Cover Laptri I - 2016

advertisement
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia
Triwulan I
BANK INDONESIA
2016
Laporan Pelaksanaan
2016
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350
Telp: (62 21) 500131
Fax: (62 21) 3861458
Email: [email protected]
www.bi.go.id
Triwulan I
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
www.bi.go.id
Laporan Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang
Bank Indonesia
Triwulan I
2016
Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan
amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu
wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang
Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan
wewenang Bank Indonesia selama triwulan I - 2016.
HIGHLIGHTS KINERJA PEREKONOMIAN
Inflasi triwulan-2016 tetap terkendali
dan masih berada dalam kisaran
sasaran inflasi Bank Indonesia sebesar
4±1%. Inflasi IHK mencatat
0,62% (qtq)
atau inflasi 4,45% (yoy), sedangkan
deflasi sebesar
Stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga.
Selama triwulan I-2016, nilai tukar Rupiah,
secara point to point (ptp), menguat
sebesar
3,96% dan mencapai level
Rp13.260 per dolar AS. Penguatan
inflasi triwulanan kelompok
inti relatif stabil.
Rupiah sejalan dengan lebih terjaganya
Secara keseluruhan,
terhadap prospek perekonomian domestik.
USD0,3 miliar
Kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK)
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
triwulan I-2016 mencatat defisit sebesar
seiring dengan surplus transaksi modal
dan finansial yang lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya.
faktor risiko eksternal dan optimisme
Indonesia tetap terjaga. Hal itu tercermin
melalui Indeks SSK pada triwulan I-2016
rata-rata ISSK sebesar 0,86,
sedikit menurun dari
Pada akhir Maret 2016,
triwulan sebelumnya 0,93.
posisi cadangan devisa tercatat sebesar
USD107,5 miliar,
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
sebesar USD105,9 miliar.
Jumlah cadangan devisa cukup untuk
membiayai kebutuhan pembayaran impor
dan utang luar negeri
pemerintah selama 7,7 bulan.
Transaksi sistem pembayaran berjalan
aman dan lancar, didukung upaya
peningkatan keandalan penyelenggaraan
sistem
BI-RTGS, BI-SSSS,
dan SKNBI
sesuai dengan service level.
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia
pada akhir triwulan I-2016 tercatat sebesar
USD316,0 miliar
atau tumbuh 5,7%
(yoy),
dan relatif stabil dibandingkan dengan
pertumbuhan ULN akhir triwulan IV-2015.
Transaksi tunai berjalan lancar,
ditopang pemenuhan
kebutuhan uang kartal dalam
jumlah yang cukup dan layak edar.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
iii
HIGHLIGHTS KEBIJAKAN BANK INDONESIA
• Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI rate
sebesar 75 basis point (bps) dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100
bps. Kebijakan ini sejalan dengan upaya mengarahkan inflasi menuju kisaran sasaran
sebesar 4±1%.
•Penurunan BI Rate sebesar 75 bps juga diikuti oleh penurunan suku bunga standing
facilities (SF). Suku bunga Deposit Facility (DF) dan Lending Facility (LF) masing-masing
turun sebesar 75 bps sehingga menjadi 4,75% dan 7,25%.
• Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga operasi pasar terbuka (OPT) antara 40
bps sampai dengan 75 bps.
• Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dan daerah difokuskan pada
upaya pembenahan logistik pangan guna mendukung pencapaian ketahanan pangan
dan terjaganya stabilitas harga.
• Agar pelaksanaan kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) berjalan lebih efektif, Bank
Indonesia berkoordinasi dengan instansi terkait seperti SKK Migas, Ditjen Bea dan
Cukai, Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak, dan asosiasi.
• Kegiatan pengaturan makroprudensial difokuskan terhadap penyusunan ketentuan
yang berlaku untuk internal Bank Indonesia, termasuk pelaksanaan sosialisasi dari
ketentuan yang diterbitkan pada triwulan IV-2015.
• Bank Indonesia melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance
Sheet (FABS) untuk mendukung asesmen likuiditas, financial imbalances, dan risiko
sistemik antar-sektor institusi.
• Untuk pendalaman pasar keuangan syariah, Bank Indonesia telah menerbitkan PBI
Nomor 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Rupiah. Peraturan mengenai
hedging syariah ditetapkan dalam rangka menjaga kelangsungan ekonomi nasional
melalui penguatan struktur pasar valuta asing domestik.
• Bank Indonesia bersama BNP2TKI, Kemenkumham, Kemendagri, OJK, dan Pemda
Nunukan menginisiasi pembangunan poros sentra pelatihan dan pemberdayaan
daerah perbatasan, dengan Nunukan, Kalimantan Utara sebagai pilot project. Kegiatan
ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas Iayanan dokumen TKI dan pelatihan/
pemberdayaan kepada TKI.
• Terkait perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD), Bank Indonesia telah menyusun
pengembangan model bisnis pada komunitas pondok pesantren. Model ini telah
diujicobakan di Ponpes Daarut Tauhiid di Bandung, Jawa Barat dan ponpes Al Mawadah
di Ponorogo, Jawa Timur.
• Untuk mendukung Sistem Pembayaran, Bank Indonesia telah mengevaluasi kegiatan
pengembangan SKNBI Generasi II tahap II Modul Bulk Payment. Bank Indonesia juga
telah melakukan kegiatan pelatihan terhadap seluruh Peserta SKNBI dan instalasi
Sistem Sentral Kliring yang mulai digunakan sejak 5 Februari 2016.
iv
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
• Penggunaan Central Bank Money (CeBM) Tahap Hybrid II untuk setelmen dana transaksi
surat berharga di pasar modal telah diimplementasikan mulai 28 Maret 2016. Tahap
Hybrid II melengkapi implementasi Tahap Hybrid I dengan transaksi SBN dalam
denominasi Rupiah oleh perusahaan efek (PE).
• Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan sebagai payung hukum dalam pelaksanaan
kegiatan lelang Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dan penatausahaan
SBN. Penerbitan aturan ini untuk meningkatkan keamanan, efisiensi, dan kelancaran
maupun untuk meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter,
dan stabilitas sistem keuangan nasional.
• Untuk memperluas penggunaan instrumen pembayaran nontunai, Bank Indonesia
memfasilitasi Pemda DKI dalam pengembangan konsep kartu Jakarta One. Konsep
Jakarta One adalah pengembangan integrasi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dapat
berfungsi sebagai instrumen pembayaran nontunai, khususnya uang elektronik dan
kartu ATM/debet.
• Bank Indonesia senantiasa mendukung upaya represif yang dilakukan Kepolisian RI
untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana pemalsuan uang.
• Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia bersama TNI AL melaksanakan dua kali layanan
kas ke wilayah terpencil dan pulau terdepan NKRI, yaitu pada 24-30 Maret 2016 dan 27
Maret-2 April 2016.
• Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup dan layak
edar di seluruh pelosok Indonesia, Bank Indonesia menambah lima Kas Titipan sehingga
menjadi 40 lokasi Kas Titipan di berbagai wilayah Indonesia. Yang beranggotakan 399
bank peserta.
• Untuk mendukung efektivitas berbagai kebijakan Bank Indonesia, langkah penguatan
koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait terus dilakukan, baik dalam rangka
pengendalian inflasi, maupun menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi.
• Dalam fora internasional, Bank Indonesia terlibat aktif dalam Forum G20, Forum IMF,
Kerja sama Asean, Kerja sama Asean+3, Kerja sama Bank of International Settlement (BIS),
Kerja sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar bank sentral.
• Bank Indonesia melanjutkan implementasi 28 Program Strategis secara cermat guna
mencapai visi dan misi Bank Indonesia 2024.
• Pengelolaan Sistem Informasi (SI) difokuskan pada kelanjutan Program Transformasi
Bank Indonesia dengan penetapan Information System - Enterprise Architecture (IS-EA)
2015–2024.
• Untuk mendukung penguatan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia
membentuk Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) dan Departemen
Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
v
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang senantiasa memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Bank Indonesia masih dapat menjalankan segenap tugas
dan wewenang yang diamanahkan oleh Undang-Undang pada Triwulan I-2016. Setelah
menutup tahun 2015 dengan berbagai gejolak dan tantangan perekonomian baik dari
domestik maupun eksternal, pada tiga bulan pertama di tahun 2016 ini, pertumbuhan
ekonomi domestik masih dalam tren melambat. Selain kinerja ekspor yang masih lemah
akibat berlanjutnya penurunan harga komoditas, terbatasnya konsumsi Pemerintah dan
investasi swasta juga menahan pemulihan perekonomian. Namun kami bersyukur bahwa
stabilitas makroekonomi dalam kondisi terjaga dan ketidakpastian di pasar keuangan
global relatif mereda.
Kondisi tersebut menciptakan ruang pelonggaran moneter dimana Bank Indonesia selama
Triwulan I-2016 secara berturut-turut menurunkan BI Rate pada periode Januari, Februari,
dan Maret. Selain penyesuaian suku bunga kebijakan, langkah pelonggaran moneter juga
ditempuh dengan menurunkan besaran Giro Wajib Minimum (GWM). Ditengah kondisi
inflasi yang terkendali dan tingkat defisit neraca transaksi berjalan yang lebih sehat,
kebijakan ini diharapkan akan ikut meningkatkan permintaan domestik dan pada gilirannya
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga tentunya sejalan dengan
upaya stimulus melalui berbagai paket kebijakan dan komitmen reformasi struktural yang
dijalankan Pemerintah.
Seiring dengan langkah pelonggaran moneter yang dilakukan, kami mencermati bahwa
sentimen positif mewarnai pasar keuangan domestik. Nilai tukar Rupiah di sepanjang
Triwulan I-2016 relatif terjaga dan bahkan mengalami penguatan. Kondisi ini didukung oleh
lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian
Indonesia kedepan, sehingga mendorong berlanjutnya aliran masuk dana nonresiden
baik di pasar primer maupun sekunder. Hal ini kemudian juga mendorong capaian surplus
pada transaksi modal dan finansial serta peningkatan cadangan devisa yang mampu
mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga kesinambungan pertumbuhan
ekonomi Indonesia ke depan.
Kondisi makroekonomi yang kondusif pada Triwulan I-2016 juga didukung oleh stabilitas
sistem keuangan (SSK) yang terjaga. Walaupun kredit perbankan tumbuh melambat
sejalan dengan perlambatan ekonomi domestik, ketahanan permodalan industri
perbankan tetap kuat dan diikuti dengan terjaganya kondisi likuiditas. Risiko kredit sendiri
tercatat meningkat, namun masih berada dalam tingkat yang aman. Guna senantiasa
meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik, Bank Indonesia
terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang telah ditempuh. Hal ini dilakukan
dengan menyusun pedoman operasional baik untuk pengawasan makroprudensial
maupun untuk kewajiban pembentukan Countercyclical Capital Buffer.
vi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
Periode awal tahun 2016 ini juga kami sambut sebagai periode yang monumental bagi
penguatan sistem keuangan di Indonesia. Setelah melewati perjalanan panjang selama
lebih dari satu dekade, pada 17 Maret 2016, Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK)
menjadi Undang-Undang. Dengan adanya landasan hukum yang memperjelas pembagian
tugas dan tanggungjawab antara Pemerintah dan otoritas terkait, kami meyakini sistem
keuangan Indonesia akan lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan. Lebih
lanjut, Bank Indonesia sebagai salah satu otoritas yang diamanahkan untuk mengemban
mandat UU PPKSK akan berperan dalam enam hal utama, yaitu (1) Sebagai anggota Komite
SSK dengan hak suara ; (2) Melakukan koordinasi pemantauan dan pemeliharaan SSK ; (3)
Koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam penetapan bank sistemik ; (4) Pemberian
pinjaman likuiditas jangka pendek ; (5) Pembelian SBN yang dimiliki LPS untuk penanganan
permasalahan bank ; dan (6) Dukungan terhadap program restrukturisasi perbankan.
Guna menjamin stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia
juga terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran nasional untuk mewujudkan
layanan yang aman, efisien, dan handal bagi masyarakat. Pasca implementasi Sistem
Kliring Nasional Generasi II di tahun 2015, Sistem Sentral Kliring telah dapat digunakan
oleh seluruh peserta pada Triwulan I-2016. Hal ini diikuti dengan kegiatan pelatihan
yang intensif untuk menjamin kelancaran transisi yang dibutuhkan. Selain itu, komitmen
efisiensi layanan juga ditempuh melalui implementasi tahap kedua dalam penggunaan
Central Bank Money (CeBM) untuk aktivitas setelmen di pasar modal. Dengan modernisasi
teknologi serta perluasan penggunaan CeBM, kami meyakini pengelolaan risiko yang lebih
baik dapat tercipta dalam berbagai layanan sistem pembayaran yang diberikan oleh Bank
Indonesia.
Segenap capaian dalam menghadapi tantangan perekonomian tentunya tidak akan dapat
terwujud tanpa koordinasi dan komunikasi yang baik diantara pemangku kepentingan.
Oleh karena itu, ke depan Bank Indonesia juga akan terus memperkuat sinergi kebijakan
untuk mengawal stabilitas dan mewujudkan pertumbuhan yang kuat, inklusif, seimbang,
dan berkelanjutan. Respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam bidang
moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran-pengelolaan uang Rupiah akan terus
bersinergi dengan kebijakan Pemerintah dan Otoritas terkait dalam meredam hambatan
dan permasalahan perekonomian yang ke depan akan semakin kompleks dan menantang.
Jakarta, 24 Juni 2016
GUBERNUR BANK INDONESIA
Agus D.W. Martowardojo
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
vii
Daftar Isi
BAB I
Ringkasan
Eksekutif
02
05
1.1. Kinerja Perekonomian
1.2. Kebijakan yang Ditempuh
BAB II
2.1. Inflasi
2.2. Pertumbuhan Ekonomi
2.3. Neraca Pembayaran
2.4. Utang Luar Negeri
2.5. Nilai Tukar Rupiah
2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valuta Asing
2.6.1. Perkembangan Pasar Uang
2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan
2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan
2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri
Perbankan
2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan
2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan
2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar
2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank
2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga)
2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi
2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran
2.11. Perkembangan Pengedaran Uang
viii
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
12
14
18
21
21
22
22
24
25
25
28
28
28
30
31
31
35
35
36
37
38
39
44
Perkembangan Kondisi
Makroekonomi,
Moneter, Sistem
Keuangan,
Sistem Pembayaran
BAB III
Pelaksanaan
Tugas Pokok dan
Wewenang
Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter
48
3.1.1. Kebijakan Moneter
48
3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar
49
3.1.2.1. Pengelolaan Moneter
49
3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar
51
3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah
51
Boks: Mempercepat Perbaikan Sistem Logistik untuk
Memperkuat Ketahanan Pangan
52
3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri
55
3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor
56
3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan
57
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan
58
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 58
3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial
58
3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial
59
Boks : Peran Bank Indonesia dalam Penanganan dan
Pencegahan Krisis Sistem Keuangan
60
3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah
63
3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas)
64
3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion)
66
3.2.4.1. Implementasi Edukasi Keuangan termasuk Kampanye Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT), LKD, dan Uang Elektronik
66
3.2.4.2. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD)
67
3.2.4.3. Launching Poros Sentra Pelatihan dan Pemberdayaan Daerah Perbatasan di Nunukan
70
3.2.4.4. Pilot Project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pondok Pesantren
70
3.2.4.5. Edukasi Keuangan Kepada Masyarakat, Anggota Kelompok Tani Dan Nelayan, Pelaku Usaha Mikro
di Kabupaten Pesisir Barat
71
3.4.2.6. Mendorong Keuangan Inklusif Berbasis Kartu untuk Mendukung Program Pemerintah
71
3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM)
72
3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan untuk Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM 72
3.2.5.2. Program KPwBI DN dalam Pengembangan UMKM 73
3.2.5.3. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM
74
3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan
75
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
ix
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang
Boks : Implementasi Masterplan Centralized Cash Network
Planning (CCNP)
3.4. Kerja Sama Internasional
3.4.1. Kerja Sama Negara G20
3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF
3.4.3. Kerja Sama Asean
3.4.4. Kerja Sama Asean + 3
3.4.5. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS)
3.4.6. Kerja Sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP)
3.4.7. Kerja Sama Lainnya
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan
3.5.1. Komunikasi Kebijakan
3.5.2. Edukasi Kebanksentralan
3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional
3.5.4. Pengembangan dan penguatan Regional Investor Relations Unit (RIRU)
3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia
3.6.1. Pelaksanaan Kegiatan Monitoring Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia
3.6.2. Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi untuk Mendukung Program Strategis Bank Indonesia
3.6.3. Progres Program Strategis Bank Indonesia
77
79
82
88
89
89
90
92
92
92
93
93
94
94
96
97
98
99
99
100
100
BAB IV
4.1. Tata Kelola Governance
4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja
4.3. Manajemen Risiko
4.4. Audit Intern
4.5. Keuangan Internal
4.6. Sistem Informasi
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia
4.8. Aspek Hukum
4.9. Program Sosial Bank Indonesia
x
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
106
107
107
110
111
113
114
114
117
118
Kapabilitas Intern
Bank Indonesia
LAMPIRAN
Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan I - 2016
1. Peraturan Bank Indonesia
2. Surat Edaran Ekstern
3. Peraturan Dewan Gubernur
Daftar Istilah
Daftar Singkatan
121
122
122
122
123
128
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
xi
Daftar Tabel
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan,
Sistem Pembayaran
BAB II
Tabel 2.1. Penyumbang Inflasi Volatile Foods
Tabel 2.2. Penyumbang Inflasi Administered Prices
Tabel 2.3. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy)
Tabel 2.4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy)
Tabel 2.5. Kepemilikan SBN
Tabel 2.6. Perkembangan Indeks Saham Regional
Tabel 2.7.Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit
Industri Perbankan (%)
Tabel 2.8.Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
Tabel 2.9. Kinerja Korporasi Publik Tw IV-2014 dan Tw IV-2015
Tabel 2.10. Volume Transaksi Pembayaran
Tabel 2.11. Nilai Transaksi Pembayaran
Tabel 2.12. Transaksi Transfer Dana Triwulan I – 2016
Tabel 2.13.Transaksi UKA-TC Triwulan I - 2016
Tabel 2.14.Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Bank
Tabel 2.15.Indikator Pengedaran Uang
BAB III
31
32
35
41
41
42
43
44
45
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.1. Realisasi Penarikan ULN Pemerintah
Tabel 3.2. Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah
Tabel 3.3. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak
Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016
Tabel 3.4. Permintaan IDI per Triwulan sejak Triwulan IV-2014 s.d
Triwulan I-2016
Tabel 3.5. Tahapan Pengembangan CeBM
Tabel 3.6. Jumlah Kegiatan Komunikasi Berdasarkan Channel
Komunikasi Triwulan I-2016
xii
13
13
15
17
26
27
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
56
56
76
76
79
95
Daftar Grafik
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Grafik 2.1
Grafik 2.2
Grafik 2.3
Grafik 2.4
Grafik 2.5
Grafik 2.6
Grafik 2.7
Grafik 2.8
Grafik 2.9
Grafik 2.10
Grafik 2.11
Grafik 2.12
Grafik 2.13
Grafik 2.14
Grafik 2.15
Grafik 2.16
Grafik 2.17
Grafik 2.18
Grafik 2.19
Grafik 2.20
Grafik 2.21
Grafik 2.22
Grafik 2.23
Grafik 2.24
Grafik 2.25
Grafik 2.26
Grafik 2.27
Grafik 2.28
Grafik 2.29
Grafik 2.30
Grafik 2.31
Grafik 2.32
Grafik 2.33
Grafik 2.34
Grafik 2.35
Grafik 2.36
Grafik 2.37
Perkembangan Inflasi
Inflasi Inti
Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
Ekspektasi Inflasi Konsumen
Inflasi Volatile Foods
Inflasi Administered Prices
Pertumbuhan Investasi
Penjualan Semen
Penjualan Eceran
Indeks Kepercayaan Konsumen
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
Defisit Transaksi Berjalan (% PDB)
Neraca Transaksi Berjalan
Neraca Perdagangan Triwulan I 2016
Neraca Perdagangan Bulan April 2016
Neraca Transaksi Modal dan Finansial
Neraca Pembayaran Indonesia
Perkembangan Cadangan Devisa
Nilai Tukar Rupiah
Nilai Tukar Kawasan Triwulanan
Volatilitas Nilai Tukar
Perkembangan Transaksi PUAB
Perkembangan Suku Bunga PUAB
Volume Transaksi Repo (rrh)
Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan
Volume Transaksi Valas (rrh)
Komposisi Transaksi Valas
Yield Obligasi Negara
Volatilitas Yield 20 hari
Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG
Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Perkembangan & Volatilitas IHSG
Perkembangan Industri Reksadana
Rasio Non-Performing Loan
Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
12
12
12
12
13
13
15
15
16
16
16
16
19
19
19
20
20
20
20
22
22
22
23
23
23
23
24
24
26
26
27
27
27
28
29
29
29
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
xiii
Grafik 2.38
Grafik 2.39
Grafik 2.40
Grafik 2.41
Grafik 2.42
Grafik 2.43
Grafik 2.44
Grafik 2.45
Grafik 2.46
Grafik 2.47
Grafik 2.48
Grafik 2.49
Grafik 2.50
Grafik 2.51
Grafik 2.52
Grafik 2.53
Grafik 2.54
Grafik 2.55
Grafik 2.56
Grafik 2.57
Grafik 2.58
Grafik 2.59
Grafik 2.60
Grafik 2.61
Pertumbuhan DPK (yoy)
Komposisi Alat Likuid Perbankan
Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan
Aset dan Investasi Industri Asuransi
Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Perkembangan Perusahaan Pembiayaan
Rasio Non Performing Financing
Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan
Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan
Kegiatan Dunia Usaha Tw I-2016
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya
Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy)
NPL Kredit UMKM
Komposisi Pengeluaran Kredit berdasarkan Sektor
Permintaan Informasi dan Pengaduan SP
Pengaduan Konsumen SP ke BI Berdasarkan Instrumen
Permintaan Informasi SP Berdasarkan Instrumen
Uang Kartal yang Diedarkan (UYD)
Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD dan PDB
Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
BAB III
Grafik 3.1
Grafik 3.2
Grafik 3.3
Grafik 3.4
Grafik 3.5
xiv
30
30
30
31
33
33
33
33
34
34
35
35
36
37
37
38
38
39
43
43
43
44
44
45
Outstanding Operasi Moneter-Total (eop)
Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi (eop)
Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop)
Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak
Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016
Permintaan IDI sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
50
50
50
76
77
Daftar Gambar
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)
Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan I-2016
BAB III
14
18
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
Gambar 3.1 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia
Gambar 3.2 Pengelolaan Kas Titipan
85
87
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
xv
xvi
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB I
Ringkasan Eksekutif
BAB I Ringkasan Eksekutif
1.1. Kinerja Perekonomian
Pada triwulan I-2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 4,92% (year on year/yoy),
lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Rendahnya pertumbuhan ekonomi itu akibat
masih terbatasnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi swasta pada awal
tahun. Kondisi itu menyebabkan investasi swasta pun tumbuh melambat dari 6,90%
triwulan sebelumnya menjadi 5,57%.
Di tengah terbatasnya konsumsi pemerintah dan swasta, konsumsi rumah tangga tumbuh
4,97%, lebih kuat dari triwulan sebelumnya sebesar 4,85%. Peningkatan konsumsi rumah
tangga ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Kuatnya konsumsi rumah tangga ini
didukung oleh stabilitas harga, kenaikan konsumsi non-makanan, dan sejumlah indikator
konsumsi yang menunjukkan perkembangan positif.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor mulai membaik sejalan dengan peningkatan ekspor
beberapa komoditas. Pada triwulan I-2016, ekspor mencatat kontraksi 3,88% (yoy),
membaik dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 6,44% (yoy). Hal ini seiring
dengan membaiknya ekspor komoditas pertanian dan manufaktur.
Pada periode yang sama, kontraksi impor tercatat sebesar 4,24%, lebih baik dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 8,06%. Perbaikan kinerja impor ini sebagai respons
kuatnya konsumsi rumah tangga dan mulai menggeliatnya sektor industri manufaktur.
Perbaikan impor terutama terjadi pada barang konsumsi dan bahan baku.
Secara sektoral, perlambatan ekonomi dipengaruhi oleh melemahnya kinerja beberapa
sektor nontradable seperti sektor jasa keuangan, sektor konstruksi, dan sektor jasa lainnya.
Perlambatan sektor jasa lainnya terkait dengan pola musiman belanja pemerintah pada
awal tahun yang masih rendah. Masih rendahnya penyaluran kredit juga berdampak pada
kinerja subsektor jasa perantara keuangan.
Dari sisi sektor tradable, perbaikan kinerja ekspor manufaktur ikut mendorong
pertumbuhan sektor industri pengolahan. Pertumbuhan ini sejalan dengan naiknya
Purchasing Managers’ index (PMI) pada Maret 2016 menjadi di atas 50. Selain itu, realisasi
belanja infrastruktur pemerintah ikut menciptakan insentif pada sektor manufaktur,
khususnya sub-industri alat berat.
Pada 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi
terutama ditopang oleh stimulus fiskal, khususnya realisasi pembangunan proyek
infrastruktur yang semakin cepat. Di sisi lain, investasi swasta diharapkan akan meningkat,
seiring dengan dampak paket kebijakan pemerintah yang terus digulirkan dan pemanfaatan
ruang pelonggaraan moneter secara terukur.
Secara umum, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan semakin baik. Hal itu
tercermin pada inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang sustainable, dan nilai
tukar yang terkendali. Bank Indonesia memperkirakan inflasi masih sesuai dengan sasaran
inflasi 2016 pada kisaran 4±1%.
Pada triwulan I-2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat deflasi sebesar 0,62%
(qtq) atau inflasi 4,45% (yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat
inflasi sebesar 1,27% (qtq) atau 6,87% (yoy). Penurunan inflasi bersumber dari kelompok
administered price dan kelompok volatile foods, sedangkan inflasi triwulanan kelompok inti
relatif stabil.
Selama triwulan I-2016, inflasi inti tercatat sebesar 0,80% (qtq) atau 3,50% (yoy), relatif
stabil dari inflasi triwulan sebelumnya sebesar 0,62% (qtq). Cenderung stabilnya inflasi inti
seiring dengan terjaganya ekspektasi dan masih lemahnya permintaan domestik.
2
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Di sisi lain, kelompok volatile foods mencatat inflasi sebesar 2,47% (qtq) atau 9,59% (yoy).
Secara triwulanan, inflasi volatile foods lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, namun secara tahunan cenderung lebih tinggi. Sedangkan kelompok
administered prices mengalami deflasi sebesar 1,64% (qtq) atau inflasi 2,76% (yoy) menyusul
penurunan harga bahan bakar minyak (BBM).
Pada triwulan I-2016, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami defisit sebesar
USD0,3 miliar seiring dengan surplus transaksi modal dan finansial yang masih rendah. Di
sisi lain, defisit transaksi berjalan turun dari USD5,1 miliar (2,4% PDB) menjadi USD4,7 miliar
(2,1% PDB). Penurunan defisit transaksi berjalan terutama ditopang oleh surplus neraca
perdagangan nonmigas. Hal ini sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik.
Sementara itu, neraca perdagangan migas membaik seiring dengan menyusutnya impor
minyak. Perbaikan kinerja transaksi berjalan juga disumbang oleh berkurangnya defisit
neraca jasa. Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer meningkat terkait pola
pembayaran bunga surat utang pemerintah.
Pada periode yang sama, transaksi modal dan finansial mencatat surplus USD4,2 miliar,
terutama ditopang aliran masuk modal investasi portofolio dan investasi langsung. Aliran
masuk modal investasi portofolio neto mencapai USD4,4 miliar, sedangkan investasi
langsung tercatat surplus sebesar USD2,2 miliar.
Pada akhir Maret 2016, posisi cadangan devisa tercatat sebesar USD107,5 miliar. Jumlah itu
cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah
selama 7,7 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional.
Sementara itu, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar USD316,0 miliar,
meningkat 5,7% (yoy). Peningkatan terutama terjadi pada ULN jangka panjang, sedangkan
ULN jangka pendek menurun. Berdasarkan kelompok peminjam, ULN sektor publik tercatat
meningkat, sedangkan ULN sektor swasta menurun.
Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB)
tercatat sebesar 36,5%, sedikit meningkat dari posisi akhir triwulan IV-2015 sebesar 36,0%.
Bank Indonesia memandang perkembangan ULN masih cukup sehat, namun perlu terus
diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan
terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta.
Selama triwulan I-2016, nilai tukar rupiah masih cukup terjaga. Secara point to point (ptp),
nilai tukar rupiah menguat sebesar 3,96% dan mencapai level Rp13.260 per dolar AS.
Penguatan ini disertai dengan penurunan volatilitas nilai tukar rupiah. Bahkan, volatilitas
rupiah relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara peers (setara Indonesia) seperti
Real Brasil, Rand Afrika Selatan, Ringgit Malaysia, Won Korea Selatan, dan Lira Turki.
Sementara itu, aktivitas transaksi di pasar uang menurun. Dibandingkan triwulan
sebelumnya, volume rata-rata harian transaksi pasar uang rupiah turun 6,33%
menjadi Rp12,94 triliun per hari. Sedangkan rata-rata harian volume transaksi PUAB
(uncollateralized) turun sebesar Rp503 miliar menjadi Rp12,05 triliun per hari. Suku bunga
PUAB juga menurun seiring dengan sikap (stance) kebijakan moneter Bank Indonesia.
Secara umum, kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia tetap terjaga. Kinerja pasar
keuangan Indonesia pun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini
didorong oleh peningkatan PDB dan menguatnya nilai tukar rupiah. Penurunan BI rate juga
turut berperan dalam menciptakan sentimen positif sehingga mendorong investor asing
masuk ke pasar saham dan surat berharga negara (SBN) di Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
3
BAB I Ringkasan Eksekutif
Industri perbankan juga menunjukkan ketahanan yang baik. Per Februari 2016, rasio
kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan nasional sebesar 21,93%, jauh
di atas ketentuan minimum 8%. Dengan permodalan yang tinggi, perbankan memiliki
ruang yang cukup untuk menyerap peningkatan risiko akibat perlambatan perekonomian.
Sejauh ini, perbankan Indonesia masih mampu menjaga berbagai risiko yang ada seperti
risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar.
Pada triwulan I-2016, pertumbuhan kredit industri perbankan tercatat sebesar 8,75% (yoy),
di bawah triwulan sebelumnya yang sebesar 10,45% (yoy). Perlambatan pertumbuhan
kredit terutama untuk kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). Kondisi ini seiring
dengan penurunan kinerja korporasi akibat perlambatan ekonomi yang juga berdampak
pada penurunan kinerja keuangan rumah tangga.
Di sisi lain, risiko kredit industri perbankan justru meningkat, namun masih cukup jauh di
bawah batas aman sebesar 5%. Pada triwulan I-2016, rasio nonperforming loan (NPL) gross
industri perbankan mencapai 2,83% dari triwulan sebelumnya 2,49%. Peningkatan risiko
kredit terjadi pada semua jenis kredit dan semua sektor kecuali sektor listrik.
Di tengah perlambatan ekonomi domestik, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan
masih tumbuh melambat. Pada triwulan I-2016, DPK industri perbankan tumbuh sebesar
6,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,26% (yoy).
Komponen deposito dan deposito tumbuh melambat masing-masing sebesar 2,76% (yoy)
dan 9,43% (yoy), sedangkan tabungan meningkat menjadi 10,32% (yoy).
Secara umum, kondisi likuiditas industri perbankan meningkat. Salah satunya disebabkan
semakin variatifnya instrumen penempatan dana, selain karena permintaan kredit juga
melambat. Setelah dikurangi pemenuhan giro wajib minimum (GWM), total alat likuid
perbankan meningkat dari Rp857,80 triliun menjadi Rp985,07 triliun.
Suku bunga simpanan dan suku bunga kredit menurun cukup signifikan. Hal ini sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan I-2016, rata-rata suku bunga
kredit perbankan turun 11 bps dari 12,89% menjadi 12,78%. Suku Bunga Dasar Kredit
(SBDK) juga cenderung menurun.
Pada triwulan I-2016, kegiatan usaha meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya.
Hal itu tercermin pada peningkatan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 5,80%,
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 3,02%. Kondisi ini tidak sejalan dengan
pertumbuhan kredit pada sektor korporasi yang menurun sebesar 3,23% (qtq), Yang perlu
diwaspadai, penurunan kredit sektor korporasi itu diiringi peningkatan rasio NPL dari
2,51% menjadi 2,93%.
Secara umum, kinerja korporasi publik masih melambat. Hal itu tercermin pada indikator
utama kinerja korporasi seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan inventory
turn over yang memburuk. Di sisi lain, kinerja sektor rumah tangga menunjukkan
peningkatan. Optimisme konsumen menguat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tersebut tidak terlepas
dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran. Sejauh ini, sistem pembayaran
berlangsung aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Keandalan dan ketersediaan
sistem pembayaran mencapai tingkat layanan yang telah ditetapkan.
Bank Indonesia pun terus berupaya untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran yang
diselenggarakan Bank Indonesia. Pertama, Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BIRTGS) sebagai setelmen dana. Kedua, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System
(BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia.
Ketiga, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
4
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan lancar dan aman.
Selama triwulan I-2016, volume transaksi alat pembayaran menggunakan kartu (APMK)
tumbuh sebesar 0,69% menjadi 1.293.820,18 ribu transaksi. Hal itu menunjukan semakin
seringnya penggunaan APMK di masyarakat, khususnya kartu ATM dan/atau kartu debet.
Dalam periode yang sama, nilai transaksi uang elektronik meningkat sebesar 4,20% menjadi
Rp1,4 triliun.
Selama periode laporan, Bank Indonesia mampu memenuhi ketersediaan uang rupiah
dalam jumlah yang cukup. Posisi Uang yang Diedarkan (UYD) mencapai Rp508,5 triliun,
turun Rp78,2 triliun atau 13,3% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp586,8
triliun. Penurunan ini merupakan faktor musiman sebagai dampak terjadinya arus balik
uang kartal dari perbankan pascaperiode Natal dan liburan akhir tahun 2015.
Dari sisi keseimbangan eksternal, defisit transaksi berjalan diperkirakan terkendali dengan
struktur yang lebih sehat. Kondisi ini didukung bauran kebijakan moneter, kebijakan
makroprudensial, dan penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah. Bank Indonesia
dan pemerintah akan terus memperkuat koordinasi untuk mendorong percepatan
reformasi struktural, termasuk melalui implementasi berbagai paket kebijakan ekonomi.
Untuk itu, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai
fundamentalnya, Meski demikian, ada sejumlah faktor eksternal yang perlu diwaspadai,
seperti kondisi pasar keuangan di Tiongkok, perkembangan harga minyak dunia, dan
faktor domestik.
1.2. Kebijakan yang Ditempuh
Di tengah tantangan yang meningkat selama 2016, Bank Indonesia terus memperkuat
bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan itu
ditempuh demi terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan
stabilitas sistem keuangan, untuk mendukung kesinambungan perekonomian nasional.
Di bidang moneter, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan moneter
untuk memastikan laju inflasi menuju sasaran 4±1% dan defisit transaksi berjalan lebih
sehat. Kebijakan moneter didukung kebijakan suku bunga, nilai tukar, penguatan
operasi moneter, pengelolaan arus modal, komunikasi kebijakan, dan koordinasi dengan
pemerintah maupun otoritas terkait.
Selama triwulan I-2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga sehingga meningkatkan
keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan. Kondisi ini tidak
terlepas dari kebijakan penurunan BI rate dan Giro Wajib Minimum (GWM). Dalam tiga
bulan laporan, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI rate sebesar 75
basis point (bps) dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100bps. Keputusan
itu sejalan dengan masih terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter.
Di sisi lain, Bank Indonesia dan pemerintah memperkuat koordinasi untuk pembenahan
logistik pangan demi pencapaian ketahanan pangan dan terjaganya stabilitas harga.
Buruknya kualitas sistem logistik disadari menjadi salah satu penyebab gejolak inflasi di
daerah. Untuk itu, Bank Indonesia dan pemerintah sepakat untuk memfokuskan koordinasi
pengendalian inflasi daerah dan memperkuat intensifikasi pertanian.
Pemerintah berkomitmen untuk membenahi manajemen logistik dan mempercepat
perbaikan sistem logistik infrastruktur pangan. Selain itu, pemerintah dan Bank Indonesia
akan mengintensifkan peran TPI dan TPID, serta penetapan program stabilisasi harga.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
5
BAB I Ringkasan Eksekutif
Dalam pengelolaan likuiditas dan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menempuh kebijakan
stabilisasi sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi. Selama triwulan I-2016, Bank
Indonesia terus berusaha untuk menjaga pergerakan sasaran operasional kebijakan
moneter. Pengelolaan moneter dilakukan melalui pengelolaan likuiditas perbankan dalam
bentuk operasi moneter (OM) yang terdiri atas operasi pasar terbuka (OPT) dan standing
facilities (SF).
Dalam pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga stabilitas nilai
tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Pada triwulan I-2016, tekanan pelemahan
rupiah mereda sejalan dengan membaiknya sentimen domestik dan global. Hal ini tidak
terlepas dari keputusan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, akselerasi stimulus
fiskal, perbaikan iklim investasi, dan Paket Kebijakan Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah yang
dikeluarkan sebelumnya.
Untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik.
Kegiatan itu antara lain mengumpulkan dan mengolah data maupun informasi ekonomi,
moneter, dan sistem keuangan. Selanjutnya, Bank Indonesia menyusun laporan atau analisis
atas data-data tersebut. Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis survei dan
liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor
riil.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE), Bank Indonesia terus
melakukan pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan. Selama
triwulan I-2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda
tercatat sebanyak 168 eksportir, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak
250 eksportir. Sedangkan yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor
sebanyak 22 eksportir, menurun dari sebelumnya 39 eksportir.
Selama Januari-Februari 2016, penerimaan DHE menurun dari USD17,32 miliar menjadi
USD17,22 miliar. Untuk meningkatkan efektivitas pemantauan DHE, Bank Indonesia
berkoordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih
efektif.
Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan
pengawasan makroprudensial. Bank Indonesia pun terus meningkatkan ketahanan sistem
keuangan dan memitigasi risiko sistemik dalam sistem keuangan.
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menyusun ketentuan yang berlaku untuk internal Bank
Indonesia. Bank Indonesia juga menyempurnakan Peraturan Dewan Gubernur mengenai
protokol manajemen krisis sebagai acuan bagi satuan kerja (satker) di Bank Indonesia.
Seiring dengan penerbitan UU No.9 Tahun 2016 tentang PPKSK, Bank Indonesia akan
memfokuskan pengaturan makroprudensial yang bersifat sebagai peraturan pelaksanaan
UU PPKSK dan ketentuan lain yang terkait. Rencananya, Bank Indonesia akan menerbitkan
PDG PMK setelah proses harmonisasi dengan UU PPKSK diselesaikan. Bank Indonesia juga
akan menyusun ketentuan mengenai Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP).
Dalam pengembangan pasar uang rupiah, Bank Indonesia mendorong pelaku pasar
memanfaatkan transaksi yang bersifat collateralized atau transaksi repo. Transaksi repo
telah banyak digunakan bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 dan beberapa bank BUKU 3
sebagai alat manajemen likuiditas. Namun demikian, belum seluruh bank menggunakan
transaksi repo.
Terkait pendalaman di pasar uang valas, Bank Indonesia memfokuskan pengembangan
variasi instrumen penempatan dana valas secara luas dan derivatif suku bunga. Pada
6
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
triwulan I-2016, Bank Indonesia mulai menyiapkan dan mematangkan instrumen baru
yang bisa mendukung stabilitas pasar keuangan domestic dalam menghadapi risiko kurs.
Untuk memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM, Bank Indonesia senantiasa
melakukan kegiatan penelitian, pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan,
dan kegiatan lain. Kegiatan itu terutama untuk meningkatkan kapabilitas UMKM dalam
mengakses kredit atau pembiayaan.
Dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia tetap
konsisten menjaga perannya. Bank Indonesia juga berperan aktif dalam penyusunan
master plan “Fajar Baru”, termasuk proses pendirian Komite Nasional Keuangan Syariah pada
6 Januari 2016. Untuk mengawal dan mengembangkan ekonomi syariah, Bank Indonesia
membentuk departemen khusus, yaitu Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah.
Untuk menciptakan keuangan inklusif, Bank Indonesia terus melakukan berbagai kegiatan
edukasi keuangan secara masif dan berkelanjutan. Edukasi keuangan juga dilakukan
bersama lembaga/kementerian lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
Kementerian Pertanian (Kementan). dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan untuk menjaga
dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran.
Bank Indonesia juga terus menyempurnakan ketentuan untuk meningkatkan kualitas
layanan. Secara konsisten, Bank Indonesia terus berupaya untuk memperluas akses
penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap memperhatikan aspek
perlindungan konsumen.
Di bidang pengelolaan uang Rupiah, kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah
diarahkan untuk mencapai tiga pilar. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan
terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, dan ketiga,
layanan kas yang prima. Dalam kegiatan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia juga
menjalin kerja sama dengan berbagai pihak.
Dalam proses perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang, Bank Indonesia
berkoordinasi dengan pemerintah. Dalam pencetakan uang, Bank Indonesia menjalin
kerja sama dengan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum
Peruri). Sebagai upaya pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah,
Bank Indonesia berkoordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi
Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal). Bank Indonesia juga mendukung berbagai
upaya represif yang dilakukan Kepolisian RI untuk memberikan efek jera kepada pelaku
tindak pidana pemalsuan uang.
Demi mencapai layanan kas prima, Bank Indonesia membuka Layanan Kas Keliling di
tempat-tempat keramaian, wilayah perbatasan, daerah terpencil, dan pulau terdepan
Indonesia. Untuk memperluas layanan kas ke wilayah terpencil dan pulau terdepan NKRI,
Bank Indonesia berkoordinasi dengan TNI AL dan pemerintah daerah. Perluasan jaringan
Kas Titipan pada perbankan di daerah terpencil juga terus dilakukan. Selama triwulan
I-2016, Bank Indonesia menambah lima Kas Titipan yaitu di Berau (Provinsi Kalimatan
Timur), Blangpidi (Provinsi DI Aceh), Tual (Provinsi Maluku), Tobelo (Provinsi Maluku Utara),
dan Sungai Penuh (Provinsi Sumatera Barat).
Selain di dalam negeri, Bank Indonesia secara aktif menjalin kerja sama melalui berbagai
fora internasional. Bank Indonesia terlibat dalam Forum G20, Forum IMF, kerja sama Asean,
kerja sama Asean+3, kerja sama Bank of International Settlement (BIS), kerja sama East Asia
Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar bank sentral.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
7
BAB I Ringkasan Eksekutif
Dalam pertemuan G20, delegasi Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan secara garis
besar menyampaikan posisi Indonesia. Indonesia mendesak G20 untuk berkontribusi
nyata pada permasalahan ekonomi global. Terkait isu perpajakan, Indonesia mendukung
implementasi BEPS Action Plan dan Pertukaran Informasi Keuangan secara Otomatis (AEoI)
di semua negara, tanpa kecuali. Indonesia juga mendukung agenda internasional dalam
memerangi terorisme.
Dalam forum IMF, kuota Indonesia meningkat dari 0,872% menjadi 0,975%.
Konsekuensinya, Indonesia membayar kenaikan kuota sebesar Rp48,17 triliun sehingga
total kuota Indonesia di IMF menjadi Rp87,17 triliun. Dari sisi kepentingan domestik,
kenaikan kuota memberikan ruang lebih besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan jaring
pengaman keuangan global jika diperlukan.
Dalam kerja sama ASEAN, Bank Indonesia berperan aktif dalam penyusunan Strategic
Action Plan 2025. Secara aktif, Bank Indonesia mengambil posisi leadership dalam Working
Committee. Bank Indonesia bersama Filipina terpilih sebagai co-chair SLC untuk periode
2016-2018.
Bank Indonesia menjalankan fungsi kerja sama internasional untuk menciptakan persepsi
positif lembaga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Melalui fungsi Investor
Relation Unit (IRU), Bank Indonesia menjalin hubungan dengan lembaga rating dan
investor internasional. Sepanjang triwulan I-2016, IRU telah melaksanakan sejumlah
kegiatan untuk mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia.
Untuk mendukung efektivitas kebijakan, Bank Indonesia secara aktif menggunakan
berbagai media komunikasi. Selain media konvensional, Bank Indonesia memperluas
jangkauan komunikasi melalui berbagai media sosial. Bank Indonesia juga melakukan
komunikasi langsung dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dengan
memberikan pengajaran kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi.
Sebagai kelanjutan program 2015, Bank Indonesia memutuskan untuk mengelola
28 program strategis dari 5 tema transformasi. Program Strategis 1-25 merupakan
kelanjutan program 2015, dengan fokus pada pengembangan kerangka kebijakan dan
operasionalisasi, penguatan mekanisme pengambilan keputusan, serta penyempurnaan
infrastruktur. Tiga program strategis lainnya merupakan program baru. Tiga program
strategis ini berfokus untuk penguatan kerangka kerja kebijakan moneter, pengembangan
strategi operasional dalam kerangka kebijakan makroprudensial, dan penyusunan RUU
Bank Indonesia.
Selain pengembangan program strategis, Bank Indonesia menyempurnakan mekanisme
pengelolaan program strategis, proses monitoring, dan pelaksanaan komunikasi program
transformasi. Bank Indonesia telah memperbaiki pedoman pelaksanaan program strategis,
termasuk proses quality management. Bank Indonesia juga telah melaksanakan beberapa
tema program strategis seperti policy excellence, outstanding execution, institutional
leadership, motivated organization, dan state of the art technology.
Untuk mendorong pencapaian misi dan visi Bank Indonesia, Bank Indonesia
menyempurnakan mekanisme dalam manajemen strategis. Untuk 2016, Bank Indonesia
telah menetapkan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai alat ukur
keberhasilan pencapaian strategi. Sasaran Strategis dan IKU Bank Indonesia itu menjadi
acuan dalam penyusunan Kontrak Kinerja Satuan Kerja.
8
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB I Ringkasan Eksekutif
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia terus memperkuat fungsi manajemen risiko
melalui re-organisasi untuk mengoptimalkan fungsi manajemen risiko. Struktur organisasi
manajemen risiko disempurnakan dengan tujuan agar lebih efektif guna mendukung
kegiatan pemantauan, konsultasi maupun fasilitasi yang lebih fokus dan mendalam.
Dalam menjalankan fungsi audit, Bank Indonesia menggunakan metode pendekatan Risk
Based Internal Audit (RBIA) yang memprioritaskan audit pada proses bisnis berisiko tinggi
dengan frekuensi audit setiap tahun. Sampai dengan akhir triwulan I-2016, seluruh temuan
audit dengan komitmen penyelesaian pada triwulan berjalan telah selesai ditindaklanjuti
oleh satuan kerja.
Sementara itu, kebijakan manajemen keuangan ditujukan untuk meningkatkan tata
kelola (good governance) dan memelihara keberlanjutan keuangan Bank Indonesia. Tujuan
selanjutnya adalah mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter,
sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.
Pada 2016, dukungan Sistem Informasi (SI) difokuskan pada kelanjutan Program
Transformasi Bank Indonesia dengan penetapan Information System - Enterprise Architecture
(IS-EA) 2015–2024. Selama 2016, pengelolaan SI juga difokuskan pada penyediaan
layanan SI yang andal dan berkualitas. Hingga triwulan I-2016, Bank Indonesia telah
menyelesaikan seluruh target milestone yaitu proses evaluasi kinerja vendor pelaksana
pekerjaan infrastruktur Tahun Anggaran 2014/2015.
Sepanjang triwulan I-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan 7 (tujuh) peraturan
perundang-undangan. Peraturan itu terdiri atas 3 (tiga) Peraturan Bank Indonesia dan 4
(empat) Surat Edaran Ekstern. Selain itu, Bank Indonesia mengeluarkan 16 (enam belas)
peraturan internal Bank Indonesia, yang terdiri atas 6 (enam) Peraturan Dewan Gubernur
dan 10 (sepuluh) Surat Edaran Internal.
Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter dan keuangan, Bank
Indonesia terus menjalankan program sosial. Melalui program sosial, Bank Indonesia dapat
meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan
pencapaian tujuan Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
9
BAB II
Perkembangan Kondisi Makroekonomi,
Moneter, Sistem Keuangan,
Sistem Pembayaran
Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan I-2016 berada di bawah perkiraan. Namun,
pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini terutama disebabkan
oleh terbatasnya akselerasi konsumsi pemerintah dan investasi swasta yang belum maksimal.
Konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat, seiring terjaganya harga. Dari sisi
eksternal, kinerja ekspor secara umum juga menunjukan kinerja positif.
Inflasi pada triwulan I-2016 masih terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi tahun
2016 yakni 4,0±1%. Hal ini juga sejalan dengan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar
AS yang terutama didorong oleh berlanjutnya aliran modal asing, akibat meredanya risiko
eksternal dan optimisme terhadap perekonomian domestik. Stabilitas sistem keuangan juga
tetap terjaga yang ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan
yang cukup kuat. Defisit transaksi berjalan triwulan I-2016 menurun, terutama didorong oleh
meningkatnya surplus neraca perdagangan.
RINGKASAN PERKEMBANGAN KONDISI MAKROEKONOMI,
MONETER, SISTEM KEUANGAN, SISTEM PEMBAYARAN
1. Inflasi inti cenderung stabil seiring dengan terjaganya ekspektasi dan masih lemahnya
permintaan domestik.
2. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat, didukung oleh perkembangan
harga yang terjaga.
3. Kinerja ekspor mulai membaik sejalan dengan peningkatan ekspor beberapa komoditas.
4. Perkembangan utang luar negeri (ULN) masih cukup sehat, namun perlu terus
diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional.
5. Rupiah menguat sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme
terhadap prospek perekonomian domestik.
6.Penurunan BI rate turut berperan dalam menciptakan sentimen positif yang mendorong
investor asing masuk ke pasar saham dan surat berharga negara (SBN) di Indonesia.
7. Indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang triwulan I-2016 bergerak positif yang
ditopang oleh membaiknya kinerja beberapa sektor ekonomi.
8. Pertumbuhan kredit industri perbankan melambat, namun ketahanan permodalan
industri perbankan masih tetap kuat.
9. Perkembangan suku bunga simpanan dan kredit berada dalam tren menurun sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
10.Kinerja pembiayaan Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) mulai membaik, terutama
industri asuransi.
11.Pertumbuhan kredit UMKM mencapai 7,9% (yoy), sedikit melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar 8,0%.
12.Realisasi kredit usaha rakyat (KUR) selama triwulan I-2016 mencapai Rp26,9 triliun atau
26,9% dari target penyaluran (Rp100 triliun), dengan jumlah debitur sebesar 1,1 juta.
13.Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia maupun industri berjalan
dengan aman dan lancar.
14.Posisi Uang yang Diedarkan (UYD), turun Rp78,2triliun atau 13,3% (qtq) karena faktor
musiman sebagai dampak terjadinya arus balik uang kartal dari perbankan.
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
2.1. Inflasi
Inflasi pada
triwulan I-2016
masih terkendali
dan mendukung
pencapaian
sasaran inflasi
tahun 2016 yakni
4,0±1%.
Inflasi berada pada level yang rendah dan diperkirakan masih dengan kisaran sasaran
inflasi 2016, yaitu 4±1%. Pada triwulan I-2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat
deflasi sebesar 0,62% (qtq) atau inflasi 4,45% (yoy), turun dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mencatat inflasi sebesar 1,27% (qtq) atau 6,87% (yoy). Penurunan
inflasi bersumber dari kelompok administered price (AP) dan kelompok volatile food (VF),
sedangkan inflasi triwulanan kelompok inti relatif stabil (Grafik 2.1).
Grafik 2.1
Perkembangan Inflasi
Grafik 2.2
Inflasi Inti
Inflasi inti pada triwulan I-2016 terkendali yang didorong oleh terjaganya ekspektasi inflasi.
Inflasi inti tercatat sebesar 0,80% (qtq) atau 3,50% (yoy), relatif stabil dari inflasi triwulan
sebelumnya sebesar 0,62% (qtq) (Grafik 2.2). Cenderung stabilnya inflasi inti pada Tw I-2016
didorong antara lain oleh penguatan Rupiah dan terjaganya ekspektasi inflasi.
Inflasi inti yang terjaga tersebut turut didukung oleh tren ekspektasi inflasi di level pedagang
eceran maupun konsumen yang menurun. Namun, dalam jangka pendek, ekspektasi inflasi
menunjukkan sedikit peningkatan, terutama memasuki pertengahan tahun sesuai dengan
polanya memasuki tahun ajaran baru, Ramadhan, dan Idul Fitri. Peningkatan tersebut
tercermin dari ekspektasi inflasi di tingkat pedagang eceran dan konsumen (Grafik 2.3 dan
Grafik 2.4).




­€‚

­€
Grafik 2.3
Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
12


Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016


­€‚

­€
Grafik 2.4
Ekspektasi Inflasi Konsumen
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Pada triwulan I-2016, secara triwulanan (qtq), kelompok volatile foods mencatat inflasi
sebesar 2,47%, lebih rendah dari inflasi volatile foods pada triwulan sebelumnya sebesar
2,62% (Grafik 2.5). Lebih rendahnya inflasi volatile foods pada Tw I-2016 terutama didorong
oleh komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring dengan meningkatnya pasokan
day old chick dan pakan ternak (Tabel 2.1).
Tabel 2.1
Penyumbang Inflasi Volatile Foods





­€

‚
ƒ€
„…
  
     
   Grafik 2.5
Inflasi Volatile Foods
Pada triwulan I-2016, secara triwulanan (qtq), kelompok administered prices pada Tw
I-2016 mencatat deflasi sebesar 1,64%, lebih rendah dari inflasi administered prices pada
Tw IV-2015 sebesar 1,09% (Grafik 2.6). Deflasi kelompok administered prices pada Tw I-2016
terutama didorong oleh penurunan harga BBM dan penguatan nilai tukar rupiah (Tabel
2.2).
Tabel 2.2
Penyumbang Inflasi Administered Prices




Grafik 2.6
Inflasi Administered Prices
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
13
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Secara spasial, inflasi Maret 2016 (mtm) yang relatif rendah terjadi di Kawasan Timur
Indonesia (KTI), Kalimantan, dan Jawa. Inflasi di wilayah Kalimantan dan Jawa masingmasing tercatat sebesar 0,10% (mtm) dan 0,16% (mtm), lebih rendah dari inflasi nasional
(0,19%, mtm). Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di wilayah Sumatera, terutama
disumbang oleh Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Hal ini, antara lain, terkait dengan
peningkatan harga bawang merah dan cabai merah (Gambar 2.1).
Aceh
-0,21
SUMUT
0,84
KEP. RIAU
0,27
RIAU
0,47
KALTIM
0,21
JAMBI
0,2
SUMSEL
0,26
KEP.
BABEL
-0,27
SUMBAR
0,62
BENGKULU
KALBAR
-0,06
KALTENG
-0,15
DKI
KALSEL
JAKARTA
0,14
0,15
JATENG
0,39
0,04
LAMPUNG
0,44
BANTEN
0,1
Inf > 3,0%
JABAR
0,2
2,0% < Inf < 3,0%
DIY
0,02
SULBAR
-0,02
PAPBAR
-0,07
PAPUA
0,11
MALUKU
-0,26
BALI
0.19
1% < Inf < 2%
MALUT
0,28
GORONTALO
0,15
SULSEL
0,08
JATIM
0,04
SULUT
-0,03
SULTENG
0,38
NTT
-0,76
SULTRA
0,16
NTB
-0,07
0,5% < Inf 1%
0% < Inf < 0,5%
Inf < 0%
Gambar 2.1
Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)
Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi akan berada dalam
kisaran sasaran 4±1% pada tahun 2016. Bank Indonesia dan Pemerintah, baik di pusat
maupun daerah, akan berupaya untuk terus menurunkan inflasi volatile foods menjadi
single digit sebagaimana tercantum dalam roadmap pengendalian inflasi.
2.2. Pertumbuhan Ekonomi
Meski melambat
pada 2015,
ekonomi Indonesia
menunjukkan
indikasi peningkatan
mencapai pada
2016 konsumsi
rumah tangga
masih tumbuh
cukup kuat
didukung oleh
perkembangan
harga yang terjaga.
Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan I-2016 lebih rendah dari perkiraan
dan diperkirakan membaik pada triwulan-triwulan berikutnya. Pada triwulan I-2016,
pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,92% (yoy), disebabkan oleh terbatasnya
pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi swasta (Tabel 2.3). Sementara itu,
konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat, didukung oleh perkembangan
harga yang terjaga. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor secara keseluruhan juga mengalami
perbaikan sejalan dengan peningkatan ekspor beberapa komoditas.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah pada triwulan I-2016, antara lain disebabkan oleh
konsumsi pemerintah yang tumbuh terbatas. Konsumsi pemerintah turun dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 7,31% (yoy). Penurunan tersebut dipengaruhi
pola musiman belanja pemerintah pada awal tahun yang masih relatif terbatas.
Selain konsumsi pemerintah, melambatnya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
investasi yang tumbuh terbatas. Secara keseluruhan, investasi tumbuh melambat menjadi
5,57% (yoy) dari 6,90% (yoy) pada triwulan IV-2015. Perkembangan tersebut terutama
didorong oleh terkontraksinya investasi nonbangunan.
14
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Tabel 2.3
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy)


 ­
 ­
€













‚ƒ„‚… †‡
ˆ
Berdasarkan jenisnya, investasi nonbangunan mencatat kontraksi sebesar 0,26% (yoy)
dibandingkan dengan pertumbuhan positif sebesar 3,10% (yoy) pada triwulan IV-2015
(Grafik 2.7). Hal ini dipengaruhi oleh perlambatan investasi mesin dan perlengkapan,
sejalan dengan masih terkontraksinya impor barang modal. Sementara itu, investasi
bangunan tumbuh sedikit melambat dari 8,21% (yoy) menjadi 7,67% (yoy) pada triwulan
I-2016, antara lain tercermin pada indikator investasi bangunan seperti penjualan semen
yang melemah (Grafik 2.8).
%, yoy
9
Penjualan
Semen
6
8
4
2
7
0
6
-2
-4
%, yoy
8

Grafik 2.7
Pertumbuhan Investasi
-6
5
PDB Konstruksi (sk.kanan)
I
II
III
IV
2014
I
II
III
2015
IV
I
4
2016
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia dan BPS
Grafik 2.8
Penjualan Semen
Sementara itu, konsumsi rumah tangga tumbuh cukup kuat didukung oleh perkembangan
harga yang terjaga. Konsumsi rumah tangga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi
pada triwulan I-2016. Hal itu tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga
yang relatif stabil 4,97% (yoy) dari sebelumnya 4,95% (yoy). Kuatnya konsumsi rumah
tangga tersebut didorong oleh kenaikan konsumsi nonmakanan, khususnya konsumsi
transportasi, sejalan dengan menurunnya harga BBM, dan konsumsi komunikasi.
Konsumsi rumah tangga yang masih kuat didukung oleh sejumlah indikator konsumsi yang
menunjukkan perkembangan positif. Penjualan eceran meningkat, terutama bersumber
dari perbaikan penjualan kelompok komunikasi dan perlengkapan rumah tangga (Grafik
2.9). Sejalan dengan positifnya penjualan eceran, perbaikan penjualan sepeda motor
berlanjut pada triwulan I-2016. Selain itu, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada
triwulan I-2016 juga menunjukkan peningkatan (Grafik 2.10).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
15
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran

Grafik 2.9
Penjualan Eceran
Grafik 2.10
Indeks Kepercayaan Konsumen
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor secara keseluruhan juga mengalami perbaikan sejalan
dengan peningkatan ekspor beberapa komoditas. Pada triwulan I-2016, ekspor mencatat
kontraksi 3,88% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar
6,44% (yoy). Berdasarkan kelompoknya, tertahannya kontraksi ekspor didukung oleh
perbaikan ekspor komoditas pertanian dan manufaktur (Grafik 2.11). Ekspor manufaktur
naik ditopang perbaikan kinerja ekspor logam dasar, alat listrik, dan kayu olahan. Sementara
itu, ekspor pertanian tumbuh relatif stabil didorong oleh positifnya ekspor ikan. Di sisi lain,
ekspor pertambangan memburuk didorong oleh semakin dalamnya kontraksi ekspor
batubara akibat berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok.
Pada triwulan I-2016, kontraksi impor juga membaik sebagai respons kuatnya konsumsi
rumah tangga dan mulai menggeliatnya sektor industri manufaktur. Kontraksi impor
pun membaik menjadi 4,24% (yoy) dari 8,05% (yoy) pada triwulan IV-2015. Tertahannya
kontraksi impor terutama ditopang oleh membaiknya impor barang konsumsi dan bahan
baku (Grafik 2.12). Impor barang konsumsi tumbuh positif, antara lain didorong oleh
kenaikan impor barang konsumsi tahan lama dan semi tahan lama.
Sementara itu, kontraksi impor bahan baku membaik terutama ditopang oleh kenaikan
impor makanan dan minuman primer untuk industri, bahan bakar, serta komponen dan
aksesoris untuk barang modal. Sejalan dengan masih lemahnya investasi nonbangunan,
masih terjadinya kontraksi impor barang modal, kecuali angkutan.
% yoy
% yoy
Pertanian
Manufaktur
Total
2014
2015
Grafik 2.11
Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil
16
Barang Modal
Mining
Total
Barang
Konsumsi
Bahan Baku
PDB Impor
PDB
Ekspor
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
2016
2014
2015
Grafik 2.12
Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil
2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Secara sektoral (lapangan usaha), perlambatan ekonomi terutama dipengaruhi oleh
melemahnya kinerja beberapa sektor nontradable. Perlambatan sektor nontradable
terutama dipengaruhi oleh perlambatan kinerja sektor jasa lainnya, sektor jasa keuangan,
dan sektor konstruksi (Tabel 2.4). Sektor jasa keuangan melambat dipengaruhi oleh masih
rendahnya penyaluran kredit.
Sementara itu, perlambatan sektor konstruksi terkait dengan kegiatan konstruksi oleh
investor swasta yang masih terbatas, di tengah kemajuan beberapa proyek infrastruktur
pemerintah. Di sisi lain, perlambatan sektor informasi dan komunikasi disebabkan oleh
terbatasnya penetrasi jaringan 4G yang sudah hampir selesai di kota besar. Kendati secara
nominal mengalami kenaikan pertumbuhan tetapi kenaikan pendapatan telekomunikasi
masih berbasis pada kenaikan harga paket dasar internet (Rp/kbps).
Dari sisi sektor tradable, pertumbuhan sektor industri pengolahan meningkat sejalan
dengan kinerja ekspor produk manufaktur yang juga membaik. Peningkatan juga sejalan
dengan naiknya Purchasing Managers’ index (PMI) pada Maret 2016 menjadi di atas 50.
Selain itu, realisasi belanja pemerintah melalui infrastruktur juga menciptakan insentif
pada sektor manufaktur, khususnya sub-industri alat berat. Demikian pula dengan kinerja
otomotif yang mulai membaik sebagaimana tercermin pada penjualan motor yang
membaik.
Tabel 2.4
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy)
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2010
Sektor
2014








PDB
­ €‚­
ƒ„
……‚
…†‚
ƒ‡‚
…„ƒ
‚ˆƒ
…‚‚
„€„€
Ġ
…€€
‡†„
­ˆ†
………
‚‡ƒ
†‡ˆ
5,02
2015
I
II
III
IV
€„
‰„ˆ­
€„
„‚ˆ
…ˆ‡
ƒ€ˆ
„­
…‚†
ˆˆ‚
„€€‡
†…‚
…­ƒ
‚ˆƒ
‚ˆ
…€ˆ
‚„ ‚‡†
4,73
ƒ†ƒ
‰…­€
„„
€‚ƒ
‚‚ƒ
…ˆ…
„‚€
…‡­
ˆ‚…
‡ƒƒ
­ƒˆ
…€ˆ
‚ƒ ƒ­‡
„„‚„
‚ †
†€ƒ
4,66
ˆˆ ‰…ƒƒ
…„
€…ƒ
†‚…
ƒ†­
„ˆ‡
‚­ƒ
†
„€‚ „€ˆƒ
‚†
‚ƒˆ
„­‚
†€†
ƒˆˆ
†„„
4,74
„…‚
‰‚‡„
ˆ…
„†„
ƒ‚‚
†­ ­‚‚
‚ƒ‚
…‚‡
‡‚ „­…­
­…
†„ˆ
ƒ‚€
…ˆ­
‚ †„…
5,04
2015
€­
‰…€†
­…
„­„
‚„‚
ƒƒ…
­ ‚
ƒƒ†
ˆƒ
„€€ƒ
†…ˆ
†­
‚ƒ‡
‚…
‚ …
‚„€
†€†
4,79
2016
I
„†…
‰€ƒƒ
…‡
‚…€
† ‚†‚
€ ‚‚ˆ
…ƒ­
†­†
‡„€
†‚
†„ ‡ …­ƒ
†…­
‚‡­
4,92

Secara spasial, perlambatan ekonomi pada triwulan I-2016 terjadi hampir di seluruh wilayah
Indonesia, terutama disumbang oleh perlambatan ekonomi di wilayah Jawa. Pertumbuhan
ekonomi di wilayah Jawa melambat dari 5,87% (yoy) pada triwulan IV-2015 menjadi 5,31%
(yoy), terutama dipengaruhi oleh terbatasnya penyerapan belanja pemerintah di berbagai
daerah di Jawa. Perlambatan ekonomi juga terjadi di wilayah Sumatera dari 4,56% (yoy)
pada triwulan IV-2015 menjadi 4,18% (yoy), dipengaruhi oleh penurunan produksi kelapa
sawit sebagai akibat tingginya curah hujan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
17
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Ekonomi Kalimantan tumbuh 1,08% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 1,45% (yoy). Berlanjutnya penurunan ekspor barubara karena ekonomi
Tiongkok yang terus melambat menjadi salah satu penyebab perlambatan ekonomi
Kalimantan. Penurunan kinerja ekspor tambang ini menyebabkan ekonomi Kalimantan
Timur mengalami kontraksi yang lebih dalam dari triwulan sebelumnya. Begitu pula
perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang tumbuh melambat dari sebelumnya
8,60% menjadi 6,01% pada triwulan I 2016. Perlambatan di wilayah KTI terutama didorong
oleh kontraksi pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua karena turunnya produksi mineral.
SUMATERA
JAWA
4,6
3,5 3,0 3,1
I
II
5,3 5,2
III IV
2015
I
I
2016
KALIMANTAN
5,9
4,2
II
2,0
5,5
5,3
III IV
2015
KTI
1,4
1,5
1,1
6,5
I
2016
I
9,4 8,9 8,6
6,0
0,4
I
I
2016
II
III IV
2015
Aceh
3,7
II
III IV
2015
I
2016
Realisasi PDB Nasional TW I’16: 4,92%
SUMUT
5
KEP. RIAU
4,6
RIAU
2,3
KALBAR
5,9
KALTIM
-1,29
JAMBI
3,4
SUMSEL
4,9
KEP.
BABEL
3,3
SUMBAR
5,5
KALTENG
5,2
DKI
KALSEL
JAKARTA
4
5,6
JATENG
5,1
BENGKULU
5
LAMPUNG
5,1
BANTEN
5,1
PDRB ≥ 7,0%
JABAR
5,1
DIY
5
6,0% ≤ PDRB < 7,0%
SULBAR
6,1
SULSEL
7,4
BALI
6
JATIM
5,3
5,0% ≤ PDRB < 6,0%
SULUT
6
SULTENG
11,8
MALUT
5,1
PAPBAR
5,5
PAPUA
-2,03
GORONTALO
6,6
MALUKU
5,5
NTT
5,1
SULTRA
5,2
NTB
10
4,0% ≤ PDRB < 5,0%
0% ≤ PDRB < 4,0%
PDRB < 0%
Gambar 2.2
Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan I-2016
2.3. Neraca Pembayaran
Ditengah
penurunan
kinerja NPI
Meski menurun
pada triwulan
I-2016, membaik
didorongserta
transaksi modal
dan finansial
mencatat surplus
ditopang oleh
Aliran masuk
modal investasi
portofolio neto.
18
Defisit transaksi berjalan pada triwulan I-2016 menurun, terutama didorong oleh
meningkatnya surplus neraca perdagangan. Defisit transaksi berjalan turun dari USD5,1
miliar (2,4% PDB) pada triwulan IV-2015 menjadi USD4,7 miliar (2,1% PDB) pada triwulan
I-2016 (Grafik 2.13). Penurunan defisit transaksi berjalan terutama ditopang oleh surplus
neraca perdagangan nonmigas yang meningkat akibat penurunan impor nonmigas (-5,2%
qtq) yang lebih besar dari penurunan ekspor nonmigas (-2,6% qtq). Hal ini sejalan dengan
masih terbatasnya permintaan domestik.
Sementara itu, meskipun ekspor nonmigas secara keseluruhan menurun, kinerja ekspor
beberapa komoditas nonmigas mulai menunjukkan perbaikan. Di sisi lain, neraca
perdagangan migas membaik seiring dengan menyusutnya impor minyak karena harga
minyak dunia yang lebih rendah (Grafik 2.15). Perbaikan kinerja transaksi berjalan juga
disumbang oleh berkurangnya defisit neraca jasa yang mengikuti penurunan impor
barang dan turunnya pengeluaran wisatawan nasional selama berkunjung ke luar negeri.
Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer meningkat terkait pola pembayaran
bunga surat utang pemerintah (Grafik 2.14).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Grafik 2.13
Defisit Transaksi Berjalan (% PDB)



­€‚ƒ„…†„‡†
Grafik 2.14
Neraca Transaksi Berjalan
Grafik 2.15
Neraca Perdagangan Triwulan I 2016
Pada triwulan I-2016, transaksi modal dan finansial mencatat surplus seiring dengan
membaiknya prospek ekonomi domestik dan berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter
di negara-negara maju. Surplus transaksi modal dan finansial mencapai USD4,2 miliar,
terutama ditopang oleh aliran masuk modal investasi portofolio dan investasi langsung
(Grafik 2.17). Sepanjang triwulan I-2016, aliran masuk modal investasi portofolio neto terus
meningkat dan mencapai USD4,4 miliar. Aliran masuk modal investasi portofolio tersebut
bersumber dari penerbitan sukuk global pemerintah, surat berharga negara berdenominasi
rupiah, dan saham.
Sementara itu, investasi langsung juga tercatat surplus sebesar USD2,2 miliar, meski lebih
kecil dibandingkan dengan surplus pada triwulan IV-2015 sebesar USD2,8 miliar. Secara
total, surplus transaksi modal dan finansial triwulan I-2016 lebih rendah dibandingkan
dengan surplus triwulan sebelumnya. Hal itu terutama karena investasi lainnya yang
mengalami defisit sebagai dampak dari masih rendahnya penarikan pinjaman luar negeri
swasta.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
19
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
4,00
Nonmigas
3,00
Migas
Total
2,00
1,00
-2,00
-3,00

-1,00
Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr
0,00
Grafik 2.16
Neraca Perdagangan Bulan April 2016
Grafik 2.17
Neraca Transaksi Modal dan Finansial
Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2016 mengalami
defisit seiring dengan surplus transaksi modal dan finansial yang lebih rendah. Defisit NPI
tercatat sebesar 0,3 miliar dolar AS (Grafik 2.18). Adapun posisi cadangan devisa pada akhir
Maret 2016 tercatat sebesar 107,5 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Maret 2016 tercatat sebesar US$107,5 miliar, lebih
tinggi dibandingkan dengan posisi akhir 2015 sebesar US$105,9 miliar. Peningkatan
tersebut dipengaruhi penerimaan cadangan devisa, terutama berasal dari hasil penerbitan
sukuk global pemerintah dan lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas, yang jauh
melampaui kebutuhan devisa antara lain untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Posisi cadangan devisa per akhir Maret 2016 tersebut cukup untuk membiayai 8,0 bulan
impor atau 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada
di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai
cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga
kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan (Grafik 2.19).
15
10
5
0
-15
-20
Transaksi Modal dan Finansial
Transaksi Berjalan
Neraca Keseluruhan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Grafik 2.18
Neraca Pembayaran Indonesia
20
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
Q1*
Q2*
Q3*
Q4*
Q1*
Q2*
Q3*
Q4*
Q1**
-10
-5

 ­€­‚ƒ€­„
…
Grafik 2.19
Perkembangan Cadangan Devisa
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
2.4. Utang Luar Negeri
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan I-2016 tercatat sebesar USD316,0
miliar atau tumbuh 5,7% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan ULN akhir
triwulan IV-2015. Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang tercatat meningkat,
sedangkan ULN jangka pendek menurun. Berdasarkan kelompok peminjam, ULN sektor
publik tercatat meningkat, sedangkan ULN sektor swasta menurun. Dengan perkembangan
tersebut, rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan I-2016
tercatat sebesar 36,5%, sedikit meningkat dari 36,0% pada akhir triwulan IV-2015.
Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN jangka panjang.
Pada triwulan I-2016, ULN berjangka panjang mencapai USD277,9 miliar (87,9% dari total
ULN) atau naik 7,9% (yoy), lebih lambat dari pertumbuhan triwulan IV-2015 yang sebesar
9,2% (yoy). Di sisi lain, ULN berjangka pendek pada akhir triwulan I-2016 tercatat sebesar
USD38,1 miliar atau turun 8,4% (yoy), lebih lambat dibandingkan dengan penurunan
pertumbuhan triwulan IV-2015 yang sebesar 13,7% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban jangka pendek membaik. Hal
ini tercermin pada rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa yang turun dari
36,7% pada triwulan IV-2015 menjadi 35,5% pada triwulan I-2016.
Perkembangan
utang luar negeri
masih cukup sehat
namun perlu
terus diwaspadai
risikonya terhadap
perekonomian
nasional. Bank
Indonesia akan
terus memantau
perkembangan
ULN, khususnya
ULN sektor swasta.
Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN sektor swasta.
Pada akhir triwulan I-2016, posisi ULN sektor publik sebesar USD151,3 miliar (47,9% dari
total ULN), sedangkan ULN sektor swasta mencapai USD164,7 miliar (52,1% dari total ULN).
ULN sektor publik meningkat menjadi 14,0% (yoy) dari triwulan sebelumnya mencapai
10,0% (yoy), sedangkan ULN sektor swasta turun 1,0% (yoy) setelah triwulan sebelumnya
tumbuh 2,3% (yoy).
Untuk sektor swasta, posisi ULN pada akhir triwulan I-2016 terutama terkonsentrasi di
sektor keuangan, sektor industri pengolahan, sektor pertambangan, dan sektor listrik, gas
& air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai
76,1%. Bila dibandingkan dengan triwulan IV-2015, pertumbuhan tahunan ULN sektor
keuangan dan pertambangan tercatat melambat, sedangkan pertumbuhan tahunan ULN
sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air bersih meningkat.
Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada triwulan I-2016 masih cukup sehat,
namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank
Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal
dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat
mempengaruhi stabilitas makroekonomi.
2.5. Nilai Tukar Rupiah
Stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga. Selama triwulan I-2016, nilai tukar Rupiah, secara
point to point (ptp), menguat sebesar 3,96% dan mencapai level Rp13.260 per dolar AS
(Grafik 2.20 dan Grafik 2.21). Rupiah menguat sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko
eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian domestik yang mendorong
berlanjutnya aliran masuk dana nonresiden ke aset rupiah.
Pada triwulan I 2016, Rupiah menguat sejalan dengan mayoritas mata uang negara peers
dengan volatilitas yang terjaga. Penguatan Rupiah sejalan dengan membaiknya faktor
eksternal yang didorong oleh meredanya risiko di pasar keuangan global terkait kenaikan
Fed Fund Rate (FFR) dan berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di beberapa
Rupiah menguat
sejalan dengan
lebih terjaganya
faktor risiko
eksternal dan
optimisme
terhadap prospek
perekonomian
domestik.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
21
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
ƒ „…

­€
‚
€







 
Grafik 2.20
Nilai Tukar Rupiah
‚ ƒ‚ ƒ
­„­


 ­€
Grafik 2.21
Nilai Tukar Kawasan Triwulanan
Grafik 2.22
Volatilitas Nilai Tukar
negara maju. Perbaikan kondisi eksternal
tersebut mendorong masuknya aliran dana
nonresiden ke negara berkembang, termasuk
Indonesia. Aliran masuk dana nonresident
juga dipengaruhi oleh faktor domestik
berupa optimisme investor terhadap prospek
perekonomian Indonesia menyusul langkah
pemerintah yang telah mengeluarkan
serangkaian paket kebijakan ekonomi.
Dari sisi volatilitas, Rupiah mengalami
peningkatan volatilitas, namun volatilitas
Rupiah lebih rendah dari rata-rata negara peers,
antara lain, Rand (Afrika Selatan), Real (Brazil),
Ringgit (Malaysia), Won (Korea Selatan), dan
Lira (Turki) (Grafik 2.22).
2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing
2.6.1. Perkembangan Pasar Uang
Volume transaksi
valas relatif
meningkat
disebabkan
penurunan BI rate
yang menciptakan
sentimen
positif, sehingga
mendorong
investor asing
masuk ke pasar
saham dan SBN di
Indonesia.
Sejalan dengan siklus tahunan, volume transaksi pasar uang rupiah pada triwulan I-2016
menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari empat komponen transaksi
pasar uang yang diperhitungkan, transaksi repo tercatat mengalami penurunan terbesar
yaitu 79%. Sedangkan perdagangan outright instrumen SBI dan SDBI secara harian
meningkat 80% menjadi sebesar Rp171 miliar per hari pada volume rata-rata harian (rrh).
Secara keseluruhan, aktivitas transaksi di pasar uang menurun. Hal itu tercermin pada
volume rrh transaksi pasar uang rupiah yang turun 6,33% dari Rp13,81 triliun perhari pada
triwulan IV-2015 menjadi Rp12,94 triliun perhari pada triwulan I-2016.
Pada triwulan I-2016, rata-rata harian volume transaksi PUAB (uncollateralized) relatif tidak
banyak mengalami perubahan dari triwulan sebelumnya, yakni hanya turun sebesar Rp503
miliar menjadi Rp12,05 triliun perhari. Penurunan volume transaksi terjadi pada tenor
overnight (o/n) dan tenor di atas 1 minggu (Grafik 2.23).
Sejalan dengan pergerakan volume transaksi tersebut, frekuensi transaksi relatif stabil,
yakni dari 163 transaksi per hari pada triwulan IV-2015 menjadi 154 transaksi per hari pada
triwulan I-2016. Jumlah bank yang bertransaksi di PUAB pun relatif tetap yakni 98 bank.
22
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Walaupun volume transaksi relatif stabil, suku bunga PUAB pada triwulan I-2016 mengalami
penurunan pada seluruh tenor seiring dengan sikap (stance) kebijakan moneter Bank
Indonesia selama periode tersebut. Suku bunga PUAB tenor o/n turun sebesar 73 bps dari
6% menjadi 5,27%, yang diikuti penurunan suku bunga PUAB tenor 1 minggu sebesar 71
bps dari 6,63% menjadi 5,91%. Penurunan terbesar terjadi pada suku bunga PUAB tenor
1 bulan seiring dengan ekspektasi berlanjutnya penurunan suku bunga, yakni sebesar 94
bps dari 8,21% menjadi 7,28% (Grafik 2.24).
Grafik 2.23
Perkembangan Transaksi PUAB




€

­­
Grafik 2.24
Perkembangan Suku Bunga PUAB
Berbeda dengan perkembangan PUAB, aktivitas transaksi repo pada triwulan I-2016
mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan transaksi repo
antara lain dipengaruhi oleh kondisi likuiditas perbankan yang lebih longgar pada triwulan
laporan. Rata-rata harian volume transaksi repo turun sebesar Rp417 miliar per hari menjadi
Rp108 miliar per hari1 (Grafik 2.25). Sejalan dengan penurunan volume transaksi, frekuensi
transaksi juga mengalami penurunan dari sebesar 165 transaksi menjadi 26 transaksi.
Pelaku transaksi repo pun menurun dari 22 bank menjadi 9 bank.
Dari sisi suku bunga, suku bunga repo bergerak searah dengan suku bunga PUAB. Hal itu
seiring dengan penurunan sikap kebijakan moneter Bank Indonesia (Grafik 2.26).

 ­
­








Grafik 2.25
Volume Transaksi Repo (rrh)
1




Grafik 2.26
Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan
Perhitungan berdasarkan tanggal setelmen.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
23
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing
Pada triwulan I-2016, volume transaksi valas di pasar valas domestik relatif meningkat
dibandingkan dengan triwulan IV-2015. Peningkatan transaksi valas ini diiringi dengan
peningkatan komposisi transaksi derivatif terhadap total transaksi, yang salah satunya
disebabkan adanya peningkatan transaksi lindung nilai oleh para pelaku pasar.
Pada triwulan I-2016, rrh volume transaksi valas tercatat sebesar USD4,90 miliar, meningkat
dibandingkan dengan USD4,40 miliar pada triwulan IV-20152. Peningkatan transaksi valas
itu terutama disebabkan oleh banyaknya pelaku pasar yang melakukan lindung nilai valas
terhadap Rupiah.
Seiring dengan meningkatnya rata-rata harian volume transaksi pasar valas, volume
transaksi spot pada triwulan I-2016 meningkat sebesar 6,3% dari USD2,85 miliar menjadi
USD3,03 miliar. Sedangkan rata-rata harian volume transaksi derivatif meningkat sebesar
21,5% dari USD1,55 miliar menjadi USD1,86 miliar. Kenaikan transaksi derivatif ini didorong
oleh adanya ketentuan Bank Indonesia yang mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan
lindung nilai posisi kewajibannya3 (Grafik 2.27).
Peningkatan terbesar terjadi pada transaksi swap. Pada triwulan I-2016, rrh transaksi swap
meningkat sebesar 23,8% dari USD1,32 miliar pada triwulan IV-2015 menjadi USD1,63
miliar. Peningkatan transaksi swap antarbank itu antara lain dalam rangka pemenuhan
kebutuhan likuiditas bank.
Peningkatan transaksi swap juga berdampak pada transaksi forward yang meningkat
sebesar 6,5% dari USD201,7 juta per hari menjadi USD214,8 per hari. Transaksi option
juga meningkat meskipun belum banyak berkembang saat ini sebagai dampak dari
belum banyaknya minat pelaku pasar untuk melakukan transaksi option. Transaksi option
meningkat dari USD8,05 ribu per hari menjadi USD9,02 ribu per hari.
Meningkatnya volume transaksi derivatif diikuti dengan peningkatan porsi transaksi
derivatif terhadap total transaksi valas. Pada triwulan I-2016, porsi derivatif terhadap total
transaksi valas tercatat 38%, naik dari 35% pada triwulan IV-2015 (Grafik 2.28). Kenaikan
komposisi transaksi derivatif ini sebagai dampak dari peningkatan transaksi derivatif pelaku
5.500,00
5.000,00
4.500,00
4.000,00
3.500,00
3.000,00
2.500,00
2.000,00
1.500,00
1.000,00
500,00
-
Spot
Option
Tw I
Swap
TOTAL
Tw II
Forward
Tw III
Tw IV
Grafik 2.27
Volume Transaksi Valas (rrh)
2
3
24
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Tw I
Spot
Tw I
Swap
Tw II
Forward
Tw III
Tw IV
Tw I
Option
Grafik 2.28
Komposisi Transaksi Valas
Merupakan transaksi valas seluruh mata uang.
Peraturan Bank Indonesia No. 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Utang Korporasi Nonbank.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
pasar akibat adanya kewajiban lindung nilai bagi korporasi yang memiliki kewajiban utang
luar negeri, sekaligus merupakan upaya pelaku pasar dalam memitigasi risiko pasar akibat
pergerakan nilai tukar Rupiah.
2.7. Perkembangan Sistem Keuangan
2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan
Secara umum, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan I-2016 meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan produk
domestik bruto (PDB) dan penguatan rupiah. Penurunan BI rate juga turut berperan dalam
menciptakan sentimen positif sehingga mendorong investor asing masuk ke pasar saham
dan surat berharga negara (SBN) di Indonesia. Inflow investor asing baik di pasar saham
maupun SBN mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV-2015.
Selama triwulan I-2016, pasar obligasi Indonesia meningkat seiring dengan perbaikan
perekonomian domestik dan peningkatan arus masuk (inflows) modal asing. Kebijakan
moneter bias ketat (tight bias) yang dipertahankan Bank Indonesia selama dua tahun
terakhir diperkirakan mengalami pelonggaran secara bertahap seiring dengan rendahnya
ekspektasi inflasi selama 2016. Hal tersebut ditunjukkan dengan penurunan BI rate
sebesar 75 bps sepanjang triwulan I-2016. Pelonggaran kebijakan itu mendorong naiknya
permintaan terhadap SBN.
Kinerja pasar
keuangan
meningkat
didorong oleh
kenaikan produk
domestik bruto,
penguatan Rupiah
dan penurunan BI
rate.
Selain pelonggaran kebijakan moneter, kenaikan permintaan terhadap SBN juga
dipengaruhi oleh implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.1 Tahun 2016
tentang Investasi Surat Berharga Negara bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB)
yang meliputi asuransi, dana pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan
lembaga penjaminan. Dengan berlakunya ketentuan tersebut, LKNB mulai menambah
portofolio investasi mereka di SBN. Di sisi lain, arus masuk modal asing, terutama dari
Jepang dan Kawasan Eropa, cenderung meningkat antara lain dipicu oleh kebijakan suku
bunga negatif yang diterapkan otoritas moneter di kawasan tersebut. Hal ini berdampak
terhadap meningkatnya permintaan instrumen keuangan di emerging market, termasuk
Indonesia.
Peningkatan permintaan terhadap SBN terjadi secara merata di seluruh tenor sehingga
berdampak pada turunnya yield SBN secara keseluruhan. Penurunan yield tertinggi dialami
oleh SBN berjangka pendek (<5 tahun) sejalan dengan dominasi transaksi pada instrumen
ini. Dibandingkan dengan triwulan IV-2015, yield SBN jangka pendek menurun sebesar
1,40 bps, sedangkan yield SBN jangka menengah (5-10 tahun) dan jangka panjang (10-30
tahun) masing-masing menurun sebesar 1,08 bps dan 0,81 bps. Jika dibandingkan dengan
posisi yang sama tahun sebelumnya (yoy), yield SBN jangka pendek (<5 tahun) menurun
sebesar 0,18 bps, jangka menengah (5-10 tahun) menurun sebesar 0,34 bps, dan jangka
panjang (10-30 tahun) menurun sebesar 0,51 bps (Grafik 2.29)
Penurunan yield SBN selama triwulan I-2016 sejalan dengan penurunan volatilitas
pergerakan yield. Volatilitas yield SBN jangka pendek, menengah dan panjang menurun
secara berurutan sebesar 1,41 bps, 6,15 bps, dan 5,96 bps dibandingkan triwulan
sebelumnya (Grafik 2.30).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
25
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran


Grafik 2.29
Yield Obligasi Negara
Grafik 2.30
Volatilitas Yield 20 hari
Seiring dengan peningkatan kepercayaan investor asing, kepemilikan SBN oleh
investor asing kembali mencatat inflow sebesar Rp35,15 triliun pada triwulan IV-2015,
dari sebelumnya outflow sebesar Rp12,27 triliun pada triwulan III-2015. Sementara
pada triwulan I-2016, investor asing juga mencatatkan inflow sebesar Rp47,56 triliun.
Peningkatan inflows tersebut berdampak pada peningkatan pangsa kepemilikan SBN
oleh investor asing dari sebesar 38,2% pada triwulan IV-2015 menjadi sebesar 38,5% pada
triwulan I-2016 (Tabel 2.5).
Tabel 2.5
Kepemilikan SBN
 



































                  

               Pergerakan positif indeks harga saham gabungan (IHSG) di sepanjang triwulan I-2016
ditopang oleh membaiknya kinerja beberapa sektor ekonomi. Sepanjang periode laporan,
nilai kapitalisasi pasar saham mencapai Rp5.143,45 triliun, meningkat sebesar Rp270,75
triliun (5,55%) dibandingkan triwulan sebelumnya. IHSG meningkat 5,49% atau mencapai
4.845,37 pada akhir triwulan I-2016 (Grafik 2.31). Kenaikan indeks tersebut diikuti oleh
peningkatan nilai rata-rata perdagangan harian sebesar Rp110 miliar menjadi Rp5,78 triliun
dari triwulan sebelumnya sebesar Rp5,67 triliun. Dibandingkan triwulan I-2015, rata-rata
perdagangan harian triwulan I-2016 menurun sebesar Rp0,81 triliun (Grafik 2.32).
26
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Grafik 2.31
Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG

Grafik 2.32
Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG
Rata-rata volatilitas pasar saham sepanjang triwulan I-2016 berada pada level 10,62%,
menurun dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 17,64%. Dibandingkan dengan triwulan
I-2015 yang mencapai 13,24%, volatilitas IHSG pada triwulan I-2016 juga mengalami
penurunan (Grafik 2.33).


Emerging market terutama kawasan ASEAN
diminati oleh investor asing, khususnya dari
Jepang dan kawasan Eropa. Penyebabnya
antara lain dipicu oleh kebijakan suku bunga
rendah yang diterapkan otoritas moneter di
kawasan tersebut. Hal itu berdampak terhadap
perilaku investor yang mencari imbal hasil
positif (positive return) dengan mengalihkan
portofolio mereka ke bursa saham yang
mengalami pertumbuhan selama triwulan
I-2016 seperti Indonesia, Malaysia, Thailand,
dan Filipina. Meski demikian, kinerja bursa
saham di kawasan emerging Asia masih lebih
rendah dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya (Tabel 2.6).
Grafik 2.33
Perkembangan & Volatilitas IHSG
Tabel 2.6
Perkembangan Indeks Saham Regional






 ­

€
‚ƒ‚
„„
€
…

†
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ
ŒŽ


Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
Ž
ƒ‡ˆ‰Š‹
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
27
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Sejalan dengan pergerakan underlying assets di pasar saham dan obligasi, kinerja reksadana
turut meningkat. Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya Nilai Aktiva Bersih
(NAB) sebesar 0,18% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp293,91 triliun. Dibandingkan
dengan triwulan I-2015, NAB reksadana triwulan I-2016 tumbuh sebesar 18,60% (yoy)
(Grafik 2.34).

        Peningkatan kinerja reksadana seiring dengan
pertumbuhan produk dan unit penyertaan
reksadana. Selama triwulan I-2016, jumlah
produk reksadana meningkat sebesar
5,04%, lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 7,38%. Meski demikian,
peningkatan tersebut masih lebih tinggi
dibandingkan triwulan I-2015 yang mencapai
3,91%. Sementara itu, unit penyertaan turun
sebesar 0,08% (qtq), sedangkan triwulan
IV-2015 tumbuh mencapai 10,62% (qtq) dan
triwulan I-2015 mencapai 10,84% (qtq).
Grafik 2.34
Perkembangan Industri Reksadana
2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan
2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan
Ketahanan
permodalan
industri perbankan
semakin menguat
tercermin dari rasio
kecukupan modal
sebesar 22%.
Pada triwulan I-2016, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat yang tercermin
dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri
perbankan tercatat sebesar 22,00%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
maupun triwulan I-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 20,39% dan 20,82%.
Peningkatan CAR yang jauh di atas ketentuan minimum 8% itu berasal dari pertumbuhan
modal industri perbankan sebesar 23,65% (qtq). Kondisi permodalan yang tinggi
memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat perlambatan
perekonomian.
2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan
Pertumbuhan kredit industri perbankan pada triwulan I-2016 menunjukkan perlambatan
seiring dengan melambatnya perekonomian domestik. Selama periode tersebut,
pertumbuhan kredit tercatat sebesar 8,71% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan
triwulan IV-2015 maupun triwulan I-2015 yang masing-masing mencapai 10,45% (yoy) dan
11,28%.
Perlambatan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh kredit modal kerja (KMK) dan
kredit investasi (KI). Pada triwulan I-2016, KMK melambat menjadi 6,91% (yoy) dari 9,04%
(yoy) pada triwulan IV-2015. Sedangkan KI melambat dari 14,70% (yoy) menjadi 11,63%
(yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit ini disebabkan penurunan kinerja korporasi akibat
perlambatan ekonomi yang juga berdampak pada penurunan kinerja keuangan rumah
tangga.
Risiko kredit industri perbankan menunjukkan peningkatan, namun masih cukup jauh di
bawah batas aman sebesar 5%. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross industri perbankan
28
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
pada triwulan I-2016 meningkat dari 2,49%
menjadi 2,83% (Grafik 2.35). Namun, rasio
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan I-2015 tahun sebelumnya yang
sebesar 2,40%. Dalam rangka mitigasi
peningkatan risiko kredit, industri perbankan
lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru
dan melakukan monitoring yang lebih ketat
terhadap kredit bermasalah.
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan
risiko kredit terjadi pada semua jenis kredit
(KMK, KI dan KK). Dibandingkan triwulan
sebelumnya, rasio NPL gross KMK meningkat
Grafik 2.35
dari 2,99% menjadi 3,54%. Sementara itu, rasio
Rasio Non-Performing Loan
NPL gross KI naik dari 2,61% menjadi 2,82%,
dan rasio NPL gross KK meningkat dari 1,50%
menjadi 1,66% (Grafik 2.36). Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
terjadi peningkatan rasio NPL gross pada KMK, KI, dan KK, masing-masing sebesar 75 bps,
24 bps, dan 7 bps.
Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan risiko kredit terjadi pada semua sektor kecuali
sektor listrik. Peningkatan rasio NPL gross tertinggi terjadi pada kredit untuk sektor
perdagangan, konstruksi, dan pengangkutan (Grafik 2.37). Perlambatan pertumbuhan
ekonomi dan penurunan permintaan terhadap komoditas telah menyebabkan penurunan
aktivitas perdagangan terkait ekspor barang komoditas dan pengangkutan barang
komoditas.
­

­








Grafik 2.36
Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan
­
­
Grafik 2.37
Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi
Dalam rangka mitigasi peningkatan risiko kredit, Bank Indonesia melaksanakan monitoring
perkembangan risiko kredit perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas sistem
keuangan. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna
mengevaluasi ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko melalui
pelaksanaan stress test secara berkala.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
29
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan
Di tengah perlambatan ekonomi domestik, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan
pada triwulan I-2016 masih tumbuh melambat. DPK industri perbankan tumbuh sebesar
6,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2015 dan triwulan I-2015 yang masingmasing sebesar 7,26% (yoy) dan 16,04% (yoy) (Grafik 2.38).

 ­€
‚ƒ„„…
Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan
terutama terjadi pada komponen deposito.
Deposito tumbuh melambat menjadi 2,76%
(yoy) pada triwulan I-2016 dari 4,60% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Giro juga tumbuh
melambat menjadi 9,43% (yoy) pada triwulan
I-2016 dari 11,01% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Sementara itu, tabungan
meningkat dari 8,69% (yoy) menjadi 10,32%
(yoy).
Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa
deposito dan giro meningkat dari masingmasing sebesar 45,99% dan 22,38% pada
Grafik 2.38
triwulan IV-2015 menjadi 47,01% dan 23,31%
Pertumbuhan DPK (yoy)
pada triwulan I-2016. Berbeda dengan
deposito dan giro, pangsa tabungan turun menjadi 29,68% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 31,63%.
Kondisi likuiditas industri perbankan pada triwulan I-2016 meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya dan dibandingkan periode yang sama 2015. Peningkatan tersebut
salah satunya disebabkan semakin variatifnya instrumen penempatan dana sehingga
perbankan mempunyai alternatif yang lebih banyak untuk menempatkan dananya sebagai
alat likuid. Penyebab lainnya adalah permintaan kredit yang melambat.
Alat likuid secara total setelah dikurangi pemenuhan giro wajib minimum (GWM) meningkat
dari Rp857,80 triliun pada triwulan IV-2015 menjadi Rp985,07 triliun pada triwulan laporan
(Grafik 2.39). Selain itu, peningkatan kondisi likuiditas ditunjukkan oleh peningkatan rasio
 ­€
‚ƒ

Grafik 2.39
Komposisi Alat Likuid Perbankan
30
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016

 ­€‚ƒ­€„…†€ ƒ‚ƒ
‡…„ˆ‰ƒ‚Š‚ƒ‹Œ
Grafik 2.40
Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD)
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
alat likuid (AL)4 terhadap non-core deposit (NCD)5 menjadi sebesar 107,02% dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya dan triwulan I-2015 yang tercatat sebesar 93,44% dan
105,05% (Grafik 2.40). Risiko likuiditas perbankan masih terjaga, nampak dari rasio AL/NCD
yang berada jauh di atas ambang batas (threshold) (50%).
2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar
Perkembangan suku bunga simpanan dan
kredit berada dalam tren menurun sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Selama triwulan I-2016, perkembangan suku
bunga simpanan mengalami penurunan cukup
signifikan. Suku bunga kredit perbankan juga
berada dalam tren menurun sejalan dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi (Grafik
2.41).

Rata-rata suku bunga kredit perbankan turun
11 bps dari 12,89% menjadi 12,78% pada
triwulan I-2016. Dilihat dari segmen kredit,
rata-rata suku bunga KMK dan KI pada triwulan
Grafik 2.41
Suku
Bunga
Kredit
dan Deposito 1 Bulan
I-2016 masing-masing turun sebesar 15 bps
dan 24 bps dari triwulan IV-2015 sehingga
menjadi 12,39% dan 11,91%. Sedangkan ratarata suku bunga KK naik 5 bps dari triwulan sebelumnya sehingga menjadi 13,93%.
Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang merupakan dasar bagi bank dalam penetapan
suku bunga kredit cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan
SBDK pada triwulan laporan terjadi pada seluruh segmen meliputi korporasi, ritel, Kredit
Pemilikan Rumah (KPR), dan nonKPR. Penurunan SBDK terbesar terjadi pada segmen ritel
baik secara triwulanan maupun tahunan. Ke depan, menurunnya SBDK diharapkan akan
dapat menurunkan suku bunga kredit (Tabel 2.7).
Tabel 2.7
Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%)
Korporasi
Ritel
KPR
Non-KPR
 
9,75
11,03
10,45
10,67
9,69
11,04
10,41
10,65
9,53 9,65 10,08 10,64
10,91 11,03 11,28 11,72
10,33 10,37 10,63 10,83
10,62 10,59 11,06 11,55
10,59
11,89
11,13
11,92
10,68
12,05
11,14
11,98
10,94
12,12
11,19
11,99
10,91
12,19
11,21
12,06
10,73
12,09
11,07
11,91
10,75
12,07
11,07
11,91
10,72
11,92
11,09
11,88
10,76
12,08
11,07
11,82
10,50
11,71
10,83
11,68
(0,26)
(0,37)
(0,24)
(0,14)
(0,23)
(0,38)
(0,24)
(0,23)
2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank
Tren penurunan pembiayaan oleh Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) mulai tertahan
sejalan dengan membaiknya kinerja IKNB, terutama industri asuransi. Selama triwulan
I-2016, pembiayaan melalui IKNB meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2015.
4
5
Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve.
Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito.
Kinerja
pembiayaan
Institusi Keuangan
Non Bank mulai
membaik terutama
pada industri
asuransi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
31
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan
oleh perusahaan pembiayaan. Sementara itu, pembiayaan yang berasal dari pasar modal
masih lebih rendah yang terlihat dari jumlah emisi obligasi dan sukuk, IPO saham, dan right
issue yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya (Tabel 2.8).
Tabel 2.8
Perkembangan Penyaluran Pembiayaan
†





‡
†
 


‡
 ­

         
     
  
 



























































­€ ‚



… €…



­€‚‚



…„€



ƒ­€­‚



‚€ƒ 


†­€


€„






†€‚„ ­€ …



ƒ€ƒ


€ƒ„

†…€„


€‚…
 


…„€…… †€„†

€ †­€ƒ


…€†
 


…€ ­ …€­


‚
Asuransi
Kinerja industri asuransi semakin membaik ditopang oleh peningkatan nilai investasi dan
rasio klaim premi bruto sepanjang triwulan I-2016. Total aset industri asuransi meningkat
sebesar Rp58 triliun atau tumbuh sebesar 7,44% (qtq) (Grafik 2.42). Pada Maret 2016, total
aset industri asuransi meningkat menjadi sebesar Rp842 triliun. Pertumbuhan terutama
dipengaruhi oleh peningkatan kinerja pada produk-produk investasi yang ditempatkan
antara lain dalam bentuk saham dan instrumen keuangan lainnya di pasar modal. Secara
agregat, portofolio investasi meningkat sebesar Rp42 triliun atau tumbuh 6,59% dari
triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp683 triliun.
Sementara itu, rasio klaim bruto terhadap premi bruto menurun dari 68,90% pada triwulan
IV-2015 menjadi 63,32% pada Maret 2016 (Grafik 2.43). Penurunan rasio itu mengindikasikan
adanya efisiensi dalam industri asuransi dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
produk asuransi.
32
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran










Grafik 2.42
Aset dan Investasi Industri Asuransi
Grafik 2.43
Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi
Perusahaan Pembiayaan
Kinerja perusahaan pembiayaan (PP) masih melambat sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi yang masih berjalan lambat selama triwulan I-2016 (Grafik 2.45). Pembiayaan
menurun sebesar 1,19% (yoy) atau sebesar Rp4,41 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang menurun sebesar 0,79% (Rp2,91 triliun) maupun periode yang
sama tahun sebelumnya yang tumbuh 4,92% (yoy) atau sebesar Rp17,36 triliun (triwulan
I-2015). Secara qtq, pembiayaan pada triwulan I-2016 meningkat 0,58% atau sebesar Rp2,09
triliun dibandingkan posisi Desember 2015. Penurunan kinerja pembiayaan terutama
disebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Secara agregat, total aset perusahaan
pembiayaan menurun sebesar 0,23% (qtq) menjadi Rp425 triliun pada posisi akhir triwulan
I-2016.
Berdasarkan jenisnya, kinerja perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh pembiayaan
konsumen, diikuti sewa guna usaha dengan pangsa pembiayaan masing-masing sebesar
68,63% dan 28,22% dari total pembiayaan (Maret 2016). Pangsa pembiayaan konsumen
menurun dibandingkan triwulan IV-2015 yang tercatat sebesar 68,01%. Sedangkan pangsa
sewa guna usaha sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi sebesar
29% dari total pembiayaan (Grafik 2.44).



Grafik 2.44
Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 2.45
Perkembangan Perusahaan Pembiayaan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
33
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Melambatnya pertumbuhan pembiayaan perusahaan pembiayaan dipengaruhi oleh
menurunnya pembiayaan dalam bentuk sewa guna usaha sebesar 9,73% (yoy), lebih rendah
dibandingkan penurunan pada triwulan IV-2015 (5,03%). Penurunan tersebut disebabkan
oleh berkurangnya permintaan leasing, terutama dari industri yang bergerak di bidang
komoditas seiring penurunan harga beberapa komoditas. Sementara itu, pembiayaan
konsumen tumbuh sebesar 1,88% (yoy) pada triwulan I-2016, lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan IV-2015 sebesar 0,52% (yoy).
Di tengah menurunnya kinerja pembiayaan, risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan
pembiayaan meningkat meskipun masih berada di level yang aman (< 5%). Hal itu
tercermin dari Non Performing Financing (NPF) yang berada pada level 1,55%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV-2015 (1,45%). Peningkatan NPF dipengaruhi oleh menurunnya
pembiayaan dan meningkatnya porsi pembiayaan yang memiliki kolektibilitas diragukan
dan macet (Grafik 2.46).
(Rp Triliun)
160
140
Mar-15
Jun-15
Sep-15
Des-15
120
13%
17% 41%
29%
80
60
Mar-16
Share Sumber Pendanaan
per Mar’ 2016
100
Pinjaman DN
Pinjaman LN
SSB
Modal
40
Des-14
20
Grafik 2.46
Rasio Non Performing Financing
-
Pinjaman DN
Pinjaman LN
SSB
Modal
Grafik 2.47
Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Sumber pendanaan perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh pinjaman domestik
dan tidak terjadi perubahan yang berarti selama triwulan I-2016. Porsi pendanaan
perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh pinjaman yang berasal dari dalam negeri,
diikuti pinjaman luar negeri, surat berharga, dan modal masing-masing sebesar 40,45%;
28,96%; 17,32%; dan 13,27% dari total pendanaan. Porsi pendanaan dari dalam negeri
sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (39,84%) maupun periode yang
sama tahun sebelumnya (38,78%). Sementara itu, porsi pendanaan dari luar negeri menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya (31,01%) dan triwulan I-2015 (35,53%) (Grafik 2.47).
Pada akhir triwulan I-2016, terdapat 44 perusahaan pembiayaan yang memiliki utang luar
negeri (ULN) dengan total outstanding mencapai Rp99,89 triliun. Di antara 44 perusahaan
tersebut, terdapat 8 (delapan) perusahaan yang kepemilikannya terafiliasi dengan
perbankan dengan porsi kepemilikan lebih dari 20% dengan total outstanding ULN
sebesar Rp27,33 triliun. Sementara itu, pembiayaan yang diberikan oleh ke-8 perusahaan
pembiayaan tersebut masih didominasi oleh pembiayaan dalam rupiah sebesar Rp83,80
triliun, sedangkan pembiayaan dalam valuta asing sebesar Rp2,47 triliun.
Pemahaman perusahaan pembiayaan terhadap mitigasi risiko dari eksposur pinjaman luar
negeri semakin membaik seiring dengan meningkatnya aktivitas lindung nilai (hedging)
guna memitigasi risiko nilai tukar. Sebagian perusahaan pembiayaan telah melakukan
34
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
lindung nilai terhadap pinjaman luar negeri mereka sehingga potensi risiko rambatan
(contagion risk) terhadap bank yang menjadi induknya relatif terbatas.
Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh perusahaan pembiayaan
tidak terlepas dari suku bunga kredit di dalam negeri yang relatif tinggi. Selama triwulan
I-2016, lebih dari 46% dari seluruh bank di Indonesia yang menyalurkan pinjaman kepada
perusahaan pembiayaan mengenakan suku bunga relatif lebih tinggi (di atas 12%). Jumlah
tersebut meningkat dibandingkan triwulan IV-2015 yang berada pada kisaran 45% (Grafik
2.48).
 Grafik 2.48
Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan
Grafik 2.49
Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan
Dari aspek efisiensi, kinerja perusahaan pembiayaan mengalami peningkatan. Hal itu
tercermin dari Rasio Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) yang menurun
menjadi 83,27% (triwulan I-2016) dari 85,35% (triwulan IV-2015), dan 84,27% (triwulan
I-2015). Menurunnya BOPO diikuti oleh peningkatan profitabilitas perusahaan pembiayaan.
Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan return on assets (ROA) menjadi 3,90%
(triwulan I-2016) dari3,32% (triwulan IV-2015) dan 3,62% (triwulan I-2015). Sementara itu,
return on equity (ROE) meningkat menjadi sebesar 12,49% (triwulan I-2016) dibandingkan
triwulan IV-2015 sebesar 11,49%, dan triwulan I-2015 sebesar 12,13% (Grafik 2.49).
2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga)
2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi
Kegiatan usaha pada triwulan I-2016 meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menginformasikan nilai Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 5,80%, lebih tinggi dari triwulan IV-2015 yaitu sebesar
3,02%6 (Grafik 2.50).
Perkembangan tersebut tidak sejalan dengan pertumbuhan kredit pada sektor korporasi
yang mengalami penurunan. Kredit pada sektor korporasi pada triwulan I-2016 turun
sebesar 3,23% (qtq) dengan posisi nominal sebesar Rp2.031,18 triliun. Penurunan tersebut
jauh lebih rendah jika dibandingkan periode triwulan IV-2015 yang tumbuh sebesar 3,48%
6
Kinerja Sektor
Korporasi dan
sektor rumah
tangga meningkat
pada triwulan
I-2016.
Saldo Bersih Tertimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor
yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan
jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban
“sama”.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
35
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran




Grafik 2.50
Kegiatan Dunia Usaha Tw I-2016
(qtq). Perlu diwaspadai, bahwa penurunan
kredit pada sektor korporasi, juga diiringi oleh
peningkatan rasio NPL. Pada triwulan I-2016,
rasio NPL mencapai 2,93% atau meningkat jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya
yaitu sebesar 2,51%.
Secara umum, kinerja korporasi publik pada
triwulan IV-2015 mengalami perlambatan
dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya7. Hal ini tercermin dari
indikator utama kinerja korporasi seperti
return on asset (ROA), return on equity (ROE),
Inventory Turn Over yang memburuk, namun
tingkat utang (debt to equity ratio) sedikit
menurun yang mengindikasikan adanya
penurunan jumlah utang korporasi (Tabel 2.9).
Tabel 2.9
Kinerja Korporasi Publik Tw IV-2014 dan Tw IV-2015
€‚







 ­
­ ­­ ­ ­ ­­ ­ ­
­ ­ ­ ­ ­
­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­
­­ ­ ­ ­ ­ ­
­­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­
­ ­ ­
­ ­ ­ ­
­ ­ ­ ­ ­­
­ €‚ƒ
„
…†‡ˆ­‰…†‡ˆ­Š‹
2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan I-2016 menunjukkan peningkatan yang
ditunjukkan oleh menguatnya optimisme konsumen dibandingkan triwulan sebelumnya
walaupun belum sekuat periode yang sama tahun sebelumnya. Menguatnya optimisme
konsumen dikarenakan meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan
mendatang. Peningkatan ekspektasi konsumen terutama disebabkan oleh peningkatan
kegiatan usaha dan ketersediaan lapangan kerja (Grafik 2.51).
Kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan I-2016 mencapai Rp922,25 triliun
atau tumbuh 0,67% (qtq). Pertumbuhan kredit tersebut menurun dibandingkan triwulan
IV-2015 yaitu sebesar 3,39% (qtq).
Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit terutama untuk keperluan multiguna (41,91%)
dan pemilikan prumah (40,21%), kemudian diikuti oleh kredit kendaraan bermotor
(12,95%), kredit rumah tangga lainnya (4,59%), dan kredit pemilikan peralatan rumah
tangga (0,33%).
7
36
Data yang tersedia masih berdasarkan triwulan IV-2015.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran




€

 ­

 ­
ƒ
„
…­
 Grafik 2.51
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
€

 ­

‚
        

Grafik 2.52
Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya
Pertumbuhan kredit rumah tangga disertai dengan peningkatan risiko kredit sektor rumah
tangga. Hal itu ditandai dengan meningkatnya rasio NPL gross dari 1,55% pada triwulan
IV-2015 menjadi 1,72% pada triwulan I-2016. Rasio NPL gross seluruh jenis penggunaan
kredit sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL agregat
sebesar 2,83% (Grafik 2.52).
2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
Pada triwulan I-2016, baki debet kredit UMKM tercatat sebesar Rp787,8 triliun, atau
tumbuh 6,2% (yoy) dengan pangsa (share) terhadap total kredit perbankan sebesar
19,5%. Pertumbuhan kredit UMKM tersebut sedikit melambat bila dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan IV-2015 (8,0%, yoy). Perlambatan tersebut diindikasikan
karena masih terjadinya penurunan permintaan kredit pada awal tahun sejalan masih
melambatnya ekonomi domestik. Di samping itu, adanya kecenderungan peningkatan
NPL menyebabkan perbankan lebih selektif dan berhati-hati dalam penyaluran kredit serta
lebih memfokuskan pada perbaikan NPL.
Berdasarkan klasifikasi usaha, perlambatan kredit UMKM didorong oleh usaha menengah
yang melambat signifikan menjadi sebesar 0,2% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan
IV-2015 (7,6%, yoy). Sedangkan kredit usaha mikro dan kecil tumbuh meningkat, masingmasing sebesar 13,3% (yoy) dan 11,0% (yoy), meningkat dari 11,2% (yoy) dan 6,4% (yoy)
pada Triwulan IV-2015 (Grafik 2.53).
Pertumbuhan
kredit UMKM
sedikit melambat
dibandingkan
dengan triwulan
sebelumnya
karena penurunan
permintaan
kredit yang
sejalan dengan
melambatnya
ekonomi domestik.
Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit UMKM terutama didorong oleh sektor
perdagangan besar dan eceran yang tumbuh sebesar 10,4% (yoy) pada triwulan I-2016
dibandingkan 11,6% (yoy) pada triwulan IV-2015. Meskipun perlambatan kredit UMKM
terjadi di sebagian besar sektor ekonomi, beberapa sektor masih mengalami peningkatan,
terutama di sektor real estate yang tumbuh 12,8% (yoy) dibandingkan 9,3% (yoy) pada
triwulan IV-2015.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
37
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran




Sebagian besar kredit UMKM triwulan I-2016
diserap oleh sektor perdagangan besar
dan eceran dengan pangsa sekitar 52,8%
terhadap total kredit UMKM. Secara spasial,
penyaluran kredit UMKM masih terkonsentrasi
di Pulau Jawa (57,7%) yang merupakan pusat
perekonomian nasional. Sekitar 46,7% dari
total kredit UMKM merupakan kredit usaha
menengah, diikuti oleh usaha kecil (29,7%),
dan usaha mikro (23,6%). Dari sisi penerima
kredit, sekitar 85,5% dari total penerima kredit
UMKM adalah usaha mikro.
Pada triwulan I-2016, NPL kredit UMKM
memburuk menjadi 4,63% dibandingkan
triwulan IV-2015 sebesar 4,20%. Menurunnya
kondisi UMKM maupun terbatasnya kuantitas dan kompetensi SDM bank dalam
melakukan asesmen dan monitoring penyaluran kredit UMKM diindikasikan menjadi
penyebab memburuknya NPL kredit UMKM. Oleh karena itu, sebagian bank saat ini fokus
untuk memperbaiki kualitas kredit UMKM.
Grafik 2.53
Pertumbuhan Kredit UMKM (%, YoY)
      Grafik 2.54
NPL Kredit UMKM
Penyaluran kredit
usaha rakyat
mencatat angka
yang baik yakni
sebesar Rp26,9
triliun, dengan
mayoritas kredit
disalurkan
ke sektor
perdagangan dan
pertanian di Jawa.
38
Menurut klasifikasi usaha, peningkatan
NPL kredit UMKM terjadi di seluruh segmen
usaha, terutama didorong oleh NPL usaha
menengah yang meningkat menjadi
4,95% pada triwulan I-2016, dari triwulan
sebelumnya 4,52%. Usaha mikro dan usaha
kecil juga memburuk dengan NPL sebesar
2,96% dan 5,46%, dibandingkan triwulan
IV-2015 (2,55% dan 4,94%). (Grafik 2.54).
2.9. Perkembangan Kredit Usaha
Rakyat (KUR)
Target penyaluran KUR pada 2016 adalah
sebesar Rp100 triliun s.d. Rp120 triliun.
Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi bunga sebesar Rp10,6 triliun pada APBN
2016. Realisasi KUR oleh 6 (enam) bank pelaksana (BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank Sinarmas,
BPD Nusa Tenggara Timur, dan BPD Kalimantan Barat) selama triwulan I-2016 mencapai
Rp26,9 triliun atau 26,9% dari target penyaluran (Rp100 triliun), dengan jumlah debitur
sebesar 1,1 juta. Mayoritas kredit disalurkan ke sektor perdagangan dan pertanian di
wilayah Jawa (Grafik 2.55). Berdasarkan sebaran wilayah, penyaluran KUR tertinggi adalah
Jawa Tengah (Rp 6,02 triliun), Jawa Timur (Rp5,06 triliun), dan Jawa Barat (Rp4,5 triliun).
Sedangkan untuk luar Jawa, sebaran penyaluran KUR yang tinggi adalah Sulawesi Selatan
(Rp2,63 triliun), Sumatera Utara (Rp1,87 triliun), dan Bali (Rp1,6 triliun).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Untuk
mencapai
target
penyaluran
kredit yang telah ditetapkan, pemerintah
melakukan beberapa hal yang meliputi
perubahan regulasi KUR dan meningkatkan
dukungan kementerian/lembaga. Dukungan
tersebut berupa penyediaan anggaran bagi
kegiatan penyiapan calon debitur KUR,
penyusunan basis data calon debitur KUR,
dan pembentukan tim monitoring maupun
evaluasi KUR.
Pertanian, Pertumbuhan dan Kehutanan
Perikanan
Industri Pengolahan
Perdagangan Besar dan Eceran
Jasa-jasa
Sumber data: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Pemerintah juga meningkatkan dukungan
pemerintah daerah dengan penyediaan
anggaran kegiatan penunjang penyaluran
Grafik 2.55
KUR dan menambah jumlah bank penyalur
Komposisi Pengeluaran Kredit berdasarkan Sektor
KUR. Selain itu, pemerintah mendorong
keikutsertaan lembaga keuangan non-bank (LKNB), BPR, dan koperasi sebagai lembaga
linkage penyalur KUR. Di sisi lain, pemerintah menghentikan dan mengintegrasikan skema
kredit program yang telah berakhir, sekaligus mengembangkan lebih lanjut kemampuan
Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) sebagai basis data calon debitur KUR.
2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran
Secara umum, penyelenggaraan sistem pembayaran selama triwulan I-2016 berjalan aman,
lancar, dan terpelihara dengan baik. Kondisi ini merefleksikan komitmen Bank Indonesia
dalam menjalankan fungsinya di bidang sistem pembayaran, dengan terus berupaya untuk
meningkatkan kinerja sistem pembayaran, baik yang diselenggarakan Bank Indonesia
maupun oleh industri8. Keandalan sistem pembayaran tersebut pada akhirnya akan
berkontribusi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan perekonomian.
Selama
triwulan I-2016,
transaksi sistem
pembayaran
berjalan aman,
lancar, dan
terpelihara dengan
baik.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Bank Indonesia
Pada triwulan I-2016, penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia berjalan
dengan aman dan lancar. Hal tersebut seiring dengan pembaruan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement
System (BI-SSSS) Generasi II, dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II.
Kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tercermin
pada tingkat keandalan dan ketersediaan (availability), serta pelaksanaan contingency
plan sehingga layanan sistem pembayaran Bank Indonesia tetap tersedia dan mampu
memproses seluruh transaksi peserta. Pada triwulan I-2016, nilai transaksi meningkat
sebesar 3,49% dari Rp39.466,01 triliun menjadi Rp40.844,77 triliun pada triwulan I-2016.
Peningkatan nilai transaksi itu didorong oleh meningkatnya transaksi BI-SSSS dan SKNBI
yang masing-masing tumbuh sebesar 21,41% serta 8,20%. Meskipun dari sisi volume
transaksi terjadi penurunan menjadi 30.877,25 ribu transaksi atau turun 6,75% dibanding
triwulan sebelumnya yang sebanyak 33.111,40 ribu transaksi. Penurunan volume transaksi
tersebut dikarenakan penurunan volume transaksi Sistem BI-RTGS dan SKNBI yang masingmasing menurun sebesar 39,43% dan 4,29%.
8
Bank dan Lembaga Selain Bank yang menyelenggarakan Sistem Pembayaran.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
39
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Adapun perkembangan volume dan nilai transaksi dari sistem pembayaran yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sistem BI-RTGS
Selama triwulan I-2016, transaksi pada Sistem BI-RTGS mengalami penurunan, baik dari
sisi volume maupun nilai dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume transaksi
sistem pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS tercatat menurun
sebesar 39,43% menjadi 1.436,25 ribu transaksi. Penurunan tersebut diikuti dengan
penurunan nilai transaksi sebesar 3,60% menjadi Rp26.739,53 triliun pada triwulan
I-2016. Penurunan volume dan nilai transaksi juga terjadi pada periode yang sama
tahun sebelumnya, yaitu sebesar 48,98% dan 7,41%.
Secara umum, penurunan transaksi tersebut disebabkan adanya kebijakan peningkatan
batas minimal nilai transaksi melalui Sistem BI-RTGS menjadi di atas Rp500 juta,
pascaimplementasi Sistem BI-RTGS Generasi II pada November 2015. Hal tersebut
dapat dilihat dari transaksi transfer dana masyarakat (antarnasabah) yang mengalami
penurunan cukup dalam. Pada triwulan I-2016, volume dan nilai transaksinya masingmasing turun sebesar 47,25% dan 14,77% dibanding triwulan sebelumnya.
2.BI-SSSS
Pada triwulan I-2016, volume transaksi BI-SSSS tercatat sebesar 68,91 ribu transaksi
atau meningkat 32,75% dibandingkan triwulan sebelumnya dan sebesar 51,11%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, nilai transaksi
meningkat sebesar 21,41% dibandingkan triwulan sebelumnya dan sebesar 48,37%
dibandingkan periode yang sama 2015 sehingga menjadi Rp12.994,90 triliun.
3.SKNBI
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume transaksi melalui SKNBI tercatat
menurun sebesar 4,29% menjadi 29.372,08 ribu transaksi pada periode laporan.
Sebaliknya, nilai transaksi melalui SKNBI meningkat sebesar 8,20% dibandingkan
triwulan sebelumnya dan sebesar 51,58% dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya.
Peningkatan nilai transaksi SKNBI didorong oleh meningkatnya transaksi kliring kredit/
transfer dana sebagai dampak implementasi kebijakan batas atas nominal transfer dana
SKNBI dan batas bawah nominal transfer dana melalui Sistem BI-RTGS9. Dengan adanya
kebijakan tersebut, rata-rata nominal per transaksi kliring kredit pada periode laporan juga
mengalami peningkatan, yaitu menjadi sebesar Rp35,70 juta dari periode sebelumnya
adalah sebesar Rp29,27 juta dan periode yang sama tahun sebelumnya adalah sebesar
Rp19,38 juta per transaksi.
9
40
Batas nominal transaksi melalui SKNBI yang semula maksimal Rp500 juta menjadi tidak terbatas, adapun batas nominal transfer
dana melalui Sistem BI-RTGS yang semula minimal Rp100 juta dinaikkan menjadi Rp500 juta.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Tabel 2.10
Volume Transaksi Pembayaran
ˆ…
†

ˆ
 €
Š…†
 ­
ƒ‚­‚ƒ
ƒ„ƒ­
„‚­  ­ƒ
 „€­
ƒ…­†‡
ƒ…­‡‡
ƒ‹­‹ƒ
€Š­€ƒ
……­‡€
€„­†Š
ƒˆƒ­ˆ…
ƒŠ„­€ƒ
ƒ€†­‚†
ƒŠ‡­…‡
‡ˆ€­‡ƒ
……­ˆ‡
€‰Š€‹­ˆˆ
€‰ˆŠ†­Š…
€‰ˆˆ†­‹…
ƒ‰‹‡„­†…
†‰‚…ˆ­„‡
†…†­ˆ…
€‹­„€
€‡­„Š
€‹­…ˆ
Š…­„ƒ
ƒ€‚­„‚
ˆ‹­ˆ…
ŠŠ­„†
ŠŠ­‹ˆ
Š‡­‹„
Š€­…‡
ƒŠ„­ƒˆ
Š…­Š„
ƒ†­„€
€‚­ˆ‹
ƒ†­€€
€€­€€
‹ƒ­‡Š
€‚­‡€
€ˆ‡­‚ˆ
€ˆˆ­…€
€‡…­ˆ„
€„€­…ˆ
ƒ‰‚‚†­†‡
€ˆ„­‚‡
­€
€­„€
„ƒ­‚
­ƒ
„­€
€­ƒ
‚­ ‚€­ƒ‚
‚­€
„€­ „„­ ƒ„‚­
†‰…€‡­ˆ„
†‰ˆ‡†­‹ƒ
‹‰…ˆŠ­€ƒ
†‰ƒ‡ƒ­‡„
Š…‰‚‹‚­‚Š
‹‰„„ˆ­„Š
‹…Š­€‡
‹ˆ‚­‚€
…„€­„€
‹ƒ†­‚‡
Š‰€†ˆ­†ˆ
…‡†­„‹
‹‰„‡ƒ­……
‹‰ˆŠˆ­ˆ€
…‰‹Š†­€‹
‹‰ƒ†‚­„‡
ŠŠ‰ƒƒ„­ƒƒ
…‰…‹‡­„ˆ
€‚‚­ˆˆ
ƒ‹‡­Š…
ƒˆƒ­Šƒ
ƒˆƒ­‹„
„„‹­†‹
ƒƒ†­Š€
ƒ…‰Š†‡­‚‡
ƒ‹‰ˆ‚†­ƒ„
ƒ†‰ƒƒƒ­†‡
€ƒ‰‡Š„­„†
…„‰ˆ‡€­‹‡
€‚‰…‚…­ˆ‡
  ƒ€­ „€ƒ­  €‚­  ƒ‚‚­‚ ‚„­ ‚ ƒ„­
„‡‰„„€­ˆˆ
…‚‰€‹„­Š†
…ƒ‰ƒ…†­„†
…ˆ‰ƒ†…­Š€
€‹ƒ‰Š€‡­‹ˆ
…ˆ‰‚‚†­€ˆ

 ƒ‰‚…„‰‹ŠŠ­…„ ƒ‰ƒŠŠ‰€‹€­„ƒ ƒ‰ƒ‡Š‰ˆ†‚­‹ˆ ƒ‰€ƒ‚‰…‹‚­ˆ€ ˆ‰‡…ˆ‰Š‹…­„Š ƒ‰€ƒ†‰‹ƒ‚­†ˆ
€­ƒ‚  „ƒ­ƒ€ ‚‚­ „ƒ ƒ­ „‚ƒ­„ „­€
‚ „­ „‚‚ ƒ­ƒ  „­  ‚ ­ €­  €„‚­ƒ
‰‰
‡Š…†
‰‰
…ƒ„ ­ƒƒ† …„‚­‚† „ƒ­ „‡ ­ƒ‡
Š­…€
‹­†† ƒ„­‚Š‘ ‡‚­‚‹‘
Œ‡‹­Š‚Ž
Œ„ˆ­‚€Ž ˆ€­†‡‘ ˆ‡­€„‘
Œ‹……­‡‚Ž Œƒ‰Šˆ‹­†…Ž ˆ…­€‡‘ ‡…­†Š‘
ƒ‚­‹„
ƒ†­‹‡ €‹­‹†‘ „†­Š„‘
ˆ­„ƒ
Š­„… ƒˆ­‚…‘ ƒ‚­‹†‘
Œƒ­…‚Ž
‚­†‚ …­„Š‘ ˆ­„‚‘
Œƒ„­„†Ž
ƒ­‚€ „­Š‡‘ ‚­ˆ€‘
‚­
„­„ „­‚‡ ­‡
…„€­€†
­ ­ƒ‡ ­„‡
Œˆ‹„­†€Ž Œƒ‰‚„‚­‹€Ž ‡­Š€‘ ƒ‚­†ƒ‘
Œ‡†­Š…Ž
ŒƒƒŠ­‡…Ž …­€‡‘ ƒŠ­‚ƒ‘
Œˆ‚‡­‚ƒŽ
Œ‹„„­ƒŠŽ ˆ­†ˆ‘ ƒ‚­‚ƒ‘
Œ€€­‡ˆŽ
Œ‹ƒ­ƒ€Ž ƒ‡­‹†‘ ˆ‚­ˆ…‘
Œ‹€†­€ˆŽ
Š‰Šƒ€­ˆ‚ Š­‹‡‘ ƒ†­‚ˆ‘
 ­ „„­ƒ‚ ­€ƒ‡ „­‡
Œƒ‹‹­‚‹Ž
‹‰Šˆ„­‹‚ ‚­€‡‘ ƒ€­…ƒ‘
†‰‚Š‚­‡€ ƒˆ€‰†……­ƒ‹ ‚­…‡‘ ƒŠ­€‹‘
…ƒ ­ † „ ­ƒ ­€€‡ ‚­€‡
€ƒ ­ „­ƒ ­„ƒ‡ €­‡
 ­
€‚ƒ„
Tabel 2.11
Nilai Transaksi Pembayaran
‡
‹ˆ



 ­€ ƒ…†‡…ˆ­ˆ‡
‡ƒ„­‰ˆ
…†Š„‚­‰ƒ
ƒ†‚…‹­ˆ…
ƒ†ˆ‹„­„Š
ƒ†…‰‹­ŠŠ
…†‚ƒŠ­‡‡
 €
‚€ƒ­
‹Š‰­‹„
‰‹­‹ƒ
‹…ƒ­Šƒ
‚­ƒ…
‹‹ˆ­ƒ‹
 €ƒ
„„­‚€
ƒ†ƒ…ƒ­‚‹
€ƒ
‚­ €‚
­€
ƒ‹†…‹‚­‹ƒ
‡Š‡­……
‰†‰Š‰­€‰
Š„‹­Š„
ƒ†‡‰ƒ­‚€
ƒ†‰‰„­‹‡
‹†ˆŠ‹­‡Š
‰­ €ƒ
ƒ‚€
‹‡‹­ƒ€
‰‚­ˆ‡
‹‹€­‚Š
…­‚‚
‹‰Š­‡Š
€ ˆƒ­ƒ‰
ƒ†€ƒ‚­‚€
€ƒƒ
‚ €ƒ
„
€‚
ƒ‹†‰‹‡­„‹
Š…ˆ­‚„
‰†ƒƒƒ­…ˆ
ƒ†ƒ€€­‚ˆ
€†‚…ˆ­ƒƒ
ƒ†…ƒƒ­…ƒ
‹†‡……­‰„
€‰
‚­€‚‚
‹ˆ‹­‰€
‰‚­‹‰
‹€‹­‚…
‚­ƒ…
‹„‰­‡‚
‚€‰ ˆ‚­‰‰
ƒ†€‰‚­ƒ€
€‰ ‚­€­
  ‚‰€ 
ƒ€†„ƒ€­‹€
ƒ†‚Š‚­ˆ…
‰†…‚‚­ˆ‚
ƒ†€„ƒ­‡Š
ƒ†„…‡­‚„
ƒ†„‡ƒ­€Š
…†‚…ƒ­ˆ‹
 ‚€
‰€ƒ
‹Š‰­‡‚
‰„­€‚
‹‹Š­‰ƒ
‚­‚Š
„‹‚­……
‚‰­€ƒ‰
ˆ€­‡‹
ƒ†€Š„­„‹
€‚ƒ
ƒ‚‰€
ƒ
  €ƒƒ
‰…†…€Š­‚‹
‹†ˆ‰€­‡ƒ
€ƒ†‚„ˆ­Š‹
…†‹Šƒ­„„
ˆ†€‡€­‡Š
„†ƒ‚‹­‚ˆ
ƒ‰†ˆ‚‚­‚‰
‚ƒ€ƒ­
‚ƒ€ ƒ†‰…ˆ­‡ƒ
€ƒ‚­„…
ƒ†‹‹„­‰‰
…­‹‡
ƒ†„Š‹­€„
 €‚ƒ
€‡‚­‰…
…†‡Šˆ­ˆŠ
€
‰‚‚‰€‰
‰
†‡ˆ
‰ ‚­€‚
ƒƒ†Š„‚­‹‹
ƒ†ƒ‰Š­‰€
…†„‚‹­ƒ‚
ƒ†…‹ƒ­€‡
ƒ†‡‰„­€Š
ƒ†‰‡…­€ˆ
…†ƒ……­ˆ‹
­­ƒ€­
€‚ƒ
‹ˆƒ­‚‚
‰ƒ­‰‚
‹ƒŠ­…ƒ
‚­‚Š
ˆ‹Š­‹‰
‚‰€
„Š­‡„
ƒ†€Š‡­„„
€ƒ
ƒƒ€‰­
‡­­ €­ˆ
Œ„‰ƒ­ŠŠŽ
„‡­ˆ‡
ŒˆŠˆ­„‚Ž
ƒ„Š­…‚
€‚‡­€…
ŒŠˆ­‚€Ž
ƒ‚‹­‚‚
­€
ƒ€
Œ€…­‡‚Ž
Œ…­ˆ‚Ž
Œ€‚­‚ŠŽ
Œ‚­‚ƒŽ
ƒ‚‡­Šƒ
‡€­ˆ
Œ€­Š‡Ž
€­‚‹
€‰
‚ € Š†‡ˆ
……
……
‡‚­€‰ƒˆ
Œ€†‡‡ˆ­……Ž
‹…€­Š‰
Œ‹‰ˆ­…ƒŽ
‹‡ˆ­‰…
ƒƒŠ­„‚
ƒ‹‚­€‡
ƒ€…­‡‰
ƒ‚‰€‰
‚ €
Œ€…­‹ˆŽ
Œƒ­‡ƒŽ
Œ€€­‰‚Ž
Œ‚­‚„Ž
…‚€­€€
‰€ƒ ‹­‡…
ƒ‰ˆ­„‹
€‰
‰‚‰€‰
‚€‰Š
‰­ƒˆ‘
„­‹ƒ‘
ƒ…­ˆˆ‘
ƒ‹­…€‘
ƒ€­„…‘
‰­ˆˆ‘
€­‰‰‘
€ƒŠ
€Š
„­€ˆ‘
‡­‹„‘
‰­Š€‘
ˆ­Šƒ‘
ƒˆ­€ˆ‘
€ Š
…­‚Š‘
‚­ƒ„‘
ƒ€Š
‚€‚ Š
€ƒŠ
ƒŠ­…‰‘
…€­‚‚‘
ˆ­€ƒ‘
‹ˆ­ƒ‹‘
„­‡Š‘
‡­Š„‘
‹­ƒƒ‘
ƒ€‚ Š
€Š
„­ƒ„‘
‹­…‚‘
„­‰‡‘
…‚­ˆ‡‘
ƒƒŠ­‹ƒ‘
‚€‚Š
‰­‡€‘
ƒ‹­‡ƒ‘
‰‰€ Š
‰€‰‰Š
 ­
€‚ƒ„
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
41
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Industri
Penyelenggaraan sistem pembayaran yang aman dan lancar juga terjadi pada sistem
pembayaran yang diselenggarakan oleh industri. Hal tersebut tercermin dari tidak adanya
gangguan yang signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut.
Dibandingkan triwulan IV-2015, volume transaksi alat pembayaran menggunakan kartu
(APMK) pada triwulan I-2016 mencatat pertumbuhan positif. Volume transaksi APMK
meningkat sebesar 0,69% menjadi 1.293.820,18 ribu transaksi. Hal tersebut menunjukan
semakin seringnya penggunaan APMK di masyarakat, khususnya kartu ATM dan/atau kartu
debet.
Namun demikian, tercatat penurunan nilai transaksi sebesar 0,07% menjadi Rp1.368,51
triliun yang berasal dari penurunan kartu kredit. Kartu ATM dan/atau kartu debet masih
mendominasi volume dan nilai transaksi APMK dengan proporsi masing-masing sebesar
94,28% dan 94,90%. Penurunan volume dan nilai transaksi kartu kredit pada triwulan
laporan, sebagaimana tabel 2.12 dan tabel 2.13, merupakan penurunan siklikal mengingat
pada triwulan sebelumnya terdapat libur akhir tahun (Tabel 2.10).
Pada triwulan I-2016, nilai transaksi uang elektronik meningkat sebesar 4,20% dibandingkan
triwulan IV-2015 menjadi Rp1,4 triliun. Namun demikian, tercatat penurunan volume
transaksi sebesar 0,66% menjadi 138.580,86 ribu transaksi. Rata-rata nilai penggunaan uang
elektronik dalam satu transaksi yaitu sebesar Rp10.094. Pada periode laporan, penurunan
volume berasal dari adanya penurunan instrumen uang elektronik (Tabel 2.11).
Penyelenggaraan transaksi transfer dana mencatat penurunan volume dan nilai transaksi
masing-masing sebesar 5,39% dan 2,28% menjadi 5,44 juta transaksi dan Rp16,31 triliun
pada triwulan I- 2016 dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 5,75 juta transaksi dan Rp16,69
triliun. Penurunan volume dan nilai transaksi secara umum disebabkan menurunnya
transaksi pengiriman uang dalam negeri. Transaksi pengiriman dalam negeri memiliki
pangsa volume sebesar 60,39% dan pangsa nilai sebesar 42,82% (Tabel 2.12).
Tabel 2.12
Transaksi Transfer Dana Triwulan I – 2016*
Transaksi Transfer Dana

2015
Q-2
Q-3
Q-4
Total
2015
2016
Q-1
Q-1
QtQ
naik/(turun)
YoY
% naik/(turun)
QtQ
YoY




 ­€‚‚ƒ
„€…†‡ˆ‰‡‡­€‚‚‰‡Š‰­‹
Di sisi lain, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian traveler’s
cheque (TC) pada triwulan I-2016 menurun sebesar Rp2,1 triliun atau 3,6% dibandingkan
dengan triwulan IV-2015. Penurunan ini didominasi oleh mata uang Dollar Amerika, Dollar
Singapura dan Ringgit Malaysia ini dikarenakan penurunan nilai tukar rupiah terhadap
mata uang lain sejak awal tahun dan berakhirnya musim liburan akhir tahun (Tabel 2.13).
42
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Tabel 2.13
Transaksi UKA-TC Triwulan I - 2016
Transaksi UKA-TC
2015
Q-1
Q-2
Q-3
Q-4
Total
2015
2016
naik/(turun)
% naik/(turun)
Q-1
QtQ
YoY
QtQ
YoY
Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran
Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia berperan aktif dalam penerapan
perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Hal tersebut tercermin dari peran
Bank Indonesia dalam mendorong industri sistem pembayaran dalam menindaklanjuti
pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran. Bank Indonesia juga memfasilitasi
pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran yang diterima melalui telepon, surat, surat
elektronik ataupun datang langsung ke kantor Bank Indonesia.
Sebagaimana terlihat pada Grafik 2.56, selama triwulan I-2016, Bank Indonesia menerima
607 pengaduan dan 3.656 permintaan informasi. Jumlah pengaduan meningkat 223
pengaduan (58,07%) apabila dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang sebesar 384
pengaduan, sedangkan permintaan informasi meningkat 1.099 permintaan (42,98%) dari
2.557 permintaan.
Pada triwulan I-2016, rata-rata pengaduan
dalam satu bulan mencapai 202, sedangkan
permintaan informasi mencapai 1218
(Grafik 2.57). Pengaduan konsumen sistem
pembayaran ke Bank Indonesia didominasi
oleh instrumen kartu kredit sebanyak 457
pengaduan (75%) diikuti transfer dana
sebanyak 70 pengaduan (12%) dan kartu ATM
dan/atau kartu debet sebanyak 63 pengaduan
(10%). Sementara itu, permintaan informasi
terkait sistem pembayaran ke Bank Indonesia
didominasi kewajiban penggunaan rupiah
di wilayah NKRI sebanyak 2.286 permintaan
(63%), penyediaan dan/atau penyetoran uang
791 permintaan (21%), dan transfer dana
sebanyak 115 pengaduan (3%) (Grafik 2.58).
Grafik 2.57
Pengaduan Konsumen SP ke BI Berdasarkan Instrumen


Grafik 2.56
Permintaan Informasi dan Pengaduan SP
Grafik 2.58
Permintaan Informasi SP Berdasarkan Instrumen
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
43
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
2.11. Perkembangan Pengedaran Uang
Posisi uang
yang diedarkan
meningkat
dikarenakan
dampak terjadinya
arus balik uang
kartal dari
perbankan paska
periode Natal dan
liburan akhir tahun
2015.
Posisi Uang yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan I-2016 mencapai Rp508,5 triliun,
turun Rp78,2 triliun atau 13,3% (qtq) dibandingkan akhir triwulan IV-2015 yang tercatat
sebesar Rp586,8 triliun. Hal ini merupakan faktor musiman sebagai dampak terjadinya arus
balik uang kartal dari perbankan paska periode Natal dan liburan akhir tahun 2015 (Grafik
2.59).
Dengan menghilangkan faktor musiman, dari pola siklikal uang kartal sebagai indikator
pertumbuhan ekonomi, UYD terlihat mengalami pertumbuhan sejak bottoming-out dari
titik terendahnya pada pertengahan 2015 dan terus meningkat sampai dengan periode
triwulan I-2016. Berdasarkan pola hubungan UYD dan PDB, peningkatan pertumbuhan
ekonomi diperkirakan masih berlanjut ke triwulan II-2016 (Grafik 2.60).
20
18
16
14
12
10
8
6
4
6,5
6,0
5,5
5,0
% UYD yoy
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
Grafik 2.59
Uang Kartal yang Diedarkan (UYD)
4,5
PDB riil (rhs)
4,0
Grafik 2.60
Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD dan PDB
Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (currency outside banks/CoB)
tercatat Rp420,1 triliun dengan pangsa 82,6%, sedangkan persediaan kas di perbankan
(cash in vault/CiV) sebesar Rp88,4 triliun dengan pangsa 17,4% dari total UYD (Tabel 2.14).
Pangsa CiV tersebut lebih rendah dibandingkan pangsa triwulan sebelumnya sebesar
20,0%. Hal ini sekaligus mengkonfirmasi berkurangnya kebutuhan penyediaan uang kartal
oleh perbankan untuk melayani transaksi uang pada periode laporan.
Tabel 2.14
Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Bank
Nominal (Triliun Rp)
Periode
44
Pangsa
Pertumbuhan qtq
Masyarakat
Bank
Jumlah
Masyarakat
Bank
Masyarakat
Bank
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran
Turunnya posisi UYD selama triwulan I-2016 mendorong aliran masuk bersih uang rupiah
dari perbankan ke Bank Indonesia (net inflow) sebesar Rp78,3 triliun. Pada triwulan laporan,
outflow tercatat sebesar Rp84,1 triliun, sedangkan inflow dari perbankan tercatat sebesar
Rp162,4 triliun. Dari inflow tersebut, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang Rupiah
tidak layak edar (UTLE) sebesar Rp57,2 triliun, lebih tinggi 29,9% dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp44,0 triliun, dimana pemusnahan tersebut seluruhnya merupakan
uang kertas (Tabel 2.15). Meningkatnya pemusnahan UTLE tersebut merupakan upaya
Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang Rupiah yang beredar di masyarakat
(clean money policy).
Tabel 2.15
Indikator Pengedaran Uang



 ­…
 ­€

 ­†


‰



‰

€€‚ƒ€
‚ ƒ„


­„ƒ…


€†€ƒ‡


­­ƒ€

‡…ƒ‡


€ˆ€ƒ 

­††ƒ€


­…ˆƒ„


…‚ƒ…


­…„ƒ 

‡‚ƒ†


€†ƒ†


ˆ…ƒ 
­€ ƒ‡


… †ƒ†


­€‚ƒ­


­ €ƒ


…­‚ƒ„


­ˆ†ƒ‚

­†…ƒ†


…‚†ƒ‚

­††ƒ„


‡‡ƒ­

… ‚ƒ…

‚€ƒ­


­†ƒ€


‚ƒ†



­ƒ„


ƒ†



­ƒ­


‡ƒˆ


­ƒ„


„ ƒˆ

­ƒ…


€ ƒ‡


­ƒ…


„„ƒ€



­ƒ


€­ƒ‡



­ƒ…


€€ƒ 


­ƒˆ

…ˆƒ



­ƒ‚


Persediaan uang rupiah di Bank Indonesia pada akhir triwulan I-2016 tetap terjaga, yang
tercermin dari kemampuan Bank Indonesia menyediakan uang tunai untuk menjaga
kebutuhan penarikan perbankan dan masyarakat untuk jangka waktu 5,9 bulan ke depan.
Angka persediaan ini jauh di atas level minimum kecukupan penyediaan uang tunai dan
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 5,7 bulan
ke depan.
Jumlah temuan uang Rupiah palsu yang
dilaporkan oleh perbankan dan masyarakat
ke Bank Indonesia, serta hasil penyidikan
Kepolisian RI selama triwulan I-2016 tercatat
sebanyak 55.401 lembar, lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV-2015 dengan
temuan uang Rupiah palsu sebanyak 53.296
lembar, dimana 95,4% dari temuan uang palsu
tersebut merupakan pecahan Rp100.000 dan
Rp50.000 (Grafik 2.61). Dengan perkembangan
tersebut, rasio temuan uang palsu pada
triwulan I-2016 adalah 4 lembar uang palsu
per satu juta lembar UYD.

Grafik 2.61
Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
45
BAB III
Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Wewenang Bank Indonesia
Terjaganya stabilitas makroekonomi dan penurunan tekanan inflasi membuka ruang
pelonggaran kebijakan moneter selama triwulan I-2016 yang menurun sebesar 75 basis
points (bps). Pelonggaran kebijakan moneter tersebut, diharapkan dapat memperkuat upaya
peningkatan permintaan domestik di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan
kinerja pasar keuangan yang cukup kuat. Secara umum, penyelenggaraan sistem pembayaran
dan pengedaran uang Rupiah selama periode laporan berlangsung dengan baik dan lancar.
RINGKASAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG
BANK INDONESIA TRIWULAN I-2016
1. Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI rate sebesar 75 basis
point (bps) yang dilakukan secara bertahap dalam tiga bulan.
2. Selama triwulan I-2016, penurunan BI rate diikuti penurunan Giro Wajib Minimum
(GWM) sebesar 100 bps.
3. Bank Indonesia menginisiasi forum Rapat Koordinasi (Rakor) yang melibatkan Bank
Indonesia, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah di Kupang, Nusa Tenggara
Timur.
4. Bank Indonesia melakukan harmonisasi dengan Rancangan Undang-Undang (RUU)
tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
5. Bank Indonesia melakukan pilot project pemanfaatan Sistem Resi Gudang di
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (komoditas gabah) dan Kabupaten Konawe Selatan
(komoditas kakao).
6. Dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, uji coba pemberian
dana zakat produktif kepada usaha mikro dilakukan di sejumlah daerah.
7. Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif (PEKI) dan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia telah melaksanakan sebanyak 85 kegiatan edukasi di 37 wilayah.
8. Berbagai langkah perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) terus dilakukan dengan
melibatkan perusahaan telekomunikasi.
9. Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan/aturan yang dapat dijadikan sebagai
payung hukum dalam penyediaan layanan jasa perbankan kepada nasabah Bank
Indonesia.
10. Selama triwulan I-2016, pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) tercatat
sebesar Rp57,2 triliun yang seluruhnya merupakan uang Rupiah kertas.
11. Realisasi cetak uang pada triwulan I-2016 mencapai Rp9,0 triliun atau 124% dari
rencana cetak pada triwulan yang sama.
12. Realisasi distribusi uang Rupiah selama triwulan laporan mencapai Rp35,5 triliun
dalam berbagai pecahan.
13.Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan menandatangani kesepakatan
kerjasama dan koordinasi untuk menciptakan sinergi dalam pelaksanaan tugas dan
kewenangan kedua institusi.
14. Pada triwulan I-2016, jumlah penarikan ULN Pemerintah RI yang ditatausahakan oleh
Bank Indonesia mencapai USD3,0 miliar.
15. Indonesia membayar kenaikan kuota ke IMF sebesar SDR2.569 juta (ekuivalen Rp48,17
triliun) sehingga total kuota Indonesia di IMF menjadi SDR4.648 juta (Rp87,17 triliun).
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1. Stabilitas Moneter
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia melihat masih terjaganya stabilitas makroekonomi,
khususnya terus menurunnya tekanan inflasi, serta meredanya ketidakpastian di pasar
keuangan global. Di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global, kebijakan
penurunan BI Rate sepanjang triwulan ini diharapkan semakin memperkuat upaya
meningkatkan permintaan domestik untuk mendorong momentum pertumbuhan
ekonomi dan pada saat yang sama menjaga stabilitas makroekonomi. Pelonggaran
kebijakan moneter pada triwulan ini, baik melalui penurunan BI rate dan GWM,
yang mulai berdampak pada penurunan suku bunga perbankan, diperkirakan akan
memperkuat likuiditas dan mendorong peningkatan pertumbuhan kredit perbankan.
Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, fokus dalam jangka
pendek ke depan akan lebih menekankan pada penguatan kerangka operasional melalui
penerapan struktur suku bunga operasi moneter yang konsisten. Bank Indonesia juga
akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan pengendalian
inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural berjalan dengan baik,
sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Berbagai langkah strategis hingga triwulan I-2016 berdampak pada masih tetap terjaganya
stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan efektivitas
kebijakan moneter berikut ini.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
1.Inflasi inti (performance)
Realisasi inflasi (IHK) (monitoring)
Target
4,0 ± 1%
4,0 ± 1%
Pencapaian
Triwulan I-2016
3,50%
4,45%
Pencapaian inflasi pada triwulan ini disebabkan penurunan kelompok administered price (AP) dan kelompok
volatile food (VF), sedangkan inflasi kelompok inti relatif stabil.
1.Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD
Angka Tertentu
10,17%
Pergerakan volatilitas nilai tukar Rupiah pada periode laporan masih dapat terjaga di bawah target maksimal.
Sejalan dengan penguatan dolar AS terhadap mata uang lain secara global, sepanjang triwulan I-2016.
3.1.1. Kebijakan Moneter
Di tengah
lemahnya ekonomi
global, kebijakan
penurunan BI Rate
sepanjang triwulan
ini diharapkan
dapat memperkuat
upaya mendorong
pertumbuhan
ekonomi.
48
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI rate
sebesar 75 basis point (bps) dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 bps.
Keputusan tersebut merupakan kebijakan dalam rangka pelonggaran kebijakan moneter
yang diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada periode Januari
– Maret 2016. Pelonggaran ini diharapkan semakin memperkuat upaya meningkatkan
permintaan domestik untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus
menjaga stabilitas makroekonomi.
Pada Januari 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25
bps menjadi 7,25%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,25% dan Lending Facility pada
level 7,75%. Keputusan ini sejalan dengan pernyataan Bank Indonesia sebelumnya bahwa
ruang pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka dengan terjaganya stabilitas
makroekonomi. Bank Indonesia juga mempertimbangkan meredanya ketidakpastian
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pasar keuangan global pascakenaikan Fed Fund Rate (FFR). Penurunan BI Rate secara terukur
diharapkan dapat memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan
Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah dilakukan sebelumnya.
Pada Februari 2016, Bank Indonesia kembali menurunkan BI Rate sebesar 25 basis points
(bps) menjadi 7%, dengan suku bunga Deposit Facility menjadi sebesar 5% dan Lending
Facility menjadi sebesar 7,5%. Bank Indonesia juga menurunkan Giro Wajib Minimum
(GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 1%, dari 7,50% ke level 6,5%, berlaku efektif sejak 16
Maret 2016. Keputusan tersebut sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter
yang semakin terbuka dengan kian terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya
penurunan tekanan inflasi pada 2016 dan meredanya ketidakpastian di pasar keuangan
global. Kebijakan penurunan BI Rate dan GWM Primer dalam Rupiah tersebut diharapkan
dapat memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung.
Pada Maret 2016, Bank Indonesia juga menurunkan BI Rate sebesar 25 basis points (bps)
menjadi 6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility menjadi sebesar 4,75% dan Lending
Facility menjadi sebesar 7,25%, mulai berlaku 18 Maret 2016. Keputusan tersebut sejalan
dengan masih terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter sejalan dengan
terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya terus menurunnya tekanan inflasi pada
2016 dan 2017, serta meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Di tengah masih
lemahnya pertumbuhan ekonomi global, kebijakan penurunan BI Rate tersebut diharapkan
semakin memperkuat upaya meningkatkan permintaan domestik untuk mendorong
momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi.
Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, dalam jangka pendek,
Bank Indonesia akan lebih menekankan pada penguatan kerangka operasional melalui
penerapan struktur suku bunga operasi moneter yang konsisten.
3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar
Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi
menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank
Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar,
penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Bank Indonesia
melakukan pengelolaan moneter dan nilai tukar.
3.1.2.1. Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia melakukan pengelolaan moneter untuk menjaga pergerakan sasaran
operasional kebijakan moneter (suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) tenor
overnight (o/n), sebagai bentuk implementasi kebijakan moneter. Dalam pelaksanaannya,
pengelolaan moneter dilakukan melalui pengelolaan likuiditas perbankan yang antara
lain dalam bentuk operasi moneter (OM) yang terdiri atas operasi pasar terbuka (OPT) dan
standing facilities (SF).
Lelang instrumen operasi pasar terbuka dilakukan agar suku bunga sasaran operasional
yang terbentuk dapat ditransmisikan oleh perbankan ke suku bunga dengan tenor
lebih panjang, sehingga sesuai dengan sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia.
Sementara itu, instrument standing facilities digunakan sebagai koridor untuk menjaga
volatilitas suku bunga sasaran operasional.
Sejalan dengan
penurunan BI Rate
selama triwulan
I-2016, penurunan
suku bunga
instrumen operasi
pasar terbuka
dilakukan seiring
dengan penurunan
tekanan inflasi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
49
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selama triwulan I-2016, net likuiditas1 pada sistem perbankan naik sebesar Rp240 triliun,
berbeda dengan kondisi triwulan IV-2015 dimana net likuiditas di sistem perbankan turun
Rp239 triliun. Tambahan net likuiditas tersebut terutama berasal dari mutasi rekening
pemerintah, mutasi uang kartal, dan mutasi giro bank. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kondisi net likuiditas di sistem perbankan antara lain transaksi bank sentral dan jatuh
waktu instrumen operasi moneter. Untuk menjaga pergerakan suku bunga PUAB o/n, Bank
Indonesia melakukan operasi moneter untuk menyerap tambahan likuiditas tersebut.
Seiring dengan tambahan net likuiditas di sistem perbankan selama triwulan I-2016, posisi
(outstanding) net operasi moneter pada akhir triwulan I-2016 naik sebesar Rp240 triliun
menjadi Rp332 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp210,76 triliun.
Net operasi moneter (OM) tersebut terdiri atas OM absorpsi (penyerapan) sebesar Rp383
triliun dan OM injeksi sebesar Rp51 triliun. Absorpsi tambahan net likuiditas di sistem
perbankan terutama dilakukan melalui instrument Deposit Facility (29%), SDBI (26%) dan
RR SBN (25%). Sementara itu, porsi SBI dan SBIS masing-masing sebesar 18% dan 2% dari
posisi OM absorpsi.2
Grafik 3.1
Outstanding Operasi Moneter-Total (eop)
80
7,0
6,5
6,0
5,5
4,0
50
20
10
1 mgg 2 mgg 1 bln
(absolut, rhs)
3 bln
31-Des-15
6 bln
9 bln 12 bln
31-Mar-16
Grafik 3.3
Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop)
1
2
50
40
30
DF
70
60
5,0
4,5
0
Sejalan dengan penurunan BI Rate sebesar 75
bps selama triwulan I-2016, penurunan suku
bunga instrumen operasi pasar terbuka (OPT)
dilakukan seiring dengan penurunan tekanan
inflasi. Penurunan BI Rate sebesar 75 bps juga
diikuti oleh penurunan suku bunga standing
facilities (SF). Suku bunga Deposit Facility (DF)
dan Lending Facility (LF) masing-masing turun
sebesar 75 bps sehingga menjadi 4,75% dan
7,25%. Sementara itu, penurunan suku bunga
OPT berada pada kisaran 40 bps – 75 bps. Suku
bunga OPT tenor 1 minggu sebesar 5,50%, 2
minggu sebesar 5,60%, 1 bulan sebesar 5,80%,
3 bulan sebesar 6,20%, 6 bulan sebesar 6,45%,
9 bulan sebesar 6,60% dan 12 bulan sebesar
6,75%.
Giro bank di Bank Indonesia/bank reserves.
Deposit facility termasuk FASBIS untuk bank syariah, SDBI adalah Sertifikat Deposito Bank Indonesia, RR SBN adalah
Reverse Repo dengan underlying Surat Berharga Negara, SBI adalah Sertifikat Bank Indonesia dan SBIS adalah Sertifikat
Bank Indonesia Syariah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
Grafik 3.2
Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi (eop)
8,0
7,5
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar
Pengelolaan nilai tukar yang dilakukan Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga stabilitas
nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Stabilitas nilai tukar diukur dengan ratarata volatilitas USD/IDR. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia dapat
melakukan intervensi dengan tetap memperhatikan kecukupan cadangan devisa.
Pada triwulan I-2016, tekanan pelemahan Rupiah mereda sejalan dengan membaiknya
sentimen domestik dan global. Sentimen positif dari domestik dipengaruhi oleh akselerasi
stimulus fiskal, perbaikan iklim investasi, dan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Sementara itu, ketidakpastian di pasar keuangan global telah mereda pascakenaikan suku
bunga the Fed sebesar 25 basis point pada Desember 2015. Berbagai sentimen positif itu
yang didukung pelonggaran kebijakan moneter negara-negara maju juga menyebabkan
arus dana asing masuk kembali ke Indonesia, sehingga nilai tukar Rupiah menguat dari
level Rp13.785 (31 Desember 2015) ke level Rp13.260 (31 Maret 2016).
Pada triwulan
I-2016, tekanan
pelemahan
Rupiah mereda
sejalan dengan
membaiknya
sentimen ekonomi
domestik dan
global.
3.1.3 Koordinasi dengan Pemerintah
Pada triwulan I-2016, koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan pemerintah
pusat dan daerah difokuskan pada upaya pembenahan logistik pangan guna mendukung
pencapaian ketahanan pangan dan terjaganya stabilitas harga. Hal ini dilandasi kenyataan
bahwa gejolak inflasi di daerah antara lain disebabkan oleh kualitas sistem logistik,
terutama kondisi infrastruktur, biaya bongkar muat, dan skala ekonomi yang belum
optimal. Langkah pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, khususnya
infrastruktur konektivitas, memberikan optimisme untuk mengatasi berbagai persoalan
distribusi dan logistik. Namun, upaya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur
tersebut memerlukan komitmen dan sinergi kebijakan yang erat antara berbagai elemen
pemangku kebijakan di tingkat pusat dan daerah.
Bank Indonesia
menginisiasi
Rapat Koordinasi
yang melibatkan
Bank Indonesia,
pemerintah
pusat dan daerah
dengan fokus
pada perbaikan
sistem logistik dan
ketahanan pangan.
Kegiatan Koordinasi Pengendalian Inflasi Triwulan I-2016
Pada triwulan I-2016, kegiatan koordinasi pengendalian inflasi yang dilakukan Bank
Indonesia melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja
Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) mencakup beberapa kegiatan.
Pertama, finalisasi Laporan Pelaksanaan Tugas Tahun 2015 TPI - Pokjanas TPID. Kedua,
penyusunan rekomendasi kebijakan stabilisasi harga sebagai tindak lanjut arahan Presiden
dalam Rakornas VI TPID 2015. Ketiga, diskusi terkait arah kebijakan harga BBM menjelang
triwulan II-2016. Keempat, Rapat Koordinasi Bank Indonesia, Pemerintah Pusat, dan
Pemerintah Daerah di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Untuk meningkatkan koordinasi dan pengelolaan inflasi nasional dan daerah, laporan
pelaksanaan tugas TPI dan Pokjanas TPID didokumentasikan dalam satu buku yang
memuat pencapaian sasaran inflasi 2015, outlook inflasi 2016, pelaksanaan tugas TPI dan
Pokjanas TPID Tahun 2015, serta Rencana Kerja Tahun 2016.
Dalam Rakornas VI TPID Tahun 2015, Presiden RI memberi arahan mengenai pengembangan
pasar lelang komoditas pangan dan penguatan kebijakan stabilisasi harga, baik oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Terkait dengan hal itu, pada triwulan
I-2016, TPI dan Pokjanas melaksanakan serangkaian diskusi untuk penyusunan awal
rekomendasi tersebut. Penyusunan rekomendasi diperkuat pula dengan kunjungan kerja
ke Pasar Lelang Komoditas Agro Provinsi Jawa Barat di Bandung dan diskusi dengan TPID
Provinsi Jawa Barat. Kajian awal tersebut telah dibahas dalam rapat TPI tingkat eselon 2 dan
akan dilanjutkan dalam pembahasan di tingkat eselon 1 yang direncanakan pada triwulan
II-2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
51
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Terkait dengan kelanjutan reformasi subsidi energi, pada triwulan I-2016, TPI
menyelenggarakan diskusi dengan narasumber Kementerian ESDM dan Pertamina.
Berdasarkan Permen ESDM No. 39 Tahun 2015, pemerintah akan menyesuaikan harga BBM
(premium dan solar) sesuai dengan harga keekonomiannya setiap triwulan. Untuk Januari,
berdasarkan Kepmen ESDM No 2K/12/MEM/2016, harga bensin dan solar turun sebesar
Rp500 per liter, masing-masing menjadi Rp6.950 perliter (bensin non jamali) dan Rp5.650
per liter (solar). Sesuai dengan Permen tersebut, penyesuaian harga selanjutnya adalah
pada April 2016. Mempertimbangkan perkembangan harga minyak dunia yang terus
menurun pada periode tersebut, maka TPI menyelenggarakan diskusi mengenai kepastian
kelanjutan kebijakan penyesuaian harga tersebut dalam rangka menyusun outlook inflasi
2016.
Rapat Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang
dilaksanakan secara triwulanan merupakan forum penyampaian pandangan dan diskusi
antara Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, menteri, dan kepala daerah. Pada
triwulan I-2016, rakor dilaksanakan di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 12 Februari 2016
dengan mengangkat tema “Mempercepat Perbaikan Sistem Logistik untuk Memperkuat
Ketahanan Pangan”.
BOKS
BOKS
Mempercepat Perbaikan Sistem Logistik untuk
Memperkuat Ketahanan Pangan
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menginisiasi forum Rapat Koordinasi (Rakor)
yang melibatkan Bank Indonesia, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah di
Kupang, Nusa Tenggara Timur3. Rakor tersebut mengusung tema “Mempercepat
Perbaikan Sistem Logistik untuk Memperkuat Ketahanan Pangan”. Rakor yang
dipimpin Gubernur Bank Indonesia bersama seluruh Anggota Dewan Gubernur
itu diikuti oleh pimpinan pemerintah daerah dan sejumlah pejabat tinggi dari
kementerian/lembaga terkait.
Para peserta berasal dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pertanian. Dari unsur
pemerintah daerah yang hadir antara lain Gubernur Nusa Tenggara Timur, Wakil
Gubernur Nusa Tenggara Barat, Wakil Gubernur Bali dan pejabat pemerintah daerah
kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Rapat koordinasi menyepakati beberapa kesepakatan penting yang akan
diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang konsisten dan bersinergi untuk stabilisasi
harga maupun pengembangan ekonomi daerah, yakni:
1. Memfokuskan koordinasi pengendalian inflasi daerah pada upaya :
a.Memastikan ketersediaan pasokan pangan pokok bagi masyarakat.
Penyaluran pasokan pangan pokok yang berasal dari pengadaan luar
negeri perlu dikoordinasikan dengan pemerintah daerah dan diutamakan
untuk daerah yang mengalami defisit produksi pangan. Hal tersebut
sejalan dengan arahan Presiden RI yaitu membuat rakyat cukup pangan,
3
52
Rapat Koordinasi diselenggarakan pada 12 Februari 2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
menurunkan kemiskinan, membuat petani lebih sejahtera, membuat
produsen pangan dalam negeri semakin memiliki andil yang besar untuk
mencukupi kebutuhan pangan, dan membuat Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) semakin efektif untuk menyejahterakan rakyat.
b. Mengoptimalkan penggunaan kapal ternak, termasuk potensi penambahan
armada hingga 5 unit, sebagai sarana untuk meminimalkan perbedaan
harga antara tingkat konsumen dan peternak (daerah sentra).
2.Memperkuat intensifikasi pertanian, untuk meningkatkan produktivitas
pertanian. Hal ini dilakukan antara lain melalui upaya khusus seperti
pendampingan kelompok tani, pengaturan pola tanam, dan modernisasi sarana
pertanian. Upaya-upaya tersebut telah diinisiasi oleh Kementerian Pertanian,
terutama di daerah yang merupakan sentra produksi pangan. Dari 34 provinsi
di Indonesia, 17 di antaranya merupakan daerah sentra produksi utama,
sedangkan daerah lainnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri
atau mengalami defisit.
3. Menetapkan lembaga yang bertanggungjawab terhadap manajemen logistik
pangan sesuai amanat Undang-Undang Pangan, dengan memperluas
kewenangan terhadap komoditas pangan yang perlu dijaga stabilitas harganya.
Dalam kaitan ini, penguatan peran Bulog perlu segera dilakukan dengan
perluasan cakupan komoditas yang dapat ditangani oleh Bulog.
4. Mempercepat perbaikan sistem logistik infrastruktur pangan untuk menekan
biaya dan meningkatkan efisiensi perdagangan antar daerah melalui :
a. Penguatan komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
menyelaraskan rencana pengembangan sistem transportasi nasional
(Sistranas), guna mendukung penurunan rasio biaya logistik terhadap PDB.
b. Mempercepat implementasi paket kebijakan dalam rangka meningkatkan
efisiensi logistik, antara lain melalui pengembangan usaha jasa
penyelenggaraan pos komersial, penyaluran pembayaran jasa kepelabuhan
secara elektronik (single billing), sistem pelayanan terpadu kepelabuhanan
secara elektronik, sinergi BUMN, dan penggunaan uang Rupiah.
c. Menyediakan infrastruktur pendukung logistik pangan secara memadai
dan terintegrasi (multimoda), termasuk optimalisasi tol laut dalam
bentuk penyediaan rute dan armada perintis, percepatan pembangunan
pelabuhan, serta pembangunan gudang penampungan sebagai cikal bakal
pengembangan pusat distribusi regional.
d. Mempercepat pembangunan infrastruktur penunjang produksi pangan
sebagai bagian dari proyek strategis nasional untuk mendorong peningkatan
kapasitas produksi pertanian, seperti 7 waduk di NTT (Raknamo, Rotiklot,
Kolhua, Temef, Mbay, Napunggate, Manikin), 5 waduk di NTB (Nila, Tanju,
Bintang Bano, Rababaka, Mujur), dan 2 waduk di Bali (Telagawaja, Sidan)
yang didukung oleh pembangunan irigasi teknis.
e. Dalam kaitan ini, pemerintah daerah memberikan dukungan dengan
mempercepat penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk lahan
pertanian lestari, pembebasan lahan, dan perizinan untuk pembangunan
infrastruktur pertanian seperti waduk, irigasi dan sarana produksi lainnya.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
53
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
5.Mendorong pembenahan rantai tata niaga komoditas pertanian dengan
memotong rantai distribusi guna menyeimbangkan keuntungan yang
diterima di tingkat pedagang dan petani. Langkah yang dilakukan antara lain
dengan mempercepat pengembangan Pusat Distribusi Regional (PDR) dan
mengoptimalkan Pasar Lelang Komoditas dan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai
model bisnis yang terintegrasi.
6. Mendorong berkembangnya diversifikasi pangan, terutama dengan peningkatan
konsumsi pangan lokal melalui berbagai program edukasi dan sosialisasi kepada
masyarakat. Terkait hal ini, Kementerian Pertanian akan mendukung peningkatan
produksi pangan lokal.
7. Memperkuat komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
upaya menekan inflasi daerah, terutama dengan mengintensifkan peran TPI
dan TPID, serta penetapan program stabilisasi harga (Roadmap Pengendalian
Inflasi) sebagai bagian dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD). Terkait hal ini diperlukan penguatan aspek dasar
hukum forum koordinasi TPID.
8. Mengoptimalkan penyerapan belanja kementerian/lembaga dan penyerapan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan disertai langkahlangkah untuk memperkuat kapabilitas pengelolaan keuangan di Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD).
9. Mempercepat pembangunan pembangkit listrik di daerah, terutama di daerah
yang masih mengalami defisit listrik seperti di NTB dan NTT. Rencana ini perlu
didukung penyediaan lahan oleh pemerintah daerah dan harmonisasi regulasi
yang diperlukan untuk pelaksanaan Perpres No. 4 Tahun 2016 mengenai
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebanyak 35.000
megawatt listrik dan 46.000 km jaringan transmisi.
10.Mendukung penyaluran KUR melalui penyiapan daftar calon debitur KUR
oleh pemda bekerja sama dengan perbankan dan kementerian terkait yang
selanjutnya akan masuk dalam Sistem Informasi Debitur (SID) KUR. Terkait
hal ini, pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah akan
mengintensifkan sosialisasi mengenai KUR guna mencapai target penyaluran
yang ditetapkan. Target KUR 2016 meningkat dari Rp30 triliun menjadi Rp100
triliun. Target penerima KUR diperluas untuk usaha produktif mencakup Tenaga
Kerja Indonesia (TKI), UMKM, pekerja magang, dan pekerja yang terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Adapun suku bunga KUR ditetapkan sebesar
9% per tahun yang penyelenggaraannya melibatkan 19 bank.
Pokok-pokok hasil pembahasan pada Rakor tersebut sejalan dengan tema
besar koordinasi pengendalian inflasi daerah. Terkait percepatan pembangunan
infrastruktur pendukung logistik dan peningkatan kapasitas produksi pangan, tema
ini akan dibahas secara khusus dalam Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (Rakornas TPID) VII 2016.
Selain menegaskan perlunya percepatan pembangunan infrastruktur untuk
stabilitas harga, Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas
TPID) terus memperkuat koordinasi antara pusat-daerah melalui penguatan fungsi
kesekretariatan. Selain itu, Pokjanas TPID melakukan upaya untuk memperluas kerja
54
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
sama pengendalian inflasi dengan penegak hukum untuk meningkatkan efektivitas
upaya pengendalian inflasi daerah. Di beberapa daerah, upaya memperluas akses
informasi harga melalui pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
(PIHPS) yang telah dirintis sejak 2013 semakin berkembang.
3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, Bank
Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah RI dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah RI
terhadap pihak luar negeri.
Sejalan dengan fungsi tersebut, Bank Indonesia menatausahakan penarikan utang luar
negeri (ULN) Pemerintah RI, baik untuk membiayai proyek tertentu, membiayai defisit
APBN maupun pengelolaan portofolio utang dan melakukan pembayaran ULN Pemerintah
RI yang jatuh waktu. ULN pemerintah yang ditatausahakan Bank Indonesia terdiri atas
pinjaman multilateral, bilateral, komersial, fasilitas kredit ekspor, dan global bonds.
Bank Indonesia
memantau
perkembangan ULN
untuk mendukung
perumusan
kebijakan dan
menatausahakan
ULN pemerintah
secara aman, akurat,
dan tepat waktu.
Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN pemerintah dilakukan melalui transfer
langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Untuk pembiayaan proyek, penarikan
dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus, pembukaan letter
of credit (L/C) dan/atau pembiayaan pendahuluan.
Pada triwulan I-2016, jumlah penarikan ULN Pemerintah RI yang ditatausahakan oleh
Bank Indonesia mencapai USD3,0 miliar. Komposisi utang itu terutama didominasi oleh
penerbitan perdana (new issuance) SBSN berdenominasi USD senilai USD2,50 miliar pada
29 Maret 2016, yang terdiri atas (1) seri SNI21 sebesar USD0,75 miliar dan (2) seri SNI26
sebesar USD1,75 miliar.
Pada periode yang sama, realisasi pembayaran ULN Pemerintah RI tercatat sebesar USD2,5
miliar. Pembayaran ULN Pemerintah RI dilaksanakan berdasarkan instruksi pembayaran
dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari
administrasi data ULN pemerintah melalui Debt Management and Financial Analysis System
(DMFAS).
Aspek utama dalam pembayaran ULN pemerintah adalah terlaksananya pembayaran
cicilan pokok dan bunga yang aman, akurat, dan tepat waktu. Hal ini penting karena
berpengaruh terhadap reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi
kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, Bank Indonesia harus
dapat menjamin ketersediaan valuta asing yang diperlukan pemerintah sesuai dengan
valuta pinjaman yang harus dibayarkan.
Untuk mendukung kinerja pembayaran ULN yang aman, akurat dan tepat waktu, serta
menjaga akurasi data realisasi pembayaran ULN pemerintah, setiap bulan dilakukan rapat
koordinasi rekonsiliasi data realisasi pembayaran antara Bank Indonesia dengan Kemenkeu.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
55
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.1
Realisasi Penarikan ULN Pemerintah
(Juta USD)
Total
2014*
Tw 1
4.420,1
Tw 2
Tw 3
2015*
Tw 4
Total
Tw 1
Tw 2
Tw 3
2016*
Tw 4
Total
Tw 1
831,0 3.628,9 1.589,7 10.469,7 3.897,1 2.181,8 4.225,8 5.536,2 15.840,9 3.028,0
 ­
€‚ƒ„„€€‚ƒ„„„
Tabel 3.2
Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah
 ­€‚ƒ„ƒ­­€‚ƒ„ƒƒ
3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor
Pangsa nilai DHE
di bank devisa
dalam negeri
terus meningkat,
meskipun secara
nominal nilai DHE
sedikit menurun.
Secara akumulatif, perkembangan penerimaan DHE selama Januari-Februari 2016
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama 2015. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya peningkatan pangsa penerimaan DHE melalui bank devisa
dalam negeri dari 92,28% menjadi 95,03%. Secara nominal, penerimaan DHE mengalami
penurunan dari USD17,32 miliar menjadi USD17,22 miliar. Sejalan dengan penurunan di
bank domestik, DHE yang diterima melalui bank di luar negeri juga mengalami penurunan
dari USD1,45 miliar menjadi USD0,90 miliar dengan pangsa yang menurun dari 7,72%
menjadi 4,97%.
Berdasarkan laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disampaikan eksportir dan bank
devisa, lima komoditas penyumbang DHE terbesar adalah batubara, minyak kelapa sawit
(CPO), tekstil, electrical dan LNG (liquified natural gas).
Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir, Bank Indonesia senantiasa melakukan
pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan DHE dengan mengenakan
sanksi administratif berupa denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor.
Selama triwulan I-2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa
denda tercatat sebanyak 168 eksportir atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebanyak 250 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan
sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 22 eksportir atau menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 39 eksportir. Selama periode laporan
terdapat 3 eksportir yang telah dibebaskan dari sanksi penangguhan pelayanan ekspor,
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 25 eksportir.
56
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka meningkatkan efektifitas pemantauan DHE, Bank Indonesia menjalin
koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih
efektif. Instansi tersebut antara lain SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan,
Ditjen Pajak dan Asosiasi. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelaporan Rincian Transaksi
Ekspor (RTE), selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi maupun
coaching clinic kepada eksportir dan bank antara lain di Provinsi DKI Jakarta, Bali, Banten,
Jawa Tengah, Jawa Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, dan Kalimantan
Timur.
3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan
Kebijakan
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank
Indonesia melakukan kegiatan statistik antara lain mengumpulkan dan mengolah data dan
informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan serta menyusun laporan/analisisnya.
Selain itu, Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang
terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil.
Di sektor moneter, pada Triwulan I-2016 Bank Indonesia telah memublikasikan statistik
Uang dan Bank, Kegiatan Usaha Lembaga Keuangan Nonbank, serta Pasar Uang dan Pasar
Modal dalam publikasi Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses
melalui website BI. Bank Indonesia juga merilis analisis Uang Beredar dan Faktor yang
Mempengaruhinya secara bulanan.
Untuk
meningkatkan
pelayanan kepada
publik, Bank
Indonesia telah
mempercepat
periode publikasi
Statistik Sistem
Keuangan
Indonesia dari
semula triwulanan
menjadi bulanan.
Di sektor eksternal, pada triwulan I 2016 Bank Indonesia telah memublikasikan statistik
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV 2015 (Februari 2016) dan statistik Posisi
Investasi Internasional (PII) Indonesia triwulan IV 2015 (Maret 2016). Rilis kedua jenis
statistik tersebut disertai dengan laporan lengkap yang menjelaskan secara komprehensif
perkembangan sektor eksternal Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga memublikasikan
Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode November–Desember
2015 dan Januari 2016, serta data posisi cadangan devisa periode Desember 2015 dan
Januari–Februari 2016. Dalam meningkatkan layanan kepada stakeholder dalam negeri
maupun luar negeri, penyajian beberapa publikasi statistik sektor eksternal tersebut
disajikan dalam dua Bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada publik (user) khususnya
untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi sistem keuangan yang lebih terkini, Bank
Indonesia telah mempercepat periode publikasi Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI)
dari semula SSKI Triwulanan menjadi SSKI Bulanan. Edisi perdana publikasi SSKI Bulanan
terbit pada bulan Maret 2016 dengan data realisasi s.d. Januari 2016 telah didesiminasikan
melalui website BI. Perubahan periodisasi ini sekaligus akan memperpendek lag waktu
publikasi, yang semula untuk SSKI Triwulanan dipublikasikan dengan lag waktu sekitar
2 bulan 2 minggu, maka untuk publikasi SSKI Bulanan dipublikasikan dengan lag waktu
sekitar 1 bulan 3 minggu.
Untuk mendukung asesmen likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik antarsektor institusi, Bank Indonesia pada Triwulan I-2016 melanjutkan pengembangan statistik
Financial Account & Balance Sheet (FABS) untuk menggambarkan posisi dan transaksi
masing-masing sektor institusi. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia terus melakukan
kerja sama dengan berbagai instansi antara lain Ditjen Pajak-Kementerian Keuangan dan
Kementerian BUMN, terutama untuk memperoleh data dan informasi sektor korporasi
nonfinansial dan rumah tangga.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
57
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Dalam rangka mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan, Bank Indonesia
menyelenggarakan berbagai survei baik rutin maupun tidak rutin. Beberapa survei yang
secara rutin dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain adalah Survei Konsumen (SK),
Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti
Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SBank), Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi
(SPIME). Selain survei, Bank Indonesia juga melakukan in-depth interview melalui Kegiatan
Liaison kepada pelaku bisnis utama (keybusiness persons) untuk memperoleh informasi dan
pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan.
Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai berbagai
produk statistik yang dihasilkannya, seperti melakukan Kegiatan Training of Trainers (ToT)
Kebanksentralan bagi staf ahli anggota DPR dan perwakilan dosen perguruan tinggi
seluruh Indonesia yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Institute (BIns) pada 30-31
Maret 2016 di Bali.
3.2. Stabilitas Sistem Keuangan
Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga ketahanan Sistem Keuangan dilakukan
dengan memitigasi risiko sistemik melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial.
Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem
keuangan. Terjaganya stabilitas sistem keuangan tercermin pada indikator kinerja stabilitas
sistem keuangan.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
IKU 3 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
Target
< 2
Pencapaian
Triwulan I-2016
0,86
Baiknya kinerja Bank Indonesia dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) tercermin melalui indeks
Stabilitas Sistem Keuangan, yang pada triwulan I-2016 lebih tinggi dibandingkan dengan target yang
ditetapkan. Rata-rata Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK), termasuk indeks pembentuknya meliputi
Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) selama Januari, Februari,
dan Maret 2016 adalah sebesar 0,86 (ISSK), 0,72 (ISIK) dan 0,97 (ISPK). Rata-rata ketiga indeks tersebut masih
jauh berada di bawah threshold2. Komitmen Bank Indonesia untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
juga ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial
Dalam rangka
penguatan
pengaturan,
Bank Indonesia
menerbitkan
peraturan
pelaksanaan atas
countercyclical
buffer dan
pedoman
pengawasan
makroprudensial.
58
Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan
fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Melalui fungsi tersebut, Bank
Indonesia berupaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi
risiko sistemik di sistem keuangan.
3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial
Pada triwulan I-2016, kegiatan pengaturan makroprudensial difokuskan terhadap
penyusunan ketentuan yang berlaku untuk internal Bank Indonesia, termasuk pelaksanaan
sosialisasi dari ketentuan yang diterbitkan pada triwulan IV-2015. Ketentuan yang
diterbitkan pada triwulan I-2016 terdiri atas Surat Edaran Intern No.18/4/INTERN tanggal
9 Februari 2016 tentang “Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Kewajiban Pembentukan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Countercyclical Buffer” (SE Intern CCB) dan SE Intern No.18/12/INTERN tanggal 30
Maret 2016 tentang “Pedoman Pengawasan Makroprudensial” (SE Intern Pengawasan
Makroprudensial). Secara intensi, Bank Indonesia juga menyusun penyempurnaan
Peraturan Dewan Gubernur mengenai protokol manajemen krisis (PDG PMK) yang
menjadi acuan bagi satuan kerja (satker) di Bank Indonesia dalam menjalankan protokol
manajemen krisis.
SE Intern CCB merupakan peraturan pelaksanaan dari PBI No.17/22/PBI/2015 tanggal
28 Desember 2015 tentang “Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer” (PBI
CCB). Peraturan pelaksanaan itu ditujukan bagi satker terkait di Bank Indonesia dalam
melaksanakan hal-hal yang terkait dengan implementasi PBI CCB. SE Intern CCB mengatur
mengenai:
1.Evaluasi dan koordinasi dalam menetapkan besaran dan waktu pemberlakuan
countercyclical buffer (CCB);
2. Evaluasi metodologi kebijakan CCB;
3. Pemberlakuan CCB terhadap kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri (KCBA) dan kantor cabang dari bank domestik yang berada di luar negeri (KCLN);
dan
4. Pengawasan implementasi CCB.
Dengan adanya SE Intern CCB, satker terkait di Bank Indonesia akan dapat melaksanakan
operasionalisasi di internal Bank Indonesia, termasuk pengawasannya dari implementasi
PBI CCB yang dilaksanakan oleh bank.
Sementara itu, SE Intern Pengawasan Makroprudensial merupakan peraturan pelaksanaan
dari PBI No. 16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Makroprudensial dan ketentuan internal yaitu PDG No.17/17/PBI/2015 tanggal 31
Desember 2015 tentang “Kerangka Kebijakan Makroprudensial” (PDG Makroprudensial).
Secara umum, PBI dan PDG Makroprudensial telah mengatur mengenai tata cara Bank
Indonesia menjalankan fungsinya di bidang makroprudensial dalam rangka mendukung
terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).
3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial
Salah satu kegiatan Bank Indonesia di bidang makroprudensial adalah berupa
pengawasan makroprudensial. Untuk itu, satker yang memiliki fungsi pengawasan
makroprudensial perlu memiliki pedoman operasional untuk kegiatan-kegiatan yang
berada di bawah cakupan fungsi pengawasan makroprudensial yang dituangkan
dalam SE Intern Pengawasan Makroprudensial. SE Intern Pengawasan Makroprudensial
mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan makroprudensial dan tindak lanjut
pengawasan; dan pengenaan sanksi. SE Intern tersebut juga dilengkapi dengan lampiran
“Pedoman Pengawasan Makroprudensial” yang memuat detail teknis terkait pengawasan
makroprudensial.
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia membahas penyempurnaan PDG PMK. Dalam
hal ini, pengaturan mengenai protokol manajemen krisis disesuaikan dengan dinamika
perubahan dalam struktur organisasi Bank Indonesia dan penyempurnaan decision
making process. Bank Indonesia pun melakukan harmonisasi dengan Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Pada
17 Maret 2016, DPR telah mengesahkan RUU PPKSK dan diundangkan Kemenkumham
Untuk
memperkuat
pengawasan
makroprudensial,
Bank Indonesia
menyusun
pedoman
operasional
sebagai standar
acuan dalam
melakukan
pengawasan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
59
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
pada 15 April 2016 menjadi UU No. 9 Tahun 2016. Dalam hal ini, penerbitan PDG PMK
direncanakan untuk dilaksanakan pada triwulan II-2016.
Dalam rangka diseminasi ketentuan, pelaksanaan sosialisasi menjadi kesatuan proses dari
penyusunan dan penerbitan ketentuan. Sehubungan dengan penerbitan PBI CCB, Bank
Indonesia memberikan penjelasan secara tertulis kepada seluruh bank mengenai antara
lain gambaran pengaturan dan besaran CCB yang ditetapkan. Selama triwulan I-2016, Bank
Indonesia juga mengagendakan sosialisasi kepada pihak internal yang meliputi sosialisasi
ketentuan yang bersifat eksternal maupun internal. Sosialisasi tersebut diharapkan dapat
menyamakan persepsi mengenai maksud ketentuan sehingga implementasinya dapat
berjalan lancar.
Seiring dengan penerbitan UU No.9 Tahun 2016 tentang PPKSK, maka kegiatan pengaturan
makroprudensial akan cenderung difokuskan untuk ketentuan yang sifatnya merupakan
peraturan pelaksanaan dari UU PPKSK maupun ketentuan lainnya yang terkait. Rencananya,
Bank Indonesia akan memfinalisasi dan menerbitkan PDG PMK setelah proses harmonisasi
dengan UU PPKSK diselesaikan. Bank Indonesia juga akan menyusun ketentuan mengenai
Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP).
Di samping penyusunan ketentuan, Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam pembahasan
RUU Bank Indonesia dan RUU Perbankan melalui proses koordinasi dan harmonisasi
dengan DPR RI, kementerian, dan lembaga lainnya yang terlibat dalam upaya menjaga
stabilitas sistem keuangan yaitu Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan
Lembaga Penjamin Simpanan. Koordinasi dan harmonisasi itu diharapkan kepentingan
dari setiap otoritas akan dapat diakomodasi dalam undang-undang dengan tetap menjaga
independensi dan objektivitas pelaksanaan tugas masing-masing.
BOKS
BOKS
Peran Bank Indonesia dalam Penanganan dan
Pencegahan Krisis Sistem Keuangan
Pemerintah dan DPR RI bersama dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyusun dan menyepakati
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis
Sistem Keuangan (UU PPKSK). Pada 17 Maret 2016, DPR pun telah mengesahkan
RUU itu menjadi undang-undang.
Secara umum, cakupan UU PPKSK meliputi tiga hal. Pertama, koordinasi dalam
rangka pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Kedua,
penanganan krisis sistem keuangan. Ketiga, penanganan permasalahan bank
sistemik, baik dalam kondisi SSK normal maupun kondisi krisis sistem keuangan.
Terkait dengan koordinasi antarlembaga, UU PPKSK mengamanatkan pembentukan
Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK (d/h. Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan/FKSSK), yang terdiri atas Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK,
dan LPS. Keempat lembaga ini bertanggung jawab untuk memonitor dan menjaga
SSK di Indonesia serta melakukan penanganan terhadap permasalahan bank
sistemik.
Sebagai salah satu otoritas yang ditunjuk untuk mengemban mandat dari UU
PPKSK, Bank Indonesia memiliki beberapa peranan
60
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
1. Anggota KSSK dengan hak suara.
Sebagai anggota KSSK dengan hak suara, Bank Indonesia dituntut untuk
berperan aktif dalam pembahasan di KSSK, baik status SSK dalam kondisi
normal maupun status SSK dalam kondisi krisis sistem keuangan. Pengambilan
keputusan di KSSK dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.
Apabila tidak tercapai mufakat, maka akan ditempuh melalui mekanisme
pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak (voting) oleh Kementerian
Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK. Hal-hal yang memerlukan pengambilan
keputusan dalam KSSK antara lain rekomendasi penetapan status SSK dalam
kondisi krisis sistem keuangan, rekomendasi langkah penanganan permasalahan
solvabilitas bank sistemik, dan penetapan keputusan pembelian Surat Berharga
Negara (SBN) yang dimiliki LPS oleh Bank Indonesia.
2. Koordinasi pemantauan dan pemeliharaan SSK
Dalam rangka koordinasi pemantauan dan pemeliharaan SSK, terdapat
bidang-bidang yang menjadi cakupan yaitu fiskal, moneter, makroprudensial
dan mikroprudensial jasa keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan
(termasuk sistem pembayaran dan penjaminan simpanan); dan resolusi
bank. Selaku otoritas moneter, sistem pembayaran, dan makroprudensial,
Bank Indonesia akan berkontribusi aktif bersama dengan otoritas lainnya
dalam pemantauan dan pemeliharaan SSK. Dengan didukung informasi yang
komprehensif di bidang moneter, sistem pembayaran, dan makroprudensial,
maka peran Bank Indonesia menjadi esensial supaya pemantauan dan
pemeliharaan SSK lebih efektif, terutama dalam mengidentifikasi potensi
peningkatan risiko sistemik dan perumusan rekomendasi pencegahannya.
3. Koordinasi dengan OJK dalam penetapan bank sistemik
Bank merupakan lembaga keuangan yang mendominasi pangsa sistem
keuangan. Potensi risiko yang datang dari industri perbankan senantiasa menjadi
perhatian otoritas terkait, terutama yang dapat menimbulkan risiko sistemik.
Selaku otoritas pengaturan dan pengawasan bank di bidang mikroprudensial,
OJK diberikan mandat untuk menetapkan bank sistemik dalam rangka
pengenaan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah risiko sistemik.
Dalam penetapan bank sistemik, UU PPKSK telah mengatur bahwa OJK
berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Selaku otoritas pengaturan dan
pengawasan bank di bidang makroprudensial, Bank Indonesia memiliki tinjauan
yang menyeluruh atas kondisi sistem keuangan, termasuk melakukan identifikasi
atas institusi yang dinilai memiliki pengaruh material dalam sistem keuangan.
Mengingat posisi tersebut, maka informasi yang dimiliki Bank Indonesia akan
menjadi masukan yang berharga dalam penetapan bank sistemik.
4. Pemberian Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek/Pembiayaan Likuiditas Jangka
Pendek berdasarkan prinsip Syariah (PLJP/S)
Sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam UU Bank Indonesia, Bank Indonesia
memiliki fungsi sebagai Lender of the Last Resort (LOLR) dengan memberikan
pinjaman jangka pendek atau pembiayaan jangka pendek berdasarkan prinsip
syariah untuk bank yang sedang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
61
BOKS
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selanjutnya, fungsi ini ditegaskan kembali dalam UU PPKSK dalam subbab
mengenai penanganan permasalahan likuiditas bank sistemik. Bank yang
memiliki kesulitan likuiditas dapat mengajukan permohonan ke Bank Indonesia
untuk memperoleh PLJP/S.
UU PPKSK juga menekankan koordinasi antara Bank Indonesia dan OJK dalam
rangka memproses permohonan PLJP/S dari bank, serta pengawasan terkait
penggunaan dana dan pelaksanaan rencana pembayaran kembali atas PLJP/S
yang sudah diterima. Pemberian PLJP/S ditujukan untuk mengatasi kesulitan
likuiditas yang dicerminkan dengan pemenuhan kewajiban giro wajib minimum
(GWM) primer dalam Rupiah.
Prinsip bahwa bank penerima PLJP/S adalah illiquid but solvent bank sejalan
dengan pengaturan dalam UU Bank Indonesia maupun UU PPKSK akan menjadi
acuan Bank Indonesia dalam merumuskan peraturan pelaksanaan mengenai
PLJP/S. Sebagaimana ditegaskan dalam UU PPKSK, PLJP/S dapat diakses oleh
bank sistemik maupun non sistemik, serta tidak terdapat perbedaan perlakuan
ketika status SSK dalam kondisi normal maupun kondisi krisis sistem keuangan.
Seperti halnya di negara lain, pinjaman bank sentral sejenis dengan PLJP/S
merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam rangka menjaga SSK.
Demikian pula dengan Bank Indonesia, pelaksanaan fungsi LOLR menjadi fitur
penting bagi bank sentral dalam rangka menjaga SSK.
5. Pembelian SBN yang dimiliki LPS untuk penanganan permasalahan bank.
Dalam subbab mengenai penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik,
UU PPSK telah mengatur langkah-langkah mengenai penanganan permasalahan
bank solvabilitas sistemik, salah satunya terkait dengan penanganan yang
dilakukan Bank Indonesia. Dalam rangka menangani permasalahan solvabilitas
bank sistemik, LPS dapat menghimpun dana melalui penjualan SBN yang
dimilikinya melalui pasar kepada Bank Indonesia dan/atau pihak lain.
Penjualan SBN oleh LPS kepada Bank Indonesia diputuskan oleh KSSK.
Selanjutnya, berdasarkan keputusan KSSK, Bank Indonesia membeli SBN
sehingga LPS dapat menggunakan dana penjualan SBN untuk penanganan
permasalahan solvabilitas bank sistemik. Langkah yang sama berlaku juga bagi
bank non sistemik dalam kondisi krisis sistem keuangan.
6. Dukungan terhadap Program Restrukturisasi Perbankan
Dalam kondisi krisis sistem keuangan dan terjadi permasalahan sektor perbankan
yang membahayakan perekonomian nasional, KSSK merekomendasikan kepada
Presiden RI untuk memutuskan penyelenggaraan program restrukturisasi
perbankan. Pelaksanaan program dimaksud dilakukan oleh LPS dan didukung
oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK. Dalam pelaksanaan
program, bentuk dukungan antara lain berupa penetapan peraturan tertentu
bagi bank dan pengalokasian sumber daya, termasuk sumber daya manusia dan
teknologi informasi.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, Bank Indonesia memiliki peranan, baik
saat pencegahan maupun penanganan krisis sistem keuangan sesuai dengan
kewenangan Bank Indonesia. Hal ini sudah sejalan dengan konsep yang sedang
62
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
dirumuskan dalam RUU sektoral bahwa tugas dan tujuan Bank Indonesia, yang
salah satunya mendorong SSK.
Untuk mewujudkan SSK tidak bisa hanya menggantungkan pada peranan dari 1
(satu) otoritas saja, melainkan juga dibutuhkan koordinasi yang efektif antarotoritas
sehingga SSK bisa tercapai. Hal ini tercermin dari pengaturan yang ada dalam UU
PPKSK. Undang-undang ini telah menyadari bahwa pencegahan dan penanganan
krisis merupakan mandat bersama yang diemban oleh Kementerian Keuangan,
Bank Indonesia, OJK, dan LPS.
Dalam pelaksanaannya, masing-masing otoritas menjalankan peranannya masingmasing sesuai dengan kewenanganannya. Peranan dari otoritas yang satu akan
saling melengkapi dengan peranan otoritas lainnya. Oleh karena itu, koordinasi
antarotoritas menjadi sangat penting sehingga pelaksanaan dari pencegahan dan
penanganan krisis sistem keuangan menjadi lebih efektif.
3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah
Dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia berupaya
untuk tetap konsisten menjaga perannya. Langkah ini sudah dimulai sejak proses
pendirian Islamic Development Bank pada 1975, yang dilanjutkan dengan pendirian bank
syariah pertama pada 1991, penyusunan UU perbankan syariah, hingga akhirnya fungsi
pengawasan dan pengaturan perbankan syariah beralih ke Otoritas Jasa Keuangan. Dalam
perkembangannya, Bank Indonesia juga berperan aktif dalam penyusunan master plan
“Fajar Baru”, termasuk proses implementasi master plan yang berwujud pendirian Komite
Nasional Keuangan Syariah pada 6 Januari 2016.
Pada 30 Maret 2016, Bank Indonesia membentuk Departemen Ekonomi dan Keuangan
Syariah, yaitu departemen khusus yang akan mengawal perencanaan dan program
pengembangan. Pembentukan departemen khusus ini diharapkan dapat membantu
akselerasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional. Pembentukan
departemen ini sekaligus untuk memperkuat dan memastikan strategi maupun
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dapat dilakukan secara konsisten,
integratif, dan kolaboratif.
Sebagai bentuk
komitmen Bank
Indonesia terhadap
pengembangan
ekonomi syariah,
Bank Indonesia
secara khusus
membentuk
Departemen
Ekonomi dan
Keuangan Syariah.
Secara umum, ruang linkup fungsi Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah adalah:
1)Menyusun, mengembangkan, dan mengimplementasikan strategi dan program
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, termasuk di dalamnya upaya
pendalaman pasar keuangan syariah.
2) Mengembangkan riset dan kerangka asesmen sektor ekonomi dan keuangan syariah.
3) Meningkatkan keterlibatan aktif Bank Indonesia dalam fora-fora internasional syariah,
termasuk kolaborasi dengan instansi/otoritas domestik lainnya;
4) Menginisiasi penyusunan database ekonomi dan keuangan syariah.
Terkaitan dengan pengembangan asesmen sistem keuangan syariah, Bank Indonesia
juga telah menyusun kerangka asesmen yang lebih formal. Kerangka tersebut dituangkan
secara khusus di dalam kajian stabilitas sistem keuangan syariah yang akan diluncurkan
Mei 2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
63
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Secara umum, kontribusi sistem keuangan syariah terhadap sistem keuangan relatif masih
terbatas. Hal itu tercermin dari kontribusi aset perbankan syariah terhadap aset perbankan
nasional yang hingga Desember 2015 baru mencapai 4,56%. Meski demikian, langkahlangkah penguatan telah dilakukan oleh otoritas terkait guna mendorong kontribusi
perbankan syariah terhadap perbankan secara keseluruhan.
Kerangka asesmen sistem keuangan yang dibangun adalah untuk menangkap seluruh
keterkaitan antarkomponen dalam sistem keuangan syariah, baik institusi, instrumen,
pasar maupun regulasi. Kerangka tersebut juga menangkap dampak keterkaitan dan
kinerja seluruh komponen terhadap kestabilan sistem keuangan secara keseluruhan.
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan beberapa kegiatan dalam upaya
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Kegiatan itu antara lain realisasi pemberian
dana zakat produktif kepada usaha mikro yang masih digolongkan sebagai mustahik atau
orang yang berhak menerima zakat. Tujuan dari pilot project ini adalah untuk menciptakan
basis debitur dengan mendorong peningkatan para mustahik menjadi muzakki (pemberi
zakat). Pada gilirannya, mereka akan menjadi cikal bakal entrepreneur baru yang sudah
siap dihubungkan dengan sektor keuangan formal.
Uji coba dilakukan kepada para mustahik usaha mikro anyaman bambu dan petani labu
di Jawa Barat. Pilot project ini merupakan perwujudan kerja sama antara Bank Indonesia
dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Dalam jangka menengah- panjang diharapkan
tercipta basis debitur yang lebih luas sehingga tingkat konsentrasi debitur pada institusi
keuangan syariah dapat dipecah dan selanjutnya akan menekan timbulnya potensi risiko
sistemik.
Guna melengkapi unsur tata kelola dana sektor sosial yang besar, sejak pertengahan 2014,
Bank Indonesia telah menginisiasi penyusunan zakat core principles, dengan melibatkan
tujuh otoritas zakat dunia termasuk Indonesia dan lembaga internasional yaitu Islamic
Development Bank (IDB). Perumusan konsep ZCP ini telah memasuki tahap sharia review
yang dilakukan oleh sharia board dari IDB.
Bank Indonesia bekerja sama dengan Islamic Research and Training Institute IDB juga
mempersiapkan peluncuran ZCP yang dilaksanakan pada acara the World Humanitarian
UN Summit, 23 Mei 2016. Untuk melengkapi tata kelola di sektor sosial, pembahasan dalam
rangka penyusunan wakaf core principles (WCP) melibatkan 3 otoritas wakaf dunia yaitu
New Zealand, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Guna memperkuat
pasar valas
domestik,
Bank Indonesia
menerbitkan
pengaturan terkait
transaksi lindung
nilai berdasarkan
prinsip syariah.
Peluncuran ZCP menjadi langkah awal pengelolaan zakat yang lebih akuntabel,
sehingga instrumen sektor sosial, terutama zakat dan wakaf, dapat dijadikan pilar bagi
pengembangan ekonomi nasional. Selanjutnya, kegiatan itu bisa menjadi pendorong
bagi inisiasi yang lebih besar, yaitu pendirian lembaga Islamic Inclusive Financial Services
Board (IIFSB). Bila terbentuk, lembaga ini akan menjadi lembaga internasional pertama
yang dipandu Indonesia. Dengan demikian, cita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai
referensi ekonomi dan keuangan syariah regional dapat tercapai.
3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valuta Asing)
Pada Februari 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan pengaturan mengenai tentang
Transaksi Lindung Nilai Rupiah4. Dalam waktu dekat, Bank Indonesia akan mengeluarkan
Surat Edaran mengenai Transaksi Lindung Nilai Rupiah sebagai petunjuk teknis untuk
pengaturan terkait.
4
64
PBI No. 18/2/PBI/2016 tentang lindung transaksi nilai rupiah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Peraturan mengenai transaksi lindung nilai syariah (hedging syariah) ditetapkan dalam
rangka menjaga kelangsungan ekonomi nasional melalui penguatan struktur pasar valuta
asing domestik. Salah satunya dilakukan melalui pengembangan transaksi lindung nilai
syariah untuk memitigasi risiko ketidakpastian pergerakan nilai tukar yang diperlukan
pelaku ekonomi, termasuk pelaku ekonomi berbasis syariah.
Penerbitan PBI ini dalam rangka menindaklanjuti fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
Nomor 96/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth alIslami/Islamic Hedging) Atas Nilai Tukar. Peraturan ini juga merupakan bentuk dukungan
Bank Indonesia terhadap industri keuangan syariah, terutama agar dapat melakukan
ekspansi bisnis dalam bentuk pembiayaan valas namun dengan mitigasi risiko yang terukur
baik.
Dalam setahun terakhir, dinamika perkembangan pasar keuangan dan pengaruh kondisi
global semakin menunjukkan pentingnya pasar keuangan yang likuid dan dalam. Hal ini
penting agar dapat menyerap guncangan yang timbul dari eksternal maupun internal.
Upaya pendalaman pasar keuangan mencakup perluasan pelaku pasar, instrumen yang
bervariasi, dan terbentuknya harga yang efisien. Program pendalaman pasar keuangan
juga difokuskan untuk memfasilitasi para pelaku usaha dalam mengembangkan bisnisnya
melalui peningkatan kemudahan pembiayaan. Pengembangan pasar keuangan mencakup
pengembangan pasar uang rupiah dan pasar uang valas.
Dalam pengembangan di pasar uang rupiah, Bank Indonesia mendorong pelaku pasar
bergerak pada transaksi yang bersifat collateralized atau transaksi repo. Transaksi repo
merupakan transaksi yang telah umum digunakan bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4
dan beberapa bank BUKU 3 sebagai alat manajemen likuiditas, khususnya untuk jangka
waktu lebih dari dua minggu. Selain membantu transmisi kebijakan moneter melalui
pembentukan term struktur suku bunga lebih panjang, transaksi repo lebih bersifat
ketahanan (resilien) dalam kondisi pasar bergejolak dibandingkan transaksi yang bersifat
uncollateralized, karena repo memiliki underlying.
Namun demikian, belum seluruh bank menggunakan transaksi repo. Otoritas Jasa
Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.04/2015 tentang
Pedoman Transaksi Repurchase Agreement bagi Lembaga Jasa Keuangan. Mulai 1 Januari
2016, OJK mewajibkan seluruh lembaga keuangan menerapkan Global Master Repurchase
Agreement Indonesia (GMRA Indonesia). Bank Indonesia, OJK, dan pelaku pasar bahu
membahu melakukan sosialisasi dan mengadakan grup diskusi yang melibatkan seluruh
perbankan agar transaksi repo tetap dapat dilakukan atau memperpendek “learning time”
implementasi GMRA.
Sementara itu, program pendalaman di pasar uang valas akan difokuskan pada
pengembangan variasi instrumen penempatan dana valas secara luas dan derivatif suku
bunga. Besaran strategi pendalaman pasar valas ditempuh dengan mendorong transaksi
valas derivatif sebagai instrumen lindung nilai yang efektif dan efisien. Pendalaman pasar
valas juga ditempuh dengan mendukung diversifikasi dan partisipasi pelaku pasar guna
meningkatkan keseimbangan permintaan dan penawaran valas. Pada triwulan I-2016,
Bank Indonesia dalam tahap persiapan dan pematangan untuk menerbitkan instrumen
baru yang turut mendukung stabilitas pasar keuangan domestik menghadapi risiko kurs.
Pasar keuangan yang dalam, aktif, likuid, inklusif, dan efisien adalah salah satu faktor penting
untuk meningkatkan ketersediaan dana bagi pembangunan melalui mekanisme pasar
keuangan. Pendalaman pasar keuangan juga akan meningkatkan efektivitas implementasi
berbagai kebijakan fiskal dan moneter sekaligus menyediakan sarana manajemen risiko
dan likuiditas bagi pelaku ekonomi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
65
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Saat ini, pasar keuangan terdiri atas berbagai pasar dan lembaga yang diatur dan diawasi
oleh berbagai otoritas dan lembaga. Dengan demikian, upaya percepatan pengembangan
dan pendalaman pasar keuangan membutuhkan pemahaman yang sama maupun
koordinasi yang erat antarotoritas dan lembaga. Oleh karena itu, otoritas yang terkait pasar
keuangan, yaitu Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kemnterian Keuangan telah
menandatangani Nota Kesepahaman tentang Koordinasi Dalam Rangka Pengembangan
dan Pendalaman Pasar Keuangan untuk Mendukung Pembiayaan Pembangunan Nasional.
Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan
pelaksanaan tugas dan kewenangan masing-masing otoritas. Hal ini dalam rangka
penyusunan strategi nasional mengenai pengembangan dan pendalaman pasar keuangan
guna mendukung pembiayaan pembangunan nasional. Ruang lingkup nota kesepahaman
ini meliputi pelaksanaan koordinasi terkait dengan upaya pengembangan dan pendalaman
pasar keuangan. Pelaksanaannya dilakukan melalui kerja sama dalam perencanaan dan
percepatan implementasi kebijakan yang terkait dengan semua unsur pasar keuangan
dan pertukaran data dan informasi. Kerja sama ini dalam rangka harmonisasi program
kerja pengembangan dan pendalaman pasar keuangan maupun peraturan/perundangundangan terkait. Harmonisasi juga terkait penyusunan rekomendasi untuk mengatasi
permasalahan pengembangan dan pendalaman pasar keuangan yang dihadapi oleh
otoritas/lembaga.
3.2.4. Program Keuangan Inklusif (Financial Inclusion)
3.2.4.1. Implementasi edukasi keuangan termasuk kampanye Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT), LKD, dan uang elektronik
Pada triwulan
I-2016, Bank
Indonesia terus
mendorong
perluasan akses
keuangan
yang inklusif
baik melalui
penyempurnaan
model bisnis
layanan keuangan
digital, model
bisnis P to G,
hingga edukasi
dan sosialisasi.
Pada 2016, Bank Indonesia terus melakukan berbagai kegiatan edukasi keuangan secara
masif dan kontinyu yang merupakan kelanjutan dari program edukasi 2015. Implementasi
edukasi keuangan itu meliputi beberapa kegiatan.
Pertama, pelaksanaan edukasi keuangan bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga
(K/L) terkait. Kedua, penyusunan modul, materi edukasi keuangan, dan GNNT. Ketiga,
pelaksanaan GNNT. Keempat, koordinasi dalam rangka pengembangan keuangan inklusif
di lingkungan domestik dan internasional.
Selama triwulan I-2016, Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif (PEKI) dan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia telah melaksanakan sebanyak 85 kegiatan edukasi di 37 wilayah.
Rinciannya adalahi 5 Training for Trainers (ToT), 25 Training for Beneficiary (ToB), 1 kampanye,
dan 54 sosialisasi.
Selain itu, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
Kementerian Pertanian (Kementan). dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk pelaksanaan ToT kepada penyuluh perikanan,
penyuluh pertanian, dan penyuluh/pendamping TKI. Edukasi keuangan dalam ToT itu
mencakup materi kebanksentralan, perencanaan keuangan, kewajiban penggunaan uang
rupiah, ciri-ciri keaslian uang rupiah (Cikur), alat pembayaran menggunakan kartu (APMK),
Layanan Keuangan Digital (LKD), motivasi wirausaha, dan ide bisnis.
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menyusun materi pelengkap buku edukasi keuangan
kepada TKI berupa leaflet dan poster. Materi edukasi itu memuat kehidupan TKI dalam
mengelola keuangan, anggaran, dan menabung. Materi tersebut juga memberikan tips
aman dalam dalam menggunakan layanan keuangan seperti kirim uang, alat pembayaran
non tunai — uang elektronik, ATM, LKD, transaksi penyetoran, dan pengambilan uang
Materi itu dilengkapi dengan panduan asuransi dan pengajuan klaim asuransi, termasuk
66
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
cerdas berinvestasi yaitu sekilas informasi tentang memulai usaha paska TKI. Materi
tersebut digunakan sebagai pelengkap buku edukasi keuangan inklusif untuk TKI yang
disusun pada 2015.
Bank Indonesia juga sedang menyusun strategi komunikasi yang bertujuan untuk
mengkoordinasikan dan mensinergikan program edukasi keuangan inklusif. Bank
Indonesia terus mengoptimalkan strategi edukasi/sosialisasi/kampanye untuk keuangan
inklusif melalui strategi komunikasi yang tepat. Kegiatan ini dilaksanakan untuk
mendukung kampanye GNNT yang dilaksanakan sejak 2015.
Strategi komunikasi yang tepat diharapkan mampu meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pengelolaan dan layanan keuangan. Langkah tersebut diharapkan
juga bisa meningkatkan akses masyarakat kepada produk dan jasa keuangan, sekaligus
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan transaksi non tunai.
Bank Indonesia juga telah menyampaikan tanggapan atas Stocktake Questionnaire on
Financial Education for Women and Girls yang akan digunakan oleh OECD sebagai bahan
penyusunan Guiding Principles on Financial Education For Women. Tangapan tersebut
merupakan salah satu bentuk koordinasi Bank Indonesia dengan fora internasional dalam
rangka edukasi keuangan.
3.2.4.2. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD)
Sampai dengan Maret 2016, jumlah agen LKD sebanyak 83.982 agen, tumbuh sebesar
20,75% (ytd) dari 2015 sebanyak 69.548 agen. Dalam periode yang sama, jumlah uang
elektronik sebanyak 1.185.343 rekening, tumbuh sebesar 3,36% (ytd) dari 2015 sebanyak
1.146.832 rekening.
Selama 2016, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya peluasan LKD untuk meningkatkan
jumlah agen LKD dan jumlah uang elektronik. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari
kegiatan yang telah dilaksanakan pada 2015.
a) Penyusunan model bisnis bantuan sosial (Government to people/G to P) secara non
tunai dan implementasinya
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia menyempurnakan model bisnis bantuan
sosial (bansos) secara non-tunai. Model ini telah disampaikan kepada Presiden RI
dan 4 kementerian/lembaga (K/L) yaitu Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian
Keuangan, Sekretaris Kabinet, dan Kepala Staf Kepresidenan. Dalam usulan model bisnis
ini Bank Indonesia mengusulkan penyempurnaan dalam 4 tahap besar penyaluran
bansos secara non-tunai, yaitu: (i) proses registrasi, (ii) proses edukasi, (iii) proses
penyaluran, dan (iv) proses pengambilan uang.
Penyempurnaan model bisnis tersebut untuk merespons keinginan pemangkukepentingan
dan masyarakat terkait manfaat penyaluran bansos melalui LKD yang telah dilaksanakan
selama 2014-2015.
b) Penyusunan usulan model bisnis (Government to people/G to P) dan implementasinya
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia mempersiapkan pembentukan Working Group
(WG) Elektronifikasi Transaksi Penerimaan Negara yang beranggotakan Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, perbankan, operator,
dan penyedia layanan pembayaran. Pembentukan WG Elektronifikasi merupakan
tindak lanjut implementasi hasil Kajian Elektronifikasi Pembayaran Pemerintah di 5
kementerian pada 2015.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
67
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kajian tersebut menghasilkan beberapa hal sebagai berikut:
1) Transaksi pembayaran pemerintah sebagian besar telah dilakukan secara nontunai. Hampir 100% transaksi G to P dilaksanakan non tunai, sedangkan transaksi P
to G yang dilaksanakan secara non-tunai baru 58%.
2) Dari sisi infrastruktur dan jaringan, terdapat 4 kementerian yang telah siap
menerapkan elektronifikasi. Dari sisi pembayaran dan cakupan layanan, kesiapan
kementerian/lembaga umumnya sudah tersebar dari pusat sampai daerah.
3) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sangat mendukung Bank Indonesia dalam
program elektronifikasi pembayaran pemerintah.
c) Penyusunan pedoman penyelenggaraan terkait interkoneksi uang elektronik server
based
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyusun konsep pedoman interkoneksi
uang elektronik server based yang terdiri atas aspek teknis dan bisnis. Penyusunan
pedoman itu disusun bersama dengan penerbit uang elektronik server based yang
merupakan working group interkoneksi yang terdiri dari 11 lembaga (bank dan
perusahaan telekomunikasi).
Penyusunan pedoman itu mempertimbangkan keterbatasan aktivitas transfer
antaruang elektronik (P2P) antarpenerbit, aktivitas tarik/setor tunai, percepatan
adopsi uang elektronik dan LKD, serta peningkatan keuangan inklusif. Bank Indonesia
bersama dengan pelaku industri ingin mewujudkan interkoneksi uang elektronik untuk
LKD. Hal ini bertujuan untuk menyediakan ekosistem yang mendukung peningkatan
pembayaran non-tunai dengan menggunakan uang elektronik dan perluasan cakupan
LKD.
d) Penyusunan model bisnis adopsi LKD secara sektoral dan implementasinya
Dalam rangka implementasi model bisnis adopsi LKD secara sektoral, Bank Indonesia
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)Pelaksanaan pilot project Desa Digital
Bank Indonesia mengusulkan pilot project Desa Digital. Pilot project tersebut
akan bekerja sama dengan 4 bank penyelenggara LKD (Bank Mandiri, BNI, BRI
dan BCA). Usulan itu untuk mendukung penyaluran dan pemanfaatan dana desa
sekaligus sebagai implementasi elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah di
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Adapun
tujuan dari pilot project ini antara lain:
-
Pertama, melakukan elektronifikasi terhadap 30% transaksi penyaluran gana
desa dan elektronifikasi terhadap transaksi pemanfaatan dana desa yang saat
ini masih dilakukan secara tunai,
- Kedua, mensinergikan program elektronifikasi dan keuangan inklusif Bank
Indonesia dengan program pengembangan Desa Mandiri oleh Kementerian
Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi,
- Ketiga, memperluas target dan/atau sasaran masyarakat yang menerapkan
transaksi non-tunai sekaligus menghubungkan dengan layanan keuangan.
- Keempat, memperoleh gambaran dan informasi mendalam tentang model
Desa Digital yang sesuai dengan karakteristik dan budaya masyarakat setempat.
68
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan survei lapangan dan
berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam rangka persiapan pilot
project Desa Digital di 5 kabupaten di Indonesia. Koordinasi dengan kementerian/
lembaga, perusahaan telekomunikasi dan perbankan dilaksanakan untuk persiapan
peluncuran pilot project Desa Digital yang direncanakan April 2016 di Desa
Sindangjawa, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
2) Pelaksanaan monitoring implementasi LKD
Pelaksanaan pilot project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Ponpes Daarut Tauhiid
dengan penyelenggara 3 perusahaan telekomunikasi telah dilakukan sejak Oktober
2015. Bank Indonesia pun telah melihat secara langsung perkembangan kegiatan
pilot project sekaligus berusaha untuk mengetahui permasalahan yang ada. Selama
triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan 2 (dua) kali monitoring on site dan
evaluasi dengan penyelenggara telekomunikasi di Ponpes Daarut Tauhiid, Jawa
Barat.
Selanjutnya, Bank Indonesia telah mengembangkan Sistem Informasi Keuangan
Inklusif (SIKI) pada 2014-2015 sebagai alat bantu monitoring off site dan evaluasi dari
kinerja program Keuangan Inklusif dan LKD. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia
mengimplementasikan SIKI tersebut bagi pengguna internal maupun ekternal
melalui website BI. Sistem ini merupakan sistem informasi yang menyediakan
beragam data dan informasi (database) terkait dengan program keuangan inklusif.
Data-data tersebut berguna sebagai platform database program Keuangan Inklusif.
Data itu juga berguna untuk meningkatkan efisiensi dalam perolehan informasi
mengenai perkembangan program agar asymmetric information antarlembaga
dapat dihindari. Selain itu, database berfungsi sebagai wadah untuk memberikan
masukan dan bahan pengambilan kebijakan terkait arah pengembangan program
Keuangan Inklusif.
3) Penyusunan model bisnis remitansi berbasis non-tunai dan implementasi pilot
project
Dalam rangka mengembangkan remitansi berbasis non-tunai untuk meningkatkan
keuangan inklusif, Bank Indonesia akan menyusun kajian terkait remitansi inbound
(dana transfer masuk dari luar negeri ke Indonesia). Selama triwulan I-2016, Bank
Indonesia telah melakukan survei kepada perusahaan penyelenggara remitansi
(remittance company/remco) yang berlokasi di Malaysia, Singapura, dan Hong Kong.
Survei yang ditujukan untuk:
a) Mengetahui struktur biaya yang dibebankan kepada TKI ketika melakukan
remitansi dengan jalur formal;
b)Mengidentifikasi issues/kendala yang dihadapi TKI dalam mengakses layanan
remitansi di negara tempat TKI bekerja;
c) Mengidentifikasi kecukupan aspek perlindungan konsumen di agen remitansi
di negara pengirim remitansi;
d) Merumuskan secara umum model bisnis remitansi yang efisien bagi TKI dengan
memperhatikan biaya dan aspek perlindungan konsumen; dan
e) Memberikan masukan bagi aspek yang akan dibahas dalam koridor bilateral
Bank Indonesia dengan otoritas sistem pembayaran di negara tujuan
pengiriman TKI terbesar.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
69
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.4.3. Launching Poros Sentra Pelatihan dan Pemberdayaan Daerah Perbatasan
di Nunukan
Di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang perekonomian Bidang PMK, Bank
Indonesia bersama BNP2TKI, Kemenkumham, Kemendagri, OJK, dan Pemda Nunukan telah
menginisiasi pembangunan poros sentra pelatihan dan pemberdayaan daerah perbatasan,
dengan Nunukan, Kalimantan Utara sebagai pilot project. Kegiatan ini bertujuan untuk
menyediakan fasilitas Iayanan dokumen TKI dan pelatihan/pemberdayaan kepada TKI
secara terintegrasi dan terpadu. Pelayanan itu diharapkan dapat mengubah stigma daerah
perbatasan dari Kota TKI ilegal menjadi Kota Etalase Bursa TKI.
Kegiatan itu ditandai dengan peluncuran poros sentra pelatihan dan pemberdayaan daerah
perbatasan di Nunukan pada 16 Februari 2016. Kesempatan itu sekaligus mengawali
rangkaian edukasi keuangan dan kewirausahaan melalui pemberian materi edukasi
keuangan bagi TKI. Materi edukasi terdiri atas buku edukasi keuangan inklusif untuk TKI
dan panduan bagi pengajar TKI. Edukasi juga dilakukan dengan memberikan informasi
tentang implementasi layanan pembayaran non tunai bagi TKI yang diawali untuk asuransi.
Sementara itu, edukasi keuangan dan kewirausahaan dilaksanakan pada 17-19 Februari
2016. Materi edukasi mencakup perjalanan TKI dalam mengelola keuangan, anggaran, dan
menabung. Ada pula pembekalan mengenai tata cara mengirim uang dan menggunakan
layanan keuangan. Informasi layanan keuangan itu terkait tips aman dalam pengiriman
uang, penggunaan alat pembayaran non tunai seperti uang elektronik, ATM, Layanan
Keuangan Digital, transaksi penyetoran, dan pengambilan uang. Materi lainnya adalah
cerdas berinvestasi yaitu sekilas informasi tentang memulai usaha pasca-TKI. Kegiatan
serupa akan dilaksanakan di Entikong, Kalimantan Barat dan Batam, Kepulauan Riau,
dengan target layanan 50.000 TKI per tahun.
3.2.4.4. Pilot Project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pondok Pesantren
Melihat potensi besar pondok pesantren (ponpes), sejak Oktober 2015, Bank Indonesia
memfasilitasi kegiatan pilot project LKD di Pondok Pesantren (Ponpes). Terkait hal ini, Bank
Indonesia menggandeng perusahaan telekomunikasi sebagai penerbit uang elektronik
untuk melakukan co-branding atau bermitra usaha dengan unit usaha ponpes.
Pilot project ini berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan bertransaksi di
ponpes. Dengan jaringan pesantren yang luas, pengenalan LKD dan produk uang elektronik
dapat merambah secara luas di masyarakat, paling tidak untuk masyarakat di lingkungan
sekitar pesantren. Uji coba ini bertujuan untuk menilai kesiapan perusahaan telekomunikasi
sebagai penyelenggara LKD agen individu, terutama pada aspek infrastruktur dan risk
management.
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyusun pengembangan model bisnis pada
komunitas ponpes. Saat ini, model tersebut diujicobakan di 2 (dua) ponpes, yaitu ponpes
Daarut Tauhiid di Bandung, Jawa Barat dan ponpes Al Mawadah di Ponorogo, Jawa Timur.
Selain itu, Bank Indonesia telah menyusun Kerangka Acuan Kajian (KAK) bagi Kantor
Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) yang akan mengimplementasikan penerapan LKD di
komunitas ponpes. Penyusunan KAK itu guna memetakan potensi ponpes dalam kegiatan
islamic financial inclusion melalui LKD.
70
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.4.5. Edukasi keuangan kepada masyarakat, anggota kelompok tani dan nelayan,
pelaku usaha mikro di Kabupaten Pesisir Barat
Pada 11 April 2016, Presiden Republik Indonesia telah meluncurkan Sinergi Aksi ekonomi
Rakyat sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas petani.
Terkait hal ini, Bank Indonesia ikut berperan melakukan edukasi keuangan inklusif kepada
kelompok tani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah dengan tujuan memberikan
pengetahuan tentang keuangan, GNNT, dan transaksi non-tunai, khususnya LKD.
3.4.2.6. Mendorong keuangan inklusif berbasis kartu untuk mendukung program
pemerintah
Pengembangan smart data merupakan salah satu alat yang dapat menjadi solusi
permasalahan perkotaan dan sudah menjadi tren di berbagai kota di dunia. Data yang
tersedia, baik data kualitatif maupun kuantitatif, dikumpulkan dalam big data. Selanjutnya,
data tersebut diolah menjadi smart data yang bisa dianalisis dengan menggunakan metode
tertentu sehingga bisa memberikan input bagi kebijakan/program pengelolaan kota.
Salah satu input dari data kuantitatif adalah perilaku transaksi pembayaran penduduk.
Dalam hal ini, proses tangkapan (capture) akan lebih mudah bila media yang digunakan
adalah uang elektronik sebagai media transaksi pembayaran pengganti uang tunai.
Meskipun sifat datanya kecil, uang elektronik dapat digunakan dalam frekuensi yang tinggi.
Saat ini, smart data yang sudah dikembangkan adalah kartu “Jakarta One”. Kartu ini
memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media identitas dan sebagai media transaksi
keuangan. Sebagai media identitas, Jakarta One berisikan data demografi seperti KTP, SIM,
NPWP dan paspor. Jakarta One juga diharapkan dapat terintegrasi dengan data-data lain
yang diperlukan, seperti data penerima bantuan sosial (KJP, KJS, dan Raskin), BPJS, dan data
biometrik.
Sebagai media transaksi keuangan, “Jakarta One” dapat mempunyai 2 instrumen. Pertama,
sebagai rekening uang elektronik yang berfungsi untuk pembayaran dan keeping sementara
sehingga cocok digunakan untuk pembayaran di fasilitas publik. Kedua, sebagai rekening
tabungan (untuk tujuan menabung dan dapat digunakan di ATM) sekaligus akses kepada
ATM untuk keperluan uang tunai dengan skala kecil. Dengan adanya 2 fungsi utama
sebagai identitas dan alat pembayaran, kartu tersebut akan mempermudah penggunaan
data identitas sekaligus membiasakan masyarakat Jakarta untuk bertransaksi non tunai.
Ketersediaan uang elektronik dan tabungan dalam satu kartu berpotensi menjembatani
masyarakat yang belum memiliki akses kepada layanan keuangan untuk mulai bertransaksi
melalui uang elektronik. Selanjutnya, mereka terbiasa menggunakan perbankan
(tabungan). Dari sisi Pemda, “Jakarta One” dapat menjadi media untuk melihat perilaku
penduduk Jakarta dari sisi pembayaran ritel yang dapat membantu pengambilan kebijakan
atau implementasi program lebih tepat.
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyusun naskah akademis penerapan
“Jakarta One”. Secara terus menerus, Bank Indonesia berkoordinasi dengan kementerian/
lembaga terkait dalam rangka implementasi model bisnis dan persiapan soft launching
“Jakarta One”. Bank Indonesia juga melaksanakan forum group discussion (FGD) untuk
meminta masukan tentang kebutuhan layanan pembayaran di BUMD. Selanjutnya, Bank
Indonesia juga telah menjajaki kemungkinan replikasi model bisnis tersebut di beberapa
daerah lain.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
71
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
Bank Indonesia menyadari pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap
perekonomian dan stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia terdorong
untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut
diwujudkan melalui kegiatan penelitian, pengembangan klaster komoditas ketahanan
pangan, dan kegiatan lain. Semua kegiatan itu ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas
pelaku usaha dan mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit kepada UMKM.
3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan
Kredit atau Pembiayaan UMKM
Bank Indonesia
melakukan
penelitian dan
pengembangan
UMKM untuk
meningkatkan
kapabilitas UMKM
dalam mengakses
kredit atau
pembiayaan
untuk Peningkatan Akses
Bank Indonesia melakukan penelitian dan pengembangan UMKM terutama dimaksudkan
untuk meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan. Selama
periode triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan antara lain:
a. Sebagai tindak lanjut dari penelitian 2015, Bank Indonesia melakukan pilot project
“Peningkatan Akses Jasa Keuangan pada Kelompok Masyarakat Pesisir Sektor Perikanan
Tangkap”. Pilot project itu bertujuan antara lain untuk mengidentifikasi, menetapkan
dan membangun komitmen kelompok usaha potensial masyarakat pesisir, lembaga
keuangan bank atau non-bank, serta stakeholder lainnya untuk meningkatkan akses
jasa keuangan kelompok usaha potensial masyarakat pesisir.
Di samping itu, pilot project bertujuan untuk mengidentifikasi faktor utama keberhasilan
(key success factor) sekaligus memberikan rekomendasi dalam rangka perumusan dan
implementasi kebijakan peningkatan akses jasa keuangan bagi kelompok masyarakat
pesisir, untuk diterapkan pada cakupan yang lebih luas. Faktor utama keberhasilan
adalah meningkatnya akses jasa keuangan lembaga keuangan bank atau non-bank
melalui pemanfaatan salah satu jasa layanan keuangan atau diversifikasi layanan
keuangan (tabungan/transfer/kredit) bank atau non-bank di 2 (dua) lokasi pilot project
yakni Kabupaten Demak dan Kabupaten Gorontalo Utara. Dalam hal ini, Bank Indonesia
telah mengidentifikasi pelaku usaha kelompok usaha potensial masyarakat pesisir dan
lembaga keuangan bank atau non-bank.
b. Bank Indonesia melaksanakan kajian arah pengembangan klaster komoditas volatile
food dalam rangka pengendalian inflasi. Langkah ini untuk memperkuat kajian strategi
penguatan klaster guna mendukung pasokan komoditas volatile food yang telah
dilaksanakan pada 2015, Kajian ini antara lain bertujuan untuk memperoleh arah
pengembangan dan penguatan klaster komoditas volatile foods Bank Indonesia. Kajian
tersebut juga menetapkan roadmap pengembangan klaster, termasuk mengidentifikasi
intervensi yang dapat dilakukan Bank Indonesia dan stakeholders terkait. Kajian
juga bertujuan untuk memperoleh usulan integrasi klaster secara nasional melalui
peningkatan produksi, peningkatan jalur distribusi, dan penguatan sistem logistik
dalam rangka pengendalian inflasi. Kajian dilaksanakan di 3 (tiga) lokasi klaster Bank
Indonesia, yaitu: (i) Kulon Progo, DI Yogyakarta (komoditas cabai), (ii) Nganjuk, Jawa
Timur (komoditas bawang merah), dan (iii) Soppeng, Sulawesi Selatan (komoditas padi).
c. Dalam rangka peningkatan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai salah satu
instrumen pengendalian inflasi, Bank Indonesia akan melakukan pilot project di 2 (dua)
lokasi yaitu di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (komoditas gabah) dan Kabupaten
Konawe Selatan (komoditas kakao). Pilot project ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi
72
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
faktor utama keberhasilan maupun kendala penerapan SRG selama ini. Melalui
pilot project ini, Bank Indonesia dapat memberikan rekomendasi atau masukan bagi
stakeholders terkait serta untuk masukan penyusunan juklak fasilitasi peningkatan
pemanfaatan SRG di daerah bagi Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (KPwBI).
d. Bank Indonesia melakukan pelatihan dalam rangka penelitian komoditas/produk/jenis
usaha (KPJU) unggulan UMKM. Penelitian KPJU merupakan salah satu penelitian rutin
di Bank Indonesia. Kegiatan ini berdasarkan amanat pengaturan tentang Pedoman
Pelaksanaan Penelitian dan Pedoman Operasional Aplikasi Komoditas/Produk/Jenis
Usaha (KPJU) Unggulan UMKM5. Penelitian KPJU bertujuan untuk mengidentifikasi
berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi potensi
ekonomi suatu daerah yang dapat dikembangkan sehingga mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah dimaksud. Untuk itu, penelitian ini dilakukan di seluruh provinsi oleh
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI).
Dalam rangka koordinasi dan pelaksanaan penelitian tersebut, pada triwulan I-2016,
pelatihan terkait kredit KPJU diberikan kepada 13 KPwBI. Ke-13 KPwBI itu adalah KPwBI
Prov Sulawesi Barat, KPwBI Prov Sulawesi Utara, KPwBI Provinsi Maluku, KPwBI Provinsi
Gorontalo, KPwBI Prov DI Yogyakarta, KPwBI Prov Jawa Barat, KPwBI Prov Banten, KPwBI
Cirebon, KPwBI Tasikmalaya, KPwBI Sumatera Selatan, KPwBI Provinsi Bengkulu, KPwBI
Prov Sumatera Barat, dan KPwBI Provinsi Riau.
3.2.5.2. Program KPwBI DN dalam Pengembangan UMKM
1. Program Pengembangan Komoditas Pengendali Inflasi dalam bentuk Klaster
Program pengembangan klaster merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam
pengendalian inflasi.Pengembangan klaster berbasis komoditas yang memiliki sumbangan
signifikan terhadap inflasi di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
Sampai dengan triwulan I-2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 167 klaster yang
tersebar di seluruh Indonesia. Untuk klaster ketahanan pangan, Bank Indonesia telah
mengembangkan 23 klaster cabai merah, 23 klaster bawang merah, 29 klaster padi, dan
41 klaster sapi.
Selama 2016, arah pengembangan komoditas inflasi dalam bentuk klaster akan difokuskan
pada:
a. Zonanisasi, yaitu prioritas pengembangan komoditas akan dibagi per regional
(Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulampua Nusra). Prioritas pengembangan didasarkan
pada pemilihan komoditas yang memiliki kontribusi inflasi terbesar di masing-masing
regional tersebut,
Bank Indonesia
melakukan
pengembangan
komoditas inflasi
dalam bentuk
klaster dengan
fokus pada
zonasisasi, aspek
produksi, aspek
keuangan dan
integrasi dengan
program Bank
Indonesia lainnya.
b. Aspek produksi/budidaya dilakukan melalui empat kegiatan. 1) Integrated Farming yaitu
integrasi beberapa komoditas untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber
daya, kemandirian dan kesejahteraan petani. 2) Replikasi program pengendalian
inflasi dengan penerapan best practices dari program yang sukses. 3) Ekstensifikasi/
intensifikasi untuk meningkatkan produksi. 4) Pengaturan pola tanam komoditas untuk
mendukung ketersediaan produk secara merata sepanjang tahun.
5
SE Intern No. 17/84/Intern tanggal 28 Desember 2015 perihal Pedoman Pelaksanaan Penelitian dan Pedoman Operasional
Aplikasi Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan UMKM.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
73
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
c. Aspek keuangan, yaitu penerapan implementasi konsep value chain financing (VCF)
dengan pendekatan business to business atau aspek komersial. Skema VCF sesuai untuk
sektor pertanian, produksi diarahkan untuk memenuhi permintaan pasar, dan adanya
kontrak/perjanjian kerjasama antarpelaku yang terlibat dalam rantai nilai.
d. Integrasi dengan program Bank Indonesia lainnya, antara lain Program Wirausaha,
Gerakan Nasional Non Tunai, Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK), dan sebagainya.
2. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan kegiatan untuk mendukung
pengembangan wirausaha. Kegiatan itu di antaranya pelaksanaan Training of Trainers
(ToT) Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK) bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Provinsi
Papua Barat dengan bekerjasama dengan Kantor Perwakilan BI (KPw BI) Provinsi Papua
Barat. Kegiatan tersebut dihadiri para pelaku usaha, perwakilan pemerintah daerah, dan
perbankan.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendiseminasikan mengenai pentingnya pencatatan
transaksi keuangan bagi para wirausaha binaan dalam setiap aktivitas usaha sekaligus
menjadi panduan para wirausaha dalam menyusun laporan keuangan yang sederhana,
sistematis, dan terstandar. Hal tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk melengkapi
persyaratan dalam memperoleh akses pembiayaan perbankan/lembaga keuangan.
Ke depan, ToT PTK bagi UMK akan dilakukan di 6 (enam) KPwBI di antaranya KPwBI
Provinsi Sumatera Barat, KPwBI Balikpapan, KPwBI Provinsi DIY, KPwBI Provinsi Maluku,
KPwBI Provinsi Jawa Timur, dan KPwBI Provinsi Papua. Untuk semakin meningkatkan
motivasi wirausaha, Bank Indonesia akan melakukan kegiatan seminar pengembangan
wirausaha di 2 (dua) KPwBI yaitu KPwBI Cirebon dan KPwBI Provinsi Maluku Utara. Seminar
ini mengikutsertakan wirausaha binaan, perwakilan manajemen klaster, dan mahasiswa
penerima beasiswa Bank Indonesia (GenBI) di masing-masing KPwBI. Seminar ini bertujuan
untuk menambah motivasi wirausaha, khususnya bagi para wirausaha binaan, sekaligus
mengembangkan minat berwirausaha bagi para perwakilan manajemen klaster dan GenBI.
3.2.5.3. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM
Dalam rangka
pengembangan
UMKM, Bank
Indonesia aktif
dalam fora
internasional
khususnya pada
peningkatan akses
keuangan bagi
UMKM.
Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pengembangan akses dan kapabilitas
UMKM, Bank Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada
pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan atau akses kredit bagi
UMKM.
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam “2nd Inter-sessional
Meeting of the Regional Comprehensive Economic Partnership Working Group on Economic
and Technical Cooperation (RCEP WGETC)” pada 24-27 Februari 2016 di Bogor, Indonesia.
Dalam pertemuan itu, Bank Indonesia menjadi salah satu delegasi Republik Indonesia
bersama dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional, dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Dalam pertemuan tersebut, Bank Indonesia menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Terkait penyusunan Articles on Small Medium Enterprice, Bank Indonesia memandang
perlunya perlakuan khusus bagi usaha mikro, perlunya kerjasama di antara UKM dan
UKM dengan perusahaan besar, serta perlunya perhatian terhadap akses informasi.
2) Terkait penyusunan Articles on Resources, Bank Indonesia menyepakati mekanisme
pendanaan yang harus memperhitungkan kemampuan masing-masing negara.
74
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan
Sistem Informasi Debitur (SID) merupakan sebuah sistem yang mengelola data perkreditan
dari lembaga keuangan. Data perkreditan adalah data mengenai pengelolaan “Kredit” yang
diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan
usaha. Dalam hal ini, terminologi kata “kredit” tidak hanya terbatas pada kredit dalam arti
utang/pinjaman (loan), namun keseluruhan kewajiban keuangan yang timbul dari seorang
debitur terhadap lembaga keuangan, di antaranya meliputi pinjaman, bank garansi, dan
letter of credit (LC).
Fungsi pengelolaan data perkreditan dalam SID adalah untuk menyediakan informasi rekam
jejak (track record) debitur dalam mengelola kredit yang dimilikinya. Selanjutnya, informasi
track record itu digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai dan menganalisis calon
debitur yang mengajukan kredit. Berdasarkan hasil analisa tersebut, lembaga keuangan
akan menentukan apakah calon debitur tersebut layak untuk diberikan fasilitas kredit atau
tidak, berdasarkan dari profil risiko dan faktor pertimbangan lainnya.
Pada triwulan
I-2016, data jumlah
debitur dan
rekening fasilitas
yang dikelola
dalam SID serta
pemanfaatan
informasi
perkreditan
mengalami
peningkatan.
Pengelolaan lebih lanjut data perkreditan dapat memberikan dampak positif bagi
lembaga keuangan, di antaranya adalah peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam
proses pengelolaan kredit. Dengan ragam informasi perkreditan yang disediakan, lembaga
keuangan dapat memberikan kredit kepada debitur dengan tingkat bunga dan jenis
agunan yang berbeda antara satu debitur dan debitur yang lain. Bahkan, apabila diyakini
bahwa calon debitur memiliki rekam jejak yang baik dalam pengelolaan kredit dan
memiliki risiko yang rendah, lembaga keuangan dapat tidak mewajibkan debitur untuk
menyediakan agunan sebagai jaminan atas kreditnya. Selain itu, lembaga keuangan akan
dengan lebih mudah melakukan kontrol dan antisipasi terhadap potensi terjadinya gagal
bayar dari seorang debitur melalui analisis terhadap data perkreditan yang ada, sehingga
hal tersebut dapat mengurangi dampak risiko kerugian bagi lembaga keuangan.
Data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi
lembaga pemerintah di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian RI, PPATK, dan Kemenkumham. Khusus bagi Bank
Indonesia, beberapa tugas dan fungsi yang didukung oleh data perkreditan mencakup
pada penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter,
makroprudensial dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di
antaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada
kredit perumahan dan kendaraan bermotor, serta pembatasan jumlah kepemilikan kartu
kredit.
Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.15/1/PBI/2013 tentang Lembaga
Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), pengelolaan data perkreditan di Indonesia
dilakukan secara dual system. Sistem ini merupakan sinergi antara lembaga publik sebagai
pengelola Public Credit Registry (PCR) dan lembaga swasta sebagai pengelola Private Credit
Bureau (PCB) (yang selanjutnya disebut sebagai LPIP). Keberadaan LPIP akan menjadi mitra
strategis dalam penyediaan produk informasi perkreditan yang lebih maju dan memiliki
nilai tambah, yang didukung oleh cakupan dan jenis data yang komprehensif. Dengan
demikian, informasi yang dihasilkan dapat lebih memberikan manfaat baik bagi lembaga
keuangan maupun lembaga pemerintah.
Perkembangan SID dan Informasi Debitur Individual (IDI)
Sampai dengan Maret 2016, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor
dalam SID adalah 118 bank umum, 1.426 bank perkreditan rakyat (BPR), dan 31 lembaga
keuangan non bank (LKNB). Pada triwulan I-2016, data perkreditan yang dilaporkan secara
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
75
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
rutin setiap bulan mencapai sejumlah 90,22 juta data debitur dan 206.87 juta rekening
fasilitas. Jumlah tersebut meningkat sebesar 2,27% (qtq) atau 9% (yoy) untuk data debitur
dan meningkat sebesar 2,99% (qtq) atau11,21% (yoy) untuk jumlah rekening fasilitas.
Pertumbuhan jumlah debitur dan rekening fasilitas setiap triwulan dalam satu tahun
terakhir tergambar sebagaimana dalam Tabel dan Grafik dibawah (Tabel 3.3):
Tabel 3.3
Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016
Jumlah Debitur
Jumlah Rekening Fasilitas
81,93
179,87
82,77
183,67
84,6
189,34
86,38
194,99
88,22
200,86
90,22
206,87
TW IV ke TW I TW I ke TW II TW II ke TW III TW III ke TW IV TW IV ke TW I
Pertumbuhan Debitur
Pertumbuhan Fasilitas
1,03%
2,11%
2,21%
3,09%
2,10%
2,98%
2,13%
3,01%
2,27%
2,99%
Sejalan dengan semakin bertambahnya data
jumlah debitur dan rekening fasilitas yang
dikelola dalam SID, terdapat pula peningkatan
jumlah pemanfaatan informasi perkreditan
(yang dikenal sebagai Informasi Debitur
Individual/IDI) oleh lembaga keuangan.
Pada triwulan I-2016, jumlah permintaan IDI
mencapai 10,7 juta permintaan, meningkat
sebesar 0,83% (qtq). Jumlah itu meningkat
sebesar 8,41% (yoy) dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Peningkatan jumlah permintaan IDI secara
quarter to quarter memiliki korelasi positif
Grafik 3.4
terhadap peningkatan jumlah debitur dan
Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak
Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016
peningkatan jumlah fasilitas kredit (Grafik 3.4).
Peningkatan jumlah permintaan informasi
perkreditan juga mencerminkan tingkat pentingnya informasi perkreditan bagi lembaga
keuangan dalam pengelolaan manajemen risiko perkreditan guna menjaga pertumbuhan
kredit yang sehat.
Statistik permintaan IDI dalam 1 (satu) tahun terakhir digambarkan dalam tabel dan grafik
sebagai berikut (Tabel 3.4) (Grafik 3.5):
Tabel 3.4
Permintaan IDI per Triwulan sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016
76
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Perkembangan Implementasi Sipnas
Sebagai tindak lanjut rencana pengembangan
Sistem Informasi Perkreditan Nasional
(Sipnas), Bank Indonesia berkoordinasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam
beberapa aspek pengembangan. Koordinasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan dilakukan
mengingat adanya kebutuhan terkait dengan
data perkreditan oleh Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal ini, Bank
     ­  €‚ ‚ ­ € ­    €  € ­
Indonesia memerlukan data perkreditan
untuk mendukung tugas dan fungsinya
di bidang moneter, makroprudensial, dan
Grafik 3.5
sistem pembayaran, sedangkan Otoritas Jasa
Permintaan IDI sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016
Keuangan memerlukan data tersebut untuk
mendukung fungsinya di bidang mikroprudensial.
Dalam rangka proses perizinan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) yang
akan beroperasi di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan akan menjalankan proses perizinan
tersebut dengan tetap berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Dalam hal ini, Bank Indonesia
memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa LPIP yang akan beroperasi telah siap
secara teknis dan administratif guna memperoleh data dari Bank Indonesia. Sampai dengan
triwulan I-2016, terdapat 2 (dua) LPIP yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa
Keuangan, 2 (dua) calon LPIP telah mendapatkan izin prinsip, dan 1 (satu) calon LPIP dalam
proses perolehan izin prinsip.
Dalam rangka pengembangan aspek sistem informasi, Bank Indonesia akan selalu
berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk mengembangkan sistem informasi
perkreditan yang andal dan berkualitas baik. Tahap pengembangan sistem informasi ini
telah dimulai oleh Otoritas Jasa Keuangan dan ditargetkan dapat diimplementasikan pada
2017.
Guna mendukung operasional sistem informasi ini, Bank Indonesia akan mendukung
dari sisi penyediaan data historis selama proses pengembangan sistem informasi di OJK
berlangsung. Sehubungan dengan hal itu, Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati
Keputusan Bersama No. 17/3/NK/GBI/2015 PRJ-50A/D.01/2015 tanggal 3 Desember 2015
tentang Kerja sama dan Koordinasi dalam rangka Pengelolaan dan Pengembangan SID.
Keputusan bersama itu menjadi dasar Bank Indonesia melakukan pengelolaan sistem
informasi perkreditan sampai dengan OJK mengimplementasikan sistem informasi baru.
3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang
Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran guna menjaga dan
meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Pada
triwulan I-2015, Bank Indonesia telah menyiapkan sistem pendukung setelmen dana
dan surat berharga. Bank Indonesia juga terus berusaha untuk memperluas transaksi
nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan
memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar,
yaitu : (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan
uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
77
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Berbagai upaya dan langkah kebijakan yang telah dilakukan Bank Indonesia hingga
triwulan I-2016 mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran guna menopang transaksi
perekonomian. Hal itu tercermin pada indikator pengelolaan sistem pembayaran dan
peningkatan perannya terhadap perekonomian berikut ini.
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Target
Pencapaian
Triwulan I-2016
IKU 4. % Ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran BI99,97%
(High Value Payment System, Securities Settlement, &99,16%
Retail Value Payment System, Banking Services)
Max 1x downtime
Penjelasan:
Persentase ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran berada sedikit dibawah target. Namun demikian Bank Indonesia
telah melakukan perbaikan seperti fine tuning di Sistem BI-RTGS untuk proses restart sistem maksimum 15 menit dan telah
dilakukan perbaikan panel listrik.
IKU 5. Peningkatan transaksi sistem pembayaran ritel
(APMK, uang elektronik, internet payment, mobile payment,
transfer kredit SKN)
Akhir 2016
2,05 x PDB
1,89 x PDB
Penjelasan:
Nilai rasio transaksi SP ritel terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku adalah 1,89. Pencapaian
rasio SP ritel pada triwulan I – 2016, berada diatas target yang ditetapkan untuk triwulan I-2016 sebesar 1,7 x PDB.
Transaksi SP ritel pada triwulan II – 2016 diperkirakan terus meningkat karena adanya siklus musiman seperti hari raya
dan tahun ajaran baru sekolah.
IKU 6: % Peningkatan coverage dan layanan distribusi uang
Akhir 2016:
Penambahan
9,9% coverage
dan layanan
distribusi uang
oleh Bank
Indonesia
Penambahan 3,3% coverage
dan layanan distribusi uang
oleh Bank Indonesia
Penjelasan:
Indikator kinerja utama peningkatan coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia terkait pelaksanaan
tugas sebagai Bank Sentral untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup,
jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar. Adapun pencapaian untuk triwulan I-2016 telah
mencapai 3,3% atau telah memenuhi target yang ditetapkan untuk Juni 2016 (3,3%). Selama triwulan I-2016 telah
dilakukan pembukaan tambahan 5 Kas Titipan baru yang berlokasi di:
- Berau (Tanjung Redab, Provinsi Kalimatan Timur) – BPD Kaltim
- Blangpidi (Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh) - BRI
- Tual (Provinsi Maluku) - BRI
- Tobelo (Provinsi Maluku Utara) – BNI
- Sungai Penuh (Provinsi Sumatera Barat) - BNI
IKU 7: Soil Level ULE Nasional
Minimum
N/A *
Soil Level 8
(UPB) dan Soil
Level 6 (UPK)
(Semesteran)
Penjelasan:
* Pelaksanaan Survey terhadap soil level uang Rupiah pada masyarakat dilakukan pada triwulan II-2016.
78
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia secara berkesinambungan terus berupaya memperkuat dan
mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran untuk menjaga dan meningkatkan
kelancaran, keamanan, keandalan dan efisiensi sistem pembayaran. Bank Indonesia juga
terus menempuh kebijakan dan menyempurnakan ketentuan dalam rangka meningkatkan
kualitas layanan. Selain itu, Bank Indonesia konsisten dalam memperluas akses
penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap mendorong penyelenggara
sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem
pembayaran.
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia menempuh kebijakan sistem pembayaran sebagai
berikut:
Bank Indonesia
mengarahkan
kebijakan untuk
menjaga dan
meningkatkan
keamanan,
efisiensi,
kelancaran, dan
keandalan sistem
pembayaran.
a. Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II
Tahap II
Selama periode laporan, Bank Indonesia telah melakukan evaluasi kegiatan
pengembangan SKNBI Generasi II tahap II Modul Bulk Payment yang meliputi pengujian,
distribusi patching aplikasi, dan industrial test, termasuk performance test. Bank Indonesia
juga telah melakukan kegiatan pelatihan terhadap seluruh Peserta SKNBI dan instalasi
Sistem Sentral Kliring yang mulai digunakan sejak 5 Februari 2016. Sementara itu,
implementasi SKNBI Modul Bulk Payment dijadwalkan mulai dilaksanakan pada 2 Mei
2016 dengan kepesertaan hanya mencakup bank umum saja. Demikian juga dengan
Penyelenggara Transfer Dana, selain bank umum masih belum dapat menjadi Peserta
SKNBI.
b. Penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk Setelmen Dana Transaksi Surat
Berharga di Pasar Modal
Sebagai tindak lanjut pengembangan penggunaan CeBM Tahap Hybrid I, yaitu
penggunaan CeBM untuk setelmen dana transaksi Surat Berharga Negara (SBN)
maupun Non-SBN oleh Bank Kustodian di pasar modal, Bank Indonesia telah
mengimplementasikan Tahap Hybrid II mulai 28 Maret 2016. Tahap Hybrid II melengkapi
implementasi Tahap Hybrid I dengan transaksi SBN dalam denominasi Rupiah oleh
Perusahaan Efek (PE). Pelaksanaan implementasi penggunaan CeBM Tahap Hybrid II
berjalan dengan lancar yang tercermin dari kesesuaian data antara setelmen transaksi
efek yang menggunakan CeBM pada Account Balance Monitoring (ABM) dengan data
setelmen transaksi efek yang tercatat pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
(Tabel 3.5).
Tabel 3.5
Tahapan Pengembangan CeBM
„‚…†
ƒ




­
­€
‚‚
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
79
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tahapan Pengembangan Penggunaan CeBM untuk Setelmen Transaksi Efek di
Pasar Modal
Selama periode laporan, Bank Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
KSEI telah melaksanakan rapat koordinasi. Ketiga lembaga sepakat bahwa pelaksanaan
implementasi penggunaan CeBM hanya akan dilaksanakan sampai dengan Tahap
Hybrid III (Full CeBM), yaitu melengkapi implementasi Tahap Hybrid I dan II dengan
transaksi Non-SBN dalam denominasi Rupiah oleh PE.
Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia terus meningkatkan koordinasi
dengan Self Regulatory Organization (SRO) pasar modal, yaitu PT Kliring Penjaminan Efek
Indonesia (KPEI), PT Bursa Efek Indonesia (BEI), dan KSEI. Koordinasi itu bertujuan untuk
memperoleh solusi optimal, terutama terkait isu-isu yang terjadi dalam implementasi
Full CeBM. Isu-isu itu antara lain kebutuhan intraday facility untuk PE, window time untuk
pelaksanaan distribusi hasil kliring di pasar modal, remunerasi dana mengendap, biaya
transaksi yang timbul dari perubahan proses bisnis, dan isu terkait lainnya.
c. Penerbitan Ketentuan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank
Indonesia
Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan/aturan sebagai payung hukum dalam
pelaksanaan kegiatan lelang Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dan
penatausahaan SBN6. Penerbitan aturan itu dalam rangka meningkatkan keamanan,
efisiensi, dan kelancaran maupun untuk meningkatkan kontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan nasional, Adapun
pokok-pokok perubahan ketentuan dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Pengajuan penawaran pembelian obligasi negara pada lelang Surat Utang Negara
(SUN) dalam Rupiah dan lelang SUN dalam valuta asing oleh dealer utama untuk
dan atas nama diri sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain selain Bank Indonesia
dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pengajuan tersebut dilakukan melalui
cara penawaran pembelian kompetitif (competitive bidding) dan/atau penawaran
pembelian non kompetitif (non-competitive bidding).
b. Pengajuan penawaran pada lelang SUN tambahan dibatasi paling banyak sebesar
penawaran pembelian non-kompetitif (non-competitive bidding) dalam lelang
masing-masing seri SUN yang ditawarkan.
d. Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government–electronic Banking dan
Sub Registry
80
Sistem Bank Indonesia Government – electronic Banking (BIG-eB) adalah suatu sarana
elektronik dan online yang disediakan untuk pemilik rekening giro dalam rangka
melakukan transaksi keuangan dan memperoleh informasi keuangan. Dalam hal ini,
pihak yang dapat menggunakan Sistem BIG-eB adalah pemilik rekening giro di Bank
Indonesia yang memperoleh persetujuan dari penyelenggara untuk menggunakan
Sistem BIG-eB. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan
penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government–electronic Banking dan Sub
Registry melalui penerbitan ketentuan/aturan yang dapat dijadikan sebagai payung
hukum dalam penyediaan layanan jasa perbankan kepada nasabah Bank Indonesia,
beberapa penyempurnaan ketentuan yaitu:
6
SE No. 18/1/DPSP tanggal 5 Januari 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13
November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
a.Penyempurnaan Tata Kelola penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia
Government – electronic Banking7
Penyusunan ketentuan tersebut bertujuan untuk meningkatkan tata kelola
penyelenggaraan sarana elektronik dan meningkatkan kualitas layanan jasa
perbankan oleh Bank Indonesia. Selain itu, ketentuan diharapkan dapat
mengakomodasi kepesertaan BIG-eB yang saat ini menjadi multi-institusional
sekaligus sebagai dasar pengaturan bagi peserta Sistem BIG-eB dalam
menggunakan Sistem BIG-eB. Adapun materi pengaturan dalam ketentuan
dimaksud meliputi antara lain tugas dan tanggung jawab para pihak, tata cara
menjadi peserta, hak akses peserta, penatausahaan rekening dan kode transaksi,
serta layanan Sistem BIG-eB.
b. Penyempurnaan pengaturan layanan Sub-Registry Bank Indonesia
Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan untuk mengatur pelaksanaan
kegiatan penyediaan layanan Sub-Registry Bank Indonesia kepada pemerintah
daerah Republik Indonesia dalam rangka konversi penyaluran Dana Bagi Hasil
(DBH) dan/atau Dana Alokasi Umum (DAU) dalam bentuk nontunai berupa SBN.
Konversi penyaluran DBH dan/atau DAU adalah penyaluran dana kepada daerah
yang memiliki uang kas dan simpanan di bank dalam jumlah tidak wajar, diberikan
dalam bentuk nontunai melalui penerbitan SBN.
Dalam hal ini, SBN dapat berbentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan/atau
Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS). Hal tersebut sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.07/2015 tentang Konversi
Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai.
Pada pelaksanaanya, Bank Indonesia tidak mengenakan biaya atas layanan SubRegistry yang diberikan kepada nasabah SBN Konversi. Adapun pengaturan dalam
ketentuan dimaksud antara lain adalah layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam
penatausahaan SBN konversi, kewajiban nasabah SBN konversi, tata cara menjadi
nasabah SBN Konversi Sub-Registry Bank Indonesia, dan biaya.
e. Perluasan Penggunan Instrumen Pembayaran Nontunai
Bank Indonesia senantiasa mendukung perluasan penggunaan instrumen pembayaran
nontunai di masyarakat. Hal tersebut tercermin dari berbagai upaya dan kebijakan
yang ditempuh Bank Indonesia dalam mengembangkan dan mengenalkan instrumen
pembayaran nontunai.
Pada triwulan laporan, Bank Indonesia memfasilitasi Pemda DKI dalam pengembangan
konsep kartu Jakarta One. Konsep yang ditawarkan kartu Jakarta One adalah
pengembangan integrasi Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga DKI sehingga dapat
berfungsi sebagai instrumen pembayaran nontunai, khususnya uang elektronik dan
kartu ATM/debet. Selain itu, pada Maret 2016, Himpunan Bank-Bank Milik Negara
(Himbara) bekerjasama dengan PT Jasa Marga meluncurkan pembayaran elektronik
untuk jalan tol. Kerjasama itu memungkinkan seluruh uang elektronik anggota Himbara
dapat digunakan di jalan tol.
Pada triwulan I-2016 Bank Indonesia juga telah bekerjasama dengan penyelenggara jasa
sistem pembayaran menyelenggarakan Sosialisasi Gerakan Cinta Rupiah dan Gerakan
Nasional Nontunai di Kupang. Kerja sama ini untuk lebih mengenalkan instrumen
pembayaran nontunai, khususnya kepada masyarakat Kupang.
7
SE No. 18/2/DPTP tanggal 28 Januari 2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government Electronic Banking.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
81
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Pada kesempatan itu, Bank Indonesia memberikan edukasi secara lebih intensif
mengenai jasa sistem pembayaran di Indonesia dan peran Bank Indonesia sebagai
otoritas di bidang sistem pembayaran. Bank Indonesia juga berupaya untuk mendorong
preferensi masyarakat Kupang menggunakan instrumen pembayaran nontunai
khususnya uang elektronik. Selain itu, Bank Indonesia juga berupaya meningkatkan
rasa cinta rupiah agar masyarakat terus menggunakan rupiah untuk setiap transaksi di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsistensi Bank Indonesia dalam
mengembangkan dan mengenalkan instrumen pembayaran nontunai diharapkan
dapat memperluas penggunaan instrumen pembayaran nontunai.
f. Peraturan terkait Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Dewan Gubernur
tentang Kerangka Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah8. PDG
tersebut mengatur mengenai pedoman perumusan dan pelaksanaan kebijakan sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah yang didukung oleh kebijakan kegiatan
layanan uang untuk fungsi terkait di internal Bank Indonesia. Hal ini diperlukan dalam
rangka mewujudkan kebijakan sistem pembayaran, pengelolaan uang rupiah, dan
kegiatan layanan uang yang kredibel dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik.
g. Pengaturan dan Pengawasan Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, Bank Indonesia berwenang antara lain untuk melakukan pengawasan
terhadap seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran yang telah memperoleh izin
dari Bank Indonesia. Objek pengawasan meliputi penyelenggaraan sistem pembayaran
yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan oleh industri yaitu penyelenggara
APMK, uang elektronik, transfer dana (TD), dan kegiatan usaha penukaran valuta asing
bukan bank (KUPVA BB). Agar dapat melakukan pengawasan secara menyeluruh,
pengawasan terhadap TD dan KUPVA BB dilakukan secara desentralisasi oleh masingmasing kantor perwakilan berdasarkan wilayah kerja. Pengawasan dapat dilakukan
melalui pemeriksaan tidak langsung (offsite) berdasarkan laporan yang disampaikan
oleh penyelenggara dan/atau pemeriksaan langsung (onsite).
Bank Indonesia
memenuhi
kebutuhan uang
Rupiah melalui
penyediaan uang
layak edar ke
seluruh wilayah
Indonesia
termasuk ke
wilayah terpencil.
82
Secara umum, ruang lingkup pemeriksaan terhadap penyelenggara sistem pembayaran
adalah kepatuhan penyelenggara terhadap ketentuan, penerapan prosedur, termasuk
penerapan APU dan PPT, dan pengendalian internal. Pada triwulan laporan telah
dilakukan onsite terhadap penyelenggara APMK,TD BB dan KUPVA BB.
Selain itu, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan bersama dengan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dilakukan sesuai dengan Nota
Kesepahaman9. Objek pemeriksaan dilakukan kepada penyelenggara KUPVA Bukan
Bank yang memiliki eksposur transaksi tinggi.
3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang
Kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i)
ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang
yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima.
8
9
Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia No. 18/5/PDG/2016 tanggal 14 Maret 2016 tentang Kerangka Kebijakan Sistem
Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah.
Nota Kesepahaman No. NK-26/1.02/PPATK/03/2010 tanggal 18 Maret 2010 tentang Kerjasama Dalam Rangka Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dan Risalah Rapat Bank Indonesia dengan PPATK No.
16/6/DKSP/GPSP/P3PVA/Rsl tanggal 31 Desember 2014.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Ketersediaan Uang Rupiah
Dalam rangka mencapai pilar pertama, “ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya”,
Bank Indonesia selama triwulan I-2016 melakukan kegiatan sebagai berikut:
a.Koordinasi dengan Pemerintah RI dalam perencanaan, pencetakan, dan
pemusnahan uang
Undang-Undang tentang Mata Uang antara lain mengatur bahwa Bank Indonesia
berkoordinasi dengan pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan
uang. Dalam perencanaan dan pencetakan uang, Bank Indonesia dan Kementerian
Keuangan menyepakati jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk 2016 dan 2017.
Jumlah rencana cetak uang tahun 2016 sebesar Rp181,83 triliun yang terdiri atas
Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sedangkan rencana cetak
uang tahun 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun, terdiri atas Rp309,15 triliun uang
kertas dan Rp1,46 triliun uang logam. Kesepakatan rencana cetak tersebut dihitung
berdasarkan asumsi indikator makro ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, laju inflasi,
dan suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate). Rencana itu juga berdasarkan
asumsi jumlah uang tidak layak edar yang akan dimusnahkan.
Dari sisi pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) pada triwulan laporan,
Bank Indonesia telah melakukan pemusnahan sebesar Rp57,2 triliun yang seluruhnya
merupakan uang kertas. Pemusnahan tersebut selanjutnya disampaikan kepada
Kementerian Keuangan sebagai bentuk koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah
sebagaimana yang telah diamanatkan undang-undang.
Selain itu, Bank Indonesia berkoordinasi dengan beberapa kementerian dan lembaga
negara, serta pihak terkait lainnya dalam rangka melanjutkan persiapan penerbitan
uang Rupiah baru dengan ciri umum sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang.
b. Kerja sama pencetakan uang Rupiah dengan Perusahaan Umum Percetakan Uang
Republik Indonesia (Perum Peruri)
Pada triwulan I-2016, realisasi cetak uang mencapai Rp9,0 triliun atau 124% dari rencana
cetak pada triwulan yang sama. Realisasi cetak uang tersebut terdiri atas uang kertas
sebesar Rp8,8 triliun atau 459,02 juta lembar uang kertas dan uang logam Rp186,7
miliar atau 77,26 juta keping uang logam.
c. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah
1)Koordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi
Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal).
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia bersama Badan Intelejen Negara (BIN) dan
Kepolisian Republik Indonesia yang merupakan unsur Botasupal telah melakukan
tiga kegiatan sosialisasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah kepada perbankan di
wilayah Jakarta dan sekitarnya. Materi yang disampaikan mengenai ciri keaslian
uang Rupiah dan tata cara penggantian uang Rupiah rusak. Materi lainnya terkait
permintaan klarifikasi uang Rupiah yang diragukan keasliannya, penyetoran dan
penarikan uang Rupiah melalui Bank Indonesia, standar Uang Layak Edar dan Uang
Tidak Layak Edar, serta modus operandi pemalsuan uang Rupiah.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
83
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Kegiatan sosialisasi tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat koordinasi
seluruh unsur Botasupal10 pada akhir 2015. Rapat koordinasi tersebut membahas
mekanisme koordinasi sebagai pedoman dalam memperkuat penerapan tata kelola
pemberantasan Rupiah palsu untuk 2016.
Secara umum, program kerja Botasupal mencakup aspek preventif yaitu mengenai
peningkatan unsur pengaman uang Rupiah dari sisi importasi security ink yang harus
mendapatkan izin kementerian terkait. Selain itu, aspek preventif lainnya berupa
prioritasi program edukasi dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah. Program kerja
yang mencakup aspek represif atau penegakan hukum adalah penetapan standar
sanksi terhadap pelaku, pembuat, dan pengedar pada kasus uang palsu. Selain
itu, dilakukan juga penghargaan bagi aparat dan masyarakat yang memberikan
informasi pengungkapan kasus pemalsuan uang Rupiah.
2) Sosialisasi dan edukasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah.
Bank Indonesia secara aktif melakukan kegiatan sosialisasi mengenai Pengelolaan
Uang Rupiah. Sosialisasi ini ditujukan kepada cash handlers, seperti perbankan
dan perusahaan penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah (PJPUR)11, penegak
hukum, dan masyarakat umum. Hal ini bertujuan untuk menekan jumlah uang
Rupiah palsu yang ditemukan pada proses pengolahan uang di Bank Indonesia
yang berasal dari setoran perbankan.
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan 8 kali sosialisasi dengan
peserta berasal dari 14 bank nasional, seluruh perusahaan PJPUR yang tergabung
dalam Asosiasi Perusahaan Jasa Angkutan Uang dan Barang Berharga Indonesia
(Apjatin). Bank Indonesia juga telah melakukan kegiatan sosialisasi kepada
masyarakat umum sebanyak 14 kali di beberapa wilayah Indonesia yaitu Jakarta,
Tanjung Pinang, Kupang, Gorontalo, Palembang, Bogor, Pangkal Pinang, dan
Pontianak. Sosialisasi tersebut dilakukan dalam bentuk tatap muka, pameran, dan
pagelaran kesenian tradisional dengan peserta dari berbagai kelompok masyarakat,
pelajar dan mahasiswa, guru, dosen, dan aparat penegak hukum yaitu kepolisian
dan kejaksaan.
3) Dukungan terhadap upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik
Indonesia.
Sebagai upaya penanggulangan pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia memiliki
laboratorium analisis uang Rupiah palsu dan BICAC (Bank Indonesia Counterfeit
Analysis Center). Fasilitas tersebut berfungsi untuk menganalisis informasi penemuan
uang Rupiah palsu, pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang Rupiah
palsu, serta pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang
Rupiah. Data dan analisis dari BICAC selanjutnya akan dikoordinasikan dengan
Kepolisian RI dalam rangka memperkuat penanggulangan pemalsuan uang Rupiah.
Pada triwulan laporan, Kantor Pusat Bank Indonesia telah melakukan 9 kali
pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan 11
keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah di wilayah Jakarta
10 Botasupal atau Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2012,
yang terdiri dari 5 unsur, yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementerian
Keuangan, dan Bank Indonesia.
11 Perusahaan Penyelenggaran Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) adalah lembaga selain bank uang melakukan jasa pengolahan
uang Rupiah, yang mencakup Distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang Rupiah; Pemrosesan (penghitungan,
penyortiran, dan pengemasan uang Rupiah); Penyimpanan uang Rupiah di khasanah; dan/atau Pengisian Anjungan Tunai
Mandiri (ATM) dengan uang Rupiah dan/atau pengambilan uang Rupiah dari Cash Deposit Machine (CDM) berikut pemantauan
kecukupan uang Rupiah pada ATM dan/atau CDM. PJPUR sebelumnya dikenal dengan nama Perusahaan Cash in Transit.
84
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
dan sekitarnya. Selama triwulan laporan, pemeriksaan barang bukti uang Rupiah
yang diduga palsu berdasarkan permintaan kepolisian berjumlah 650 lembar,
terdiri dari 627 lembar pecahan Rp100.000 dan 23 lembar pecahan Rp50.000.
Distribusi dan Pengolahan Uang
Dalam rangka mencapai pilar kedua “distribusi dan pengolahan uang yang aman dan
optimal”, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan antara lain:
a. Peningkatan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
Bank Indonesia terus meningkatkan frekuensi dan kuantitas distribusi uang Rupiah
guna meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Pada triwulan laporan, realisasi distribusi
uang Rupiah mencapai Rp35,5 triliun dalam berbagai pecahan. Dari jumlah tersebut,
sebesar Rp24,7 triliun (69,5%) didistribusikan untuk memenuhi tambahan kecukupan
persediaan kas Kantor Perwakilan Bank Indoensia Dalam Negeri dan Rp10,8 triliun
(69,5%) untuk Kantor Pusat. Pangsa terbesar distribusi uang daerah adalah untuk
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri Provinsi Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, dan Sumatera Barat, dengan jumlah masing-masing sebesar Rp4,63 triliun,
Rp3,18 triliun, dan Rp3,16 triliun.
b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang
jasa angkutan.
Dalam rangka melakukan distribusi uang Rupiah keseluruh wilayah NKRI, Bank
Indonesia melakukan kerja sama antara lain dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan
PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Kerja sama itu berupa penyediaan armada
transportasi secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi Rupiah ke
seluruh Indonesia.
Kerja sama dengan PT KAI berupa penyediaan moda transportasi kereta api terjadwal
untuk distribusi uang Rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat. Kerjasama
dengan PT Pelni untuk penyediaan moda transportasi kapal penumpang terjadwal
yang menjadi alternatif bagi Bank Indonesia.
Gambar 3.1
Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
85
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Distribusi uang Rupiah dengan menggunakan kapal penumpang menjadi alternatif,
jika perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai
jalur distribusi uang Rupiah Bank Indonesia atau tidak dapat melayani permintaan
distribusi uang pada waktu yang diperlukan (seluruh jalur distribusi dalam gambar 3.1).
Layanan Kas Prima
Dalam rangka mencapai pilar ketiga “layanan kas prima”, Bank Indonesia melakukan
kegiatan melalui:
a. Layanan Kas Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah
perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia.
Kegiatan ini berupa penukaran uang pecahan dan uang rusak/cacat/lusuh dengan uang
layak edar. Selama triwulan I-2016, total penukaran Rupiah melalui kegiatan Kas Keliling
tercatat sebesar Rp464,3 miliar atau tumbuh 10,2% (yoy) dibandingkan triwulan yang
sama tahun sebelumnya.
Dalam rangka memperluas layanan kas ke wilayah terpencil dan pulau terdepan NKRI,
Bank Indonesia berkoordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut (TNI
AL) dan Pemerintah Daerah. Pada periode laporan, pelaksanaan kegiatan layanan kas
ke wilayah terpencil dan terdepan NKRI dilakukan melalui kegiatan Kas Keliling dengan
rute Pulau Kangean – Pulau Masalembo – Pulau Raas – Pulau Sapudi – Pulau Sepanjang
– Sumenap, yang menggunakan Kapal TNI-AL (KRI Tombak 629). Selain itu, dilakukan
juga kegiatan kas keliling pada rute Ambon – (singgah di Pulau Teon, Pulau Nila, Pulau
Selu, Pulau Serua, Pulau Sera) - Pulau Saumlaki – (singgah di Pulau Masela) - Pulau Tepa
– (singgah di Pulau Sermatang, Pulau Lakor) - Pulau Moa – (singgah di Pulau Leti) Pulau
Kisar – (singgah di Pulau Wetar, Pulau Kambing) - Pulau Liran menggunakan kapal
Siwalima.
Seluruh kegiatan kas keliling tersebut juga disertai kegiatan sosialisasi ciri keaslian uang
Rupiah, edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah, dan Program Sosial Bank Indonesia
(PSBI).
b. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum
terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi
potensial.
86
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia menambah lima Kas Titipan yaitu di Berau
(Tanjung Redab, Provinsi Kalimatan Timur), Blangpidi (Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh),
Tual (Provinsi Maluku), Tobelo (Provinsi Maluku Utara), dan Sungai Penuh (Provinsi
Sumatera Barat). Pengelolaan kas titipan dilakukan melalui kerjasama dengan Bank
Umum. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan akhir Maret 2016 terdapat 40
Kas Titipan yang beranggotakan 399 kantor bank peserta.
Selama triwulan I-2016, jumlah uang Rupiah yang ditarik oleh pengelola Kas Titipan
sebesar Rp7,1 triliun, turun 52,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Hal tersebut terjadi sebagai dampak arus balik uang Rupiah dari perbankan paska
periode Natal dan liburan akhir tahun 2015. Namun demikian, jumlah penarikan uang
tersebut lebih tinggi 19,7% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp5,9 triliun. Penarikan uang Rupiah tertinggi dilakukan oleh perbankan
wilayah Sumatera, kemudian diikuti Kalimantan dan Sulawesi Papua Bali Nusra.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Gambar 3.2
Pengelolaan Kas Titipan
Kesepakatan Bersama Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan
Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang
pengelolaan uang Rupiah, pada triwulan I-2016, Bank Indonesia dan Kementerian
Perhubungan menandatangani kesepakatan kerjasama dan koordinasi. Kesepakatan
Bersama itu bertujuan untuk menciptakan sinergi dalam pelaksanaan tugas dan
kewenangan kedua institusi.
Adapun ruang lingkup Kesepakatan Bersama tersebut meliputi: (a) peningkatan
kelancaran distribusi uang Rupiah di seluruh wilayah NKRI, (b) penerapan kewajiban
penggunaan Rupiah di wilayah NKRI, (c) pelaksanaan Gerakan Nasional Non Tunai
(GNNT) dan perluasan akses keuangan, (d) tukar menukar data dan/atau informasi, (e)
pemenuhan kelancaran distribusi logistik di wilayah NKRI dalam rangka pengendalian
inflasi dan pertumbuhan ekonomi, (f ) penyelenggaraan program penelitian bersama
(joint research), dan (g) sosialisasi dan edukasi.
Khusus terkait dengan butir (a), pelaksanaan tugas distribusi uang menjadi tanggung
jawab Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan distribusi uang Rupiah di wilayah NKRI,
khususnya di wilayah terpencil dan perbatasan, didukung oleh Kementerian
Perhubungan sesuai kewenangannya. Kesepakatan Bersama yang berlaku selama lima
tahun tersebut akan ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama yang disepakati oleh
Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan.
c. Evaluasi Penandatanganan Pedoman Kerja dan Pokok-pokok Kesepahaman
Antara Bank Indonesia dan Kepolisian RI
Pada 1 September 2014, Bank Indonesia dan Kepolisian RI telah menandatangani
Nota Kesepahaman (NK) Nomor 16/33/GBI/DPU/NK // No B/29/VIII/2014 tentang Kerja
Sama Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia
dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ruang lingkup NK tersebut meliputi
tukar menukar data dan/atau informasi; pengamanan dan pengawalan; pengawasan;
penegakan hukum; peningkatan sumber daya manusia; dan sosialisasi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
87
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Sebagai pedoman dalam teknis pelaksanaannya, ditindaklanjuti dengan
penandatanganan Pedoman Kerja (PK) di tingkat nasional dan Pokok-Pokok
Kesepahaman (PPK) di tingkat provinsi. Penandatanganan PK dan PPK tersebut
terkait dengan kerja sama pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah, pengawalan
dan pengamanan, pengawasan badan usaha jasa pengawalan (Cash in Transit/ CiT),
penanganan dugaan tindak pidana di bidang Sistem Pembayaran, dan penanggulangan
pemalsuan uang Rupiah.
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia telah
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja.
Secara umum, pelaksanaan NK dan PK telah berjalan dengan baik di tingkat pusat
maupun di 27 provinsi yang telah menandatangani PPK12. Beberapa kegiatan yang
dapat dioptimalisasi, khususnya dalam rangka menjadikan Rupiah berdaulat di negeri
sendiri, adalah peningkatan kerja sama dengan Kepolisian Perairan (Polair) terkait
kegiatan kas keliling di kepulauan, dan koordinasi yang lebih intensif terkait penegakan
hukum kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Indonesia.
BOKS
Implementasi Masterplan Centralized Cash Network
Planning (CCNP)
Dalam melaksanakan tugasnya di bidang pengelolaan uang Rupiah khususnya
distribusi uang dan layanan kas, Bank Indonesia dihadapkan pada tantangan
kondisi geografis wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan. Salah satu
tantangan terbesar distribusi uang adalahketerbatasan ketersediaan moda dan
jalur transportasi regular yang menyebabkan rendahnya konektivitas antardaerah.
Sementara itu, tantangan terkait aspek layanan kas adalah masih terdapat daerah
terpencil, perbatasan dan pulau terdepan NKRI yang belum terjangkau layanan
kas Bank Indonesia. Tantangan tersebut menyebabkan pengedaran uang layak
edar menjadi belum optimal di wilayah NKRI, yang pada akhirnya berdampak pada
beragamnya kualitas uang Rupiah yang beredar di wilayah tersebut.
Berdasarkan tantangan tersebut, Bank Indonesia menyusun Masterplan Centralized
Cash Network Planning (CCNP), yang merupakan salah satu program transformasi
yang dideklarasikan pada 2014 berupa pencanangan Arsitektur Fungsi Strategis
Bank Indonesia (AFSBI) 2024. Masterplan CCNP didesain dalam rangka memperluas
jaringan distribusi uang agar dapat menjangkau seluruh wilayah NKRI dengan tetap
menjaga kualitas uang yang beredar.
Pelaksanaan Masterplan CCNP membutuhkan peran aktif perbankan terutama
sebagai pengelola Kas Titipan pada daerah yang belum terjangkau layanan kas Bank
Indonesia secara langsung. Di samping itu, peran badan usaha lainnya (khususnya
badan usaha penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah) juga akan diperluas
dalam mendukung kelancaran distribusi uang di berbagai wilayah Indonesia.
12 Penandatangan 27 PPK di 9 provinsi di wilayah Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung,
Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kep. Bangka Belitung), 5 provinsi di wilayah Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten,
dan DI Yogyakarta), dan 13 provinsi di Kawasan Timur Indonesia (Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat).
88
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Melalui program transformasi CCNP, Bank Indonesia berharap pada 2019 memiliki
coverage jaringan distribusi uang sekaligus coverage layanan kas Bank Indonesia
yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia13.
Sampai dengan triwulan I-2016, dengan jumlah 43 kantor Bank Indonesia yang
melakukan fungsi pengelolaan uang Rupiah dan keberadaan 40 Kas Titipan yang
beranggotakan 399 kantor bank anggota, maka coverage wilayah Indonesia yang
telah terjangkau layanan kas Bank Indonesia telah mencapai 68,3% kota/kabupaten
di Indonesia.
13Perhitungan coverage jangkauan jaringan distribusi uang dan layanan kas mengggunakan metode jumlah kota dan
kabupaten yang terlayani oleh kantor Bank Indonesia dan Kas Titipan, berdasarkan faktor waktu tempuh dan moda
transportasi. Sebagai contoh coverage KPw Provinsi Aceh dapat menjangkau 4 kota/kabupaten yaitu Banda Aceh Kota,
Aceh Besar, Sabang Kota, dan Aceh Jaya.
3.4. Kerja Sama Internasional
Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam berbagai fora kerjasama internasional, baik
pada tataran regional maupun multilateral. Berbagai isu strategis dibahas dalam fora
internasional menyikapi perkembangan kondisi perekonomian terkini dan upaya bersama
untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan.
3.4.1. Kerja Sama Dalam Forum G20
Konferensi tingkat tinggi G20 di Tiongkok mengangkat tema 4-I. Pertama, Innovative yakni
membangun inovasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, Invigorated yang
dimaknai sebagai upaya membangun tata kelola perekonomian dan keuangan global
yang lebih efektif dan efisien. Ketiga, Interconnected yaitu menciptakan perdagangan dan
investasi global yang kuat. Keempat, Inclusive ditujukan untuk menciptakan pembangunan
yang inklusif dan saling terkait.
Selama 2015,
Bank Indonesia
berperan aktif
dalam berbagai
fora internasional
dengan fokus
pada stabilitas
ekonomi dan
sistem keuangan
dan pencegahan
krisis.
Sebagai rangkaian acara G20, dilakukan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank
Sentral G20. Pertemuan membahas antara lain kondisi perekonomian global, komitmen
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, investasi dan infrastruktur, stabilitas dan
ketahanan arsitektur keuangan internasional, reformasi sektor keuangan, sistem perpajakan
internasional, dan anti terorisme keuangan.
Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menyampaikan posisi Indonesia sebagai
berikut:
a. G20 harus berkontribusi nyata pada permasalahan ekonomi global seperti permasalahan
negative spillover dari kebijakan moneter negara maju yang divergen dan proses transisi
perekonomian Tiongkok, volatilitas pasar keuangan, serta penurunan harga minyak.
b. G20 memiliki komitmen untuk melakukan reformasi struktural guna mendorong
pertumbuhan ekonomi global.
c. Perlunya optimalisasi peran Multilateral Development Banks dalam pembiayaan
infrastruktur, menyusun Aliansi Konektivitas Infrastruktur Global yang inklusif, dan
mencari sumber pembiayaan alternative bagi proyek infrastruktur, terutama melalui
pengembangan instrumen sukuk.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
89
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
d. Organisasi internasional didorong untuk menyusun best practices dalam menghadapi
volatilitas capital flows sekaligus memperkuat Global Financial Saftey Net (GFSN),
terutama melalui peningkatan kerja sama IMF dengan Regional Financing Arrangements.
Organisasi internasional juga didorong untuk mengatasi masalah stigma negatif
terhadap fasilitas pembiayaan IMF, terutama di negara-negara Asia.
e. Indonesia mendukung implementasi standar dan regulasi di sektor keuangan yang
bertujuan untuk meningkatkan ketahanan (resiliensi) sektor keuangan terhadap gejolak
dan mengurangi moral hazard pada lembaga keuangan. Namun, implementasinya
harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara.
f. Indonesia mendukung implementasi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action
Plan dan Pertukaran Informasi Keuangan secara Otomatis di semua negara, tanpa
kecuali. Indonesia mengharapkan G20 dan lembaga internasional mewajibkan semua
negara untuk terlibat dalam kerjasama perpajakan tersebut untuk mengatasi kasus
penghindaran pajak.
g. Indonesia mendukung agenda internasional dalam memerangi terorisme dan menutup
semua celah bagi pendanaan terorisme. Indonesia mendukung implementasi prinsipprinsip Beneficial Ownership untuk mencegah tindak pidana pencucian uang terkait
terorisme, korupsi dan juga penghindaran pajak lintas negara.
3.4.2. Kerja Sama dalam forum IMF
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan terkait
keanggotaan Indonesia dalam Dana Moneter Internasional (IMF). Salah satu kegiatan yang
dilaksanakan yaitu pembayaran kenaikan kuota Indonesia, serta penyampaian tanggapan
atas 3 working paper IMF. Ketiga working paper IMF tersebut adalah: (i) “The Fund’s Lending
Framework and Sovereign Debt – Further Considerations”, (ii) “Review of Access Limits and
Surcharge Policies”, dan (iii)“Adequacy of Fund Resources – Preliminary Considerations”.
a. Pembayaran Kenaikan Kuota Indonesia dalam rangka 14th General Review Of Quotas
Kenaikan kuota IMF merupakan implementasi dari hasil 14th General Review of Quotas
sesuai resolusi IMF No. 66-2 tanggal 15 Desember 2010 yang efektif pada 26 Januari
2016. Negara berkembang dengan pertumbuhan perekonomian tinggi (dynamic
emerging economies), termasuk Indonesia mengalami kenaikan kuota dengan proporsi
kenaikan lebih besar. Kuota Indonesia meningkat dari 0,872% menjadi 0,975%.
Indonesia membayar kenaikan kuota sebesar Special Drawing Rights (SDR)14 2.569 juta
(ekuivalen Rp48,17 triliun), sehingga total kuota Indonesia di IMF menjadi SDR4.648
juta (ekuivalen sebesar Rp87,17 triliun).
Dengan adanya kenaikan kuota tersebut, Indonesia menunjukkan kontribusinya
sebagai masyarakat dunia yang berperan aktif dalam menjaga stabilitas perekonomian
dunia. Kenaikan kuota ini juga mempertahankan posisi kepemimpinan di Asia Tenggara,
dimana posisi Indonesia menduduki peringkat 1 dalam besarnya hak suara di antara
13 negara dalam kelompok konstituen negara Asia Tenggara. Hal ini berdampak pada
besarnya peran Indonesia dalam pengambilan keputusan di IMF. Dari sisi kepentingan
domestik, kenaikan kuota memberikan ruang lebih besar bagi Indonesia untuk
memanfaatkan jaring pengaman keuangan global jika diperlukan.
14 Special Drawing Rights (SDR) merupakan aset cadangan internasional, yang diciptakan oleh IMF pada tahun 1969 untuk
melengkapi official reserves yang ada pada negara-negara anggota. SDR dapat ditukar untuk digunakan secara bebas sebagai
mata uang. Nilai SDR berdasarkan empat mata uang besar yakni USD, EUR, JPY, dan GBP.
90
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
b. Tanggapan atas working paper IMF
1) The Fund’s Lending Framework and Sovereign Debt – Further Considerations
Dalam working paper IMF ini, IMF mengusulkan untuk meningkatkan fleksibilitas
pada Framework Exceptional Access Policy (EAP)15 dan menghapus systemic
exemption. Dalam tanggapannya, Bank Indonesia melihat pentingnya kriteria dalam
menentukan exceptional access16 bagi negara yang membutuhkan pendanaan.
Untuk itu, diperlukan review atas framework yang berlaku saat ini untuk mengetahui
perbaikan yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan fleksibilitas framework
EAP dan menurunkan biaya bagi debitur maupun kreditur akibat debt restructuring.
Terhadap usulan fleksibilitas lending framework IMF, Indonesia mendukung proposal
tersebut agar terdapat kebijakan yang less-costly. Hal tersebut akan memberikan
ruang bagi anggota untuk mendapatkan akses pendanaan dalam jumlah besar
namun tetap menjaga ruang kebijakan untuk dapat memperbaiki perekonomian
serta mengembalikan kepercayaan pasar.
Terkait dengan systemic exemption, Indonesia sependapat bahwa systemic exemption
dapat menciptakan moral hazard dan ketidakpastian, spillover yang lebih besar,
dan menimbulkan perlakuan yang asimetris terhadap penerima exceptional access.
Sebagai salah satu shareholder, Indonesia perlu memastikan safeguard sumber
pendanaan IMF. Penghapusan systemic exemption diharapkan tidak membatasi
ruang untuk memperoleh akses terhadap exceptional access dengan ditambahkan
fleksibilitas dalam kerangka EAP. Oleh karena itu, Indonesia mendukung agar
implementasi kedua perubahan dilakukan sebagai satu paket yang tidak terpisah.
2) Review of Access Limits and Surcharge Policies
IMF menyampaikan pembaharuan working paper Review of Access Limits and
Surcharge Policies atas fasilitas pinjaman IMF dari General Resource Account (GRA)17
sebagai antisipasi dari kenaikan kuota “General Review Quota (GRQ) ke-14” pada awal
2016. Dalam working paper ini, direkomendasikan penyesuaian kenaikan terhadap
access limit, surcharge level, dan commitment fee threshold untuk memenuhi
kebutuhan anggota dan hal terkait lainnya.
Terhadap hal tersebut, Indonesia mendukung penyesuaian access limit dan
commitment fee threshold yang meningkat moderat sehingga dapat mencegah
permintaan pinjaman yang berlebihan (excessive) namun dapat tetap memenuhi
kebutuhan pendanaan anggotanya.
3) Adequacy of Fund Resources – Preliminary Considerations
Perubahan fundamental perekonomian global berimplikasi pada kapasitas
dana IMF. Hal ini berdampak pada minimnya kapasitas pinjaman IMF, sehingga
diperlukan langkah lebih guna memastikan kecukupan sumber dana IMF. Untuk
itu, dalam working paper ini dipaparkan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
menentukan kapasitas pinjaman agar mencukupi kebutuhan negara anggotanya
dalam jangka menengah, baik kebutuhan aktual maupun potensial.
15 EAP adalah pemberian akses pinjaman melebihi batas maksimal dari framework saat ini yang diberikan bagi negara yang
mengalami krisis. EAP dapat diberikan apabila berdasarkan hasil analisis yang sistematis dan mendalam terdapat probabilitas
tinggi bahwa utang akan tetap sustainable.
16 Exceptional access adalah pemberian utang melebihi limit normal IMF kepada negara anggota yang mengajukan utang dengan
kemampuan membayar hutang yang baik (high probability on debt sustainability).
17 General Resource Account (GRA) merupakan kumpulan reserve asset yang dimiliki IMF dari kuota dan borrowed resources yang
digunakan untuk memberikan pinjaman non-concessional bagi negara anggota.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
91
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Terhadap pemaparan ini, Indonesia memiliki pandangan yang sejalan dengan IMF
bahwa sumber pendanaan masih perlu diperkuat. Indonesia sependapat bahwa
struktur pendanaan IMF harus diarahkan untuk menjaga quota-based. Oleh karena
itu, asesmen kebutuhan fund resources sebagai dasar diskusi General Quota Review
ke-15 menjadi sangat krusial. Di samping itu, Indonesia juga mendorong IMF untuk
melakukan analisis secara lebih mendalam terkait Financial Safety Net.
3.4.3. Kerja Sama ASEAN
Sebagai tindak lanjut Asean Economic Community Blueprint 2025 yang telah disepakati
dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN pada November 2015, setiap sektor, termasuk
sektor keuangan, menyusun Strategic Action Plan sebagai rencana kerja bagi Working
Committee untuk mewujudkan visi integrasi ekonomi ASEAN 2025.
Dalam penyusunan Strategic Action Plan 2025, Bank Indonesia secara aktif mengambil posisi
leadership dalam Working Committee dan mengawal posisi Indonesia guna memastikan
kepentingan nasional terakomodasi. Dalam hal ini, Bank Indonesia berkoordinasi secara
erat dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan.
Untuk mengawal kepentingan nasional, Bank Indonesia antara lain menjadi co-chair di
Task Force ASEAN Banking Integration Framework, Working Committee on Payment and
Settlement System, dan Pre-Working Committee on Financial Inclusion. Untuk itu, Bank
Indonesia berperan dalam menentukan penyusunan draf Strategic Action Plan di masingmasing working committee tersebut. Selain itu, untuk meningkatkan peran leadership di
kawasan, Bank Indonesia terpilih bersama Filipina sebagai co-chair Senior Level Committee18
untuk periode 2016-2018 pada pertemuan Senior Level Committee di Singapura.
3.4.4. Kerja Sama ASEAN+3
Kerja sama ASEAN+3 masih terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan (resiliensi)
kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang masih berlanjut. Upaya
penguatan resiliensi kawasan melalui Regional Financial Arrangements terus dilakukan
dengan meningkatkan kesiapan operasionalisasi dan implementasi Chiang Mai Initiatives
Multilateralization (CMIM) maupun peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic Research
Office (AMRO).
Hingga triwulan I-2016, penguatan CMIM masih difokuskan pada penguatan koordinasi
antara CMIM dan Global Financial Safety Net (GFSN), serta upaya peningkatan operasionalisasi
CMIM. Penguatan koordinasi antara CMIM dan GFSN antara lain dilakukan melalui
penyempurnaan mekanisme operasional aktivasi fasilitas CMIM, khususnya fasilitas CMIM
yang memiliki keterkaitan dengan program IMF (CMIM IMF linked portion). Peningkatan
operasionalisasi CMIM dilakukan melalui penyempurnaan Operational Guidelines CMIM
secara berkelanjutan.
3.4.5. Kerja Sama Bank of International Settlement (BIS)
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menghadiri tiga pertemuan terkait forum BIS, yaitu
pertemuan tingkat Deputi Gubernur Bank Sentral pada Januari 2016 dan pertemuan
tingkat Gubernur Bank Sentral pada Januari dan Februari 2016. Beberapa isu yang dibahas
18 Senior Level Committee merupakan organ tingkat tinggi ASEAN yang memonitor implementasi Strategic Action Plan 2025 yang
telah disetujui dalam ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM) pada 4 April 2016.
92
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
dalam pertemuan itu adalah perkembangan ekonomi dan keuangan global, dampak
perkembangan teknologi block chain, ekspektasi inflasi, dan kebijakan moneter.
Pembahasan mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan global diwarnai dengan
outlook pertumbuhan global yang melambat. Perhatian juga ditujukan pada upaya
negara maju untuk mendorong pertumbuhan dengan menurunkan suku bunga hingga
level sangat rendah, bahkan negatif. Terkait isu tersebut, Bank Indonesia menyampaikan
bahwa suku bunga hendaknya diupayakan menuju level suku bunga riil yang sehat bagi
perekonomian. Untuk itu, Bank Indonesia melakukan penurunan suku bunga secara
berhati-hati.
Terkait dengan pelemahan pertumbuhan Tiongkok, Bank Indonesia menyampaikan bahwa
emerging economies harus mewaspadai spillover yang mungkin timbul melalui 4 channel,
yaitu perdagangan, harga komoditas, sistem keuangan global, dan neighborhood effect
Terkait dengan topik block chain (teknologi untuk memfasilitasi penerapan virtual currency
yang memungkinkan individu melakukan transaksi tanpa melalui lembaga intermediasi
atau kliring), Bank Indonesia memandang perlunya memperhatikan risiko yang muncul dari
sisi keamanan bagi nasabah, kemungkinan penyalahgunaan untuk menutupi kejahatan,
integritas jaringan, serta belum memadainya monitoring dan regulasi.
Terkait ekspektasi inflasi dan kebijakan moneter, diidentifikasi bahwa inflasi negara
emerging lebih dipengaruhi oleh faktor global dibandingkan dengan faktor domestik.
Untuk topik ini, Bank Indonesia menjadi salah satu lead speaker yang membahas pemilihan
ukuran inflasi yang digunakan oleh bank sentral negara-negara emerging.
3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP)
Pertemuan EMEAP menyepakati tindak lanjut penutupan Asian Bond Fund (ABF) 1 seiring
dengan tujuan pembentukannya yang telah tercapai. Sebagaimana kesepakatan pada
pertemuan Deputi Gubernur EMEAP, dana Asian Bond Fund (ABF) 1 selanjutnya akan
ditransfer ke ABF 2 sebagai salah satu upaya pengembangan pasar obligasi kawasan dalam
local currency.
Pertemuan juga mendiskusikan mengenai global financial regulatory reforms, khususnya
mengenai over the counter derivative market (OTC DM). Para Deputi Gubernur EMEAP
memberikan arahan kepada Working Group on Banking Supervision (WGBS) agar
melakukan kajian atas proses implementasi reformasi pasar OTC derivatif yang lebih
fleksibel, dan menyesuaikan pengelompokan sampel survei progress implementasi OTC
Derivatif. Terkait hal ini, Bank Indonesia menyampaikan masukan agar pengelompokan
sampel survei tidak berdasarkan anggota/non-anggota Financial Stability Board (FSB),
namun didasarkan pada tingkat aktivitas di masing-masing pasar.
3.4.7. Kerja Sama Internasional Lainnya
Bank Indonesia menjalin kerja sama Bilateral Currency Swap Arrangement dengan People’s
Bank of China (PBOC) untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan antar kedua negara dengan
menggunakan mata uang domestik masing-masing19. Implementasi BCSA diharapkan
dapat mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS. Hal ini disebabkan mata
uang dolar AS masih mendominasi transaksi valas di dalam negeri, meskipun investor
19 Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) adalah kerja sama transaksi swap mata uang antara dua bank sentral sebagaimana
diatur dalam PBI No. 12/6/PBI/2010.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
93
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
maupun mitra dagang utama Indonesia adalah negara-negara Asia (khususnya Tiongkok)
dan Eropa. Besarnya kebutuhan transaksi dalam mata uang dolar AS merupakan salah
satu penyebab tingginya tekanan dan volatilitas Rupiah. Di sisi lain, mata uang Renminbi
(RMB) berpotensi menjadi alternatif pengganti mata uang dolar AS dalam perdagangan
internasional. Sejak 1 Oktober 2016, RMB resmi dimasukkan ke dalam IMF Special Drawing
Right (SDR) Basket.
Untuk meningkatkan penggunaan RMB, pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah
melakukan serangkaian langkah persiapan implementasi Bilateral Currency Swap
Arrangement (BCSA) dengan People’s Bank of China (PBOC). Bank Indonesia mengadakan
diskusi dengan bank-bank pelaku utama transaksi RMB. Selanjutnya, Bank Indonesia
mengadakan kunjungan langsung dan berdiskusi dengan 16 perusahaan dari berbagai
sektor di Jabotabek yang memiliki aktivitas perdagangan dengan Tiongkok.
Dari hasil diskusi tersebut, salah satu masalah utama yang menghambat implementasi
adalah kurangnya kepedulian terhadap perkembangan mata uang RMB yang saat
ini telah dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional. Untuk dapat
mengimplementasikan skema domestik BCSA BI-PBOC secara efektif, diperlukan upaya
membangun kepedulian mengenai pentingnya mengurangi ketergantungan terhadap
dolar AS melalui penggunaan RMB dalam perdagangan internasional dengan Tiongkok.
3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan
3.5.1. Komunikasi Kebijakan
Pada 2016,
Bank Indonesia
secara khusus
menyusun brand
communication
plan dan policy
communication
plan guna
mendukung
efektivitas
kebijakan Bank
Indonesia.
Komunikasi memiliki peran sangat penting untuk mendukung pencapaian visi Bank
Indonesia 2024 yakni menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional.
Selain untuk membangun kredibilitas Bank Indonesia di mata stakeholders, komunikasi
dipandang sebagai salah satu instrumen kebijakan.
Bank Indonesia menyusun brand communication plan dan policy communication plan.
Sesuai brand communication plan, Bank Indonesia memposisikan diri sebagai “Penjaga
Stabilitas Perekonomian Bangsa untuk Kedaulatan Indonesia”. Positioning ini bertujuan
menguatkan kredibilitas yang pada akhirnya akan meningkatkan dukungan stakeholders
terhadap kebijakan Bank Indonesia. Pada gilirannya, positioning tersebut akan mendukung
efektivitas berbagai kebijakan yang diterbitkan. Dalam implementasinya, Bank Indonesia
menyusun communication plan untuk kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas
komunikasi dengan menyelaraskan pesan kunci (key-message) dan penguatan materi
komunikasi yang sesuai dengan brand Bank Indonesia.
Bank Indonesia juga terus melanjutkan komunikasi dengan pendekatan “proaktif horisontal”
dan “multi-channel”. Pendekatan ini dilakukan secara aktif dan dua arah dengan melakukan
inisiatif untuk melakukan penyebaran informasi mengenai kebijakannya sejak dini dan
terencana dengan berbagai instrumen komunikasi. Untuk mengkomunikasikan kebijakan,
digunakan media konvensional seperti surat kabar, televisi maupun radio maupun melalui
website dan media sosial. Sedangkan komunikasi melalui media elektronik dilakukan dalam
bentuk talkshow TV dan radio ataupun wawancara khusus (Tabel 3.5).
Selain melalui channel komunikasi tersebut, komunikasi langsung (tatap muka) juga
dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain melalui kunjungan masyarakat ke Bank
Indonesia, BI goes to campus, dan komunikasi dengan pemangku kepentingan lainnya.
Komunikasi dengan pemerintah maupun lembaga negara lainnya terus diperkuat untuk
mensinergikan komunikasi antar lembaga.
94
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Tabel 3.5
Jumlah Kegiatan Komunikasi Berdasarkan Channel Komunikasi Triwulan I-2016
No.


ƒ
…
ˆ
‹
‘
Program Komunikasi



­
€ ‚

„
†‡‚‡
‰Š‚­
Œ‚Ž
‡’
‡‚
Moneter


‘

‘
…
ƒ
Sistem
Stabilitas Sistem Pembayaran & Kelembagaan
Keuangan Pengelolaan Uang
Rupiah
‘
‘
‘
…
‘
‘
‘
‘
‘
‘
‘
‘
‘
‘
‘
‘
‘
‘
‘
Untuk meningkatkan inovasi komunikasi, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai
event kreatif seperti Journalist Competition, Blogger Competition bekerjasama dengan
komunitas Kompasiana, Video Youtube Competition, dan Internal Blogger Competition.
Layanan Informasi Publik Bank Indonesia (Contact Center BICARA dan Komunikasi
Digital Bank Indonesia)
Keberadaan Contact Center Bank Indonesia (BICARA 131) semakin dirasakan oleh publik.
Selama triwulan I-2016, tercatat sebanyak 23.887 pemohon informasi yang masuk, baik
melalui media telepon, email, datang langsung, surat, fax, media sosial maupun media
lainnya. Mayoritas pertanyaan yang diajukan adalah seputar informasi debitur individual
historis dan permohonan sistem BI–RTGS. Kelompok stakeholders yang dominan
menghubungi BICARA 131 adalah perbankan dan masyarakat umum.
Sebagai garda terdepan dalam memberikan informasi kepada publik, BICARA 131
dituntut untuk memberikan pelayanan prima dan service excellence. Pada triwulan I-2016,
Customer Satisfaction Index (CSI) BICARA 131 sebesar 96,85%. BICARA 131 telah memenuhi
standar ISO 9001:2015 dalam memberikan pelayanan kepada publik dan menjadi contact
center pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat ISO tersebut. Pencapaian ini
meningkatkan awareness stakeholders terhadap kinerja BICARA 131 sehingga mampu
menciptakan persepsi positif lembaga dalam hal layanan informasi publik.
Dari sisi komunikasi online, website Bank Indonesia terus dikembangkan dari segi konten,
desain, dan tampilan untuk memenuhi kebutuhan informasi stakeholders. Selain itu,
penggunaan media sosial juga terus dioptimalkan sesuai perkembangan sarana komunikasi
yang digunakan. Terhadap seluruh media sosial Bank Indonesia, media yang paling aktif
menerima respons dari stakeholders adalah facebook dan twitter.
Pada triwulan I-2016, Facebook Page Bank Indonesia mendapatkan Like sebanyak 21,759
dari pengguna. Informasi yang dikomunikasikan melalui facebook berupa liputan
mengenai kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia, video, pengumuman, dan infografis.
Followers Twitter @bank_indonesia meningkat hingga mencapai 300.360. Informasi yang
disampaikan melalui twitter antara lain BI rate, kurs, jadwal kas keliling, kunjungan ke Bank
Indonesia, siaran pers, dan pembukaan lowongan (karier). Respons paling besar didapatkan
dari tweet mengenai kurs dan karier, sedangkan respons positif paling banyak didapat dari
tweet infografis dan tweet series tematik dari berbagai kegiatan Bank Indonesia.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
95
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Perkembangan video Bank Indonesia di youtube channel juga menunjukkan peningkatan.
Jumlah video pada triwulan I-2016 sebanyak 167 video meningkat dari triwulan sebelumnya
sebanyak 158 video. Pada triwulan ini, youtube channel Bank Indonesia memiliki subscriber
sebanyak 1,806. Lebih lanjut, setelah diumumkan akan diadakan livestreaming Rapat
Dewan Gubernur pada Februari 2016, viewers youtube BI melonjak tinggi, dimana pada 17
Februari 2016 terdapat 985 viewer dan pada 18 Februari 2016 terdapat 824 viewer. Pada
instagram, terdapat peningkatan pesat followers, dimana dari 39 foto yang telah di-post,
Bank Indonesia mendapatkan followers sebanyak 2.367.
Dalam rangka mengedukasi publik mengenai kebijakan Bank Indonesia terkini, Bank
Indonesia secara rutin menerbitkan majalah Gerai Info yang didistribusikan secara gratis
dan juga tersedia dalam bentuk apps. Majalah Gerai Info versi e-magazine memperoleh
penghargaan bronze dalam kompetisi tahunan sampul muka (cover) media internal
korporasi dan lembaga (Indonesia inhouse Magazine Awards/InMA) Tahun 2016 yang
diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers.
Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia
Di bidang moneter, komunikasi kebijakan pada triwulan I-2016 difokuskan pada
topik penurunan BI rate secara bertahap menjadi 6,75%. Di samping kebijakan BI rate,
komunikasi dilakukan untuk mensosialisasikan rangkaian kegiatan Rapat Koordinasi Bank
Indonesia dan Pemerintah di Nusa Tenggara Timur yang mengangkat tema “Mempercepat
Perbaikan Sistem Logistik untuk Memperkuat Ketahanan Pangan”. Komunikasi kebijakan
juga dilakukan terkait transaksi valas terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik
dan pihak asing, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah dari 7,5%
menjadi 6,5%, dan Laporan Nusantara yang memuat analisis Bank Indonesia terhadap
perekonomian Indonesia dalam konteks regional.
Di bidang stabilitas sistem keuangan, komunikasi difokuskan pada penerbitan UndangUndang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), sosialisasi
mengenai stabilitas sistem keuangan, dan Layanan Keuangan Digital.
Di bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, komunikasi kebijakan
kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia masih
terus dilanjutkan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penggunaan uang
Rupiah. Edukasi terkait kebijakan Bank Indonesia juga terus dilakukan dengan fokus pada
Gerakan Nasional Non Tunai, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, dan ciri-ciri keaslian
uang Rupiah.
Edukasi
kebanksentralan
dilakukan melalui
pengajaran,
diskusi, dan
seminar. Selain itu,
Bank Indonesia
kerap menjadi
objek studi
banding dan
tempat belajar
bagi bank sentral
dari negara lain.
96
Selain diseminasi kebijakan, klarifikasi terkait beberapa isu juga dilakukan untuk melindungi
masyarakat dari informasi yang tidak benar seperti pendaftaran beasiswa Bank Indonesia
via online, penipuan mengatasnamakan Bank Indonesia dengan modus seminar/lokakarya
yang menawarkan keuntungan, dan informasi penerimaan pegawai Bank Indonesia yang
beredar di web lowongan kerja dan group chat messages.
3.5.2. Edukasi Kebanksentralan
Dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang peran
dan fungsi bank sentral, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan edukasi
kebanksentralan. Kegiatan ini mencakup pengajaran kepada kalangan akademisi,
pelaksanaan seminar dan diskusi dengan profesional baik domestik maupun internasional.
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah memberikan kuliah umum di 5 perguruan
tinggi. Tema dan topik kuliah umum yang disampaikan sangat beragam terkait dengan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
fungsi dan tugas Bank Indonesia, antara lain kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan,
Implementasi
sistem pembayaran, dan pengelolaan
uang SKNBI
Rupiah.Generasi II serta Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS Generasi II
Bank Indonesia juga melaksanakan Training of Trainers (TOT) Kebanksentralan kepada
dosen di perguruan tinggi pengampu mata kuliah Kebanksentralan. Sebanyak 70 peserta
dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta memperoleh kesempatan untuk
mendapat pengetahuan dan wawasan terkini terkait dengan Kebanksentralan. Tujuan dari
TOT ini adalah sebagai media sosialisasi dan diseminasi fungsi dan tugas Bank Indonesia
agar dipahami oleh kalangan akademisi selaku duta Bank Indonesia di perguruan tinggi.
Dalam rangka memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi dan isu
terkini terkait perubahan lingkungan domestik dan internasional, Bank Indonesia aktif
menyelenggarakan seminar maupun workshop dengan kalangan profesional. Pada
triwulan I-2016, telah dilaksanakan workshop terkait pasar keuangan untuk badan usaha
milik negara dan kalangan institusi penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi,
Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan pengadilan tinggi.
Bank Indonesia kerap menjadi objek studi banding dan tempat belajar bagi bank sentral
negara lain. Selama triwulan I-2016, tercatat empat bank sentral telah mengunjungi Bank
Indonesia, yaitu Reserve Bank of India, National Bank of Ethiopia, Nepal Rastra Bank, dan
Bank of Egypt. Permintaan study visit dari Bangladesh Bank dan Bank of Papua New Guinea
juga telah disampaikan ke Bank Indonesia untuk diagendakan pada triwulan berikutnya.
3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional
Sepanjang triwulan I-2016, Investor Relations Unit Bank Indonesia (IRU) telah melaksanakan
sejumlah kegiatan hubungan investor dalam rangka mengelola persepsi positif
perekonomian Indonesia, baik dalam bentuk investor briefing, investor conference call,
dan persiapan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Indonesia (antara lain due dilligence,
proofread, dan non-deal roadshow). Selain itu, sebagai bagian dari persiapan annual
assessment lembaga pemeringkat S&P pada Mei 2016, IRU juga melakukan berbagai
kegiatan koordinasi persiapan awal maupun conditioning dengan kementerian dan
lembaga terkait. Secara rutin, IRU juga melakukan pengkinian data dan informasi ekonomi
Indonesia melalui website IRU dalam kerangka diseminasi informasi kepada stakeholders
IRU seperti lembaga pemeringkat, investor, dan opinion maker.
IRU melaksanakan kegiatan investor briefing kepada investor portofolio antara lain dengan
Hong Leong Investment Bank, Erste Group Bank AG, dan Rothschild Indonesia. IRU juga
telah melaksanakan investor conference call dengan tema “Indonesian Recent Economic
Development and Policy Update, Q4-2015”. Kegiatan investor briefing dan investor conference
call merupakan beberapa pilihan media yang dimiliki IRU untuk memenuhi kebutuhan
data, informasi, dan klarifikasi dari investor. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan
kepercayaan pelaku pasar internasional terhadap perekonomian Indonesia.
Pemaparan
kondisi terkini
ekonomi dan
respons kebijakan
Bank Indonesia
dan pemerintah
senantiasa
dikomunikasikan
kepada investor
dan lembaga
rating, untuk
meningkatkan
kepercayaan
terhadap
perekonomian
Indonesia.
Bank Indonesia juga menjadi bagian dari delegasi Republik Indonesia pada Non-Deal
Roadshow (NDR) terkait penerbitan SUN valas 2016 yaitu Global Bonds dan Global Sukuk.
Dalam NDR, Indonesia menyampaikan informasi terkini mengenai kondisi dan kebijakan
perekonomian Indonesia kepada existing investor dan investor potensial di Amerika Serikat,
Korea Selatan, Eropa, dan Timur Tengah. NDR dilaksanakan baik dalam bentuk one on one
meeting maupun group meeting.
Upaya peningkatan persepsi positif perekonomian Indonesia juga didukung oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri (KPwBI LN) di London, New York, Singapura, dan
Tokyo. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelenggarakan Business Forum di
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
97
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
Singapura (Januari 2016) dan Forum Dialog dengan Inacham (Indonesia-China Chamber of
Commerce) di Shanghai, Tiongkok (Februari 2016).
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri juga telah melakukan pertemuan dengan
investor utama pemegang SUN Indonesia seperti BlackRock, JP Morgan, Standard Chartered
Bank, dan CIMB), dan mitra strategis lainnya seperti KBRI, KJRI, dan Indonesia Investment
Promotion Center. Pertemuan dengan stakeholder strategis tersebut merupakan media
yang sangat efektif untuk membangun jejaring, mengelaborasi, dan menjawab perhatian
stakeholders. Pada akhirnya, pertemuan itu akan meningkatkan persepsi positif terhadap
ekonomi Indonesia.
Di bawah kerangka Global Investor Relations Unit (GIRU), Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Luar Negeri juga melaksanakan inisiasi kegiatan untuk mengelola persepsi positif ekonomi
Indonesia yang terpadu dengan mitra strategis. Kegiatan ini dilaksanakan di masing-masing
wilayah kerja, khususnya KBRI, KJRI, Indonesia Trade Promotion Center (ITPC), dan IIPC.
3.5.4. Pengembangan dan penguatan Regional Investor Relations Unit (RIRU)
Selain di lima Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Dalam Negeri yang menjadi pilot
project 2016 (Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan
Timur), beberapa Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Dalam Negeri juga telah
melakukan kegiatan hubungan investor untuk mengelola persepsi positif ekonomi di
daerahnya.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri telah berpartisipasi dan berperan sebagai
narasumber terkait perkembangan ekonomi Indonesia dalam investor meeting di daerah.
Investor meeting tersebut antara lain seminar UK Visit dengan British Chamber of Commerce
di Surabaya dan Bandung .
Pada Maret 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri Provinsi Jawa Barat
juga telah memfasilitasi kunjungan Putri Belgia dan pengusaha Belgia ke Jawa Barat yang
bermaksud melakukan investasi di Jawa Barat.
Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Dalam Negeri Provinsi Jawa Barat dan Kantor
Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Luar Negeri Wilayah London telah berpartisipasi sebagai
narasumber terkait perkembangan perekonomian Indonesia dalam kegiatan Misi Dagang
Indonesia ke Kuwait dan Oman yang diinisiasi oleh Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia. Hal ini sebagai salah satu bentuk implementasi pengelolaan persepsi positif
ekonomi Indonesia melalui integrasi IRU-RIRU-GIRU, serta sinergi program kerja hubungan
investor dengan kementerian/lembaga terkait.
Berdasarkan kegiatan hubungan investor sepanjang triwulan I-2016 terdapat beberapa
concern utama stakeholders yang terkait dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
Pertama, arah kebijakan moneter, mekanisme transmisi kebijakan dan pass-through
nilai tukar terhadap inflasi. Kedua, risiko pelebaran Current Account Deficit (CAD). Ketiga,
kerentanan sektor eksternal Indonesia. Keempat, implementasi ketentuan kewajiban
penggunaan Rupiah di Indonesia dan hedging Utang Luar Negeri korporasi. Kelima,
perkembangan terkini rancangan Undang-Undang terkait Pencegahan dan Penanganan
Krisis Sistem Keuangan (RUU PPKSK).
98
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia
Melanjutkan program 2015, Bank Indonesia memutuskan untuk mengelola 28 program
strategis dari 5 tema transformasi. Program Strategis 1-25 merupakan kelanjutan program
2015 dengan fokus kepada pengembangan kerangka kebijakan dan operasionalisasi,
penguatan mekanisme pengambilan keputusan, serta penyempurnaan infrastruktur.
Sementara itu, tiga program strategis baru 2016 berfokus pada beberapa hal sebagai
berikut:
Pada 2016,
Bank Indonesia
memutuskan
untuk mengelola
28 program
strategis dari 5
tema transformasi.
1. Program Strategis (PS) 26, Melakukan Penguatan Kerangka Kerja Kebijakan Moneter,
khususnya penetapan sikap (stance) kebijakan dan kerangka operasional yang sejalan
dengan inisiatif Pendalaman Pasar Keuangan. Program Strategis ini merupakan
pengembangan dari PS 1 dan PS 13 yang akan fokus kepada penguatan dasar kerangka
operasional kebijakan moneter yang dilanjutkan dengan pelaksanaan inisiatif dari road
map pengembangan pasar keuangan.
2. Program Strategis 27, Mengembangkan Strategi Operasional untuk kerangka kebijakan
makroprudensial. Program strategis ini merupakan pemisahan dari PS 2 pada 2015
untuk area makroprudensial. Program strategis ini bertujuan untuk mengembangkan
pendekatan operasional dari kebijakan makroprudensial.
3. Program Strategis 28, Menyusun RUU Bank Indonesia. Program Strategis ini akan
memfokuskan pada penguatan sikap Bank Indonesia untuk pembahasan RUU Bank
Indonesia.
Selain pengembangan program strategis, berdasarkan evaluasi pada 2015, Bank Indonesia
menyempurnakan mekanisme pengelolaan program strategis, proses monitoring,
dan pelaksanaan komunikasi Program Transformasi. Untuk memastikan kualitas setiap
penyampaian program strategis sesuai dengan yang diharapkan, pembahasan program
strategis melibatkan Program Management Office (PMO) mulai dari level teknis sampai
dengan penyempaian dan setelah diputuskan Rapat Dewan Gubernur. Untuk mendukung
hal tersebut, pada triwulan I–2016, Bank Indonesia telah memperbaiki pedoman
pelaksanaan program strategis, termasuk proses quality management.
3.6.1. Pelaksanaan Kegiatan Monitoring Pelaksanaan Program Strategis Bank
Indonesia
Untuk mendukung pelaksanaan program strategis, pelaporan dilakukan secara dua
mingguan dari sebelumnya setiap minggu. Alasannya, jangka waktu satu minggu belum
cukup memberikan gambaran perkembangan yang siginifikan.
Setiap dua minggu, pemimpin program dan Person In Change (PIC) Program Strategis akan
menyampaikan perkembangan PS. Selanjutnya, data itu diverifikasi dan diolah Program
Management Office (PMO). Setelah itu, laporan akan disampaikan dalam bentuk catatan
sirkular yang dilaporkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG). Selanjutnya, arahan Dewan
Gubernur dan beberapa masukan mengenai pelaksanaan program transformasi akan
disampaikan kepada seluruh Program Leader (PL) dan PIC terkait. Pengelolaan isu program
strategis juga memanfaatkan sarana pertemuan bulanan untuk memecah kebuntuan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
99
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
3.6.2. Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi untuk Mendukung Program Strategis Bank
Indonesia
Komunikasi program transformasi menyasar target perilaku pegawai perorangan maupun
keseluruhan pegawai Bank Indonesia (microbehaviour dan macrobehaviour). Selain
memberikan pemahaman mengenai Program Transformasi, kegiatan komunikasi akan
mengukur hasil implementasi program strategis yang telah dijalankan.
Atas implementasi 2015, Bank Indonesia mengukur efektivitas komunikasi melalui survei
pada beberapa kegiatan yang diselenggarakan satuan kerja, dengan responden pegawai
Bank Indonesia dari level menengah ke atas. Survei itu menghasilkan gambaran bahwa
pemahaman beberapa penyampaian program strategis masih terbatas pada level
Pimpinan, sedangkan level menengah masih perlu upaya peningkatan.
Untuk mendorong pemahaman pegawai terhadap program transformasi, Bank Indonesia
telah menyiapkan buku saku transformasi yang didistribusikan mulai April 2016 kepada
seluruh pegawai Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia mempublikasikan screen saver
yang berisi informasi pencapaian 2015 dan informasi PS 2016.
Pada 2016, fokus kegiatan komunikasi program transformasi akan lebih banyak pada
pengukuran transformasi di satuan kerja Bank Indonesia.
3.6.3. Progres Program Strategis Bank Indonesia
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan beberapa tema pelaksanaan
Program Strategis, antara lain :
1. Policy Excellence
100
Tema ini mengusung program untuk peningkatan kualitas dan efektivitas kebijakan
Bank Indonesia. Tahap I, Restructuring and Enhancing (2014-2019) dengan tiga target
pencapaian. Pertama, memimpin dalam kebijakan moneter dan makroprudensial
yang koordinatif di regional. Kedua, mampu memitigasi 10-20 jenis risiko sistemik dan
financial imbalances. Ketiga, inflasi dan volatilitas nilai tukar yang rendah dan terkendali
di regional. Tahap II, Shaping the end state (2019­2024) dengan tiga tujuan. Pertama,
menjadikan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional.
Kedua, memiliki pendekatan balanced dalam menangani financial imbalances dengan
menggunakan national dan financial regional balance sheet. Ketiga, memiliki inflasi dan
volatilitas nilai tukar paling terkendali di regional.
Untuk meraih tema Policy Excellence, Bank Indonesia melaksanakan 7 (tujuh) program
strategis (PS) pada 2016. Dalam tema ini, Bank Indonesia akan merumuskan dan
memperkuat framework/kerangka kebijakan moneter dan makroprudensial maupun
kebutuhan infrastruktur pendalaman pasar keuangan (fokus utama PS 1, PS 26
dan PS 27). Bank Indonesia juga akan mengembangkan pendekatan operasional
dari kebijakan (fokus utama PS 2) dan pengembangan riset dan input pengambilan
kebijakan. Selain itu, Bank Indonesia akan memperkuat proses pengambilan keputusan
dan komunikasi kebijakan (fokus utama PS 3) maupun penyusunan metodologi
monitor SSK yang efisien dan efektif melalui regional dan national balance sheet (fokus
utama PS 4). Program lainnya adalah menyempurnakan aspek legalitas Bank Indonesia
melalui revisi undang-undang Bank Indonesia (fokus utama PS 28).
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan hasil analisis triwulanan
financial account balance sheet (FABS). Untuk memberikan gambaran risiko financial
imbalance secara lebih spesifik, Bank Indonesia melakukan asesmen risiko yang lebih
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
mendalam terhadap sektor korporasi non-finansial yang berlokasi di Provinsi DKI
Jakarta sebagai pusat pergerakan sektor keuangan.
Untuk memberikan komunikasi kebijakan yang lebih terstruktur dan selaras dengan
arah Bank Indonesia telah diselesaikan kerangka kerja komunikasi. Arah komunikasi
Bank Indonesia tidak hanya berfokus kepada edukasi masyarakat mengenai peran bank
sentral secara umum, namun lebih difokuskan pada bagaimana mengelola stabilitas
ekonomi Indonesia.
2. Outstanding Execution
Tema ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas proses
kerja di seluruh satker. Tahap I, Restructuring and Enhancing (2014-2019) memiliki
dua target pencapaian. Pertama, mengedarkan uang kertas dengan kualitas tinggi
untuk semua denominasi di wilayah RI. Kedua, terbentuknya Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) dengan footprint dan struktur governance
yang rapi. Target pencapaian pada Tahap II Shaping the end state (2019-2024) adalah
menjadikan Bank Indonesia sebagai panutan di bidang surveillance lembaga keuangan
dan sistem pembayaran, sekaligus mengarahkan KPwBI DN menjadi strategic advisor
bagi pemerintah daerah.
Dalam tema ini, Bank Indonesia melaksanakan 6 program strategis. Pertama,
memperbaiki business continuity planning & disaster recovery (fokus utama PS 6).
Kedua, pengelolaan manajemen risiko (fokus utama PS 9) untuk memastikan proses
bisnis terus berjalan meski kondisi darurat. Ketiga, menginisiasi pembentukan center
of excellence di bidang surveillance tugas Bank Indonesia (fokus utama PS 5). Keempat,
sentralisasi jaringan distribusi uang untuk mempercepat ketersediaan, ketepatan
waktu, dan kualitas pengiriman uang (fokus utama PS 8), Kelima, upaya optimalisasi
kapasitas percetakan uang (fokus utama PS 7). Keenam, mengoptimalkan peran Bank
Indonesia di daerah (fokus utama PS 10). Tujuannya agar KPwBI DN dapat berperan
maksimal dalam memahami perekonomian daerah, mendorong inisiatif, dan peran
advisory bidang ekonomi.
Sampai dengan triwulan I-2016, Bank Indonesia menyelesaikan outline besar regional
office handbook yang akan disusun sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah.
Langkah ini sebagai bagian upaya penguatan peran advisory di KPwBI DN. Modul
regional office handbook akan selesaikan 2016 dengan berfokus kepada potensi
pengembangan UMKM daerah dalam kaitannya untuk mendukung kestabilan inflasi di
daerah.
3. Institutional Leadership
Tema ini bertujuan untuk menjadikan Bank Indonesia sebagai inisiator/pelopor program
terdepan dan diakui secara nasional maupun internasional. Tahap I, Restructuring
and Enhancing (2014-2019) dengan tiga target. Pertama, terbentuknya pasar uang
yang dalam dan likuid di berbagai kelas aset. Kedua, menyediakan National Payment
Gateways (NPG). Ketiga, aktif mendorong dan mewujudkan banked population menjadi
30%. Sasaran Tahap II Shaping the end state (2019-2024) meliputi peningkatan target
pendalaman pasar uang dan banked population, mendorong Indonesia diakui sebagai
pusat ekonomi syariah di kawasan, serta terwujudnya jalur dan instrumen pembayaran
yang terinterkoneksi (ATM, debet, kredit, dan e-money) via NPG.
Dalam tema ini, Bank Indonesia melakukan 6 program strategis.Pertama, penguatan
strategi kebijakan internasional untuk mendukung kepentingan Bank Indonesia
maupun nasional dan meningkatkan kepemimpinan Bank Indonesia di kawasan (fokus
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
101
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
utama PS 11). Kedua, protokol manajemen krisis, termasuk penguatan koordinasi
dengan OJK, Kemenkeu dan LPS yang didalamnya termasuk koordinasi yang lebih
erat dengan instansi terkait (fokus utama PS 12). Ketiga, pendalaman pasar keuangan
(fokus utama PS 13). Keempat, Bank Indonesia juga mengembangkan ekonomi syariah
melalui koordinasi lintas institusi (fokus utama PS 14). Kelima, mendorong program
elektronifikasi dan keuangan inklusif, serta instrumen pembayaran (fokus utama PS 15).
Keenam, mengembangkan National Payment Gateway(NPG) dan Platform Electronic Bill
Presentment and Payment(EBPP) (fokus utama PS 16).
Sampai dengan triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan laporan review
pengelolaan isu syariah untuk memperkuat kerangka kebijakan internasional. Bank
Indonesia juga menginisiasi koordinasi dan pendalaman secara kelembagaan sebagai
persiapan implementasi central counterparty clearing (CCP). Selain itu, Bank Indonesia
menginisiasi koordinasi fasilitator forum pasar domestik untuk menyusun dan
menyempurnakan “market code of conduct” perbankan nasional.
4. Motivated Organization
Tema ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan (skills), kapabilitas, dan motivasi
pegawai. Program yang ada ditujukan kepada internal Bank Indonesia. Ke depan,
program ini diharapkan dapat memberikan pengembangan kebanksentralan kepada
masyarakat.
Tahap I, Restructuring and Enhancing (2014-2019) dengan target Motivated Organization.
Ke depan, Bank Indonesia akan memiliki sistem jalur karier yang sehat (robust) dan
selaras dengan job grade dan job value, serta memiliki budaya dan praktik manajemen
kinerja yang baik.
Pada Tahap II, Shaping the end state (2014-2019), menjadikan BI Institute bertaraf world
class sebagai garda depan pemikir ekonomi yang ditopang kemitraan kuat dengan
lembaga riset dan pendidikan yang berkelas. Dengan demikian, Bank Indonesia
akan diakui memiliki SDM yang bertalenta dengan kapabilitas kepemimpinan dan
kompetensi tinggi.
Dalam tema ini, Bank Indonesia melakukan 6 program strategis antara lain untuk
mencapai Motivated Organization, pengelolaan SDM di Bank Indonesia akan diperbaiki
mulai dari jalur perekrutan (fokus utama PS 18), career path dan job grading (fokus
utama PS 19), pengembangan SDM (talenta) dan kepemimpinan yang mendukung
(fokus utama PS 21) hingga manajemen kinerjanya (fokus utama PS 20). Selaras dengan
itu, Bank Indonesia melakukan reorganisasi di seluruh satuan kerja sebagai wujud
penguatan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral hasil rekomendasi AFSBI (fokus
utama PS 22).
Sampai dengan triwulan I-2016, tema ini memberikan perkembangan progresif
dengan terbentuknya Departemen Ekonomi Syariah dan Departemen Pendalaman
Pasar Keuangan disertai perangkat organisasi yang dibutuhkan. Pembentukan kedua
departemen merupakan implementasi dari roadmap organisasi arsitektur fungsi
strategis Bank Indonesia (AFSBI).
102
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia
5. State of The Art Technology
Tema ini berpijak pada pemanfaatan teknologi mutakhir untuk mempercepat progres
dalam mencapai visi dan misi Bank Indonesia secara efektif dan efisien.
Tahap I, Restructuring and Enhancing (2014-2019) dengan target State of The Art
Technology. Target tersebut meliputi big data yang terintegrasi dengan proses
pengambilan keputusan kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistim pembayaran.
Selain itu, memiliki enterprise architecture yang ramping dengan kapabilitas terbaik.
Tahap II, Shaping the end state (2019-2024) meliputi penggunaan big data secara inovatif,
menjadi mitra peer central banks, memiliki kapabilitas pengelolaan data dan layanan
yang excellent dalam riset, serta pengambilan keputusan terkait kebijakan dan kegiatan
operasional. Dalam tema ini, Bank Indonesia melakukan 3 program strategis. Pertama,
penguatan sistem informasi di Bank Indonesia dimulai dengan desain arsitektur
informasi (fokus utama PS 24). Kedua, mencakup aspek pengelolaan operasional dan
tata kelola sistem informasi (fokus utama PS 25). Ketiga, pemanfaatan big data dalam
proses pengambilan keputusan di Moneter dan SSK (fokus utama PS 23).
Sampai dengan triwulan I-2016, tema ini telah memberikan progres antara lain
dengan mengadakan pembahasan evaluasi pengembangan pilot project Big Data
pada 2015 dengan beberapa satuan kerja di Bank Indonesia. Hasil evaluasi dan
kebutuhan pengembangan lanjutan terhadap pilot project Big Data 2015 menjadi dasar
pengembangan Big Data 2016.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
103
BAB IV
Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pencapaian tujuan dan kinerja Bank Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dukungan kapabilitas
internal. Dalam menjalankan kewenangannya, Bank Indonesia secara konsisten menerapkan
prinsip tata kelola yang baik (good governance) dalam pengelolaan organisasi. Hal ini
diwujudkan dengan menerapkan berbagai perangkat dalam manajemen strategi, manajemen
risiko, pengelolaan aset dan keuangan, serta organisasi dan sumber daya.
RINGKASAN KAPABILITAS INTERN
BANK INDONESIA TRIWULAN I-2016
1. Bank Indonesia secara konsisten menerapkan tata kelola (governance) dalam berbagai
aspek pengelolaan organisasi, dengan mengedepankan akuntabilitas, transparansi,
dan independensi dalam penetapan kebijakan.
2. Kinerja Bank Indonesia hingga triwulan I-2016 masih on-track, sesuai dengan target
yang ditetapkan.
3.Untuk mendukung pengelolaan kinerja, Bank Indonesia menyempurnakan
mekanisme manajemen perumusan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi arah
strategis Bank Indonesia.
4. Untuk mendukung pencapaian strategi dan sebagai bagian dari program transformasi
untuk menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia
menyempurnakan organisasi pada level satuan kerja/unit kerja. Bank Indonesia juga
menerapkan konsep modern office untuk menjadi organisasi yang lebih efisien dan
efektif.
5. Sebagai bagian dari penerapan three line of defences dalam pengenalian internal,
fungsi Internal Control Officer (ICO) mulai dijalankan di masing-masing satuan kerja.
6. Bank Indonesia menerima penghargaan sebagai Wajib Pajak Patuh 2015 dan menjadi
salah satu penyumbang pajak terbesar.
7. Bank Indonesia secara konsisten melakukan pengembangan kapasitas sumber daya
manusia melalui berbagai program pelatihan/pendidikan. Selain itu, seluruh satuan
kerja di Bank Indonesia secara aktif melaksanakan program perubahan (Change
Program) sebagai bagian dari transformasi budaya kerja.
8.Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menerbitkan 23 peraturan perundangundangan Bank Indonesia yang terdiri dari 3 Peraturan Bank Indonesia, 6 Peraturan
Dewan Gubernur, 4 Surat Edaran Ekstern, dan 10 Surat Edaran Internal.
9. Untuk mendukung kepedulian sosial dan sekaligus menunjang pelaksanaan tugasnya,
Bank Indonesia secara konsistem melaksanakan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
Di 2016, tema yang diusung adalah Mendukung Pemulihan dan Penguatan Ekonomi
melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) yang Berkesinambungan dan Inklusif.
Pada triwulan I-2016, realisasi anggaran PSBI tercatat sebesar Rp22,26 miliar.
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.1. Tata Kelola (Governance)
Untuk menjaga
integritas dan
kredibilitas
lembaga, Bank
Indonesia
memperkuat
akuntabilitas
dan transparansi
dalam perumusan
kebijakannya.
Dalam rangka mendukung pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas dengan efektif dan
dapat dipertanggungjawabkan, Bank Indonesia secara konsisten menerapkan tata kelola
(governance) dalam berbagai aspek pengelolaan organisasi. Sesuai prinsip governance,
pelaksanaan tugas Bank Indonesia berlandaskan pada prinsip independensi, akuntabilitas,
dan transparansi.
Tujuan penerapan dan penegakan governance di Bank Indonesia untuk menghasilkan
kredibilitas dilaksanakan dengan mengendepankan pelaksanaan tugas secara efektif dan
efisien, memenuhi aturan perundang-undangan, memperhatikan standar praktik umum,
dan berupaya memenuhi ekspektasi pemangku kepentingan terhadap akuntabilitas dan
transparansi Bank Indonesia.
Memenuhi amanat Undang-Undangan tentang Bank Indonesia, untuk mewujudkan
akuntabilitas dalam pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia menyampaikan laporan
pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR-RI dan Pemerintah. Pada triwulan I-2016,
Bank Indonesia telah menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang periode
triwulan IV-2015 dan cakupan tahun 2015. Melengkapi laporan tersebut, Bank Indonesia
juga telah menyampaikan penjelasan langsung terkait kebijakan dan kewenangannya
kepada DPR-RI melalui rapat kerja.
Bentuk akuntabilitas lainnya adalah pengawasan kegiatan operasional tertentu oleh Badan
Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyusun
tanggapan atas telaahan BSBI yang mencakup telaahan atas laporan keuangan Bank
Indonesia, anggaran operasional dan investasi serta prosedur pengambilan keputusan
kegiatan operasional diluar kebijakan moneter dan pengelolaan aset.
Dalam upayanya untuk mewujudkan kebijakan Bank Indonesia yang kredibel, Bank
Indonesia telah melakukan penguatan tata kelola dalam perumusan kebijakan yang
dilakukan dengan menyempurnakan ketentuan dan aturan pendukungnya. Mengacu
kepada praktek terbaik bank sentral dan untuk memperkuat perumusan bauran kebijakan,
Bank Indonesia menyempurnakan aturan penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur (RDG)1.
Dalam aturan yang baru tersebut, durasi pelaksanaan RDG Bulanan diperpanjang menjadi
dua hari berturut-turut. Durasi yang lebih panjang tersebut memungkinkan Dewan
Gubernur untuk melakukan asesmen kondisi perekonomian Indonesia secara mendalam,
untuk meningkatkan kualitas kebijakan yang akan diputuskan.
Terkait dengan komitmen tata kelola, Bank Indonesia secara kontinyu melakukan sosialisasi
mengenai Kode Etik dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia yang mulai diterapkan di
triwulan IV-2015. Sosialisasi dilakukan kepada seluruh pegawai melalui berbagai pelatihan
dan menjadi bagian dari kurikulum wajib pendidikan di Bank Indonesia. Di awal 2016,
Pegawai dan Anggota Dewan Gubernur menyampaikan Surat Pernyataan Tahunan (Annual
Statement) sebagai cerminan kepatuhan terhadap pengaturan kode etik tersebut.
Dalam rangka memperkuat kerja sama kelembagaan khususnya dalam penerapan tata
kelola, Bank Indonesia menjalin komunikasi dengan lembaga lain. Di triwulan laporan, Bank
Indonesia melakukan pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kedua lembaga
saling bertukar informasi terkait penerapan tata kelola di masing-masing lembaga. Ke
depan, diharapkan terdapat peningkatan kualitas tata kelola yang lebih baik.
1
106
Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 18/4/PDG/2016 tanggal 29 Februari 2016 (yang berlaku surut sejak tanggal 4 Januari
2016) tentang perubahan atas PDG No. 16/5/2014 Tentang Penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur (RDG).
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Dalam periode laporan, Bank Indonesia juga berinisiasi untuk memastikan proses perizinan
yang menjadi kewenangannya dilaksanakan secara efisien. Hal ini sejalan dengan program
NAWACITA Pemerintah untuk mengurangi birokrasi perizinan guna meningkatkan daya
saing ekonomi dan mendorong investasi.
4.2. Manajemen Strategis dan Kinerja
Dalam mencapai visi dan misi Bank Indonesia, sejak tahun 2003 Bank Indonesia telah
mengimplementasikan Sistem Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja Bank
Indonesia (SPAMK-BI) yang mencakup kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pemantauan
atas pencapaian arah strategis Bank Indonesia, yang disusun secara terintegrasi, sistematis
dan berkelanjutan.
Dalam rangka memantapkan proses pelaksanaan program transformasi, Bank Indonesia
menyempurnakan mekanisme dalam manajemen strategis yang mencakup perumusan,
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi arah strategis Bank Indonesia .
Penyempurnaan tersebut antara lain dengan melakukan penajaman atas penyusunan
Program Kerja, Anggaran dan Rencana Investasi (PKARI) melalui kegiatan Arahan Tahunan
dan/atau Arahan Jangka Menengah yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia. Arahan
dimaksud berisi kebijakan umum yang digunakan sebagai pedoman bagi Satuan Kerja di
Bank Indonesia dalam menyusun PKARI tahun berikutnya.
Pada triwulan
ini, dilakukan
cascading kinerja
setiap satuan kerja
dengan mengacu
kepada sasaran
strategis dan IKU
Bank Indonesia.
Pada triwulan ini, dilakukan cascading program kerja kepada masing-masing Satuan
Kerja dengan mengacu kepada Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank
Indonesia untuk menyusun Kontrak Kinerja Satuan Kerja. Kontrak kinerja terdiri dari: IKU
Outcome, IKU Program Strategis, dan IKU Program Kerja Non Program Strategis.
IKU Outcome merupakan indikator atau ukuran, baik finansial maupun non-finansial, yang
memberikan informasi mengenai pencapaian kinerja Bank Indonesia dan satuan kerja dari
pendekatan sejauh mana dampak positif yang dirasakan oleh stakeholders. Sedangkan
IKU Program Strategis merupakan indikator sejauh mana ketercapaian implementasi dan
kualitas beberapa program kerja tertentu yang berdampak besar untuk mempercepat
pencapaian tujuan organisasi melalui program transformasi Bank Indonesia. Sementara
itu, IKU Program Kerja Non Program Strategis merupakan program kerja di luar program
strategis yang mendukung pencapaian kinerja Bank Indonesia dan/atau satuan kerja.
4.3. Manajemen Risiko
Bank Indonesia menyadari pentingnya peran manajemen risiko di dalam upaya menjaga
kredibilitas kebijakan, kesinambungan keuangan, serta efisiensi dan efektivitas proses
bisnis. Upaya penguatan manajemen risiko dilakukan secara berkelanjutan melalui evaluasi
framework manajemen risiko, penyempurnaan ketentuan manajemen risiko, penguatan
struktur organisasi manajemen risiko, dan upaya peningkatan budaya sadar risiko di
lingkungan internal Bank Indonesia.
Penguatan fungsi manajemen risiko pada triwulan I-2016 dilakukan melalui re-organisasi
dalam rangka mengoptimalkan fungsi manajemen risiko. Struktur organisasi manajemen
risiko disempurnakan dengan tujuan agar lebih efektif guna mendukung kegiatan
pemantauan, konsultasi maupun fasilitasi yang lebih fokus dan mendalam. Fungsi
manajemen risiko diperluas dengan mencakup pengelolaan logistik, pengelolaan transaksi
2
Bank Indonesia
senantiasa
melakukan
penguatan
manajemen
risiko secara
berkelanjutan
melalui evaluasi
framework,
penyempurnaan
ketentuan, dan
peningkatan
budaya sadar
risiko.
Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 17/16/PDG/2015 tanggal 31 Desember 2015 tentang Sistem Perencanaan, Anggaran, dan
Manajemen Kinerja.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
107
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
pemerintah, penyelenggaraan sistem pembayaran, pengelolaan sistem informasi, dan
pengelolaan uang Rupiah. Manajemen risiko juga mencakup fungsi pengelolaan moneter,
fungsi pengelolaan devisa, dan manajemen keberlangsungan tugas (business continuity
management).
Dalam bidang manajemen risiko strategis lembaga, Bank Indonesia telah melakukan
beberapa program kerja untuk melakukan mitigasi risiko strategis lembaga yang mencakup
antara lain: penetapan kebijakan terhadap implementasi framework pengelolaan risiko
secara BI-Wide, penetapan Internal Control Officer (ICO), asesmen risiko atas materi
Rapat Dewan Gubernur, serta pemantauan, review, dan penyampaian rekomendasi atas
implementasi mitigasi risiko satuan kerja tertentu yang diprioritaskan atau yang memiliki
profil risiko sangat tinggi dan/atau tinggi.
Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan moneter, sepanjang triwulan I-2016
risiko relatif terkendali. Nilai tukar Rupiah cenderung menguat dan likuiditas Rupiah
meningkat akibat ekspansi pemerintah dan penurunan rasio giro wajib minimum (GWM).
Pada periode triwulan, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan manajemen risiko
pengelolaan moneter mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.Pemantauan kepatuhan yang dilakukan dengan monitoring kesesuaian antara
pelaksanaan kegiatan operasi moneter dengan ketentuan yang berlaku.
b. Pemantauan terhadap pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang
bertujuan untuk meminimalkan munculnya risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko
operasional. Pembelian SBN di pasar sekunder tersebut telah dilakukan berdasarkan
limit sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Pemantauan portofolio SBN Bank Indonesia yang bertujuan untuk mengantisipasi
risiko pasar, dilakukan melalui monitoring mark-to-market (MTM), value at risk (VaR),
dan durasi seri SBN yang dimiliki Bank Indonesia.
d. Manajemen risiko dalam pengelolaan moneter valas yang dilakukan melalui transaksi
secara non-lelang, terutama spot. Selain itu, transaksi valas juga dilakukan secara lelang
seperti Term Deposit valas konvensional dan syariah, dan FX Swap USD/IDR. Langkah
ini untuk menjaga kepercayaan pasar dan menghindarkan volatilitas nilai tukar Rupiah
yang berlebihan.
e. Asesmen dan pemantauan terhadap operasi moneter Rupiah dan valas yang dilakukan
dalam rangka mendorong efektivitas transmisi kebijakan moneter. Asesmen risiko
juga diberikan untuk meminimalkan risiko kebijakan dan risiko reputasi sehubungan
rencana implementasi reformulasi kebijakan moneter Bank Indonesia.
Dalam bidang Manajemen Risiko Pengelolaan Devisa, selama periode triwulan I-2016,
Bank Indonesia melakukan kegiatan manajemen risiko pengelolaan devisa terhadap risiko
pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko operasional.
a. Untuk manajemen risiko pasar, Bank Indonesia melakukan mitigasi risiko dengan
penetapan batasan-batasan eksposur risiko pasar, yang meliputi risiko nilai tukar
dan risiko suku bunga. Secara umum, volatilitas mata uang selama triwulan I-2016
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan volatilitas yield cenderung
mixed. Pergerakan tersebut dipengaruhi divergensi kebijakan bank sentral yang
menyempit sejalan dengan sikap (stance) The Fed yang kurang agresif (less-hawkish),
dan berlanjutnya kebijakan akomodatif oleh European Central Bank (ECB).Tekanan
terhadap volatilitas pasar semakin meningkat akibat spekulasi terkait referendum
Inggris atau Brexit mengenai keluar atau tidaknya negara itu dari Uni Eropa. Konsekuensi
108
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
peningkatan volatilitas tersebut mendorong kenaikan value at risk (VaR) portofolio
cadangan devisa yang dikelola.
b. Untuk manajemen risiko kredit, Bank Indonesia melakukan mitigasi risiko dengan
penetapan batasan-batasan eksposur risiko kredit, yaitu meliputi risiko gagal bayar
(default) dan risiko penurunan peringkat kredit (credit rating downgrade). Pemantauan
risiko kredit dilakukan secara ketat agar tidak melampaui batasan yang telah ditetapkan.
Selain itu, pemantauan risiko kredit juga dilakukan melalui monitoring terhadap
berbagai indikator perekonomian dan keuangan, baik secara global maupun pada level
emiten. Pada triwulan I-2016, risiko kredit meningkat, khususnya terkait negara-negara
emerging market yang mengalami penurunan peringkat (Polandia dan Azerbaijan),
revisi outlook (Tiongkok dan Meksiko), dan review for downgrade (Afrika Selatan).
c. Untuk manajemen risiko likuiditas, Bank Indonesia melakukan mitigasi risiko dengan
penetapan batasan-batasan eksposur risiko likuiditas, yaitu meliputi risiko asset-liability
mismatch dan risiko liquidity shrinkage. Sepanjang triwulan 1-2016, profil risiko likuiditas
relatif rendah yang tercermin dari profil jatuh tempo (maturity profile) dengan jumlah
aset jatuh tempo sebagian besar berjangka pendek yang kualitas asetnya masuk
kategori High Quality Liquid Asset (HQLA) dalam rangka pemenuhan kewajiban valas.
d. Untuk manajemen risiko operasional, Bank Indonesia melakukan mitigasi risiko dengan
penetapan batasan-batasan eksposur risiko operasional, penyempurnaan prosedur dan
penguatan pengawasan internal melalui pendekatan three lines of defense. Sepanjang
triwulan 1-2016, profil risiko operasional pengelolaan devisa dapat terkendali relatif
rendah.
Dalam bidang pengelolaan uang Rupiah, manajemen risiko juga semakin dirasakan
peranannya. Kecukupan mitigasi risiko dalam kegiatan pengadaan bahan uang,
pencetakan, pengolahan, distribusi, dan pemusnahan uang terus dievaluasi dan
ditingkatkan. Langkah tersebut diharapkan dapat menurunkan risiko pengelolaan uang
Rupiah seperti pemberitaan negatif, pemalsuan uang, dan tuntutan hukum. Bank Indonesia
jugaterus menjaga dan meningkatkan kualitas uang layak edar sesuai dengan soil level
yang ditetapkan.
Dalam bidang manajemen keberlangsungan tugas, pada triwulan I-2016, kegiatan
mitigasi risiko yang dilakukan mencakup implementasi framework Manajemen
Keberlangsungan Tugas Bank Indonesia (MKTBI) sebagai kebijakan prinsipil dan strategis
untuk memastikan kesinambungan operasional tugas kritikal Bank Indonesia. Penentuan
tugas kritikal didasarkan atas business impact analysis (BIA) dan risk assessment terhadap
seluruh tugas Bank Indonesia. Selanjutnya, siklus manajemen Plan-Do-Check-Act (PDCA)
dilakukan untuk menjaga kelancaran pelayanan kepada stakeholders dengan gangguan
operasional minimal di bawah jangka waktu yang telah ditetapkan.
Dalam rangka memastikan kesiapan dan kesiagaan MKTBI, Bank Indonesia melakukan uji
coba terhadap Data Recovery Center (DRC). Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa
DRC dapat berfungsi dengan baik apabila terjadi insiden.
Berdasarkan pemantauan terhadap risiko operasional, terdapat gangguan terhadap aplikasi
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia-Scripless Securities
Settlement System (BI-SSSS) generasi II, serta Bank Indonesia-Electronic Trading Platform
(BI-ETP) yang baru diimplementasikan pada November 2015. Gangguan itu terjadi akibat
adanya kendala pasokan listrik dan kendala jaringan komunikasi data terhadap beberapa
bank peserta operasi moneter. Namun demikian, Bank Indonesia telah menjalankan
contingency plan untuk mengatasi gangguan dan segera memulihkan kegiatan pelayanan
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
109
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
kepada stakeholders menjadi normal seperti semula. Sebagai antisipasi ke depan, Bank
Indonesia terus melakukan berbagai upaya penguatan sistem aplikasi, pasokan listrik,
dan jaringan komunikasi data guna meningkatkan kinerja aplikasi kritikal tersebut secara
optimal.
4.4. Audit Internal
Bank Indonesia
menggunakan
pendekatan Risk
Based Internal
Audit yang
memprioritaskan
audit pada proses
bisnis berisiko
tinggi dengan
frekuensi audit
setiap tahun.
Audit Internal di Bank Indonesia bertujuan untuk memberikan opini dan rekomendasi
terhadap proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian. Untuk mencapai
tujuan dimaksud, dilakukan berbagai kegiatan audit dan konsultansi berdasarkan standar
internasional terhadap pelaksanaan proses bisnis di Bank Indonesia, sehingga fungsi ini
independen dari keseluruhan proses bisnis Bank Indonesia.
Bank Indonesia menggunakan metode pendekatan Risk Based Internal Audit (RBIA) di dalam
menjalankan fungsi audit, yang memprioritaskan audit pada proses bisnis berisiko tinggi
dengan frekuensi audit setiap tahun. Sedangkan proses bisnis dengan risiko sedang dan
rendah diaudit dalam rentang waktu yang lebih panjang yakni sekali dalam 2 atau 3 tahun.
Audit mencakup proses bisnis di Kantor Pusat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam
Negeri (PKwBI DN), dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri (KPwBI).
Pelaksanaan audit direncanakan dengan baik, didasarkan pada berbagai aspek internal
maupun eksternal yang berpengaruh pada kegiatan Bank Indonesia. Selanjutnya
untuk memastikan bahwa hasil audit ditindaklanjuti oleh masing-masing satuan kerja,
Bank Indonesia melakukan monitoring untuk mendorong masing-masing satuan kerja
menyelesaikan/memperbaiki kekurangan pada tata kelola dan pengendalian yang
ditemukan di dalam proses audit.
Sampai dengan akhir triwulan I-2016, seluruh temuan audit dengan komitmen penyelesaian
pada triwulan berjalan telah selesai ditindaklanjuti oleh satuan kerja. Perbaikan seluruh
kekurangan yang ditemukan dalam audit tersebut memberikan keyakinan bahwa tata
kelola dan pengendalian di Bank Indonesia berjalan efektif untuk mengendalikan risiko.
Metode audit RBIA secara berkala disesuaikan dengan perkembangan konsepsi dan praktik
terbaik di lapangan. Kompetensi dan keterampilan auditor internal secara terus menerus
dan terprogram dikembangkan melalui pelatihan/workshop, magang, penugasan di
lembaga lain, dan sertifikasi.
Fungsi konsultansi secara natural dilaksanakan bersamaan dengan audit yaitu pada
saat proses diskusi auditor-auditee atas ditemukannya pengendalian yang kurang. Pada
triwulan I-2016, audit internal Bank Indonesia melakukan kegiatan konsultansi berupa
pemberian advis kepada satuan kerja dan pemberian masukan/pertimbangan pada Rapat
Dewan Gubernur, terkait dengan desain ketentuan maupun implementasinya. Konsultansi
yang dilakukan secara khusus menyoroti aspek tata kelola dan pengendalian dalam rangka
pengendalian risiko, bukan pada substansi.
Bank Indonesia memberikan prioritas perhatian dalam rangka penguatan pengendalian
oleh seluruh satuan kerja selaku first line of defense dengan dibentuknya Internal Control
Officer (ICO) di masing-masing satuan kerja. Selanjutnya, audit internal memelihara
koordinasi yang baik dengan satuan kerja pengelola risiko sebagai second line of defence.
Sedangkan satuan kerja yang berfungsi untuk melakukan audit internal berperan sebagai
third line of defense yang mengevaluasi efektivitas proses tata kelola dan pengendalian
yang dilakukan oleh first line dan second line of defense melalui audit dan konsultansi. Hasil
evaluasi audit internal menjadi masukan bagi masing-masing satuan kerja termasuk satuan
kerja pengelola risiko.
110
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pada awal Maret 2016, Bank Indonesia mengukuhkan pegawai yang menjadi ICO di setiap
satuan kerja dalam acara Inaugurasi dengan tema “Memperkuat Internal Control Bank
Indonesia dengan semangat Integritas dan Etos Kerja Profesional”. Pada kesempatan ini,
Bank Indonesia juga melakukan penguatan pemahaman kepada seluruh pemimpin satuan
kerja mengenai fungsi ICO dan pembekalan kepada ICO mengenai kegiatan fasilitasi,
konsultansi manajemen risiko, dan pemantauan pengendalian internal.
Dalam rangka memperkuat tata kelola, Bank Indonesia telah mengimplementasikan Whistle
Blowing System (WBS) untuk menerima dan menindaklanjuti laporan dari pegawai Bank
Indonesia dan masyarakat atas dugaan pelanggaran peraturan Kode Etik dan Disiplin oleh
pegawai Bank Indonesia. WBS telah diimplementasikan sejak 2015 dengan mengutamakan
terjaganya kerahasian identitas pelapor.
Fungsi audit internal juga berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan audit Badan
Pemeriksa Keuangan – Republik Indonesia (BPK-RI) termasuk monitoring penyelesaian hasil
audit. Untuk menjaga kualitas pelaksanaan fungsi audit internal, kegiatan audit internal
dievaluasi secara periodik baik secara internal maupun oleh asesor eksternal profesional.
4.5. Keuangan Internal
Kebijakan manajemen keuangan ditujukan dalam upaya meningkatkan tata kelola (good
governance) dan memelihara keberlanjutan (sustainabilitas) keuangan Bank Indonesia guna
mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran,
dan stabilitas sistem keuangan.
Pelaksanaan kebijakan dilakukan melalui berbagai progam kerja yang mendukung arah
kebijakan Bank Indonesia. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan
beberapa kebijakan sebagai berikut:
Pengelolaan
keuangan internal
Bank Indonesia
pada triwulan
I-2016 tetap terjaga
dari aspek modal,
penerimaan,
maupun
pengeluaran.
1. Penerapan standar akuntansi Bank Indonesia (KAKBI) yang telah dimulai sejak 2014 akan
ditindaklanjuti pada 2016, antara lain melalui penerbitan berbagai aturan pelaksanaan
dan sosialisasi ke berbagai institusi.
2. Pelaksanaan program kerja dalam rangka mendukung sustainabilitas, transparansi,
dan akuntabilitas keuangan Bank Indonesia seperti penerapan Asset and Liabilities
Measurement (ALMe) Bank Indonesia dan Penerapan capital budgeting.
a.Penerapan Asset and Liabilities Measurement (ALMe) Bank Indonesia.
Saat ini, Bank Indonesia tengah mengembangkan metode pengukuran dalam
rangka penguatan analisis risiko dan asset class guna menindaklanjuti penyusunan
blueprint ALMe Bank Indonesia pada 2015. Pada periode selanjutnya, Bank
Indonesia akan menyusun guideline implementasi ALMe yang mencakup antara
lain pengaturan organ dan tata kerja pelaksanaan ALMe Bank Indonesia.
b.Penerapan capital budgeting.
Analisis capital budgeting dilakukan untuk pelaksanaan Rencana Investasi (RI)
Bank Indonesia yang bernilai besar (di atas Rp10 miliar). Berdasarkan hasil analisis,
pada tahun pelaksanaan akan dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala,
termasuk melakukan re-asesmen atas kebijakan masing-masing Rencana Investasi
apabila diperlukan.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
111
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Bank Indonesia telah melakukan berbagai program kerja guna mendukung keberlanjutan,
transparansi, dan akuntabilitas keuangan Bank Indonesia. Pencapaian di bidang manajemen
keuangan selama triwulan I-2016 sebagai berikut:
1. Pencapaian dan apresiasi atas governance pengelolaan pajak Bank Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan Bank Indonesia sebagai Wajib Pajak Patuh
terhitung sejak 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015. Pada 4 April 2016,
Bank Indonesia bersama 23 Wajib Pajak lain diberikan penghargaan oleh DJP sebagai
Wajib Pajak yang Patuh dan menyumbang pembayaran pajak terbesar di lingkungan
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar pada 2015 (penyumbang 10% dari total penerimaan pajak
secara nasional).
2. Bank Indonesia telah menerbitkan hasil research project pada forum SEACEN tentang
Fundamental Principles in Central Bank Financial Reporting Framework: A Preliminary
Study in SEACEN Economies.
Kajian tersebut berisi penjabaran tentang keunikan karakteristik laporan keuangan
bank sentral yang telah diterapkan pada Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia
(KAKBI). Pada periode mendatang, dalam rangka diseminasi penerapan KAKBI di Bank
Indonesia, akan diselenggarakan seminar internasional dengan mengundang bank
sentral anggota SEACEN, bank sentral lain di kawasan Asia Pasifik, dan para akademisi
dalam dan luar negeri.
Berdasarkan laporan keuangan dan pengelolaan keuangan internal, kinerja keuangan
Bank Indonesia selama triwulan I-2016 adalah sebagai berikut:
a. Pada 31 Maret 2016, total aset/kewajiban mengalami penurunanan dari sebesar
Rp1.906,19 triliun menjadi Rp1.872,52 triliun, atau turun sebesar 1,77% dibandingkan
posisi 31 Desember 2015. Dari sisi aset, pangsa terbesar adalah surat berharga dan
tagihan dalam valuta asing yaitu sebesar 73,63% dari total aset dengan penurunan
sebesar 2,73% jika dibandingkan posisi 31 Desember 2015. Sedangkan unsur kewajiban,
pangsa terbesar adalah Uang Dalam Peredaran dan Giro Bank yaitu masing-masing
sebesar 27,16% dan 17,67% dari total kewajiban. Pos tersebut mengalami penurunan
masing-masing sebesar 13,33% dan 15,76% jika dibandingkan posisi 31 Desember
2015.
b. Selama triwulan I-2016, kinerja keuangan Bank Indonesia menunjukkan net surplus
sebelum pajak sebesar Rp9,02 triliun. Nilai surplus itu diperoleh dari selisih antara
penghasilan dan beban masing-masing sebesar Rp16,91 triliun dan Rp7,89 triliun. Porsi
terbesar penghasilan Bank Indonesia berasal dari pendapatan bunga dan keuntungan
selisih kurs transaksi valuta asing masing-masing sebesar 44,01% dan 31,24%.
Sementara itu, beban Bank Indonesia sebagian besar berasal dari beban pelaksanaan
kebijakan moneter sebesar 62,23%.
c. Pencapaian Rasio Modal Bank Indonesia per 31 Maret 2016 adalah sebesar 10,62%,
melebihi target pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) BI sebesar 3%.
d. Selama triwulan I-2016, realisasi Anggaran Pengeluaran Operasional Bank Indonesia
sebesar 21,87% dari total Anggaran Pengeluaran Operasional Tahun 2016. Pencapaian
tersebut meningkat 0,99% dibandingkan periode yang sama 2015. Dari sisi penerimaan,
realisasi Anggaran Penerimaan Operasional Bank Indonesia sebesar 31,96% dari Total
Anggaran Penerimaan Operasional Tahun 2016 atau menurun 11,77% dibandingkan
Ttriwulan I-2015.
112
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
4.6. Sistem Informasi
Pada 2016, dukungan Sistem Informasi difokuskan pada kelanjutan Program Transformasi
Bank Indonesia dengan menetapkan Information System - Enterprise Architecture (ISEA) 2015–2024. IS-EA merupakan High Level strategi pengelolaan Sistem Informasi
sebagaimana amanat Arsitektur dan Fungsi Bank Indonesia (AFSBI). Strategi AFSBI
mengarahkan pengembangan arsitektur aplikasi dan data di Bank Indonesia kepada
penggunaan paket solusi Sistem Informasi (SI) yang tersedia di pasar dengan simplifikasi
arsitektur SI untuk mengakomodasi perkembangan teknologi terkini.
Selama 2016, pengelolaan Sistem Informasi difokuskan pada penyediaan layanan yang
andal dan berkualitas untuk mendukung dan memperlancar strategi kebijakan dan
pelaksanaan tugas, melalui peningkatan tata kelola, ketersediaan dan pengamanan
layanan Sistem Informasi. Sehubungan dengan tujuan tersebut, Bank Indonesia akan
melaksanakan beberapa strategi pengelolaan sistem informasi sebagai berikut:
Untuk mewujudkan
program
transformasi, Bank
Indonesia telah
merancang data
center dan disaster
recovery center
sesuai standar
internasional, serta
tetap mendukung
kebutuhan sistem
di masing-masing
sektor.
1. Melanjutkan implementasi roadmap IS-EA 2015–2024 guna mendukung terciptanya
high performance organization.
2.Meningkatkan kapasitas maupun kapabilitas infrastruktur sistem informasi dan
pengelolaan data center sesuai international best practice.
3. Meningkatkan kualitas dan pengamanan Sistem Informasi melalui penerapan tools,
penyempurnaan tata kelola, dan proses monitoring yang intensif.
Sejalan dengan implementasi strategi tersebut, transformasi Sistem Informasi (SI)
diwujudkan melalui tema “State of the art technology” yang meliputi 3 Program Strategis (PS).
Pertama, penerapan teknologi Big Data guna mendukung proses pengambilan keputusan.
Kedua, penyusunan IS-EA dan implementasi proyek SI strategis. Ketiga, perbaikan tata
kelola (governance) SI.
Terkait dengan kegiatan perbaikan tatakelola SI, Bank Indonesia telah menyelesaikan seluruh
target milestone yaitu proses evaluasi kinerja vendor pelaksana pekerjaan infrastruktur
Tahun Anggaran 2014/2015. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan
technical solution dan roadmap pengembangan infrastruktur Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia, Sistem Keuangan Bank Indonesia, Sistem Treasuri, dan Data warehouse yang
akan ditindaklanjuti dengan penyelesaian pengadaan infrastruktur dimaksud. Selain itu,
Bank Indonesia juga telah menyusun laporan hasil evaluasi pengembangan pilot project
Big Data.
Pada triwulan I-2016, dukungan untuk tema transformasi “outstanding execution”
diwujudkan dengan kegiatan perancangan Data Center (DC) dan Disaster Recovery Center
(DRC) berstandar internasional. Kegiatan ini untuk menjaga dan meningkatkan kualitas
ketersediaan layanan Sistem Informasi. Dalam hal ini, Bank Indonesia telah menyelesaikan
Model Operasi DC dengan mempertimbangkan tugas kritikal Bank Indonesia. Selanjutnya,
penyusunan model ini akan ditindaklanjuti dengan kegiatan asesmen Business Resumption
Site (BRS) dan Alternate Command Center (ACC). Selain itu, pelaksanaan migrasi aplikasi
yang bersifat multi-years masih berjalan mengingat banyaknya aplikasi yang dikelola oleh
Bank Indonesia.
Dukungan Sistem Informasi (SI) untuk 3 tema transformasi lain yaitu “policy excellence”,
“institutional leadership” dan “motivated organization” diwujudkan melalui penyediaan
infrastruktur SI (informasi, aplikasi, dan teknologi). Penyediaan Layanan SI pada 2016 juga
bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas/operasional masing-masing sektor.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
113
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia melakukan perbaikan (enhancement) Sistem Laporan
Harian Bank Umum (LHBU), Sistem Pemantauan Pengelolaan Utang dan Analisis Keuangan
(DMFAS), pengembangan Sistem Pengelolaan Valas Tahap II, Bloomberg Gateway, Laporan
Bulanan Bank Umum, dan pengembangan Sistem Pengelolaan Hedgingdan Devisa
Utang Luar Negeri. Langkah-langkah tersebut untuk meningkatkan kualitas data yang
mendukung proses pengambilan keputusan sektor Stabilitas Sistem Moneter.
Pada sektor Stabilitas Sistem Keuangan, dukungan SI ditujukan untuk mendukung
implementasi Sistem Informasi Keuangan Inklusif Tahap II dan implementasi Sistem
Monitoring Program Ketahanan Pangan. Seluruh SI tersebut ditujukan untuk mendukung
pemantauan Stabilitas Sistem Keuangan dan Pengembangan Keuangan Inklusif. Dukungan
SI terhadap sektor SSK pada tahun 2016 akan diwujudkan melalui pengembangan 5 (lima)
SI, pemeliharaan aplikasi, dan infrastruktur yang telah ada saat ini.
Dukungan SI terhadap sektor sistem pembayaran dilakukan melalui pengembangan
aplikasi, baik untuk mendukung sistem pembayaran non-tunai maupun tunai. Pada
triwulan I-2016, modul tambahan telah diimplementasikan pada Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia Generasi II. Penerapan modul tambahan ini memungkinkan peserta kliring
melakukan transaksi dari banyak rekening menuju banyak rekening.
Peningkatan terhadap sistem pembayaran non-tunai juga terus dilakukan melalui
peningkatan kapasitas dan kapabilitas sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan Electronic Trading
Platform untuk memfasilitasi transaksi keuangan pemerintah. Dari sisi internal, peningkatan
sistem pengelolaan anggaran internal juga terus dilakukan yang saat ini memasuki fase
desain sistem.
Dukungan SI terhadap sektor Manajemen Internal juga dilakukan melalui pengembangan
aplikasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tata kelola Bank Indonesia. Pada
triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan perbaikan Layanan Intranet Bank
Indonesia, pengembangan sistem pengelolaan gaji pegawai, dan tahap awal Sistem
Informasi Kehumasan.
Ke depan, Bank Indonesia akan menyempurnakan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia.
Penyempurnaan itu antara lain akan mencakup: proses talent pegawai, perencanaan
karier, pengembangan kompetensi, proses rekrutmen, dan penempatan pegawai yang
sesuai dengan roadmap IS-EA. Penyempurnaan secara bertahap sampai dengan tahun
2017. Dukungan SI terhadap sektor Manajemen Internal pada 2016 diwujudkan dengan
penyelesaian 10 (sepuluh) pengembangan aplikasi.
Dalam rangka
penyempurnaan
organisasi dan
sumber daya
manusia, Bank
Indonesia
membentuk
departemen
baru dan
pengelompokan
jabatan.
114
4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia
Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) mengamanatkan penyempurnaan
Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (OSBI). Pada triwulan I-2016, Bank
Indonesia telah melakukan beberapa hal sebagai berikut:
a. Pembentukan departemen baru.
Pada 24 Februari 2016, Bank Indonesia membentuk: (i) Departemen Ekonomi dan
Keuangan Syariah dalam rangka melaksanakan fungsi riset dan pengembangan
ekonomi keuangan syariah, dan (ii) Departemen Pengembangan Pasar Keuangan
untuk melaksanakan fungsi pengelolaan dan pengembangan pasar uang, pasar valas,
dan pasar keuangan lainnya.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
b. Penyempurnaan perangkat organisasi untuk satuan kerja/unit kerja.
Untuk mendukung penyempurnaan tersebut, Bank Indonesia menerapkan
pengelompokan jabatan di Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia
mengimplementasikan konsep modern office untuk menjadi organisasi yang lebih
efisien dan efektif untuk mendukung implementasi OSBI dilakukan penataan organisasi
Satuan Kerja.
a. Pemenuhan dan Pengembangan SDM
Pemenuhan Internal
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan pemenuhan pegawai melalui
mutasi. Hal itu sebagai dampak reorganisasi pengalihan fungsi untuk satuan kerja
yang baru dibentuk seperti Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) dan
Departemen Pendalaman Pasar Keuangan (DPPK), Departemen Manajemen Risiko
(DMR) dan Kantor Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.
Pemenuhan Eksternal
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia, Bank Indonesia juga
melakukan rekrutmen eksternal. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia merekrut 24
orang pegawai kontrak waktu tertentu (PKWT) sebagai dampak penerapan AFSBI.
Para pegawai tersebut terdiri atas ahli teknologi informatika, analis, contact center, dan
staf. Bank Indonesia juga merekrut asisten pengamanan untuk penempatan di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta. Dalam rangka pengumpulan data base
kandidat pelamar, Bank Indonesia berpartisipasi dalam pelaksanaan bursa tenaga kerja
di Universitas Airlangga, Surabaya.
Pengembangan SDM
Bank Indonesia melaksanakan kegiatan pengembangan SDM yang meliputi 6 area
pengembangan. Keenam area itu adalah (1) On Boarding; (2) Leadership Development
Program (LDP); (3) Competency Development Program (CDP); (4) Program Tugas Belajar
(PTB); (5) Attachment/Technical Assistance and Assignment Program; dan (6) Coaching
dan Mentoring Program. Bank Indonesia juga melakukan pengembangan pegawai atas
inisiatif organisasi (BI-Wide) dan kerja sama internasional.
Rincian pelaksanaan Program Pengembangan SDM-BI tersebut adalah sebagai berikut :
1. On Boarding merupakan program pendidikan kepada pegawai baru agar siap
ditempatkan di seluruh satuan kerja Bank Indonesia. Pada triwulan I-2016, Bank
Indonesia tidak menyelenggarakan OBP karena belum terdapat perekrutan pegawai
baru.
2. Leadership Development Program (LDP) merupakan program pembekalan pegawai
yang terkait dengan leadership sesuai dengan sektor penempatan dan jabatannya.
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan Staff Development
Program (SDP) gelombang 2, yaitu program pembekalan bagi pegawai yang
promosi dari level staf ke asisten manajer. Bank Indonesia juga menyelenggarakan
Program Kepemimpinan Bank Indonesia (PKBI) Dasar, yaitu program pembekalan
3
Keputusan No. 18/18/Kep.GBI/INTERN/2016 tanggal Pada 24 Maret 2016 tentang Pengelompokan Jabatan (Job Family dan
Nature of Job) di Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
115
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
bagi pegawai yang promosi dari level asisten manajer ke manajer dan Executive
Refreshment Program bagi 44 orang Pimpinan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri.
3. Competency Development Program (CDP) merupakan program pembekalan
pegawai yang terkait dengan kompetensi teknis dan manajerial sesuai dengan
sektor penempatan dan jabatannya. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah
menyelenggarakan In-House Training (IHT) dengan rincian 16 program sertifikasi
dan 21 program non-sertifikasi.
4. Career Transition Program (CTP) merupakan pembekalan kepada pegawai yang
mendapatkan penugasan khusus dan yang memasuki masa purna bakti. Pada
triwulan I-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan 3 kali program pembekalan
masa persiapan pensiun (MPP) yang diikuti oleh 102 orang pegawai. Program ini
bertujuan untuk membekali pegawai agar dapat menyiapkan diri sebaik-baiknya
dalam memasuki masa purna bakti.
5. Program Tugas Belajar (PTB) merupakan program pendidikan formal atas beasiswa
penuh Bank Indonesia atau pihak lain yang diberikan kepada pegawai Bank
Indonesia untuk jenjang pendidikan Master (S2) dan Doktor (S3). PTB terdiri atas 4
(empat) jenis, yaitu PTB Dalam Negeri (PTB-DN), PTB Luar Negeri (PTB-LN), PTB Dual
Degree (PTB-DD), dan PTB Atas Inisiatif Sendiri (PTB-AIS). Sampai dengan triwulan
I-2016, jumlah pegawai yang mengikuti Program Tugas Belajar (PTB) sebanyak 98
orang.
6. Attachment/Technical Assistance and Assignment Program yang bertujuan untuk
meningkatkan kapabilitas dan kompetensi pegawai melalui technical assistance
(TA) yang diberikan oleh bank sentral negara lain. Pada triwulan I-2016, program
tersebut belum diselenggarakan.
7. Seminar Internasional dan workshop yang pada triwulan I-2016 dilakukan
bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) mengusung tema ”Growth
Diagnostics”. Seminar diikuti oleh 129 peserta, sedangkan workshop dihadiri oleh
55 peserta berasal dari dalam dan luar negeri yang berasal dari bank sentral,
kementerian keuangan, dan institusi pemerintah lain yang relevan se-Asia Pasifik.
b. Manajemen SDM
Pada triwulan I-2016 telah disetujui perencanaan kebutuhan sumber daya manusia
untuk periode tahun 2016-2019. Perencanaan ini mencakup pemenuhan sumber daya
manusia di kantor pusat dan kantor perwakilan dengan mempertimbangkan pegawai
penugasan di OJK yang akan kembali ke Bank Indonesia.
Kebijakan terkait pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan ke OJK
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan beberapa kebijakan
pengelolaan pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan ke OJK. Kebijakan itu adalah
mapping kompetensi sesuai Job Family, skenario awal penempatan, dan sosialisasi
MSDM kepada pegawai yang kembali ke Bank Indonesia.
c. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia
116
Terkait transformasi budaya kerja, Bank Indonesia telah melakukan kegiatan sebagai
berikut:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
1. Pada 11 Januari 2016, penguatan peran change leader atau pimpinan satuan kerja
sebagai pengelola SDM diforumkan melalui momentum acara ‘HR Day’. Acara
tersebut untuk memberikan gambaran ke depan strategi pengembangan SDM
Bank Indonesia dan tantangan yang akan dihadapi.
2. Bank Indonesia mulai mendorong satuan kerja untuk mengevaluasi hasil perubahan
2015 dan mempersiapkan rencana perubahan 2016, sekaligus merevitalisasi tim
penggerak perubahan. Kegiatan ini difasilitasi juga dengan workshop co-creation
change program di Jakarta, 28-29 Januari 2016. Peserta adalah perwakilan penggerak
perubahan dari masing-masing satuan kerja.
3. Pada 17-19 Januari 2016, Bank Indonesia melakukan pembekalan atau refreshing
peran penggerak perubahan 2016 melalui workshop pembekalan change agent.
Pada kesempatan itu, para peserta melakukan sharing dan penajaman change
program untuk mendukung produktivitas dan mencapai target kinerja satuan kerja
(performance, service, dan risk culture).
4. Monitoring secara offsite seluruh satuan kerja KP dan KPwBI DN dan monitoring
onsite untuk 4 satuan kerja KP dan 3 satuan kerja KPwBI DN.
5. Melaksanakan Survei Culture Climate periode Maret 2016 dengan mendapatkan
responden dari data yang valid sebanyak 1.898. Hasil survei ini menjadi feedback
untuk satuan kerja dalam memperkuat program perubahan.
6. Bank Indonesia juga menaktivasi komunikasi perubahan lintas satuan kerja
melalui media Instagram Change Agent sebagai media sharing ide-ide dan inspirasi
perubahan.
4.8. Aspek Hukum
Berdasarkan Undang-Undang, Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang
diberikan amanat untuk menjalankan peran sebagai bank sentral Republik Indonesia.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagai bank sentral, Bank Indonesia diberikan
kewenangan untuk menetapkan peraturan perundang-undangan.
Sepanjang triwulan I-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan 7 (tujuh) peraturan
perundang-undangan. Peraturan itu terdiri atas 3 (tiga) Peraturan Bank Indonesia dan 4
(empat) Surat Edaran Ekstern. Selain itu, Bank Indonesia mengeluarkan 16 (enam belas)
peraturan internal Bank Indonesia, yang terdiri atas 6 (enam) Peraturan Dewan Gubernur
dan 10 (sepuluh) Surat Edaran Internal (Rincian produk hukum sebagaimana terlampir).
Selama 2015, Bank
Indonesia telah
mengeluarkan
peraturan, yakni
4 PBI, 6 PDG, 4 SE
Eksternal.
Dalam rangka menyusun kerangka peraturan di bidang Stabilitas Sistem Keuangan, Bank
Indonesia secara aktif berkoordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penyusunan
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
Keuangan (RUU PPKSK). Sejalan dengan penataan lembaga negara/otoritas di bidang
keuangan, Bank Indonesia juga aktif berkoordinasi dalam penyusunan RUU tentang Bank
Indonesia.
Untuk mendukung pembangunan hukum nasional, Bank Indonesia senantiasa berpartitipasi
aktif dalam penyusunan RUU yang memiliki keterkaitan erat dengan pelaksanaan tugas
Bank Indonesia. Beberapa pembahasan yang diikuti secara aktif oleh Bank Indonesia antara
lain RUU tentang Perbankan, RUU tentang Bea Materai, dan RUU tentang Perlindungan
Data Pribadi.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
117
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
Bank Indonesia juga berperan aktif dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP) dan Rancangan Perpres. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia ikut membahas RPP
tentang Peninjauan Kembali dan Pembatalan Perjanjian Perdagangan Internasional,
Rancangan Perpres tentang Tata Cara Pemberian Preferensi Perdagangan kepada Negara
Kurang Berkembang, dan Rancangan Perpres tentang Pembentukan Tim Perunding
Perjanjian Perdagangan Internasional.
4.9. Program Sosial Bank Indonesia
Bank Indonesia
melaksanakan
program
pendidikan,
pemberdayaan
perempuan, dan
program strategis
dengan fokus
pada ketahanan
pangan strategis
dan komoditas
unggulan.
Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter dan keuangan, Bank
Indonesia menjalankan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) sebagai bentuk kepedulian
atau empati sosial Bank Indonesia untuk berkontribusi dalam membantu memecahkan
masalah sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat. Melalui pelaksanaan program sosial,
Bank Indonesia juga dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap
pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank Indonesia.
Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan antara lain
meneruskan program unggulan Indonesia Cerdas dan Pemberdayaan Perempuan.
Program Indonesia Cerdas masih mengarah pada penambahan 150 BI Corner dan 50 Pojok
Baca PAUD di seluruh Indonesia. Sedangkan program Pemberdayaan Perempuan lebih
difokuskan pada Pemberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro (P3M), Youthpreneur, dan
Urban Farming. Program unggulan ini dijalankan oleh Kantor Pusat dan beberapa Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.
Selain itu, Bank Indonesia menjalankan PSBI Strategis dengan tema “Mendukung
Pemulihan dan Penguatan Ekonomi melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) yang
Berkesinambungan dan Inklusif.” Tema ini didukung 4 (empat) subtema. Selama 2016,
terdapat 192 program yang melibatkan 45 KPwBI DN.

Pada tanggal 11-16 Februari 2016, Bank Indonesia melaksanakan PSBI bersamaan dengan
Board Seminar - Rapat Evaluasi Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (REKDA) di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Program PSBI itu dalam bentuk renovasi sekolah dan
konservasi hutan kota Bank Indonesia. Selain itu, PSBI diwujudkan dalam bentuk renovasi
rumah adat di Taman Pelestarian Budaya Kutai dan penyediaan sarana air bersih di Pulau
Gusung-Bontang dan penyediaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk Dusun
Sekerat Pantai di Kutai Timur.
Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah merealisasikan penyaluran beasiswa sebesar
Rp1,46 miliar atau sebesar 6,31%. Program beasiswa ini diiringi dengan pengembangan
komunitas GenBI. Generasi Baru Indonesia (GenBI) bertujuan untuk menjadikan para
anggotanya sebagai garda terdepan yang mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Untuk itu, Bank Indonesia melibatkan GenBI dalam berbagai bentuk kegiatan sosial
118
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
maupun pengembangan kapasitas. Selama ini, kegiatan GenBI mencakup antara lain
pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan, bedah buku, edukasi kebanksentralan, program
kelestarian lingkungan, dan berbagai aktivitas sosial.
Selama triwulan I-2016, realisasi anggaran PSBI tercatat sebesar Rp22,26 miliar atau
sebesar 16% dari total anggaran. Realisasi anggaran tersebut tidak terlepas dari adanya
koordinasi dan komunikasi pedoman tahunan PSBI yang telah dilakukan pada awal tahun.
Realisasi tersebut termasuk respons kebutuhan sosial masyarakat melalui pelaksanaan
PSBI Kepedulian Sosial yang mencakup 6 (enam) bidang, yaitu pendidikan, keagamaan,
kesehatan, lingkungan, kebudayaan, serta musibah dan bencana alam.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
119
BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia
120
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
Lampiran
Produk Hukum Bank Indonesia
Triwulan I - 2016
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
121
1. PERATURAN BANK INDONESIA
No
Nomor PBI
Tanggal
1
18/3/PBI/2016 10/3/2016
Perihal
Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional 2
18/2/PBI/2016 24-02-2016
Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah 3
18/1/PBI/2016 28-01-2016
Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2015 2. SURAT EDARAN EKSTERN
No
Nomor SE
Tanggal
Perihal
1
8/4/DPTP 28-03-2016
Layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam Rangka Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan / atau Dana Alokasi Umum dalam bentuk Nontunai berupa Surat Berharga Negara 2
18/3/DKEM 15-03-2016
Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional 3
18/2/DPTP 28-01-2016
Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government Electronic Banking 4
18/1/DPSP 5/1/2016
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 Novem
ber 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara
3. PERATURAN DEWAN GUBERNUR
No
Nomor PDG
Tanggal
1
18/6/PDG/2016 15-03-2016
Perihal
Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 16/7/PDG/2014 tentang Remunerasi Pegawai Bank Indonesia 2
18/5/PDG/2016 14-03-2016
Kerangka Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 3
18/4/PDG/2016 29-02-2016
Perubahan Atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 16/5/PDG/2014 Tentang Penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur 4
29-01-2016
Statistik Bank Indonesia 18/3/PDG/2016 5
18/2/PDG/2016 25-01-2016
Pelaksanaan Lembur di Bank Indonesia 6
18/1/PDG/2016 18-01-2016
Penghapusbukuan Aset Keuangan dan Penghapusan Aset non Keuangan Bank Indonesia
122
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
Daftar Istilah
Administered prices:
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur
Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik.
BI Rate
:
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik.
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS)
:
Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer
dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang
rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi
secara individual.
Bank Indonesia – Scripless Securities :
Settlement System (BI-SSSS)
Cadangan Devisa
Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan
sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya
dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung
langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
:
Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat
pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas,
uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka,
wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada
pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar
negeri.
Capital Adequacy Ratio:
Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian
yang kemungkinan dihadapi oleh bank.
Countercyclical Buffer:
Tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian apabila
terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga
berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Dana Pihak Ketiga
:
Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu.
Defisit Transaksi Berjalan
:
Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan
jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca
perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa.
Deposit Facility:
Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka
operasi moneter.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
123
Devisa Hasil Ekspor
124
:
Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor.
Emerging Market:
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat
yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan
industrialisasi.
Financial Inclusion/(Keuangan:
Inklusif)
Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian
segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem :
Keuangan
Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga
dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat
ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi
anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,
Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Giro Wajib Minimum
:
Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
Gross Domestic Product (Produk
Domestik Bruto)
:
Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara
dalam jangka waktu tertentu.
Hedging:
Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk
melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair
value) aset atau kewajiban.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan :
Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan
yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan
membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan.
Inflasi:
Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat
sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis
sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (costpush) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull).
Inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK)
:
Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen,
yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan
masyarakat luas.
Inflasi Inti
:
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam
pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti
interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari
angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan
administered prices.
Inflation Targeting Framework:
Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan
konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke
depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik.
Investment Grade:
Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
:
Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank
di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR.
Kliring:
Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di
satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan
suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan
(clearing).
Layanan Keuangan Digital (LKD)
:
Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan
melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan
perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka
keuangan inklusif.
Lender of The Last Resort:
Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem
perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan
kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang
disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.
Lending Facility:
Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam
rangka operasi moneter.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
:
Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank
umum.
Loan to Funding Ratio (LFR)
:
Rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta
asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain terhadap: (i) dana pihak
ketiga yang mencakup giro, tabungan dan deposito dalam Rupiah dan
valas, tidak termasuk dana antar bank, dan (ii) surat-surat berhagra dalam
Rupiah dan valas yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan
oleh bank untuk memperoleh sumber pendanaan.
Likuiditas:
Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi
segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid
apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih
besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity).
Makroprudensial:
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem
keuangan secara keseluruhan.
Mikroprudensial:
Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga
keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) :
Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan
penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing,
dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas
neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan
item-item finansial.
Neraca Transaksi Berjalan
Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan
jasa suatu negara.
Jakarta Interbank Offered Rate
(JIBOR)
:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
125
:
Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang
Lancar, Diragukan dan Macet.
Non Performing Loan (NPL) gross:
Rasio kredit bermasalah kepada pihak ketiga non-bank terhadap total
kredit.
Non-Performing Financing (NPF):
Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank
syariah.
Operasi Moneter
:
Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku
Bunga (Standing Facilities).
Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) :
Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar
Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight).
Repurchase Agreement (Repo)
:
Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang
diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan
di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen
keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
:
Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
:
Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring
kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional.
Stress test:
Estimasi potensi kerugian terhadap eksposur kredit dan likuiditas yang
dihasilkan dari beberapa skenario perubahan harga dan volatilitas.
Surat Utang Negara (SUN)
:
Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan
masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
berlaku.
Surat Berharga Negara (SBN)
:
Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang
Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah
yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Sovereign Credit Rating:
Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu
pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat resiko
dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh
investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut.
Suku bunga dasar kredit (SBDK)
Suku bunga yang digunakan dalam menentukan suku bunga kredit yang
terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata harga pokok dana untuk
kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian
kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas
perkreditan.
Non-Performing Loan (NPL)
126
:
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
Swap:
Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai
(spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang
dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat
premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
Systemically Important Bank:
Suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan,
atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan
sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau
keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional
maupun finansial, apbila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah
:
Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan
inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait
pengendalian inflasi.
Transaksi Reverse Repo:
Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka
(OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh
peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
Uang Kartal
:
Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank
Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah
Republik Indonesia.
Uang Kartal yang Diedarkan
:
Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan.
Wajar Tanpa Pengecualian
:
Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi
pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian
yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi
yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi
penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan
memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap
menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu
organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Volatile Food :
Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam
kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau
faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
internasional.
Yield:
Imbal hasil.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
127
Daftar Singkatan
ABIF
: ASEAN Banking Integration Framework
ADG
: Anggota Dewan Gubernur
AFSBI
: Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia
APMK
: Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
ASEAN
: The Association of Southeast Asian Nations
ATBI
: Anggaran Tahunan Bank Indonesia
ATM
: Anjungan Tunai Mandiri
BCSA:
Bilateral Currency Swap Agreement
BI
: Bank Indonesia
BI-RTGS
: Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
BI-SSSS
: Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System
BPS
: Badan Pusat Statistik
bps:
Basis Point
Bulog
: Badan Urusan Logistik
BUMD
: Badan Usaha Milik Daerah
BUMN
: Badan Usaha Milik Negara
CAR:
Capital Adequacy Ratio
CCyB:
Countercyclical Buffer
CeBM:
Central Bank Money
CIKUR
: Ciri Keaslian Uang Rupiah
CMIM
: Chiang Mai Initiative Multilateralisation
CoE
: Center of Excellence
DF:
Deposit Facilities
DHE
: Devisa Hasil Ekspor
DPK
: Dana Pihak Ketiga
DPR RI
: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
D-SIB:
Domestic Sistemically Important Bank
DSR:
Debt Service Ratio
DXY
: US Dollar Index
ECB:
European Central Bank
EMEAP
: Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks
FASBIS
: Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
FGD:
Focus Group Discussion
FIN:
Financial Identity Number
FKSSK
: Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
FPJP
: Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
FSPI
: Forum Sistem Pembayaran Indonesia
GDP:
Gross Domestic Product
GNNT
: Gerakan Nasional Non-Tunai
GWM
: Giro Wajib Minimum
128
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
IDB:
Islamic Development Bank
IDI
: Informasi Debitur Individual
IHK
: Indeks Harga Konsumen
IHSG
: Indeks Harga Saham Gabungan
IKNB
: Industri Keuangan Non Bank
IKU
: Indikator Kinerja Utama
IMF
: International Monetary Fund
IRU:
Investor Relations Unit
ITF:
Inflation Targeting Framework
JIBOR:
Jakarta Interbank Offered Rate
KI
: Kredit Investasi
KK
: Kredit Konsumsi
KMK
: Kredit Modal Kerja
KPR
: Kredit Perumahan Rakyat
KPwDN BI
: Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia
KPwLN BI
: Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia
KSEI
: Kustodian Sentral Efek Indonesia
KUPVA BB
: Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank
KUR
: Kredit Usaha Rakyat
LDR:
Loan to Deposit Ratio
LFR:
Loan to Funding Ratio
LKD
: Layanan Keuangan Digital
LKNB
: Lembaga Keuangan Non Bank
LKTBI
: Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia
LOLR:
Lender of The Last Resort
LTV:
Loan to Value
MRBI
: Manajemen Risiko Bank Indonesia
NAB
: Nilai Aktiva Bersih
NK
: Nota Kesepahaman
NKRI
: Negara Kesatuan Republik Indonesia
NPI
: Neraca Pembayaran Indonesia
NPL:
Non Performing Loan
OJK
: Otoritas Jasa Keuangan
OM
: Operasi Moneter
OPT
: Operasi Pasar Terbuka
PBI
: Peraturan Bank Indonesia
PDB
: Produk Domestik Bruto
PDG
: Peraturan Dewan Gubernur
Perum Peruri
: Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia
PIHPS
: Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
PK Inisiatif
: Program Kerja Inisiatif
PLN
: Pinjaman Luar Negeri
PMA
: Penanaman Modal Asing
PP
: Perusahaan Pembiayaan
PSBI
: Program Sosial Bank Indonesia
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
129
PTD BB
: Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank
PUAB O/N
: Pasar Uang Antar Bank Overnight
qtq:
quarter to quarter
RDG
: Rapat Dewan Gubernur
Repo:
Repurchase Agreement
ROA:
Return on Asset
ROE:
Return on Equity
RRH
: Rata-Rata Harian
RUU
: Rancangan Undang-Undang
SBDK
: Suku Bunga Dasar Kredit
SBI
: Sertifikat Bank Indonesia
SBIS
: Sertifikat Bank Indonesia Syariah
SBN
: Surat Berharga Negara
SBSN
: Surat Berharga Suariah Negara
SBT
: Saldo Bersih Tertimbang
SDBI
: Sertifikat Deposito Bank Indonesia
SE
: Surat Edaran
SF:
Standing Facilities
SHPR
: Survei Harga Properti Residensial
SID
: Sistem Informasi Debitur
SK
: Survei Konsumen
SKBI
: Sistem Keuangan Bank Indonesia
SKDU
: Survei Kegiatan Dunia Usaha
SKNBI
: Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
SKSR
: Survei Khusus Sektor Riil
SNKI
: Strategi Nasional Keuangan Inklusif
SOP:
Standard Operating Procedure
SSK
: Stabilitas Sistem Keuangan
SULNI
: Statistik Utang Luar Negeri Indonesia
SUSPI
: Statistik Utang Sektor Publik Indonesia
TD
: Term Deposit
TD BB
: Transfer Dana Bukan Bank
TPI
: Tim Pengendali Inflasi
TPID
: Tim Pengendali Inflasi Daerah
UKM
: Usaha Kecil dan Menengah
ULE
: Uang Layak Edar
ULN
: Utang Luar Negeri
UMKM
: Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UPB
: Uang Pecahan Besar
UPK
: Uang Pecahan Kecil
UTLE
: Uang Tidak Layak Edar
UU
:Undang-Undang
UYD
: Uang Kartal yang Diedarkan
Valas
: Valuta Asing
yoy:
year on year
130
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016
Download