secara kognitif anak sudah
mampu berpikir bagian per bagian. Yang artinya, anak sudah mampu
berpikir analisis dan sintesis serta deduktif dan induktif. Perkembangan
sosial anak juga sudah mulai ingin melepaskan dirinya dari otoritas orang
tua. hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di
luar rumah dan bergaul dengan teman sebaya. Anak juga sudah mulai
menyukai permainan sosial, bentuk permainan yang dapat melibatkan
banyak orang dengan saling berinteraksi. Selain itu, perkembangan emosi
anak juga sudah mulai terbentuk dan tampak sebagai bagian dari
kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf oembentukan,
namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil.
Pembahasan
Untuk menjadi pribadi yang mandiri diperlukan suatu usaha yang dimulai dari
melakukan tugas-tugas yang sederhana sampai akhirnya dapat menguasai
keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks atau lebih menantang, yang
membutuhkan tingkat penguasaan motorik dan mental yang lebih tinggi. Kemandirian
dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan melalui latihan yang
dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini. Latihan yang diberikan
dapat berupa pemberian tugas tanpa bantuan. Kemandirian akan memberi dampak
yang positif bagi perkembangan anak, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada
anak sedini mungkin sesuai kemampuan anak. Kemandirian anak dapat diperkuat
dengan proses mereka dalam bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Anak
yang kurang mandiri, mereka akan cenderung selalu bergantung pada orang lain dan
selalu butuh bantuan orang lain. Mereka akan selalu mencari perlindungan dan
dukungan dari orang lain. Tanpa mereka sadari, mereka sedang merusak kemampuan
dan kepercayaannya sendiri dalam mencapai segala kebutuhannya sendiri. Sementara,
anak yang memiliki kepercayaan diri akan merasa mampu, dampaknya anak akan
memiliki semangat untuk melakukan aktivitasnya dan memiliki keinginan untuk
banyak mencoba sesuatu yang baru dan meningkatkan prestasinya.
Kata mandiri sering digunakan dalma kehidupan sehari-hari. Hal ini
menunjukkan bahwa mandiri berkaitan dengan suatu keadaan atau kondisi dimana
seseorang mampu berdiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Kemandirian pada
anank usia dini tidak hanya bersifat atau tidak hanya berhubungan dengan fisik saja,
tetapi juga b\berkaitan dengan psikologis. Yang dimana anak usia dini mampu untuk
mengambil keputusannya sendiri dan memiliki kepercayaan diri. Kemandirian dapat
berarti sikap yang tidak bergantug pada orang lain. Belajar mandiri tidak hanya
diajarkan oleh orang tuanya, tetapi guru juga memberikan peran aktif dalam
menumbuhkan kemandirian pada anak usia dini. Peran guru juga sangat diperlukan
dalam upaya untuk mnegembangkan kemandirian anak. Guru dapat memberikan
kebebasan
dan
kepercayaan
pada
anak
untuk
melakukan
tugas-tugas
perkembangannya. Peran guru disini adalah untuk mengawasi, membimbing,
mengarahkan, dan memberikan contoh yang baik kepada anak agar anak tetap berada
di dalam kondisi atau situasi yang tidak membahayakan keselamatannya. Selain itu,
guru juga dapat mengembangkan kemandirian anak melalui kegiatan yang
menyenangkan, bermain sambil belajar, atau belajar sambil bermain.
Guru dapat memberikan latihan kemandirian untuk anak-anak usia dini dengan
cara melibatkan anak dalam kegiatan praktis sehari-hari di sekolah, misalnya dengan
meminta anak untuk mengambil minumannya sendiri, melatih anak untuk membuka
dan memakai sepatunya sendiri, melatih anak untuk buang air kecil sendiri, melatih
anak menyuapkan makanannya sendiri, melatih anak untuk turun dan naik tangga
sendiri, dan masih banyak lagi. Selain itu, penting bagi guru untuk melatih anak
menentukan pilihannya sendiri. Anak perlu untuk diberikan kesempatan untuk belajar
menimbang dan menentukan pilihannya. Sehingga, anak akan terbiasa untuk
mengambil keputusannya sendiri tanpa ada bantuan atau tergantung orang lain.
Bentuk dari kemandirian anak usia dini lebih bersifat psikis dan fisik., yang dimana
kegiatan ini merupakan kebutuhan anak sehari-hari yang bersifat pribadi, sehingga
anak akan mampu untuk melakukannya sendiri tanpa ada bantuan dari orang tua atau
orang dewasa. Guru juga dapat mengajarkan kepada anak mengenai kebersihan
seperti menggosok gigi, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, mandi, dan
juga membuang sampah ke tempatnya. Menurut Novita (2007:176), 3 hal yang harus
diperhatikan guru dalam mengajarkan kemandirian pada anak usia dini, yaitu :
a. Sabar
Kesabaran merupakan kunci dalam mengajarkan anak. Dalam menjelaskan
sesuatu atau menyelesaikan sesuatu, anak akan melakukannya dengan lambat.
Tapi, ketika anak sudah mampu untuk menjelaskan atau menyelesaikannya, anak
akan merasa bangga. Jika seorang guru tidak sabar untuk menunggu anak dalam
menjelaskan atau menyelesaikan sesuatu, maka akan menyurutkan rasa ingin tahu
anak sehingga ia pun akan enggan atau kehilangan mintanya untuk
melakukannya.
b. Aktivitas beragam
Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan suatu
pekerjaan atau aktivitas yang beragam dengan mengerahkan seluruh kemampuan
yang dimilikinya.
c. Tak banyak kritik
Guru yang selalu mengkritik hasil pekerjaan anak, maka akan menimulkan
dampak yang tidak baik bagi anak itu. Anak akan menjadi takut salah, takut
mencoba, dna sebagainya. Anak juga akan menjadi trauma dan tidak mau
mengulangi lagi pekerjaannya, karena anak merasa bahwa usahanya tidak
dihargai oleh sang guru. Seharusnya, guru tetap memberikan apresiasi atau pujian
kepada anak agar ia merasa dihargai dan dia akan melakukannya lagi atau
mencoba lagi.
Kesimpulan
Kemandirian akan memberi dampak yang positif bagi perkembangan anak,
maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuan
anak. Kemandirian anak dapat diperkuat dengan proses mereka dalam bersosialisasi
dengan teman-teman sebayanya. Anak yang kurang mandiri, mereka akan cenderung
selalu bergantung pada orang lain dan selalu butuh bantuan orang lain. Mereka akan
selalu mencari perlindungan dan dukungan dari orang lain. Tanpa mereka sadari,
mereka sedang merusak kemampuan dan kepercayaannya sendiri dalam mencapai
segala kebutuhannya sendiri. Sementara, anak yang memiliki kepercayaan diri akan
merasa mampu, dampaknya anak akan memiliki semangat untuk melakukan
aktivitasnya dan memiliki keinginan untuk banyak mencoba sesuatu yang baru dan
meningkatkan prestasinya.
Belajar mandiri tidak hanya diajarkan oleh orang tuanya, tetapi guru juga
memberikan peran aktif dalam menumbuhkan kemandirian pada anak usia dini. Guru
dapat memberikan kebebasan dan kepercayaan pada anak untuk melakukan tugastugas perkembangannya. namun tugas guru adalah untuk mengawasi, membimbing,
mengarahkan, dan memberikan contoh yang baik kepada anak agar anak tetap berada
di dalam kondisi atau situasi yang tidak membahayakan keselamatannya. Guru dapat
memberikan latihan kemandirian untuk anak-anak usia dini dengan cara melibatkan
anak dalam kegiatan praktis sehari-hari di sekolah, misalnya dengan meminta anak
untuk mengambil minumannya sendiri, melatih anak untuk membuka dan memakai
sepatunya sendiri, melatih anak untuk buang air kecil sendiri, melatih anak
menyuapkan makanannya sendiri, melatih anak untuk turun dan naik tangga sendiri,
dan masih banyak lagi. Dalam mengajarkan kemandirian bagi anak usia dini, ada tiga
hal yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu kesabaran, aktivitas beragam, dan tidak
banyak mengkritik.
Referensi
Hurlock. 1991. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga
Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
Mu’tadin,
Z.
2002.
Kemandirian
Sebagai
Kebutuhan
Psikologis
Pada
Remaja.
http://www.epsikologi.com/remaja.050602.hhn[on-line
Rini. 2004. Pola Asuh Orang Tua Dalam Menumbuhkan Sikap Mandiri Pada Anak Balita. Skripsi PLS
UPI Bandung : tidak diterbitkan
Hurlock, Elisabeth B. 2003. Perkembangan Anak II. Jakarta : Erlangga
Novita, Windya. 2007. Serba-Serbi Anak. Jakarta : Gramedia
Download