“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”

advertisement
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
i
ALIH PENGALAMAN PRAKTIK CERDAS
Penerapan Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan
Diterbitkan atas kerjasama Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia, Proyek BASICS-DFATD Kanada, dan Proyek Kinerja-USAID
Pelindung
Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, Ma.
Pengarah:
1. DR. Kurniasih, SH, M.SI
2. Ir. Gunawan, M.A
Penanggungjawab:
1. William James Duggan
2. Elisabeth Laury O. Noya
3. Elke Rapp
Tim Penyusun:
1. Pokja Pusat : UPD I dan UPD II
Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri
2. Pokja Provinsi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,
Aceh, Jawa Timur, dan Papua.
3. Tim BASICS
4. Tim KINERJA
Penyunting:
Theresia Erni
Andri Pujikurniawati
Desain dan Tata Letak:
Muh. Iswandhi Badillah A
Cetakan:
April 2014
Sebagian atau seluruh isi buku ini termasuk ilustrasinya, boleh diperbanyak dengan
syarat disebarkan secara gratis dengan mencantumkan sumbernya.
ii
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
Sambutan
Direktur Jenderal
Otonomi Daerah
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga berbagai upaya, jerih payah dan
kerja yang kita lakukan bersama untuk membangun bangsa,
khususnya di bidang kesehatan telah menunjukkan hasil-hasil
yang cukup membanggakan bagi semua pelaku pembangunan
di semua tingkatan baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
Buku “Alih Pengalaman Inovasi Praktik Cerdas Penerapan Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan” ini merupakan refleksi implementasi SPM bidang
kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dan diharapkan
dapat direplikasikan di daerah lainnya. Saya percaya bahwa jika semua pihak
mempunyai komitmen dan kerja keras dengan ide kreatif dan inovatif dalam
mengatasi berbagai masalah pembangunan termasuk bidang kesehatan, alih
pengalaman bukanlah hal yang sulit.
Menyadari akan pentingnya pembangunan bidang kesehatan yang diarahkan
untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas dan terampil serta berbudi
pekerti, berkepekaan sosial, maka dibutuhkan upaya serius dari semua pihak.
iii
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Penerapan Pecapaian SPM adalah salah satu strategi dan motivasi untuk
mengejar target terpenuhinya Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium
Development Goals) 2015. Namun demikian, sebenarnya kita tidak boleh hanya
berfikir pada pencapaian target indikator MDGs 2015, Kita harus menyiapkan
strategi-strategi lanjutan pasca target pencapaian MDGs.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri bersama
Pemerintah Kanada melalui Department of Foreign Affair Trade and
Development (DFATD-Kanada) telah melakukan kerjasama untuk mendukung
percepatan pencapaian SPM bidang Kesehatan melalui Proyek BASICS yang
telah dilaksanakan sejak Tahun 2009.
Kami menyadari bahwa tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh 539
daerah otonom di Indonesia tentu berbeda-beda. Tetapi secara umum sering
kali ada beberapa faktor-faktor atau akar masalahnya serupa. Oleh karena
itu, hampir pasti beberapa inovasi yang pernah dikembangkan dan lebih
penting, diujicobakan oleh Proyek BASICS dan mitra daerah dapat disesuaikan
dan diterapkan di daerah lain untuk mendukung percepatan pencapaian
SPM Kesehatan dan guna mencapai target SPM bidang Kesehatan khususnya
sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2005 tentang Pedoman Penyusunan SPM
Praktik-praktik cerdas yang disajikan dalam buku ini sudah mencakup keunggulan
teknis, penyediaan perubahan positif atau dampak kongkrit, keterjangkauan
(affordability) dan pelembagaan dalam struktur pemerintah baik dari segi dasar
hukum maupun dalam konteks penganggaran di daerah.
Harapan saya semoga beberapa praktik cerdas tersebut dapat menjadi pedoman
dalam berinovasi dan dapat direplikasikan di Provinsi dan Kabupaten lainnya di
seluruh Indonesia, guna percepatan penerapan dan pencapaian SPM bidang
Kesehatan.
Jakarta, 12 Maret 2014
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH,
PROF. DR. H. DJOHERMANSYAH DJOHAN, MA.
iv
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sambutan
Direktur
Proyek Basics
Buku “Alih Pengalaman Inovasi Praktik Cerdas
Penerapan SPM Bidang Kesehatan” ini merupakan
sumbangsih karya yang telah dihasilkan oleh upaya
kerjasama Proyek BASICS beserta Kementerian
Dalam Negeri dan Proyek KINERJA. Di dalamnya
memuat tujuh Praktik Cerdas yang merupakan inovasi
Pemerintah Daaerah dalam meningkatkan pelayanan
dasar bidang Kesehatan dalam rangka pemenuhan
Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Kami berharap pengalaman dan pembelajaran dari inovasi penerapan SPM
bidang kesehatan yang telah dihasilkan oleh Proyek BASICS dan mitra kerja
kami di Provinsi Sulwesi Utara dan Sulawesi Tenggara dapat diterapkan di
daerah lain dalam rangka percepatan penerapan SPM serta merupakan
langkah yang efektif dan efisien dalam mengatasi berbagai persoalan/
masalah pembangunan sektor kesehatan di Indonesia. Kami juga berharap
pembelajran tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan efisensi proses
perencanaan, penganggaran dan penyediaan layanan dasar, khususnya
bidang kesehatan.
Kami menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Dalam Negeri
yang telah mendukung kerjasama antara Proyek BASICS dan mitra kerja
pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Apresiasi juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah bekerjasama dan berkontribusi dalam
pengembangan Praktik Cerdas ini di daerah dan terima kasih kepada seluruh
kontributor yang mendukung penyusunan buku ini.
William James Duggan
Direktur Proyek BASICS
v
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sambutan
Chief of Party
Proyek KINERJA
Kinerja USAID adalah proyek tata kelola pelayanan publik
di bidang pendidikan, kesehatan dan iklim usaha yang
bertujuan untuk membantu Indonesia mendapatkan solusi
jangka panjang yang luas dan sesuai dengan konteks lokal.
Proyek ini bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat
untuk mendorong mereka memperkuat program pemerintah
yang telah terbukti keberhasilannya dengan menambahkan
unsur tata kelola yang baik. Sejak 2010, Kinerja telah bekerja
di 24 kabupaten/ kota di lima provinsi (Aceh, Kalimantan
Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Papua). Sebagai bagian dari srategi
kunci proyek ini, Kinerja bekerjasama dengan LSM lokal dengan tujuan untuk
mendorong institusi lokal agar mampu mendukung pemerintah daerah dan
masyarakat yang ingin menerapkan pendekatan yang telah terbukti ini di masa
depan.
Kinerja USAID terus berusaha untuk mendukung kemitraan antara pemerintah
daerah dan masyarakatnya. Proyek ini mendorong pemerintah daerah untuk
memberikan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Kinerja juga
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak mereka terhadap pelayanan
publik dan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan
pengawasan penyediaan layanan publik. Selama beberapa tahun terakhir, kami
telah melihat banyak sekali perubahan yang kami nilai sangat pantas untuk
disebarluaskan kepada pemerintah daerah lain. Kami sangat berterimakasih
atas kesempatan yang diberikan untuk menyebarluaskan praktik cerdas kami
dalam buku ini.
vi
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Dalam buku praktik cerdas pendidikan, Anda akan mendapat informasi tentang
bagaimana sekolah mitra Kinerja bersama dengan komite sekolah telah
melaksanakan banyak sekali survei pengaduan masyarakat setelah mendapat
pemahaman tentang standar pelayanan. Survei ini telah menghasilkan data
penting yang dapat digunakan sebagai panduan untuk membuat perubahan
di tingkat sekolah dan membawa dampak jangka pendek yang jelas. Forum
masyarakat mengawasi penyediaan pelayanan pendidikan dan pemerintah
bekerjasama dengan masyarakat untuk mengatasi pengaduan tersebut.
Pemerintah daerah lebih berkomitmen terhadap pelayanan publik dan sekolah
mitra kami dapat melakukan perbaikan di sekolah dan mengatasi isu yang
berkaitan dengan disiplin dan manajemen dengan lebih cepat. Contoh praktik
cerdas lainnya adalah distribusi guru proporsional dimana pemerintah daerah
dapat memindahkan guru ke sekolah yang kekurangan guru menggunakan
hasil analisa standar pelayanan dan dukungan masyarakat yang kuat. Kami juga
mendokumentasikan praktik cerdas dari kabupaten yang telah menghitung
Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) berdasarkan standar pelayanan
dan telah mengalokasikan anggaran untuk mengatasi kendala keuangan sekolah.
Praktik-praktik cerdas ini merupakan bukti bahwa masyarakat dalam dilibatkan
dalam tata kelola pendidikan.
Kami juga telah melihat bahwa bantuan teknis kami mendorong perubahan
serupa di layanan kesehatan di kabupaten dan puskesmas mitra kami.
Kemitraan bidan dan dukun mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan
dalam mendorong ibu melahirkan dengan pertolongan tenaga kesehatan yang
memiliki keahlian kebidanan; hal ini sejalan dengan prioritas program kesehatan
nasional untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Melalui bantuan teknis
Kinerja, puskesmas mitra kami telah membuat dan melaksanakan prosedur
operasional standar yang menjadi acuan penyediaan layanan dan memberikan
informasi yang jelas tentang waktu dan biaya pelayanan. Forum masyarakat
dan staff puskesmas telah melakukan survei pengaduan dan berhasil melarang
susu formula beredar di fasilitas kesehatan sebagai upaya untuk mendukung
program ASI.
Kami bangga dengan kemajuan yang telah kami capai bersama dengan mitra
kami, dan kami bukan satu-satunya pihak yang merasa senang. Dengan melihat
bukti nyata keberhasilan tata kelola pelayanan publik, beberapa kabupaten/
kota telah mereplikasi sejumlah program yang kami dukung.
vii
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Di mitra kabupaten/ kota kami, pejabat pemerintah daerah bekerjasama dengan
LSM mitra kami untuk menjangkau lebih banyak sekolah dan puskesmas.
Mitra sekolah kami memiliki banyak kasus yang telah menjadi model atau
‘laboratorium’ yang membantu sekolah lain mendapatkan masukan tentang
partisipasi publik, transparansi keuangan dan perencanaan tahunan. Hasil kerja
kami juga menginspirasi kabupaten/ kota diluar daerah dampingan awal kami
untuk meminta bantuan teknis agar mereka juga dapat membuat kemajuan
untuk mencapai tujuan kebijakan daerah dan prioritas nasional. Kami harap
bahwa praktik cerdas yang Anda baca di buku ini dapat memberikan inspirasi
dan mendorong Anda melakukan hal yang serupa.
Capaian kami tidak lepas dari tantangan, tapi kami merasa optimis dengan masa
depan pelayanan publik di Indonesia. Kami telah melihat bahwa pelaksanaan
standar pelayanan telah menjadi faktor pendorong utama terhadap peningkatan
pelayanan publik. Standar pelayanan ini dapat membantu setiap orang yang
berdedikasi untuk membuat perubahan, tidak hanya pemerintah tapi juga
masyarakat. Kemitraan pemerintah dan masyarakat memungkinkan kita
mencapai hasil yang luar biasa.
Saya harap praktik cerdas ini cukup memberikan informasi tentang
perkembangan yang telah kami capai dan menjadi pembelajaran bagi kita serta
menginspirasi pihak lain.
viii
Elke Rapp
Chief of Party, KINERJA
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Daftar Isi
Sambutan Direktur Jenderal Otonomi Daerah ........................................
Sambutan Direktur Proyek BASICS ..........................................................
Sambutan Chief of Party KINERJA ............................................................
Daftar Isi ...................................................................................................
iii
v
vi
ix
BAB 1 Mengenal Proyek BASICS-DFATD .................................................. 1
1.1 Sekilas Proyek BASICS-DFATD ....................................................... 1
1.2 Capaian Proyek BASICS-DFATD ..................................................... 3
BAB 2 Mengenal Proyek KINERJA-USAID ................................................
2.1 Sekilas Proyek USAID-KINERJA .....................................................
2.2 Tujuan dan Fokus Pelayanan ........................................................
2.3 Capaian Proyek Kinerja-USAID ......................................................
8
8
9
10
BAB 3 Konsep Dasar dan Pendokumentasian Praktik Cerdas .................
3.1 Pengertian Praktik Cerdas ............................................................
3.2 Kriteria Praktik Cerdas ..................................................................
3.2 Pendokumentasian Praktik Cerdas ...............................................
13
13
14
15
BAB 4 Praktik Cerdas Dalam Penerapan SPM Bidang Pendidikan
4.1
Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan Proyek BASICSDFATD
4.1.1 Kampor Waraka - Perencanaan Kesehatan Bersama
Masyarakat Desa, Kabupaten Buton Utara, Sulawesi
Tenggara ............................................................................ 18
ix
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.1.2 Desa Mapalus Sehat - Pengembangan Desa Siaga Aktif Dengan
Konsep Budaya Lokal, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara .... 27
4.1.3 Bidan Kontrak - Inovasi Untuk Mengatasi Kekurangan Bidan di
Kepulauan dan Desa Terpencil, Kabupaten Kepulauan Sitaro,
Sulawesi Utara .......................................................................... 27
4.1.4 Desa Mandara Mandidoha - Konsep Desa Sehat, Cerdas dan
Sejahtera, Kabupaten Konawe Selatan, Sulwesi Tenggara ......... 41
4.2
Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan Proyek KINERJAUSAID
4.2.1 Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Berbasis SPM,
Kabupaten Bener Meriah, Aceh ............................................... 49
4.2.2 Integrasi Standar Pelayanan Minimal Dalam Anggaran,
Kabupaten Jember, Jawa Timur ................................................. 56
4.2.3 Kemitraan Bidan-Dukun dalam Peningkatan Cakupan
Persalinan dengan Tenaga Kesehatan, Aceh Singkil, Aceh ......... 63
4.2.4 Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Standar Pelayanan
Minimal Kesehatan, Kabupaten Jayapura, Papua ...................... 70
4.2.5 Peraturan Walikota Makassar Dalam Percepatan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal Kesehatan ................................ 78
4.2.6 Rencana Strategis Berbasis Standar Pelayanan Beri Peluang
Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, Kota Singkawang,
Kalimantan Barat........................................................................ 84
BAB 5 Penutup
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 90
5.2 Rekomendasi ........................................................................................ 92
x
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 1
Mengenal Proyek
BASICS-DFATD
1.1 Sekilas Proyek BASICS
BASICS (Better Approaches for Service Provision through Increased Capacities
in Sulawesi) atau Peningkatan Pelayanan Dasar melalui Pengembangan
Kapasitas di Sulawesi, adalah proyek inisiatif kerjasama Pemerintah Kanada
dengan Pemerintah Indonesia melalui Department of Foreign Affair Trade and
Development (DFATD-Kanada) dengan Departemen Dalam Negeri yang ditandai
dengan penandatangan Nota Kesepahaman pada tanggal 25 September 2007
di Jakarta.
Nota Kesepahamam ini secara efektif berlangsung untuk selama 7 (tujuh) tahun
sejak ditandatanganinya, dengan total nilai kontribusi yang diberikan oleh
Pemerintah Kanada sebesar Can $ 19.427.923 (Sembilan Belas Juta Empat Ratus
Dua Puluh Tujuh Sembilan Ratus Dua Puluh Tiga Dolar Kanada) melalui penugasan
kepada Cowater sebagai Badan Pelaksana Kanada untuk melaksanakan seluruh
proyek termasuk administrasi keuangan dan pengelolaan teknis proyek dalam
dokumen Project Implementation Plan (PIP) yang disepakati bersama.
Tujuan Proyek BASICS:
Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRD, dapat mengembangkan dan
melaksanakan rencana dan anggaran untuk penyediaan layanan pendidikan
dan kesehatan berbasis MDG’S/SPM yang lebih responsif, berpihak pada kaum
miskin mendukung kesetaraan gender dan melestarikan lingkungan;
1
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi, meningkatkan dukungan daan pengawasan
kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Perencanaan dan Penganggaran
untuk penyediaan layanan dasar berbasis MDG’s/SPM;
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), termasuk kelompok perempuan,
memberikan masukan pada proses perencanaan dan penganggaran yang
dilakukan pemerintah daerah demi penyediaan layanan bebasis MDG’s/SPM,
dan memberikan jasa teknis dalam Pelaksanaan pelayanan dasar.
Tahun 2010 proyek BASICS-DFATD Kanada melakukan diseminasi di 8 kabupaten
dan 2 kota terpilih di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara, setelah adanya
penigkatan dengan Technical Arrangement/Pengaturan Teknis antara 10
(sepuluh) Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Proyek BASICS. Kegiatan
dilaksanakan secara efektif pada pertengahan Tahun 2010, dengan berbagai
kegiatan peningkatan kapasitas bagi eksekutif, legislative dan organisasi
masyarakat sipil dalam melakukan perencanaan dan penganggaran yang
berbasis pelayanan dasar.
Tahun 2011 Proyek BASICS meluncurkan Program BRI (Basics Responsive
Initiative) dengan strategi Peningkatan Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan
selama tiga tahun (Tahun 2011 s/d 2013) untuk mendukung percepatan
pencapaian beberapa indikator SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan
dasar yang masih rendah atau jauh dari target sasaran. Pada Tahun 2012 Proyek
BASICS mengembangkan instrumen perhitungan satuan biaya (unit cost) SPM
bidang kesehatan. Sejalan dengan kebutuhan peningkatan kinerja, proyek
BASICS juga mengembangkan strategi keterlibatan Kementrian/Lembaga di
tingkat nasional dan strategi Pengelolaan Pengetahuan.
Tahun 2013 fokus Program diarahkan pada: 1). Pelembagaan praktik cerdas
yang didukung melalui mekanisme Program BRI, 2). Pengembangan Instrumen
Unit Cost untuk implementasi BKKKes di Sulawesi Utara, dan 3). Asistensi untuk
terbitnya beberapa kebijakan daerah (Perda, Pergub, Perbup/Perwali) yang
mendukung terhadap Perecepatan Pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan
dan pendidikan.
Pada Tahun 2014 Proyek BASICS pada upaya diseminasi dan replikasi pada praktik
cerdas yang telah dikembangkan di 10 Kabupaten/Kota sebelumnya. Upaya
2
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
replikasi dilakukan di dua Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara (Kabupaten
Kepulauan Talaut dan Kabupaten Minahasa Tenggara) dan di dua kabupaten
di Provinsi Sulawesi Tenggara ada di dua Kabupaten (Kabupaten Bombana dan
Kabupaten Konawe Utara).
Mitra Kerja Proyek BASICS-DFATD Kanada:
Provinsi Sulawesi Utara, terdiri dari:
1. Kota Bitung
2. Kabupaten Minahasa
3. Kabupaten Minahasa Utara
4. Kabupaten Kepulauan Sangihe
5. Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang dan Biaro
6. Kabupaten Kepulauan Talaud
7. Kabupaten Minahasa Tenggara
Provinsi Sulawesi Tenggara, terdiri dari:
Kota Baubau
1. Kabupaten Buton Utara
2. Kabupaten Kolaka Utara
3. Kabupaten Konawe Selatan
4. Kabupaten Wakatobi
5. Kabupaten Bombana
6. Kabupaten Konawe Utara
1.2 Capaian Proyek BASICS-DFATD Kanada
1) Meningkatnya kemampuan pemerintah dan masyarakat sipil dalam
menyusun dan melaksanakan kebijakan, proses dan sistem untuk
memberikan layanan desentralisasi yang efektif.
Pada kurun waktu 4 tahun pelaksanaan Proyek BASICS-DFATD Kanada,
telah berkontribusi atas terbitnya berbagai kebijakan pemerintah daerah,
baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang berhubungan erat dengan
Percepatan Pencapaian SPM dan MDGs.
2) Kabupaten/Kota wilayah kerja Proyek BASICS telah membuat kemajuan
yang cukup signifikan dalam mengembangkan dan melaksanakan
perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan dan pendidikan dasar
3
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
yang responsif gender dalam mendukung percepatan pencapaian SPM/
MDGs.
a. Perangkat perhitungan biaya per unit (unit cost) untuk 11 indikator
SPM kesehatan telah diadopsi menjadi perangkat standar yang wajib
digunakan sebagai dasar untuk menghitung anggaran pelayanan
kesehatan dalam usulan APBD di 15 kabupaten/kota dalam forum
MUSRENBANG Provinsi Sulawesi Utara.
b. 10 Kabupaten/kota mitra kerja Proyek BASICS di Sulawesi Utara dan
Sulawesi Tenggara memasukkan indikator khusus terkait target SPM/
MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dalam dokumen perencanaan
dan anggaran daerah.
c. 10 Kabupaten/kota mitra proyek BASICS di Sulawesi Utara dan Sulawesi
Tenggara telah berhasil merancang dan mengimplementasikan Strategi
Perbaikan Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan Dasar berbasis SPM/
MDGS melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative (BRI) selama
tahun 2010-2013
d. Meningkatnya dana DEKON yang disalurkan kepada 12 kabupaten/kota
di Sulawesi Tenggara berdasarkan program kerja pengarusutamaan
gender oleh BPPKB Sultra bekerjasama dengan Proyek BASICS.
e. Mendorong lahirnya kebijakan Bantuan Keuangan Khusus Kesehatan
(BKK-Kes) pada Tahun 2013 di Provinsi Sulawesi Utara untuk percepatan
pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan.
3) Kontribusi Proyek BASICS dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan
pendidikan dasar dan kesehatan melalui mekanisme BRI (Basics
Responsive Initiative)
a. Selama tahun 2012-2013 sebanyak 416 dari 642 anak putus sekolah
di Kabupaten Minahasa Utara telah kembali ke sekolah formal melalui
Program Sumikolah. Bagi anak putus sekolah yang tidak kembali ke
sekolah, Program Sumikolah juga memfasilitasi agar dapat belajar di
PKBM (Pusat Kegiatan Masyarakat). Inisiatif ini telah dimuat dalam
rancangan peraturan bupati dan menjadi gerakan yang langsung
dipimpin oleh Bupati.
4
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
b. Pendekatan Kampo Waraka (Desa Sehat) di Kabupaten Buton
Utara ikut berkontribusi pada penurunan jumlah kematian sehingga
pada tahun 2013 tidak ada kematian ibu melahirkan di seluruh wilayah
Kabupaten Buton Utara. Pendekatan ini telah menjadi satu bagian dari
misi kepala daerah yang dituangkan dalam dokumen perencanaan
daerah, seperti RPJMD.
c. Pendekatan Mandara Mandidoha pada 22 desa pilot project di
Kabupaten Konawe Selatan berkontribusi pada menurunnya jumlah
kematian ibu dan bayi sepanjang di desa-desa tersebut pada tahun
2013. Inovasi tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan daerah
dan mendapatkan dukungan APBD sejak tahun 2013.
d. Program Sangihe Mengajar di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan
Bidan Kontrak di Kabupaten Kepulauan Sitaro yang dikembangkan
dengan merekrut sumber daya lokal telah memberikan kontribusi
bagi peningkatan pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan di
daerah terpencil dan kepulauan tersebut. Inovasi tersebut kemudian
dilembagakan melalui Peraturan Bupati dan didukung oleh APBD
Tahun 2013.
e. Fasilitasi pembentukan TPPK (Tim Pengembangan Pendidikan
Kecamatan) di Kota Bitung telah membantu dalam pelaksanaan
pendataan anak putus sekolah di Kota Bitung dan mendorong
dikembangkanya mekanisme kerjasama multipihak dan lintas SKPD
dalam penanganan anak putus sekolah di Kota Bitung. Tim yang terdiri
dari dari para pihak di kecamatan dan desa tersebut diperkuat oleh
Surat Keputusan Walikota dan didukung oleh APBD Tahun 2013.
f.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar pada
lingkup daerah dapat ditunjukan dengan kemajuan pada 11 indikator
SPM/MDGs sebagaimana fokus Program SPP BRI (Basics Responsive
Initiative).
4) Meningkatnya dukungan, Bantuan Teknis dan pengawasaan yang
diberikan oleh mitra di tingkat provinsi.
5
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Desentralisasi yang telah bergerak cepat mendorong terjadinya percepatan
pemahaman mengenai peran dan fungsi Pemerintah Provinsi dalam
memberikan bantuan teknis dan pengawasan kepada pemerintah
Kabupaten/Kota untuk memfasilitasi pencapaian MDGS dan SPM, melalui:
a. Reformasi peraturan yang salah satunya adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil
Pemerintah di Wilayah;
b. Berkontribusi dalam mendorong Pemerintah Provinsi untuk mengambil
peran penting (dan dibutuhkan) dalam mendukung pencapaian
sasaran SPM dan MDGS bidang kesehatan dan pendidikan dasar,
dengan menggunakan data sebagai dasar menyusun perencanaan dan
penganggaran; dan
c. Pelaksanaan mekanisme BRI di 10 Kabupaten/Kota menjadi media uji
coba Pemerintah Provinsi (melalui sub komite BRI tingkat Provinsi)
dalam memberikan bantuan teknis bagi Kabupaten/Kota dalam
percepatan pencapaian SPM dan MDGs, mulai dari penyusunan
Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan sampai
pada monitoring dan evaluasi pelaksanaan program.
5) Memperkuat kerjasama parapihak di tingkat nasional dalam mendukung
perencanaan dan penganggaran berbasis SPM.
Upaya bersama yang dilaksanakan secara sinergis antar instansi di tingkat
pusat telah memperkuat partisipasi dan kerjasama para pihak terhadap
Pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaran berbasis SPM dan responsif
gender melalui beberapa aktifitas, antara lain:
a. Bantuan teknis Pengembangan Instrumen Evaluasi pencapaian SPM
dan memfasilitasi berbagai lokakarya tingkat provinsi dan tingkat
regional yang terkait dengan percepatan pencapaian kerangka kerja
SPM.
b. Kerjasama dengan Kemendagri untuk menyiapkan dan mendistribusikan
1.500 eksemplar buku saku yang terdiri dari dua jenis buku yang
memuat garis besar praktik cerdas dan inovasi yang dihasilkan oleh
6
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
BASICS dan mitranya dalam mempercepat pencapaian SPM pelayanan
dasar bidang kesehatan dan pendidikan. Lebih dari 500 kabupaten dan
kota, dan beberapa provinsi telah menerima dokumen publikasi ini.
c. Capaian kemajuan kerjasama antara Proyek BASICS dengan K/L
(Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Kesehatan dan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan) dan Pemerintah Provinsi melalui berbagai
media baik formal maupun informal telah melahirkan berbagai potensi
untuk mendukung Perecepatan Pencapaian SPM/MDGs bidang
kesehatan dan pendidikan dasar:
d. Kerjasama antara Kemendagri dan Kemdikbud untuk menyempurnakan
beberapa indikator SPM pendidikan dasar agar sesuai dengan
kondisi geografis yang dihadapi di daerah terpencil dan kabupaten
kepulauan. Upaya demikian berpotensi memberi pengaruh positif
pada proses perencanaan dan penganggaran yang pada akhirnya
akan mempengaruhi pula pencapaian SPM pendidikan dasar.
7
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 2
Mengenal Proyek
KINERJA-USAID
2.1 Sekilas Proyek KINERJA-USAID
Proyek Kinerja-USAID bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi
kesenjangan penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan
iklim usaha yang baik. Melalui insentif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan
lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah di Indonesia diharapkan mampu
menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif
terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan.
Salah satu aspek kunci pendekatan Kinerja-USAID adalah keterlibatan
masyarakat, masyarakat sipil, dan media lokal untuk meminta pelayanan publik
yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk
meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian
besar program Kinerja-USAID dilaksanakan melalui dana hibah bagi organisasi
nasional dan daerah yang juga menerima pelatihan peningkatan kapasitas dari
Kinerja-USAID.
Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah
dan masyarakat adalah:
1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui
analisa bantuan, seperti Analisa Anggaran Daerah dan Analisa Bantuan
Operasional Satuan Pendidikan;
2. Membentuk forum multi-pemangku kepentingan untuk menciptakan
kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam perencanaan dan
penganggaran yang partisipastif;
3. Melibatkan masyarakat sipil untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik
melalui mekanisme penanganan pengaduan dan janji perbaikan pelayanan;
serta
8
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4. Mendukung pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), media
lokal, dan jurnalis warga untuk menyediakan akses terhadap informasi
publik dan meningkatkan permintaan terhadap penyediaan pelayanan
publik yang lebih baik.
Kinerja-USAID dibentuk pada bulan Oktober 2010 dan akan berjalan hingga
Februari 2015. Program ini dilaksanakan oleh RTI International dengan
konsorsiumnya yang terdiri dari lima mitra organisasi The Asia Foundation, Social
Impact, SMERU Research Institute, Universitas Gadjah Mada dan Kemitraan.
2.2 Tujuan dan Fokus Pelayanan
Kinerja-USAID bertujuan untuk meningkatkan penyediaan pelayanan
pemerintah daerah dan bekerja di tiga intervensi penting:
1. Insentif – Menguatkan permintaan terhadap pelayanan yang lebih baik;
2. Inovasi – Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung
pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan
pelayanan pendidikan yang menjanjikan; serta
3. Replikasi – Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat
nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan
menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah.
Di tiga area tersebut, Kinerja-USAID fokus di bidang:
1. Pendidikan – Akses terhadap pendidikan dasar merupakan prioritas utama
pemerintah nasional maupun pemerinta daera dalam mencapai Tujuan
Pembangunan Milenium (MDG) dan dalam memenuhi Standar Pelayanan
Minimal (SPM) terkait pendidikan dasar yang ditetapkan oleh pemerintah.
Paket pendidikan Kinerja-USAID dibentuk berdasarkan materi yang sudah
dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan distribusi guru proporsional
(DGP), analisa Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan manajemen
berbasis sekolah (MBS).
2. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan akses kepada pelayanan kesehatan dasar
merupakan prioritas utama pemerintah nasional maupun pemerintah
daerah dalam mencapai MDG dan dalam memenuhi SPM terkait yang
ditetapkan oleh pemerintah nasional. Paket kesehatan Kinerja-USAID fokus
pada KIA, terutama persalinan aman dan ASI eksklusif. Kegiatan ini dilakukan
9
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
sebagai bagian dari paket kesehatan yang mencakup perbaikan akuntabilitas
puskesmas dengan cara melibatkan forum multi-pemangku kepentingan
dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif, melaksanakan survei
pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan antara warga negara dan
pemerintah dan meningkatkan manajemen puskesmas untuk memastikan
pelayanan publik yang diberikan berkualitas tinggi. Di Papua, paket
kesehatan fokus pada tata kelola penguatan sistem kesehatan untuk KIA,
HIV/AIDS dan Tubercolusis (TB).
3. Iklim Usaha yang Baik (BEE) – Sektor ini fokus pada perbaikan perizinan
usaha dibawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat
kebijkan berbasis bukti dan meningkatkan dialog pemerintah dan swasta
serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh
bantuan BEE adalah pembentuakn PTSP di kabupaten, studi partisipatif
mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan swasta, dan bantuan teknis
untuk menulis rancangan peraturan baru.
Kabupaten Mitra Proyek USAID-Kinerja:
Aceh
:
Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Banda
Aceh dan Simeulue
Jawa Timur
:
Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Probolinggo, dan
Tulungagung
Sulawesi
Selatan
:
Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar
Kalimantan
Barat
:
Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan
Sekadau
Papua
:
Jayapura, Jayawijaya, Kota Jayapura, dan Mimika
2.3 Capaian Proyek KINERJA-USAID
Program Kinerja-USAID telah mendapat dukungan politis dan sosial dari
pemerintah daerah dan masyarakat. Hingga awal tahun 2014, program KinerjaUSAID telah direplikasi di 24 kabupaten/ kota mitra dan 25 kabupaten/ kota
non-mitra.
Selama program ini berjalan, pemerintah daerah mitra Kinerja-USAID telah
mengalokasikan dana lebih dari US$ 4,6 juta untuk membantu sekolah
10
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
dan puskesmas memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Selain itu,
pemerintah daerah mitra juga telah menerbitkan 112 peraturan bupati/
walikota terkait BOSP, DGP, ASI eksklusif dan persalinan aman, penyederhanaan
proses perizinan serta integrasi standar pelayanan minimal untuk mendukung
keberlanjutan program.
Untuk mendukung upaya perluasan program peningkatan iklim usaha di tingkat
provinsi, Kinerja USAID telah mendorong pembentukan empat forum pelayanan
terpadu satu pintu di empat provinsi mitra.
Kinerja-USAID mendorong pemerintah daerah untuk memenuhi standar
pelayanan minimal (SPM) pendidikan dan kesehatan. Kinerja-USAID
mendampingi pemerintah daerah untuk menghitung capaian SPM, analisa
kesenjangan, penghitungan anggaran yang diperlukan hingga advokasi
dalam perencanaan. Selama dua tahun proses pendampingan ini dilakukan,
pemerintah daerah mitra telah mengintegrasikan hasil penghitungan anggaran
SPM kedalam rencana kerja tahunan dan rencana strategi mereka, sejak
tingkat unit layanan, dinas hingga tingkat daerah. Bahkan, Kota Makassar telah
menerbitkan peraturan walikota untuk mendukung upaya pemerintah daerah
memenuhi SPM.
Kinerja-USAID mendukung Autonomy Awards sebagai salah satu insentif bagi
pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerjanya. Bekerjasama dengan The
Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP), program ini memberikan penghargaan
bagi pemerintah daerah yang telah melakukan berbagai inovasi pembangunan,
termasuk penyediaan pelayanan publik. Program Autonomy Awards ini telah
direplikasi di Sulawesi Selatan melalui kerjasama dengan Fajar Pos Insititute of
Pro-Otonomi (FIPO) dan di Kalimantan Barat oleh Pontianak Pos Institute of ProOtonomi (PPIP).
Selain kapasitas penyedia layanan yang semakin meningkat, partisipasi publik
di seluruh provinsi mitra Kinerja-USAID dalam perencanaan dan pengawasan
program pemerintah juga telah meningkat. Masyarakat telah membentuk
lebih dari184 forum-multistakeholder yang aktif memberikan input terhadap
pembuatan berbagai kebijakan pemerintah dan mengawasi penyediaan
pelayanan publik. Di beberapa daerah mitra Kinerja, kemitraan kuat antara
pemerintah dan masyarakat ini mendorong diterbitkannya sejumlah peraturan
pendukung pelayanan publik.
11
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Selama program Kinerja-USAID berjalan, kurang lebih 135 jurnalis warga telah
aktif menulis berita tentang pelayanan publik di berbagai media arus utama dan
media alternative. Beberapa pemerintah daerah kemudian menjadikan berita
jurnalis warga sebagai salah satu sumber informasi untuk melihat perkembangan
kualitas pelayanan publik.
Sebagai bagian dari strategi keberlanjutan Kinerja-USAID, program ini telah
bekerjasama dan meningkatkan kapasitas 55 lembaga swadaya masyarakat di
tingkat lokal. Mereka diharapkan untuk terus dapat membantu pemerintah
meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mendorong masyarakat untuk
meminta pelayanan yang lebih baik.
12
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 3
Konsep Dasar dan
Pendokumentasian Praktik Cerdas
3.1 Pengertian Praktik Cerdas
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, praktik diartikan sebagai melaksanakan
sesuatu secara nyata seperti yang disebutkan dalam teori. Secara umum dapat
dimaknai bahwa praktik merupakan suatu perilaku yang masuk akal atau bisa
dipahami (tangible) dan bertujuan (visible). Umumnya, sebuah praktik juga
merupakan sebuah ekspresi dari ide yang mendasarinya. Sebuah ide tentang
bagaimana menyelesaikan sebuah masalah atau tantangan untuk mencapai
tujuan yang kemudian diikuti dengan tindakan untuk melaksanakannya.
Praktik Cerdas dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang terbukti dapat
membawa manfaat bagi sebuah kelompok masyarakat tertentu dan menjawab
permasalahan atau tantangan yang mereka hadapi. Dalam kaitan dengan
penulisan buku alih pengalaman ini, Praktik Cerdas diartikan secara lebih
khusus sebagai sebuah program atau kegiatan yang berhasil dilakukan untuk
menjawab tantangan pelayanan dasar yang dihadapi oleh Pemerintah
Daerah dalam pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs), khususnya bidan kesehatan dan pendidikan
dasar.
13
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Kekuatan utama Praktik Cerdas ini adalah peran pemerintah daerah dalam
meningkatkan kualitas pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan dengan
melibatkan kemitraan dengan masyarakat.
Praktik Cerdas yang dihasilkan diawali dengan analisis ketimpangan pencapaian
SPM/MDGs di kabupaten/kota yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah.
Hasil analisis data menjadi pedoman bagi pemerintah kabupaten/kota untuk
menyusun strategi, program dan kegiatan dalam memberikan pelayanan dan
pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, utamanya pendidikan dan kesehatan.
Tujuan yang ingin di capai adalah pemenuhan SPM dan percepatan pencapaian
MDGs yang akan berkontribusi terhadap peningkatan pemenuhan layanan
dasar masyarakat.
3.2 Kriteria Praktik Cerdas
Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan sebuah program atau kegiatan yang
dilaksanakan sebagai sebuah Praktik Cerdas adalah
sebagai berikut:
1) Ide Inovatif/Kreatif
Merupakan inisiatif yang baru atau bisa
juga merupakan hasil dari modifikasi model/
pola yang sudah ada sebelumnya dan/atau
merupakan replikasi dari daerah lain tetapi telah
disesuaikan dengan kondisi daerah setempat
dengan berbagai aspeknya (budaya, kemampuan
sumber daya, dan lain-lain).
2) Peran serta/Keterlibatan
Setidaknya melibatkan lebih dari satu pemangku kepentingan tingkat lokal
dan didasarkan pada asas pemenuhan kebutuhan masyarakat
3) Keberlanjutan
Kegiatan telah dilakukan setidaknya dua tahun dan masih berlangsung saat
ini disertai rencana untuk dilanjutkan di waktu yang akan datang. Kegiatan
14
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
juga bisa terus berjalan dengan pendanaan mandiri pemerintah lokal
maupun dari swadaya masyarakat.
4) Kebertanggungjawaban (Akuntabel)
Kegiatan bersifat transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
semua pihak, baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung,
termasuk unsur masyarakat.
5) Keberpihakan
Memenuhi unsur-unsur keberpihakan kepada masyarakat miskin dan
berkeadilan gender, artinya kegiatan dapat memberi manfaat kepada
masyarakat miskin serta berdampak dan dilaksanakan dengan prinsipprinsip kesetaraan gender.
6) Dampak nyata
Ada perubahan positif yang nyata terlihat atau dialami oleh masyarakat
penerima manfaat.
7) Replikasi
Setelah melalui proses pengamatan dan pembelajaran program/kegiatan
dapat diterapkan di tempat/daerah lain karena adanya kecukupan
sumberdaya (dana, sumber daya manusia, kelembagaan) maupun
instrumen lainnya yang mendukung upaya-upaya replikasi.
3.3 Pendokumentasian Praktik Cerdas
Pendokumentasian Praktik Cerdas adalah sesuatu hal yang sangat penting
karena akan membantu banyak pihak termasuk kelompok masyarakat untuk
mengefektifkan proses pembelajaran dalam mengatasi berbagai tantangan
pembangunan yang dihadapi termasuk dalam hal pembangunan bidang
pendidikan dan kesehatan.
Praktik Cerdas cukup relevan untuk didokumentasikan dengan berbagai alasan,
antara lain:
1. Praktik Cerdas merupakan pengalaman nyata di lapangan yang menunjukkan
pemanfaatan sumberdaya dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
15
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
2. Pengalaman sebagai proses yang mengandung pembelajaran dan dapat
menjadi sumber referensi yang nyata.
3. Praktik Cerdas berpeluang untuk direplikasi, dengan atau tanpa modifikasi.
Untuk menjadikan Praktik Cerdas sebagai referensi dibutuhkan
pendokumentasian Praktik Cerdas sesuai dengan kerangka pembangunan atau
proses perubahan, dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pencarian Fakta
a. Identifikasi fakta;
b. Kondisi geografis/lingkungan sekitar praktik;
c. Kultur/tradisi yang mendukung/menghambat praktik;
d. Sejarah masyarakat (peristiwa-peristiwa penting, masalah yang pernah
dialami)
2) Informasi yang perlu diketahui untuk didokumentasikan
a. Mengapa muncul gagasan?
b. Apakah gagasan muncul karena adanya keinginan kuat di masyarakat?
c. Apakah kepemimpinan lokal mendukung munculnya gagasan-gagasan
cemerlang di masyarakat?
3) Perencanaan dan Strategi
a. Siapa yang memulai gagasan Praktik Cerdas?
b. Siapa saja yang mendukung gagasan yang muncul?
c. Keterlibatan masyarakat dalam gagasan awal/perencanaan awal;
d. Bentuk hambatan yang muncul pada tahap perencanaan/
mengembangkan gagasan;
e. Usaha untuk mengatasi hambatan tersebut.
4) Mobilisasi Sumberdaya
a. Sumberdaya lokal dan luar yang digunakan untuk mengembangkan
kegiatan (identifikasi sumberdaya potensial yang digunakan)
b. Proses mobilisasi sumberdaya dan kunci suksesnya
c. Keterlibatan masyarakat dalam mobilisasi sumberdaya
d. Hambatan yang dialami dan bagaimana mengatasinya
16
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5) Implementasi dan Perkembangan
a.
Keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam kegiatan
b.
Ketersediaan “ahli” dalam pelaksanaan kegiatan
c.
Perkembangan yang konkrit dan penting dalam kegiatan
d.
Manfaat dan nilai plus kegiatan
Peningkatan kualitas hidup?
Peningkatan pendapatan dan lapangan kerja?
Ef isiensi penggunaan sumberdaya lokal?
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan?
Peningkatan kualitas infrastruktur lokal?
e. Perubahan yang signif ikan di komunitas/masyarakat
6) Pemantauan dan Evaluasi
a. Usaha yang dilakukan untuk memantau kegiatan
b. Inovasi yang dilakukan untuk memperluas kegiatan
c. Keberlanjutan kegiatan
d. Usaha yang dilakukan untuk keberlanjutan kegiatan
e. Dukungan bagi keberlanjutan (kebijakan, pendanaan, upaya)
Tahapan praktik dimana lesson learned dapat diambil :
1. Inisiatif awal dan pengembangan gagasan
a) Kondisi-kondisi yang dapat memunculkan ide cerdas
b) Strategi mengembangkan ide cerdas menjadi aksi
2. Peranserta/Keterlibatan stakeholder
a) Peran yang tepat dari masing-masing stakeholder
b) Kerjasama antar stakeholder
3. Mobilisasi sumberdaya, termasuk mengorganisasikan
masyarakat
4. Perluasan dan keberlanjutan.
keterlibatan
17
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 4
Praktik Cerdas Penerapan
Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan
4.1 Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang
Kesehatan Proyek BASICS-DFATD
4.1.1 Kampo Waraka (Desa Sehat) - Perencanaan Kesehatan
Bersama Masyarakat Desa, Kabupaten Buton Utara,
Sulawesi Tenggara.
Waraka merupakan bahasa lokal di
Kabupaten Buton Utara yang artinya
sehat. Namun Waraka juga menjadi
kepanjangan
dari
musyaWArah
peRencanAan KesehAtan. Kampo Waraka
merupakan hasil atau tindak lanjut dari
pengembangan Waraka yang dilakukan
bersama antara pemerintah kabupaten
melalui SKPD terkait bersama dengan
masyarakat desa.
Kampo Waraka
merupakan hasil dari Waraka atau perencanaan kesehatan bersama masyarakat
desa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Buton Utara atas dukungan Proyek
BASICS melalui mekanisme BASICS Responsive Initiatif (BRI) selama tiga tahun,
yakni sejak Tahun 2011 s/d 2013. Konsep dan praktek ini kemudian dijadikan
suatu bagian program dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Buton Utara
18
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Masalah dan Peluang
Sejumlah masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara
antara lain: ketersediaan data dan informasi kesehatan yang masih terbatas,
kemampuan staff perencana dalam memahami formulasi perhitungan data
seperti formulasi data pada indikator SPM dan MDGs, keterlambatan aliran data
dari dari unit pelayanan kesehatan di desa dan puskesmas ke Dinas Kesehatan
Kabupaten, serta kurangnya pemanfaatan data dalam proses penyusunan
dokumen perencanaan dan penganggaran program kesehatan.
Tantangan lain yang dihadapi adalah masih kurangnya fasilitas dan tenaga
kesehatan. Hingga akhir tahun 2012, RSUD Kabupaten Buton Utara masih dalam
proses pembangunan. Seluruh penanganan rujukan hanya bisa dilakukan pada
Rumah Sakit di kota Kendari maupun Rumah Sakit di Kota Baubau. Fasilitas
kesehatan yang ada bagi seluruh kabupaten terdiri dari 1 Puskesmas perawatan
dan 9 Puskesmas non perawatan. Bidan yang tersedia sebanyak 39 orang dan
belum seluruhnya menamatkan pendidikan D-4 sementara tidak ada bidan PTT
(Pegawai Tidak tetap) yang ditugaskan dari Kementrian Kesehatan.
Dengan kondisi seperti itu, tidak heran capaian SPM Kesehatan di Kabupaten
Buton Utara khususnya terkait kesehatan ibu dan bayi masih jauh dari
memuaskan. Data tahun 2009 menunjukkan cakupan kunjungan ibu hamil K-4
baru mencapai 70%; cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
dengan kompetensi kebidanan baru mencapai 60%. Jumlah kematian ibu
melahirkan pada tahun 2009 sebanyak 7 kasus
Selain tantangan ada juga peluang untuk meningkatkan pelayanan dasar
kesehatan di Kabupaten Buton Utara, antara lain masih kuatnya budaya
kekeluargaan dan gotong royong warga. Budaya ini tentu berpotensi dalam
memberikan dukungan bagi ibu hamil dan ibu bersalin, termasuk upaya
menyediakan bantuan rujukan bagi ibu bersalin. Peluang lain terkait komitmen
pemerintah daerah yang bisa dilihat dengan adanya dokumen perencanaan
pemerintah yang berpihak pada peningkatan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat.
Dalam RPJMD Kabupaten Buton Utara termuat rencana pembangunan untuk
percepatan infrastuktur pelayanan dasar, pengembangan kualitas sumberdaya
manusia (khususnya tenaga kesehatan), penguatan tata kelola pemerintahan
daerah serta memperkuat aktualisasi budata masyarakat Kabupaten Buton
Utara. Secara formal hal ini merupakan peluang yang mendukung pengembangan
inisiatif dan inovasi dalam peningkatan kualitas pelayanan dasar.
19
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
B. Langkah-langkah Pelaksanan
Berikut digambarkan langkah-langkah
yang ditempuh dalam pelaksanaan
Waraka dan Kampo Waraka:
1. Melakukan kajian kesehatan ibu
dan anak.
Kajian Ini dilakukan pada tahun
2010 dengan dukungan Proyek
BASICS. Kajian ini dilakukan oleh berbagai pihak terkait, seperti Dinas
Kesehatan, Bappeda, BPPKB dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Selain
berhasil menemukenali akar masalah yang menyebabkan ketimpangan
capaian SPM kesehatan dan MDGs, kajian ini pada akhirnya juga mendorong
kerjasama yang erat antar instansi terkait, termasuk OMS.
Nilai tambah dalam kajian ini adalah proses pembelajaran antar instansi
antar kabupaten/kota dan alih pengetahuan melalui bantuan teknis dari
pemerintah provinsi yang lebih memiliki kompetensi. Pengetahuan tentang
kesehatan ibu dan anak serta keterampilan dalam mengelola kajian secara
kolaboratif merupakan pembelajaran utama yang diperoleh. Hasil kajian
tersebut menjadi dasar bagi penyusunan perencanaan kesehatan 3 tahun
yang didukung oleh BASICS Project melalui mekanisme BASICS Responsive
Initiative periode 2011-2013.
2. Melakukan pendataan dan perencanaan kesehatan desa secara
partisipatif atau disebut WaRaKa.
Waraka merupakan bahasa lokal yang artinya sehat, namun Waraka juga
menjadi kepanjangan dari musyaWArah peRencanaAn KesehAtan. Kegiatan
ini diawali pembentukan dan pembekalan Tim Lintas SKPD yang terdiri
dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bappeda, dan BPPKB dengan dukungan
dari Organisasi Masyarakat Sipil. Kehadiran Bappeda secara umum untuk
mendapatkan konteks masalah kesehatan secara makro yang harus
ditangani Bappeda, seperti merencanakan pembangunan akses masyarakat
ke pusat pelayanan kesehatan. Kehadiran OMS ditekankan pada koneksitas
pada kerja-kerja pendampingan masyarakat desa yang biasa dilakukannya,
sementara kehadiran BPPKB lebih mendorong upaya pengintegrasian agar
peran kader KB dan kader kesehatan bisa saling menunjang dan sinergis,
meskipun di beberapa tempat, kader kesehatan dan kader KB adalah orang
yang sama.
20
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sebelum pelaksanaan survey di 59 desa, tim pemerintah kabupaten
dibekali pemahaman tentang perencanaan kesehatan partisipatif berbasis
desa dengan menerapkan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisial).
Pertama, memfasilitasi pertemuan (musyawarah) desa bersama kepala
desa untuk memperoleh informasi tentang kesehatan masyarakat desa dan
merencanakan penyelesainnya. Kedua, melakukan kunjungan, wawancara
dan analisis kesehatan bagi masyarakat yang bermasalah kesehatan.
Pendekatan ini dilakukan untuk mendorong kemandirian masyarakat desa
untuk aktif melakukan analisis dan merencanakan bersama penanggulangan
masalah kesehatan masyarakat di desa.
3. Mengembangkan konsep terpadu berdasarkan inovasi-inovasi yang
dikembangkan, yaitu: Kampo Waraka atau Desa Sehat.
Kampo Waraka merupakan satu perwujudan dari kegiatan Waraka.
Kampo Waraka atau Desa Sehat adalah desa yang masyarakatnya aktif
berpartisipasi untuk meningkatkan kehidupan yang sehat, maju dan
mandiri. Hal ini dilakukan melalui 3 strategi utama, yaitu: 1) pelayanan
prima di unit pelayanan kesehatan; 2) meningkatkan peran multipihak
dalam mewujudkan Kampo Waraka; dan 3) kemitraan bidan, dukun bayi
dan kader posyandu.
4. Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan.
Pelatihan teknis bagi tenaga kesehatan terutama diberikan bagi bidan desa
yang bertugas di 8 Puskesmas yang ada di Kabupaten Buton Utara dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan bidan dalam menangani masalahmasalah kesehatan ibu, bayi dan anak.
5. Meningkatkan kapasitas kader kesehatan.
Kader merupakan ujung tombak pelaksanaan Waraka dan Kampo Waraka
di desa. Peran-peran kader tersebut diantaranya: Mendata ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas; membantu bidan dalam sosialisasi kesehatan ibu
dan anak; bersama kepala desa menfasilitasi pertemuan desa. Demikian
strategisnya peran yang dilakukan kader kesehatan maka dilakukan beberapa
upaya peningka­tan kapasitas bagi kader kesehatan, seperti: pelibatan dalam
kegiatan perencanaan kesehatan di kabupaten, pertemuan-pertemuan
dalam membangun kemitraan bidan dan dukun, monitoring perkembangan
desa/kelurahan serta promosi kesehatan oleh tenaga kesehatan.
21
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
6. Mengembangkan kemitraan bidan, dukun, dan kader.
Satu upaya yang dikembangkan pasca penerapan Waraka adalah
penerapan kemitraan bidan, dukun dan kader di dua kecamatan, Kulisusu
dan Kambowa. Penerapan atau uji coba ini telah menghasilkan kesepakatan
bersama antara bidan, dukun dan kader dalam membantu ibu hamil, ibu
bersalin dan ibu nifas serta panduan yang dapat diberlakukan ke seluruh
desa di Kabupaten Buton Utara.
7. Memberikan insentif finansial bagi keluarga tidak mampu.
Salah satu upaya menekan kematian ibu melahirkan adalah dengan
mempercepat pengambilan keputusan keluarga dalam menolong persalinan
ibu. Hal ini sangat terkait dengan latar belakang ekonomi keluarga yang
tidak bisa membiayai diri dan keluarga yang mendampinginya selama
proses rujukan ke rumah sakit di Kota Baubau atau Kota Kendari. Insentif
finansial ini menjadi satu upaya untuk menjawab kebutuhan tersebut.
8. Dukungan kebijakan pemerintah daerah.
Pada tahap awal, kampo Waraka baru diujicobakan di 9 desa di dua
kecamatan di Kabupaten Buton Utara dengan dukungan dana dari BASICS
Project tetapi melihat dampak yang sangat signifikan pada peningkatan
kesehatan masyarakat maka didoronglah upaya untuk mengembangkan
Kampo Waraka di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara. Oleh karena
itu diperlukan pelembagaannya dalam kebijakan daerah untuk menjamin
ketersediaan anggaran bagi pelaksanaan dan keberlangsungan program
tersebut. Dua kebijakan yang disusun untuk mendukung Kampo Waraka ini
adalah Peraturan Bupati tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader, serta
Peraturan Bupati tentang Jaminan Bagi Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi.
Dua kebijakan tersebut dilahirkan untuk memperkuat program kebijakan
nasional tentang Jamkesmas dan Jampersal karena memuat hal-hal yang
tidak dibiayai oleh Jamkesmas dan Jampersal seperti: transportasi rujukan
ibu bersalin, komsumsi bagi keluarga yang mendampingi ibu bersalin, dan
insentif bagi dukun bayi dan kader kesehatan.
22
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
C. Dampak dan Perubahan
Sejumlah hasil dan dampak yang dihasilkan dari program ini antara lain:
1. Survei kesehatan dengan metode partisipatif yang melibatkan masyarakat
desa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Buton Utara kemudian
dikembangkan menjadi satu pendekatan baru dalam perencanaan
kesehatan di desa. Masyarakat dan pemerintah kabupaten menyebutnya
dengan Waraka.
.
2. Waraka berhasil menghasilkan data yang akurat yang kemudian dapat
diguanakan oleh Dinas Kesehatan untuk melakukan perencanaan dan
penganggaran kesehatan yang lebih efektif dan menjawab kebutuhan
masyarakat, selain mempercepat pencapaian target SPM Kesehatan dan
Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) bidang kesehatan.
3. Penerapan kemitraan bidan, dukun dan kader yang dikembangkan pasca
Waraka telah menghasilkan kesepatan bersama antara bidan, dukun dan
kader dalam membantu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta panduan
yang dapat diberlakukan di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara.
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat di bidang kesehatan merupakan salah
satu dampak positif Kampo Waraka. Masyarakat secara aktif menerapkan
23
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
perilaku hidup bersih dan sehat. Kader kesehatan dan dukun bayi aktif
mengajak ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan secara teratur pada
petugas kesehatan dan mendorong persalinan oleh tenaga kesehatan.
Selain itu kader kesehatan juga aktif memberikan sosialisasi kesehatan
kepada masyarakat.
5. Pelaksanaan Waraka dan penerapan Kampo Waraka secara langsung dan
tidak langsung telah berkontribusi pada percepatan pencapaian SPM
Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Hal ini bisa dilihat
dari adanya penurunan kasus kematian ibu melahirkan dari 7 kasus pada
tahun 2009 menjadi nol atau tidak ada kasus kematian ibu melahirkan pada
akhir tahun 2013. Selain itu, cakupan pemeriksaan ibu hami K-4 meningkat
dari 70% menjadi 79%; cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
meningkat dari 66% menjadi 96%; dan cakupan komplikasi ibu hamil yang
ditangani meningkat dari 29% menjadi 51%.
6. Waraka dan Kampo Waraka mendapat sambutan positif dari berbagai pihak,
dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Buton
Utara. Salah satu buktinya adalah penghargaan yang diberikan Canadian
International Developmen Agency (CIDA) berupa CIDA AWARD pada tahun
2012 atas inovasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
7. Komitmen Bupati Buton Utara dalam mendukung upaya percepatan
pencapaian SPM dan MDGs bidang kesehatan. Keberadaan program
ini setidaknya menjadi stimulan bagi pemerintah dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan. Terkait hal ini sejumlah perkembangan positif yang
bisa dilihat di Kabupaten Buton Utara antara lain:
a. Sejak Tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Buton Utara telah
memangkas pos­
pos anggaran Perjalanan Dinas keluar. Anggaran
tersebut digunakan untuk kebutuhan masyarakat secara langsung,
khususnya kebutuhan dasar seperti kesehatan. Hal itu ditunjukkan
dengan peningkatkan alokasi anggaran urusan kesehatan hingga
mencapai 10% dari total APBD Tahun 2012. Pada tahun sebelumnya,
porsi anggaran kesehatan berkisar 7,4%.
b. Komitmen juga dituangkan dalam bentuk regulasi, beberapa regulasi
yang dikeluarkan adalah: (1) SK Bupati tentang Tim Kampo Waraka;
(2) Peraturan Bupati tentang Jaminan Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi,
24
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Ibu Bersalin dan Ibu dari Keluarga Tidak Mampu; (3) Peraturan Bupati
tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader dalam Penanganan Ibu
Hamil hingga Nifas.
c. Bupati juga mendukung inisiatif Dinas Kesehatan Kabupaten Buton
Utara dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) Kabupaten Buton Utara, dimana
didalamnya memuat hal terkait dengan insentif keluarga pendamping
ibu hamil dari keluarga tidak mampu, insentif bagi dukun yang
mendukung persalinan serta insentif bagi kader kesehatan dalam
pengelolaan Kampo Waraka. Alokasi anggaran untuk mendukung
penyusunan Perda telah disiapkan sebesar 100 juta dalam APBD Tahun
2013.
D. Pembelajaran
Beberapa hal yang dapat ditarik pembelajaran
atas inisiatif Program Waraka dan Kampo
Waraka adalah:
Inisiatif untuk mengatasi tantangan kurangnya
fasilitas dan tenaga kesehatan yang berkualitas
di suatu daerah, dapat didorong dengan
optimalisasi peran dan partisipasi masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam perencanaan
kesehatan di tingkat desa sangat mendukung antisipasi penanganan kasus­kasus
kesehatan yang berpotensi muncul, seperti penanganan persalinan ibu hamil
kepada tenaga kesehatan terlatih atau rumah sakit rujukan.
Inisiatif mendukung perbaikan peningkatan layanan sangat penting ditopang
oleh komitmen berbagai pihak di desa dan kabupaten, terutama Kepala
Pemerintah Daerah. Komitmen Kepala Pemerintah Kabupaten akan berimplikasi
pada dukungan dukungan pembentukan regulasi/kebijakan atas inisiatif yang
dikembangkan serta dan dukungan alokasi anggaran rutin kemudian.
E. Pembiayaan
Program Waraka dan Kampo Waraka didukung dengan alokasi sebesar Rp. 154
juta yang diperuntukkan bagi kegiatan:
25
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
•
•
•
Promosi Program Inovasi Kesehatan (melalui media kampanye Kampo
Waraka;
Pelaksanaan Lokakarya Finalisasi Konsep Kampo Waraka;
Asistensi pelaksanaan Kampo Waraka.
F. Testimoni
Suniati (37 tahun), Kader Posyandu Tumbuh Segar, Desa Elahaji, Kecamatan Kulisusu
“Dengan adanya Waraka pemerintah desa semakin menyadari tugasnya untuk mengurus
masalah kesehatan warga desanya. Masyarakat sangat senang dengan adanya kegiatan ini.
Setelah adanya program Waraka, masalah gizi buruk di desa Elahaji sudah mulai teratasi. Dari
7 kasus bayi gizi buruk di Desa Elahaji tahun 2010 lalu, saat ini tin ggal 3 orang. Saat ini sudah
ada kesepakatan di Desa Elahaji bahwa setiap persalinan harus ditangani di fasiltas kesehatan.
Jadi persalinan sudah tidak ditangani lagi oleh dukun. Semua persalinan sudah dilakukan oleh
Bidan. Dukun hanya bertugas mengantar dan membantu bidan pasca persalinan.”
Ibu Irna (40 tahun), Kader Posyandu Bina Sehat, Desa Tomoahi, Kecamatan Kalimusu
“Dengan dilaksanakannya Waraka di Desa Tomoahi, Kecamatan Kulisusu, kondisi sarana dan
prasarana kesehatan di desa sudah diketahui oleh pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan serta
seluruh peserta yang terlibat dalam Waraka. Melalui Waraka ini terungkap banyak persoalan
kesehatan di desa, misalnya; masyarakat yang tidak memiliki jamban diketahui, keluarga yang
memiliki ibu hamil juga diketahui dan banyak lagi. Sangat bagus sekali kalau pendataan ini
dilakukan setiap tahun.
Bidan Waode AsminBidan Desa di Desa Bangkudu Kecamatan Kulisusu
“Model Waraka sangat menarik karena dari model tersebut bisa diketahui segala hal yang
berkaitan dengan kondisi kesehatan masyarakat desa secara menyeluruh. Jadi nantinya, bukan
hanya petugas kesehatan yang dapat membantu masyarakat tapi semua orang harus terlibat,
termasuk aparat pemerintahan desa perlu semakin aktif membantu memberi pemahaman
kepada warga tentang pentingnya PHBS bagi masyarakat. Pendataan ini perlu dimutahirkan
minimal satu kali dalam satu tahun. Supaya bagian perencanaan kesehatan di Kabupaten juga
menyusun program yang tepat sasaran.”
Endang Susilowati, Staf Bagian Perencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara
“Intinya Waraka itu, adalah model perencanaan berbasis data yang benar-benar bersentuhan
langsung dengan masyarakat. Sehingga, urusan kesehatan tidak hanya menjadi urusan Dinas
Kesehatan saja tapi juga menjadi urusan instansi teknis lainnya, termasuk masyarakat secara
langusng. Disinilah kekuatan Waraka. Saat ini Waraka telah menjadi ikon kesehatan di Buton
Utara dan berhasil mengubah pola pendataan “di atas meja” menjadi pola pendataan sebagai
basis perencanaan yang partisipatif, by name by address, akurat dan valid.”
Kontak Detail
Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara
Kompleks Perkantoran Bumi Sara Ea
Buranga, Kalisusu - Sulawesi Tenggara
26
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.1.2Desa Mapalus Sehat di Kabupaten Minahasa, Sulawesi
Utara
Mapalus adalah suatu sistem atau teknik kerja sama untuk kepentingan
bersama dalam budaya suku Minahasa. Secara fundamental, mapalus adalah
kahikat dasar dan aktivitas kehidupan orang Minahasa yang terpanggil dengan
ketulusan hati, penuh kesadaran dan tanggung jawab untuk mensejahterakan
setiap orang dan kelompok dalam komunitasnya.
Sistem kerja mapalus menjadi struktur yang membentuk sebuah hubungan sosial
antar sesama tou atau masyarakat Minahasa. Mapalus menciptakan sebuah
infrastruktur seperti mapalus tani yang menghasilkan produksi pertanian,
mapalus ekonomi masyarakat yang menghasilkan koperasi masyarakat dan
seterusnya.
Penerapan Desa Mapalus Sehat di Kabupaten Minahasa Utara merupakan salah
satu bentuk penerapan Desa Siaga Aktif dengan menggunakan konsep budaya
lokal yang terbukti efektif meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat desa.
27
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Masalah dan Peluang
Minahasa merupakan satu kabupaten yang
memiliki sejarah panjang. Kabupaten ini telah
menjadi daerah otonom pada Tahun 1919,
jauh sebelum Indonesia merdeka. Seiring
perkembangan zaman wilayah ini mengalami
pemekaran dan kemudian menjadi empat
kabupaten dan tiga kota di Sulawesi Utara
termasuk kabupaten Minahasa sendiri.
Sebagai sebuah kabupaten tertua ternyata tidak
secara otomatis fasilitas dan sistem layanan kesehatan di masyarakat jauh lebih
baik. Buktinya, menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa capaian
salah satu indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan yaitu
persentase desa yang menerapkan program Desa Siaga selama tahun 2011
sampai tahun 2012 tetap tidak beranjak kemajuannya, baru sebesar 14,5
%. Padahal target nasional sebesar 80 % pada Tahun 2015. Sementara itu,
Kabupaten Minahasa juga mencatat jumlah kematian bayi yang cukup tinggi di
wilayah Provinsi Sulawesi Utara.
Rendahnya capaian desa siaga aktif di Kabupaten Minahasa yang menerapkan
pendekatan Desa Siaga sungguh sesuatu yang berbanding terbalik dengan
budaya masyarakat Minahasa yang sangat diwarnai budaya mapalus atau
semangat kerjasama dan kegotongroyongan untuk kesejahteraan bersama.
Berangkat dari budaya lokal inilah, Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa
mendorong kembali penerapan konsep desa siaga aktif yang dibungkus dengan
nama Desa Mapalus Sehat. Keberadaan konsep mapalus sehat diharapkan
dapat mendorong kerjasama dari setiap komponen masyarakat yang ada di
desa (pemerintah desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok perempuan,
kelompok pemuda, dan lain-lain) untuk bekerjasama meningkatkan kualitas
kesehatan bersama.
B. Langkah-Langkah Pelaksanaan
Sejak bulan September 2012, dengan dukungan proyek BASICS mulai diterapkan
konsep Desa Mapalus Sehat pada 4 desa percontohan. Dengan mengadopsi
konsep Desa Siaga Aktif sesuai pedoman Kementerian Kesehatan, secara khusus,
Desa Mapalus Sehat ini ditujukan bagi peningkatan pelayanan kesehatan ibu
dan anak dengan target menurunkan jumlah kematian ibu dan bayi.
28
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan Desa Mapalus Sehat ini
adalah sebagai berikut:
1. Sosialisasi Desa Mapalus Sehat
Sosialisasi
dilakukan
untuk
memperkenalkan
konsep
Desa Siaga Aktif dalam upaya
meningkatkan kesehatan ibu dan
anak serta meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat melalui
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat). Sosialisasi dilakukan kepada pemerintah desa, tokoh masyarakat,
tokoh adat, tokoh agama, kelompok perempuan/PKK, dan kader kesehatan
desa. Mereka inilah yang diharapkan akan menjadi ujung tombak dalam
pelaksanaan Desa Mapalus Sehat.
2. Pembentukan Kelompok Kerja Mapalus Sehat.
Kelompok kerja Mapalus Sehat dibentuk dengan melibatkan peran aktif
tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, kelompok perempuan/PKK,
kader kesehatan/posyandu, dan petugas kesehatan desa. Keterlibatan para
tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan kelompok perampuan/
PKK berperan untuk: memotivasi dan menggerakkan masyarakat untuk
terlibat aktif dalam kegiatan, menggali potensi yang ada di masyarakat
baik materi maupun non materi yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan
mapalus sehat, mengkoordinir gerakan masyarakat untuk memanfaatkan
sarana pelayanan kesehatan dan terlibat dalam upaya kesehatan berbasis
masyarakat, menaungi dan membina kegiatan-kegiatan terkait desa
mapalus sehat, dan memberi dukungan dalam pengelolaan kegiatan.
3. Pelaksanaan Survei Masyarakat Desa.
Survei Masyarakat Desa (SMD) dilaksanakan untuk mengetahui
permasalahan kesehatan yang ada di desa, khususnya terkait kesehatan ibu
dan anak serta PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
4. Pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Desa.
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) adalah pertemuan perwakilan
warga desa untuk membahas hasil Survei Mawas Diri dan merencanakan
penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari hasil survei
29
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
tersebut. Pelaksanaan MMD dselain dihadiri oleh pemerintah desa,
kelompok kerja Desa Mapalus Sehat dan perwakilan warga masyarakat,
juga dihadiri oleh petugas Puskesmas dan sektor/urusan terkait di tingkat
Kecamatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten.
Dalam MMD disajikan hasil survei kesehatan yang sudah dilakukan,
kemudian bersama-sama dilakukan perumusan dan penentuan prioritas
masalah kesehatan yang dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari
petugas kesehatan dari Puskesmas. Dalam MMD didiskusikan juga potensipotensi yang ada di masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan
yang dihadapi. Kemudian bersama-sama menyusun rencana kerja untuk
menanggulangi masalah kesehatan yang sudah ditentukan prioritas
penanganannya.
5. Peningkatan kapasitas bagi tenaga kesehatan dan kader kesehatan desa.
Tenaga kesehatan yang bertugas di desa seperti bidan dan perawat
merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam
pelaksanaan tugasnya mereka bekerjasama secara erat dengan kader-kader
kesehatan atau kader posyandu. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas
bagi tenaga kesehatan dan kader posyandu menjadi penting agar mereka
bisa memberikan pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat.
Dalam konteks Desa Mapalus Sehat, kader kesehatan/kader posyandu
berperan untuk: Melakukan pendataan kesehatan, melakukan pengamatan
kesehatan berbasis masyarakat (mencatan dan melaporkan permasalahan
kesehatan yang ada di masyarakat), mengembangkan dan mengelola UKBM
(posyandu, dana sehat, dan lain-lain)
6. Pembinaan Desa Mapalus Sehat.
Kepala Desa dengan dibantu Kelompok Kerja Desa Mapalus Sehat
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana kerja
yang sudah disepakati pada MMD. Pembinaan dilakukan secara berkala
bekerjasama dengan Puskesmas. Pertemuan-pertemuan Desa Mapalus
Sehat dilakukan secara rutin untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah
dilakukan dan mendiskusikan langkah-langkah hambatan/masalah yang
dihadapi dan langkah-langkah penanganannya.
30
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
C. Dampak dan Perubahan
Beberapa dampak dan perubahan
dari penerapan Desa Mapalus Sehat
di empat desa Kabupaten Minahasa
adalah sebagai berikut:
1. Peta Kesehatan Berbasis
Masyarakat Desa.
Empat desa memiliki peta
yang memuat posisi ibu hamil,
masyarakat yang bersedia membantu proses persalinan, posisi kendaraan
masyarakat yang siap membantu proses persalinan, dan jenis golongan
darah pendonor. Peta desa ini peta sederhana dan praktis disusun dalam
pertemuan­pertemuan masyarakat.
2. Desa Siaga Aktif menjadi satu bahan diskusi rutin dalam pertemuanpertemuan mas yarakat.
Hal­hal terkait tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam mendukung
ibu hamil bersalin serta penerapan Desa Siaga pada umumnya, menjadi satu
pengetahuan dan tema yang disampaikan pada forum­forum keagamaan
(kebaktian warga), forum­forum adat (pertemuan rukun keluarga atau
marga), pertemuan PKK dan juga pertemuan desa yang dipimpin Hukum
Tua.
3. Menurunnya jumlah kematian ibu dan bayi di desa yang menjadi pilot
project.
Perilaku gotong royong dan semangat persaudaraan yang dicerminkan
dalam penanganan kondisi darurat saat persalinan melalui dukungan
masyarakat meningkatkan cakupan kunjungan ibu hamil, penanganan
persalinan dan menekan kematian ibu dan bayi hingga nol, selama
September 2012 sampai dengan September 2013 di empat desa
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembiayaan kesehatan desa.
Salah satu kegiatan yang dilakukan pada Desa Mapalus Sehat adalah Dana
Sehat yang dialokasikan untuk membantu warga desa yang membutuhkan
biaya pengobatan. Pada awalnya dana sehat ditetapkan Rp. 200 per keluarga
per bulan yang kemudian berkembang menjadi Rp. 20.000 per keluarga per
bulan.
31
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5. Meningkatnya alokasi dana APBD untuk replikasi Desa Mapalus Sehat.
Berhasilnya pelaksanaan Desa Mapalus Sehat di 4 desa pilot membuat
Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa menganggarkan Rp. 250 juta pada
APBD 2014 untuk melakukan replikasi pada desa-desa terpilih lainnya di 14
kecamatan.
6. Dukungan kebijakan Pemerintah Daerah.
Dalam rangka mereplikasi penerapan Desa Siaga Mapalus Sehat di
semua desa di Kabupaten Minahasa, pemerintah daerah telah menyusun
Rancangan Peraturan Daerah Tentang Sistim Pelayanan Kesehatan
Kabupaten Minahasa yang di dalamnya memuat dukungan bagi penerapan
Desa Mapalus Sehat.
D. Pembelajaran
Beberapa pembelajaran yang dapat ditarik dari inisiatif yang dikembangkan di
Kabupaten Minahasa:
1. Penerapan
Desa
Siaga
Aktif
akan berjalan efektif dengan
memasukan nilai budaya dan
kebiasaan masyarakat setempat
serta melibatkan semua pemangku
kepentingan yang ada di desa.
Budaya mapalus pada masyarakat
Minahasa menjadi konsep yang
mewarnai penerapan Desa Siaga Aktif. Mulai dari tahap persiapan,
perencanaan, sampai dengan pelaksanaannya. Dengan kata lain, sebuah
program nasional dapat “diperkaya” dan dibuat lebih kokoh bila diadaptasi
melalui budaya lokal.
2. Penerapan Desa Siaga Aktif harus didukung komitmen pemerintah daerah
untuk memenuhi prasyarat menjalankannya, utamanya komitmen untuk
penyediaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan di desa. Untuk itu,
keberhasilan ujicoba atau piloting suatu pendekatan baru walaupun
dilakukan pada skala kecil pada awalnya, dapat dengan waktu relatif singkat
memperoleh dukungan pemerintah untuk memberlakukan pendekatan
baru itu pada skala yang jauh lebih luas, yaitu skala kabupaten/kota.
32
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
E. Pembiayaan
Berbagai tahapan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan
pelaksanaan program Desa Mapalus Sehat cukup efektif dalam meningkatkan
pelayanan dasar bidang kesehatan. Dukungan pembiayaan diperkirakan
sebesar Rp 494 juta untuk semua tahapan proses pelaksanaan program, antara
lain: pertemuan Kelompok Kerja Desa Mapalus Sehat, pelatihan dan orientasi
kader dan tokoh masyarakat, pelatihan petugas kesehatan, Survei Mawas Diri,
pemetaan geospatial berbasis desa dan lintas sektor, monitoring dan evaluasi,
serta dukungan pengadaan materi sosialisasi dan edukasi.
F. Testimoni
Ricky J. Koampa Menurut Kepala Desa Tombasian Bawah:
“Bersyukur dengan adanya pendampingan dari Puskesmas Kawangkoan, kader-kader di desa
Tombasian Bawah sekarang so lebe aktif. Pelayanan di Puskesdes juga sudah lebih bagus.
Lantaran so ada peta ibu hamil, skarang so lebe mudah mengantisipasi kalo-kalo ada kelahiran
darurat.”
Hesye Kuhu, pendamping Desa Siaga Mapalus Sehat
“Tidak semua desa seperti desa Tombasian Bawah ini. Komitmen pemerintah desanya sangat
bagus dan mau bekerja bersama-sama dengan masyarakat. Mapalus bagi desa ini bukan cuma
slogan tapi memang kenyataan. Bersyukur, Dinas kesehatan Kabupaten sangat mendukung
bahkan program BASICS”
Kontak Detail
Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa
Jl. Maesa Kelurahan Sasaran, No. 158 Tondano
Contact Person: Emma Sopacua, HP: 085256630375
33
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.1.3Bidan Kontrak : Kiat Baru Pemenuhan Bidan di Kepulauan
dan Desa Terpencil di Kabupaten Sitaro Sulawesi Utara
Peran tenaga kesehatan, khususnya bidan, sangat penting dalam memberikan
pelayanan kesehatan ibu, bayi, dan balita sesuai standar yang sudah ditetapkan
dalam SPM Kesehatan. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang turun langsung
ke tengah masyarakat bisa menjadi ujung tombak dalam upaya menurunkan
kematian ibu dan bayi sesuai yang ditargetkan dalam MDGs. Meski peran
bidan sangat penting dan strategis tetapi penyebarannya belum merata di
seluruh wilayah, khususnya di daerah terpencil, pesisir, dan kepulauan yang sulit
dijangkau dengan sarana dan prasarana kesehatannya yang masih minim.
Sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan
Permenkes Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan
Penempatan Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap maka pemerintah daerah
dapat menyediakan bidan non PNS (bidan tidak tetap atau kontrak) untuk
memenuhi kekurangan bidan di wilayahnya. Hal inilah yang menjadi dasar
pemikiran Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro)
berinisiatif mengembangkan bidan kontrak untuk memenuhi kebutuhan bidan
di pulau-pulau dan desa terpencil di wilayahnya.
34
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Masalah dan Peluang
Salah satu persoalan yang menjadi perhatian
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro
yang terletak di Provinsi Sulawesi Utara
adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Hal ini bisa dilihat dari masih tingginya
angka kematian ibu (AKI)/100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2009, sebesar 148
(sementara target nasional sebesar 102 per
100.000 kelahiran hidup). Tingkat resiko
bencana yang tinggi, minimnya sarana dan
fasilitas kesehatan, serta sulitnya akses transportasi menuju sarana kesehatan
merupakan beberapa penyebab tingginya angka kematian ibu melahirkan dan
bayi. Kesemua hal tersebut diperparah lagi dengan minimnya tenaga kesehatan,
khususnya bidan, yang tersedia di desa.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten kepulauan Sitaro tahun 2011,
dari 93 desa/kelurahan hanya terdapat 43 bidan. Ini berarti masih dibutuhkan
sekitar 50 orang bidan desa. Hal ini berkontribusi pada rendahnya cakupan
indikator SPM kesehatan untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak, salah
satunya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang tercatat sebesar 48,3%
dari target nasional harus dicapai yaitu 90%.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro adalah
untuk memenuhi ketersediaan bidan adalah dengan mengajukan permohonan
tenaga kesehatan kepada Pemerintah Provinsi dan Kementerian Kesehatan.
Pada Tahun 2011, Kementerian Kesehatan telah mengirimkan seorang bidan
PTT (Pegawai Tidak Tetap) dan ditempatkan di satu pulau kecil (Pulau Buhias,
Kecamatan Siau Timur). Bidan yang ditempatkan tersebut hanya bertahan satu
minggu dan kembali pulang sebelum kontrak kerja selesai. Akhirnya pada Tahun
2012 tidak ada lagi penempatan bidan PTT.
Kondisi tersebut di atas membuat pemerintah daerah berupaya mengembangkan
cara lain, yaitu dengan cara merekrut bidan non PNS sebagai bidan kontrak atau
bidan tidak tetap untuk ditugaskan di desa-desa terpencil di wilayah kepulauan.
Peluang tersebut terbuka mengingat banyaknya jumlah lulusan kebidanan di
daerah perkotaan yang belum semuanya terserap sebagai pegawai negeri.
35
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
B. Langkah-langkah Pelaksanaan
Beriku tini digambarkan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan
Program Bidan Kontrak di Kabupaten Kepulauan Sitaro
1. Proses Perekrutan Bidan Kontrak.
Proses perekrutan bidan kontrak diawali
dengan sosialisasi program melalui
berbagai pertemuan multipihak yang
dilakukan di tingkat kabupaten. Kemudian
informasi tentang pendaftaram calon
diberitakan melalui media baik cetak
maupun elektroik dan melalui jaringan
organisasi profesi kebidanan seperti IBI
(Ikatan Bidan Indonesia).
Setelah melalui proses seleksi administrasi dan seleksi akademik, ditetapkan
sembilan orang bidan bidan kontrak untuk ditempatkan di beberapa pulau
terpencil seperti Biaro, Pahepa, dan Ruang. Mereka juga ditempatkan di
desa-desa dengan jumlah kasus kematian ibu dan bayi yang tinggi seperti:
Desa Batu Bulan, Desa Apelawo, Desa Deahe, dan Desa Bulangan.
2. Pembekalan dan Penempatan Bidan Kontrak
Calon bidan kontrak yang lulus seleksi selanjutnya dibekali berbagai
pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang tugasnya di daerah
terpencil. Pembekalan terdiri dari materi pelatihan klinik kebidanan, materi
administratif (pendataan, pencatatan dan pelaporan KIA), materi sosial
kemasyarakatan (pemahaman kondisi sosial dan budaya daerah tugas,
pengelolaan posyandu, desa siaga, dan kemitraan bidan dan dukun bayi)
Setelah pembekalan dilakukan, para bidan menandatangani kontrak kerja
dengan Pemerintah Daerah untuk jangka waktu satu tahun yang dapat
diperpanjang berdasarkan kinerja bidan yang bersangkutan, kebutuhan
bidan dan ketersediaan anggaran pemerintah daerah.
Bidan kontrak juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan bantuan
teknis dan pemantauan atas kinerja yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
ataupun Puskesmas. Berbeda dengan Bidan PNS, kinerja yang kurang
baik pada bidan kontrak akan berdampak pada peninjauan kontrak kerja.
Sementara Bidan PNS umumnya tidak ada pemutusan hubungan kerja
36
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
akibat kinerja yang kurang baik atau penolakan untuk bekerja pada lokasi
yang ditentukan.
3. Penyusunan Kebijakan Daerah terkait Bidan Kontrak
Untuk memberi jaminan hukum pelaksanaan program ini, maka Pemerintah
Kabupaten Sitaro menyusun kebijakan daerah yang memayunginya.
Upaya ini sekaligus sebagai bentuk perwujudan penerapan kewenangan
Pemerintah Kabupaten, sebagaimana yang dimandatkan Permenkes
Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan
Dokter dan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap.
Rancangan Peraturan Bupati disusun bersama oleh Dinas Kesehatan,
Bappeda, Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah, Biro Hukum, dan Biro Kesra. Pemerintah Kabupaten
Kepulauan Sitaro akhirnya menetapkan Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun
2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Bidan Sebagai
Tenaga Tidak Tetap di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
Di dalam kebijakan tersebut telah diatur hal-hal terkait dengan honor,
akomodasi, transportasi serta jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku. Secara umum pembiayaan untuk program ini
digunakan untuk rekrutmen, pembinaan, honor bidan kontrak, dan
pembuatan regulasi.
C. Dampak dan Perubahan
Sejumlah dampak dan perubahan yang dihasilkan dari program Bidan Kontrak
ini antara lain:
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan
ibu dan anak.
Menurut data Dinas Kesehatan
kabupaten kepulauan Sitaro, dalam
waktu setahun pelaksnaan Bidan Kontrak
di 9 desa terpencil belum ditemukan
kasus kematian ibu dan bayi. Sejumlah
47 persalinan yang selamat berhasil
dilakukan oleh para bidan kontrak
dan terjadi peningkatan dalam jumlah cakupan pemeriksaan kehamilan
(K4), persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan nifas dan kunjungan
37
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
bayi. Para bidan ini juga menjadi pelopor untuk memperkenalkan Inisiasi
Menyusui Dini dan ASI Ekslusif.
2. Kontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).
Meskipun jumlah bidan kontrak dan bidan PNS masih belum memenuhi
standar yang ditentukan (satu desa dengan satu bidan desa), paling
tidak kehadiran bidan kontrak turut berkontribusi bagi penurunan angka
kematian ibu yang merupakan salah satu target MDGs. Hal ini dapat dilihat
pada jumlah kematian ibu di Kabupaten Kepulauan Sitaro yang mengalami
penurunan. Jika pada Tahun 2011 terdapat 10 kasus kematian ibu, maka
pada Tahun 2012 menurun menjadi 2 kasus. Hingga pertengahan tahun
2013 belum ada kasus kematian ibu.
3. Kontribusi pada pemenuhan SPM Kesehatan.
Kehadiran bidan kontrak selama periode tahun 2012-2013 ikut berkontribusi
pada peningkatan capaian indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Kesehatan di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Hal ini bisa dilihat dari
laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Sitaro tahun 2012, dimana
untuk cakupan kunjungan ibu hamil (K4) dari 66% pada tahun 2010, naik
menjadi 86% di tahun 2012. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan meningkat dari 70% pada tahun 2010 menjadi 86% pada tahun
2012.
4. Pengembangan program.
Salah satu dampak dan pengembangan dari inisiatif ini adalah lahirnya
program One on One Solution, yaitu program pendampingan bagi ibu hamil
oleh tenaga kesehatan yang bermitra dengan dukun bayi/mama biang.
Tenaga kesehatan yang terlibat tidak hanya bidan, tetapi juga dokter dan
perawat. Program yang seluruhnya didanai oleh Pemda ini merupakan
program yang saling mendukung dengan Program Bidan Kontrak.
5. Komitmen Pemerintah Daerah. Dukungan penganggaran daerah.
Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Sitaro diwujudkan melalui
pembuatan regulasi sebagai payung hukum pelaksanaan program dan
dukungan anggaran. Sebagai payung hukum pelaksanaan program, telah
ditetapkan Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pedoman
Pengangkatan dan Penempatan Bidan Sebagai Tenaga Tidak Tetap di
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
Sementara untuk keberlanjutan Program Bidan Kontrak ini, Pemda melalui
38
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Dinas Kesehatan telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 65.200.00
pada APBD perubahan 2013. Demikian pula dalam RAPBD tahun 2014,
telah dialokasikan pembiayaan bagi bidan kontrak yang dimasukkan dalam
Program Peningkatan Kesehatan Anak Balita dengan alokasi anggaran
sebesar Rp. 595.200.000,-
D. Tantangan Dalam Pengelolaan Bidan Kontrak
Meski beberapa pengamat menganggap program
Bidan Kontrak yang dikelola oleh pemerintah
daerah dipandang lebih praktis dibandingkan
program PTT Kementerian Kesehatan, namun
tetap terdapat beberapa tantangan yang dihadapi
dalam pengelolaanya, antara lain:
1. Adanya kecenderungan Pemda untuk
menempatkan bidan-bidan di daerah
terpencil melalui jalur PNS kesehatan. Untuk
itu inisiatif bidan kontrak yang dimuat dalam peraturan bupati menjadi
salah satu jawabannya.
2. Tidak selalu mudah mendapatkan calon bidan yang berasal dari daerah
setempat yang memiliki kualifikasi tepat, yang bersedia untuk ditempatkan
di pulau-pulau dan desa terpencil dengan status kontrak. Solusi alternatif
adalah one-one solution (optimalisasi bidan yang tersedia untuk membantu
persalinan ibu di desa terdekat).
3. Ketersediaan anggaran Pemda untuk mendukung program Bidan Kontrak
yang masih terbatas dibandingkan program PTT Kementerian Kesehatan,
meski keduanya memiliki tujuan yang sama. Untuk itu upaya sinkronisasi
kedua program ini perlu terus menerus dilakukan.
E. Pembelajaran
Beberapa hal yang menarik untuk dijadikan pembelajaran dari program ini
adalah:
1. Inisiatif Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro dengan dukungan
Proyek BASICS dalam upaya mengatasi kekurangan tenaga kesehatan
39
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
(bidan) dengan cara Bidan Kontrak atau sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT)
merupakan terobosan dalam upaya meningkatan akses dan kualitas layanan
kesehatan ibu dan bayi di pulau-pulau dan daerah terpencil.
2. Proses rekrutmen bidan berbasis pada sumber daya manusia lokal sangat
men-dukung bagi komitmen bidan untuk bertugas di lokasi-lokasi terpencil
dan sangat terpencil
3. Mekanisme rekrutmen, pembinaan dan penempatan bidan di daerah
terpencil dan sangat terpencil merupakan satu bentuk distribusi
kewenangan Pemer-intah Pusat pada Pemerintah Kabupaten yang perlu
dilakukan. Pengelolaan kewenangan ini membutuhkan komitmen para
pihak terkait, pembinaan yang tepat perlu didukung kebijakan Pemerintah
Kabupaten.
4. Keberhasilan inisiatif Bidan Kontrak sangat tergantung pada proses
pelembagaan melalui serangkaian kebijakan, regulasi dan prosedur/
mekanisme serta pengalo-kasian anggaran (APBD). Selain itu, keterlibatan
yang berkelanjutan dari semua jajaran tenaga kesehatan, kader kesehatan
dan tentu saja pelibatan Mama Biang juga akan membantu mengubah
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
F. Pembiayaan
Pembiayaan untuk Program Bidan Kontrak yang mungkin ini salah satu kiat baru
untuk pemenuhan kebutuhan bidan di daerah kepulauan dan desa terpencil di
Kabupaten Sitaro telah dialokasikan sekitar Rp. 332 juta untuk beberapa kegiatan
antara lain: Pengadaan sepeda motor bagi bidan, workshop penyusunan ROP
Program dan kegiatan media penyuluhan dan evaluasi.
G. Testimoni
Jesika Silangan, 23 tahun (Bidan Kontrak yang sudah Lulus jadi PNS Tahun 2014)
“Kita merasa bersyukur bole menjadi bagian dari program bidan kontrak ini, selain kita so
bole ba’tolong pa masyarakat, deng kita rasa lantaran Program Bidan Kontrak ini le kita bole
terangkat menjadi CPNS di Sitaro, terimakasih Program BASICS.”
Kontak Detail
Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sitaro
Jl. Lokongbanua Ondong, Sitaro
Contact Person: dr. Else Kumeba - HP:081356586842
40
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.1.4 Mandara Mandidoha: Inovasi untuk Membentuk Desa
Sehat, Cerdas dan Sejahtera, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara
Kabupaten Konawe Selatan merupakan kabupaten yang memiliki kondisi
geografi dan topografi yang menantang karena sangat luas dan terdiri dari
beberapa kepulauan. Kondisi tersebut berdampak pada akses masyarakat untuk
menuju pusat pelayanan, baik kesehatan maupun pendidikan. Pada sebagian
besar lokasi sangat sulit mengakses pusat pelayanan dan membutuhkan
waktu dan biaya yang cukup besar sementara tidak tersedia tenaga kesehatan
dan pendidikan yang merata di seluruh wilayah kabupaten. Hal inilah yang
kemudian mendorong Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan meningkatkan
kapasitas desa dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan pendidikan
melalui Program Mandara Mendidoha.
Mandara Mendidoha merupakan bahasa lokal di Kabupaten Konawe Selatan
(Konawe Selatan) yang berarti masyarakat desa yang sehat, cerdas, dan
sejahtera. Pengertian Desa Mandara Mendidoha merupakan adopsi dan
pengembangan desa siaga aktif yang dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan dan kemudian didefinisikan menjadi: desa atau kelurahan yang
memiliki sistem kesiapsiagaan, kemandirian, kemampuan, dan kreativitas
dalam mengidentifikasi serta menyelesaikan berbagai masalah kesehatan,
pendidikan, ekonomi, dan masalah sosial lainnya sesuai potensi dan kearifan
lokal menuju masyarakat sehat, cerdas dan sejahtera.
41
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Masalah dan Peluang
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan
Tahun 2010, Kabupaten Konawe Selatan
merupakan salah satu kabupaten dengan
kategori bermasalah di bidang kesehatan.
Hal ini ditunjukkan dari Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang dirilis
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2011,
bahwa Kabupaten Konawe Selatan berada
di peringkat 314 dari 440 kabupaten/kota di
Indonesia. IPKM merupakan indeks komposit
dari berbagai indikator kemajuan bidang kesehatan, termasuk indikator SPM dan MDGs bidang kesehatan.
Dari sisi pelayanan kesehatan, sebuah survei kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan se-Kabupaten Konawe Selatan pada Tahun 2011
menyebutkan bahwa sebagian besar responden mengatakan tidak puas
terhadap pelayanan kesehatan, baik di tingkat desa (Poskesdes), tingkat
kecamatan (Puskesmas) maupun Rumah Sakit Kabupaten, meskipun faktanya
fasilitas kesehatan telah tersedia dan mencukupi. Hal ini menunjukkan bahwa
peran pelayanan kesehatan yang dilakukan belum optimal.
Masalah lainnya terkait dengan partisipasi masyarakat dalam mendukung upaya
peningkatan kualitas kesehatan masih kurang optimal. Hal ini ditunjukkan
dengan masih rendahnya penerapan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Konawe
Selatan. Tahun 2010, cakupan Desa Siaga Aktif di Konawe Selatan adalah 15
desa atau hanya 9,6% dari 156 Desa Siaga yang ada.
Untuk bidang pendidikan, data yang diperoleh dari survei yang dilakukan
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Konawe Selatan
bersama Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) pada Tahun 2011 menunjukkan
bahwa jumlah anak putus sekolah masih cukup tinggi: sebanyak 182 (71 anak
perempuan) putus sekolah sekolah dasar dan 888 (351 anak perem-puan)
anak putus sekolah SMP. Alasan-alasan utama anak putus sekolah yang
tercatat pada temuan survey pendidikan tersebut adalah beratnya biaya yang
harus dikeluarkan keluarga untuk mengakses fasilitas pendidikan, baik berupa
pemenuhan perlengkapan sekolah mau-pun biaya transportasi yang dibutuhkan.
42
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Masalah lain pada bidang pendidikan adalah masih kurangnya perhatian
pemerintah terha-dap Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), padahal
PKBM menjadi salah satu alterna-tif masyarakat mengikuti kegiatan belajar.
Kurangnya perhatian pemerintah terungkap dari pernyataan Kepala BAPPEDA
dan Dispora pada Tahun 2011, yang menyatakan bahwa selama ini program
pendidikan lebih fokus pada pendidikan formal (sekolah) karena itu dukungan
program dan anggaran daerah untuk PKBM yang sangat minim.
B. Langkah-langkah Pelaksanaan
Menghadapi
persoalan
pelayanan
pendidikan dan kesehatan, BASICS bersama
Pemerintah Daerah Konawe Selatan
menginisiasi beberapa pendekatan. Berikut
beberapa langkah sehingga terbentuknya
konsep dan kebijakan tentang Mandara
Mandidoha.
1. Pengelolaan Data Kesehatan dan Pendidikan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menggali data di lapangan dan
memvalidasi data-data sekunder (BPS, Profil, Laporan Puskesmas, Laporan
Sekolah). Data yang digali di lapangan terkait dengan jumlah ibu hamil,
jumlah kema-tian ibu dan anak, jumlah anak tidak sekolah, buta aksara dan
potensi desa. Pengambilan data dilaksanakan di sebelas desa pada sebelas
kecamatan yang menjadi desa percontohan.
Proses ini dilakukan oleh dinas teknis (Dinkes dan Dispora), BAPPEDA,
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) dan
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Data-data ini kemudian diolah untuk
memudahkan unit layanan dalam memetahkan persoalan di desa. Hasil ini
kemudian dipresentasikan kepada DPRD dan Bupati untuk mendapatkan
dukungan dari Kepala Pemerintah Daerah.
2. Membangun Komitmen Parapihak di Tingkat Kabupaten.
Untuk memperoleh dukungan yang lebih luas dilakukan upaya membangun
komitmen dengan pihak-pihak terkait lainnya. Dalam hal ini BAPPEDA
melakukan serangkaian kegiatan pertemuan kordinasi dengan sejumlah
pihak, antara lain DPRD, Dinkes, Dispora, BPMD, BPPKB, RSUD, Bagian
Keuangan, Bagian Kepegawaian dan beberapa organisasi masyarakat sipil
43
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
di Kabupaten Konawe Selatan. Temua survei pendidikan maupun kesehatan
menjadi bahan pembahasan para pihak untuk kemudian disinkronkan
dengan program-program masing-masing institusi.
3. Mengidentifikasi Desa Percontohan.
Untuk menunjukkan satu upaya yang terpadu dan efektif dilakukan
identifikasi satu desa percontohan yang berpotensi dapat mendukung
dan menginspirasi desa-desa lainnya. Salah satu desa tersebut adalah
Desa Tirtamartani. Desa tersebut tidak ditemukan kematian ibu dan bayi
selama beberapa tahun, masyakat memiliki tingkat partisipasi yang tinggi
termasuk memiliki dana desa yang dikelola secara profesional melalui
koperasi. Sukses desa inilah yang dimanfaatkan untuk dipromosikan dan
transformasikan kepada sebelas desa lain yang menjadi desa percontohan.
4. Mengembangkan 11 Desa Percontohan di 11 Kecamatan.
Awalnya program ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan untuk menangani
masalah kematian ibu dan bayi di 11 desa dan kecamatan. Pendekatan yang
dilakukan merujuk pada konsep Desa Siaga Aktif (DSA) yang merupakan
salah satu Program yang dikembangkan Kementerian Kesehatan. Fokus
program ini menekankan partisipasi masyarakat di desa dengan didukung
oleh fasilitas kesehatan yang harus dipenuhi pemerintah, seperti bidan
desa, alat kesehatan dan fasilitas pelayanan.
DSA berupaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi warga dalam turut
mendu-kung upaya penanganan masalah kesehatan di desa, khususnya
terkait ibu melahirkan, termasuk dalam mendukung ketersediaan fasilitas,
misalnya: ambulan desa, pengelolaan darah bagi ibu bersalin, serta
pengelolaan dana sehat desa. Sumber pendanaan untuk dana sehat ini
bisa berasal dari sumbangan warga, unit usaha desa maupun dukungan
pihak lain. Mengingat Program DSA dinilai cukup berhasil dan efektif,
maka muncullah pemikiran untuk mengembangkan cakupannya, tidak
hanya pada bidang kesehatan, tapi juga untuk bidang pendidikan dan
kesejahteraan warga. Inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya program
Mandara Mendidoha ini.
5. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Program Mandara Mendidoha
Pedoman Pelaksanaan Mandara Mendidoha disusun berdasarkan
pengalaman atau learning by doing, dimana konsep ini disusun setelah
melihat dan mempelajari pengalaman pelaksanaannya di 11 desa Pilot
44
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Project. Penyusunan pedoman ini dilakukan dengan melibatkan sejumlah
pihak yang terkait, antara lain: BAPPEDA, DPRD, Dinas Pendidikan, Dinas
Kesehatan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, BP-PKB, OMS,
dan pihak terkait lainnya. Pelaksanaan program ini sejalan dengan fokus
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam meningkatkan nilai Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
6. Membentuk Kebijakan Daerah
Untuk memastikan penerapan konsep tersebut tetap berjalan, dilaksanakan
di desa-desa lain serta didukung APBD secara tetap, maka dipandang penting
adanya Peraturan Daerah (Perda). Simultan dengan proses penerapan
mandara mandidoha disusunlah Perda tentang Desa Mandara Mendidoha.
Proses penyusunan dilakukan secara kolaboratif melibatkan eksekutif,
legislatif dan OMS. Pada bulan Oktober 2013 ditetapkan Peraturan Daerah
Kabupaten Konawe Selatan Nomor 22 Tahun 2013 Tentang Mandara
Mendidoha (Desa Sehat Cerdas)
7. Sosialisasi Kebijakan Daerah
Dengan ditetapkannya Perda tentang Mandara Mendidoha, Pemerintah
Kabupaten Konawe Selatan giat melakukan sosialisasi ke berbagai
kecamatan dan desa dengan tujuan agar konsep ini dapat diterapkan di
desa-desa lain di seluruh kabupaten. Pelaksanaan awal sosialisasi Perda
Mandara Mendidoha dilakukan langsung oleh Bupati Konawe Selatan
kepada seluruh aparat pemerintahan. Kemudian sosialisasi kepada
masyarakat secara umum dilakukan melalui kerjasama dengan Organisasi
Masyarakat Sipil (OMS), lembaga donor, perguruan tinggi, media cetak dan
elektronik serta pihak-pihak terkait lainnya.
C. Dampak dan Perubahan
Pelaksanaan Program Mandara Mendidoha di sebelas desa yang menjadi
percontohan membawa berbagai dampak dan perubahan positif, diantaranya:
1. Replikasi Konsep Mandara Mendidoha
Berangkat dari pengalaman penerapan Mandara Mendidoha di 11 desa
percontohan pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan
melakukan replikasi dengan menerapkan konsep ini di 11 desa lain di 11
kecamatan yang berbeda pada tahun 2013. Proses replikasi di 11 desa baru
ini cukup sukses dilakukan.
45
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
2. Kontribusi bagi SPM dan MDGs
Kontribusi pelaksanaan program Mandara Mendidoha ini bagi SPM dan
MDGs bisa dilihat dari tidak ditemukannya kasus kematian ibu dan bayi,
penurunan angka putus sekolah, dan terbentuknya DSA di 22 desa sepanjang
tahun 2012 s/d 2013. Selain itu, capaian dua target SPM Kesehatan lainnya
adalah pemeriksaan kehamilan (kunjungan K4) dan persalinan yang dibantu
tenaga kesehatan terus meningkat. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan pada September 2013.
3. Lahirnya Konsep dan Perda tentang Mandara Mendidoha
Program ini telah menghasilkan konsep yang kemudian dituangkan dalam
Perda tentang Desa Mandara Mendidoha. Lahirnya Perda adalah insiaitif
DPRD, yang didukung oleh banyak pihak, yang ditetapkan pada Rapat
Paripurna DPRD Konawe Selatan pada Oktober 2013. Suatu hal yang baru
pertama kali terjadi di daerah ini. Keberadaan Perda Nomor 22 Tahun 2013
ini memberikan payung hukum dan ketersediaan anggaran dalam APBD,
sehingga inisiatif yang sudah dikembangkan di 11 desa dapat dilaksanakan
di seluruh desa yang ada di Kabupaten Konawe Selatan.
4. Dukungan Pendanaan
Dampak lain dari program ini adanya alokasi anggaran untuk percepatan
pencapaian SPM dan MDGs Pendidikan Dasar dan Kesehatan. Dalam
kegiatan Sosialisasi Implementasi Perda, Bupati menyatakan akan
mendorong peningkatan anggaran Tahun 2014 (yang cukup signifikan)
khusus untuk kesehatan dan pendidikan, juga akan ada penambahan alokasi
ADD (Anggaran Dana Desa) termasuk stimulan untuk kader desa. Kepala
Bappeda dalam pertemuan ini menyebutkan angka kenai-kan tersebut. Jika
selama ini alokasi Kese hatan hanya sebesar Rp 6 Milyar, maka pada Tahun
2014 dinaikkan menjadi Rp 25 Milyar.
46
Selain itu, alokasi anggaran pendidikan yang selama ini hanya 65 Milyar
akan dinaikan menjadi 100 milyar. Alokasi ADD yang sebelumnya sebesar
Rp 75 juta pertahun akan dinaikan menjadi Rp 100 juta pertahun di Tahun
2014. Terkait bantuan stimulan dana sehat (komponen BRI) untuk 22 desa
yang dialokasikan masing-masing sebesar Rp 2 juta per desa. Proses ini juga
akan direplikasi oleh BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa) pada
tahun-tahun berikutnya. Dukungan pendanaan juga diberikan oleh proyek
lain yaitu PNPM. Tahun 2013 PNPM memberikan duku ngan anggaran
sebesar Rp 80 juta yang dialokasikan masing-masing sebesar Rp 5 juta ke
16 desa yang ada di Kecamatan Buke.
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5. Penguatan Peran Desa
Bagi warga desa salah satu
dampak lain dari program ini
adalah terbentuknya Dana Desa.
Dana ini bisa digunakan untuk
kebutuhan penanganan masalah
kesehatan, pendidikan dan modal
usaha. Pengelolaan dana desa
juga mengembangkan usaha desa.
Beberapa inisitif usaha desa yang
dikembangkan dari dana desa antara lain: Pengelolaan air desa, usaha
simpan pinjam dan lainya.
Keberadaan program ini telah mampu membangun kesadaran dan partisipasi
warga. Banyak hal yang berhasil dikembangkan dalam meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat desa, di antaranya: kesukarelaan warga yang
memiliki kendaraan untuk menjadi ambulans desa, kesukarelaan warga
desa untuk bersedia mendonorkan darah bagi ibu bersalin di lingkungannya,
serta kepercayaan masyarakat desa untuk menyim-pan Dana Sehat Desa
untuk menolong warga yang mengalami kondisi darurat.
6. Peningkatan Peran OMS
Dari segi pelaksanaan program, peran OMS yang telah ditingkatkan
kapasitasnya ter-bukti mampu berkolaborasi dengan pemerintah dalam
proses pembentukan konsep, kebijakan dan pengelolaan Desa Mandara
Mendidoha.
D. Pembelajaran
1. Untuk mengetahui dampak pencapaian SPM dan MDGs dapat dilihat
di tingkat desa, sehingga upaya untuk mencapai tujuan itu akan sangat
tergantung pada desa itu sendiri. Pendekatan yang dilakukan dalam Desa
Mandara Mendidoha merupakan pendekatan terpadu dari berbagai bidang
yang menjadi target SMP dan MDGs.
2. Pelaku (aktor) tingkat desa sangat strategis dalam mendukung penerapan
dan adaptasi program/pendekatan nasional.
47
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Penerapan program nasional perlu dikembangkan dengan strategi dan
pendeka-tan sesuai kondisi dan kebutuhan riil masing-masing daerah.
Belajar keberhasilan dari tempat-tempat terdekat, mendayagunakan peran
OMS lokal, serta melakukan ujicoba, memperluas melalui replikasi serta
dukungan kebijakan daerah akan mem-berikan dampak lebih luas.
E. Pembiayaan
Pembiayaan untuk Program Mandara Mendidoha ini adalah sebesar Rp. 101.445
juta yang dialokasikan pendataan, pengelolaan kegiatan di desa percontohan
dan penyusunan peraturan daerah.
F. Testimoni
Bupati Konawe Selatan, Drs. H. Imran, M.Si
“Perda Mandara Mendidoha ini semakin mengukuhkan desa sebagai garda terdepan untuk
memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan dan
kesehatan.”
(kutipan sambutan Bupati Konawe Selatan pada kegiatan Sosialisasi Perda Mandara Mendidoha
di Desa Tumbu-Tumbu Jaya, Kecamatan Kolono, 12 Maret 2014).
DR. H. Arsalim, SE., M.Si (Kepala Bappeda Kab. Konawe Selatan)
“Perda Mandara Mendidoha ni merupakan salah satu inovasi yang dilakukan oleh pemerintah
Kabupaten Konawe Selatan yang menyadari bahwa sebagian besar masyarakat Konawe Selatan
tinggal di desa, sehingga perlu penguatan dan penjaminan aspek-aspek pelayanan dasar yaitu
kesehatan dan pendidikan. Bappeda Kabupaten Konawe Selatan akan selalu memprioritaskan
perencanaan pembangunan daerah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa.”
Kontak Detail
Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan
Jl. Poros Andooto (depan RSUD Konawe Selatan)
Ket. Potoro, Kec. Andooto, 93384
Sulawesi Tenggara
48
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2 Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang
Kesehatan Proyek KINERJA-USAID
4.2.1 Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Berbasis SPM,
Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.
Kabupaten Bener Meriah berdiri sejak Tahun 2004, merupakan kabupaten
pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. Sesuai data RISKESDAS Tahun 2011,
Bener Meriah menjadi salah satu daerah bermasalah Kesehatan. Daerah
bermasalah kesehatan sesungguhnya daerah tersebut dapat disebut daerah
bermasalah dalam pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM). Letak
geografis wilayah yang berada didataran tinggi serta luas wilayah dengan
rasio 6 jiwa/KM menjadi tantangan dalam pencapaian SPM di Bener Meriah
terutama dalam optimalisasi akses penduduk terhadap pelayanan kesehatan
dasar di Bener Meriah.
A. Situasi Sebelum Inisiatif
Penyusunan Perencanaan dan penganggaran sektor Kesehatan disusun oleh
dinas Kesehatan berdasarkan kebutuhan perkiraan dengan merujuk perencanaan
dan penganggaran tahun sebelumnya, perencanaan dan penganggaran yang
disusun belum berorientasi pada pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Kesehatan dan kesenjangan (gap) dari indicator kesehatan lainnya, tetapi
49
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
perencanaan pembangunan masih
berorientasi pada infrastruktur
fisik dan biaya aparatur. Hal ini
disebabkan
karena
sebagian
besar staf di Dinas Kesehatan dan
puskesmas belum memahami
keterkaitan
perencanaan
dan
penganggaran dengan SPM sesuai
PERMENKES Nomor 741/MENKES/
PER/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan berbagai regulasi
terkait lainnya.
Beberapa indikator pencapaian SPM di Bener Meriah pada Tahun 2012 adalah
Cakupan Kunjungan ibu hamil (K4) 89%, Cakupan Komplikasi Kebidanan yang di
tangani 58%, Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang ditangani 9%, Cakupan
Kunjungan Bayi 87%, Cakupan Pelayanan Anak Balita 66%. Kondisi pencapaian
ini belum tergambarkan dalam perencanaan dan penganggaran Dinkes
baik untuk mempertahankan SPM yang sudah tercapai maupun penyebab
kesenjangan tidak tercapainya indicator SPM tersebut. Pada sisi lain, anggaran
Dinas kesehatan pada Tahun 2012 lebih dominan dialokasikan untuk kegiatan
aparatur yaitu 73% dari 43 milyar untuk alokasi anggaran Kesehatan.
Kondisi di atas menjadi dasar utama Kinerja mendorong perencanaan dan
penganggaran Dinas Kesehatan dan puskesmas Bener Meriah untuk lebih
berorentasi SPM. Untuk mencapai itu, Kinerja telah melakukan serangkaian
kegiatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di Bener Meriah
diantaranya Dinas Kesehatan; Puskesmas; Rumah Sakit Umum Daerah; Kantor
Pemberdayaan Perempuan, perlindungan anak dan keluarga sejahtera;
BAPPEDA; Bagian ORTALA; Komisi D DPRK; Akademisi; Lembaga Swadaya
Masyarakat yang peduli terhadap Kesehatan serta perwakilan masyarakat
lainnya.
B. Strategi Implementasi
Kinerja memiliki beberapa strategi dalam mendorong Dinas Kesehatan dan
puskesmas dalam perencanaan dan penganggaran berbasis SPM. Waktu yang
dibutuhkan sejak awal sampai terintegrasi dalam DPA adalah 7 (tujuh) Bulan.
50
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
1. Lokakarya Standar Pelayanan bidang
Kesehatan.
Tujuan utama dari lokakarya ini adalah
peningkatan pemahaman para pemangku
kepentingan di Bener Meriah terhadap
filosofis SPM kesehatan dalam pelayanan
public, SPM sebagai indicator Kinerja
Pemerintah Daerah, tinjauan regulasi dan kebijakan terkait dengan
Kesehatan, diantaranya Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
menteri terkait dengan pemerintah daerah, dan analisis gap sederhana dari
kondisi SPM.
Satu persatu topik tersebut dijelaskan oleh narasumber Kinerja sehingga
diharapkan muncul pemahaman awal bagi para stakeholder pemerintah
terhadap standar pelayanan minimal. Sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan
Lokakarya peserta, terutama dari Dinas Kesehatan diminta untuk
menyiapkan data-data terkait dengan indikator SPM Kesehatan, dimana
data ini menjadi bahan pembahasan untuk pertemuan selanjutnya.
2. Workshop Review Capaian SPM dan Analisis GAP.
Berdasarkan data yang ada, Dinas Kesehatan bersama Puskesmas diminta
mengidentifikasi capaian masing-masing indicator SPM, selanjutnya
melakukan analisis GAP terhadap capaian SPM. Workshop ini diikuti
oleh Dinas Kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah, Kantor
Pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga sejahtera,
BAPPEDA, Bagian ORTALA, Komisi D DPRK, Akademisi, Lembaga Swadaya
Masyarakat yang peduli terhadap Kesehatan serta perwakilan masyarakat.
Sebagai tindaklanjut dari workshop ini berdasarkan kesepakatan dan
komitmen bersama BAPPEDA diminta untuk membentuk Tim Konsultasi
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal yang terdiri dari Dinas Kesehatan,
BAPPEDA dan perwakilan puskesmas.
3. Integrasi Standar Pelayanan Minimal.
Integrasi SPM dalam perencanaan daerah (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah-RPJM) dan rencana strategis (RENSTRA) Dinas Kesehatan.
Pengintegrasian ini dilakukan agar dalam dokumen RPJM dan Renstra Dinas
kesehatan memuat penjabaran tentang strategi pencapaian pemenuhan
SPM Kesehatan sehingga dapat menjadi acuan bagi dinas Kesehatan dalam
penyusunan rencana kerja anggarannya berbasis SPM.
51
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4. Pelatihan Costing/Perhitungan Kebutuhan Pembiayaan SPM.
Pelatihan ini diikuti oleh Bidang Sosial Budaya BAPPEDA, Bidang YANKES,
Bidang KESGA, Bidang P2PL Dinas Kesehatan. Pelatihan costing/perhitungan
pembiayaan SPM ini merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis
Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Sebagai tindaklanjut dari pelatihan ini masing-masing peserta menghitung
kebutuhan pembiayaan SPM sesuai dengan bidangnya (YANKES, KESGA
dan P2PL) selanjutnya dilakukan review dan evaluasi bersama dibawah
koordinasi BAPPEDA terhadap proses costing/perhitungan perencanaan
pembiayaan SPM.
5. Lokakarya seminasi hasil.
Lokakarya costing/perhitungan perencanaan pembiayaan SPM Kesehatan
dimaksudkan sebagai bagian dari strategi advokasi kepada pemerintah
daerah (eksekutif dan legislative) BAPPEDA, Bagian Organisasi, Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, Komisi D dan Badan
Anggaran DPRK serta dinas tehnis terkait lainnya, sehingga menghasilkan
komitmen bersama untuk dukungan kebijakan perencanaan dan anggaran
pelaksanaan SPM oleh pengambil kebijakan
6. Asistensi Penyusunan RKA Dinas Kesehatan Berbasis Perencanaan
Pembiayaan SPM.
Kinerja memberikan Asistensi untuk memastikan penyusunan RKA berbasis
SPM merujuk pada dokumen costing/perhitungan pembiayaan SPM untuk
Tahun I yakni Tahun 2014.
7. FGD (Focus Group Discussion).
Diskusi ini dilakukan sebagai bagian dari advokasi yang melibatkan
stakeholder kabupaten BAPPEDA, Komisi D DPRK, Multistakeholder
Forum Kesehatan serta parapihak terkait lainnya. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi sumber pembiayaan perencanaan pencapaian SPM apakah
dari alokasi dana OTSUS/DAK atau sumber lainnya dan dikuatkan dengan
Surat Edaran Gubernur tentang Kriteria Umum dan Khusus Penyusunan
Program dan Kegiatan Dana OTSUS dan TDBH Migas Tahun 2014 sebagai
salah satu basis argument advokasi.
52
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
C. Dampak dan Perubahan
1. Perubahan pola pikir para stakeholder dalam perencanaan dan
penganggaran. Sehingga perencanaan yang dilakukan sudah lebih
partisipatif yang merujuk SPM sesuai dengan kebutuhan pelayanan dasar
bagi masyarakat dan gap yang terjadi di masyarakat dan puskesmas.
2. Peningkatan pemahaman seluruh stakeholder Kesehatan (Dinas, Puskesmas,
Bidan Desa) telah memahami indicator dan target pecapaian Standar
Pelayanan Minimal. Penigkatan pemahaman ini menjadi modal dasar
masyarakat (MSF, media, dan lintas sector) dalam menilai akuntabilitas dari
perencanaan dan penganggaran daerah.
3. Mendapat dukungan yang besar dari BAPPEDA dan Dewan Perwakilan
Rakyat Kabupaten melalui Komisi D dan Badan Anggaran. Dengan
demikian, Dinas Kesehatan dengan mudah dapat memberi argumentasi
dari pentingnya perencanaan dan penganggaran SPM tersebut.
4. Sebagai dasar akuntabilitas dan tranparansi, Dinas Kesehatan memiliki
dokumen perencanaan pembiayaan standar pelayanan minimal yang
memproyeksikan kebutuhan anggaran pembiayaan SPM selama 5 tahun dan
digunakan sebagai rekomendasi penyusunan rencana kerja anggarannya
dalam setiap tahun anggaran. Dokumen ini dapat diakses oleh siapapun.
53
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5. Meningkatnya alokasi anggaran pemenuhan pencapaian SPM dalam Daftar
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan Tahun 2014 sebesar Rp.
3.877.482.460,- terjadi peningkatan 35 % dibandingkan dengan tahun 2012.
D. Pembelajaran
Beberapa pembelajaran dari proses perencanaan dan penganggaran yang
terjadi di Bener Meriah adalah:
1. Keterlibatan multi pihak dalam perubahan suatu kebijakan menjadi factor
kunci penerapan standar pelayanan minimal;
2. Keterbukaan Dinas Kesehatan sejak proses penyusunan perencanaan
sampai penganggaran (penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran/DPA)
timbul karena baiknya proses komunikasi dan koordinasi yang dibangun
secara intensif dengan pihak terkait;
3. Hasil analisis gap dan costing SPM yang lebih evidence based menjadi alat
advokasi utama terhadap kebutuhan anggaran SPM di Bener Meriah. Hasil
ini memudahkan Dinas Kesehatan dalam advokasi pihak terkait dengan
penganggaran di daerah.
4. Pengawalan dan advokasi yang dilakukan oleh berbagai pihak sejak dari
proses perencanaan sampai penganggaran menjadikan alokasi SPM tidak
hilang dalam proses negosiasi dengan pengambil kebijakan anggaran pada
tingkat kabupaten.
5. Banyak kebijakan pusat belum terinformasikan dengan tepat di daerah.
Penyampaian informasi yang tepat dan terus menerus kepada berbagai
pihak merupakan factor lain dalam meningkatkan pemahaman Dinas
Kesehatan dan pihak terkait dalam memahami adanya regulasi/kebijakan
yang bersifat mandatory untuk dilaksanakan.
E. Rekomendasi
1. Maksimalkan peran dan fungsi Bagian Organisasi dan Tata Laksana
di Sekretariat Daerah untuk menyusun mekanisme monitoring dan
melaksanakan evaluasi secara berkala dalam pelaksanaan dan penerapan
SPM.
2. Diperlukan mekanisme penghargaan dan sangsi dalam pelaksanaan dan
penerapan SPM.
3. Dibutuhkan komitmen dan tindakan nyata dari pimpinan daerah eksekutif
dan legislative dalam memastikan pelaksanaan pembangunan Kesehatan
yang berorientasi pada standar pelayanan publik.
54
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4. Pastikan informasi kebijakan/regulasi terkait, sebagai mandatory diketahui,
dipahami dan dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/Kota.
F. Pembiayaan
Dalam mengimplementasikan inisiatif ini tidak diperlukan alokasi anggaran
yang begitu besar, namun hanya dibutuhkan alokasi anggaran untuk keperluan
meeting package dan honor Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan
Minimal selama 3 bulan. Untuk meeting package bersumber dari program
lembaga donor sebesar 1 juta rupiah dengan rincian 10 orang x Rp. 25.000 x
4 hari, sementara untuk honor Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan
Minimal dan ruang pertemuan bersumber dari pemerintah daerah melalui
Dinas Kesehatan yang disesuaikan dengan peraturan daerah terkait dengan
perjalanan dinas dan honorarium.
G. Testimoni
H. Binakir, SKM
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah
“Dengan adanya SPM ini, akan membuat layanan (kesehatan) lebih efektif dan
efisien. Harapannya adalah masyarakat yang dilayani lebih puas.”
Risnawati
Kepala Puskesmas Simpang Tiga Bukit, Bener Meriah, Aceh
“Untuk program Kinerja yang dilakukan di puskesmas simpang tiga itu banyak,
terutama membantu dalam hal pembentukan pelayanan yaitu tentang SOP standar
pelayanan operasional, kemudian SPM. Itu banyak sekali manfaat yang diberikan
kepada kita. Dengan adanya Kinerja, masukan, arahan dari mereka itu, sehingga
kita bisa memaksimalkan membuat SOP alur, SPM seperti apa sehingga bisa kita
laksanakan sesuai dengan yang diharapkan oleh dinas itu sendiri.”
Kontak Detail
Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah
Jl. Serule Kayu Komplek Perkantoran SETDAKAB Bener Meriah, Telpon : 06437426250; Fax : 0643 – 7426037 Email : [email protected];
Contact Person : Iswahyudi, Kabid YANKES; HP : 0813 6266 9690
55
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.2 Integrasi Standar Pelayanan Minimal dalam Anggaran,
Kabupaten Jember, Jawa Timur
Tingkat pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) kesehatan Kabupaten
Jember hingga Tahun 2012 masih di bawah target nasional. Salah satu tantangan
terbesar yang dihadapi dinas kesehatan dalam pemenuhan SPM adalah
keterbatasan anggaran. Meskipun dinas kesehatan telah mengumpulkan data
capaian SPM secara teratur, hasil evaluasi ini tidak dimasukkan dalam rencana
program dan anggaran mereka.
Sejak Tahun 2013, Dinas Kesehatan kabupaten Jember bermitra dengan Kinerja
USAID untuk menganalisa capaian SPM mereka dan menghitung anggaran
yang diperlukan. Seluruh proses ini dilakukan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan. Menggunakan hasil
evaluasi SPM, masyarakat dan dinas kesehatan melakukan advokasi anggaran
kepada pemerintah kabupaten. Melalui kemitraan yang kuat antara dinas dan
masyarakat, pemerintah Kabupaten mengganggarkan 14 milyar rupiah untuk
pemenuhan SPM kerjasama di APBD Tahun 2014.
56
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Situasi Sebelum Inisiatif
Hingga Tahun 2012, Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember belum mencapai
target standar pelayanan minimal (SPM),
terutama untuk indikator yang berkaitan
dengan pelayanan kesehatan ibu dan
anak. Berdasarkan data dinas kesehatan
Tahun 2012, rata-rata tingkat capaian
SPM kesehatan di kabupaten ini sekitar
10% - 20% dibawah target nasional. Salah
satu tantangan terbesar dalam pemenuhan target SPM ini adalah kurangnya
anggaran untuk mendukung pelaksanaan pedoman ini.
Meskipun Pemerintah Kabupaten Jember telah menghitung capaian SPM
mereka sejak Tahun 2008 seperti yang dimandatkan oleh Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota mereka belum mengintegrasikan
hasil evaluasi dalam perencanaan program dan anggaran. Hal ini menyebabkan
anggaran kesehatan tidak direncanakan berdasarkan target indicator SPM.
B. Strategi Implementasi
Sejak Tahun 2013, Kinerja USAID bermitra dengan Dinas Kesehatan Jember dan
empat puskesmas mitra. Kinerja USAID telah melakukan serangkaian kegiatan
untuk memahami, membuat strategi dan menerapkan pelayanan kesehatan
yang berbasis standar pelayanan minimal. Pada saat yang sama, Kinerja
juga membantu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hak dasar
kesehatannya terutama dalam peningkatan tata kelola persalinan aman, inisiasi
menyusu dini dan ASI Eksklusif. Selain itu, Kinerja meningkatkan kapasitas
masyarakat untuk ikut mengawasi penyediaan layanan kesehatan sebagai
bagian dari upaya untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
Dinas kesehatan melibatkan forum multi-stakeholder (forum multi-pemangku
kepentingan/FMS) yang terdiri dari perwakilan masyarakat, pemerintah dan
media dalam setiap kegiatan kesehatan yang berkaitan dengan SPM, mulai
dari peningkatan kapasitas hingga advokasi pemerintah kabupaten untuk
mengintegrasikan SPM kesehatan dalam perencanaan.
57
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Tahapan kegiatan ini secara umum dibagi menjadi:
1. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah.
Langkah awal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman pemerintah dan
masyarakat tentang penggunaan SPM sebagai panduan kualitas pelayanan
kesehatan melalui kegiatan training of trainer. Pada tahap awal ini, Kinerja
USAID memfasilitasi pemerintah kabupaten untuk membentuk trainer SPM
yang terdiri dari perwakilan FMS, dinas kesehatan dan puskesmas. Tim
trainer tersebut bertugas untuk membantu puskesmas dan dinas kesehatan
dalam setiap kegiatan SPM.
2. Analisa capaian SPM.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi aktual tentang
perkembangan pemenuhan SPM kesehatan di kabupaten dan
mengidentifikasi tantangan yang menghambat pencapaian SPM.
Menggunakan pengetahuan yang didapat dari training of trainer, tim trainer
kemudian membantu puskesmas dan dinas kesehatan untuk menganalisa
perkembangan pencapaian SPM dan mencari solusi untuk mengatasi faktor
penghambat.
3. Penghitungan anggaran yang diperlukan (costing).
Untuk menjamin bahwa program yang telah dirancang dapat
diimplementasikan dengan lancar, tim perumus membantu puskesmas
untuk menghitung anggaran yang diperlukan untuk memenuhi setiap
indikator SPM.
58
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4. Integrasi hasil costing dalam perencanaan dinas kesehatan/SKPD.
Pada tahap ini, tim perumus, dinas dan puskesmas berdiskusi dengan tim
anggaran pemerintah kabupaten dan Badan Perencanaan Pembangunan
Kabupaten (Bappekab) tentang integrasi hasil penghitungan anggaran
untuk SPM dalam rencana tahunan dan lima tahunan satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) dan daerah. Kehadiran tim anggaran pemerintah
kabupaten membantu dinas kesehatan untuk mengkritisi rencana anggaran
dan membuat prioritas kegiatan.
5. Advokasi anggaran.
Langkah ini diawali dengan presentasi hasil costing SPM oleh tim perumus
kepada pejabat yang berwenang dalam perencanaan dan penganggaran
pemerintah kabupaten, seperti Bappeda, BPKA dan tim anggaran. Selain
itu, jurnalisme warga juga dilibatkan dalam setiap pertemuan dengan para
penentu kebijakan. Melalui tulisan mereka di berbagai media, jurnalis
warga diharapkan mampu menyadarkan masyarakat tentang penggunaan
SPM sebagai alat pengawas kebijakan publik dan mendorong pemerintah
untuk segera memenuhi SPM.
C. Dampak dan Perubahan
Setahun setelah program integrasi SPM dalam perencanaan ini dilakukan,
pemerintah kabupaten Jember telah mengalokasikan dana sebesar 14 milyar
rupiah untuk dinas kesehatan pada APBD Tahun 2014 untuk memenuhi SPM.
Anggaran tersebut telah dialokasikan per indikator sehingga dinas kesehatan
mampu mengetahui berapa banyak dana yang diberikan untuk mendukung
capaian setiap indikator. Selain itu kegiatan ini juga menghasilkan sejumlah
dampak jangka panjang, seperti:
1. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia
Sejak bermitra dengan Kinerja USAID, dinas kesehatan dan puskesmas
mampu lebih memahami konsep SPM dan bagaimana panduan tersebut
digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan.
Selain itu, staff dinas kesehatan dan puskesmas juga mampu menganalisa
capaian dan tantangan untuk memenuhi SPM serta menghitung
anggaran yang diperlukan untuk mengatasi tantangan tersebut. Tidak
hanya peningkatan kapasitas teknis dinas kesehatan dan puskesmas,
pengetahuan masyarakat tentang SPM dan peran mereka untuk mengawasi
59
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
pelayanan publik juga meningkat. Selain itu, pengalaman berdiskusi dengan
pemerintah kabupaten tentang anggaran SPM juga.
2. Peningkatan kerja-kerja advokasi anggaran oleh FMS.
Pelatihan SPM kepada FMS telah meningkatkan pemahaman masyarakat
forum tentang konsep SPM dan kegunaannya dalam perencanaan dan
penganggaran pelayanan kesehatan yang berkualitas. Peningkatan kapasitas
ini juga telah membuat rasa percaya diri masyarakat meningkat sehingga
mereka mampu melakukan advokasi anggaran SPM kepada pemerintah
dan DPRD.
3. Perencanaan dan evaluasi berbasis bukti.
Peningkatan kapasitas puskesmas dan dinas kesehatan sudah merubah
paradigma perencanaan dan penganggaran dari historical planning menjadi
perencanaan berbasis bukti. Puskesmas menggunakan dokumentasi hasil
costing SPM sebagai data acuan untuk membuat target dan rencana
kerja bulanan, triwulan dan tahunan. Dokumen tersebut juga membantu
pemangku kepentingan kabupaten Jember untuk mengukur kinerja dinas
dan puskesmas untuk mencapai SPM. Dokumen ini juga memuat waktu dan
anggaran untuk mencapai target pemenuhan SPM.
4. Program kerja yang berkelanjutan.
Integrasi SPM dalam rencana kerja anggaran (RKA)/ dokumen pelaksanaan
anggaran (DPA) dinas kesehatan dan APBD pemerintah kabupaten
membantu menjaga keberlanjutan program dinas kesehatan dan
puskesmas. Dokumen hasil penghitungan anggaran SPM juga dapat dikaji
ulang setiap tahun untuk disesuaikan dengan harga satuan kegiatan
sebelum diintegrasikan dalam penganggaran dinas/ SKPD.
5. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas.
Melalui bantuan teknis Kinerja USAID, dinas kesehatan dan puskesmas
mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya. Seluruh
pemangku kepentingan baik staff pemerintah maupun masyarakat awam
dapat mendiskusikan program kesehatan secara terbuka.
6. Rasa kepemilikan masyarakat terhadap program kesehatan pemerintah
meningkat.
Proses integrasi SPM dalam anggaran pemerintah kabupaten melibatkan
masyarakat untuk memastikan bahwa program kesehatan yang dibuat
sudah sesuai dengan kebutuhan masayarakat. Proses partisipatif ini
60
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program pemerintah
karena mereka merasa mempunyai andil dalam pembuatan program
tersebut.
D. Pembelajaran
Beberapa pembelajaran yang dapat ditarik dari inisiatif SPM kesehatan di
Jember adalah:
1. Partisipasi aktif dari semua unsur dinas kesehatan, puskesmas dan
masyarakat sangat penting untuk mengukur sejauh mana layanan kesehatan
telah memenuhi indikator dalam SPM. Melalui kemitraan pemerintah dan
masyarakat yang kuat, dinas kesehatan mampu mengidentifikasi tantangan
yang sebenarnya terjadi dalam upaya pemenuhan SPM dan mendapatkan
alternatif solusi untuk masalah tersebut.
2. Kerjasama dinas teknis dengan tim anggaran/ Bappeda sangat diperlukan
untuk memberikan pemahaman kepada mereka tentang masalah yang
menghambat upaya pencapaian SPM. Selain itu, tim anggaran/ Bappeda
dapat memberikan masukan dalam rencana anggaran dinas kesehatan dan
membuat prioritas kegiatan.
3. Hasil analisa kesenjangan capaian SPM dan anggaran yang diperlukan
perlu didokumentasikan sebagai responsif pemerintah terhadap pelayanan
kesehatan dasar.
4. Dokumen SPM ini yang memuat indikator-indikator pencapaian SPM
merupakan bentuk akuntabilitas Pemerintah Kabupaten Jember terutama
Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam pemenuhan hak pelayanan
kesehatan dasar masyarakat. Dokumen costing SPM yang sudah lebih
tranparans akan memudahkan seluruh pemangku kepentingan melakukan
pengawasan dan evaluasi terhadap pencapaian SPM.
5. Dokumen yang sudah tersusun berbasis bukti merupakan argumentasi
kuat dalam melakukan advokasi kepada penentu kebijakan anggaran di
tingkat kabupaten.
6. Dukungan pemerintah kabupaten untuk mengintegrasikan rencana
pencapaian SPM dalam dokumen perencanaan dan keuangan daerah
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/ RPJMD, Rencana
Kegiatan Prioritas Daerah/ RKPD) sangat diperlukan untuk menjaga
keberlanjutan upaya dinas kesehatan dan puskesmas mencapai SPM.
61
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
7. Jurnalis warga dapat menciptakan kebisingan yang lebih mendorong
pemerintah
8. kabupaten untuk peningkatan anggaran dalam mempercepat pemenuhan
SPM.
E. Rekomendasi
Belajar dari pengalaman proses integrasi SPM kesehatan dalam anggaran
pemerintah, ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan:
1. Perlu ada peraturan bupati yang mendukung penerapan SPM kesehatan
di dinas kesehatan/ seluruh SKPD dan puskesmas. Peraturan ini akan
membantu masyarakat untuk melakukan advokasi pencapaian SPM.
2. Dinas kesehatan perlu melanjutkan evaluasi periodik capaian SPM mereka
dan mengintegrasikan target yang belum terpenuhi ke dalam rencana kerja
periode selanjutnya.
3. Pemerintah kabupaten perlu terus menganggarkan pemenuhan SPM.
F. Pembiayaan
Anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh program ini, mulai
dari analisa kesenjangan hingga advokasi anggaran sebesar Rp. 78. 376. 500,Anggaran ini digunakan untuk membiayai operasional lokakarya dan pertemuan
yang berkaitan dengan SPM.
G. Testimoni
Muhammad Ichsan, Ketua Forum Peduli Kesehatan (Forum Multi-stakeholder)
“Dengan terbentuknya Forum Peduli Kesehatan, kami bisa menyampaikan programprogram Dinas Kesehatan. Dan keluhan-keluhan masyarakat bisa disampaikan di
Dinas Kesehatan”
Kontak Detail
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
Jl. Srikoyo 1/03 Jember, Tlp. (0331)-426624
http://jember.dinkesjatim.go.id/
62
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.3 Kemitraan Bidan-Dukun dalam Peningkatan Cakupan
Persalinan dengan Tenaga Kesehatan, Aceh Singkil, Aceh
Sebuah proyek percontohan peningkatan tata kelola kemitraan antara
dukun dan bidan diperkenalkan pada tahun 2012. Proyek ini bertujuan untuk
mengurangi kematian ibu dengan memanfaatkan tenaga medis yang terlatih
dalam membantu persalinan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan ibu
dan anak nasional serta mengurangi komplikasi pada kehamilan yang berisiko
tinggi melalui suatu pendekatan yang sensitif secara budaya.
Program ini juga bertujuan untuk membantu upaya percepatan pencapaian
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan, khususnya berkaitan dengan
indikator cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan.
A. Situasi Sebelum Inisiatif
Sebelum inisiatif ini mulai dilaksanakan, banyak bayi dilahirkan dengan bantuan
dukun di Aceh Singkil, khususnya di desa-desa daerah aliran sungai. Laporan
Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa 38,28 persen kelahiran di kabupaten
ini ditangani oleh dukun pada Tahun 2010. Sementara target standar pelayanan
minimum cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih sebesar 90%.
Singkil memiliki 122 dukun aktif.
63
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sebenarnya, tenaga bidan terlatih tersedia sampai di desa-desa. Namun, tradisi
masyarakat masih memposisikan dukun sebagai sesepuh yang sangat dihormati
karena dipercaya memiliki kemampuan spiritual. Akan tetapi, hampir semua
dukun tidak mendapatkan pelatihan persalinan yang benar. Akibatnya, dukun
kurang dibekali untuk menangani komplikasi yang mengancam kesehatan ibu
dan bayi mereka. Karena sebagian besar persalinan yang ditangani oleh dukun
dilakukan di rumah dan jauh dari sarana kesehatan maka bantuan profesional
menjadi sulit diperoleh. Komplikasi kebidanan yang ditangani dan nonatus yang
ditangani merupakan 2 indikator dari SPM Kesehatan.
Sebaliknya, bidan yang sudah terlatih secara medis dipandang terlalu muda dan
kurang berpengalaman oleh banyak warga masyarakat untuk menangani proses
persalinan secara benar, dan karena mereka tidak dapat berbicara dengan logat
lokal maka sulit bagi mereka untuk dapat berhubungan dengan masyarakat
yang harus mereka layani.
B. Strategi Implementasi
Strategi keberhasilan pelaksanaan dan penerapan kemitraan bidan-dukun di
masyarakat sangat ditentukan dari keterlibatan para pihak di daerah seperti
kepala puskesmas, bidan, kepala desa, ketua masjid lokal, tokoh masyarakat,
tokoh agama, relawan kesehatan lokal, dukun itu sendiri. Beberapa strategi
yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi desa dimana masih adanya persalinan di tolong oleh dukun.
a. Tahapan awal identifikasi dilakukan oleh puskesmas berdasarkan data
persalinan ditingkat puskesmas.
b. Dilakukan focus group discussion (FGD) melibatkan lintas sector
membahas tentang data persalinan oleh dukun, dan di dilakukan
pemilihan desa.
2. Membangun persepsi bersama lintas sektor tentang pentingnya
pelaksanaan kemitraan bidan-dukun.
a. Pelaksanaan FGD dengan melibatkan sector terkait untuk membangun
persepsi yang sama tentang kemitraan bidan-dukun sehingga
terbangun komitmen bersama untuk melaksanakan kemitraan bidan
dan dukun.
b. Membangun persepsi bersama tentang kemitraan bidan-dukun
dilakukan tidak hanya melalui pendekatan formal tetapi juga dilakukan
secara informal seperti melakukan pendekatan langsung kepada dukun
dan kepala desa.
64
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Pendampingan penyusunan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa tentang
dukun beranak desa.
a. Sebelum SK disusun oleh kepada desa dilakukan kesepakatan komitmen
kepala desa untuk memberikan jerih kepada dukun setiap bulannya
melalui anggaran desa sebesar 50 ribu rupiah.
b. Pendampingan penyusunan SK Kepala desa tentang dukun beranak
dan selanjutnya disahkan oleh Kepala desa.
4. Pembahasan memorandum of understanding (MoU) bidan dan dukun
yang diikuti oleh lintas sektor.
a. FGD pembahasan MoU dengan melibatkan lintas sector terkait (dukun,
bidan, kepala desa, puskesmas, mukim, camat).
b. Penanda tanganan MoU bidan-dan dukun secara terbuka di puskesmas
singkil.
5. Evaluasi kemitraan bidan-dukun dengan melibatkan lintas sector.
a. Evaluasi kemitraan bidan dan dukun dilakukan setiap bulan bersama
komite Kesehatan
b. Evaluasi kemitraan bidan dan dukun tahunan di puskesmas dengan
menghadirkan dukun, kepala desa, bidan, puskesmas, komite
kesehatan kecamatan, Muspika dan dinas kesehatan.
C. Dampak dan Perubahan
Pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun bayi membawa dampak dan perubahan
positif di kabupaten Aceh Singkil, baik dari sehi kontribusi pada peningkatan
cakupan SPM kesehatan, akses kepada pelayanan kesehatan, maupun dampak
terhadap publik atau masyarakat secara umum.
Dampak terhadap Cakupan SPM:
1. Statistik kesehatan menunjukkan bahwa
angka kematian ibu diPuskesmas Singkil
menurun ke titik nol pada Tahun 2013. Pada
Tahun 2012, terdapat satu kematian ibu.
2. Statistik serupa yang dikelola oleh Puskesmas Singkil menunjukkanadanya
penurunan jumlah persalinan yang ditangani oleh dukun dalam pelayanan
Puskesmas dari 17 persalinan pada Tahun 2011 menjadi delapan pada
Tahun 2012, dan menjadi hanya dua pada Tahun 2013. Patut diperhatikan
65
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
bahwa dua persalinan yang dibantu oleh dukun pada Tahun 2013 terjadi
di desa di luar wilayah program percontohan. Dari Januari 2012 sampai
Oktober 2013, sebanyak 214 persalinan telah dibantu melalui kemitraan
baru bidan dan dukun. Puskesmas Singkil sudah melampaui target SPM
dalam persalinan oleh tenaga terlatih.
3. Hasil diskusi kelompok fokus memperlihatkan bahwa kepercayaan antara
bidan dan dukun telah semakin baik di desa-desa program percontohan.
Bidan dan dukun menyatakan bahwa kemitraan mereka telah memperjelas
batas-batas tugas dan tanggung jawab mereka. Dukun merasa bahwa,
dengan kemitraan, tugas mereka menjadi lebih mudah karena bidan
bertanggung jawab atas aspek klinis dan dapat diandalkan ketika terjadi
komplikasi. Demikian pula, bidan mengatakan bahwa dukun telah membantu
berbicara dengan ibu-ibu dan keluarga mereka serta menenangkan mereka
selama proses persalinan, menangani aspek-aspek penting non-medis.
4. Kepala Puskesmas Singkil mengatakan bahwa melalui perluasan jaringan
dukun, puskesmas mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk
mengetahui adanya ibu-ibu hamil muda di wilayah pelayanan puskesmas.
Karena dukun sekarang membagikan informasi kepada puskesmas maka
cakupan Kunjungan pertama (K1) murni dan K4 (kunjungan ke 2 pada
trisemester ke 3) semakin mencapai target SPM. Kehamilan dengan risiko
tinggi dan persalinan yang akan segera terjadi lebih cepat teridentifikasi.
Dampak terhadap Akses ke Pelayanan Kesehatan:
1. Dukun terbukti sangat penting dalam mendorong ibu hamil untuk menjalani
pemeriksaan kehamilan di sarana kesehatan yang tepat. Sebagai hasilnya,
113 ibu hamil melakukan pemeriksaan triwulan pertama kehamilan mereka
pada Tahun 2012 dan 109 ibu lagi sampai Oktober 2013.
2. Program kemitraan bidan-dukun telah mengidentifikasi kendala transportasi
yang menghambat pelayanan kesehatan sehingga akhirnya mendorong
pembentukan pelayanan hotline Puskesmas Singkil untuk keadaan darurat.
Melalui nomor hotline ini, ibu-ibu yang akan melahirkan dapat memesan
ambulan dan ambulan air untuk transportasi darurat ke puskesmas.
Pendekatan seperti ini menjadi fokus pemerintah dan WHO agar ibu-ibu
yang berisiko tinggi melahirkan di fasilitas kesehatan.
66
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Berkat adanya kemitraan bidan-dukun, kaum ibu sekarang dapat mengakses
informasi kesehatan lebih baik dalam bahasa yang mereka pahami. Dengan
adanya pelayanan dukun sebagai perantara bagi masyarakat desa, bidan
sekarang dapat lebih efektif berkomunikasi dengan pasien-pasiennya.
Dampak terhadap Publik:
1. Diskusi kelompok fokus telah meningkatkan kesadaran masyarakat di desadesa yang ikut dalam program kemitraan tentang pentingnya pemeriksaan
kehamilan dan mencari bantuan medis untuk proses persalinan yang aman.
2. Diskusi kelompok fokus telah menciptakan peluang baru bagi desa-desa
yang bermitra untuk berpartisipasi dalam perluasan pelayanan kesehatan
secara keseluruhan. Sebagian besar penerima manfaat langsung dengan
terus terang mengatakan mendukung penerapan inisiatif yang lebih luas
dan replikasi lebih jauh di desa-desa lain dan di kecamatan baru.
Berdasarkan kehasilan tersebut, inisiatif ini sudah dinominasikan untuk lomba
internasional United Nations Public Service Award (UNPSA).
D. Pembelajaran
Inisiatif ini berhasil berkat adanya komitmen dari pemerintah lokal dan tokoh
masyarakat. Tanpa kerjasama dari mereka, inisiatif dinas kesehatan ini tidak
akan diterima oleh masyarakat atau perubahan perilaku tidak akan terjadi begitu
cepat. Pendekatan yang menekankan partisipasi publik untuk meningkatkan
rasa memiliki dan akuntabilitas atas hasil terbukti sangat diperlukan.
Pembelajaran yang dipetik dari Kemitraan Bidan dan Dukun:
1. Partisipasi publik sangat penting untuk keberhasilan. Komitmen yang kuat
dari para pemangku kepentingan termasuk dinas kesehatan, puskesmas,
bidan, dukun dan kepala desa merupakan kunci keberhasilan dalam
67
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
2.
3.
4.
5.
pelaksanaan inisiatif kemitraan. Tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat,
kesadaran dan komitmen untuk menanggulangi masalah tidak mungkin
terwujud.
Kepercayaan antara mitra-mitra pembangunan merupakan prasyarat untuk
keberhasilan. Pengakuan dukun sebagai sumber daya masyarakat yang
penting dan pelaku utama perubahan terhadap hasil-hasil kesehatan ibu
dan anak menjadi faktor penting bagi keberhasilan inisiatif. Bidan tidak lagi
menjadi ancaman terhadap mata pencaharian dukun terutama dengan
terbitnya peraturan desa yang lebih akuntabilitas menjamin penghasilan
dukun.
Insentif yang tepat dibutuhkan untuk membuat perubahan perilaku.
Peraturan yang jelas, yang menjelaskan dan melindungi peranan setiap
pihak merupakan pendorong yang besar bagi keberhasilan program ini.
Komunikasi yang terus-menerus dibutuhkan untuk menjaga hubungan
kerjasama. Kunjungan ke masyarakat setiap bulan oleh staf puskesmas
dan nomor hotline 24 jam/hari membantu menjaga jalur komunikasi tetap
terbuka, yang menjadi kunci dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan
kendala yang timbul.
Perubahan tradisi budaya yang telah dipelihara selama berpuluh-puluh
tahun, barangkali bahkan selama berabad-abad, tidak mudah dan
membutuhkan strategi dan pendekatan yang sesuai dengan adat istiadat
di masyarakat.
E. Rekomendasi
Untuk memastikan agar kemitraan bidan-dukun di Puskesmas Singkil dan
Kabupaten Aceh Singkil secara keseluruhan berjalan secara berkelanjutan, maka
langkah-langkah berikut ini adalah penting sekali:
1. Dukungan secara hukum atau legal sangat penting. Di Aceh Singkil, sudah
ada berperapa surat keputusan kepala desa/ kampung .
2. Pembuatan MOU di antara bidan dan dukun harus tranparan dan melibatkan
pemangku kepentingan.
3. Dukungan anggaran yang memadai adalah kunci sukses juga. Untuk
memastikan bahwa inisiatif ini terus lanjut, Dinas Kesehatan Aceh Singkil
sudah mengalokasikan Rp 938.6 juta untuk replikasi inisiatif ini, ditambah
dengan Rp 6 juta untuk evaluasi inisiatif yang sudah dilaksanakan.
4. Partisipasi para pihak penting untuk membangun percaya diantara
pemerintah dan masyarakat serta kesepahaman bersama antar sektor.
68
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Para lokakarya mini diadakan untuk mempertemukan bidan, dukun, kepala
desa, tokoh agama, petugas kesehatan desa, tokoh masyarakat dan aktor
yang lain.
F. Pembiayaan
Untuk melaksanakan kemitraan dukun-bidan di Aceh Singkil, berbagai pemangku
kepentingan menyediakan dana guna mendukung inisiatif ini:
• Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2012 sebesar Rp 56.250.000
untuk kegiatan kemitraan bidan-dukun.
• Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013 sebesar Rp 37.577.000,
termasuk dana untuk replikasi inisiatif ini di puskesmas-puskesmas lain.
• Puskesmas Singkil dengan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
Tahun 2013 sebesar Rp 25.000.000
• IMPACT-Yayasan Daun dari hibah internasional sebesar Rp 40.000.000.
• Daun dari kontribusi sumber sendiri sebesar Rp 141.346.584
• Anggaran Jaminan Persalinan sebesar Rp 50.000 untuk setiap persalinan
yang dibantu bersama .
• Anggaran desa Teluk Rumbia dan Rantau Gedang sebesar Rp 50.000 per
bulan per dukun.
G. Testimoni
Rahma Efrida Pohon
Bidan Desa Rantau Gedang, Aceh Singkil
“Setelah adanya kemitraan ini, saya merasa lebih terbantu karena setiap ada pasien
persalinan saya ditelpon lebih cepat dan tidak ada kata terlambat. Dan saya terbantu
dengan hubungan dengan masyarakat. Harapan saya ke depannya dengan keadaannya kemitraan ini saya harapkan persalinan di desa Rantau Gedang ini adalah ditolong oleh tenaga kesehatan atau bidan. Dan kepada aparat desa atau toko-toko
masyarakat agar dapat mendukung saya sepenuhnya dalam melakukan kerjasama
ini dengan dukung kampung.”
Kontak Detail
Bapak Eddy Widodo
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil
Jl. Bahari No. 55, Aceh Singkil
Email: [email protected]
69
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.4 Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Standar Pelayanan
Minimal Kesehatan di Kabupaten Jayapura, Papua.
IPM atau Indeks Pembangunan Manusia di Papua menduduki urutan ke33 dari 33 propinsi yang ada di Indonesia. Status IPM yang rendah tersebut,
salah satunya di sebabkan karena buruknya/rendahnya kualitas pelayanan
publik, termasuk dalam pelayanan kesehatan, padahal anggaran besar telah
dialokasikan oleh pemerintah.
Peningkatan kualitas pelayanan publik agar memenuhi Standar Pelayanan
Minimum termasuk di dalamnya bidang kesehatan merupakan jalan terbaik
untuk meningkatkan IPM dari tahun ke tahun, dan partisipasi aktif masyarakat
menjadi salah satu strategi kunci untuk pencapaiannya.
A. Situasi Sebelum Inisiatif
Tren anggaran untuk sektor kesehatan di Kab Jayapura menurun dari Tahun
2009 (11%) hingga Tahun 2013 yang hanya tertinggal sebesar 5% dari total
belanja daerah semakin memprihatinkan. Komitmen pemerintah daerah untuk
pembangunan di bidang kesehatan tidak tercermin dalam anggaran urusan
kesehatan. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Jayapura
pada Tahun 2012 sebanyak 118.046 jiwa, maka anggaran kesehatan untuk setiap
penduduk Kabupaten Jayapura hanya 249 ribu rupiah pertahun atau hanya 24
ribu rupiah perbulan.
70
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan
SPM yang difasilitasi oleh Kinerja, SPM
Kesehatan Kab.Jayapura pada tahun
2013 hanya mencapai 36%. Pemahaman
pemerintah daerah terhadap Permenkes
Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM
Kesehatan serta Permenkes 828 tahun
2008 Petunjuk Teknis penerapan SPM juga
masih rendah. SPM masih belum dianggap
penting untuk dijadikan landasan dalam
perencanaan dan penganggaran sektor kesehatan, dan juga belum dipakai
sebagai alat manejemen untuk menilai kinerja sektor kesehatan di daerah.
Beberapa indikator SPM belum dijadikan acuan indikator dan target program
kerja dan kegiatan dalam pengembangan rencana kerja sektor.
Selain itu, masyarakat masih belum dilihat sebagai mitra yang strategis
untuk pembangunan sektor kesehatan di daerah dalam proses ini. Partisipasi
masyarakat dalam menentukan kebutuhan kesehatan untuk pemenuhan hak
dasarnya belum banyak didorong dan disaat yang sama ketidak pahaman
mengeni standar pelayanan kesehatan yang menjadi hak-nya belum banyak
dipahami dengan baik
B. Strategi Implementasi
Kinerja-USAID di Papua menerapkan pendekatan untuk perbaikan pelayanan
publik dari dua sisi, yakni sisi penyedia dan pengguna. Dari sisi penyedia, Kinerja
melakukan asistensi dan penguatan kapasitas organisasi lokal dalam melakukan
upaya penyadaran akan hak-hak masyarakat, sehingga mampu melakukan
advokasi untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. SPM diletakkan dalam
bingkai hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik, sehingga
disseminasi SPM dan penyadaran akan pentingnya pemerintah memenuhi SPM
bagi masyarakat menjadi prioritas dalam penyediaan pelayanan publik yang
berbasis standar.
Dari sisi pemerintah, sebagai penyedia pelayanan publik, Kinerja-USAID
memberikan peningkatan pemahaman dalam penyediaan pelayanan publik
yang berkualitas mengacu kepada standar layanan, asistensi dalam melakukan
penelaahan pencapaian SPM untuk mengetahui kesenjangan nya, dan
kemudian memberikan asistensi dalam penghitungan dan skema pembiayaan
71
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
dalam memenuhi SPM serta intervensi kebijakan, program dan kegiatan yang
diperlukan untuk memenuhi kesenjangan yang ada .
Tim teknis tingkat kabupaten terdiri dari pengambil kebijakan ditingkat
kabupaten, yang berperan menjadi penasihat program tingkat kabupaten serta
memainkan peran penting dalam mendorong pelaksanaan pendampingan dan
penghitungan SPM kesehatan sesuai dengan rencana kerja. Selain itu, tim teknis
ini juga aktif melakukan mendorong integrasi SPM bidang kesehatan ke dalam
perencanan dan pengganggaran daerah.
Bantuan teknis Kinerja-USAID menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat
dalam proses pengembangan dan pembiayaan SPM kesehatan dan mendorong
pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat dalam proses ini, serta sebagai
bagian dari upaya untuk memenuhi amanat akuntabilitas dan transparansi
penyelenggara pelayanan publik.
Beberapa tahapan pelaksanaan kegiatan antara lain:
1. Lokakarya awal sosialisasi standar layanan kesehatan dan startegi
penerapannya di daerah.
Dalam lokakarya ini, dibangun pertama kali pemahaman penyelenggara
pelayanan kesehatan,pelayan kesehatan serta masyarakat umum tentang
SPM sebagai bagian dari berbagai standar layanan kesehatan yang ada di
Indonesia. Lokakarya ini menekankan bahwa dalam pengembangan dan
penentuan pembiayaan standar pelayanan minimal, masyarakat menjadi
bagian penting dalam proses tersebut. SPM diletakkan dalam bingkai
hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik, sehingga
disseminasi SPM dan penyadaran akan pentingnya pemerintah memenuhi
SPM bagi masyarakat menjadi prioritas dalam publik.
2. Lokakarya capaian dan kesenjangan (yang ada dan lokakarya pembiayaan
(costing)
Dalam lokakarya ini, forum multi-pihak serta masyarakat sipil lainnya terlibat
dalam lokakarya memainkan peran penting. Peran ini antara lain melalui
konfirmasi langsung terhadap capaian dilapangan dari sektor kesehatan/
puskesmas, tetapi juga memberikan masukan-masukan untuk pencapaian
SPM didaerah kepada dinas kesehatan dan puskesmas. Masukan-masukan
ini juga memperkaya pilihan kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang
ada, dan mampu mempercepat pencapaian SPM didaerah.
72
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Kemudian, dinas kesehatan dan puskesmas bersama masyarakat menyusun
rencana kerja dan skala prioritas mana yang bisa menjawab persoalan
kesenjangan agar di tahun depan bisa tercapai. Setelah perencanaan
kegiatan terpenuhi dan sesuai sasaran prioritas, masyarakat pun terlibat
untuk memberikan masukan dan saran terhadap besar anggaran yang
dibutuhkan untuk bisa menjawab persoalan
3. Konsultasi publik dan pengawasan publik
Konsultasi publik dilakukan di Kabupaten Jayapura dalam rangka
mendiskusikan hasil costing SPM pada pemangku kepentingan yang lebih
luas dan dalam rangka mendapatkan dukungan. Dalam konsultasi publik
ini, SKPD serta badan pemerintah daerah lainnya dilibatkan karena banyak
aspek dari pencapaian SPM kesehatan yang akan memerlukan koordinasi
dan sinergi dengan sektor lainnya.
Selain itu, konsultasi publik ini menjadi ajang untuk memberikan ruang
yang lebih luas pada masyarakat sipil dan forum multi-pihak baik ditingkat
kabupaten dan juga distrik untuk memberikan masukan sebelum hasil
costing SPM ini diintegrasikan lebih lanjut ke dalam perencanaan dan
penganggaran daerah. Masyarakat melalui forum multi-pihak memberikan
masukan dan diharapkan kedepannya juga mendukung Dinas Kesehatan
dalam implementasi rencana. Forum multi-pihak juga akan terus mengawal
dan mengawasi pencapaian SPM kesehatan.
4. Penyebarluasan informasi dan diskusi tingkat masyarakat tentang standar
pelayanan minimal kesehatan.
Dalam berbagai kesempatan, pertemuan forum multi-pihak tingkat distrik
dan juga tingkat Kabupaten, SPM menjadi topik diskusi dalam rangka
meningkatkan pemahaman masyarakat sipil terhadap SPM dan relevansinya
dalam pemenuhan hak kesehatan.
Disamping itu, ada serangkaian radio talkshow yang dilakukan dengan
bekerjasama dengan Radio Kenambai Umbai di Sentani baik yang dilakukan
di dalam studio ataupun diluar ruangan/ di kampung yang melibatkan
masyarakat umum yang focus membahas isu standar layanan termasuk
SPM kesehatan. Radio talkshow ini membantu membangun ‘kebisingan’
ditingkat masyarakat tentang Standar Pelayan Minimal sebagai bagian
pemenuhan hak masyarakat, dan mendorong perbincangan tentang SPM
di tingkat akar rumput.
73
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Selain itu, kelompok jurnalis warga, yang kemudian membentuk forum
jurnalis warga dengan nama “CYCLOPS” turut juga mengangkat isu SPM
bidang kesehatan lewat tulisan dan dalam berbagai aktivitas mereka
sebagai jurnalis warga.
C. Dampak dan Perubahan
Dampak dari pendampingan SPM yang dilakukan oleh Kinerja-USAID telah
membuat dinas kesehatan menyadari bahwa kegiatan yang lebih bisa mengungkit
capaian SPM dan meningkatkan kinerja petugas kesehatan adalah dengan
menerapkan SPM. Rencana strategis Dinas kesehatan sudah mengakomodir
SPM didalamnya. Dalam Rencana kerja anggaran Dinas Kesehatan Tahun 2014,
terdapat alokasi dana untuk mendukung pemenuhan SPM sebesar. 6,69 milyar
rupiah.
Disaat yang sama, relasi dan kerjasama antara penyelenggara pelayanan
kesehatan di Kab Jayapura semakin erat terbangun. Dalam berbagai kegiatan
terkait perencanaan program kesehatan, forum multi-pihak dilibatkan
sebagai peserta. Keterlibatan masyarakat, terutama forum multi-pihak dalam
perencanaan kesehatan untuk pemenuhan SPM ini telah mendorong adanya
mobilisasi sumber daya yang berasal dari masyarakat.
74
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sebagai contoh untuk menjamin pencapaian salah satu indicator SPM Kesehatan
dalam penanggulangan penyakit menular TB di Kabupaten Jayapura: Kampung
Yoboi di Distrik Sentani telah mengalokasikan dana untuk menyiapkan insentif
bagi empat kader TB (Tuberculosis) setempat menggunakan anggaran Kampung.
Selain itu, Forum Dobonsolo (Multi stakeholder forum Distrik Sentani) dalam
proses musrenbang distrik berhasil mengadvokasi pemerintah distrik untuk
merencanakan Pos TB kampong untuk tujuh kampung di distrik Sentani yang
nantinya akan dianggarkan lewat dana Prospek. Selama ini kader TB dan Pos
TB yang melakukan tugas selalu dibiayai oleh puskesmas dengan anggaran yang
minim.
Saat ini MSF ditingkat Kabupaten juga memiliki komitmen yang tinggi untuk
mengawal dan mengawasi pelaksanaan pencapaian SPM dan penganggarannya
di Kab Jayapura. Pendampingan yang intensif atas perencanaan dan perhitungan
SPM kesehatan, telah mendorong pemerintah daerah untuk mencoba
mereplikasi melalui pendampingan pengembangan SPM untuk pelayanan
publik lainnya di daerah.
D. Pembelajaran
Pembelajaran yang didapat dari partisipasi masyarakat dalam pengembangan
SPM kesehatan ini adalah:
1. Masyarakat Papua mampu memainkan peran aktif untuk memberikan
masukan pada pengembangan SPM di daerah, ketika sejak awal proses
mereka sudah dilibatkan sebagai bagian dari pendampingan teknis
didaerah. Pentingnya penyadaran dan keterlibatan dari dua belah pihak,
baik pemerintah sebagai penyedia layanan dan masyarakat sebagai
pengguna layanan dalam perencanaan dan costing SPM menjadi krusial.
Kesadaran bersama dari dua belah pihak akan menjamin sinergi dalam
melakukan upaya perbaikan.
2. Sentuhan kepentingan lokal atau kedaerahan serta menggali kearifan
lokal, juga mampu membangkitkan semangat dan kesadaran. Sentuhan
lokal ini antara lain ditunjukannya kondisi riil kesehatan rakyat Papua
dan dibandingkan dengan daerah lain. Sentuhan tentang betapa
pentingnya masyarakat lokal untuk berubah mengejar ketertinggalan dan
konsekuensinya bila tidak ada perubahan, telah mampu membangkitkan
kesadaran pemerintah daerah maupun masyarakat untuk berubah
melakukan upaya bersama.
75
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Peran media dan forum- multi-pihak yang dikembangkan di lapangan,
mampu menjadi agen pendorong perubahan didaerah dengan menyebar
luaskan informasi tentang SPM dan apa kaitan SPM dalam pemenuhan
hak masyarakat. Selain itu, kemitraan yang terbangun antara media, forum
multi pihak dan unit pelayanan/Puskesmas atau Dinas Kesehatan telah
memberikan kesempatan yang lebih besar untuk pencapaian SPM dengan
melibatkan berbagai sumber daya yang ada di pemerintah daerah dan juga
di masyarakat.
4. Pentingnya data riil dalam perencanaan kegiatan yang dibuat juga disadari
oleh para pembuat kebijakan. Kemudian dilakukan analisa penyebab
kesenjangannya sebgai dasar membuat skala prioritas. Data menjadi
sangat penting dalam menentukan capaian dan target SPM.
5. Pendampingan SPM bagi dinas kesehatan dan puskesmas menjadi nilai
tersendiri bagi pemerintah daerah. Melalui pendampingan SPM bidang
kesehatan, pemerintah daerah Kab Jayapura dan membuat pemerintah
mereplikasikan SPM kepada SKPD lainnya yang memiliki peran sebagai
penyelenggara pelayanan publik.
E. Rekomendasi
1. Peran masyarakat dalam pengembangan, perencanaan penerapan dan
penghitungan pembiayaan kebutuhan SPM di daerah harus menjadi
bagian penting dari kegiatan pendampingan SPM di berbagai sektor
pelayanan public. Bahkan dalam kondisi Papua, dengan segala tantangan
pembangunan yang ada, hal ini tetap dapat dilaksanakan.
2. Pendampingan SPM yang aktif melibatkan masyarakat masih harus
terus dilakukan untuk memastikan komitmen yang telah dicapai bisa
diimplementasikan di lapangan. Dalam hal ini, masyarakat memiliki peran
untuk mengawasi pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Untuk menjamin
masyarakat sipil dapat menjalankan peran pengawasan yang berkelanjutan
tersebut ada dua hal penting yang perlu dilakukan. Kedua hal tersebut
antara lain pengembangan kapasitas kelompok-kelompok masyarakat sipil
(LSM, forum multi-pihak, dll) serta alur informasi yang transparan antara
masyarakat dan pemerintah daerah, dinas kesehatan atau puskesmas yang
akan menjadi precursor yang penting untuk pelibatan aktif masyrakat di
masa mendatang.
76
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Pengawalan tetap masih diperlukan karena kadangkala pemerintah daerah
belum memahami harmonisasi dan sinkronisasi teknis penganggaran antara
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai acuan proses penganggaran dan
SPM sektoral yang diterbitkan oleh Kementrian teknis. Aturan ini pada
beberapa kasus dapat membuat pemerintah daerah kurang memilik
keberanian dalam membuat kegiatan inovasi yang dapat meningkatkan
capaian SPM dan IPM, seperti yang dialami Kab.Jayapura.
F. Pembiayaan
Hasil penghitungan pembiayaan pemenuhan SPM telah disusun untuk empat
tahun yakni Tahun 2014 s/d 2017. Anggaran yang dibutuhkan untuk capaian
SPM di Tahun 2014 adalah sebesar Rp 6,271,382,000, anggaran 2015 sebesar
Rp 10,290,521,550, anggaran SPM Tahun 2016 sebesar Rp 11,876,847,545, dan
anggaran SPM Tahun 2017 sebesar Rp 14,232,772,161. Perbedaan anggaran
setiap tahunnya merujuk pada perubahan harga setiap tahun yang diperkirakan.
Pemerintah daerah telah berkomitmen untuk mengalokasikan APBDnya untuk
kebutuhan tersebut.
G. Testimoni
Bapak Amos Soumilena
Ketua forum multi-pihak Kabupaten Jayapura, Papua
“Forum multi-pihak mendorong pemerintahan dengan tata-kelola yang baik…
Masyarakat melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk mengetahui apa yang
menjadi masalah puskesmas, kemudian diskusi dengan pemerintah dan dijawab oleh
pemerintah dalam hal pelayanan publik. Harus ada responsibility masyarakat, mereka
harus lebih paham bagaimana mereka bisa sehat dan cerdas.”
Detail Kontak
Bapak Amos Soumilena
Ketua forum multi-pihak Kab. Jayapura, Papua
081248263822
77
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.5. Peraturan Walikota Makassar dalam Percepatan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal Kesehatan
Upaya percepatan target pencapaian Standar Pelayanan (SPM) Kesehatan di
Kota Makassar secara bertahap mulai Tahun 2012 s/d Tahun 2015 adalah
salah satu bentuk aksi kongkrit dari komitmen Pemkot Makassar untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan di Kota Makassar. Melalui dukungan
Program Kinerja-USAID secara bersama sama dengan Dinas Kesehatan dan
MSF melakukan analisis pencapaian SPM dan hasilnya dapat diitegrasikan ke
dalam perencanaan dan penganggaran SKPD Dinas Kesehatan yang kemudian
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lahirnya regulasi Peraturan
Walikota Nomor 101 Tahun 2013 tentang Penerapan SPM.
A. Situasi Sebelum Inisiatif
Proses desentralisasi telah mengakibatkan perubahan –perubahan mendasar
dalam pelayanan kesehatan baik di tingkat nasional maupun provinsi dan
kabupaten/ kota. Pelimpahan kewenangan pusat ke daerah telah melahirkan
beberapa regulasi pada tingkat nasional meliputi Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan penerapan SPM, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM,
dan Permenkes RI Nomor 741/Menkes/PER/VII/ 2008 tentang SPM bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota.
78
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Kebijakan pusat ini belum menjadi rujukan daerah baik dalam upaya pemenuhan
hak pelayanan kesehatan dasar rakyat maupun untuk mengukur kinerja
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh daerah. Pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan oleh daerah sesungguhnya adalah pelayanan yang sama
dengan SPM. Namun banyak daerah terutama Kota Makassar belum pernah
melakukan perhitungan pencapaian indicator SPM sebagai wujud akuntabilitas
pelayanan daerah. Sehingga sulit menentukan pencapaian target SPM dan
gap yang ada. Akibatnya anggaran kesehatan juga masih belum terfokus
pada pencapaian target atau peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada
indicator yang sudah tercapai target SPM.
Pada Tahun 2011 Dinas Kesehatan Kota Makassar pernah melakukan
perhitungan Pencapaian indikator SPM kesehatan dengan hasil beberapa
indicator pencapaiannya masih rendah antara lain persentasi cakupan
komplikasi kebidanan yang ditangani masih 50 % demikian pula persentase
Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan
keluarga miskin masih 44 %. Costing perencanaan pencapaian Indikator SPM
tidak spesifik anggarannya ditujukan untuk alokasi pencapaian SPM karena
perencanaan kegiatan dengan alokasi anggaran bersifat “gelondongan”,
sehingga relasi antara kegiatan dan target pencapaian SPM menjadi seringkali
tidak sinkron, sebelumnya juga belum pernah dilakukan perhitungan sumber
daya dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM Kesehatan, termasuk
kesenjangan pembiayaan, rencana pencapaian SPM Kesehatan dan penetapan
target tahunan pencapaian SPM Kesehatan. Kebutuhan suatu kebijakan daerah
(peraturan walikota atau perwali) diasumsikan dapat meningkatkan perhatian
para stakeholder daerah dalam percepatan pencapaian target SPM.
Sebelum ada pendampingan dari program Kinerja - USAID, Dinas Kesehatan
dalam menentukan indikator capaian SPM tahun berikunya hanya meminta
kepala bidang memberi usulan berdasarkan capaian yang ada ditingkat
Puskesmas. Dinas belum melakukan analisis situasi kondisi di lapangan dan
kemampuan puskesmas berserta staff.
Kurangnya upaya dalam mengejar pemenuhan target SPM Kesehatan di Kota
Makassar dimungkinkan salah satunya karena belum adanya kebijakan yang
menjadi payung pelaksanaan SPM Kesehatan di tingkat daerah. Oleh karena itu
upaya penyusunan Peraturan Walikota Makassar dalam Percepatan Pemenuhan
SPM Kesehatan menjadi penting dan strategis.
79
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
B. Strategi implementasi
Strategi mempercepat pencapaian SPM Kesehatan di Kota Makassar dilakukan
melalui penyusunan payung hukum melalui peraturan wali kota Makassar.
Proses penyusunan ini sudah mengacu kondisi SPM dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan. Langkan langkah yang ditempuh dalam pengembangan
perwali adalah sebagai berikut:
1. Penyiapan Tim Penyusun Peraturan Walikota (Perwali) Makasar
Agar proses persiapan penyusunan perwali dan sistematis, maka sebagai
langkah awal Dinas Kesehatan membentuk tim penyusun Perwali yang
terdiri dari Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Makassar, Kabid BPSDK
Kesehatan, Kabid Binkesmas, Kasie Perencanaan, Bagian Hukum Pemda
Makassar, dan Prof. DR. Noer Bahri Noor,M.Kes (Konsultan Program KinerjaUSAID). Tim ini yang bertugas untuk penyusunan perwali.
2. Analisis Pencapaian SPM
Tim perumus dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti
kepala dan staf puskesmas, PKK, kader kesehatan, Ikatan Bidan Indonesia
(IBI), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media melakukan analisis
kesenjangan. Kemudian dilakukan analisis biaya yang menjadi proses
penganggaran APBD Dinas Kesehatan Kota Makassar. Hasil analisis ini
menjadi naskah akademik yang akan menjadi acuan tim dalam perumusan
perwali SPM.
80
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Integrasi hasil costing dalam dokumen perencanaan & Penanggaran
melibatkan Multi-stakeholder Forum
Hasil perhitungan Gap SPM Kesehatan oleh tim perumus dan Multistakeholder Forum (MSF) membahas untuk mengintegrasikan dalam
Penggaran Dinas Kesehatan Kota Makassar. Kontribusi MSF cukup signifikan
dalam proses pengawalan anggaran. Alokasi budget tahunan untuk
menutup gap yang telah dianalisis oleh tim perumus. Program dan kegiatan
yang disepakati dengan MSF secara bertahap setiap tahun dituangkan ke
dalam RKT/RKS, Rencana Kerja SKPD dan RKAS dengan skenario pemenuhan
budget berdasarkan kemampuan fiscal Pemerintah Kota Makassar.
4. Sosialisasi Draft Perwali Melibatkan MSF
Draft Perwali tentang penerapan SPM Kesehatan bersama dengan hasil
Costing SPM disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan terkait
(Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas, MSF Kesehatan, LSM, Jurnalisme
Warga, IBI.) Kegiatan dilaksanakan dengan konsultasi publik sebanyak 3
Kali. Seluruh masukan yang disampaikan oleh stakeholders menjadi bahan
penyempurnaan draft perwali.
5. Proses Pengesahan Perwali SPM Kesehatan
Proses pengesahan Perwali SPM Kesehatan setelah dianggap cukup oleh
Tim kemudian dilakukan dengan penandatangan paraf berjenjang oleh
pimpinan SKPD yang terkait mulai dari Paraf Kepala Dinas, Paraf Bagian
Hukum yang dilanjutkan dengan telaah, Paraf Asisten II, Paraf Sekretaris
Daerah dan terakhir ditandatangani oleh Walikota Makassar.
C. Dampak dan perubahan
1. Peningkatan dan Kesinambungan Anggaran SPM Kesehatan
Dukungan data perhitungan SPM yang akurat akan lebih memudahkan
dalam mengintegrasikan kedalam perencanaan dan penganggaran
sehingga perumusan kebijakan menjadi lebih tepat sasaran dan target.
Dinas Kesehatan dalam upaya mencapai pemenuhan SPM Kesehatan,
secara bertahap mulai Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2015 Dinas
Kesehatan Kota Makassar telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 27,
631,- Milyard untuk 18 indikator SPM Kesehatan.
2. Peningkatan Kapasitas SDM Dinas Kesehatan
Pendampingan yang dilakukan Program Kinerja USAID dengan selalu
menggunakan pendekatan penguatan supply dan demand, secara tidak
81
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
sadar menumbuhkan kesadaran baru bagi pemerintah dan masyarakat
terhadap pemenuhan SPM sebagai wujud kewajiban pemda dalam
pelayanan hak kesehatan dasar rakyat.
3. Timbul saling memahami antara penyedia layanan dan masyarakat dan
kepemilikan SPM.
Proses penyusunan regulasi ini telah meningkatkan kemitraan antara
penyedia layanan, pengambil kebijakan anggaran, dan masyarakat atau
multi stakeholder forum sehingga memudahkan neogosiasi anggaran.
Karena SPM dibahas secara bersama multi pihak, maka semua memiliki
rasa kepemilikan terhadap upaya pencapaian indicator dan target
SPM. Demikian juga di intenal Dinkes terjadi integrasi perencanaan dan
penganggaran sehingga pencapaian indicator dan target SPM bukan lagi
ego masing-masing program.
D. Pembelajaran
Dinas Kesehatan, Puskesmas dan MSF Kesehatan serta Bappeda mengakui
Pendampingan Program KInerjaUSAID dalam SPM Kesehatan secara khususi
memberi beberapa pembelajaran antara lain:
1. Partisipasi aktif dari semua unsur dinas kesehatan, puskesmas dan MSF
Kesehatan sangat penting untuk menyusun regulasi daerah (peraturan
wali kota). Partisipasi ini sudah mendorong dengan kuat sehingga lahirnya
kebijakan yang sesuai dengan peningkatan pelayanan public terutama
dalam pemenuhan SPM Kesehatan. Partisipasi ini kuat antara para
pemerintah dan masyarakat memunculkan sikap saling mengawasi dalam
upaya pemenuhan SPM dan mendapatkan alternatif solusi dan dukungan
untuk masalah tersebut.
2. Peraturan Walikota tersebut telah menjadi dasar dinas kesehatan untuk
perencanaan dan penganggaran SPM Kesehatan. Namun, hal yang paling
penting terhadap peningkatan anggaran SPM adalah Keterlibatan dinas
teknis/kesehatan dengan tim anggaran/ Bappeda dalam pembahasan
kebijakan SPM. Keterlibatan ini telah menciptakan pemahaman yang
mendalam terhadap perencanaan dinas kesehatan secara detil sehingga
memudahkan dalam advokasi anggaran sesuai dengan pemenuhan target
SPM.
3. Hasil analisa kesenjangan capaian SPM dan anggaran yang diperlukan
merupakan dokumen akuntabilitas tinggi dalam penyusunan kebijakan
82
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
dan advokasi anggaran SPM Kesehatan. Dokumen costing SPM juga
dapat digunakan sebagai bahan pengawasan implementasi SPM (menjadi
lampiran Perwali SPM) baik oleh pemerintah maupun MSF.
4. Terbitnya Peraturan Walikota Makasar tentang SPM Nomor 101 Tahun
2013 makin meningkatkan pengawasan dan dorongan masyarakat (jurnalis
warga) kepada Pemda Makassar untuk mempercepat pemenuhan SPM.
5. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara rutin dan sistimatis akan
menjamin pencapaian dan kualitas pelayanan SPM Kesehatan.
E. Rekomendasi
•
•
•
•
Penting regulasi SPM sebagai payung untuk memastikan SPM menjadi
focus dalam proses perencanaan dan anggaran
Pengintegrasian SPM Kesehatan ke dalam Tahapan Proses Perencanaan
dan Penganggaran Daerah harus mendapatkan dukungan dari berbagai
pemangku kepentingan di daerah.
Kesinambungan SPM atau program kesehatan lainnya sangat tergantung
SPM terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah.
Keterlibatan masyarakat sebagai pengawas dan advocator sangat berperan
dalam menjaga kesesuaian dan kesinambungan program meski ada
pergantian pimpinan di tingkat SKPD maupun pimpinan daerah.
F. Pembiayaan
Untuk melaksanakan program ini diperlukan dana sekitar 100 juta rupiah untuk
pembiayaan lokakarya dan advokasi anggaran.
G. Testimoni
Samsiah Desni
Kepala Puskesmas Batua, Kota Makassar, Sulawesi Selatan
“Di puskesmas ini jumlah petugas kesehatan hanya kurang lebih 50 orang. Dengan jumlah
penduduk 66.204 orang. Tidak mungkin kami mampu untuk menghandle semua kesehatan
masyarakat kalau tidak ada mitra dari kami. Maka dengan adanya partisipasi dari masyarakat,
khususnya kader-kader posyandu maka program-program kesehatan itu kita bisa jalan
bersama”.
Detail Kontak
Dinas Kesehatan Kota Makasar
Jl. Teduh Bersinar No. 1 Makassar, Telp. 0411 - 881549 Fax. 0411 - 887710
e-mail :[email protected] Website: dinkeskotamakassar.net
Nama Pimpinan Unit :dr. Hj. A. Naisyah T. Azikin, M.Kes, HP. 0816276706
83
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.6 Rencana Strategis Berbasis Standar Pelayanan Beri
Peluang Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, Kota
Singkawang, Kalimantan Barat
Hingga tahun 2012, Dinas Kesehatan Kota Singkawang belum menggunakan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai acuan perencanaan dan
penganggaran program kesehatan. Kegiatan SPM masih hanya sebatas
pelaporan pencapaian dibanding target nasional. Pada tahun 2011, capaian
SPM kesehatan dinas kesehatan sangat bervariasi, berkisar 8% - 58% di
bawah target nasional. Namun, hasil evaluasi ini belum diintegrasikan dalam
rencana kerja Dinas Kesehatan.
Sejak bermitra dengan Kinerja-USAID, Dinas Kesehatan telah membuat
perubahan penting untuk mengintegrasikan SPM dalam rencana strategis
dinas. Bersama dengan puskesmas, dinas membuat rencana kegiatan dan
anggaran berdasarkan hasil evaluasi pencapaian SPM. Dua tahun setelah
bermitra dengan Kinerja-USAID, dinas kesehatan telah memiliki rencana
84
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
strategis yang komprehensif dan berbasis standar pelayanan minimal.
A. Situasi Sebelum Inisiatif
Meskipun target pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan
untuk menjamin pemerintah daerah memberikan pelayanan kesehatan
dasar yang berkualitas akan berakhir 2015, masih banyak pemerintah daerah
belum memahami dan menggunakan panduan ini.
Di Kota Singkawang, Dinas Kesehatan belum menggunakan SPM sebagai
acuan perencanaan programnya hingga tahun 2012. Program masih
dibuat berdasarkan kegiatan dan penyerapan anggaran tahun sebelumnya.
Akibatnya, program yang dibuat tidak mencerminkan kebutuhan riil di
lapangan. Selain itu, lemahnya kerjasama antar SKPD juga menghambat
penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas. Hingga tahun 2012, Kota
Singkawang tidak memiliki rencana program kesehatan yang komprehensif
karena setiap SKPD membuat rencana sendiri-sendiri, sehingga banyak
program yang tumpang-tindih.
Selain itu, masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan belum
dilibatkan dalam pembuatan rencana kerja pemerintah. Meskipun pada saat
itu masyarakat sudah cukup kritis terhadap penyediaan layanan kesehatan,
mereka tidak mempunyai forum yang mempertemukan dengan pihak
penyedia layanan untuk membahas pelayanan kesehatan yang disediakan
pemerintah terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) secara
berkala.
B. Strategi Implementasi
Faktor utama dalam keberhasilan SPM menjadi bagian dari rencana strategis
di Singkawang adalah kemitraan dinas kesehatan dan antara bermitra
dengan dengan forum multi-stakeholder (FMS) yang beranggotakan
staf pemerintah, tokoh masyarakat, pekerja sosial dan aktivis. Forum ini
dimaksudkan untuk mempertemukan penyedia dan pengguna layanan
kesehatan untuk berdiskusi tentang isu-isu kesehatan, terutama kesehatan
ibu dan anak di Kota Singkawang.
Kegiatan penerapan SPM dalam perencanaan program kerja pemerintah
terbagi menjadi beberapa tahapan:
85
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
1. Peningkatan
kapasitas
sumber daya manusia. Tahap
awal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa staff
dinas kesehatan, puskesmas,
dan
MSF
Kabupaten
memiliki pemahaman yang
sama tentang konsep SPM
dan kegunaan SPM untuk
meningkatkan
kualitas
pelayanan kesehatan. Pada
tahap ini, tim perumus
SPM juga dibentuk untuk
membantu puskesmas dan dinas kesehatan mengidentifikasi capaian SPM
mereka, analisa kesenjangan dan mencari solusi.
2. Identifikasi dan analisa capaian SPM. Dengan bantuan tim perumus, Dinas
Kesehatan Kota Singkawang dan puskesmas mengidentifikasi indicator
SPM yang telah mereka capai, analisa kesenjangan dan penyebabnya serta
menghitung anggaran yang diperlukan untuk mencapai indicator tersebut.
Berdasarkan analisa tersebut, tingkat capaian SPM kesehatan Kota Singkawang
tahun 2012, terutama untuk indicator kesehatan ibu dan anak sangat beragam,
berkisar 8% - 58% di bawah target nasional.
3. Perencanaan program. Puskesmas dilibatkan secara aktif dalam perencanaan
program untuk mengidentifikasi kebutuhan yang sesuai dengan kesenjangan
pelayanan dasar. Berdasarkan hasil diskusi para pemangku kepentingan, Kota
Singkawang memprioritaskan kegiatan penanganan komplikasi kebidanan
(indikator 2) dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan (indikator 3). Integrasi SPM dalam rencana lima
tahunan dinas kesehatan sangat diperlukan untuk menjamin keberlanjutan
program dan memberikan waktu yang cukup agar inisiatif ini memberikan
dampak terhadap kualitas layanan kesehatan.
86
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
C. Hasil dan Dampak
Satu tahun setelah program ini dijalankan, beberapa dampak terkait dengan
perencanaan program kesehatan yang lebih baik, kerjasama lintas-sektoral dan
partisipasi masyarakat mulai terlihat:
1. Peningkatan pemahaman pemangku kepentingan di Singkawang terhadap
pentingnya SPM dalam memenuhi hak rakyat dalam pelayanan kesehatan
dasar.
2. Dinas memiliki rencana strategi program kesehatan yang komprehensif
dan berbasis standar pelayanan minimal. Program kerja ini dibuat dan
disepakati oleh SKPD dan masyarakat.
3. Dinas kesehatan sudah merujuk dokumen ini sebagai rencana kerja tahunan
yang memastikan bahwa indicator SPM akan dicapai secara bertahap dalam
lima tahun kedepan.
4. Masyarakat sudah memiliki kemampuan membahas program kesehatan
sesuai SPM dalam proses perencanaan yang partisipatif.
5. Sikap dinas kesehatan dan puskesmas yang telah membuka diri telah
meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
D. Pembelajaran
Beberapa hasil pembelajaran yang
dipetik dari proses integrasi SPM
dalam perencanaan strategis dinas
kesehatan adalah:
1. Dokumentasi hasil penghitungan
SPM yang tercantum dalam
Renstra
membantu
dinas
kesehatan untuk membuat
program
kesehatan
yang
87
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
responsif dan akuntabel terhadap masalah kesehatan di lapangan
2. Keterlibatan masyarakat dalam program ini telah menumbuhkan rasa
kepemilikan masyarakat terhadap program kesehatan pemerintah dan
meningkatkan partisipasi publik dalam pengawasan pelayanan kesehatan
3. Hasil penghitungan SPM perlu dimasukkan dalam rencana strategis dinas
kesehatan untuk menjamin keberlanjutan program
E. Rekomendasi
1. Rencana strategis ini perlu ditindaklanjuti dengan dukungan anggaran dari
pemerintah kota untuk memastikan bahwa program ini dapat berjalan baik.
2. Forum Multi Stakeholder perlu dilibatkan dalam proses advokasi anggaran
untuk mendorong pemerintah mengalokasikan anggaran pemenuhan SPM.
3. Kegiatan penghitungan capaian SPM dan analisa kesenjangan perlu terus
dilakukan sebagai bagian dari monitoring dan evaluasi dinas dan puskesmas.
F. Anggaran
Total anggaran yang dibelanjakan sekitar 50 juta dengan rincian berikut:
88
•
Anggaran sumber Kinerja sebesar Rp. 40 juta untuk kegiatan pendampingan
(couching clinic) meliputi paket pertemuan dan transportasi peserta
sebanyak 3 kali pertemuan.
•
Pemerintah Daerah Singkawang turut berkontribusi sebesar 10 juta rupiah
untuk biaya pertemuan sinkronisasi data dan bimbingan teknipenyusunan
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Singkawang.
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
G. Testimoni
Akhmad Kismed
Kepala Dinas Kesehatan Kota Singkawang, Kalimantan Barat
“Beberapa kegiatan yang difasilitasi oleh USAID-Kinerja yang pernah kita ikuti yang pertama
itu adalah pendampingan SPM, Standar Pelayanan Minimal. Jadi ini merupakan sesuatu yang
sangat bermanfaat sekali yang saya rasakan di dinas kesehatan karena terus terang saja
sebelum itu kita belum pernah mendapatkan masukan tentang bagaimana membuat costing
pada SPM. Jadi itu sangat membantu sekali sehingga teman-teman sudah kita arahkan untuk
perencanaan ke depan, itu tetap mengacu kepada SPM yang ada. Karena kita sudah dilatih,
diberikan masukan-masukan oleh dengan difasilitasi oleh USAID-Kinerja.”
Detail Kontak
Bapak Akhmad Kismed
Kepala DInas Kesehatan Kota Singkawang, Hp. 0811579044
Dinas Kesehatan Kota Singkawang
Jl. Alianyang No. 7, Kota Singkawang
Telp. 0562.631393
89
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 5
Kesimpulan dan
Rekomendasi
5.1 Kesimpulan
Berbagai program maupun kegiatan yang telah dikembangkan oleh baik
Pemerintah Kabupaten/Kota, ataupun OMS di daerah telah menunjukkan hasil
yang cukup signifikan untuk mengatasi beberapa masalah pelayanan kesehatan
dan hal tersebut berkontribusi terhadap upaya perecepatan pencapaian SPM/
MDGs khususnya bidang kesehatan di daerah.
Ada banyak pembelajaran yang dapat diambil dari praktik-praktik cerdas
penerapan SPM bidang kesehatan dasar dalam buku ini, baik yang berhubungan
dengan cara melihat peluang, mengatasi hambatan dan tantangan serta langkahlangkah cerdas dalam upaya mengatasi berbagai masalah penyelenggaraan
pendidikan dasar di daerah dengan segala macam dinamika dan problematikanya.
Beberapa tantangan yang banyak didapatkan di beberapa praktik cerdas dalam
buku ini, antara lain:
90
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
1. Pemerintah kabupaten/kota belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban
dalam mengintegrasikan upaya pemenuhan target SPM bidang kesehatan
ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah baik dalam
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang bersifat tahunan maupun
Rencana Kerja Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
2. Pemerintah (Kementerian Dalam Negeri) dan Pemerintah Provinsi dalam
menjalankan fungsi pengawasan maupun pembinaan teknis tidak memiliki
kewenangan untuk memberikan sangsi kepada kabupaten/kota jika kinerja
yang ditargetkan tidak tercapai.
3. Pemenuhan anggaran kabupaten/kota dalam upaya percepatan pencapaian
SPM bidang kesehatan masih dalam batas kurang dari presentase yang
diharuskan.
4. Dominasi peran anggaran politis kepala daerah masih berorientasi pada
kepentingan daripada pencapaian kinerja pelayanan dasar minimal.
5. Validasi dan pemutahiran data menjadi salah satu kendala cukup serius
baik di internal instansi maupun antar instansi yang pada gilirannya akan
sangat menyulitkan dalam proses perencanaan dan penganggaran.
6. Pelaksanaan praktik-praktik cerdas penerapan SPM bidang kesehatan di
beberapa daerah membutuhkan dana yang sangat variatif, bergantung
pada kondisi daerah, ketersediaan sumber daya, dan faktor-faktor lain yang
dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan praktik cerdas.
Hal lain yang cukup menarik selain beberapa tantangan dan hambatan diatas
dan berkontribusi terhadap terjadinya Praktik Cerdas, adalah:
•
•
Adanya ruang terbuka bagi masyarakat sipil untuk dapat berperan serta
dalam mengatasi masalah penyelenggaraan kesehatan menjadi salah satu
kunci keberhasilan pada setiap pelaksanaan program.
Komitmen para pemangku kepentingan (baik eksekutif maupun legislatif,
dan stakeholder lainya) terbukti cukup efektif untuk mengatasi masalah
pemenuhan hak dasar masyarakat khususnya bidang kesehatan di wilayah
kepulauan dan desa terpencil
91
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5.2 Rekomendasi
1. Dukungan anggaran untuk memastikan keberlanjutan praktik cerdas dan
dengan dukungan kebijakan Kepala Daerah melalui pembuatan regulasi
daerah yang menjamin keberlanjutan program-program yang berkontribusi
langsung pada peningkatan pelayanan dasar kesehatan dan pencapaian
SPM dan MDGs bidang kesehatan
2. Kemitraan bidan-dukun: dukungan legal (MOU, SK Kades) berperan penting
setelah penyadaran melalui proses pelibatan multipihak, selain dukungan
anggaran untuk memastikan keberlanjutannya. Bidan Kontrak yang
dihasilkan melalui proses panjang antarjenjang pemerintah-pemerintah
daerah, menunjukkan sangat dibutuhkan keberanian dalam menghasilkan
invosasi berbasis peraturan sebagai bukti otonomi daerah.
3. Pengembangan dari Desa Siaga diperlukan dengan penguatan berbasis
kearifan lokal. Dorongan semangat budaya ‘Mapalus’ yang sarat
kebersamaan dan kegotongroyongan dalam menangani kesehatan
bersama ‘tou’ yang dilengkapi dengan alihpengalaman dan pengetahuan,
pokja-binamotivas, telah memperkokoh program nasional diadaptasi dan
diperkaya oleh nilai budaya lokal yang berakar. Desa ‘Mandara Mandidoha’
bahkan telah mendiversifikasi tidak hanya pada kesehatan, tetapi juga
mendukung pendidikan anak bersekolah dan modal usaha mikro sehingga
pendidikan bagi semua menjadi lebih nyata.
4. Intergrasi Standar Pelayanan Minimal dalam perencanaan dan penganggaran:
Peraturan Kepala Daerah tentang SPMl diperlukan untuk memastikan
SPM menjadi fokus dalam perencanaan dan penganggaran dan kepastian
ketersediaan dana, sebagai tindakan yang mengurangi ruang gerak politik
anggaran. Pendampingan dengan pelibatan aktif multi-pihak memastikan
komitmen dilaksanakan pada kondisi nyata lapangan. Pelibatan masyarakat
sebagai pengawas berperan menjaga kesesuaian dan kesinambungan
program. Dengan masuknya SPM dalam dokumen perencanaan dan
penganggaran formal, maka pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
dinilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah urusan wajib bidang
kesehatan melalui pengorganisasian antar jenjangpemerintahan, baik oleh
DPRD maupun oleh pemerintah/Kemendagri.
92
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5. Peningkatan kapasitas dan pelibatan Multipihak: peningkatan kapasitas
dibutuhkan pada aspek teknis pemahaman peraturan dan standar cakupan
pelayanan kesehatan. Selain itu aspek pendanaan membutuhkan teknis
perhitungan dan analisis yang dapat mengkonversi cakupan standar
pelayanan minimal kesehatan menjadi program dan kegiatan sesuai
peraturan keuangan daerah. Peningkatan kapasitas ini diperlukan bagi
satuan kerja perangkat daerah, pelaksana pelayanan dan pemerhati.
Kekuatan modul dan pendampingan menjadi penting, sehingga peningkatan
kapasitas diperlukan, yaitu:
a. Pada perangkat daerah teknis kesehatan menjadi tutor dan analis
kesehatan untuk pembinaan teknis kesehatan bagi pelaksana
pelayanan.
b. Pada pelaksana pelayanan kesehatan menguatkan demand side, yaitu
pemberian pelayanan sesuai standar cakupan pelayanan dan janji
layanan, tatalaksana pelayanan prima, dan utamanya memberikan
pelaporan berbasis data dengan pelibatan aktif MSF untuk diberikan
kepada perangkat kerja daerah dalam melaksanakan analisis dan
pembinaan teknis.
c. Pada pemerhati (MSF) menguatkan proses demand side, yaitu
penyadaran hak warga atas pelayanan kesehatan, penguatan media
untuk promosi dan advokasi, pergerakan, dan pengawasan bersama
warga atas pemenuhan hak yang patut diterimanya, partisipasi
pada pemenuhan kecukupan anggaran yang tidak dapat dipenuhi
oleh pemerintah daerah setelah dilakukan pengkajian bersama yang
mendalam dan sistematis.
6. Anggaran: direncanakan dengan ukuran berbasis kinerja melalui indikator
yang mewakili cakupan pelayanan kesehatan yang secara minimal wajib
dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah urusan wajib
kesehatan ataupun dalam pemenuhan janji layanan. Pelaksanaan anggaran
dipenuhi melalui ikatan dalam dokumen formal pemerintah daerah baik
perencanaan maupun penganggaran (jangka menengah, tahunan, APBD).
Penguatan dengan keputusan kepala daerah jika ada menjadi lebih
baik sebagai acuan untuk pemantauan dan pelaporan formal yang akan
dievaluasi oleh pemerintah di atasnya. Pengawasan pelaksanaan anggaran
93
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
diperlukan pelibatan MSF atas serapan anggaran dalam pencapaian cakupan
pelayanan sesuai janji layanan. Fase berikutnya diperlukan pengawasan
oleh badan pengawasan/inspektorat tidak hanya mengawasi capaian
pembangunan fisik, tetapi sekarang ini sudah seharusnya pengawasan
kinerja atas pelayanan kesehatan.
7. Bagi Kabupaten/Kota yang berkeinginan menerapkan atau mereplikasi
beberapa praktik-praktik cerdas ini dapat melakukan modifikasi, mendesain
ulang sehingga lebih aplikatif pada daerah dimana akan dilakukan replikasi,
sehingga kebutuhan dana akan sangat dinamis sesuai dengan situasi dan
kondisi daerah setempat.
94
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
96
Download