Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I BANK INDONESIA 2016 Laporan Pelaksanaan 2016 Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 Telp: (62 21) 500131 Fax: (62 21) 3861458 Email: [email protected] www.bi.go.id Triwulan I Tugas dan Wewenang Bank Indonesia www.bi.go.id Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I 2016 Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan I - 2016. HIGHLIGHTS KINERJA PEREKONOMIAN Inflasi triwulan-2016 tetap terkendali dan masih berada dalam kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia sebesar 4±1%. Inflasi IHK mencatat 0,62% (qtq) atau inflasi 4,45% (yoy), sedangkan deflasi sebesar Stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga. Selama triwulan I-2016, nilai tukar Rupiah, secara point to point (ptp), menguat sebesar 3,96% dan mencapai level Rp13.260 per dolar AS. Penguatan inflasi triwulanan kelompok inti relatif stabil. Rupiah sejalan dengan lebih terjaganya Secara keseluruhan, terhadap prospek perekonomian domestik. USD0,3 miliar Kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK) Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I-2016 mencatat defisit sebesar seiring dengan surplus transaksi modal dan finansial yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. faktor risiko eksternal dan optimisme Indonesia tetap terjaga. Hal itu tercermin melalui Indeks SSK pada triwulan I-2016 rata-rata ISSK sebesar 0,86, sedikit menurun dari Pada akhir Maret 2016, triwulan sebelumnya 0,93. posisi cadangan devisa tercatat sebesar USD107,5 miliar, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar USD105,9 miliar. Jumlah cadangan devisa cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 7,7 bulan. Transaksi sistem pembayaran berjalan aman dan lancar, didukung upaya peningkatan keandalan penyelenggaraan sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBI sesuai dengan service level. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan I-2016 tercatat sebesar USD316,0 miliar atau tumbuh 5,7% (yoy), dan relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan ULN akhir triwulan IV-2015. Transaksi tunai berjalan lancar, ditopang pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup dan layak edar. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 iii HIGHLIGHTS KEBIJAKAN BANK INDONESIA • Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI rate sebesar 75 basis point (bps) dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 bps. Kebijakan ini sejalan dengan upaya mengarahkan inflasi menuju kisaran sasaran sebesar 4±1%. •Penurunan BI Rate sebesar 75 bps juga diikuti oleh penurunan suku bunga standing facilities (SF). Suku bunga Deposit Facility (DF) dan Lending Facility (LF) masing-masing turun sebesar 75 bps sehingga menjadi 4,75% dan 7,25%. • Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga operasi pasar terbuka (OPT) antara 40 bps sampai dengan 75 bps. • Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dan daerah difokuskan pada upaya pembenahan logistik pangan guna mendukung pencapaian ketahanan pangan dan terjaganya stabilitas harga. • Agar pelaksanaan kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) berjalan lebih efektif, Bank Indonesia berkoordinasi dengan instansi terkait seperti SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak, dan asosiasi. • Kegiatan pengaturan makroprudensial difokuskan terhadap penyusunan ketentuan yang berlaku untuk internal Bank Indonesia, termasuk pelaksanaan sosialisasi dari ketentuan yang diterbitkan pada triwulan IV-2015. • Bank Indonesia melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance Sheet (FABS) untuk mendukung asesmen likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik antar-sektor institusi. • Untuk pendalaman pasar keuangan syariah, Bank Indonesia telah menerbitkan PBI Nomor 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Rupiah. Peraturan mengenai hedging syariah ditetapkan dalam rangka menjaga kelangsungan ekonomi nasional melalui penguatan struktur pasar valuta asing domestik. • Bank Indonesia bersama BNP2TKI, Kemenkumham, Kemendagri, OJK, dan Pemda Nunukan menginisiasi pembangunan poros sentra pelatihan dan pemberdayaan daerah perbatasan, dengan Nunukan, Kalimantan Utara sebagai pilot project. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas Iayanan dokumen TKI dan pelatihan/ pemberdayaan kepada TKI. • Terkait perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD), Bank Indonesia telah menyusun pengembangan model bisnis pada komunitas pondok pesantren. Model ini telah diujicobakan di Ponpes Daarut Tauhiid di Bandung, Jawa Barat dan ponpes Al Mawadah di Ponorogo, Jawa Timur. • Untuk mendukung Sistem Pembayaran, Bank Indonesia telah mengevaluasi kegiatan pengembangan SKNBI Generasi II tahap II Modul Bulk Payment. Bank Indonesia juga telah melakukan kegiatan pelatihan terhadap seluruh Peserta SKNBI dan instalasi Sistem Sentral Kliring yang mulai digunakan sejak 5 Februari 2016. iv Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 • Penggunaan Central Bank Money (CeBM) Tahap Hybrid II untuk setelmen dana transaksi surat berharga di pasar modal telah diimplementasikan mulai 28 Maret 2016. Tahap Hybrid II melengkapi implementasi Tahap Hybrid I dengan transaksi SBN dalam denominasi Rupiah oleh perusahaan efek (PE). • Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan sebagai payung hukum dalam pelaksanaan kegiatan lelang Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dan penatausahaan SBN. Penerbitan aturan ini untuk meningkatkan keamanan, efisiensi, dan kelancaran maupun untuk meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan nasional. • Untuk memperluas penggunaan instrumen pembayaran nontunai, Bank Indonesia memfasilitasi Pemda DKI dalam pengembangan konsep kartu Jakarta One. Konsep Jakarta One adalah pengembangan integrasi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dapat berfungsi sebagai instrumen pembayaran nontunai, khususnya uang elektronik dan kartu ATM/debet. • Bank Indonesia senantiasa mendukung upaya represif yang dilakukan Kepolisian RI untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana pemalsuan uang. • Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia bersama TNI AL melaksanakan dua kali layanan kas ke wilayah terpencil dan pulau terdepan NKRI, yaitu pada 24-30 Maret 2016 dan 27 Maret-2 April 2016. • Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup dan layak edar di seluruh pelosok Indonesia, Bank Indonesia menambah lima Kas Titipan sehingga menjadi 40 lokasi Kas Titipan di berbagai wilayah Indonesia. Yang beranggotakan 399 bank peserta. • Untuk mendukung efektivitas berbagai kebijakan Bank Indonesia, langkah penguatan koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait terus dilakukan, baik dalam rangka pengendalian inflasi, maupun menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi. • Dalam fora internasional, Bank Indonesia terlibat aktif dalam Forum G20, Forum IMF, Kerja sama Asean, Kerja sama Asean+3, Kerja sama Bank of International Settlement (BIS), Kerja sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar bank sentral. • Bank Indonesia melanjutkan implementasi 28 Program Strategis secara cermat guna mencapai visi dan misi Bank Indonesia 2024. • Pengelolaan Sistem Informasi (SI) difokuskan pada kelanjutan Program Transformasi Bank Indonesia dengan penetapan Information System - Enterprise Architecture (IS-EA) 2015–2024. • Untuk mendukung penguatan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia membentuk Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) dan Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 v Kata Pengantar Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Bank Indonesia masih dapat menjalankan segenap tugas dan wewenang yang diamanahkan oleh Undang-Undang pada Triwulan I-2016. Setelah menutup tahun 2015 dengan berbagai gejolak dan tantangan perekonomian baik dari domestik maupun eksternal, pada tiga bulan pertama di tahun 2016 ini, pertumbuhan ekonomi domestik masih dalam tren melambat. Selain kinerja ekspor yang masih lemah akibat berlanjutnya penurunan harga komoditas, terbatasnya konsumsi Pemerintah dan investasi swasta juga menahan pemulihan perekonomian. Namun kami bersyukur bahwa stabilitas makroekonomi dalam kondisi terjaga dan ketidakpastian di pasar keuangan global relatif mereda. Kondisi tersebut menciptakan ruang pelonggaran moneter dimana Bank Indonesia selama Triwulan I-2016 secara berturut-turut menurunkan BI Rate pada periode Januari, Februari, dan Maret. Selain penyesuaian suku bunga kebijakan, langkah pelonggaran moneter juga ditempuh dengan menurunkan besaran Giro Wajib Minimum (GWM). Ditengah kondisi inflasi yang terkendali dan tingkat defisit neraca transaksi berjalan yang lebih sehat, kebijakan ini diharapkan akan ikut meningkatkan permintaan domestik dan pada gilirannya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga tentunya sejalan dengan upaya stimulus melalui berbagai paket kebijakan dan komitmen reformasi struktural yang dijalankan Pemerintah. Seiring dengan langkah pelonggaran moneter yang dilakukan, kami mencermati bahwa sentimen positif mewarnai pasar keuangan domestik. Nilai tukar Rupiah di sepanjang Triwulan I-2016 relatif terjaga dan bahkan mengalami penguatan. Kondisi ini didukung oleh lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian Indonesia kedepan, sehingga mendorong berlanjutnya aliran masuk dana nonresiden baik di pasar primer maupun sekunder. Hal ini kemudian juga mendorong capaian surplus pada transaksi modal dan finansial serta peningkatan cadangan devisa yang mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Kondisi makroekonomi yang kondusif pada Triwulan I-2016 juga didukung oleh stabilitas sistem keuangan (SSK) yang terjaga. Walaupun kredit perbankan tumbuh melambat sejalan dengan perlambatan ekonomi domestik, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat dan diikuti dengan terjaganya kondisi likuiditas. Risiko kredit sendiri tercatat meningkat, namun masih berada dalam tingkat yang aman. Guna senantiasa meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang telah ditempuh. Hal ini dilakukan dengan menyusun pedoman operasional baik untuk pengawasan makroprudensial maupun untuk kewajiban pembentukan Countercyclical Capital Buffer. vi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 Periode awal tahun 2016 ini juga kami sambut sebagai periode yang monumental bagi penguatan sistem keuangan di Indonesia. Setelah melewati perjalanan panjang selama lebih dari satu dekade, pada 17 Maret 2016, Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) menjadi Undang-Undang. Dengan adanya landasan hukum yang memperjelas pembagian tugas dan tanggungjawab antara Pemerintah dan otoritas terkait, kami meyakini sistem keuangan Indonesia akan lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan. Lebih lanjut, Bank Indonesia sebagai salah satu otoritas yang diamanahkan untuk mengemban mandat UU PPKSK akan berperan dalam enam hal utama, yaitu (1) Sebagai anggota Komite SSK dengan hak suara ; (2) Melakukan koordinasi pemantauan dan pemeliharaan SSK ; (3) Koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam penetapan bank sistemik ; (4) Pemberian pinjaman likuiditas jangka pendek ; (5) Pembelian SBN yang dimiliki LPS untuk penanganan permasalahan bank ; dan (6) Dukungan terhadap program restrukturisasi perbankan. Guna menjamin stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia juga terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran nasional untuk mewujudkan layanan yang aman, efisien, dan handal bagi masyarakat. Pasca implementasi Sistem Kliring Nasional Generasi II di tahun 2015, Sistem Sentral Kliring telah dapat digunakan oleh seluruh peserta pada Triwulan I-2016. Hal ini diikuti dengan kegiatan pelatihan yang intensif untuk menjamin kelancaran transisi yang dibutuhkan. Selain itu, komitmen efisiensi layanan juga ditempuh melalui implementasi tahap kedua dalam penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk aktivitas setelmen di pasar modal. Dengan modernisasi teknologi serta perluasan penggunaan CeBM, kami meyakini pengelolaan risiko yang lebih baik dapat tercipta dalam berbagai layanan sistem pembayaran yang diberikan oleh Bank Indonesia. Segenap capaian dalam menghadapi tantangan perekonomian tentunya tidak akan dapat terwujud tanpa koordinasi dan komunikasi yang baik diantara pemangku kepentingan. Oleh karena itu, ke depan Bank Indonesia juga akan terus memperkuat sinergi kebijakan untuk mengawal stabilitas dan mewujudkan pertumbuhan yang kuat, inklusif, seimbang, dan berkelanjutan. Respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran-pengelolaan uang Rupiah akan terus bersinergi dengan kebijakan Pemerintah dan Otoritas terkait dalam meredam hambatan dan permasalahan perekonomian yang ke depan akan semakin kompleks dan menantang. Jakarta, 24 Juni 2016 GUBERNUR BANK INDONESIA Agus D.W. Martowardojo Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 vii Daftar Isi BAB I Ringkasan Eksekutif 02 05 1.1. Kinerja Perekonomian 1.2. Kebijakan yang Ditempuh BAB II 2.1. Inflasi 2.2. Pertumbuhan Ekonomi 2.3. Neraca Pembayaran 2.4. Utang Luar Negeri 2.5. Nilai Tukar Rupiah 2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valuta Asing 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang 2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan 2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan 2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan 2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar 2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi 2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran 2.11. Perkembangan Pengedaran Uang viii Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 12 14 18 21 21 22 22 24 25 25 28 28 28 30 31 31 35 35 36 37 38 39 44 Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Stabilitas Moneter 48 3.1.1. Kebijakan Moneter 48 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar 49 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter 49 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar 51 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah 51 Boks: Mempercepat Perbaikan Sistem Logistik untuk Memperkuat Ketahanan Pangan 52 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri 55 3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor 56 3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan 57 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan 58 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 58 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial 58 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial 59 Boks : Peran Bank Indonesia dalam Penanganan dan Pencegahan Krisis Sistem Keuangan 60 3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah 63 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas) 64 3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion) 66 3.2.4.1. Implementasi Edukasi Keuangan termasuk Kampanye Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), LKD, dan Uang Elektronik 66 3.2.4.2. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) 67 3.2.4.3. Launching Poros Sentra Pelatihan dan Pemberdayaan Daerah Perbatasan di Nunukan 70 3.2.4.4. Pilot Project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pondok Pesantren 70 3.2.4.5. Edukasi Keuangan Kepada Masyarakat, Anggota Kelompok Tani Dan Nelayan, Pelaku Usaha Mikro di Kabupaten Pesisir Barat 71 3.4.2.6. Mendorong Keuangan Inklusif Berbasis Kartu untuk Mendukung Program Pemerintah 71 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 72 3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan untuk Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM 72 3.2.5.2. Program KPwBI DN dalam Pengembangan UMKM 73 3.2.5.3. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM 74 3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan 75 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 ix 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang Boks : Implementasi Masterplan Centralized Cash Network Planning (CCNP) 3.4. Kerja Sama Internasional 3.4.1. Kerja Sama Negara G20 3.4.2. Kerja Sama dalam Forum IMF 3.4.3. Kerja Sama Asean 3.4.4. Kerja Sama Asean + 3 3.4.5. Kerja Sama Bank for International Settlement (BIS) 3.4.6. Kerja Sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) 3.4.7. Kerja Sama Lainnya 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional 3.5.4. Pengembangan dan penguatan Regional Investor Relations Unit (RIRU) 3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia 3.6.1. Pelaksanaan Kegiatan Monitoring Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia 3.6.2. Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi untuk Mendukung Program Strategis Bank Indonesia 3.6.3. Progres Program Strategis Bank Indonesia 77 79 82 88 89 89 90 92 92 92 93 93 94 94 96 97 98 99 99 100 100 BAB IV 4.1. Tata Kelola Governance 4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja 4.3. Manajemen Risiko 4.4. Audit Intern 4.5. Keuangan Internal 4.6. Sistem Informasi 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia 4.8. Aspek Hukum 4.9. Program Sosial Bank Indonesia x Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 106 107 107 110 111 113 114 114 117 118 Kapabilitas Intern Bank Indonesia LAMPIRAN Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan I - 2016 1. Peraturan Bank Indonesia 2. Surat Edaran Ekstern 3. Peraturan Dewan Gubernur Daftar Istilah Daftar Singkatan 121 122 122 122 123 128 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 xi Daftar Tabel Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran BAB II Tabel 2.1. Penyumbang Inflasi Volatile Foods Tabel 2.2. Penyumbang Inflasi Administered Prices Tabel 2.3. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) Tabel 2.4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) Tabel 2.5. Kepemilikan SBN Tabel 2.6. Perkembangan Indeks Saham Regional Tabel 2.7.Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Tabel 2.8.Perkembangan Penyaluran Pembiayaan Tabel 2.9. Kinerja Korporasi Publik Tw IV-2014 dan Tw IV-2015 Tabel 2.10. Volume Transaksi Pembayaran Tabel 2.11. Nilai Transaksi Pembayaran Tabel 2.12. Transaksi Transfer Dana Triwulan I – 2016 Tabel 2.13.Transaksi UKA-TC Triwulan I - 2016 Tabel 2.14.Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Bank Tabel 2.15.Indikator Pengedaran Uang BAB III 31 32 35 41 41 42 43 44 45 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.1. Realisasi Penarikan ULN Pemerintah Tabel 3.2. Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah Tabel 3.3. Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016 Tabel 3.4. Permintaan IDI per Triwulan sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016 Tabel 3.5. Tahapan Pengembangan CeBM Tabel 3.6. Jumlah Kegiatan Komunikasi Berdasarkan Channel Komunikasi Triwulan I-2016 xii 13 13 15 17 26 27 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 56 56 76 76 79 95 Daftar Grafik BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Grafik 2.1 Grafik 2.2 Grafik 2.3 Grafik 2.4 Grafik 2.5 Grafik 2.6 Grafik 2.7 Grafik 2.8 Grafik 2.9 Grafik 2.10 Grafik 2.11 Grafik 2.12 Grafik 2.13 Grafik 2.14 Grafik 2.15 Grafik 2.16 Grafik 2.17 Grafik 2.18 Grafik 2.19 Grafik 2.20 Grafik 2.21 Grafik 2.22 Grafik 2.23 Grafik 2.24 Grafik 2.25 Grafik 2.26 Grafik 2.27 Grafik 2.28 Grafik 2.29 Grafik 2.30 Grafik 2.31 Grafik 2.32 Grafik 2.33 Grafik 2.34 Grafik 2.35 Grafik 2.36 Grafik 2.37 Perkembangan Inflasi Inflasi Inti Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran Ekspektasi Inflasi Konsumen Inflasi Volatile Foods Inflasi Administered Prices Pertumbuhan Investasi Penjualan Semen Penjualan Eceran Indeks Kepercayaan Konsumen Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Defisit Transaksi Berjalan (% PDB) Neraca Transaksi Berjalan Neraca Perdagangan Triwulan I 2016 Neraca Perdagangan Bulan April 2016 Neraca Transaksi Modal dan Finansial Neraca Pembayaran Indonesia Perkembangan Cadangan Devisa Nilai Tukar Rupiah Nilai Tukar Kawasan Triwulanan Volatilitas Nilai Tukar Perkembangan Transaksi PUAB Perkembangan Suku Bunga PUAB Volume Transaksi Repo (rrh) Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan Volume Transaksi Valas (rrh) Komposisi Transaksi Valas Yield Obligasi Negara Volatilitas Yield 20 hari Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Perkembangan & Volatilitas IHSG Perkembangan Industri Reksadana Rasio Non-Performing Loan Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi 12 12 12 12 13 13 15 15 16 16 16 16 19 19 19 20 20 20 20 22 22 22 23 23 23 23 24 24 26 26 27 27 27 28 29 29 29 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 xiii Grafik 2.38 Grafik 2.39 Grafik 2.40 Grafik 2.41 Grafik 2.42 Grafik 2.43 Grafik 2.44 Grafik 2.45 Grafik 2.46 Grafik 2.47 Grafik 2.48 Grafik 2.49 Grafik 2.50 Grafik 2.51 Grafik 2.52 Grafik 2.53 Grafik 2.54 Grafik 2.55 Grafik 2.56 Grafik 2.57 Grafik 2.58 Grafik 2.59 Grafik 2.60 Grafik 2.61 Pertumbuhan DPK (yoy) Komposisi Alat Likuid Perbankan Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD) Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan Aset dan Investasi Industri Asuransi Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Rasio Non Performing Financing Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan Kegiatan Dunia Usaha Tw I-2016 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya Pertumbuhan Kredit UMKM (%, yoy) NPL Kredit UMKM Komposisi Pengeluaran Kredit berdasarkan Sektor Permintaan Informasi dan Pengaduan SP Pengaduan Konsumen SP ke BI Berdasarkan Instrumen Permintaan Informasi SP Berdasarkan Instrumen Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD dan PDB Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia BAB III Grafik 3.1 Grafik 3.2 Grafik 3.3 Grafik 3.4 Grafik 3.5 xiv 30 30 30 31 33 33 33 33 34 34 35 35 36 37 37 38 38 39 43 43 43 44 44 45 Outstanding Operasi Moneter-Total (eop) Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi (eop) Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop) Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016 Permintaan IDI sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 50 50 50 76 77 Daftar Gambar BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm) Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan I-2016 BAB III 14 18 Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Gambar 3.1 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia Gambar 3.2 Pengelolaan Kas Titipan 85 87 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 xv xvi Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB I Ringkasan Eksekutif BAB I Ringkasan Eksekutif 1.1. Kinerja Perekonomian Pada triwulan I-2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 4,92% (year on year/yoy), lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Rendahnya pertumbuhan ekonomi itu akibat masih terbatasnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi swasta pada awal tahun. Kondisi itu menyebabkan investasi swasta pun tumbuh melambat dari 6,90% triwulan sebelumnya menjadi 5,57%. Di tengah terbatasnya konsumsi pemerintah dan swasta, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97%, lebih kuat dari triwulan sebelumnya sebesar 4,85%. Peningkatan konsumsi rumah tangga ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Kuatnya konsumsi rumah tangga ini didukung oleh stabilitas harga, kenaikan konsumsi non-makanan, dan sejumlah indikator konsumsi yang menunjukkan perkembangan positif. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor mulai membaik sejalan dengan peningkatan ekspor beberapa komoditas. Pada triwulan I-2016, ekspor mencatat kontraksi 3,88% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 6,44% (yoy). Hal ini seiring dengan membaiknya ekspor komoditas pertanian dan manufaktur. Pada periode yang sama, kontraksi impor tercatat sebesar 4,24%, lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,06%. Perbaikan kinerja impor ini sebagai respons kuatnya konsumsi rumah tangga dan mulai menggeliatnya sektor industri manufaktur. Perbaikan impor terutama terjadi pada barang konsumsi dan bahan baku. Secara sektoral, perlambatan ekonomi dipengaruhi oleh melemahnya kinerja beberapa sektor nontradable seperti sektor jasa keuangan, sektor konstruksi, dan sektor jasa lainnya. Perlambatan sektor jasa lainnya terkait dengan pola musiman belanja pemerintah pada awal tahun yang masih rendah. Masih rendahnya penyaluran kredit juga berdampak pada kinerja subsektor jasa perantara keuangan. Dari sisi sektor tradable, perbaikan kinerja ekspor manufaktur ikut mendorong pertumbuhan sektor industri pengolahan. Pertumbuhan ini sejalan dengan naiknya Purchasing Managers’ index (PMI) pada Maret 2016 menjadi di atas 50. Selain itu, realisasi belanja infrastruktur pemerintah ikut menciptakan insentif pada sektor manufaktur, khususnya sub-industri alat berat. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh stimulus fiskal, khususnya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang semakin cepat. Di sisi lain, investasi swasta diharapkan akan meningkat, seiring dengan dampak paket kebijakan pemerintah yang terus digulirkan dan pemanfaatan ruang pelonggaraan moneter secara terukur. Secara umum, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan semakin baik. Hal itu tercermin pada inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang sustainable, dan nilai tukar yang terkendali. Bank Indonesia memperkirakan inflasi masih sesuai dengan sasaran inflasi 2016 pada kisaran 4±1%. Pada triwulan I-2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat deflasi sebesar 0,62% (qtq) atau inflasi 4,45% (yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat inflasi sebesar 1,27% (qtq) atau 6,87% (yoy). Penurunan inflasi bersumber dari kelompok administered price dan kelompok volatile foods, sedangkan inflasi triwulanan kelompok inti relatif stabil. Selama triwulan I-2016, inflasi inti tercatat sebesar 0,80% (qtq) atau 3,50% (yoy), relatif stabil dari inflasi triwulan sebelumnya sebesar 0,62% (qtq). Cenderung stabilnya inflasi inti seiring dengan terjaganya ekspektasi dan masih lemahnya permintaan domestik. 2 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Di sisi lain, kelompok volatile foods mencatat inflasi sebesar 2,47% (qtq) atau 9,59% (yoy). Secara triwulanan, inflasi volatile foods lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun secara tahunan cenderung lebih tinggi. Sedangkan kelompok administered prices mengalami deflasi sebesar 1,64% (qtq) atau inflasi 2,76% (yoy) menyusul penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Pada triwulan I-2016, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami defisit sebesar USD0,3 miliar seiring dengan surplus transaksi modal dan finansial yang masih rendah. Di sisi lain, defisit transaksi berjalan turun dari USD5,1 miliar (2,4% PDB) menjadi USD4,7 miliar (2,1% PDB). Penurunan defisit transaksi berjalan terutama ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas. Hal ini sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik. Sementara itu, neraca perdagangan migas membaik seiring dengan menyusutnya impor minyak. Perbaikan kinerja transaksi berjalan juga disumbang oleh berkurangnya defisit neraca jasa. Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer meningkat terkait pola pembayaran bunga surat utang pemerintah. Pada periode yang sama, transaksi modal dan finansial mencatat surplus USD4,2 miliar, terutama ditopang aliran masuk modal investasi portofolio dan investasi langsung. Aliran masuk modal investasi portofolio neto mencapai USD4,4 miliar, sedangkan investasi langsung tercatat surplus sebesar USD2,2 miliar. Pada akhir Maret 2016, posisi cadangan devisa tercatat sebesar USD107,5 miliar. Jumlah itu cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 7,7 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional. Sementara itu, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar USD316,0 miliar, meningkat 5,7% (yoy). Peningkatan terutama terjadi pada ULN jangka panjang, sedangkan ULN jangka pendek menurun. Berdasarkan kelompok peminjam, ULN sektor publik tercatat meningkat, sedangkan ULN sektor swasta menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) tercatat sebesar 36,5%, sedikit meningkat dari posisi akhir triwulan IV-2015 sebesar 36,0%. Bank Indonesia memandang perkembangan ULN masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Selama triwulan I-2016, nilai tukar rupiah masih cukup terjaga. Secara point to point (ptp), nilai tukar rupiah menguat sebesar 3,96% dan mencapai level Rp13.260 per dolar AS. Penguatan ini disertai dengan penurunan volatilitas nilai tukar rupiah. Bahkan, volatilitas rupiah relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara peers (setara Indonesia) seperti Real Brasil, Rand Afrika Selatan, Ringgit Malaysia, Won Korea Selatan, dan Lira Turki. Sementara itu, aktivitas transaksi di pasar uang menurun. Dibandingkan triwulan sebelumnya, volume rata-rata harian transaksi pasar uang rupiah turun 6,33% menjadi Rp12,94 triliun per hari. Sedangkan rata-rata harian volume transaksi PUAB (uncollateralized) turun sebesar Rp503 miliar menjadi Rp12,05 triliun per hari. Suku bunga PUAB juga menurun seiring dengan sikap (stance) kebijakan moneter Bank Indonesia. Secara umum, kondisi stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia tetap terjaga. Kinerja pasar keuangan Indonesia pun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan PDB dan menguatnya nilai tukar rupiah. Penurunan BI rate juga turut berperan dalam menciptakan sentimen positif sehingga mendorong investor asing masuk ke pasar saham dan surat berharga negara (SBN) di Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 3 BAB I Ringkasan Eksekutif Industri perbankan juga menunjukkan ketahanan yang baik. Per Februari 2016, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan nasional sebesar 21,93%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Dengan permodalan yang tinggi, perbankan memiliki ruang yang cukup untuk menyerap peningkatan risiko akibat perlambatan perekonomian. Sejauh ini, perbankan Indonesia masih mampu menjaga berbagai risiko yang ada seperti risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar. Pada triwulan I-2016, pertumbuhan kredit industri perbankan tercatat sebesar 8,75% (yoy), di bawah triwulan sebelumnya yang sebesar 10,45% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit terutama untuk kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). Kondisi ini seiring dengan penurunan kinerja korporasi akibat perlambatan ekonomi yang juga berdampak pada penurunan kinerja keuangan rumah tangga. Di sisi lain, risiko kredit industri perbankan justru meningkat, namun masih cukup jauh di bawah batas aman sebesar 5%. Pada triwulan I-2016, rasio nonperforming loan (NPL) gross industri perbankan mencapai 2,83% dari triwulan sebelumnya 2,49%. Peningkatan risiko kredit terjadi pada semua jenis kredit dan semua sektor kecuali sektor listrik. Di tengah perlambatan ekonomi domestik, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan masih tumbuh melambat. Pada triwulan I-2016, DPK industri perbankan tumbuh sebesar 6,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,26% (yoy). Komponen deposito dan deposito tumbuh melambat masing-masing sebesar 2,76% (yoy) dan 9,43% (yoy), sedangkan tabungan meningkat menjadi 10,32% (yoy). Secara umum, kondisi likuiditas industri perbankan meningkat. Salah satunya disebabkan semakin variatifnya instrumen penempatan dana, selain karena permintaan kredit juga melambat. Setelah dikurangi pemenuhan giro wajib minimum (GWM), total alat likuid perbankan meningkat dari Rp857,80 triliun menjadi Rp985,07 triliun. Suku bunga simpanan dan suku bunga kredit menurun cukup signifikan. Hal ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan I-2016, rata-rata suku bunga kredit perbankan turun 11 bps dari 12,89% menjadi 12,78%. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) juga cenderung menurun. Pada triwulan I-2016, kegiatan usaha meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal itu tercermin pada peningkatan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 5,80%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 3,02%. Kondisi ini tidak sejalan dengan pertumbuhan kredit pada sektor korporasi yang menurun sebesar 3,23% (qtq), Yang perlu diwaspadai, penurunan kredit sektor korporasi itu diiringi peningkatan rasio NPL dari 2,51% menjadi 2,93%. Secara umum, kinerja korporasi publik masih melambat. Hal itu tercermin pada indikator utama kinerja korporasi seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan inventory turn over yang memburuk. Di sisi lain, kinerja sektor rumah tangga menunjukkan peningkatan. Optimisme konsumen menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tersebut tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran. Sejauh ini, sistem pembayaran berlangsung aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Keandalan dan ketersediaan sistem pembayaran mencapai tingkat layanan yang telah ditetapkan. Bank Indonesia pun terus berupaya untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia. Pertama, Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BIRTGS) sebagai setelmen dana. Kedua, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia. Ketiga, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). 4 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri juga berjalan lancar dan aman. Selama triwulan I-2016, volume transaksi alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) tumbuh sebesar 0,69% menjadi 1.293.820,18 ribu transaksi. Hal itu menunjukan semakin seringnya penggunaan APMK di masyarakat, khususnya kartu ATM dan/atau kartu debet. Dalam periode yang sama, nilai transaksi uang elektronik meningkat sebesar 4,20% menjadi Rp1,4 triliun. Selama periode laporan, Bank Indonesia mampu memenuhi ketersediaan uang rupiah dalam jumlah yang cukup. Posisi Uang yang Diedarkan (UYD) mencapai Rp508,5 triliun, turun Rp78,2 triliun atau 13,3% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp586,8 triliun. Penurunan ini merupakan faktor musiman sebagai dampak terjadinya arus balik uang kartal dari perbankan pascaperiode Natal dan liburan akhir tahun 2015. Dari sisi keseimbangan eksternal, defisit transaksi berjalan diperkirakan terkendali dengan struktur yang lebih sehat. Kondisi ini didukung bauran kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, dan penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah. Bank Indonesia dan pemerintah akan terus memperkuat koordinasi untuk mendorong percepatan reformasi struktural, termasuk melalui implementasi berbagai paket kebijakan ekonomi. Untuk itu, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Meski demikian, ada sejumlah faktor eksternal yang perlu diwaspadai, seperti kondisi pasar keuangan di Tiongkok, perkembangan harga minyak dunia, dan faktor domestik. 1.2. Kebijakan yang Ditempuh Di tengah tantangan yang meningkat selama 2016, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan itu ditempuh demi terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan, untuk mendukung kesinambungan perekonomian nasional. Di bidang moneter, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan moneter untuk memastikan laju inflasi menuju sasaran 4±1% dan defisit transaksi berjalan lebih sehat. Kebijakan moneter didukung kebijakan suku bunga, nilai tukar, penguatan operasi moneter, pengelolaan arus modal, komunikasi kebijakan, dan koordinasi dengan pemerintah maupun otoritas terkait. Selama triwulan I-2016, stabilitas makroekonomi tetap terjaga sehingga meningkatkan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan. Kondisi ini tidak terlepas dari kebijakan penurunan BI rate dan Giro Wajib Minimum (GWM). Dalam tiga bulan laporan, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI rate sebesar 75 basis point (bps) dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100bps. Keputusan itu sejalan dengan masih terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter. Di sisi lain, Bank Indonesia dan pemerintah memperkuat koordinasi untuk pembenahan logistik pangan demi pencapaian ketahanan pangan dan terjaganya stabilitas harga. Buruknya kualitas sistem logistik disadari menjadi salah satu penyebab gejolak inflasi di daerah. Untuk itu, Bank Indonesia dan pemerintah sepakat untuk memfokuskan koordinasi pengendalian inflasi daerah dan memperkuat intensifikasi pertanian. Pemerintah berkomitmen untuk membenahi manajemen logistik dan mempercepat perbaikan sistem logistik infrastruktur pangan. Selain itu, pemerintah dan Bank Indonesia akan mengintensifkan peran TPI dan TPID, serta penetapan program stabilisasi harga. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 5 BAB I Ringkasan Eksekutif Dalam pengelolaan likuiditas dan nilai tukar rupiah, Bank Indonesia menempuh kebijakan stabilisasi sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia terus berusaha untuk menjaga pergerakan sasaran operasional kebijakan moneter. Pengelolaan moneter dilakukan melalui pengelolaan likuiditas perbankan dalam bentuk operasi moneter (OM) yang terdiri atas operasi pasar terbuka (OPT) dan standing facilities (SF). Dalam pengelolaan nilai tukar, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Pada triwulan I-2016, tekanan pelemahan rupiah mereda sejalan dengan membaiknya sentimen domestik dan global. Hal ini tidak terlepas dari keputusan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, akselerasi stimulus fiskal, perbaikan iklim investasi, dan Paket Kebijakan Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah yang dikeluarkan sebelumnya. Untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik. Kegiatan itu antara lain mengumpulkan dan mengolah data maupun informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan. Selanjutnya, Bank Indonesia menyusun laporan atau analisis atas data-data tersebut. Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil. Dalam rangka meningkatkan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE), Bank Indonesia terus melakukan pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan. Selama triwulan I-2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 168 eksportir, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 250 eksportir. Sedangkan yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor sebanyak 22 eksportir, menurun dari sebelumnya 39 eksportir. Selama Januari-Februari 2016, penerimaan DHE menurun dari USD17,32 miliar menjadi USD17,22 miliar. Untuk meningkatkan efektivitas pemantauan DHE, Bank Indonesia berkoordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif. Di bidang makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Bank Indonesia pun terus meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik dalam sistem keuangan. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menyusun ketentuan yang berlaku untuk internal Bank Indonesia. Bank Indonesia juga menyempurnakan Peraturan Dewan Gubernur mengenai protokol manajemen krisis sebagai acuan bagi satuan kerja (satker) di Bank Indonesia. Seiring dengan penerbitan UU No.9 Tahun 2016 tentang PPKSK, Bank Indonesia akan memfokuskan pengaturan makroprudensial yang bersifat sebagai peraturan pelaksanaan UU PPKSK dan ketentuan lain yang terkait. Rencananya, Bank Indonesia akan menerbitkan PDG PMK setelah proses harmonisasi dengan UU PPKSK diselesaikan. Bank Indonesia juga akan menyusun ketentuan mengenai Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP). Dalam pengembangan pasar uang rupiah, Bank Indonesia mendorong pelaku pasar memanfaatkan transaksi yang bersifat collateralized atau transaksi repo. Transaksi repo telah banyak digunakan bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 dan beberapa bank BUKU 3 sebagai alat manajemen likuiditas. Namun demikian, belum seluruh bank menggunakan transaksi repo. Terkait pendalaman di pasar uang valas, Bank Indonesia memfokuskan pengembangan variasi instrumen penempatan dana valas secara luas dan derivatif suku bunga. Pada 6 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB I Ringkasan Eksekutif triwulan I-2016, Bank Indonesia mulai menyiapkan dan mematangkan instrumen baru yang bisa mendukung stabilitas pasar keuangan domestic dalam menghadapi risiko kurs. Untuk memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM, Bank Indonesia senantiasa melakukan kegiatan penelitian, pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan, dan kegiatan lain. Kegiatan itu terutama untuk meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan. Dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga perannya. Bank Indonesia juga berperan aktif dalam penyusunan master plan “Fajar Baru”, termasuk proses pendirian Komite Nasional Keuangan Syariah pada 6 Januari 2016. Untuk mengawal dan mengembangkan ekonomi syariah, Bank Indonesia membentuk departemen khusus, yaitu Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah. Untuk menciptakan keuangan inklusif, Bank Indonesia terus melakukan berbagai kegiatan edukasi keuangan secara masif dan berkelanjutan. Edukasi keuangan juga dilakukan bersama lembaga/kementerian lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pertanian (Kementan). dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia mengarahkan kebijakan untuk menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Bank Indonesia juga terus menyempurnakan ketentuan untuk meningkatkan kualitas layanan. Secara konsisten, Bank Indonesia terus berupaya untuk memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Di bidang pengelolaan uang Rupiah, kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar. Pertama, ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya. Kedua, distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, dan ketiga, layanan kas yang prima. Dalam kegiatan pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Dalam proses perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang, Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah. Dalam pencetakan uang, Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Sebagai upaya pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah, Bank Indonesia berkoordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal). Bank Indonesia juga mendukung berbagai upaya represif yang dilakukan Kepolisian RI untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana pemalsuan uang. Demi mencapai layanan kas prima, Bank Indonesia membuka Layanan Kas Keliling di tempat-tempat keramaian, wilayah perbatasan, daerah terpencil, dan pulau terdepan Indonesia. Untuk memperluas layanan kas ke wilayah terpencil dan pulau terdepan NKRI, Bank Indonesia berkoordinasi dengan TNI AL dan pemerintah daerah. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah terpencil juga terus dilakukan. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia menambah lima Kas Titipan yaitu di Berau (Provinsi Kalimatan Timur), Blangpidi (Provinsi DI Aceh), Tual (Provinsi Maluku), Tobelo (Provinsi Maluku Utara), dan Sungai Penuh (Provinsi Sumatera Barat). Selain di dalam negeri, Bank Indonesia secara aktif menjalin kerja sama melalui berbagai fora internasional. Bank Indonesia terlibat dalam Forum G20, Forum IMF, kerja sama Asean, kerja sama Asean+3, kerja sama Bank of International Settlement (BIS), kerja sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP), dan kerja sama antar bank sentral. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 7 BAB I Ringkasan Eksekutif Dalam pertemuan G20, delegasi Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan secara garis besar menyampaikan posisi Indonesia. Indonesia mendesak G20 untuk berkontribusi nyata pada permasalahan ekonomi global. Terkait isu perpajakan, Indonesia mendukung implementasi BEPS Action Plan dan Pertukaran Informasi Keuangan secara Otomatis (AEoI) di semua negara, tanpa kecuali. Indonesia juga mendukung agenda internasional dalam memerangi terorisme. Dalam forum IMF, kuota Indonesia meningkat dari 0,872% menjadi 0,975%. Konsekuensinya, Indonesia membayar kenaikan kuota sebesar Rp48,17 triliun sehingga total kuota Indonesia di IMF menjadi Rp87,17 triliun. Dari sisi kepentingan domestik, kenaikan kuota memberikan ruang lebih besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan jaring pengaman keuangan global jika diperlukan. Dalam kerja sama ASEAN, Bank Indonesia berperan aktif dalam penyusunan Strategic Action Plan 2025. Secara aktif, Bank Indonesia mengambil posisi leadership dalam Working Committee. Bank Indonesia bersama Filipina terpilih sebagai co-chair SLC untuk periode 2016-2018. Bank Indonesia menjalankan fungsi kerja sama internasional untuk menciptakan persepsi positif lembaga internasional terhadap perekonomian Indonesia. Melalui fungsi Investor Relation Unit (IRU), Bank Indonesia menjalin hubungan dengan lembaga rating dan investor internasional. Sepanjang triwulan I-2016, IRU telah melaksanakan sejumlah kegiatan untuk mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia. Untuk mendukung efektivitas kebijakan, Bank Indonesia secara aktif menggunakan berbagai media komunikasi. Selain media konvensional, Bank Indonesia memperluas jangkauan komunikasi melalui berbagai media sosial. Bank Indonesia juga melakukan komunikasi langsung dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dengan memberikan pengajaran kebanksentralan di berbagai perguruan tinggi. Sebagai kelanjutan program 2015, Bank Indonesia memutuskan untuk mengelola 28 program strategis dari 5 tema transformasi. Program Strategis 1-25 merupakan kelanjutan program 2015, dengan fokus pada pengembangan kerangka kebijakan dan operasionalisasi, penguatan mekanisme pengambilan keputusan, serta penyempurnaan infrastruktur. Tiga program strategis lainnya merupakan program baru. Tiga program strategis ini berfokus untuk penguatan kerangka kerja kebijakan moneter, pengembangan strategi operasional dalam kerangka kebijakan makroprudensial, dan penyusunan RUU Bank Indonesia. Selain pengembangan program strategis, Bank Indonesia menyempurnakan mekanisme pengelolaan program strategis, proses monitoring, dan pelaksanaan komunikasi program transformasi. Bank Indonesia telah memperbaiki pedoman pelaksanaan program strategis, termasuk proses quality management. Bank Indonesia juga telah melaksanakan beberapa tema program strategis seperti policy excellence, outstanding execution, institutional leadership, motivated organization, dan state of the art technology. Untuk mendorong pencapaian misi dan visi Bank Indonesia, Bank Indonesia menyempurnakan mekanisme dalam manajemen strategis. Untuk 2016, Bank Indonesia telah menetapkan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai alat ukur keberhasilan pencapaian strategi. Sasaran Strategis dan IKU Bank Indonesia itu menjadi acuan dalam penyusunan Kontrak Kinerja Satuan Kerja. 8 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB I Ringkasan Eksekutif Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia terus memperkuat fungsi manajemen risiko melalui re-organisasi untuk mengoptimalkan fungsi manajemen risiko. Struktur organisasi manajemen risiko disempurnakan dengan tujuan agar lebih efektif guna mendukung kegiatan pemantauan, konsultasi maupun fasilitasi yang lebih fokus dan mendalam. Dalam menjalankan fungsi audit, Bank Indonesia menggunakan metode pendekatan Risk Based Internal Audit (RBIA) yang memprioritaskan audit pada proses bisnis berisiko tinggi dengan frekuensi audit setiap tahun. Sampai dengan akhir triwulan I-2016, seluruh temuan audit dengan komitmen penyelesaian pada triwulan berjalan telah selesai ditindaklanjuti oleh satuan kerja. Sementara itu, kebijakan manajemen keuangan ditujukan untuk meningkatkan tata kelola (good governance) dan memelihara keberlanjutan keuangan Bank Indonesia. Tujuan selanjutnya adalah mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan. Pada 2016, dukungan Sistem Informasi (SI) difokuskan pada kelanjutan Program Transformasi Bank Indonesia dengan penetapan Information System - Enterprise Architecture (IS-EA) 2015–2024. Selama 2016, pengelolaan SI juga difokuskan pada penyediaan layanan SI yang andal dan berkualitas. Hingga triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan seluruh target milestone yaitu proses evaluasi kinerja vendor pelaksana pekerjaan infrastruktur Tahun Anggaran 2014/2015. Sepanjang triwulan I-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan 7 (tujuh) peraturan perundang-undangan. Peraturan itu terdiri atas 3 (tiga) Peraturan Bank Indonesia dan 4 (empat) Surat Edaran Ekstern. Selain itu, Bank Indonesia mengeluarkan 16 (enam belas) peraturan internal Bank Indonesia, yang terdiri atas 6 (enam) Peraturan Dewan Gubernur dan 10 (sepuluh) Surat Edaran Internal. Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter dan keuangan, Bank Indonesia terus menjalankan program sosial. Melalui program sosial, Bank Indonesia dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 9 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan I-2016 berada di bawah perkiraan. Namun, pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini terutama disebabkan oleh terbatasnya akselerasi konsumsi pemerintah dan investasi swasta yang belum maksimal. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat, seiring terjaganya harga. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor secara umum juga menunjukan kinerja positif. Inflasi pada triwulan I-2016 masih terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi tahun 2016 yakni 4,0±1%. Hal ini juga sejalan dengan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang terutama didorong oleh berlanjutnya aliran modal asing, akibat meredanya risiko eksternal dan optimisme terhadap perekonomian domestik. Stabilitas sistem keuangan juga tetap terjaga yang ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan yang cukup kuat. Defisit transaksi berjalan triwulan I-2016 menurun, terutama didorong oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan. RINGKASAN PERKEMBANGAN KONDISI MAKROEKONOMI, MONETER, SISTEM KEUANGAN, SISTEM PEMBAYARAN 1. Inflasi inti cenderung stabil seiring dengan terjaganya ekspektasi dan masih lemahnya permintaan domestik. 2. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat, didukung oleh perkembangan harga yang terjaga. 3. Kinerja ekspor mulai membaik sejalan dengan peningkatan ekspor beberapa komoditas. 4. Perkembangan utang luar negeri (ULN) masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. 5. Rupiah menguat sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian domestik. 6.Penurunan BI rate turut berperan dalam menciptakan sentimen positif yang mendorong investor asing masuk ke pasar saham dan surat berharga negara (SBN) di Indonesia. 7. Indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang triwulan I-2016 bergerak positif yang ditopang oleh membaiknya kinerja beberapa sektor ekonomi. 8. Pertumbuhan kredit industri perbankan melambat, namun ketahanan permodalan industri perbankan masih tetap kuat. 9. Perkembangan suku bunga simpanan dan kredit berada dalam tren menurun sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. 10.Kinerja pembiayaan Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) mulai membaik, terutama industri asuransi. 11.Pertumbuhan kredit UMKM mencapai 7,9% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 8,0%. 12.Realisasi kredit usaha rakyat (KUR) selama triwulan I-2016 mencapai Rp26,9 triliun atau 26,9% dari target penyaluran (Rp100 triliun), dengan jumlah debitur sebesar 1,1 juta. 13.Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia maupun industri berjalan dengan aman dan lancar. 14.Posisi Uang yang Diedarkan (UYD), turun Rp78,2triliun atau 13,3% (qtq) karena faktor musiman sebagai dampak terjadinya arus balik uang kartal dari perbankan. BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran 2.1. Inflasi Inflasi pada triwulan I-2016 masih terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi tahun 2016 yakni 4,0±1%. Inflasi berada pada level yang rendah dan diperkirakan masih dengan kisaran sasaran inflasi 2016, yaitu 4±1%. Pada triwulan I-2016, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat deflasi sebesar 0,62% (qtq) atau inflasi 4,45% (yoy), turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat inflasi sebesar 1,27% (qtq) atau 6,87% (yoy). Penurunan inflasi bersumber dari kelompok administered price (AP) dan kelompok volatile food (VF), sedangkan inflasi triwulanan kelompok inti relatif stabil (Grafik 2.1). Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Grafik 2.2 Inflasi Inti Inflasi inti pada triwulan I-2016 terkendali yang didorong oleh terjaganya ekspektasi inflasi. Inflasi inti tercatat sebesar 0,80% (qtq) atau 3,50% (yoy), relatif stabil dari inflasi triwulan sebelumnya sebesar 0,62% (qtq) (Grafik 2.2). Cenderung stabilnya inflasi inti pada Tw I-2016 didorong antara lain oleh penguatan Rupiah dan terjaganya ekspektasi inflasi. Inflasi inti yang terjaga tersebut turut didukung oleh tren ekspektasi inflasi di level pedagang eceran maupun konsumen yang menurun. Namun, dalam jangka pendek, ekspektasi inflasi menunjukkan sedikit peningkatan, terutama memasuki pertengahan tahun sesuai dengan polanya memasuki tahun ajaran baru, Ramadhan, dan Idul Fitri. Peningkatan tersebut tercermin dari ekspektasi inflasi di tingkat pedagang eceran dan konsumen (Grafik 2.3 dan Grafik 2.4). ­ ­ Grafik 2.3 Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran 12 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 ­ ­ Grafik 2.4 Ekspektasi Inflasi Konsumen BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Pada triwulan I-2016, secara triwulanan (qtq), kelompok volatile foods mencatat inflasi sebesar 2,47%, lebih rendah dari inflasi volatile foods pada triwulan sebelumnya sebesar 2,62% (Grafik 2.5). Lebih rendahnya inflasi volatile foods pada Tw I-2016 terutama didorong oleh komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring dengan meningkatnya pasokan day old chick dan pakan ternak (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Penyumbang Inflasi Volatile Foods ­ Grafik 2.5 Inflasi Volatile Foods Pada triwulan I-2016, secara triwulanan (qtq), kelompok administered prices pada Tw I-2016 mencatat deflasi sebesar 1,64%, lebih rendah dari inflasi administered prices pada Tw IV-2015 sebesar 1,09% (Grafik 2.6). Deflasi kelompok administered prices pada Tw I-2016 terutama didorong oleh penurunan harga BBM dan penguatan nilai tukar rupiah (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Penyumbang Inflasi Administered Prices Grafik 2.6 Inflasi Administered Prices Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 13 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Secara spasial, inflasi Maret 2016 (mtm) yang relatif rendah terjadi di Kawasan Timur Indonesia (KTI), Kalimantan, dan Jawa. Inflasi di wilayah Kalimantan dan Jawa masingmasing tercatat sebesar 0,10% (mtm) dan 0,16% (mtm), lebih rendah dari inflasi nasional (0,19%, mtm). Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di wilayah Sumatera, terutama disumbang oleh Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Hal ini, antara lain, terkait dengan peningkatan harga bawang merah dan cabai merah (Gambar 2.1). Aceh -0,21 SUMUT 0,84 KEP. RIAU 0,27 RIAU 0,47 KALTIM 0,21 JAMBI 0,2 SUMSEL 0,26 KEP. BABEL -0,27 SUMBAR 0,62 BENGKULU KALBAR -0,06 KALTENG -0,15 DKI KALSEL JAKARTA 0,14 0,15 JATENG 0,39 0,04 LAMPUNG 0,44 BANTEN 0,1 Inf > 3,0% JABAR 0,2 2,0% < Inf < 3,0% DIY 0,02 SULBAR -0,02 PAPBAR -0,07 PAPUA 0,11 MALUKU -0,26 BALI 0.19 1% < Inf < 2% MALUT 0,28 GORONTALO 0,15 SULSEL 0,08 JATIM 0,04 SULUT -0,03 SULTENG 0,38 NTT -0,76 SULTRA 0,16 NTB -0,07 0,5% < Inf 1% 0% < Inf < 0,5% Inf < 0% Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm) Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi akan berada dalam kisaran sasaran 4±1% pada tahun 2016. Bank Indonesia dan Pemerintah, baik di pusat maupun daerah, akan berupaya untuk terus menurunkan inflasi volatile foods menjadi single digit sebagaimana tercantum dalam roadmap pengendalian inflasi. 2.2. Pertumbuhan Ekonomi Meski melambat pada 2015, ekonomi Indonesia menunjukkan indikasi peningkatan mencapai pada 2016 konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat didukung oleh perkembangan harga yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan I-2016 lebih rendah dari perkiraan dan diperkirakan membaik pada triwulan-triwulan berikutnya. Pada triwulan I-2016, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,92% (yoy), disebabkan oleh terbatasnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi swasta (Tabel 2.3). Sementara itu, konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup kuat, didukung oleh perkembangan harga yang terjaga. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor secara keseluruhan juga mengalami perbaikan sejalan dengan peningkatan ekspor beberapa komoditas. Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah pada triwulan I-2016, antara lain disebabkan oleh konsumsi pemerintah yang tumbuh terbatas. Konsumsi pemerintah turun dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 7,31% (yoy). Penurunan tersebut dipengaruhi pola musiman belanja pemerintah pada awal tahun yang masih relatif terbatas. Selain konsumsi pemerintah, melambatnya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh investasi yang tumbuh terbatas. Secara keseluruhan, investasi tumbuh melambat menjadi 5,57% (yoy) dari 6,90% (yoy) pada triwulan IV-2015. Perkembangan tersebut terutama didorong oleh terkontraksinya investasi nonbangunan. 14 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Tabel 2.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy) ­ ­ Berdasarkan jenisnya, investasi nonbangunan mencatat kontraksi sebesar 0,26% (yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan positif sebesar 3,10% (yoy) pada triwulan IV-2015 (Grafik 2.7). Hal ini dipengaruhi oleh perlambatan investasi mesin dan perlengkapan, sejalan dengan masih terkontraksinya impor barang modal. Sementara itu, investasi bangunan tumbuh sedikit melambat dari 8,21% (yoy) menjadi 7,67% (yoy) pada triwulan I-2016, antara lain tercermin pada indikator investasi bangunan seperti penjualan semen yang melemah (Grafik 2.8). %, yoy 9 Penjualan Semen 6 8 4 2 7 0 6 -2 -4 %, yoy 8 Grafik 2.7 Pertumbuhan Investasi -6 5 PDB Konstruksi (sk.kanan) I II III IV 2014 I II III 2015 IV I 4 2016 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia dan BPS Grafik 2.8 Penjualan Semen Sementara itu, konsumsi rumah tangga tumbuh cukup kuat didukung oleh perkembangan harga yang terjaga. Konsumsi rumah tangga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2016. Hal itu tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang relatif stabil 4,97% (yoy) dari sebelumnya 4,95% (yoy). Kuatnya konsumsi rumah tangga tersebut didorong oleh kenaikan konsumsi nonmakanan, khususnya konsumsi transportasi, sejalan dengan menurunnya harga BBM, dan konsumsi komunikasi. Konsumsi rumah tangga yang masih kuat didukung oleh sejumlah indikator konsumsi yang menunjukkan perkembangan positif. Penjualan eceran meningkat, terutama bersumber dari perbaikan penjualan kelompok komunikasi dan perlengkapan rumah tangga (Grafik 2.9). Sejalan dengan positifnya penjualan eceran, perbaikan penjualan sepeda motor berlanjut pada triwulan I-2016. Selain itu, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada triwulan I-2016 juga menunjukkan peningkatan (Grafik 2.10). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 15 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Grafik 2.9 Penjualan Eceran Grafik 2.10 Indeks Kepercayaan Konsumen Dari sisi eksternal, kinerja ekspor secara keseluruhan juga mengalami perbaikan sejalan dengan peningkatan ekspor beberapa komoditas. Pada triwulan I-2016, ekspor mencatat kontraksi 3,88% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 6,44% (yoy). Berdasarkan kelompoknya, tertahannya kontraksi ekspor didukung oleh perbaikan ekspor komoditas pertanian dan manufaktur (Grafik 2.11). Ekspor manufaktur naik ditopang perbaikan kinerja ekspor logam dasar, alat listrik, dan kayu olahan. Sementara itu, ekspor pertanian tumbuh relatif stabil didorong oleh positifnya ekspor ikan. Di sisi lain, ekspor pertambangan memburuk didorong oleh semakin dalamnya kontraksi ekspor batubara akibat berlanjutnya perlambatan ekonomi Tiongkok. Pada triwulan I-2016, kontraksi impor juga membaik sebagai respons kuatnya konsumsi rumah tangga dan mulai menggeliatnya sektor industri manufaktur. Kontraksi impor pun membaik menjadi 4,24% (yoy) dari 8,05% (yoy) pada triwulan IV-2015. Tertahannya kontraksi impor terutama ditopang oleh membaiknya impor barang konsumsi dan bahan baku (Grafik 2.12). Impor barang konsumsi tumbuh positif, antara lain didorong oleh kenaikan impor barang konsumsi tahan lama dan semi tahan lama. Sementara itu, kontraksi impor bahan baku membaik terutama ditopang oleh kenaikan impor makanan dan minuman primer untuk industri, bahan bakar, serta komponen dan aksesoris untuk barang modal. Sejalan dengan masih lemahnya investasi nonbangunan, masih terjadinya kontraksi impor barang modal, kecuali angkutan. % yoy % yoy Pertanian Manufaktur Total 2014 2015 Grafik 2.11 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil 16 Barang Modal Mining Total Barang Konsumsi Bahan Baku PDB Impor PDB Ekspor Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 2016 2014 2015 Grafik 2.12 Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil 2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Secara sektoral (lapangan usaha), perlambatan ekonomi terutama dipengaruhi oleh melemahnya kinerja beberapa sektor nontradable. Perlambatan sektor nontradable terutama dipengaruhi oleh perlambatan kinerja sektor jasa lainnya, sektor jasa keuangan, dan sektor konstruksi (Tabel 2.4). Sektor jasa keuangan melambat dipengaruhi oleh masih rendahnya penyaluran kredit. Sementara itu, perlambatan sektor konstruksi terkait dengan kegiatan konstruksi oleh investor swasta yang masih terbatas, di tengah kemajuan beberapa proyek infrastruktur pemerintah. Di sisi lain, perlambatan sektor informasi dan komunikasi disebabkan oleh terbatasnya penetrasi jaringan 4G yang sudah hampir selesai di kota besar. Kendati secara nominal mengalami kenaikan pertumbuhan tetapi kenaikan pendapatan telekomunikasi masih berbasis pada kenaikan harga paket dasar internet (Rp/kbps). Dari sisi sektor tradable, pertumbuhan sektor industri pengolahan meningkat sejalan dengan kinerja ekspor produk manufaktur yang juga membaik. Peningkatan juga sejalan dengan naiknya Purchasing Managers’ index (PMI) pada Maret 2016 menjadi di atas 50. Selain itu, realisasi belanja pemerintah melalui infrastruktur juga menciptakan insentif pada sektor manufaktur, khususnya sub-industri alat berat. Demikian pula dengan kinerja otomotif yang mulai membaik sebagaimana tercermin pada penjualan motor yang membaik. Tabel 2.4 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (%, yoy) %Y-o-Y, Tahun Dasar 2010 Sektor 2014 PDB ­ ­ ­ 5,02 2015 I II III IV ­ ­ ­ 4,73 ­ ­ ­ ­ 4,66 ­ ­ ­ 4,74 ­ ­ ­ ­ ­ ­ 5,04 2015 ­ ­ ­ ­ ­ 4,79 2016 I ­ ­ ­ ­ ­ 4,92 Secara spasial, perlambatan ekonomi pada triwulan I-2016 terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama disumbang oleh perlambatan ekonomi di wilayah Jawa. Pertumbuhan ekonomi di wilayah Jawa melambat dari 5,87% (yoy) pada triwulan IV-2015 menjadi 5,31% (yoy), terutama dipengaruhi oleh terbatasnya penyerapan belanja pemerintah di berbagai daerah di Jawa. Perlambatan ekonomi juga terjadi di wilayah Sumatera dari 4,56% (yoy) pada triwulan IV-2015 menjadi 4,18% (yoy), dipengaruhi oleh penurunan produksi kelapa sawit sebagai akibat tingginya curah hujan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 17 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Ekonomi Kalimantan tumbuh 1,08% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,45% (yoy). Berlanjutnya penurunan ekspor barubara karena ekonomi Tiongkok yang terus melambat menjadi salah satu penyebab perlambatan ekonomi Kalimantan. Penurunan kinerja ekspor tambang ini menyebabkan ekonomi Kalimantan Timur mengalami kontraksi yang lebih dalam dari triwulan sebelumnya. Begitu pula perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang tumbuh melambat dari sebelumnya 8,60% menjadi 6,01% pada triwulan I 2016. Perlambatan di wilayah KTI terutama didorong oleh kontraksi pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua karena turunnya produksi mineral. SUMATERA JAWA 4,6 3,5 3,0 3,1 I II 5,3 5,2 III IV 2015 I I 2016 KALIMANTAN 5,9 4,2 II 2,0 5,5 5,3 III IV 2015 KTI 1,4 1,5 1,1 6,5 I 2016 I 9,4 8,9 8,6 6,0 0,4 I I 2016 II III IV 2015 Aceh 3,7 II III IV 2015 I 2016 Realisasi PDB Nasional TW I’16: 4,92% SUMUT 5 KEP. RIAU 4,6 RIAU 2,3 KALBAR 5,9 KALTIM -1,29 JAMBI 3,4 SUMSEL 4,9 KEP. BABEL 3,3 SUMBAR 5,5 KALTENG 5,2 DKI KALSEL JAKARTA 4 5,6 JATENG 5,1 BENGKULU 5 LAMPUNG 5,1 BANTEN 5,1 PDRB ≥ 7,0% JABAR 5,1 DIY 5 6,0% ≤ PDRB < 7,0% SULBAR 6,1 SULSEL 7,4 BALI 6 JATIM 5,3 5,0% ≤ PDRB < 6,0% SULUT 6 SULTENG 11,8 MALUT 5,1 PAPBAR 5,5 PAPUA -2,03 GORONTALO 6,6 MALUKU 5,5 NTT 5,1 SULTRA 5,2 NTB 10 4,0% ≤ PDRB < 5,0% 0% ≤ PDRB < 4,0% PDRB < 0% Gambar 2.2 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan I-2016 2.3. Neraca Pembayaran Ditengah penurunan kinerja NPI Meski menurun pada triwulan I-2016, membaik didorongserta transaksi modal dan finansial mencatat surplus ditopang oleh Aliran masuk modal investasi portofolio neto. 18 Defisit transaksi berjalan pada triwulan I-2016 menurun, terutama didorong oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan. Defisit transaksi berjalan turun dari USD5,1 miliar (2,4% PDB) pada triwulan IV-2015 menjadi USD4,7 miliar (2,1% PDB) pada triwulan I-2016 (Grafik 2.13). Penurunan defisit transaksi berjalan terutama ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat akibat penurunan impor nonmigas (-5,2% qtq) yang lebih besar dari penurunan ekspor nonmigas (-2,6% qtq). Hal ini sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik. Sementara itu, meskipun ekspor nonmigas secara keseluruhan menurun, kinerja ekspor beberapa komoditas nonmigas mulai menunjukkan perbaikan. Di sisi lain, neraca perdagangan migas membaik seiring dengan menyusutnya impor minyak karena harga minyak dunia yang lebih rendah (Grafik 2.15). Perbaikan kinerja transaksi berjalan juga disumbang oleh berkurangnya defisit neraca jasa yang mengikuti penurunan impor barang dan turunnya pengeluaran wisatawan nasional selama berkunjung ke luar negeri. Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer meningkat terkait pola pembayaran bunga surat utang pemerintah (Grafik 2.14). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Grafik 2.13 Defisit Transaksi Berjalan (% PDB) ­ Grafik 2.14 Neraca Transaksi Berjalan Grafik 2.15 Neraca Perdagangan Triwulan I 2016 Pada triwulan I-2016, transaksi modal dan finansial mencatat surplus seiring dengan membaiknya prospek ekonomi domestik dan berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara maju. Surplus transaksi modal dan finansial mencapai USD4,2 miliar, terutama ditopang oleh aliran masuk modal investasi portofolio dan investasi langsung (Grafik 2.17). Sepanjang triwulan I-2016, aliran masuk modal investasi portofolio neto terus meningkat dan mencapai USD4,4 miliar. Aliran masuk modal investasi portofolio tersebut bersumber dari penerbitan sukuk global pemerintah, surat berharga negara berdenominasi rupiah, dan saham. Sementara itu, investasi langsung juga tercatat surplus sebesar USD2,2 miliar, meski lebih kecil dibandingkan dengan surplus pada triwulan IV-2015 sebesar USD2,8 miliar. Secara total, surplus transaksi modal dan finansial triwulan I-2016 lebih rendah dibandingkan dengan surplus triwulan sebelumnya. Hal itu terutama karena investasi lainnya yang mengalami defisit sebagai dampak dari masih rendahnya penarikan pinjaman luar negeri swasta. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 19 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran 4,00 Nonmigas 3,00 Migas Total 2,00 1,00 -2,00 -3,00 -1,00 Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr 0,00 Grafik 2.16 Neraca Perdagangan Bulan April 2016 Grafik 2.17 Neraca Transaksi Modal dan Finansial Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2016 mengalami defisit seiring dengan surplus transaksi modal dan finansial yang lebih rendah. Defisit NPI tercatat sebesar 0,3 miliar dolar AS (Grafik 2.18). Adapun posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2016 tercatat sebesar 107,5 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Maret 2016 tercatat sebesar US$107,5 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir 2015 sebesar US$105,9 miliar. Peningkatan tersebut dipengaruhi penerimaan cadangan devisa, terutama berasal dari hasil penerbitan sukuk global pemerintah dan lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas, yang jauh melampaui kebutuhan devisa antara lain untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah. Posisi cadangan devisa per akhir Maret 2016 tersebut cukup untuk membiayai 8,0 bulan impor atau 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan (Grafik 2.19). 15 10 5 0 -15 -20 Transaksi Modal dan Finansial Transaksi Berjalan Neraca Keseluruhan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Grafik 2.18 Neraca Pembayaran Indonesia 20 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 Q1* Q2* Q3* Q4* Q1* Q2* Q3* Q4* Q1** -10 -5 ­­­ Grafik 2.19 Perkembangan Cadangan Devisa BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran 2.4. Utang Luar Negeri Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan I-2016 tercatat sebesar USD316,0 miliar atau tumbuh 5,7% (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan ULN akhir triwulan IV-2015. Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang tercatat meningkat, sedangkan ULN jangka pendek menurun. Berdasarkan kelompok peminjam, ULN sektor publik tercatat meningkat, sedangkan ULN sektor swasta menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan I-2016 tercatat sebesar 36,5%, sedikit meningkat dari 36,0% pada akhir triwulan IV-2015. Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN jangka panjang. Pada triwulan I-2016, ULN berjangka panjang mencapai USD277,9 miliar (87,9% dari total ULN) atau naik 7,9% (yoy), lebih lambat dari pertumbuhan triwulan IV-2015 yang sebesar 9,2% (yoy). Di sisi lain, ULN berjangka pendek pada akhir triwulan I-2016 tercatat sebesar USD38,1 miliar atau turun 8,4% (yoy), lebih lambat dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan triwulan IV-2015 yang sebesar 13,7% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban jangka pendek membaik. Hal ini tercermin pada rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa yang turun dari 36,7% pada triwulan IV-2015 menjadi 35,5% pada triwulan I-2016. Perkembangan utang luar negeri masih cukup sehat namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN sektor swasta. Pada akhir triwulan I-2016, posisi ULN sektor publik sebesar USD151,3 miliar (47,9% dari total ULN), sedangkan ULN sektor swasta mencapai USD164,7 miliar (52,1% dari total ULN). ULN sektor publik meningkat menjadi 14,0% (yoy) dari triwulan sebelumnya mencapai 10,0% (yoy), sedangkan ULN sektor swasta turun 1,0% (yoy) setelah triwulan sebelumnya tumbuh 2,3% (yoy). Untuk sektor swasta, posisi ULN pada akhir triwulan I-2016 terutama terkonsentrasi di sektor keuangan, sektor industri pengolahan, sektor pertambangan, dan sektor listrik, gas & air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,1%. Bila dibandingkan dengan triwulan IV-2015, pertumbuhan tahunan ULN sektor keuangan dan pertambangan tercatat melambat, sedangkan pertumbuhan tahunan ULN sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air bersih meningkat. Bank Indonesia memandang perkembangan ULN pada triwulan I-2016 masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi. 2.5. Nilai Tukar Rupiah Stabilitas nilai tukar Rupiah tetap terjaga. Selama triwulan I-2016, nilai tukar Rupiah, secara point to point (ptp), menguat sebesar 3,96% dan mencapai level Rp13.260 per dolar AS (Grafik 2.20 dan Grafik 2.21). Rupiah menguat sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian domestik yang mendorong berlanjutnya aliran masuk dana nonresiden ke aset rupiah. Pada triwulan I 2016, Rupiah menguat sejalan dengan mayoritas mata uang negara peers dengan volatilitas yang terjaga. Penguatan Rupiah sejalan dengan membaiknya faktor eksternal yang didorong oleh meredanya risiko di pasar keuangan global terkait kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dan berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di beberapa Rupiah menguat sejalan dengan lebih terjaganya faktor risiko eksternal dan optimisme terhadap prospek perekonomian domestik. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 21 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran ­ Grafik 2.20 Nilai Tukar Rupiah ­­ ­ Grafik 2.21 Nilai Tukar Kawasan Triwulanan Grafik 2.22 Volatilitas Nilai Tukar negara maju. Perbaikan kondisi eksternal tersebut mendorong masuknya aliran dana nonresiden ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Aliran masuk dana nonresident juga dipengaruhi oleh faktor domestik berupa optimisme investor terhadap prospek perekonomian Indonesia menyusul langkah pemerintah yang telah mengeluarkan serangkaian paket kebijakan ekonomi. Dari sisi volatilitas, Rupiah mengalami peningkatan volatilitas, namun volatilitas Rupiah lebih rendah dari rata-rata negara peers, antara lain, Rand (Afrika Selatan), Real (Brazil), Ringgit (Malaysia), Won (Korea Selatan), dan Lira (Turki) (Grafik 2.22). 2.6. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing 2.6.1. Perkembangan Pasar Uang Volume transaksi valas relatif meningkat disebabkan penurunan BI rate yang menciptakan sentimen positif, sehingga mendorong investor asing masuk ke pasar saham dan SBN di Indonesia. Sejalan dengan siklus tahunan, volume transaksi pasar uang rupiah pada triwulan I-2016 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dari empat komponen transaksi pasar uang yang diperhitungkan, transaksi repo tercatat mengalami penurunan terbesar yaitu 79%. Sedangkan perdagangan outright instrumen SBI dan SDBI secara harian meningkat 80% menjadi sebesar Rp171 miliar per hari pada volume rata-rata harian (rrh). Secara keseluruhan, aktivitas transaksi di pasar uang menurun. Hal itu tercermin pada volume rrh transaksi pasar uang rupiah yang turun 6,33% dari Rp13,81 triliun perhari pada triwulan IV-2015 menjadi Rp12,94 triliun perhari pada triwulan I-2016. Pada triwulan I-2016, rata-rata harian volume transaksi PUAB (uncollateralized) relatif tidak banyak mengalami perubahan dari triwulan sebelumnya, yakni hanya turun sebesar Rp503 miliar menjadi Rp12,05 triliun perhari. Penurunan volume transaksi terjadi pada tenor overnight (o/n) dan tenor di atas 1 minggu (Grafik 2.23). Sejalan dengan pergerakan volume transaksi tersebut, frekuensi transaksi relatif stabil, yakni dari 163 transaksi per hari pada triwulan IV-2015 menjadi 154 transaksi per hari pada triwulan I-2016. Jumlah bank yang bertransaksi di PUAB pun relatif tetap yakni 98 bank. 22 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Walaupun volume transaksi relatif stabil, suku bunga PUAB pada triwulan I-2016 mengalami penurunan pada seluruh tenor seiring dengan sikap (stance) kebijakan moneter Bank Indonesia selama periode tersebut. Suku bunga PUAB tenor o/n turun sebesar 73 bps dari 6% menjadi 5,27%, yang diikuti penurunan suku bunga PUAB tenor 1 minggu sebesar 71 bps dari 6,63% menjadi 5,91%. Penurunan terbesar terjadi pada suku bunga PUAB tenor 1 bulan seiring dengan ekspektasi berlanjutnya penurunan suku bunga, yakni sebesar 94 bps dari 8,21% menjadi 7,28% (Grafik 2.24). Grafik 2.23 Perkembangan Transaksi PUAB ­­ Grafik 2.24 Perkembangan Suku Bunga PUAB Berbeda dengan perkembangan PUAB, aktivitas transaksi repo pada triwulan I-2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan transaksi repo antara lain dipengaruhi oleh kondisi likuiditas perbankan yang lebih longgar pada triwulan laporan. Rata-rata harian volume transaksi repo turun sebesar Rp417 miliar per hari menjadi Rp108 miliar per hari1 (Grafik 2.25). Sejalan dengan penurunan volume transaksi, frekuensi transaksi juga mengalami penurunan dari sebesar 165 transaksi menjadi 26 transaksi. Pelaku transaksi repo pun menurun dari 22 bank menjadi 9 bank. Dari sisi suku bunga, suku bunga repo bergerak searah dengan suku bunga PUAB. Hal itu seiring dengan penurunan sikap kebijakan moneter Bank Indonesia (Grafik 2.26). ­ ­ Grafik 2.25 Volume Transaksi Repo (rrh) 1 Grafik 2.26 Suku Bunga PUAB & Repo 1 bulan Perhitungan berdasarkan tanggal setelmen. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 23 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran 2.6.2. Perkembangan Pasar Valuta Asing Pada triwulan I-2016, volume transaksi valas di pasar valas domestik relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2015. Peningkatan transaksi valas ini diiringi dengan peningkatan komposisi transaksi derivatif terhadap total transaksi, yang salah satunya disebabkan adanya peningkatan transaksi lindung nilai oleh para pelaku pasar. Pada triwulan I-2016, rrh volume transaksi valas tercatat sebesar USD4,90 miliar, meningkat dibandingkan dengan USD4,40 miliar pada triwulan IV-20152. Peningkatan transaksi valas itu terutama disebabkan oleh banyaknya pelaku pasar yang melakukan lindung nilai valas terhadap Rupiah. Seiring dengan meningkatnya rata-rata harian volume transaksi pasar valas, volume transaksi spot pada triwulan I-2016 meningkat sebesar 6,3% dari USD2,85 miliar menjadi USD3,03 miliar. Sedangkan rata-rata harian volume transaksi derivatif meningkat sebesar 21,5% dari USD1,55 miliar menjadi USD1,86 miliar. Kenaikan transaksi derivatif ini didorong oleh adanya ketentuan Bank Indonesia yang mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan lindung nilai posisi kewajibannya3 (Grafik 2.27). Peningkatan terbesar terjadi pada transaksi swap. Pada triwulan I-2016, rrh transaksi swap meningkat sebesar 23,8% dari USD1,32 miliar pada triwulan IV-2015 menjadi USD1,63 miliar. Peningkatan transaksi swap antarbank itu antara lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan likuiditas bank. Peningkatan transaksi swap juga berdampak pada transaksi forward yang meningkat sebesar 6,5% dari USD201,7 juta per hari menjadi USD214,8 per hari. Transaksi option juga meningkat meskipun belum banyak berkembang saat ini sebagai dampak dari belum banyaknya minat pelaku pasar untuk melakukan transaksi option. Transaksi option meningkat dari USD8,05 ribu per hari menjadi USD9,02 ribu per hari. Meningkatnya volume transaksi derivatif diikuti dengan peningkatan porsi transaksi derivatif terhadap total transaksi valas. Pada triwulan I-2016, porsi derivatif terhadap total transaksi valas tercatat 38%, naik dari 35% pada triwulan IV-2015 (Grafik 2.28). Kenaikan komposisi transaksi derivatif ini sebagai dampak dari peningkatan transaksi derivatif pelaku 5.500,00 5.000,00 4.500,00 4.000,00 3.500,00 3.000,00 2.500,00 2.000,00 1.500,00 1.000,00 500,00 - Spot Option Tw I Swap TOTAL Tw II Forward Tw III Tw IV Grafik 2.27 Volume Transaksi Valas (rrh) 2 3 24 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tw I Spot Tw I Swap Tw II Forward Tw III Tw IV Tw I Option Grafik 2.28 Komposisi Transaksi Valas Merupakan transaksi valas seluruh mata uang. Peraturan Bank Indonesia No. 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Korporasi Nonbank. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran pasar akibat adanya kewajiban lindung nilai bagi korporasi yang memiliki kewajiban utang luar negeri, sekaligus merupakan upaya pelaku pasar dalam memitigasi risiko pasar akibat pergerakan nilai tukar Rupiah. 2.7. Perkembangan Sistem Keuangan 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan Secara umum, kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan I-2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan produk domestik bruto (PDB) dan penguatan rupiah. Penurunan BI rate juga turut berperan dalam menciptakan sentimen positif sehingga mendorong investor asing masuk ke pasar saham dan surat berharga negara (SBN) di Indonesia. Inflow investor asing baik di pasar saham maupun SBN mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV-2015. Selama triwulan I-2016, pasar obligasi Indonesia meningkat seiring dengan perbaikan perekonomian domestik dan peningkatan arus masuk (inflows) modal asing. Kebijakan moneter bias ketat (tight bias) yang dipertahankan Bank Indonesia selama dua tahun terakhir diperkirakan mengalami pelonggaran secara bertahap seiring dengan rendahnya ekspektasi inflasi selama 2016. Hal tersebut ditunjukkan dengan penurunan BI rate sebesar 75 bps sepanjang triwulan I-2016. Pelonggaran kebijakan itu mendorong naiknya permintaan terhadap SBN. Kinerja pasar keuangan meningkat didorong oleh kenaikan produk domestik bruto, penguatan Rupiah dan penurunan BI rate. Selain pelonggaran kebijakan moneter, kenaikan permintaan terhadap SBN juga dipengaruhi oleh implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.1 Tahun 2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB) yang meliputi asuransi, dana pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan lembaga penjaminan. Dengan berlakunya ketentuan tersebut, LKNB mulai menambah portofolio investasi mereka di SBN. Di sisi lain, arus masuk modal asing, terutama dari Jepang dan Kawasan Eropa, cenderung meningkat antara lain dipicu oleh kebijakan suku bunga negatif yang diterapkan otoritas moneter di kawasan tersebut. Hal ini berdampak terhadap meningkatnya permintaan instrumen keuangan di emerging market, termasuk Indonesia. Peningkatan permintaan terhadap SBN terjadi secara merata di seluruh tenor sehingga berdampak pada turunnya yield SBN secara keseluruhan. Penurunan yield tertinggi dialami oleh SBN berjangka pendek (<5 tahun) sejalan dengan dominasi transaksi pada instrumen ini. Dibandingkan dengan triwulan IV-2015, yield SBN jangka pendek menurun sebesar 1,40 bps, sedangkan yield SBN jangka menengah (5-10 tahun) dan jangka panjang (10-30 tahun) masing-masing menurun sebesar 1,08 bps dan 0,81 bps. Jika dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya (yoy), yield SBN jangka pendek (<5 tahun) menurun sebesar 0,18 bps, jangka menengah (5-10 tahun) menurun sebesar 0,34 bps, dan jangka panjang (10-30 tahun) menurun sebesar 0,51 bps (Grafik 2.29) Penurunan yield SBN selama triwulan I-2016 sejalan dengan penurunan volatilitas pergerakan yield. Volatilitas yield SBN jangka pendek, menengah dan panjang menurun secara berurutan sebesar 1,41 bps, 6,15 bps, dan 5,96 bps dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 2.30). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 25 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Grafik 2.29 Yield Obligasi Negara Grafik 2.30 Volatilitas Yield 20 hari Seiring dengan peningkatan kepercayaan investor asing, kepemilikan SBN oleh investor asing kembali mencatat inflow sebesar Rp35,15 triliun pada triwulan IV-2015, dari sebelumnya outflow sebesar Rp12,27 triliun pada triwulan III-2015. Sementara pada triwulan I-2016, investor asing juga mencatatkan inflow sebesar Rp47,56 triliun. Peningkatan inflows tersebut berdampak pada peningkatan pangsa kepemilikan SBN oleh investor asing dari sebesar 38,2% pada triwulan IV-2015 menjadi sebesar 38,5% pada triwulan I-2016 (Tabel 2.5). Tabel 2.5 Kepemilikan SBN Pergerakan positif indeks harga saham gabungan (IHSG) di sepanjang triwulan I-2016 ditopang oleh membaiknya kinerja beberapa sektor ekonomi. Sepanjang periode laporan, nilai kapitalisasi pasar saham mencapai Rp5.143,45 triliun, meningkat sebesar Rp270,75 triliun (5,55%) dibandingkan triwulan sebelumnya. IHSG meningkat 5,49% atau mencapai 4.845,37 pada akhir triwulan I-2016 (Grafik 2.31). Kenaikan indeks tersebut diikuti oleh peningkatan nilai rata-rata perdagangan harian sebesar Rp110 miliar menjadi Rp5,78 triliun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp5,67 triliun. Dibandingkan triwulan I-2015, rata-rata perdagangan harian triwulan I-2016 menurun sebesar Rp0,81 triliun (Grafik 2.32). 26 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Grafik 2.31 Perkembangan & Net Flow Asing di IHSG Grafik 2.32 Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG Rata-rata volatilitas pasar saham sepanjang triwulan I-2016 berada pada level 10,62%, menurun dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 17,64%. Dibandingkan dengan triwulan I-2015 yang mencapai 13,24%, volatilitas IHSG pada triwulan I-2016 juga mengalami penurunan (Grafik 2.33). Emerging market terutama kawasan ASEAN diminati oleh investor asing, khususnya dari Jepang dan kawasan Eropa. Penyebabnya antara lain dipicu oleh kebijakan suku bunga rendah yang diterapkan otoritas moneter di kawasan tersebut. Hal itu berdampak terhadap perilaku investor yang mencari imbal hasil positif (positive return) dengan mengalihkan portofolio mereka ke bursa saham yang mengalami pertumbuhan selama triwulan I-2016 seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Meski demikian, kinerja bursa saham di kawasan emerging Asia masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Tabel 2.6). Grafik 2.33 Perkembangan & Volatilitas IHSG Tabel 2.6 Perkembangan Indeks Saham Regional ­ Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 27 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Sejalan dengan pergerakan underlying assets di pasar saham dan obligasi, kinerja reksadana turut meningkat. Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar 0,18% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp293,91 triliun. Dibandingkan dengan triwulan I-2015, NAB reksadana triwulan I-2016 tumbuh sebesar 18,60% (yoy) (Grafik 2.34). Peningkatan kinerja reksadana seiring dengan pertumbuhan produk dan unit penyertaan reksadana. Selama triwulan I-2016, jumlah produk reksadana meningkat sebesar 5,04%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,38%. Meski demikian, peningkatan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2015 yang mencapai 3,91%. Sementara itu, unit penyertaan turun sebesar 0,08% (qtq), sedangkan triwulan IV-2015 tumbuh mencapai 10,62% (qtq) dan triwulan I-2015 mencapai 10,84% (qtq). Grafik 2.34 Perkembangan Industri Reksadana 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan Ketahanan permodalan industri perbankan semakin menguat tercermin dari rasio kecukupan modal sebesar 22%. Pada triwulan I-2016, ketahanan permodalan industri perbankan tetap kuat yang tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). Rasio kecukupan modal industri perbankan tercatat sebesar 22,00%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan I-2015 yang masing-masing tercatat sebesar 20,39% dan 20,82%. Peningkatan CAR yang jauh di atas ketentuan minimum 8% itu berasal dari pertumbuhan modal industri perbankan sebesar 23,65% (qtq). Kondisi permodalan yang tinggi memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap peningkatan risiko akibat perlambatan perekonomian. 2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan Pertumbuhan kredit industri perbankan pada triwulan I-2016 menunjukkan perlambatan seiring dengan melambatnya perekonomian domestik. Selama periode tersebut, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 8,71% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2015 maupun triwulan I-2015 yang masing-masing mencapai 10,45% (yoy) dan 11,28%. Perlambatan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). Pada triwulan I-2016, KMK melambat menjadi 6,91% (yoy) dari 9,04% (yoy) pada triwulan IV-2015. Sedangkan KI melambat dari 14,70% (yoy) menjadi 11,63% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit ini disebabkan penurunan kinerja korporasi akibat perlambatan ekonomi yang juga berdampak pada penurunan kinerja keuangan rumah tangga. Risiko kredit industri perbankan menunjukkan peningkatan, namun masih cukup jauh di bawah batas aman sebesar 5%. Rasio Non Performing Loan (NPL) gross industri perbankan 28 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran pada triwulan I-2016 meningkat dari 2,49% menjadi 2,83% (Grafik 2.35). Namun, rasio tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I-2015 tahun sebelumnya yang sebesar 2,40%. Dalam rangka mitigasi peningkatan risiko kredit, industri perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru dan melakukan monitoring yang lebih ketat terhadap kredit bermasalah. Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan risiko kredit terjadi pada semua jenis kredit (KMK, KI dan KK). Dibandingkan triwulan sebelumnya, rasio NPL gross KMK meningkat Grafik 2.35 dari 2,99% menjadi 3,54%. Sementara itu, rasio Rasio Non-Performing Loan NPL gross KI naik dari 2,61% menjadi 2,82%, dan rasio NPL gross KK meningkat dari 1,50% menjadi 1,66% (Grafik 2.36). Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rasio NPL gross pada KMK, KI, dan KK, masing-masing sebesar 75 bps, 24 bps, dan 7 bps. Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan risiko kredit terjadi pada semua sektor kecuali sektor listrik. Peningkatan rasio NPL gross tertinggi terjadi pada kredit untuk sektor perdagangan, konstruksi, dan pengangkutan (Grafik 2.37). Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan permintaan terhadap komoditas telah menyebabkan penurunan aktivitas perdagangan terkait ekspor barang komoditas dan pengangkutan barang komoditas. ­ ­ Grafik 2.36 Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan ­ ­ Grafik 2.37 Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi Dalam rangka mitigasi peningkatan risiko kredit, Bank Indonesia melaksanakan monitoring perkembangan risiko kredit perbankan dan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna mengevaluasi ketahanan permodalan perbankan dalam menyerap potensi risiko melalui pelaksanaan stress test secara berkala. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 29 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran 2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan Di tengah perlambatan ekonomi domestik, dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan pada triwulan I-2016 masih tumbuh melambat. DPK industri perbankan tumbuh sebesar 6,44% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2015 dan triwulan I-2015 yang masingmasing sebesar 7,26% (yoy) dan 16,04% (yoy) (Grafik 2.38). ­ Perlambatan pertumbuhan DPK perbankan terutama terjadi pada komponen deposito. Deposito tumbuh melambat menjadi 2,76% (yoy) pada triwulan I-2016 dari 4,60% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Giro juga tumbuh melambat menjadi 9,43% (yoy) pada triwulan I-2016 dari 11,01% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, tabungan meningkat dari 8,69% (yoy) menjadi 10,32% (yoy). Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa deposito dan giro meningkat dari masingmasing sebesar 45,99% dan 22,38% pada Grafik 2.38 triwulan IV-2015 menjadi 47,01% dan 23,31% Pertumbuhan DPK (yoy) pada triwulan I-2016. Berbeda dengan deposito dan giro, pangsa tabungan turun menjadi 29,68% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 31,63%. Kondisi likuiditas industri perbankan pada triwulan I-2016 meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan dibandingkan periode yang sama 2015. Peningkatan tersebut salah satunya disebabkan semakin variatifnya instrumen penempatan dana sehingga perbankan mempunyai alternatif yang lebih banyak untuk menempatkan dananya sebagai alat likuid. Penyebab lainnya adalah permintaan kredit yang melambat. Alat likuid secara total setelah dikurangi pemenuhan giro wajib minimum (GWM) meningkat dari Rp857,80 triliun pada triwulan IV-2015 menjadi Rp985,07 triliun pada triwulan laporan (Grafik 2.39). Selain itu, peningkatan kondisi likuiditas ditunjukkan oleh peningkatan rasio ­ Grafik 2.39 Komposisi Alat Likuid Perbankan 30 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 ­­ Grafik 2.40 Alat Likuid dan Non-Core Deposit (NCD) BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran alat likuid (AL)4 terhadap non-core deposit (NCD)5 menjadi sebesar 107,02% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan triwulan I-2015 yang tercatat sebesar 93,44% dan 105,05% (Grafik 2.40). Risiko likuiditas perbankan masih terjaga, nampak dari rasio AL/NCD yang berada jauh di atas ambang batas (threshold) (50%). 2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar Perkembangan suku bunga simpanan dan kredit berada dalam tren menurun sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Selama triwulan I-2016, perkembangan suku bunga simpanan mengalami penurunan cukup signifikan. Suku bunga kredit perbankan juga berada dalam tren menurun sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi (Grafik 2.41). Rata-rata suku bunga kredit perbankan turun 11 bps dari 12,89% menjadi 12,78% pada triwulan I-2016. Dilihat dari segmen kredit, rata-rata suku bunga KMK dan KI pada triwulan Grafik 2.41 Suku Bunga Kredit dan Deposito 1 Bulan I-2016 masing-masing turun sebesar 15 bps dan 24 bps dari triwulan IV-2015 sehingga menjadi 12,39% dan 11,91%. Sedangkan ratarata suku bunga KK naik 5 bps dari triwulan sebelumnya sehingga menjadi 13,93%. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang merupakan dasar bagi bank dalam penetapan suku bunga kredit cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan SBDK pada triwulan laporan terjadi pada seluruh segmen meliputi korporasi, ritel, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan nonKPR. Penurunan SBDK terbesar terjadi pada segmen ritel baik secara triwulanan maupun tahunan. Ke depan, menurunnya SBDK diharapkan akan dapat menurunkan suku bunga kredit (Tabel 2.7). Tabel 2.7 Perkembangan Nilai Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Korporasi Ritel KPR Non-KPR 9,75 11,03 10,45 10,67 9,69 11,04 10,41 10,65 9,53 9,65 10,08 10,64 10,91 11,03 11,28 11,72 10,33 10,37 10,63 10,83 10,62 10,59 11,06 11,55 10,59 11,89 11,13 11,92 10,68 12,05 11,14 11,98 10,94 12,12 11,19 11,99 10,91 12,19 11,21 12,06 10,73 12,09 11,07 11,91 10,75 12,07 11,07 11,91 10,72 11,92 11,09 11,88 10,76 12,08 11,07 11,82 10,50 11,71 10,83 11,68 (0,26) (0,37) (0,24) (0,14) (0,23) (0,38) (0,24) (0,23) 2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non Bank Tren penurunan pembiayaan oleh Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) mulai tertahan sejalan dengan membaiknya kinerja IKNB, terutama industri asuransi. Selama triwulan I-2016, pembiayaan melalui IKNB meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2015. 4 5 Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve. Non Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito. Kinerja pembiayaan Institusi Keuangan Non Bank mulai membaik terutama pada industri asuransi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 31 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan. Sementara itu, pembiayaan yang berasal dari pasar modal masih lebih rendah yang terlihat dari jumlah emisi obligasi dan sukuk, IPO saham, dan right issue yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya (Tabel 2.8). Tabel 2.8 Perkembangan Penyaluran Pembiayaan ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ Asuransi Kinerja industri asuransi semakin membaik ditopang oleh peningkatan nilai investasi dan rasio klaim premi bruto sepanjang triwulan I-2016. Total aset industri asuransi meningkat sebesar Rp58 triliun atau tumbuh sebesar 7,44% (qtq) (Grafik 2.42). Pada Maret 2016, total aset industri asuransi meningkat menjadi sebesar Rp842 triliun. Pertumbuhan terutama dipengaruhi oleh peningkatan kinerja pada produk-produk investasi yang ditempatkan antara lain dalam bentuk saham dan instrumen keuangan lainnya di pasar modal. Secara agregat, portofolio investasi meningkat sebesar Rp42 triliun atau tumbuh 6,59% dari triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp683 triliun. Sementara itu, rasio klaim bruto terhadap premi bruto menurun dari 68,90% pada triwulan IV-2015 menjadi 63,32% pada Maret 2016 (Grafik 2.43). Penurunan rasio itu mengindikasikan adanya efisiensi dalam industri asuransi dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk asuransi. 32 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Grafik 2.42 Aset dan Investasi Industri Asuransi Grafik 2.43 Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi Perusahaan Pembiayaan Kinerja perusahaan pembiayaan (PP) masih melambat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang masih berjalan lambat selama triwulan I-2016 (Grafik 2.45). Pembiayaan menurun sebesar 1,19% (yoy) atau sebesar Rp4,41 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang menurun sebesar 0,79% (Rp2,91 triliun) maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 4,92% (yoy) atau sebesar Rp17,36 triliun (triwulan I-2015). Secara qtq, pembiayaan pada triwulan I-2016 meningkat 0,58% atau sebesar Rp2,09 triliun dibandingkan posisi Desember 2015. Penurunan kinerja pembiayaan terutama disebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Secara agregat, total aset perusahaan pembiayaan menurun sebesar 0,23% (qtq) menjadi Rp425 triliun pada posisi akhir triwulan I-2016. Berdasarkan jenisnya, kinerja perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh pembiayaan konsumen, diikuti sewa guna usaha dengan pangsa pembiayaan masing-masing sebesar 68,63% dan 28,22% dari total pembiayaan (Maret 2016). Pangsa pembiayaan konsumen menurun dibandingkan triwulan IV-2015 yang tercatat sebesar 68,01%. Sedangkan pangsa sewa guna usaha sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 29% dari total pembiayaan (Grafik 2.44). Grafik 2.44 Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Usaha Grafik 2.45 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 33 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Melambatnya pertumbuhan pembiayaan perusahaan pembiayaan dipengaruhi oleh menurunnya pembiayaan dalam bentuk sewa guna usaha sebesar 9,73% (yoy), lebih rendah dibandingkan penurunan pada triwulan IV-2015 (5,03%). Penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya permintaan leasing, terutama dari industri yang bergerak di bidang komoditas seiring penurunan harga beberapa komoditas. Sementara itu, pembiayaan konsumen tumbuh sebesar 1,88% (yoy) pada triwulan I-2016, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2015 sebesar 0,52% (yoy). Di tengah menurunnya kinerja pembiayaan, risiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan pembiayaan meningkat meskipun masih berada di level yang aman (< 5%). Hal itu tercermin dari Non Performing Financing (NPF) yang berada pada level 1,55%, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2015 (1,45%). Peningkatan NPF dipengaruhi oleh menurunnya pembiayaan dan meningkatnya porsi pembiayaan yang memiliki kolektibilitas diragukan dan macet (Grafik 2.46). (Rp Triliun) 160 140 Mar-15 Jun-15 Sep-15 Des-15 120 13% 17% 41% 29% 80 60 Mar-16 Share Sumber Pendanaan per Mar 2016 100 Pinjaman DN Pinjaman LN SSB Modal 40 Des-14 20 Grafik 2.46 Rasio Non Performing Financing - Pinjaman DN Pinjaman LN SSB Modal Grafik 2.47 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Sumber pendanaan perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh pinjaman domestik dan tidak terjadi perubahan yang berarti selama triwulan I-2016. Porsi pendanaan perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh pinjaman yang berasal dari dalam negeri, diikuti pinjaman luar negeri, surat berharga, dan modal masing-masing sebesar 40,45%; 28,96%; 17,32%; dan 13,27% dari total pendanaan. Porsi pendanaan dari dalam negeri sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (39,84%) maupun periode yang sama tahun sebelumnya (38,78%). Sementara itu, porsi pendanaan dari luar negeri menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (31,01%) dan triwulan I-2015 (35,53%) (Grafik 2.47). Pada akhir triwulan I-2016, terdapat 44 perusahaan pembiayaan yang memiliki utang luar negeri (ULN) dengan total outstanding mencapai Rp99,89 triliun. Di antara 44 perusahaan tersebut, terdapat 8 (delapan) perusahaan yang kepemilikannya terafiliasi dengan perbankan dengan porsi kepemilikan lebih dari 20% dengan total outstanding ULN sebesar Rp27,33 triliun. Sementara itu, pembiayaan yang diberikan oleh ke-8 perusahaan pembiayaan tersebut masih didominasi oleh pembiayaan dalam rupiah sebesar Rp83,80 triliun, sedangkan pembiayaan dalam valuta asing sebesar Rp2,47 triliun. Pemahaman perusahaan pembiayaan terhadap mitigasi risiko dari eksposur pinjaman luar negeri semakin membaik seiring dengan meningkatnya aktivitas lindung nilai (hedging) guna memitigasi risiko nilai tukar. Sebagian perusahaan pembiayaan telah melakukan 34 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran lindung nilai terhadap pinjaman luar negeri mereka sehingga potensi risiko rambatan (contagion risk) terhadap bank yang menjadi induknya relatif terbatas. Penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari ULN oleh perusahaan pembiayaan tidak terlepas dari suku bunga kredit di dalam negeri yang relatif tinggi. Selama triwulan I-2016, lebih dari 46% dari seluruh bank di Indonesia yang menyalurkan pinjaman kepada perusahaan pembiayaan mengenakan suku bunga relatif lebih tinggi (di atas 12%). Jumlah tersebut meningkat dibandingkan triwulan IV-2015 yang berada pada kisaran 45% (Grafik 2.48). Grafik 2.48 Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada Perusahaan Pembiayaan Grafik 2.49 Perkembangan ROA, ROE dan BOPO Perusahaan Pembiayaan Dari aspek efisiensi, kinerja perusahaan pembiayaan mengalami peningkatan. Hal itu tercermin dari Rasio Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) yang menurun menjadi 83,27% (triwulan I-2016) dari 85,35% (triwulan IV-2015), dan 84,27% (triwulan I-2015). Menurunnya BOPO diikuti oleh peningkatan profitabilitas perusahaan pembiayaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan return on assets (ROA) menjadi 3,90% (triwulan I-2016) dari3,32% (triwulan IV-2015) dan 3,62% (triwulan I-2015). Sementara itu, return on equity (ROE) meningkat menjadi sebesar 12,49% (triwulan I-2016) dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 11,49%, dan triwulan I-2015 sebesar 12,13% (Grafik 2.49). 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi Kegiatan usaha pada triwulan I-2016 meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia menginformasikan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 5,80%, lebih tinggi dari triwulan IV-2015 yaitu sebesar 3,02%6 (Grafik 2.50). Perkembangan tersebut tidak sejalan dengan pertumbuhan kredit pada sektor korporasi yang mengalami penurunan. Kredit pada sektor korporasi pada triwulan I-2016 turun sebesar 3,23% (qtq) dengan posisi nominal sebesar Rp2.031,18 triliun. Penurunan tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan periode triwulan IV-2015 yang tumbuh sebesar 3,48% 6 Kinerja Sektor Korporasi dan sektor rumah tangga meningkat pada triwulan I-2016. Saldo Bersih Tertimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 35 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Grafik 2.50 Kegiatan Dunia Usaha Tw I-2016 (qtq). Perlu diwaspadai, bahwa penurunan kredit pada sektor korporasi, juga diiringi oleh peningkatan rasio NPL. Pada triwulan I-2016, rasio NPL mencapai 2,93% atau meningkat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu sebesar 2,51%. Secara umum, kinerja korporasi publik pada triwulan IV-2015 mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya7. Hal ini tercermin dari indikator utama kinerja korporasi seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE), Inventory Turn Over yang memburuk, namun tingkat utang (debt to equity ratio) sedikit menurun yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah utang korporasi (Tabel 2.9). Tabel 2.9 Kinerja Korporasi Publik Tw IV-2014 dan Tw IV-2015 ­ ­ ­­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ 2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga Indonesia pada triwulan I-2016 menunjukkan peningkatan yang ditunjukkan oleh menguatnya optimisme konsumen dibandingkan triwulan sebelumnya walaupun belum sekuat periode yang sama tahun sebelumnya. Menguatnya optimisme konsumen dikarenakan meningkatnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang. Peningkatan ekspektasi konsumen terutama disebabkan oleh peningkatan kegiatan usaha dan ketersediaan lapangan kerja (Grafik 2.51). Kredit perbankan ke sektor rumah tangga pada triwulan I-2016 mencapai Rp922,25 triliun atau tumbuh 0,67% (qtq). Pertumbuhan kredit tersebut menurun dibandingkan triwulan IV-2015 yaitu sebesar 3,39% (qtq). Dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit terutama untuk keperluan multiguna (41,91%) dan pemilikan prumah (40,21%), kemudian diikuti oleh kredit kendaraan bermotor (12,95%), kredit rumah tangga lainnya (4,59%), dan kredit pemilikan peralatan rumah tangga (0,33%). 7 36 Data yang tersedia masih berdasarkan triwulan IV-2015. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran ­ ­ ­ Grafik 2.51 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen ­ Grafik 2.52 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Jenisnya Pertumbuhan kredit rumah tangga disertai dengan peningkatan risiko kredit sektor rumah tangga. Hal itu ditandai dengan meningkatnya rasio NPL gross dari 1,55% pada triwulan IV-2015 menjadi 1,72% pada triwulan I-2016. Rasio NPL gross seluruh jenis penggunaan kredit sektor rumah tangga masih terkendali di bawah 5% dan di bawah NPL agregat sebesar 2,83% (Grafik 2.52). 2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pada triwulan I-2016, baki debet kredit UMKM tercatat sebesar Rp787,8 triliun, atau tumbuh 6,2% (yoy) dengan pangsa (share) terhadap total kredit perbankan sebesar 19,5%. Pertumbuhan kredit UMKM tersebut sedikit melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 (8,0%, yoy). Perlambatan tersebut diindikasikan karena masih terjadinya penurunan permintaan kredit pada awal tahun sejalan masih melambatnya ekonomi domestik. Di samping itu, adanya kecenderungan peningkatan NPL menyebabkan perbankan lebih selektif dan berhati-hati dalam penyaluran kredit serta lebih memfokuskan pada perbaikan NPL. Berdasarkan klasifikasi usaha, perlambatan kredit UMKM didorong oleh usaha menengah yang melambat signifikan menjadi sebesar 0,2% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan IV-2015 (7,6%, yoy). Sedangkan kredit usaha mikro dan kecil tumbuh meningkat, masingmasing sebesar 13,3% (yoy) dan 11,0% (yoy), meningkat dari 11,2% (yoy) dan 6,4% (yoy) pada Triwulan IV-2015 (Grafik 2.53). Pertumbuhan kredit UMKM sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya karena penurunan permintaan kredit yang sejalan dengan melambatnya ekonomi domestik. Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit UMKM terutama didorong oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh sebesar 10,4% (yoy) pada triwulan I-2016 dibandingkan 11,6% (yoy) pada triwulan IV-2015. Meskipun perlambatan kredit UMKM terjadi di sebagian besar sektor ekonomi, beberapa sektor masih mengalami peningkatan, terutama di sektor real estate yang tumbuh 12,8% (yoy) dibandingkan 9,3% (yoy) pada triwulan IV-2015. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 37 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Sebagian besar kredit UMKM triwulan I-2016 diserap oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa sekitar 52,8% terhadap total kredit UMKM. Secara spasial, penyaluran kredit UMKM masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (57,7%) yang merupakan pusat perekonomian nasional. Sekitar 46,7% dari total kredit UMKM merupakan kredit usaha menengah, diikuti oleh usaha kecil (29,7%), dan usaha mikro (23,6%). Dari sisi penerima kredit, sekitar 85,5% dari total penerima kredit UMKM adalah usaha mikro. Pada triwulan I-2016, NPL kredit UMKM memburuk menjadi 4,63% dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 4,20%. Menurunnya kondisi UMKM maupun terbatasnya kuantitas dan kompetensi SDM bank dalam melakukan asesmen dan monitoring penyaluran kredit UMKM diindikasikan menjadi penyebab memburuknya NPL kredit UMKM. Oleh karena itu, sebagian bank saat ini fokus untuk memperbaiki kualitas kredit UMKM. Grafik 2.53 Pertumbuhan Kredit UMKM (%, YoY) Grafik 2.54 NPL Kredit UMKM Penyaluran kredit usaha rakyat mencatat angka yang baik yakni sebesar Rp26,9 triliun, dengan mayoritas kredit disalurkan ke sektor perdagangan dan pertanian di Jawa. 38 Menurut klasifikasi usaha, peningkatan NPL kredit UMKM terjadi di seluruh segmen usaha, terutama didorong oleh NPL usaha menengah yang meningkat menjadi 4,95% pada triwulan I-2016, dari triwulan sebelumnya 4,52%. Usaha mikro dan usaha kecil juga memburuk dengan NPL sebesar 2,96% dan 5,46%, dibandingkan triwulan IV-2015 (2,55% dan 4,94%). (Grafik 2.54). 2.9. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Target penyaluran KUR pada 2016 adalah sebesar Rp100 triliun s.d. Rp120 triliun. Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi bunga sebesar Rp10,6 triliun pada APBN 2016. Realisasi KUR oleh 6 (enam) bank pelaksana (BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank Sinarmas, BPD Nusa Tenggara Timur, dan BPD Kalimantan Barat) selama triwulan I-2016 mencapai Rp26,9 triliun atau 26,9% dari target penyaluran (Rp100 triliun), dengan jumlah debitur sebesar 1,1 juta. Mayoritas kredit disalurkan ke sektor perdagangan dan pertanian di wilayah Jawa (Grafik 2.55). Berdasarkan sebaran wilayah, penyaluran KUR tertinggi adalah Jawa Tengah (Rp 6,02 triliun), Jawa Timur (Rp5,06 triliun), dan Jawa Barat (Rp4,5 triliun). Sedangkan untuk luar Jawa, sebaran penyaluran KUR yang tinggi adalah Sulawesi Selatan (Rp2,63 triliun), Sumatera Utara (Rp1,87 triliun), dan Bali (Rp1,6 triliun). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Untuk mencapai target penyaluran kredit yang telah ditetapkan, pemerintah melakukan beberapa hal yang meliputi perubahan regulasi KUR dan meningkatkan dukungan kementerian/lembaga. Dukungan tersebut berupa penyediaan anggaran bagi kegiatan penyiapan calon debitur KUR, penyusunan basis data calon debitur KUR, dan pembentukan tim monitoring maupun evaluasi KUR. Pertanian, Pertumbuhan dan Kehutanan Perikanan Industri Pengolahan Perdagangan Besar dan Eceran Jasa-jasa Sumber data: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pemerintah juga meningkatkan dukungan pemerintah daerah dengan penyediaan anggaran kegiatan penunjang penyaluran Grafik 2.55 KUR dan menambah jumlah bank penyalur Komposisi Pengeluaran Kredit berdasarkan Sektor KUR. Selain itu, pemerintah mendorong keikutsertaan lembaga keuangan non-bank (LKNB), BPR, dan koperasi sebagai lembaga linkage penyalur KUR. Di sisi lain, pemerintah menghentikan dan mengintegrasikan skema kredit program yang telah berakhir, sekaligus mengembangkan lebih lanjut kemampuan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) sebagai basis data calon debitur KUR. 2.10. Perkembangan Sistem Pembayaran Secara umum, penyelenggaraan sistem pembayaran selama triwulan I-2016 berjalan aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Kondisi ini merefleksikan komitmen Bank Indonesia dalam menjalankan fungsinya di bidang sistem pembayaran, dengan terus berupaya untuk meningkatkan kinerja sistem pembayaran, baik yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun oleh industri8. Keandalan sistem pembayaran tersebut pada akhirnya akan berkontribusi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan perekonomian. Selama triwulan I-2016, transaksi sistem pembayaran berjalan aman, lancar, dan terpelihara dengan baik. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Bank Indonesia Pada triwulan I-2016, penyelenggaraan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia berjalan dengan aman dan lancar. Hal tersebut seiring dengan pembaruan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II, dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II. Kinerja sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tercermin pada tingkat keandalan dan ketersediaan (availability), serta pelaksanaan contingency plan sehingga layanan sistem pembayaran Bank Indonesia tetap tersedia dan mampu memproses seluruh transaksi peserta. Pada triwulan I-2016, nilai transaksi meningkat sebesar 3,49% dari Rp39.466,01 triliun menjadi Rp40.844,77 triliun pada triwulan I-2016. Peningkatan nilai transaksi itu didorong oleh meningkatnya transaksi BI-SSSS dan SKNBI yang masing-masing tumbuh sebesar 21,41% serta 8,20%. Meskipun dari sisi volume transaksi terjadi penurunan menjadi 30.877,25 ribu transaksi atau turun 6,75% dibanding triwulan sebelumnya yang sebanyak 33.111,40 ribu transaksi. Penurunan volume transaksi tersebut dikarenakan penurunan volume transaksi Sistem BI-RTGS dan SKNBI yang masingmasing menurun sebesar 39,43% dan 4,29%. 8 Bank dan Lembaga Selain Bank yang menyelenggarakan Sistem Pembayaran. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 39 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Adapun perkembangan volume dan nilai transaksi dari sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Sistem BI-RTGS Selama triwulan I-2016, transaksi pada Sistem BI-RTGS mengalami penurunan, baik dari sisi volume maupun nilai dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume transaksi sistem pembayaran yang diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS tercatat menurun sebesar 39,43% menjadi 1.436,25 ribu transaksi. Penurunan tersebut diikuti dengan penurunan nilai transaksi sebesar 3,60% menjadi Rp26.739,53 triliun pada triwulan I-2016. Penurunan volume dan nilai transaksi juga terjadi pada periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar 48,98% dan 7,41%. Secara umum, penurunan transaksi tersebut disebabkan adanya kebijakan peningkatan batas minimal nilai transaksi melalui Sistem BI-RTGS menjadi di atas Rp500 juta, pascaimplementasi Sistem BI-RTGS Generasi II pada November 2015. Hal tersebut dapat dilihat dari transaksi transfer dana masyarakat (antarnasabah) yang mengalami penurunan cukup dalam. Pada triwulan I-2016, volume dan nilai transaksinya masingmasing turun sebesar 47,25% dan 14,77% dibanding triwulan sebelumnya. 2.BI-SSSS Pada triwulan I-2016, volume transaksi BI-SSSS tercatat sebesar 68,91 ribu transaksi atau meningkat 32,75% dibandingkan triwulan sebelumnya dan sebesar 51,11% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, nilai transaksi meningkat sebesar 21,41% dibandingkan triwulan sebelumnya dan sebesar 48,37% dibandingkan periode yang sama 2015 sehingga menjadi Rp12.994,90 triliun. 3.SKNBI Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume transaksi melalui SKNBI tercatat menurun sebesar 4,29% menjadi 29.372,08 ribu transaksi pada periode laporan. Sebaliknya, nilai transaksi melalui SKNBI meningkat sebesar 8,20% dibandingkan triwulan sebelumnya dan sebesar 51,58% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan nilai transaksi SKNBI didorong oleh meningkatnya transaksi kliring kredit/ transfer dana sebagai dampak implementasi kebijakan batas atas nominal transfer dana SKNBI dan batas bawah nominal transfer dana melalui Sistem BI-RTGS9. Dengan adanya kebijakan tersebut, rata-rata nominal per transaksi kliring kredit pada periode laporan juga mengalami peningkatan, yaitu menjadi sebesar Rp35,70 juta dari periode sebelumnya adalah sebesar Rp29,27 juta dan periode yang sama tahun sebelumnya adalah sebesar Rp19,38 juta per transaksi. 9 40 Batas nominal transaksi melalui SKNBI yang semula maksimal Rp500 juta menjadi tidak terbatas, adapun batas nominal transfer dana melalui Sistem BI-RTGS yang semula minimal Rp100 juta dinaikkan menjadi Rp500 juta. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Tabel 2.10 Volume Transaksi Pembayaran ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ Tabel 2.11 Nilai Transaksi Pembayaran ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 41 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Industri Penyelenggaraan sistem pembayaran yang aman dan lancar juga terjadi pada sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri. Hal tersebut tercermin dari tidak adanya gangguan yang signifikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut. Dibandingkan triwulan IV-2015, volume transaksi alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) pada triwulan I-2016 mencatat pertumbuhan positif. Volume transaksi APMK meningkat sebesar 0,69% menjadi 1.293.820,18 ribu transaksi. Hal tersebut menunjukan semakin seringnya penggunaan APMK di masyarakat, khususnya kartu ATM dan/atau kartu debet. Namun demikian, tercatat penurunan nilai transaksi sebesar 0,07% menjadi Rp1.368,51 triliun yang berasal dari penurunan kartu kredit. Kartu ATM dan/atau kartu debet masih mendominasi volume dan nilai transaksi APMK dengan proporsi masing-masing sebesar 94,28% dan 94,90%. Penurunan volume dan nilai transaksi kartu kredit pada triwulan laporan, sebagaimana tabel 2.12 dan tabel 2.13, merupakan penurunan siklikal mengingat pada triwulan sebelumnya terdapat libur akhir tahun (Tabel 2.10). Pada triwulan I-2016, nilai transaksi uang elektronik meningkat sebesar 4,20% dibandingkan triwulan IV-2015 menjadi Rp1,4 triliun. Namun demikian, tercatat penurunan volume transaksi sebesar 0,66% menjadi 138.580,86 ribu transaksi. Rata-rata nilai penggunaan uang elektronik dalam satu transaksi yaitu sebesar Rp10.094. Pada periode laporan, penurunan volume berasal dari adanya penurunan instrumen uang elektronik (Tabel 2.11). Penyelenggaraan transaksi transfer dana mencatat penurunan volume dan nilai transaksi masing-masing sebesar 5,39% dan 2,28% menjadi 5,44 juta transaksi dan Rp16,31 triliun pada triwulan I- 2016 dibandingkan triwulan IV-2015 sebesar 5,75 juta transaksi dan Rp16,69 triliun. Penurunan volume dan nilai transaksi secara umum disebabkan menurunnya transaksi pengiriman uang dalam negeri. Transaksi pengiriman dalam negeri memiliki pangsa volume sebesar 60,39% dan pangsa nilai sebesar 42,82% (Tabel 2.12). Tabel 2.12 Transaksi Transfer Dana Triwulan I – 2016* Transaksi Transfer Dana 2015 Q-2 Q-3 Q-4 Total 2015 2016 Q-1 Q-1 QtQ naik/(turun) YoY % naik/(turun) QtQ YoY ­ ­­ Di sisi lain, nilai transaksi jual/beli uang kertas asing (UKA) dan pembelian traveler’s cheque (TC) pada triwulan I-2016 menurun sebesar Rp2,1 triliun atau 3,6% dibandingkan dengan triwulan IV-2015. Penurunan ini didominasi oleh mata uang Dollar Amerika, Dollar Singapura dan Ringgit Malaysia ini dikarenakan penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain sejak awal tahun dan berakhirnya musim liburan akhir tahun (Tabel 2.13). 42 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Tabel 2.13 Transaksi UKA-TC Triwulan I - 2016 Transaksi UKA-TC 2015 Q-1 Q-2 Q-3 Q-4 Total 2015 2016 naik/(turun) % naik/(turun) Q-1 QtQ YoY QtQ YoY Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia berperan aktif dalam penerapan perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Hal tersebut tercermin dari peran Bank Indonesia dalam mendorong industri sistem pembayaran dalam menindaklanjuti pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran. Bank Indonesia juga memfasilitasi pengaduan nasabah jasa sistem pembayaran yang diterima melalui telepon, surat, surat elektronik ataupun datang langsung ke kantor Bank Indonesia. Sebagaimana terlihat pada Grafik 2.56, selama triwulan I-2016, Bank Indonesia menerima 607 pengaduan dan 3.656 permintaan informasi. Jumlah pengaduan meningkat 223 pengaduan (58,07%) apabila dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang sebesar 384 pengaduan, sedangkan permintaan informasi meningkat 1.099 permintaan (42,98%) dari 2.557 permintaan. Pada triwulan I-2016, rata-rata pengaduan dalam satu bulan mencapai 202, sedangkan permintaan informasi mencapai 1218 (Grafik 2.57). Pengaduan konsumen sistem pembayaran ke Bank Indonesia didominasi oleh instrumen kartu kredit sebanyak 457 pengaduan (75%) diikuti transfer dana sebanyak 70 pengaduan (12%) dan kartu ATM dan/atau kartu debet sebanyak 63 pengaduan (10%). Sementara itu, permintaan informasi terkait sistem pembayaran ke Bank Indonesia didominasi kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI sebanyak 2.286 permintaan (63%), penyediaan dan/atau penyetoran uang 791 permintaan (21%), dan transfer dana sebanyak 115 pengaduan (3%) (Grafik 2.58). Grafik 2.57 Pengaduan Konsumen SP ke BI Berdasarkan Instrumen Grafik 2.56 Permintaan Informasi dan Pengaduan SP Grafik 2.58 Permintaan Informasi SP Berdasarkan Instrumen Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 43 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran 2.11. Perkembangan Pengedaran Uang Posisi uang yang diedarkan meningkat dikarenakan dampak terjadinya arus balik uang kartal dari perbankan paska periode Natal dan liburan akhir tahun 2015. Posisi Uang yang Diedarkan (UYD) pada akhir triwulan I-2016 mencapai Rp508,5 triliun, turun Rp78,2 triliun atau 13,3% (qtq) dibandingkan akhir triwulan IV-2015 yang tercatat sebesar Rp586,8 triliun. Hal ini merupakan faktor musiman sebagai dampak terjadinya arus balik uang kartal dari perbankan paska periode Natal dan liburan akhir tahun 2015 (Grafik 2.59). Dengan menghilangkan faktor musiman, dari pola siklikal uang kartal sebagai indikator pertumbuhan ekonomi, UYD terlihat mengalami pertumbuhan sejak bottoming-out dari titik terendahnya pada pertengahan 2015 dan terus meningkat sampai dengan periode triwulan I-2016. Berdasarkan pola hubungan UYD dan PDB, peningkatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih berlanjut ke triwulan II-2016 (Grafik 2.60). 20 18 16 14 12 10 8 6 4 6,5 6,0 5,5 5,0 % UYD yoy 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 Grafik 2.59 Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) 4,5 PDB riil (rhs) 4,0 Grafik 2.60 Pola Pergerakan Pertumbuhan UYD dan PDB Berdasarkan komponen UYD, uang kartal di masyarakat (currency outside banks/CoB) tercatat Rp420,1 triliun dengan pangsa 82,6%, sedangkan persediaan kas di perbankan (cash in vault/CiV) sebesar Rp88,4 triliun dengan pangsa 17,4% dari total UYD (Tabel 2.14). Pangsa CiV tersebut lebih rendah dibandingkan pangsa triwulan sebelumnya sebesar 20,0%. Hal ini sekaligus mengkonfirmasi berkurangnya kebutuhan penyediaan uang kartal oleh perbankan untuk melayani transaksi uang pada periode laporan. Tabel 2.14 Perkembangan Posisi UYD di Masyarakat dan Bank Nominal (Triliun Rp) Periode 44 Pangsa Pertumbuhan qtq Masyarakat Bank Jumlah Masyarakat Bank Masyarakat Bank Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran Turunnya posisi UYD selama triwulan I-2016 mendorong aliran masuk bersih uang rupiah dari perbankan ke Bank Indonesia (net inflow) sebesar Rp78,3 triliun. Pada triwulan laporan, outflow tercatat sebesar Rp84,1 triliun, sedangkan inflow dari perbankan tercatat sebesar Rp162,4 triliun. Dari inflow tersebut, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) sebesar Rp57,2 triliun, lebih tinggi 29,9% dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp44,0 triliun, dimana pemusnahan tersebut seluruhnya merupakan uang kertas (Tabel 2.15). Meningkatnya pemusnahan UTLE tersebut merupakan upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas uang Rupiah yang beredar di masyarakat (clean money policy). Tabel 2.15 Indikator Pengedaran Uang ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ ­ Persediaan uang rupiah di Bank Indonesia pada akhir triwulan I-2016 tetap terjaga, yang tercermin dari kemampuan Bank Indonesia menyediakan uang tunai untuk menjaga kebutuhan penarikan perbankan dan masyarakat untuk jangka waktu 5,9 bulan ke depan. Angka persediaan ini jauh di atas level minimum kecukupan penyediaan uang tunai dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 5,7 bulan ke depan. Jumlah temuan uang Rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia, serta hasil penyidikan Kepolisian RI selama triwulan I-2016 tercatat sebanyak 55.401 lembar, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2015 dengan temuan uang Rupiah palsu sebanyak 53.296 lembar, dimana 95,4% dari temuan uang palsu tersebut merupakan pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 (Grafik 2.61). Dengan perkembangan tersebut, rasio temuan uang palsu pada triwulan I-2016 adalah 4 lembar uang palsu per satu juta lembar UYD. Grafik 2.61 Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 45 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Terjaganya stabilitas makroekonomi dan penurunan tekanan inflasi membuka ruang pelonggaran kebijakan moneter selama triwulan I-2016 yang menurun sebesar 75 basis points (bps). Pelonggaran kebijakan moneter tersebut, diharapkan dapat memperkuat upaya peningkatan permintaan domestik di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global. Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan yang cukup kuat. Secara umum, penyelenggaraan sistem pembayaran dan pengedaran uang Rupiah selama periode laporan berlangsung dengan baik dan lancar. RINGKASAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA TRIWULAN I-2016 1. Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI rate sebesar 75 basis point (bps) yang dilakukan secara bertahap dalam tiga bulan. 2. Selama triwulan I-2016, penurunan BI rate diikuti penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 bps. 3. Bank Indonesia menginisiasi forum Rapat Koordinasi (Rakor) yang melibatkan Bank Indonesia, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah di Kupang, Nusa Tenggara Timur. 4. Bank Indonesia melakukan harmonisasi dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). 5. Bank Indonesia melakukan pilot project pemanfaatan Sistem Resi Gudang di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (komoditas gabah) dan Kabupaten Konawe Selatan (komoditas kakao). 6. Dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, uji coba pemberian dana zakat produktif kepada usaha mikro dilakukan di sejumlah daerah. 7. Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif (PEKI) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia telah melaksanakan sebanyak 85 kegiatan edukasi di 37 wilayah. 8. Berbagai langkah perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) terus dilakukan dengan melibatkan perusahaan telekomunikasi. 9. Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan/aturan yang dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam penyediaan layanan jasa perbankan kepada nasabah Bank Indonesia. 10. Selama triwulan I-2016, pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) tercatat sebesar Rp57,2 triliun yang seluruhnya merupakan uang Rupiah kertas. 11. Realisasi cetak uang pada triwulan I-2016 mencapai Rp9,0 triliun atau 124% dari rencana cetak pada triwulan yang sama. 12. Realisasi distribusi uang Rupiah selama triwulan laporan mencapai Rp35,5 triliun dalam berbagai pecahan. 13.Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan menandatangani kesepakatan kerjasama dan koordinasi untuk menciptakan sinergi dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan kedua institusi. 14. Pada triwulan I-2016, jumlah penarikan ULN Pemerintah RI yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia mencapai USD3,0 miliar. 15. Indonesia membayar kenaikan kuota ke IMF sebesar SDR2.569 juta (ekuivalen Rp48,17 triliun) sehingga total kuota Indonesia di IMF menjadi SDR4.648 juta (Rp87,17 triliun). BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1. Stabilitas Moneter Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia melihat masih terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya terus menurunnya tekanan inflasi, serta meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global, kebijakan penurunan BI Rate sepanjang triwulan ini diharapkan semakin memperkuat upaya meningkatkan permintaan domestik untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dan pada saat yang sama menjaga stabilitas makroekonomi. Pelonggaran kebijakan moneter pada triwulan ini, baik melalui penurunan BI rate dan GWM, yang mulai berdampak pada penurunan suku bunga perbankan, diperkirakan akan memperkuat likuiditas dan mendorong peningkatan pertumbuhan kredit perbankan. Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, fokus dalam jangka pendek ke depan akan lebih menekankan pada penguatan kerangka operasional melalui penerapan struktur suku bunga operasi moneter yang konsisten. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural berjalan dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berbagai langkah strategis hingga triwulan I-2016 berdampak pada masih tetap terjaganya stabilitas moneter, sebagaimana tercermin pada indikator makroekonomi dan efektivitas kebijakan moneter berikut ini. Indikator Kinerja Utama (IKU) 1.Inflasi inti (performance) Realisasi inflasi (IHK) (monitoring) Target 4,0 ± 1% 4,0 ± 1% Pencapaian Triwulan I-2016 3,50% 4,45% Pencapaian inflasi pada triwulan ini disebabkan penurunan kelompok administered price (AP) dan kelompok volatile food (VF), sedangkan inflasi kelompok inti relatif stabil. 1.Persentase Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD Angka Tertentu 10,17% Pergerakan volatilitas nilai tukar Rupiah pada periode laporan masih dapat terjaga di bawah target maksimal. Sejalan dengan penguatan dolar AS terhadap mata uang lain secara global, sepanjang triwulan I-2016. 3.1.1. Kebijakan Moneter Di tengah lemahnya ekonomi global, kebijakan penurunan BI Rate sepanjang triwulan ini diharapkan dapat memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. 48 Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan BI rate sebesar 75 basis point (bps) dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 bps. Keputusan tersebut merupakan kebijakan dalam rangka pelonggaran kebijakan moneter yang diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada periode Januari – Maret 2016. Pelonggaran ini diharapkan semakin memperkuat upaya meningkatkan permintaan domestik untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi. Pada Januari 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,25%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,25% dan Lending Facility pada level 7,75%. Keputusan ini sejalan dengan pernyataan Bank Indonesia sebelumnya bahwa ruang pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka dengan terjaganya stabilitas makroekonomi. Bank Indonesia juga mempertimbangkan meredanya ketidakpastian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia pasar keuangan global pascakenaikan Fed Fund Rate (FFR). Penurunan BI Rate secara terukur diharapkan dapat memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah dilakukan sebelumnya. Pada Februari 2016, Bank Indonesia kembali menurunkan BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 7%, dengan suku bunga Deposit Facility menjadi sebesar 5% dan Lending Facility menjadi sebesar 7,5%. Bank Indonesia juga menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 1%, dari 7,50% ke level 6,5%, berlaku efektif sejak 16 Maret 2016. Keputusan tersebut sejalan dengan ruang pelonggaran kebijakan moneter yang semakin terbuka dengan kian terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya penurunan tekanan inflasi pada 2016 dan meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Kebijakan penurunan BI Rate dan GWM Primer dalam Rupiah tersebut diharapkan dapat memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung. Pada Maret 2016, Bank Indonesia juga menurunkan BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility menjadi sebesar 4,75% dan Lending Facility menjadi sebesar 7,25%, mulai berlaku 18 Maret 2016. Keputusan tersebut sejalan dengan masih terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter sejalan dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya terus menurunnya tekanan inflasi pada 2016 dan 2017, serta meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global, kebijakan penurunan BI Rate tersebut diharapkan semakin memperkuat upaya meningkatkan permintaan domestik untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi. Untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, dalam jangka pendek, Bank Indonesia akan lebih menekankan pada penguatan kerangka operasional melalui penerapan struktur suku bunga operasi moneter yang konsisten. 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang sehat. Untuk itu, Bank Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga yang didukung oleh kebijakan nilai tukar, penguatan cadangan devisa, pengelolaan arus modal, dan penguatan operasi moneter. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya, Bank Indonesia melakukan pengelolaan moneter dan nilai tukar. 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter Bank Indonesia melakukan pengelolaan moneter untuk menjaga pergerakan sasaran operasional kebijakan moneter (suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) tenor overnight (o/n), sebagai bentuk implementasi kebijakan moneter. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan moneter dilakukan melalui pengelolaan likuiditas perbankan yang antara lain dalam bentuk operasi moneter (OM) yang terdiri atas operasi pasar terbuka (OPT) dan standing facilities (SF). Lelang instrumen operasi pasar terbuka dilakukan agar suku bunga sasaran operasional yang terbentuk dapat ditransmisikan oleh perbankan ke suku bunga dengan tenor lebih panjang, sehingga sesuai dengan sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia. Sementara itu, instrument standing facilities digunakan sebagai koridor untuk menjaga volatilitas suku bunga sasaran operasional. Sejalan dengan penurunan BI Rate selama triwulan I-2016, penurunan suku bunga instrumen operasi pasar terbuka dilakukan seiring dengan penurunan tekanan inflasi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 49 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selama triwulan I-2016, net likuiditas1 pada sistem perbankan naik sebesar Rp240 triliun, berbeda dengan kondisi triwulan IV-2015 dimana net likuiditas di sistem perbankan turun Rp239 triliun. Tambahan net likuiditas tersebut terutama berasal dari mutasi rekening pemerintah, mutasi uang kartal, dan mutasi giro bank. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kondisi net likuiditas di sistem perbankan antara lain transaksi bank sentral dan jatuh waktu instrumen operasi moneter. Untuk menjaga pergerakan suku bunga PUAB o/n, Bank Indonesia melakukan operasi moneter untuk menyerap tambahan likuiditas tersebut. Seiring dengan tambahan net likuiditas di sistem perbankan selama triwulan I-2016, posisi (outstanding) net operasi moneter pada akhir triwulan I-2016 naik sebesar Rp240 triliun menjadi Rp332 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp210,76 triliun. Net operasi moneter (OM) tersebut terdiri atas OM absorpsi (penyerapan) sebesar Rp383 triliun dan OM injeksi sebesar Rp51 triliun. Absorpsi tambahan net likuiditas di sistem perbankan terutama dilakukan melalui instrument Deposit Facility (29%), SDBI (26%) dan RR SBN (25%). Sementara itu, porsi SBI dan SBIS masing-masing sebesar 18% dan 2% dari posisi OM absorpsi.2 Grafik 3.1 Outstanding Operasi Moneter-Total (eop) 80 7,0 6,5 6,0 5,5 4,0 50 20 10 1 mgg 2 mgg 1 bln (absolut, rhs) 3 bln 31-Des-15 6 bln 9 bln 12 bln 31-Mar-16 Grafik 3.3 Suku Bunga Instrumen Operasi Pasar Terbuka (eop) 1 2 50 40 30 DF 70 60 5,0 4,5 0 Sejalan dengan penurunan BI Rate sebesar 75 bps selama triwulan I-2016, penurunan suku bunga instrumen operasi pasar terbuka (OPT) dilakukan seiring dengan penurunan tekanan inflasi. Penurunan BI Rate sebesar 75 bps juga diikuti oleh penurunan suku bunga standing facilities (SF). Suku bunga Deposit Facility (DF) dan Lending Facility (LF) masing-masing turun sebesar 75 bps sehingga menjadi 4,75% dan 7,25%. Sementara itu, penurunan suku bunga OPT berada pada kisaran 40 bps – 75 bps. Suku bunga OPT tenor 1 minggu sebesar 5,50%, 2 minggu sebesar 5,60%, 1 bulan sebesar 5,80%, 3 bulan sebesar 6,20%, 6 bulan sebesar 6,45%, 9 bulan sebesar 6,60% dan 12 bulan sebesar 6,75%. Giro bank di Bank Indonesia/bank reserves. Deposit facility termasuk FASBIS untuk bank syariah, SDBI adalah Sertifikat Deposito Bank Indonesia, RR SBN adalah Reverse Repo dengan underlying Surat Berharga Negara, SBI adalah Sertifikat Bank Indonesia dan SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 Grafik 3.2 Komposisi Operasi Moneter-Absorpsi (eop) 8,0 7,5 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar Pengelolaan nilai tukar yang dilakukan Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Stabilitas nilai tukar diukur dengan ratarata volatilitas USD/IDR. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia dapat melakukan intervensi dengan tetap memperhatikan kecukupan cadangan devisa. Pada triwulan I-2016, tekanan pelemahan Rupiah mereda sejalan dengan membaiknya sentimen domestik dan global. Sentimen positif dari domestik dipengaruhi oleh akselerasi stimulus fiskal, perbaikan iklim investasi, dan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. Sementara itu, ketidakpastian di pasar keuangan global telah mereda pascakenaikan suku bunga the Fed sebesar 25 basis point pada Desember 2015. Berbagai sentimen positif itu yang didukung pelonggaran kebijakan moneter negara-negara maju juga menyebabkan arus dana asing masuk kembali ke Indonesia, sehingga nilai tukar Rupiah menguat dari level Rp13.785 (31 Desember 2015) ke level Rp13.260 (31 Maret 2016). Pada triwulan I-2016, tekanan pelemahan Rupiah mereda sejalan dengan membaiknya sentimen ekonomi domestik dan global. 3.1.3 Koordinasi dengan Pemerintah Pada triwulan I-2016, koordinasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dan daerah difokuskan pada upaya pembenahan logistik pangan guna mendukung pencapaian ketahanan pangan dan terjaganya stabilitas harga. Hal ini dilandasi kenyataan bahwa gejolak inflasi di daerah antara lain disebabkan oleh kualitas sistem logistik, terutama kondisi infrastruktur, biaya bongkar muat, dan skala ekonomi yang belum optimal. Langkah pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, khususnya infrastruktur konektivitas, memberikan optimisme untuk mengatasi berbagai persoalan distribusi dan logistik. Namun, upaya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur tersebut memerlukan komitmen dan sinergi kebijakan yang erat antara berbagai elemen pemangku kebijakan di tingkat pusat dan daerah. Bank Indonesia menginisiasi Rapat Koordinasi yang melibatkan Bank Indonesia, pemerintah pusat dan daerah dengan fokus pada perbaikan sistem logistik dan ketahanan pangan. Kegiatan Koordinasi Pengendalian Inflasi Triwulan I-2016 Pada triwulan I-2016, kegiatan koordinasi pengendalian inflasi yang dilakukan Bank Indonesia melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) mencakup beberapa kegiatan. Pertama, finalisasi Laporan Pelaksanaan Tugas Tahun 2015 TPI - Pokjanas TPID. Kedua, penyusunan rekomendasi kebijakan stabilisasi harga sebagai tindak lanjut arahan Presiden dalam Rakornas VI TPID 2015. Ketiga, diskusi terkait arah kebijakan harga BBM menjelang triwulan II-2016. Keempat, Rapat Koordinasi Bank Indonesia, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Untuk meningkatkan koordinasi dan pengelolaan inflasi nasional dan daerah, laporan pelaksanaan tugas TPI dan Pokjanas TPID didokumentasikan dalam satu buku yang memuat pencapaian sasaran inflasi 2015, outlook inflasi 2016, pelaksanaan tugas TPI dan Pokjanas TPID Tahun 2015, serta Rencana Kerja Tahun 2016. Dalam Rakornas VI TPID Tahun 2015, Presiden RI memberi arahan mengenai pengembangan pasar lelang komoditas pangan dan penguatan kebijakan stabilisasi harga, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Terkait dengan hal itu, pada triwulan I-2016, TPI dan Pokjanas melaksanakan serangkaian diskusi untuk penyusunan awal rekomendasi tersebut. Penyusunan rekomendasi diperkuat pula dengan kunjungan kerja ke Pasar Lelang Komoditas Agro Provinsi Jawa Barat di Bandung dan diskusi dengan TPID Provinsi Jawa Barat. Kajian awal tersebut telah dibahas dalam rapat TPI tingkat eselon 2 dan akan dilanjutkan dalam pembahasan di tingkat eselon 1 yang direncanakan pada triwulan II-2016. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 51 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Terkait dengan kelanjutan reformasi subsidi energi, pada triwulan I-2016, TPI menyelenggarakan diskusi dengan narasumber Kementerian ESDM dan Pertamina. Berdasarkan Permen ESDM No. 39 Tahun 2015, pemerintah akan menyesuaikan harga BBM (premium dan solar) sesuai dengan harga keekonomiannya setiap triwulan. Untuk Januari, berdasarkan Kepmen ESDM No 2K/12/MEM/2016, harga bensin dan solar turun sebesar Rp500 per liter, masing-masing menjadi Rp6.950 perliter (bensin non jamali) dan Rp5.650 per liter (solar). Sesuai dengan Permen tersebut, penyesuaian harga selanjutnya adalah pada April 2016. Mempertimbangkan perkembangan harga minyak dunia yang terus menurun pada periode tersebut, maka TPI menyelenggarakan diskusi mengenai kepastian kelanjutan kebijakan penyesuaian harga tersebut dalam rangka menyusun outlook inflasi 2016. Rapat Koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dilaksanakan secara triwulanan merupakan forum penyampaian pandangan dan diskusi antara Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, menteri, dan kepala daerah. Pada triwulan I-2016, rakor dilaksanakan di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 12 Februari 2016 dengan mengangkat tema “Mempercepat Perbaikan Sistem Logistik untuk Memperkuat Ketahanan Pangan”. BOKS BOKS Mempercepat Perbaikan Sistem Logistik untuk Memperkuat Ketahanan Pangan Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menginisiasi forum Rapat Koordinasi (Rakor) yang melibatkan Bank Indonesia, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah di Kupang, Nusa Tenggara Timur3. Rakor tersebut mengusung tema “Mempercepat Perbaikan Sistem Logistik untuk Memperkuat Ketahanan Pangan”. Rakor yang dipimpin Gubernur Bank Indonesia bersama seluruh Anggota Dewan Gubernur itu diikuti oleh pimpinan pemerintah daerah dan sejumlah pejabat tinggi dari kementerian/lembaga terkait. Para peserta berasal dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pertanian. Dari unsur pemerintah daerah yang hadir antara lain Gubernur Nusa Tenggara Timur, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Wakil Gubernur Bali dan pejabat pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Rapat koordinasi menyepakati beberapa kesepakatan penting yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang konsisten dan bersinergi untuk stabilisasi harga maupun pengembangan ekonomi daerah, yakni: 1. Memfokuskan koordinasi pengendalian inflasi daerah pada upaya : a.Memastikan ketersediaan pasokan pangan pokok bagi masyarakat. Penyaluran pasokan pangan pokok yang berasal dari pengadaan luar negeri perlu dikoordinasikan dengan pemerintah daerah dan diutamakan untuk daerah yang mengalami defisit produksi pangan. Hal tersebut sejalan dengan arahan Presiden RI yaitu membuat rakyat cukup pangan, 3 52 Rapat Koordinasi diselenggarakan pada 12 Februari 2016. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia menurunkan kemiskinan, membuat petani lebih sejahtera, membuat produsen pangan dalam negeri semakin memiliki andil yang besar untuk mencukupi kebutuhan pangan, dan membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin efektif untuk menyejahterakan rakyat. b. Mengoptimalkan penggunaan kapal ternak, termasuk potensi penambahan armada hingga 5 unit, sebagai sarana untuk meminimalkan perbedaan harga antara tingkat konsumen dan peternak (daerah sentra). 2.Memperkuat intensifikasi pertanian, untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Hal ini dilakukan antara lain melalui upaya khusus seperti pendampingan kelompok tani, pengaturan pola tanam, dan modernisasi sarana pertanian. Upaya-upaya tersebut telah diinisiasi oleh Kementerian Pertanian, terutama di daerah yang merupakan sentra produksi pangan. Dari 34 provinsi di Indonesia, 17 di antaranya merupakan daerah sentra produksi utama, sedangkan daerah lainnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau mengalami defisit. 3. Menetapkan lembaga yang bertanggungjawab terhadap manajemen logistik pangan sesuai amanat Undang-Undang Pangan, dengan memperluas kewenangan terhadap komoditas pangan yang perlu dijaga stabilitas harganya. Dalam kaitan ini, penguatan peran Bulog perlu segera dilakukan dengan perluasan cakupan komoditas yang dapat ditangani oleh Bulog. 4. Mempercepat perbaikan sistem logistik infrastruktur pangan untuk menekan biaya dan meningkatkan efisiensi perdagangan antar daerah melalui : a. Penguatan komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyelaraskan rencana pengembangan sistem transportasi nasional (Sistranas), guna mendukung penurunan rasio biaya logistik terhadap PDB. b. Mempercepat implementasi paket kebijakan dalam rangka meningkatkan efisiensi logistik, antara lain melalui pengembangan usaha jasa penyelenggaraan pos komersial, penyaluran pembayaran jasa kepelabuhan secara elektronik (single billing), sistem pelayanan terpadu kepelabuhanan secara elektronik, sinergi BUMN, dan penggunaan uang Rupiah. c. Menyediakan infrastruktur pendukung logistik pangan secara memadai dan terintegrasi (multimoda), termasuk optimalisasi tol laut dalam bentuk penyediaan rute dan armada perintis, percepatan pembangunan pelabuhan, serta pembangunan gudang penampungan sebagai cikal bakal pengembangan pusat distribusi regional. d. Mempercepat pembangunan infrastruktur penunjang produksi pangan sebagai bagian dari proyek strategis nasional untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi pertanian, seperti 7 waduk di NTT (Raknamo, Rotiklot, Kolhua, Temef, Mbay, Napunggate, Manikin), 5 waduk di NTB (Nila, Tanju, Bintang Bano, Rababaka, Mujur), dan 2 waduk di Bali (Telagawaja, Sidan) yang didukung oleh pembangunan irigasi teknis. e. Dalam kaitan ini, pemerintah daerah memberikan dukungan dengan mempercepat penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk lahan pertanian lestari, pembebasan lahan, dan perizinan untuk pembangunan infrastruktur pertanian seperti waduk, irigasi dan sarana produksi lainnya. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 53 BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 5.Mendorong pembenahan rantai tata niaga komoditas pertanian dengan memotong rantai distribusi guna menyeimbangkan keuntungan yang diterima di tingkat pedagang dan petani. Langkah yang dilakukan antara lain dengan mempercepat pengembangan Pusat Distribusi Regional (PDR) dan mengoptimalkan Pasar Lelang Komoditas dan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai model bisnis yang terintegrasi. 6. Mendorong berkembangnya diversifikasi pangan, terutama dengan peningkatan konsumsi pangan lokal melalui berbagai program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Terkait hal ini, Kementerian Pertanian akan mendukung peningkatan produksi pangan lokal. 7. Memperkuat komitmen pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya menekan inflasi daerah, terutama dengan mengintensifkan peran TPI dan TPID, serta penetapan program stabilisasi harga (Roadmap Pengendalian Inflasi) sebagai bagian dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Terkait hal ini diperlukan penguatan aspek dasar hukum forum koordinasi TPID. 8. Mengoptimalkan penyerapan belanja kementerian/lembaga dan penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan disertai langkahlangkah untuk memperkuat kapabilitas pengelolaan keuangan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 9. Mempercepat pembangunan pembangkit listrik di daerah, terutama di daerah yang masih mengalami defisit listrik seperti di NTB dan NTT. Rencana ini perlu didukung penyediaan lahan oleh pemerintah daerah dan harmonisasi regulasi yang diperlukan untuk pelaksanaan Perpres No. 4 Tahun 2016 mengenai Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebanyak 35.000 megawatt listrik dan 46.000 km jaringan transmisi. 10.Mendukung penyaluran KUR melalui penyiapan daftar calon debitur KUR oleh pemda bekerja sama dengan perbankan dan kementerian terkait yang selanjutnya akan masuk dalam Sistem Informasi Debitur (SID) KUR. Terkait hal ini, pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah akan mengintensifkan sosialisasi mengenai KUR guna mencapai target penyaluran yang ditetapkan. Target KUR 2016 meningkat dari Rp30 triliun menjadi Rp100 triliun. Target penerima KUR diperluas untuk usaha produktif mencakup Tenaga Kerja Indonesia (TKI), UMKM, pekerja magang, dan pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Adapun suku bunga KUR ditetapkan sebesar 9% per tahun yang penyelenggaraannya melibatkan 19 bank. Pokok-pokok hasil pembahasan pada Rakor tersebut sejalan dengan tema besar koordinasi pengendalian inflasi daerah. Terkait percepatan pembangunan infrastruktur pendukung logistik dan peningkatan kapasitas produksi pangan, tema ini akan dibahas secara khusus dalam Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Rakornas TPID) VII 2016. Selain menegaskan perlunya percepatan pembangunan infrastruktur untuk stabilitas harga, Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) terus memperkuat koordinasi antara pusat-daerah melalui penguatan fungsi kesekretariatan. Selain itu, Pokjanas TPID melakukan upaya untuk memperluas kerja 54 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia sama pengendalian inflasi dengan penegak hukum untuk meningkatkan efektivitas upaya pengendalian inflasi daerah. Di beberapa daerah, upaya memperluas akses informasi harga melalui pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang telah dirintis sejak 2013 semakin berkembang. 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah RI dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah RI terhadap pihak luar negeri. Sejalan dengan fungsi tersebut, Bank Indonesia menatausahakan penarikan utang luar negeri (ULN) Pemerintah RI, baik untuk membiayai proyek tertentu, membiayai defisit APBN maupun pengelolaan portofolio utang dan melakukan pembayaran ULN Pemerintah RI yang jatuh waktu. ULN pemerintah yang ditatausahakan Bank Indonesia terdiri atas pinjaman multilateral, bilateral, komersial, fasilitas kredit ekspor, dan global bonds. Bank Indonesia memantau perkembangan ULN untuk mendukung perumusan kebijakan dan menatausahakan ULN pemerintah secara aman, akurat, dan tepat waktu. Untuk pembiayaan defisit APBN, penarikan ULN pemerintah dilakukan melalui transfer langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Untuk pembiayaan proyek, penarikan dilakukan dengan cara pembayaran langsung, melalui rekening khusus, pembukaan letter of credit (L/C) dan/atau pembiayaan pendahuluan. Pada triwulan I-2016, jumlah penarikan ULN Pemerintah RI yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia mencapai USD3,0 miliar. Komposisi utang itu terutama didominasi oleh penerbitan perdana (new issuance) SBSN berdenominasi USD senilai USD2,50 miliar pada 29 Maret 2016, yang terdiri atas (1) seri SNI21 sebesar USD0,75 miliar dan (2) seri SNI26 sebesar USD1,75 miliar. Pada periode yang sama, realisasi pembayaran ULN Pemerintah RI tercatat sebesar USD2,5 miliar. Pembayaran ULN Pemerintah RI dilaksanakan berdasarkan instruksi pembayaran dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sesuai rencana pembayaran yang diperoleh dari administrasi data ULN pemerintah melalui Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS). Aspek utama dalam pembayaran ULN pemerintah adalah terlaksananya pembayaran cicilan pokok dan bunga yang aman, akurat, dan tepat waktu. Hal ini penting karena berpengaruh terhadap reputasi Bank Indonesia dan Republik Indonesia dalam memenuhi kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman (lender). Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat menjamin ketersediaan valuta asing yang diperlukan pemerintah sesuai dengan valuta pinjaman yang harus dibayarkan. Untuk mendukung kinerja pembayaran ULN yang aman, akurat dan tepat waktu, serta menjaga akurasi data realisasi pembayaran ULN pemerintah, setiap bulan dilakukan rapat koordinasi rekonsiliasi data realisasi pembayaran antara Bank Indonesia dengan Kemenkeu. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 55 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.1 Realisasi Penarikan ULN Pemerintah (Juta USD) Total 2014* Tw 1 4.420,1 Tw 2 Tw 3 2015* Tw 4 Total Tw 1 Tw 2 Tw 3 2016* Tw 4 Total Tw 1 831,0 3.628,9 1.589,7 10.469,7 3.897,1 2.181,8 4.225,8 5.536,2 15.840,9 3.028,0 ­ Tabel 3.2 Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah ­­­ 3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor Pangsa nilai DHE di bank devisa dalam negeri terus meningkat, meskipun secara nominal nilai DHE sedikit menurun. Secara akumulatif, perkembangan penerimaan DHE selama Januari-Februari 2016 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama 2015. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pangsa penerimaan DHE melalui bank devisa dalam negeri dari 92,28% menjadi 95,03%. Secara nominal, penerimaan DHE mengalami penurunan dari USD17,32 miliar menjadi USD17,22 miliar. Sejalan dengan penurunan di bank domestik, DHE yang diterima melalui bank di luar negeri juga mengalami penurunan dari USD1,45 miliar menjadi USD0,90 miliar dengan pangsa yang menurun dari 7,72% menjadi 4,97%. Berdasarkan laporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disampaikan eksportir dan bank devisa, lima komoditas penyumbang DHE terbesar adalah batubara, minyak kelapa sawit (CPO), tekstil, electrical dan LNG (liquified natural gas). Dari sisi pemantauan kepatuhan eksportir, Bank Indonesia senantiasa melakukan pengawasan terhadap eksportir yang tidak mematuhi ketentuan DHE dengan mengenakan sanksi administratif berupa denda dan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor. Selama triwulan I-2016, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 168 eksportir atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 250 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tercatat sebanyak 22 eksportir atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 39 eksportir. Selama periode laporan terdapat 3 eksportir yang telah dibebaskan dari sanksi penangguhan pelayanan ekspor, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak 25 eksportir. 56 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Dalam rangka meningkatkan efektifitas pemantauan DHE, Bank Indonesia menjalin koordinasi dengan instansi terkait agar pelaksanaan kebijakan DHE dapat berjalan lebih efektif. Instansi tersebut antara lain SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak dan Asosiasi. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE), selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi maupun coaching clinic kepada eksportir dan bank antara lain di Provinsi DKI Jakarta, Bali, Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. 3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan Dalam rangka pelaksanaan tugas dan untuk mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik antara lain mengumpulkan dan mengolah data dan informasi ekonomi, moneter, dan sistem keuangan serta menyusun laporan/analisisnya. Selain itu, Bank Indonesia juga menyelenggarakan berbagai jenis survei dan liaison yang terkait dengan kondisi ekonomi, moneter, sistem keuangan, termasuk sektor riil. Di sektor moneter, pada Triwulan I-2016 Bank Indonesia telah memublikasikan statistik Uang dan Bank, Kegiatan Usaha Lembaga Keuangan Nonbank, serta Pasar Uang dan Pasar Modal dalam publikasi Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses melalui website BI. Bank Indonesia juga merilis analisis Uang Beredar dan Faktor yang Mempengaruhinya secara bulanan. Untuk meningkatkan pelayanan kepada publik, Bank Indonesia telah mempercepat periode publikasi Statistik Sistem Keuangan Indonesia dari semula triwulanan menjadi bulanan. Di sektor eksternal, pada triwulan I 2016 Bank Indonesia telah memublikasikan statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV 2015 (Februari 2016) dan statistik Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia triwulan IV 2015 (Maret 2016). Rilis kedua jenis statistik tersebut disertai dengan laporan lengkap yang menjelaskan secara komprehensif perkembangan sektor eksternal Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga memublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode November–Desember 2015 dan Januari 2016, serta data posisi cadangan devisa periode Desember 2015 dan Januari–Februari 2016. Dalam meningkatkan layanan kepada stakeholder dalam negeri maupun luar negeri, penyajian beberapa publikasi statistik sektor eksternal tersebut disajikan dalam dua Bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada publik (user) khususnya untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi sistem keuangan yang lebih terkini, Bank Indonesia telah mempercepat periode publikasi Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) dari semula SSKI Triwulanan menjadi SSKI Bulanan. Edisi perdana publikasi SSKI Bulanan terbit pada bulan Maret 2016 dengan data realisasi s.d. Januari 2016 telah didesiminasikan melalui website BI. Perubahan periodisasi ini sekaligus akan memperpendek lag waktu publikasi, yang semula untuk SSKI Triwulanan dipublikasikan dengan lag waktu sekitar 2 bulan 2 minggu, maka untuk publikasi SSKI Bulanan dipublikasikan dengan lag waktu sekitar 1 bulan 3 minggu. Untuk mendukung asesmen likuiditas, financial imbalances, dan risiko sistemik antarsektor institusi, Bank Indonesia pada Triwulan I-2016 melanjutkan pengembangan statistik Financial Account & Balance Sheet (FABS) untuk menggambarkan posisi dan transaksi masing-masing sektor institusi. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia terus melakukan kerja sama dengan berbagai instansi antara lain Ditjen Pajak-Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, terutama untuk memperoleh data dan informasi sektor korporasi nonfinansial dan rumah tangga. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 57 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Dalam rangka mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai survei baik rutin maupun tidak rutin. Beberapa survei yang secara rutin dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain adalah Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SBank), Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME). Selain survei, Bank Indonesia juga melakukan in-depth interview melalui Kegiatan Liaison kepada pelaku bisnis utama (keybusiness persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan pelaku bisnis utama terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan. Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai berbagai produk statistik yang dihasilkannya, seperti melakukan Kegiatan Training of Trainers (ToT) Kebanksentralan bagi staf ahli anggota DPR dan perwakilan dosen perguruan tinggi seluruh Indonesia yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Institute (BIns) pada 30-31 Maret 2016 di Bali. 3.2. Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga ketahanan Sistem Keuangan dilakukan dengan memitigasi risiko sistemik melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Terjaganya stabilitas sistem keuangan tercermin pada indikator kinerja stabilitas sistem keuangan. Indikator Kinerja Utama (IKU) IKU 3 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Target < 2 Pencapaian Triwulan I-2016 0,86 Baiknya kinerja Bank Indonesia dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) tercermin melalui indeks Stabilitas Sistem Keuangan, yang pada triwulan I-2016 lebih tinggi dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Rata-rata Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK), termasuk indeks pembentuknya meliputi Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) selama Januari, Februari, dan Maret 2016 adalah sebesar 0,86 (ISSK), 0,72 (ISIK) dan 0,97 (ISPK). Rata-rata ketiga indeks tersebut masih jauh berada di bawah threshold2. Komitmen Bank Indonesia untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) juga ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Dalam rangka penguatan pengaturan, Bank Indonesia menerbitkan peraturan pelaksanaan atas countercyclical buffer dan pedoman pengawasan makroprudensial. 58 Dalam melaksanakan mandat sebagai otoritas makroprudensial, Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Melalui fungsi tersebut, Bank Indonesia berupaya untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik di sistem keuangan. 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial Pada triwulan I-2016, kegiatan pengaturan makroprudensial difokuskan terhadap penyusunan ketentuan yang berlaku untuk internal Bank Indonesia, termasuk pelaksanaan sosialisasi dari ketentuan yang diterbitkan pada triwulan IV-2015. Ketentuan yang diterbitkan pada triwulan I-2016 terdiri atas Surat Edaran Intern No.18/4/INTERN tanggal 9 Februari 2016 tentang “Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Kewajiban Pembentukan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Countercyclical Buffer” (SE Intern CCB) dan SE Intern No.18/12/INTERN tanggal 30 Maret 2016 tentang “Pedoman Pengawasan Makroprudensial” (SE Intern Pengawasan Makroprudensial). Secara intensi, Bank Indonesia juga menyusun penyempurnaan Peraturan Dewan Gubernur mengenai protokol manajemen krisis (PDG PMK) yang menjadi acuan bagi satuan kerja (satker) di Bank Indonesia dalam menjalankan protokol manajemen krisis. SE Intern CCB merupakan peraturan pelaksanaan dari PBI No.17/22/PBI/2015 tanggal 28 Desember 2015 tentang “Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer” (PBI CCB). Peraturan pelaksanaan itu ditujukan bagi satker terkait di Bank Indonesia dalam melaksanakan hal-hal yang terkait dengan implementasi PBI CCB. SE Intern CCB mengatur mengenai: 1.Evaluasi dan koordinasi dalam menetapkan besaran dan waktu pemberlakuan countercyclical buffer (CCB); 2. Evaluasi metodologi kebijakan CCB; 3. Pemberlakuan CCB terhadap kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri (KCBA) dan kantor cabang dari bank domestik yang berada di luar negeri (KCLN); dan 4. Pengawasan implementasi CCB. Dengan adanya SE Intern CCB, satker terkait di Bank Indonesia akan dapat melaksanakan operasionalisasi di internal Bank Indonesia, termasuk pengawasannya dari implementasi PBI CCB yang dilaksanakan oleh bank. Sementara itu, SE Intern Pengawasan Makroprudensial merupakan peraturan pelaksanaan dari PBI No. 16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial dan ketentuan internal yaitu PDG No.17/17/PBI/2015 tanggal 31 Desember 2015 tentang “Kerangka Kebijakan Makroprudensial” (PDG Makroprudensial). Secara umum, PBI dan PDG Makroprudensial telah mengatur mengenai tata cara Bank Indonesia menjalankan fungsinya di bidang makroprudensial dalam rangka mendukung terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial Salah satu kegiatan Bank Indonesia di bidang makroprudensial adalah berupa pengawasan makroprudensial. Untuk itu, satker yang memiliki fungsi pengawasan makroprudensial perlu memiliki pedoman operasional untuk kegiatan-kegiatan yang berada di bawah cakupan fungsi pengawasan makroprudensial yang dituangkan dalam SE Intern Pengawasan Makroprudensial. SE Intern Pengawasan Makroprudensial mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan makroprudensial dan tindak lanjut pengawasan; dan pengenaan sanksi. SE Intern tersebut juga dilengkapi dengan lampiran “Pedoman Pengawasan Makroprudensial” yang memuat detail teknis terkait pengawasan makroprudensial. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia membahas penyempurnaan PDG PMK. Dalam hal ini, pengaturan mengenai protokol manajemen krisis disesuaikan dengan dinamika perubahan dalam struktur organisasi Bank Indonesia dan penyempurnaan decision making process. Bank Indonesia pun melakukan harmonisasi dengan Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Pada 17 Maret 2016, DPR telah mengesahkan RUU PPKSK dan diundangkan Kemenkumham Untuk memperkuat pengawasan makroprudensial, Bank Indonesia menyusun pedoman operasional sebagai standar acuan dalam melakukan pengawasan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 59 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia pada 15 April 2016 menjadi UU No. 9 Tahun 2016. Dalam hal ini, penerbitan PDG PMK direncanakan untuk dilaksanakan pada triwulan II-2016. Dalam rangka diseminasi ketentuan, pelaksanaan sosialisasi menjadi kesatuan proses dari penyusunan dan penerbitan ketentuan. Sehubungan dengan penerbitan PBI CCB, Bank Indonesia memberikan penjelasan secara tertulis kepada seluruh bank mengenai antara lain gambaran pengaturan dan besaran CCB yang ditetapkan. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia juga mengagendakan sosialisasi kepada pihak internal yang meliputi sosialisasi ketentuan yang bersifat eksternal maupun internal. Sosialisasi tersebut diharapkan dapat menyamakan persepsi mengenai maksud ketentuan sehingga implementasinya dapat berjalan lancar. Seiring dengan penerbitan UU No.9 Tahun 2016 tentang PPKSK, maka kegiatan pengaturan makroprudensial akan cenderung difokuskan untuk ketentuan yang sifatnya merupakan peraturan pelaksanaan dari UU PPKSK maupun ketentuan lainnya yang terkait. Rencananya, Bank Indonesia akan memfinalisasi dan menerbitkan PDG PMK setelah proses harmonisasi dengan UU PPKSK diselesaikan. Bank Indonesia juga akan menyusun ketentuan mengenai Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP). Di samping penyusunan ketentuan, Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam pembahasan RUU Bank Indonesia dan RUU Perbankan melalui proses koordinasi dan harmonisasi dengan DPR RI, kementerian, dan lembaga lainnya yang terlibat dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan yaitu Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan. Koordinasi dan harmonisasi itu diharapkan kepentingan dari setiap otoritas akan dapat diakomodasi dalam undang-undang dengan tetap menjaga independensi dan objektivitas pelaksanaan tugas masing-masing. BOKS BOKS Peran Bank Indonesia dalam Penanganan dan Pencegahan Krisis Sistem Keuangan Pemerintah dan DPR RI bersama dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyusun dan menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Pada 17 Maret 2016, DPR pun telah mengesahkan RUU itu menjadi undang-undang. Secara umum, cakupan UU PPKSK meliputi tiga hal. Pertama, koordinasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Kedua, penanganan krisis sistem keuangan. Ketiga, penanganan permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi SSK normal maupun kondisi krisis sistem keuangan. Terkait dengan koordinasi antarlembaga, UU PPKSK mengamanatkan pembentukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK (d/h. Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan/FKSSK), yang terdiri atas Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS. Keempat lembaga ini bertanggung jawab untuk memonitor dan menjaga SSK di Indonesia serta melakukan penanganan terhadap permasalahan bank sistemik. Sebagai salah satu otoritas yang ditunjuk untuk mengemban mandat dari UU PPKSK, Bank Indonesia memiliki beberapa peranan 60 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 1. Anggota KSSK dengan hak suara. Sebagai anggota KSSK dengan hak suara, Bank Indonesia dituntut untuk berperan aktif dalam pembahasan di KSSK, baik status SSK dalam kondisi normal maupun status SSK dalam kondisi krisis sistem keuangan. Pengambilan keputusan di KSSK dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. Apabila tidak tercapai mufakat, maka akan ditempuh melalui mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak (voting) oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK. Hal-hal yang memerlukan pengambilan keputusan dalam KSSK antara lain rekomendasi penetapan status SSK dalam kondisi krisis sistem keuangan, rekomendasi langkah penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik, dan penetapan keputusan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki LPS oleh Bank Indonesia. 2. Koordinasi pemantauan dan pemeliharaan SSK Dalam rangka koordinasi pemantauan dan pemeliharaan SSK, terdapat bidang-bidang yang menjadi cakupan yaitu fiskal, moneter, makroprudensial dan mikroprudensial jasa keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan (termasuk sistem pembayaran dan penjaminan simpanan); dan resolusi bank. Selaku otoritas moneter, sistem pembayaran, dan makroprudensial, Bank Indonesia akan berkontribusi aktif bersama dengan otoritas lainnya dalam pemantauan dan pemeliharaan SSK. Dengan didukung informasi yang komprehensif di bidang moneter, sistem pembayaran, dan makroprudensial, maka peran Bank Indonesia menjadi esensial supaya pemantauan dan pemeliharaan SSK lebih efektif, terutama dalam mengidentifikasi potensi peningkatan risiko sistemik dan perumusan rekomendasi pencegahannya. 3. Koordinasi dengan OJK dalam penetapan bank sistemik Bank merupakan lembaga keuangan yang mendominasi pangsa sistem keuangan. Potensi risiko yang datang dari industri perbankan senantiasa menjadi perhatian otoritas terkait, terutama yang dapat menimbulkan risiko sistemik. Selaku otoritas pengaturan dan pengawasan bank di bidang mikroprudensial, OJK diberikan mandat untuk menetapkan bank sistemik dalam rangka pengenaan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah risiko sistemik. Dalam penetapan bank sistemik, UU PPKSK telah mengatur bahwa OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Selaku otoritas pengaturan dan pengawasan bank di bidang makroprudensial, Bank Indonesia memiliki tinjauan yang menyeluruh atas kondisi sistem keuangan, termasuk melakukan identifikasi atas institusi yang dinilai memiliki pengaruh material dalam sistem keuangan. Mengingat posisi tersebut, maka informasi yang dimiliki Bank Indonesia akan menjadi masukan yang berharga dalam penetapan bank sistemik. 4. Pemberian Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek/Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek berdasarkan prinsip Syariah (PLJP/S) Sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam UU Bank Indonesia, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai Lender of the Last Resort (LOLR) dengan memberikan pinjaman jangka pendek atau pembiayaan jangka pendek berdasarkan prinsip syariah untuk bank yang sedang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 61 BOKS BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selanjutnya, fungsi ini ditegaskan kembali dalam UU PPKSK dalam subbab mengenai penanganan permasalahan likuiditas bank sistemik. Bank yang memiliki kesulitan likuiditas dapat mengajukan permohonan ke Bank Indonesia untuk memperoleh PLJP/S. UU PPKSK juga menekankan koordinasi antara Bank Indonesia dan OJK dalam rangka memproses permohonan PLJP/S dari bank, serta pengawasan terkait penggunaan dana dan pelaksanaan rencana pembayaran kembali atas PLJP/S yang sudah diterima. Pemberian PLJP/S ditujukan untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang dicerminkan dengan pemenuhan kewajiban giro wajib minimum (GWM) primer dalam Rupiah. Prinsip bahwa bank penerima PLJP/S adalah illiquid but solvent bank sejalan dengan pengaturan dalam UU Bank Indonesia maupun UU PPKSK akan menjadi acuan Bank Indonesia dalam merumuskan peraturan pelaksanaan mengenai PLJP/S. Sebagaimana ditegaskan dalam UU PPKSK, PLJP/S dapat diakses oleh bank sistemik maupun non sistemik, serta tidak terdapat perbedaan perlakuan ketika status SSK dalam kondisi normal maupun kondisi krisis sistem keuangan. Seperti halnya di negara lain, pinjaman bank sentral sejenis dengan PLJP/S merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam rangka menjaga SSK. Demikian pula dengan Bank Indonesia, pelaksanaan fungsi LOLR menjadi fitur penting bagi bank sentral dalam rangka menjaga SSK. 5. Pembelian SBN yang dimiliki LPS untuk penanganan permasalahan bank. Dalam subbab mengenai penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik, UU PPSK telah mengatur langkah-langkah mengenai penanganan permasalahan bank solvabilitas sistemik, salah satunya terkait dengan penanganan yang dilakukan Bank Indonesia. Dalam rangka menangani permasalahan solvabilitas bank sistemik, LPS dapat menghimpun dana melalui penjualan SBN yang dimilikinya melalui pasar kepada Bank Indonesia dan/atau pihak lain. Penjualan SBN oleh LPS kepada Bank Indonesia diputuskan oleh KSSK. Selanjutnya, berdasarkan keputusan KSSK, Bank Indonesia membeli SBN sehingga LPS dapat menggunakan dana penjualan SBN untuk penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik. Langkah yang sama berlaku juga bagi bank non sistemik dalam kondisi krisis sistem keuangan. 6. Dukungan terhadap Program Restrukturisasi Perbankan Dalam kondisi krisis sistem keuangan dan terjadi permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, KSSK merekomendasikan kepada Presiden RI untuk memutuskan penyelenggaraan program restrukturisasi perbankan. Pelaksanaan program dimaksud dilakukan oleh LPS dan didukung oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK. Dalam pelaksanaan program, bentuk dukungan antara lain berupa penetapan peraturan tertentu bagi bank dan pengalokasian sumber daya, termasuk sumber daya manusia dan teknologi informasi. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, Bank Indonesia memiliki peranan, baik saat pencegahan maupun penanganan krisis sistem keuangan sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia. Hal ini sudah sejalan dengan konsep yang sedang 62 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dirumuskan dalam RUU sektoral bahwa tugas dan tujuan Bank Indonesia, yang salah satunya mendorong SSK. Untuk mewujudkan SSK tidak bisa hanya menggantungkan pada peranan dari 1 (satu) otoritas saja, melainkan juga dibutuhkan koordinasi yang efektif antarotoritas sehingga SSK bisa tercapai. Hal ini tercermin dari pengaturan yang ada dalam UU PPKSK. Undang-undang ini telah menyadari bahwa pencegahan dan penanganan krisis merupakan mandat bersama yang diemban oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS. Dalam pelaksanaannya, masing-masing otoritas menjalankan peranannya masingmasing sesuai dengan kewenanganannya. Peranan dari otoritas yang satu akan saling melengkapi dengan peranan otoritas lainnya. Oleh karena itu, koordinasi antarotoritas menjadi sangat penting sehingga pelaksanaan dari pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan menjadi lebih efektif. 3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah Dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia berupaya untuk tetap konsisten menjaga perannya. Langkah ini sudah dimulai sejak proses pendirian Islamic Development Bank pada 1975, yang dilanjutkan dengan pendirian bank syariah pertama pada 1991, penyusunan UU perbankan syariah, hingga akhirnya fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan syariah beralih ke Otoritas Jasa Keuangan. Dalam perkembangannya, Bank Indonesia juga berperan aktif dalam penyusunan master plan “Fajar Baru”, termasuk proses implementasi master plan yang berwujud pendirian Komite Nasional Keuangan Syariah pada 6 Januari 2016. Pada 30 Maret 2016, Bank Indonesia membentuk Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, yaitu departemen khusus yang akan mengawal perencanaan dan program pengembangan. Pembentukan departemen khusus ini diharapkan dapat membantu akselerasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional. Pembentukan departemen ini sekaligus untuk memperkuat dan memastikan strategi maupun pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dapat dilakukan secara konsisten, integratif, dan kolaboratif. Sebagai bentuk komitmen Bank Indonesia terhadap pengembangan ekonomi syariah, Bank Indonesia secara khusus membentuk Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah. Secara umum, ruang linkup fungsi Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah adalah: 1)Menyusun, mengembangkan, dan mengimplementasikan strategi dan program pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, termasuk di dalamnya upaya pendalaman pasar keuangan syariah. 2) Mengembangkan riset dan kerangka asesmen sektor ekonomi dan keuangan syariah. 3) Meningkatkan keterlibatan aktif Bank Indonesia dalam fora-fora internasional syariah, termasuk kolaborasi dengan instansi/otoritas domestik lainnya; 4) Menginisiasi penyusunan database ekonomi dan keuangan syariah. Terkaitan dengan pengembangan asesmen sistem keuangan syariah, Bank Indonesia juga telah menyusun kerangka asesmen yang lebih formal. Kerangka tersebut dituangkan secara khusus di dalam kajian stabilitas sistem keuangan syariah yang akan diluncurkan Mei 2016. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 63 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Secara umum, kontribusi sistem keuangan syariah terhadap sistem keuangan relatif masih terbatas. Hal itu tercermin dari kontribusi aset perbankan syariah terhadap aset perbankan nasional yang hingga Desember 2015 baru mencapai 4,56%. Meski demikian, langkahlangkah penguatan telah dilakukan oleh otoritas terkait guna mendorong kontribusi perbankan syariah terhadap perbankan secara keseluruhan. Kerangka asesmen sistem keuangan yang dibangun adalah untuk menangkap seluruh keterkaitan antarkomponen dalam sistem keuangan syariah, baik institusi, instrumen, pasar maupun regulasi. Kerangka tersebut juga menangkap dampak keterkaitan dan kinerja seluruh komponen terhadap kestabilan sistem keuangan secara keseluruhan. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan beberapa kegiatan dalam upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Kegiatan itu antara lain realisasi pemberian dana zakat produktif kepada usaha mikro yang masih digolongkan sebagai mustahik atau orang yang berhak menerima zakat. Tujuan dari pilot project ini adalah untuk menciptakan basis debitur dengan mendorong peningkatan para mustahik menjadi muzakki (pemberi zakat). Pada gilirannya, mereka akan menjadi cikal bakal entrepreneur baru yang sudah siap dihubungkan dengan sektor keuangan formal. Uji coba dilakukan kepada para mustahik usaha mikro anyaman bambu dan petani labu di Jawa Barat. Pilot project ini merupakan perwujudan kerja sama antara Bank Indonesia dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Dalam jangka menengah- panjang diharapkan tercipta basis debitur yang lebih luas sehingga tingkat konsentrasi debitur pada institusi keuangan syariah dapat dipecah dan selanjutnya akan menekan timbulnya potensi risiko sistemik. Guna melengkapi unsur tata kelola dana sektor sosial yang besar, sejak pertengahan 2014, Bank Indonesia telah menginisiasi penyusunan zakat core principles, dengan melibatkan tujuh otoritas zakat dunia termasuk Indonesia dan lembaga internasional yaitu Islamic Development Bank (IDB). Perumusan konsep ZCP ini telah memasuki tahap sharia review yang dilakukan oleh sharia board dari IDB. Bank Indonesia bekerja sama dengan Islamic Research and Training Institute IDB juga mempersiapkan peluncuran ZCP yang dilaksanakan pada acara the World Humanitarian UN Summit, 23 Mei 2016. Untuk melengkapi tata kelola di sektor sosial, pembahasan dalam rangka penyusunan wakaf core principles (WCP) melibatkan 3 otoritas wakaf dunia yaitu New Zealand, Afrika Selatan, dan Indonesia. Guna memperkuat pasar valas domestik, Bank Indonesia menerbitkan pengaturan terkait transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip syariah. Peluncuran ZCP menjadi langkah awal pengelolaan zakat yang lebih akuntabel, sehingga instrumen sektor sosial, terutama zakat dan wakaf, dapat dijadikan pilar bagi pengembangan ekonomi nasional. Selanjutnya, kegiatan itu bisa menjadi pendorong bagi inisiasi yang lebih besar, yaitu pendirian lembaga Islamic Inclusive Financial Services Board (IIFSB). Bila terbentuk, lembaga ini akan menjadi lembaga internasional pertama yang dipandu Indonesia. Dengan demikian, cita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai referensi ekonomi dan keuangan syariah regional dapat tercapai. 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valuta Asing) Pada Februari 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan pengaturan mengenai tentang Transaksi Lindung Nilai Rupiah4. Dalam waktu dekat, Bank Indonesia akan mengeluarkan Surat Edaran mengenai Transaksi Lindung Nilai Rupiah sebagai petunjuk teknis untuk pengaturan terkait. 4 64 PBI No. 18/2/PBI/2016 tentang lindung transaksi nilai rupiah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Peraturan mengenai transaksi lindung nilai syariah (hedging syariah) ditetapkan dalam rangka menjaga kelangsungan ekonomi nasional melalui penguatan struktur pasar valuta asing domestik. Salah satunya dilakukan melalui pengembangan transaksi lindung nilai syariah untuk memitigasi risiko ketidakpastian pergerakan nilai tukar yang diperlukan pelaku ekonomi, termasuk pelaku ekonomi berbasis syariah. Penerbitan PBI ini dalam rangka menindaklanjuti fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 96/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth alIslami/Islamic Hedging) Atas Nilai Tukar. Peraturan ini juga merupakan bentuk dukungan Bank Indonesia terhadap industri keuangan syariah, terutama agar dapat melakukan ekspansi bisnis dalam bentuk pembiayaan valas namun dengan mitigasi risiko yang terukur baik. Dalam setahun terakhir, dinamika perkembangan pasar keuangan dan pengaruh kondisi global semakin menunjukkan pentingnya pasar keuangan yang likuid dan dalam. Hal ini penting agar dapat menyerap guncangan yang timbul dari eksternal maupun internal. Upaya pendalaman pasar keuangan mencakup perluasan pelaku pasar, instrumen yang bervariasi, dan terbentuknya harga yang efisien. Program pendalaman pasar keuangan juga difokuskan untuk memfasilitasi para pelaku usaha dalam mengembangkan bisnisnya melalui peningkatan kemudahan pembiayaan. Pengembangan pasar keuangan mencakup pengembangan pasar uang rupiah dan pasar uang valas. Dalam pengembangan di pasar uang rupiah, Bank Indonesia mendorong pelaku pasar bergerak pada transaksi yang bersifat collateralized atau transaksi repo. Transaksi repo merupakan transaksi yang telah umum digunakan bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 dan beberapa bank BUKU 3 sebagai alat manajemen likuiditas, khususnya untuk jangka waktu lebih dari dua minggu. Selain membantu transmisi kebijakan moneter melalui pembentukan term struktur suku bunga lebih panjang, transaksi repo lebih bersifat ketahanan (resilien) dalam kondisi pasar bergejolak dibandingkan transaksi yang bersifat uncollateralized, karena repo memiliki underlying. Namun demikian, belum seluruh bank menggunakan transaksi repo. Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement bagi Lembaga Jasa Keuangan. Mulai 1 Januari 2016, OJK mewajibkan seluruh lembaga keuangan menerapkan Global Master Repurchase Agreement Indonesia (GMRA Indonesia). Bank Indonesia, OJK, dan pelaku pasar bahu membahu melakukan sosialisasi dan mengadakan grup diskusi yang melibatkan seluruh perbankan agar transaksi repo tetap dapat dilakukan atau memperpendek “learning time” implementasi GMRA. Sementara itu, program pendalaman di pasar uang valas akan difokuskan pada pengembangan variasi instrumen penempatan dana valas secara luas dan derivatif suku bunga. Besaran strategi pendalaman pasar valas ditempuh dengan mendorong transaksi valas derivatif sebagai instrumen lindung nilai yang efektif dan efisien. Pendalaman pasar valas juga ditempuh dengan mendukung diversifikasi dan partisipasi pelaku pasar guna meningkatkan keseimbangan permintaan dan penawaran valas. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia dalam tahap persiapan dan pematangan untuk menerbitkan instrumen baru yang turut mendukung stabilitas pasar keuangan domestik menghadapi risiko kurs. Pasar keuangan yang dalam, aktif, likuid, inklusif, dan efisien adalah salah satu faktor penting untuk meningkatkan ketersediaan dana bagi pembangunan melalui mekanisme pasar keuangan. Pendalaman pasar keuangan juga akan meningkatkan efektivitas implementasi berbagai kebijakan fiskal dan moneter sekaligus menyediakan sarana manajemen risiko dan likuiditas bagi pelaku ekonomi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 65 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Saat ini, pasar keuangan terdiri atas berbagai pasar dan lembaga yang diatur dan diawasi oleh berbagai otoritas dan lembaga. Dengan demikian, upaya percepatan pengembangan dan pendalaman pasar keuangan membutuhkan pemahaman yang sama maupun koordinasi yang erat antarotoritas dan lembaga. Oleh karena itu, otoritas yang terkait pasar keuangan, yaitu Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kemnterian Keuangan telah menandatangani Nota Kesepahaman tentang Koordinasi Dalam Rangka Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan untuk Mendukung Pembiayaan Pembangunan Nasional. Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan pelaksanaan tugas dan kewenangan masing-masing otoritas. Hal ini dalam rangka penyusunan strategi nasional mengenai pengembangan dan pendalaman pasar keuangan guna mendukung pembiayaan pembangunan nasional. Ruang lingkup nota kesepahaman ini meliputi pelaksanaan koordinasi terkait dengan upaya pengembangan dan pendalaman pasar keuangan. Pelaksanaannya dilakukan melalui kerja sama dalam perencanaan dan percepatan implementasi kebijakan yang terkait dengan semua unsur pasar keuangan dan pertukaran data dan informasi. Kerja sama ini dalam rangka harmonisasi program kerja pengembangan dan pendalaman pasar keuangan maupun peraturan/perundangundangan terkait. Harmonisasi juga terkait penyusunan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan pengembangan dan pendalaman pasar keuangan yang dihadapi oleh otoritas/lembaga. 3.2.4. Program Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) 3.2.4.1. Implementasi edukasi keuangan termasuk kampanye Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), LKD, dan uang elektronik Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia terus mendorong perluasan akses keuangan yang inklusif baik melalui penyempurnaan model bisnis layanan keuangan digital, model bisnis P to G, hingga edukasi dan sosialisasi. Pada 2016, Bank Indonesia terus melakukan berbagai kegiatan edukasi keuangan secara masif dan kontinyu yang merupakan kelanjutan dari program edukasi 2015. Implementasi edukasi keuangan itu meliputi beberapa kegiatan. Pertama, pelaksanaan edukasi keuangan bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Kedua, penyusunan modul, materi edukasi keuangan, dan GNNT. Ketiga, pelaksanaan GNNT. Keempat, koordinasi dalam rangka pengembangan keuangan inklusif di lingkungan domestik dan internasional. Selama triwulan I-2016, Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif (PEKI) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia telah melaksanakan sebanyak 85 kegiatan edukasi di 37 wilayah. Rinciannya adalahi 5 Training for Trainers (ToT), 25 Training for Beneficiary (ToB), 1 kampanye, dan 54 sosialisasi. Selain itu, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pertanian (Kementan). dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk pelaksanaan ToT kepada penyuluh perikanan, penyuluh pertanian, dan penyuluh/pendamping TKI. Edukasi keuangan dalam ToT itu mencakup materi kebanksentralan, perencanaan keuangan, kewajiban penggunaan uang rupiah, ciri-ciri keaslian uang rupiah (Cikur), alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), Layanan Keuangan Digital (LKD), motivasi wirausaha, dan ide bisnis. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menyusun materi pelengkap buku edukasi keuangan kepada TKI berupa leaflet dan poster. Materi edukasi itu memuat kehidupan TKI dalam mengelola keuangan, anggaran, dan menabung. Materi tersebut juga memberikan tips aman dalam dalam menggunakan layanan keuangan seperti kirim uang, alat pembayaran non tunai — uang elektronik, ATM, LKD, transaksi penyetoran, dan pengambilan uang Materi itu dilengkapi dengan panduan asuransi dan pengajuan klaim asuransi, termasuk 66 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia cerdas berinvestasi yaitu sekilas informasi tentang memulai usaha paska TKI. Materi tersebut digunakan sebagai pelengkap buku edukasi keuangan inklusif untuk TKI yang disusun pada 2015. Bank Indonesia juga sedang menyusun strategi komunikasi yang bertujuan untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan program edukasi keuangan inklusif. Bank Indonesia terus mengoptimalkan strategi edukasi/sosialisasi/kampanye untuk keuangan inklusif melalui strategi komunikasi yang tepat. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mendukung kampanye GNNT yang dilaksanakan sejak 2015. Strategi komunikasi yang tepat diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pengelolaan dan layanan keuangan. Langkah tersebut diharapkan juga bisa meningkatkan akses masyarakat kepada produk dan jasa keuangan, sekaligus meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan transaksi non tunai. Bank Indonesia juga telah menyampaikan tanggapan atas Stocktake Questionnaire on Financial Education for Women and Girls yang akan digunakan oleh OECD sebagai bahan penyusunan Guiding Principles on Financial Education For Women. Tangapan tersebut merupakan salah satu bentuk koordinasi Bank Indonesia dengan fora internasional dalam rangka edukasi keuangan. 3.2.4.2. Perluasan Layanan Keuangan Digital (LKD) Sampai dengan Maret 2016, jumlah agen LKD sebanyak 83.982 agen, tumbuh sebesar 20,75% (ytd) dari 2015 sebanyak 69.548 agen. Dalam periode yang sama, jumlah uang elektronik sebanyak 1.185.343 rekening, tumbuh sebesar 3,36% (ytd) dari 2015 sebanyak 1.146.832 rekening. Selama 2016, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya peluasan LKD untuk meningkatkan jumlah agen LKD dan jumlah uang elektronik. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan pada 2015. a) Penyusunan model bisnis bantuan sosial (Government to people/G to P) secara non tunai dan implementasinya Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia menyempurnakan model bisnis bantuan sosial (bansos) secara non-tunai. Model ini telah disampaikan kepada Presiden RI dan 4 kementerian/lembaga (K/L) yaitu Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Keuangan, Sekretaris Kabinet, dan Kepala Staf Kepresidenan. Dalam usulan model bisnis ini Bank Indonesia mengusulkan penyempurnaan dalam 4 tahap besar penyaluran bansos secara non-tunai, yaitu: (i) proses registrasi, (ii) proses edukasi, (iii) proses penyaluran, dan (iv) proses pengambilan uang. Penyempurnaan model bisnis tersebut untuk merespons keinginan pemangkukepentingan dan masyarakat terkait manfaat penyaluran bansos melalui LKD yang telah dilaksanakan selama 2014-2015. b) Penyusunan usulan model bisnis (Government to people/G to P) dan implementasinya Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia mempersiapkan pembentukan Working Group (WG) Elektronifikasi Transaksi Penerimaan Negara yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, perbankan, operator, dan penyedia layanan pembayaran. Pembentukan WG Elektronifikasi merupakan tindak lanjut implementasi hasil Kajian Elektronifikasi Pembayaran Pemerintah di 5 kementerian pada 2015. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 67 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kajian tersebut menghasilkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Transaksi pembayaran pemerintah sebagian besar telah dilakukan secara nontunai. Hampir 100% transaksi G to P dilaksanakan non tunai, sedangkan transaksi P to G yang dilaksanakan secara non-tunai baru 58%. 2) Dari sisi infrastruktur dan jaringan, terdapat 4 kementerian yang telah siap menerapkan elektronifikasi. Dari sisi pembayaran dan cakupan layanan, kesiapan kementerian/lembaga umumnya sudah tersebar dari pusat sampai daerah. 3) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sangat mendukung Bank Indonesia dalam program elektronifikasi pembayaran pemerintah. c) Penyusunan pedoman penyelenggaraan terkait interkoneksi uang elektronik server based Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyusun konsep pedoman interkoneksi uang elektronik server based yang terdiri atas aspek teknis dan bisnis. Penyusunan pedoman itu disusun bersama dengan penerbit uang elektronik server based yang merupakan working group interkoneksi yang terdiri dari 11 lembaga (bank dan perusahaan telekomunikasi). Penyusunan pedoman itu mempertimbangkan keterbatasan aktivitas transfer antaruang elektronik (P2P) antarpenerbit, aktivitas tarik/setor tunai, percepatan adopsi uang elektronik dan LKD, serta peningkatan keuangan inklusif. Bank Indonesia bersama dengan pelaku industri ingin mewujudkan interkoneksi uang elektronik untuk LKD. Hal ini bertujuan untuk menyediakan ekosistem yang mendukung peningkatan pembayaran non-tunai dengan menggunakan uang elektronik dan perluasan cakupan LKD. d) Penyusunan model bisnis adopsi LKD secara sektoral dan implementasinya Dalam rangka implementasi model bisnis adopsi LKD secara sektoral, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: 1)Pelaksanaan pilot project Desa Digital Bank Indonesia mengusulkan pilot project Desa Digital. Pilot project tersebut akan bekerja sama dengan 4 bank penyelenggara LKD (Bank Mandiri, BNI, BRI dan BCA). Usulan itu untuk mendukung penyaluran dan pemanfaatan dana desa sekaligus sebagai implementasi elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Adapun tujuan dari pilot project ini antara lain: - Pertama, melakukan elektronifikasi terhadap 30% transaksi penyaluran gana desa dan elektronifikasi terhadap transaksi pemanfaatan dana desa yang saat ini masih dilakukan secara tunai, - Kedua, mensinergikan program elektronifikasi dan keuangan inklusif Bank Indonesia dengan program pengembangan Desa Mandiri oleh Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi, - Ketiga, memperluas target dan/atau sasaran masyarakat yang menerapkan transaksi non-tunai sekaligus menghubungkan dengan layanan keuangan. - Keempat, memperoleh gambaran dan informasi mendalam tentang model Desa Digital yang sesuai dengan karakteristik dan budaya masyarakat setempat. 68 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan survei lapangan dan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam rangka persiapan pilot project Desa Digital di 5 kabupaten di Indonesia. Koordinasi dengan kementerian/ lembaga, perusahaan telekomunikasi dan perbankan dilaksanakan untuk persiapan peluncuran pilot project Desa Digital yang direncanakan April 2016 di Desa Sindangjawa, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. 2) Pelaksanaan monitoring implementasi LKD Pelaksanaan pilot project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Ponpes Daarut Tauhiid dengan penyelenggara 3 perusahaan telekomunikasi telah dilakukan sejak Oktober 2015. Bank Indonesia pun telah melihat secara langsung perkembangan kegiatan pilot project sekaligus berusaha untuk mengetahui permasalahan yang ada. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan 2 (dua) kali monitoring on site dan evaluasi dengan penyelenggara telekomunikasi di Ponpes Daarut Tauhiid, Jawa Barat. Selanjutnya, Bank Indonesia telah mengembangkan Sistem Informasi Keuangan Inklusif (SIKI) pada 2014-2015 sebagai alat bantu monitoring off site dan evaluasi dari kinerja program Keuangan Inklusif dan LKD. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia mengimplementasikan SIKI tersebut bagi pengguna internal maupun ekternal melalui website BI. Sistem ini merupakan sistem informasi yang menyediakan beragam data dan informasi (database) terkait dengan program keuangan inklusif. Data-data tersebut berguna sebagai platform database program Keuangan Inklusif. Data itu juga berguna untuk meningkatkan efisiensi dalam perolehan informasi mengenai perkembangan program agar asymmetric information antarlembaga dapat dihindari. Selain itu, database berfungsi sebagai wadah untuk memberikan masukan dan bahan pengambilan kebijakan terkait arah pengembangan program Keuangan Inklusif. 3) Penyusunan model bisnis remitansi berbasis non-tunai dan implementasi pilot project Dalam rangka mengembangkan remitansi berbasis non-tunai untuk meningkatkan keuangan inklusif, Bank Indonesia akan menyusun kajian terkait remitansi inbound (dana transfer masuk dari luar negeri ke Indonesia). Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan survei kepada perusahaan penyelenggara remitansi (remittance company/remco) yang berlokasi di Malaysia, Singapura, dan Hong Kong. Survei yang ditujukan untuk: a) Mengetahui struktur biaya yang dibebankan kepada TKI ketika melakukan remitansi dengan jalur formal; b)Mengidentifikasi issues/kendala yang dihadapi TKI dalam mengakses layanan remitansi di negara tempat TKI bekerja; c) Mengidentifikasi kecukupan aspek perlindungan konsumen di agen remitansi di negara pengirim remitansi; d) Merumuskan secara umum model bisnis remitansi yang efisien bagi TKI dengan memperhatikan biaya dan aspek perlindungan konsumen; dan e) Memberikan masukan bagi aspek yang akan dibahas dalam koridor bilateral Bank Indonesia dengan otoritas sistem pembayaran di negara tujuan pengiriman TKI terbesar. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 69 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.2.4.3. Launching Poros Sentra Pelatihan dan Pemberdayaan Daerah Perbatasan di Nunukan Di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang perekonomian Bidang PMK, Bank Indonesia bersama BNP2TKI, Kemenkumham, Kemendagri, OJK, dan Pemda Nunukan telah menginisiasi pembangunan poros sentra pelatihan dan pemberdayaan daerah perbatasan, dengan Nunukan, Kalimantan Utara sebagai pilot project. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas Iayanan dokumen TKI dan pelatihan/pemberdayaan kepada TKI secara terintegrasi dan terpadu. Pelayanan itu diharapkan dapat mengubah stigma daerah perbatasan dari Kota TKI ilegal menjadi Kota Etalase Bursa TKI. Kegiatan itu ditandai dengan peluncuran poros sentra pelatihan dan pemberdayaan daerah perbatasan di Nunukan pada 16 Februari 2016. Kesempatan itu sekaligus mengawali rangkaian edukasi keuangan dan kewirausahaan melalui pemberian materi edukasi keuangan bagi TKI. Materi edukasi terdiri atas buku edukasi keuangan inklusif untuk TKI dan panduan bagi pengajar TKI. Edukasi juga dilakukan dengan memberikan informasi tentang implementasi layanan pembayaran non tunai bagi TKI yang diawali untuk asuransi. Sementara itu, edukasi keuangan dan kewirausahaan dilaksanakan pada 17-19 Februari 2016. Materi edukasi mencakup perjalanan TKI dalam mengelola keuangan, anggaran, dan menabung. Ada pula pembekalan mengenai tata cara mengirim uang dan menggunakan layanan keuangan. Informasi layanan keuangan itu terkait tips aman dalam pengiriman uang, penggunaan alat pembayaran non tunai seperti uang elektronik, ATM, Layanan Keuangan Digital, transaksi penyetoran, dan pengambilan uang. Materi lainnya adalah cerdas berinvestasi yaitu sekilas informasi tentang memulai usaha pasca-TKI. Kegiatan serupa akan dilaksanakan di Entikong, Kalimantan Barat dan Batam, Kepulauan Riau, dengan target layanan 50.000 TKI per tahun. 3.2.4.4. Pilot Project Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pondok Pesantren Melihat potensi besar pondok pesantren (ponpes), sejak Oktober 2015, Bank Indonesia memfasilitasi kegiatan pilot project LKD di Pondok Pesantren (Ponpes). Terkait hal ini, Bank Indonesia menggandeng perusahaan telekomunikasi sebagai penerbit uang elektronik untuk melakukan co-branding atau bermitra usaha dengan unit usaha ponpes. Pilot project ini berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan bertransaksi di ponpes. Dengan jaringan pesantren yang luas, pengenalan LKD dan produk uang elektronik dapat merambah secara luas di masyarakat, paling tidak untuk masyarakat di lingkungan sekitar pesantren. Uji coba ini bertujuan untuk menilai kesiapan perusahaan telekomunikasi sebagai penyelenggara LKD agen individu, terutama pada aspek infrastruktur dan risk management. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyusun pengembangan model bisnis pada komunitas ponpes. Saat ini, model tersebut diujicobakan di 2 (dua) ponpes, yaitu ponpes Daarut Tauhiid di Bandung, Jawa Barat dan ponpes Al Mawadah di Ponorogo, Jawa Timur. Selain itu, Bank Indonesia telah menyusun Kerangka Acuan Kajian (KAK) bagi Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) yang akan mengimplementasikan penerapan LKD di komunitas ponpes. Penyusunan KAK itu guna memetakan potensi ponpes dalam kegiatan islamic financial inclusion melalui LKD. 70 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.2.4.5. Edukasi keuangan kepada masyarakat, anggota kelompok tani dan nelayan, pelaku usaha mikro di Kabupaten Pesisir Barat Pada 11 April 2016, Presiden Republik Indonesia telah meluncurkan Sinergi Aksi ekonomi Rakyat sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas petani. Terkait hal ini, Bank Indonesia ikut berperan melakukan edukasi keuangan inklusif kepada kelompok tani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah dengan tujuan memberikan pengetahuan tentang keuangan, GNNT, dan transaksi non-tunai, khususnya LKD. 3.4.2.6. Mendorong keuangan inklusif berbasis kartu untuk mendukung program pemerintah Pengembangan smart data merupakan salah satu alat yang dapat menjadi solusi permasalahan perkotaan dan sudah menjadi tren di berbagai kota di dunia. Data yang tersedia, baik data kualitatif maupun kuantitatif, dikumpulkan dalam big data. Selanjutnya, data tersebut diolah menjadi smart data yang bisa dianalisis dengan menggunakan metode tertentu sehingga bisa memberikan input bagi kebijakan/program pengelolaan kota. Salah satu input dari data kuantitatif adalah perilaku transaksi pembayaran penduduk. Dalam hal ini, proses tangkapan (capture) akan lebih mudah bila media yang digunakan adalah uang elektronik sebagai media transaksi pembayaran pengganti uang tunai. Meskipun sifat datanya kecil, uang elektronik dapat digunakan dalam frekuensi yang tinggi. Saat ini, smart data yang sudah dikembangkan adalah kartu “Jakarta One”. Kartu ini memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media identitas dan sebagai media transaksi keuangan. Sebagai media identitas, Jakarta One berisikan data demografi seperti KTP, SIM, NPWP dan paspor. Jakarta One juga diharapkan dapat terintegrasi dengan data-data lain yang diperlukan, seperti data penerima bantuan sosial (KJP, KJS, dan Raskin), BPJS, dan data biometrik. Sebagai media transaksi keuangan, “Jakarta One” dapat mempunyai 2 instrumen. Pertama, sebagai rekening uang elektronik yang berfungsi untuk pembayaran dan keeping sementara sehingga cocok digunakan untuk pembayaran di fasilitas publik. Kedua, sebagai rekening tabungan (untuk tujuan menabung dan dapat digunakan di ATM) sekaligus akses kepada ATM untuk keperluan uang tunai dengan skala kecil. Dengan adanya 2 fungsi utama sebagai identitas dan alat pembayaran, kartu tersebut akan mempermudah penggunaan data identitas sekaligus membiasakan masyarakat Jakarta untuk bertransaksi non tunai. Ketersediaan uang elektronik dan tabungan dalam satu kartu berpotensi menjembatani masyarakat yang belum memiliki akses kepada layanan keuangan untuk mulai bertransaksi melalui uang elektronik. Selanjutnya, mereka terbiasa menggunakan perbankan (tabungan). Dari sisi Pemda, “Jakarta One” dapat menjadi media untuk melihat perilaku penduduk Jakarta dari sisi pembayaran ritel yang dapat membantu pengambilan kebijakan atau implementasi program lebih tepat. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyusun naskah akademis penerapan “Jakarta One”. Secara terus menerus, Bank Indonesia berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait dalam rangka implementasi model bisnis dan persiapan soft launching “Jakarta One”. Bank Indonesia juga melaksanakan forum group discussion (FGD) untuk meminta masukan tentang kebutuhan layanan pembayaran di BUMD. Selanjutnya, Bank Indonesia juga telah menjajaki kemungkinan replikasi model bisnis tersebut di beberapa daerah lain. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 71 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Bank Indonesia menyadari pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia terdorong untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan penelitian, pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan, dan kegiatan lain. Semua kegiatan itu ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas pelaku usaha dan mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit kepada UMKM. 3.2.5.1. Penelitian, Pengembangan, dan Pengaturan Kredit atau Pembiayaan UMKM Bank Indonesia melakukan penelitian dan pengembangan UMKM untuk meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan untuk Peningkatan Akses Bank Indonesia melakukan penelitian dan pengembangan UMKM terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan. Selama periode triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan antara lain: a. Sebagai tindak lanjut dari penelitian 2015, Bank Indonesia melakukan pilot project “Peningkatan Akses Jasa Keuangan pada Kelompok Masyarakat Pesisir Sektor Perikanan Tangkap”. Pilot project itu bertujuan antara lain untuk mengidentifikasi, menetapkan dan membangun komitmen kelompok usaha potensial masyarakat pesisir, lembaga keuangan bank atau non-bank, serta stakeholder lainnya untuk meningkatkan akses jasa keuangan kelompok usaha potensial masyarakat pesisir. Di samping itu, pilot project bertujuan untuk mengidentifikasi faktor utama keberhasilan (key success factor) sekaligus memberikan rekomendasi dalam rangka perumusan dan implementasi kebijakan peningkatan akses jasa keuangan bagi kelompok masyarakat pesisir, untuk diterapkan pada cakupan yang lebih luas. Faktor utama keberhasilan adalah meningkatnya akses jasa keuangan lembaga keuangan bank atau non-bank melalui pemanfaatan salah satu jasa layanan keuangan atau diversifikasi layanan keuangan (tabungan/transfer/kredit) bank atau non-bank di 2 (dua) lokasi pilot project yakni Kabupaten Demak dan Kabupaten Gorontalo Utara. Dalam hal ini, Bank Indonesia telah mengidentifikasi pelaku usaha kelompok usaha potensial masyarakat pesisir dan lembaga keuangan bank atau non-bank. b. Bank Indonesia melaksanakan kajian arah pengembangan klaster komoditas volatile food dalam rangka pengendalian inflasi. Langkah ini untuk memperkuat kajian strategi penguatan klaster guna mendukung pasokan komoditas volatile food yang telah dilaksanakan pada 2015, Kajian ini antara lain bertujuan untuk memperoleh arah pengembangan dan penguatan klaster komoditas volatile foods Bank Indonesia. Kajian tersebut juga menetapkan roadmap pengembangan klaster, termasuk mengidentifikasi intervensi yang dapat dilakukan Bank Indonesia dan stakeholders terkait. Kajian juga bertujuan untuk memperoleh usulan integrasi klaster secara nasional melalui peningkatan produksi, peningkatan jalur distribusi, dan penguatan sistem logistik dalam rangka pengendalian inflasi. Kajian dilaksanakan di 3 (tiga) lokasi klaster Bank Indonesia, yaitu: (i) Kulon Progo, DI Yogyakarta (komoditas cabai), (ii) Nganjuk, Jawa Timur (komoditas bawang merah), dan (iii) Soppeng, Sulawesi Selatan (komoditas padi). c. Dalam rangka peningkatan pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai salah satu instrumen pengendalian inflasi, Bank Indonesia akan melakukan pilot project di 2 (dua) lokasi yaitu di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (komoditas gabah) dan Kabupaten Konawe Selatan (komoditas kakao). Pilot project ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi 72 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia faktor utama keberhasilan maupun kendala penerapan SRG selama ini. Melalui pilot project ini, Bank Indonesia dapat memberikan rekomendasi atau masukan bagi stakeholders terkait serta untuk masukan penyusunan juklak fasilitasi peningkatan pemanfaatan SRG di daerah bagi Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (KPwBI). d. Bank Indonesia melakukan pelatihan dalam rangka penelitian komoditas/produk/jenis usaha (KPJU) unggulan UMKM. Penelitian KPJU merupakan salah satu penelitian rutin di Bank Indonesia. Kegiatan ini berdasarkan amanat pengaturan tentang Pedoman Pelaksanaan Penelitian dan Pedoman Operasional Aplikasi Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM5. Penelitian KPJU bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada pemberian informasi potensi ekonomi suatu daerah yang dapat dikembangkan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dimaksud. Untuk itu, penelitian ini dilakukan di seluruh provinsi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI). Dalam rangka koordinasi dan pelaksanaan penelitian tersebut, pada triwulan I-2016, pelatihan terkait kredit KPJU diberikan kepada 13 KPwBI. Ke-13 KPwBI itu adalah KPwBI Prov Sulawesi Barat, KPwBI Prov Sulawesi Utara, KPwBI Provinsi Maluku, KPwBI Provinsi Gorontalo, KPwBI Prov DI Yogyakarta, KPwBI Prov Jawa Barat, KPwBI Prov Banten, KPwBI Cirebon, KPwBI Tasikmalaya, KPwBI Sumatera Selatan, KPwBI Provinsi Bengkulu, KPwBI Prov Sumatera Barat, dan KPwBI Provinsi Riau. 3.2.5.2. Program KPwBI DN dalam Pengembangan UMKM 1. Program Pengembangan Komoditas Pengendali Inflasi dalam bentuk Klaster Program pengembangan klaster merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi.Pengembangan klaster berbasis komoditas yang memiliki sumbangan signifikan terhadap inflasi di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Sampai dengan triwulan I-2016, Bank Indonesia telah mengembangkan 167 klaster yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk klaster ketahanan pangan, Bank Indonesia telah mengembangkan 23 klaster cabai merah, 23 klaster bawang merah, 29 klaster padi, dan 41 klaster sapi. Selama 2016, arah pengembangan komoditas inflasi dalam bentuk klaster akan difokuskan pada: a. Zonanisasi, yaitu prioritas pengembangan komoditas akan dibagi per regional (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulampua Nusra). Prioritas pengembangan didasarkan pada pemilihan komoditas yang memiliki kontribusi inflasi terbesar di masing-masing regional tersebut, Bank Indonesia melakukan pengembangan komoditas inflasi dalam bentuk klaster dengan fokus pada zonasisasi, aspek produksi, aspek keuangan dan integrasi dengan program Bank Indonesia lainnya. b. Aspek produksi/budidaya dilakukan melalui empat kegiatan. 1) Integrated Farming yaitu integrasi beberapa komoditas untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya, kemandirian dan kesejahteraan petani. 2) Replikasi program pengendalian inflasi dengan penerapan best practices dari program yang sukses. 3) Ekstensifikasi/ intensifikasi untuk meningkatkan produksi. 4) Pengaturan pola tanam komoditas untuk mendukung ketersediaan produk secara merata sepanjang tahun. 5 SE Intern No. 17/84/Intern tanggal 28 Desember 2015 perihal Pedoman Pelaksanaan Penelitian dan Pedoman Operasional Aplikasi Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan UMKM. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 73 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia c. Aspek keuangan, yaitu penerapan implementasi konsep value chain financing (VCF) dengan pendekatan business to business atau aspek komersial. Skema VCF sesuai untuk sektor pertanian, produksi diarahkan untuk memenuhi permintaan pasar, dan adanya kontrak/perjanjian kerjasama antarpelaku yang terlibat dalam rantai nilai. d. Integrasi dengan program Bank Indonesia lainnya, antara lain Program Wirausaha, Gerakan Nasional Non Tunai, Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK), dan sebagainya. 2. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan kegiatan untuk mendukung pengembangan wirausaha. Kegiatan itu di antaranya pelaksanaan Training of Trainers (ToT) Pencatatan Transaksi Keuangan (PTK) bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Provinsi Papua Barat dengan bekerjasama dengan Kantor Perwakilan BI (KPw BI) Provinsi Papua Barat. Kegiatan tersebut dihadiri para pelaku usaha, perwakilan pemerintah daerah, dan perbankan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendiseminasikan mengenai pentingnya pencatatan transaksi keuangan bagi para wirausaha binaan dalam setiap aktivitas usaha sekaligus menjadi panduan para wirausaha dalam menyusun laporan keuangan yang sederhana, sistematis, dan terstandar. Hal tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh akses pembiayaan perbankan/lembaga keuangan. Ke depan, ToT PTK bagi UMK akan dilakukan di 6 (enam) KPwBI di antaranya KPwBI Provinsi Sumatera Barat, KPwBI Balikpapan, KPwBI Provinsi DIY, KPwBI Provinsi Maluku, KPwBI Provinsi Jawa Timur, dan KPwBI Provinsi Papua. Untuk semakin meningkatkan motivasi wirausaha, Bank Indonesia akan melakukan kegiatan seminar pengembangan wirausaha di 2 (dua) KPwBI yaitu KPwBI Cirebon dan KPwBI Provinsi Maluku Utara. Seminar ini mengikutsertakan wirausaha binaan, perwakilan manajemen klaster, dan mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia (GenBI) di masing-masing KPwBI. Seminar ini bertujuan untuk menambah motivasi wirausaha, khususnya bagi para wirausaha binaan, sekaligus mengembangkan minat berwirausaha bagi para perwakilan manajemen klaster dan GenBI. 3.2.5.3. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM Dalam rangka pengembangan UMKM, Bank Indonesia aktif dalam fora internasional khususnya pada peningkatan akses keuangan bagi UMKM. Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pengembangan akses dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan atau akses kredit bagi UMKM. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam “2nd Inter-sessional Meeting of the Regional Comprehensive Economic Partnership Working Group on Economic and Technical Cooperation (RCEP WGETC)” pada 24-27 Februari 2016 di Bogor, Indonesia. Dalam pertemuan itu, Bank Indonesia menjadi salah satu delegasi Republik Indonesia bersama dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Dalam pertemuan tersebut, Bank Indonesia menyampaikan beberapa hal sebagai berikut: 1) Terkait penyusunan Articles on Small Medium Enterprice, Bank Indonesia memandang perlunya perlakuan khusus bagi usaha mikro, perlunya kerjasama di antara UKM dan UKM dengan perusahaan besar, serta perlunya perhatian terhadap akses informasi. 2) Terkait penyusunan Articles on Resources, Bank Indonesia menyepakati mekanisme pendanaan yang harus memperhitungkan kemampuan masing-masing negara. 74 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan Sistem Informasi Debitur (SID) merupakan sebuah sistem yang mengelola data perkreditan dari lembaga keuangan. Data perkreditan adalah data mengenai pengelolaan “Kredit” yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha. Dalam hal ini, terminologi kata “kredit” tidak hanya terbatas pada kredit dalam arti utang/pinjaman (loan), namun keseluruhan kewajiban keuangan yang timbul dari seorang debitur terhadap lembaga keuangan, di antaranya meliputi pinjaman, bank garansi, dan letter of credit (LC). Fungsi pengelolaan data perkreditan dalam SID adalah untuk menyediakan informasi rekam jejak (track record) debitur dalam mengelola kredit yang dimilikinya. Selanjutnya, informasi track record itu digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai dan menganalisis calon debitur yang mengajukan kredit. Berdasarkan hasil analisa tersebut, lembaga keuangan akan menentukan apakah calon debitur tersebut layak untuk diberikan fasilitas kredit atau tidak, berdasarkan dari profil risiko dan faktor pertimbangan lainnya. Pada triwulan I-2016, data jumlah debitur dan rekening fasilitas yang dikelola dalam SID serta pemanfaatan informasi perkreditan mengalami peningkatan. Pengelolaan lebih lanjut data perkreditan dapat memberikan dampak positif bagi lembaga keuangan, di antaranya adalah peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam proses pengelolaan kredit. Dengan ragam informasi perkreditan yang disediakan, lembaga keuangan dapat memberikan kredit kepada debitur dengan tingkat bunga dan jenis agunan yang berbeda antara satu debitur dan debitur yang lain. Bahkan, apabila diyakini bahwa calon debitur memiliki rekam jejak yang baik dalam pengelolaan kredit dan memiliki risiko yang rendah, lembaga keuangan dapat tidak mewajibkan debitur untuk menyediakan agunan sebagai jaminan atas kreditnya. Selain itu, lembaga keuangan akan dengan lebih mudah melakukan kontrol dan antisipasi terhadap potensi terjadinya gagal bayar dari seorang debitur melalui analisis terhadap data perkreditan yang ada, sehingga hal tersebut dapat mengurangi dampak risiko kerugian bagi lembaga keuangan. Data perkreditan juga bermanfaat untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pemerintah di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian RI, PPATK, dan Kemenkumham. Khusus bagi Bank Indonesia, beberapa tugas dan fungsi yang didukung oleh data perkreditan mencakup pada penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan di antaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan dan kendaraan bermotor, serta pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit. Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), pengelolaan data perkreditan di Indonesia dilakukan secara dual system. Sistem ini merupakan sinergi antara lembaga publik sebagai pengelola Public Credit Registry (PCR) dan lembaga swasta sebagai pengelola Private Credit Bureau (PCB) (yang selanjutnya disebut sebagai LPIP). Keberadaan LPIP akan menjadi mitra strategis dalam penyediaan produk informasi perkreditan yang lebih maju dan memiliki nilai tambah, yang didukung oleh cakupan dan jenis data yang komprehensif. Dengan demikian, informasi yang dihasilkan dapat lebih memberikan manfaat baik bagi lembaga keuangan maupun lembaga pemerintah. Perkembangan SID dan Informasi Debitur Individual (IDI) Sampai dengan Maret 2016, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID adalah 118 bank umum, 1.426 bank perkreditan rakyat (BPR), dan 31 lembaga keuangan non bank (LKNB). Pada triwulan I-2016, data perkreditan yang dilaporkan secara Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 75 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia rutin setiap bulan mencapai sejumlah 90,22 juta data debitur dan 206.87 juta rekening fasilitas. Jumlah tersebut meningkat sebesar 2,27% (qtq) atau 9% (yoy) untuk data debitur dan meningkat sebesar 2,99% (qtq) atau11,21% (yoy) untuk jumlah rekening fasilitas. Pertumbuhan jumlah debitur dan rekening fasilitas setiap triwulan dalam satu tahun terakhir tergambar sebagaimana dalam Tabel dan Grafik dibawah (Tabel 3.3): Tabel 3.3 Jumlah Debitur-Fasilitas dalam 1 (satu) tahun sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016 Jumlah Debitur Jumlah Rekening Fasilitas 81,93 179,87 82,77 183,67 84,6 189,34 86,38 194,99 88,22 200,86 90,22 206,87 TW IV ke TW I TW I ke TW II TW II ke TW III TW III ke TW IV TW IV ke TW I Pertumbuhan Debitur Pertumbuhan Fasilitas 1,03% 2,11% 2,21% 3,09% 2,10% 2,98% 2,13% 3,01% 2,27% 2,99% Sejalan dengan semakin bertambahnya data jumlah debitur dan rekening fasilitas yang dikelola dalam SID, terdapat pula peningkatan jumlah pemanfaatan informasi perkreditan (yang dikenal sebagai Informasi Debitur Individual/IDI) oleh lembaga keuangan. Pada triwulan I-2016, jumlah permintaan IDI mencapai 10,7 juta permintaan, meningkat sebesar 0,83% (qtq). Jumlah itu meningkat sebesar 8,41% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah permintaan IDI secara quarter to quarter memiliki korelasi positif Grafik 3.4 terhadap peningkatan jumlah debitur dan Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016 peningkatan jumlah fasilitas kredit (Grafik 3.4). Peningkatan jumlah permintaan informasi perkreditan juga mencerminkan tingkat pentingnya informasi perkreditan bagi lembaga keuangan dalam pengelolaan manajemen risiko perkreditan guna menjaga pertumbuhan kredit yang sehat. Statistik permintaan IDI dalam 1 (satu) tahun terakhir digambarkan dalam tabel dan grafik sebagai berikut (Tabel 3.4) (Grafik 3.5): Tabel 3.4 Permintaan IDI per Triwulan sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016 76 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Perkembangan Implementasi Sipnas Sebagai tindak lanjut rencana pengembangan Sistem Informasi Perkreditan Nasional (Sipnas), Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam beberapa aspek pengembangan. Koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dilakukan mengingat adanya kebutuhan terkait dengan data perkreditan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Dalam hal ini, Bank ­ ­ ­ ­ Indonesia memerlukan data perkreditan untuk mendukung tugas dan fungsinya di bidang moneter, makroprudensial, dan Grafik 3.5 sistem pembayaran, sedangkan Otoritas Jasa Permintaan IDI sejak Triwulan IV-2014 s.d Triwulan I-2016 Keuangan memerlukan data tersebut untuk mendukung fungsinya di bidang mikroprudensial. Dalam rangka proses perizinan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) yang akan beroperasi di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan akan menjalankan proses perizinan tersebut dengan tetap berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa LPIP yang akan beroperasi telah siap secara teknis dan administratif guna memperoleh data dari Bank Indonesia. Sampai dengan triwulan I-2016, terdapat 2 (dua) LPIP yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, 2 (dua) calon LPIP telah mendapatkan izin prinsip, dan 1 (satu) calon LPIP dalam proses perolehan izin prinsip. Dalam rangka pengembangan aspek sistem informasi, Bank Indonesia akan selalu berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk mengembangkan sistem informasi perkreditan yang andal dan berkualitas baik. Tahap pengembangan sistem informasi ini telah dimulai oleh Otoritas Jasa Keuangan dan ditargetkan dapat diimplementasikan pada 2017. Guna mendukung operasional sistem informasi ini, Bank Indonesia akan mendukung dari sisi penyediaan data historis selama proses pengembangan sistem informasi di OJK berlangsung. Sehubungan dengan hal itu, Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati Keputusan Bersama No. 17/3/NK/GBI/2015 PRJ-50A/D.01/2015 tanggal 3 Desember 2015 tentang Kerja sama dan Koordinasi dalam rangka Pengelolaan dan Pengembangan SID. Keputusan bersama itu menjadi dasar Bank Indonesia melakukan pengelolaan sistem informasi perkreditan sampai dengan OJK mengimplementasikan sistem informasi baru. 3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran guna menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. Pada triwulan I-2015, Bank Indonesia telah menyiapkan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Bank Indonesia juga terus berusaha untuk memperluas transaksi nontunai dengan tetap menjaga kepentingan nasional dalam jasa sistem pembayaran dan memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Sementara itu, kebijakan pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu : (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 77 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Berbagai upaya dan langkah kebijakan yang telah dilakukan Bank Indonesia hingga triwulan I-2016 mampu menjaga kelancaran sistem pembayaran guna menopang transaksi perekonomian. Hal itu tercermin pada indikator pengelolaan sistem pembayaran dan peningkatan perannya terhadap perekonomian berikut ini. Indikator Kinerja Utama (IKU) Target Pencapaian Triwulan I-2016 IKU 4. % Ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran BI99,97% (High Value Payment System, Securities Settlement, &99,16% Retail Value Payment System, Banking Services) Max 1x downtime Penjelasan: Persentase ketersediaan layanan jasa sistem pembayaran berada sedikit dibawah target. Namun demikian Bank Indonesia telah melakukan perbaikan seperti fine tuning di Sistem BI-RTGS untuk proses restart sistem maksimum 15 menit dan telah dilakukan perbaikan panel listrik. IKU 5. Peningkatan transaksi sistem pembayaran ritel (APMK, uang elektronik, internet payment, mobile payment, transfer kredit SKN) Akhir 2016 2,05 x PDB 1,89 x PDB Penjelasan: Nilai rasio transaksi SP ritel terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku adalah 1,89. Pencapaian rasio SP ritel pada triwulan I – 2016, berada diatas target yang ditetapkan untuk triwulan I-2016 sebesar 1,7 x PDB. Transaksi SP ritel pada triwulan II – 2016 diperkirakan terus meningkat karena adanya siklus musiman seperti hari raya dan tahun ajaran baru sekolah. IKU 6: % Peningkatan coverage dan layanan distribusi uang Akhir 2016: Penambahan 9,9% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia Penambahan 3,3% coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia Penjelasan: Indikator kinerja utama peningkatan coverage dan layanan distribusi uang oleh Bank Indonesia terkait pelaksanaan tugas sebagai Bank Sentral untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar. Adapun pencapaian untuk triwulan I-2016 telah mencapai 3,3% atau telah memenuhi target yang ditetapkan untuk Juni 2016 (3,3%). Selama triwulan I-2016 telah dilakukan pembukaan tambahan 5 Kas Titipan baru yang berlokasi di: - Berau (Tanjung Redab, Provinsi Kalimatan Timur) – BPD Kaltim - Blangpidi (Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh) - BRI - Tual (Provinsi Maluku) - BRI - Tobelo (Provinsi Maluku Utara) – BNI - Sungai Penuh (Provinsi Sumatera Barat) - BNI IKU 7: Soil Level ULE Nasional Minimum N/A * Soil Level 8 (UPB) dan Soil Level 6 (UPK) (Semesteran) Penjelasan: * Pelaksanaan Survey terhadap soil level uang Rupiah pada masyarakat dilakukan pada triwulan II-2016. 78 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia secara berkesinambungan terus berupaya memperkuat dan mengembangkan infrastruktur sistem pembayaran untuk menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, keandalan dan efisiensi sistem pembayaran. Bank Indonesia juga terus menempuh kebijakan dan menyempurnakan ketentuan dalam rangka meningkatkan kualitas layanan. Selain itu, Bank Indonesia konsisten dalam memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran nontunai dengan tetap mendorong penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia menempuh kebijakan sistem pembayaran sebagai berikut: Bank Indonesia mengarahkan kebijakan untuk menjaga dan meningkatkan keamanan, efisiensi, kelancaran, dan keandalan sistem pembayaran. a. Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II Tahap II Selama periode laporan, Bank Indonesia telah melakukan evaluasi kegiatan pengembangan SKNBI Generasi II tahap II Modul Bulk Payment yang meliputi pengujian, distribusi patching aplikasi, dan industrial test, termasuk performance test. Bank Indonesia juga telah melakukan kegiatan pelatihan terhadap seluruh Peserta SKNBI dan instalasi Sistem Sentral Kliring yang mulai digunakan sejak 5 Februari 2016. Sementara itu, implementasi SKNBI Modul Bulk Payment dijadwalkan mulai dilaksanakan pada 2 Mei 2016 dengan kepesertaan hanya mencakup bank umum saja. Demikian juga dengan Penyelenggara Transfer Dana, selain bank umum masih belum dapat menjadi Peserta SKNBI. b. Penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk Setelmen Dana Transaksi Surat Berharga di Pasar Modal Sebagai tindak lanjut pengembangan penggunaan CeBM Tahap Hybrid I, yaitu penggunaan CeBM untuk setelmen dana transaksi Surat Berharga Negara (SBN) maupun Non-SBN oleh Bank Kustodian di pasar modal, Bank Indonesia telah mengimplementasikan Tahap Hybrid II mulai 28 Maret 2016. Tahap Hybrid II melengkapi implementasi Tahap Hybrid I dengan transaksi SBN dalam denominasi Rupiah oleh Perusahaan Efek (PE). Pelaksanaan implementasi penggunaan CeBM Tahap Hybrid II berjalan dengan lancar yang tercermin dari kesesuaian data antara setelmen transaksi efek yang menggunakan CeBM pada Account Balance Monitoring (ABM) dengan data setelmen transaksi efek yang tercatat pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) (Tabel 3.5). Tabel 3.5 Tahapan Pengembangan CeBM ­ ­ Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 79 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tahapan Pengembangan Penggunaan CeBM untuk Setelmen Transaksi Efek di Pasar Modal Selama periode laporan, Bank Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan KSEI telah melaksanakan rapat koordinasi. Ketiga lembaga sepakat bahwa pelaksanaan implementasi penggunaan CeBM hanya akan dilaksanakan sampai dengan Tahap Hybrid III (Full CeBM), yaitu melengkapi implementasi Tahap Hybrid I dan II dengan transaksi Non-SBN dalam denominasi Rupiah oleh PE. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia terus meningkatkan koordinasi dengan Self Regulatory Organization (SRO) pasar modal, yaitu PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), PT Bursa Efek Indonesia (BEI), dan KSEI. Koordinasi itu bertujuan untuk memperoleh solusi optimal, terutama terkait isu-isu yang terjadi dalam implementasi Full CeBM. Isu-isu itu antara lain kebutuhan intraday facility untuk PE, window time untuk pelaksanaan distribusi hasil kliring di pasar modal, remunerasi dana mengendap, biaya transaksi yang timbul dari perubahan proses bisnis, dan isu terkait lainnya. c. Penerbitan Ketentuan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan/aturan sebagai payung hukum dalam pelaksanaan kegiatan lelang Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dan penatausahaan SBN6. Penerbitan aturan itu dalam rangka meningkatkan keamanan, efisiensi, dan kelancaran maupun untuk meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan nasional, Adapun pokok-pokok perubahan ketentuan dimaksud adalah sebagai berikut : a. Pengajuan penawaran pembelian obligasi negara pada lelang Surat Utang Negara (SUN) dalam Rupiah dan lelang SUN dalam valuta asing oleh dealer utama untuk dan atas nama diri sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain selain Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pengajuan tersebut dilakukan melalui cara penawaran pembelian kompetitif (competitive bidding) dan/atau penawaran pembelian non kompetitif (non-competitive bidding). b. Pengajuan penawaran pada lelang SUN tambahan dibatasi paling banyak sebesar penawaran pembelian non-kompetitif (non-competitive bidding) dalam lelang masing-masing seri SUN yang ditawarkan. d. Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government–electronic Banking dan Sub Registry 80 Sistem Bank Indonesia Government – electronic Banking (BIG-eB) adalah suatu sarana elektronik dan online yang disediakan untuk pemilik rekening giro dalam rangka melakukan transaksi keuangan dan memperoleh informasi keuangan. Dalam hal ini, pihak yang dapat menggunakan Sistem BIG-eB adalah pemilik rekening giro di Bank Indonesia yang memperoleh persetujuan dari penyelenggara untuk menggunakan Sistem BIG-eB. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government–electronic Banking dan Sub Registry melalui penerbitan ketentuan/aturan yang dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam penyediaan layanan jasa perbankan kepada nasabah Bank Indonesia, beberapa penyempurnaan ketentuan yaitu: 6 SE No. 18/1/DPSP tanggal 5 Januari 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia a.Penyempurnaan Tata Kelola penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government – electronic Banking7 Penyusunan ketentuan tersebut bertujuan untuk meningkatkan tata kelola penyelenggaraan sarana elektronik dan meningkatkan kualitas layanan jasa perbankan oleh Bank Indonesia. Selain itu, ketentuan diharapkan dapat mengakomodasi kepesertaan BIG-eB yang saat ini menjadi multi-institusional sekaligus sebagai dasar pengaturan bagi peserta Sistem BIG-eB dalam menggunakan Sistem BIG-eB. Adapun materi pengaturan dalam ketentuan dimaksud meliputi antara lain tugas dan tanggung jawab para pihak, tata cara menjadi peserta, hak akses peserta, penatausahaan rekening dan kode transaksi, serta layanan Sistem BIG-eB. b. Penyempurnaan pengaturan layanan Sub-Registry Bank Indonesia Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan untuk mengatur pelaksanaan kegiatan penyediaan layanan Sub-Registry Bank Indonesia kepada pemerintah daerah Republik Indonesia dalam rangka konversi penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) dan/atau Dana Alokasi Umum (DAU) dalam bentuk nontunai berupa SBN. Konversi penyaluran DBH dan/atau DAU adalah penyaluran dana kepada daerah yang memiliki uang kas dan simpanan di bank dalam jumlah tidak wajar, diberikan dalam bentuk nontunai melalui penerbitan SBN. Dalam hal ini, SBN dapat berbentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan/atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS). Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.07/2015 tentang Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum dalam Bentuk Nontunai. Pada pelaksanaanya, Bank Indonesia tidak mengenakan biaya atas layanan SubRegistry yang diberikan kepada nasabah SBN Konversi. Adapun pengaturan dalam ketentuan dimaksud antara lain adalah layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam penatausahaan SBN konversi, kewajiban nasabah SBN konversi, tata cara menjadi nasabah SBN Konversi Sub-Registry Bank Indonesia, dan biaya. e. Perluasan Penggunan Instrumen Pembayaran Nontunai Bank Indonesia senantiasa mendukung perluasan penggunaan instrumen pembayaran nontunai di masyarakat. Hal tersebut tercermin dari berbagai upaya dan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam mengembangkan dan mengenalkan instrumen pembayaran nontunai. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia memfasilitasi Pemda DKI dalam pengembangan konsep kartu Jakarta One. Konsep yang ditawarkan kartu Jakarta One adalah pengembangan integrasi Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga DKI sehingga dapat berfungsi sebagai instrumen pembayaran nontunai, khususnya uang elektronik dan kartu ATM/debet. Selain itu, pada Maret 2016, Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) bekerjasama dengan PT Jasa Marga meluncurkan pembayaran elektronik untuk jalan tol. Kerjasama itu memungkinkan seluruh uang elektronik anggota Himbara dapat digunakan di jalan tol. Pada triwulan I-2016 Bank Indonesia juga telah bekerjasama dengan penyelenggara jasa sistem pembayaran menyelenggarakan Sosialisasi Gerakan Cinta Rupiah dan Gerakan Nasional Nontunai di Kupang. Kerja sama ini untuk lebih mengenalkan instrumen pembayaran nontunai, khususnya kepada masyarakat Kupang. 7 SE No. 18/2/DPTP tanggal 28 Januari 2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government Electronic Banking. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 81 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Pada kesempatan itu, Bank Indonesia memberikan edukasi secara lebih intensif mengenai jasa sistem pembayaran di Indonesia dan peran Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang sistem pembayaran. Bank Indonesia juga berupaya untuk mendorong preferensi masyarakat Kupang menggunakan instrumen pembayaran nontunai khususnya uang elektronik. Selain itu, Bank Indonesia juga berupaya meningkatkan rasa cinta rupiah agar masyarakat terus menggunakan rupiah untuk setiap transaksi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsistensi Bank Indonesia dalam mengembangkan dan mengenalkan instrumen pembayaran nontunai diharapkan dapat memperluas penggunaan instrumen pembayaran nontunai. f. Peraturan terkait Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Dewan Gubernur tentang Kerangka Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah8. PDG tersebut mengatur mengenai pedoman perumusan dan pelaksanaan kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah yang didukung oleh kebijakan kegiatan layanan uang untuk fungsi terkait di internal Bank Indonesia. Hal ini diperlukan dalam rangka mewujudkan kebijakan sistem pembayaran, pengelolaan uang rupiah, dan kegiatan layanan uang yang kredibel dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik. g. Pengaturan dan Pengawasan Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang antara lain untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Objek pengawasan meliputi penyelenggaraan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan oleh industri yaitu penyelenggara APMK, uang elektronik, transfer dana (TD), dan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB). Agar dapat melakukan pengawasan secara menyeluruh, pengawasan terhadap TD dan KUPVA BB dilakukan secara desentralisasi oleh masingmasing kantor perwakilan berdasarkan wilayah kerja. Pengawasan dapat dilakukan melalui pemeriksaan tidak langsung (offsite) berdasarkan laporan yang disampaikan oleh penyelenggara dan/atau pemeriksaan langsung (onsite). Bank Indonesia memenuhi kebutuhan uang Rupiah melalui penyediaan uang layak edar ke seluruh wilayah Indonesia termasuk ke wilayah terpencil. 82 Secara umum, ruang lingkup pemeriksaan terhadap penyelenggara sistem pembayaran adalah kepatuhan penyelenggara terhadap ketentuan, penerapan prosedur, termasuk penerapan APU dan PPT, dan pengendalian internal. Pada triwulan laporan telah dilakukan onsite terhadap penyelenggara APMK,TD BB dan KUPVA BB. Selain itu, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan bersama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dilakukan sesuai dengan Nota Kesepahaman9. Objek pemeriksaan dilakukan kepada penyelenggara KUPVA Bukan Bank yang memiliki eksposur transaksi tinggi. 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang Kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. 8 9 Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia No. 18/5/PDG/2016 tanggal 14 Maret 2016 tentang Kerangka Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah. Nota Kesepahaman No. NK-26/1.02/PPATK/03/2010 tanggal 18 Maret 2010 tentang Kerjasama Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dan Risalah Rapat Bank Indonesia dengan PPATK No. 16/6/DKSP/GPSP/P3PVA/Rsl tanggal 31 Desember 2014. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Ketersediaan Uang Rupiah Dalam rangka mencapai pilar pertama, “ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya”, Bank Indonesia selama triwulan I-2016 melakukan kegiatan sebagai berikut: a.Koordinasi dengan Pemerintah RI dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang Undang-Undang tentang Mata Uang antara lain mengatur bahwa Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang. Dalam perencanaan dan pencetakan uang, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menyepakati jumlah rencana cetak uang Rupiah untuk 2016 dan 2017. Jumlah rencana cetak uang tahun 2016 sebesar Rp181,83 triliun yang terdiri atas Rp180,67 triliun uang kertas dan Rp1,17 triliun uang logam. Sedangkan rencana cetak uang tahun 2017 adalah sebesar Rp310,61 triliun, terdiri atas Rp309,15 triliun uang kertas dan Rp1,46 triliun uang logam. Kesepakatan rencana cetak tersebut dihitung berdasarkan asumsi indikator makro ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, dan suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate). Rencana itu juga berdasarkan asumsi jumlah uang tidak layak edar yang akan dimusnahkan. Dari sisi pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE) pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah melakukan pemusnahan sebesar Rp57,2 triliun yang seluruhnya merupakan uang kertas. Pemusnahan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Kementerian Keuangan sebagai bentuk koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah sebagaimana yang telah diamanatkan undang-undang. Selain itu, Bank Indonesia berkoordinasi dengan beberapa kementerian dan lembaga negara, serta pihak terkait lainnya dalam rangka melanjutkan persiapan penerbitan uang Rupiah baru dengan ciri umum sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. b. Kerja sama pencetakan uang Rupiah dengan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) Pada triwulan I-2016, realisasi cetak uang mencapai Rp9,0 triliun atau 124% dari rencana cetak pada triwulan yang sama. Realisasi cetak uang tersebut terdiri atas uang kertas sebesar Rp8,8 triliun atau 459,02 juta lembar uang kertas dan uang logam Rp186,7 miliar atau 77,26 juta keping uang logam. c. Pencegahan terhadap tindak pidana kejahatan mata uang Rupiah 1)Koordinasi dengan instansi yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal). Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia bersama Badan Intelejen Negara (BIN) dan Kepolisian Republik Indonesia yang merupakan unsur Botasupal telah melakukan tiga kegiatan sosialisasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah kepada perbankan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Materi yang disampaikan mengenai ciri keaslian uang Rupiah dan tata cara penggantian uang Rupiah rusak. Materi lainnya terkait permintaan klarifikasi uang Rupiah yang diragukan keasliannya, penyetoran dan penarikan uang Rupiah melalui Bank Indonesia, standar Uang Layak Edar dan Uang Tidak Layak Edar, serta modus operandi pemalsuan uang Rupiah. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 83 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Kegiatan sosialisasi tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat koordinasi seluruh unsur Botasupal10 pada akhir 2015. Rapat koordinasi tersebut membahas mekanisme koordinasi sebagai pedoman dalam memperkuat penerapan tata kelola pemberantasan Rupiah palsu untuk 2016. Secara umum, program kerja Botasupal mencakup aspek preventif yaitu mengenai peningkatan unsur pengaman uang Rupiah dari sisi importasi security ink yang harus mendapatkan izin kementerian terkait. Selain itu, aspek preventif lainnya berupa prioritasi program edukasi dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah. Program kerja yang mencakup aspek represif atau penegakan hukum adalah penetapan standar sanksi terhadap pelaku, pembuat, dan pengedar pada kasus uang palsu. Selain itu, dilakukan juga penghargaan bagi aparat dan masyarakat yang memberikan informasi pengungkapan kasus pemalsuan uang Rupiah. 2) Sosialisasi dan edukasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah. Bank Indonesia secara aktif melakukan kegiatan sosialisasi mengenai Pengelolaan Uang Rupiah. Sosialisasi ini ditujukan kepada cash handlers, seperti perbankan dan perusahaan penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah (PJPUR)11, penegak hukum, dan masyarakat umum. Hal ini bertujuan untuk menekan jumlah uang Rupiah palsu yang ditemukan pada proses pengolahan uang di Bank Indonesia yang berasal dari setoran perbankan. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan 8 kali sosialisasi dengan peserta berasal dari 14 bank nasional, seluruh perusahaan PJPUR yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Jasa Angkutan Uang dan Barang Berharga Indonesia (Apjatin). Bank Indonesia juga telah melakukan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat umum sebanyak 14 kali di beberapa wilayah Indonesia yaitu Jakarta, Tanjung Pinang, Kupang, Gorontalo, Palembang, Bogor, Pangkal Pinang, dan Pontianak. Sosialisasi tersebut dilakukan dalam bentuk tatap muka, pameran, dan pagelaran kesenian tradisional dengan peserta dari berbagai kelompok masyarakat, pelajar dan mahasiswa, guru, dosen, dan aparat penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan. 3) Dukungan terhadap upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia. Sebagai upaya penanggulangan pemalsuan uang Rupiah, Bank Indonesia memiliki laboratorium analisis uang Rupiah palsu dan BICAC (Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center). Fasilitas tersebut berfungsi untuk menganalisis informasi penemuan uang Rupiah palsu, pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang Rupiah palsu, serta pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah. Data dan analisis dari BICAC selanjutnya akan dikoordinasikan dengan Kepolisian RI dalam rangka memperkuat penanggulangan pemalsuan uang Rupiah. Pada triwulan laporan, Kantor Pusat Bank Indonesia telah melakukan 9 kali pemeriksaan laboratorium terhadap uang Rupiah yang diduga palsu dan 11 keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang Rupiah di wilayah Jakarta 10 Botasupal atau Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2012, yang terdiri dari 5 unsur, yaitu Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia. 11 Perusahaan Penyelenggaran Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR) adalah lembaga selain bank uang melakukan jasa pengolahan uang Rupiah, yang mencakup Distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang Rupiah; Pemrosesan (penghitungan, penyortiran, dan pengemasan uang Rupiah); Penyimpanan uang Rupiah di khasanah; dan/atau Pengisian Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dengan uang Rupiah dan/atau pengambilan uang Rupiah dari Cash Deposit Machine (CDM) berikut pemantauan kecukupan uang Rupiah pada ATM dan/atau CDM. PJPUR sebelumnya dikenal dengan nama Perusahaan Cash in Transit. 84 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dan sekitarnya. Selama triwulan laporan, pemeriksaan barang bukti uang Rupiah yang diduga palsu berdasarkan permintaan kepolisian berjumlah 650 lembar, terdiri dari 627 lembar pecahan Rp100.000 dan 23 lembar pecahan Rp50.000. Distribusi dan Pengolahan Uang Dalam rangka mencapai pilar kedua “distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal”, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan antara lain: a. Peningkatan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Bank Indonesia terus meningkatkan frekuensi dan kuantitas distribusi uang Rupiah guna meningkatkan persediaan uang Rupiah di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Pada triwulan laporan, realisasi distribusi uang Rupiah mencapai Rp35,5 triliun dalam berbagai pecahan. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp24,7 triliun (69,5%) didistribusikan untuk memenuhi tambahan kecukupan persediaan kas Kantor Perwakilan Bank Indoensia Dalam Negeri dan Rp10,8 triliun (69,5%) untuk Kantor Pusat. Pangsa terbesar distribusi uang daerah adalah untuk Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat, dengan jumlah masing-masing sebesar Rp4,63 triliun, Rp3,18 triliun, dan Rp3,16 triliun. b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa angkutan. Dalam rangka melakukan distribusi uang Rupiah keseluruh wilayah NKRI, Bank Indonesia melakukan kerja sama antara lain dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Kerja sama itu berupa penyediaan armada transportasi secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi Rupiah ke seluruh Indonesia. Kerja sama dengan PT KAI berupa penyediaan moda transportasi kereta api terjadwal untuk distribusi uang Rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat. Kerjasama dengan PT Pelni untuk penyediaan moda transportasi kapal penumpang terjadwal yang menjadi alternatif bagi Bank Indonesia. Gambar 3.1 Jalur Distribusi Uang Rupiah oleh Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 85 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Distribusi uang Rupiah dengan menggunakan kapal penumpang menjadi alternatif, jika perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai jalur distribusi uang Rupiah Bank Indonesia atau tidak dapat melayani permintaan distribusi uang pada waktu yang diperlukan (seluruh jalur distribusi dalam gambar 3.1). Layanan Kas Prima Dalam rangka mencapai pilar ketiga “layanan kas prima”, Bank Indonesia melakukan kegiatan melalui: a. Layanan Kas Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian, wilayah perbatasan, daerah terpencil maupun pulau terdepan Indonesia. Kegiatan ini berupa penukaran uang pecahan dan uang rusak/cacat/lusuh dengan uang layak edar. Selama triwulan I-2016, total penukaran Rupiah melalui kegiatan Kas Keliling tercatat sebesar Rp464,3 miliar atau tumbuh 10,2% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Dalam rangka memperluas layanan kas ke wilayah terpencil dan pulau terdepan NKRI, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut (TNI AL) dan Pemerintah Daerah. Pada periode laporan, pelaksanaan kegiatan layanan kas ke wilayah terpencil dan terdepan NKRI dilakukan melalui kegiatan Kas Keliling dengan rute Pulau Kangean – Pulau Masalembo – Pulau Raas – Pulau Sapudi – Pulau Sepanjang – Sumenap, yang menggunakan Kapal TNI-AL (KRI Tombak 629). Selain itu, dilakukan juga kegiatan kas keliling pada rute Ambon – (singgah di Pulau Teon, Pulau Nila, Pulau Selu, Pulau Serua, Pulau Sera) - Pulau Saumlaki – (singgah di Pulau Masela) - Pulau Tepa – (singgah di Pulau Sermatang, Pulau Lakor) - Pulau Moa – (singgah di Pulau Leti) Pulau Kisar – (singgah di Pulau Wetar, Pulau Kambing) - Pulau Liran menggunakan kapal Siwalima. Seluruh kegiatan kas keliling tersebut juga disertai kegiatan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah, edukasi perlakuan terhadap uang Rupiah, dan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). b. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi potensial. 86 Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia menambah lima Kas Titipan yaitu di Berau (Tanjung Redab, Provinsi Kalimatan Timur), Blangpidi (Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh), Tual (Provinsi Maluku), Tobelo (Provinsi Maluku Utara), dan Sungai Penuh (Provinsi Sumatera Barat). Pengelolaan kas titipan dilakukan melalui kerjasama dengan Bank Umum. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan akhir Maret 2016 terdapat 40 Kas Titipan yang beranggotakan 399 kantor bank peserta. Selama triwulan I-2016, jumlah uang Rupiah yang ditarik oleh pengelola Kas Titipan sebesar Rp7,1 triliun, turun 52,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut terjadi sebagai dampak arus balik uang Rupiah dari perbankan paska periode Natal dan liburan akhir tahun 2015. Namun demikian, jumlah penarikan uang tersebut lebih tinggi 19,7% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,9 triliun. Penarikan uang Rupiah tertinggi dilakukan oleh perbankan wilayah Sumatera, kemudian diikuti Kalimantan dan Sulawesi Papua Bali Nusra. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Gambar 3.2 Pengelolaan Kas Titipan Kesepakatan Bersama Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang Rupiah, pada triwulan I-2016, Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan menandatangani kesepakatan kerjasama dan koordinasi. Kesepakatan Bersama itu bertujuan untuk menciptakan sinergi dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan kedua institusi. Adapun ruang lingkup Kesepakatan Bersama tersebut meliputi: (a) peningkatan kelancaran distribusi uang Rupiah di seluruh wilayah NKRI, (b) penerapan kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI, (c) pelaksanaan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) dan perluasan akses keuangan, (d) tukar menukar data dan/atau informasi, (e) pemenuhan kelancaran distribusi logistik di wilayah NKRI dalam rangka pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi, (f ) penyelenggaraan program penelitian bersama (joint research), dan (g) sosialisasi dan edukasi. Khusus terkait dengan butir (a), pelaksanaan tugas distribusi uang menjadi tanggung jawab Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan distribusi uang Rupiah di wilayah NKRI, khususnya di wilayah terpencil dan perbatasan, didukung oleh Kementerian Perhubungan sesuai kewenangannya. Kesepakatan Bersama yang berlaku selama lima tahun tersebut akan ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama yang disepakati oleh Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan. c. Evaluasi Penandatanganan Pedoman Kerja dan Pokok-pokok Kesepahaman Antara Bank Indonesia dan Kepolisian RI Pada 1 September 2014, Bank Indonesia dan Kepolisian RI telah menandatangani Nota Kesepahaman (NK) Nomor 16/33/GBI/DPU/NK // No B/29/VIII/2014 tentang Kerja Sama Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ruang lingkup NK tersebut meliputi tukar menukar data dan/atau informasi; pengamanan dan pengawalan; pengawasan; penegakan hukum; peningkatan sumber daya manusia; dan sosialisasi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 87 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Sebagai pedoman dalam teknis pelaksanaannya, ditindaklanjuti dengan penandatanganan Pedoman Kerja (PK) di tingkat nasional dan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) di tingkat provinsi. Penandatanganan PK dan PPK tersebut terkait dengan kerja sama pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah, pengawalan dan pengamanan, pengawasan badan usaha jasa pengawalan (Cash in Transit/ CiT), penanganan dugaan tindak pidana di bidang Sistem Pembayaran, dan penanggulangan pemalsuan uang Rupiah. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja. Secara umum, pelaksanaan NK dan PK telah berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di 27 provinsi yang telah menandatangani PPK12. Beberapa kegiatan yang dapat dioptimalisasi, khususnya dalam rangka menjadikan Rupiah berdaulat di negeri sendiri, adalah peningkatan kerja sama dengan Kepolisian Perairan (Polair) terkait kegiatan kas keliling di kepulauan, dan koordinasi yang lebih intensif terkait penegakan hukum kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Indonesia. BOKS Implementasi Masterplan Centralized Cash Network Planning (CCNP) Dalam melaksanakan tugasnya di bidang pengelolaan uang Rupiah khususnya distribusi uang dan layanan kas, Bank Indonesia dihadapkan pada tantangan kondisi geografis wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan. Salah satu tantangan terbesar distribusi uang adalahketerbatasan ketersediaan moda dan jalur transportasi regular yang menyebabkan rendahnya konektivitas antardaerah. Sementara itu, tantangan terkait aspek layanan kas adalah masih terdapat daerah terpencil, perbatasan dan pulau terdepan NKRI yang belum terjangkau layanan kas Bank Indonesia. Tantangan tersebut menyebabkan pengedaran uang layak edar menjadi belum optimal di wilayah NKRI, yang pada akhirnya berdampak pada beragamnya kualitas uang Rupiah yang beredar di wilayah tersebut. Berdasarkan tantangan tersebut, Bank Indonesia menyusun Masterplan Centralized Cash Network Planning (CCNP), yang merupakan salah satu program transformasi yang dideklarasikan pada 2014 berupa pencanangan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) 2024. Masterplan CCNP didesain dalam rangka memperluas jaringan distribusi uang agar dapat menjangkau seluruh wilayah NKRI dengan tetap menjaga kualitas uang yang beredar. Pelaksanaan Masterplan CCNP membutuhkan peran aktif perbankan terutama sebagai pengelola Kas Titipan pada daerah yang belum terjangkau layanan kas Bank Indonesia secara langsung. Di samping itu, peran badan usaha lainnya (khususnya badan usaha penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah) juga akan diperluas dalam mendukung kelancaran distribusi uang di berbagai wilayah Indonesia. 12 Penandatangan 27 PPK di 9 provinsi di wilayah Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Kep. Bangka Belitung), 5 provinsi di wilayah Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan DI Yogyakarta), dan 13 provinsi di Kawasan Timur Indonesia (Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat). 88 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Melalui program transformasi CCNP, Bank Indonesia berharap pada 2019 memiliki coverage jaringan distribusi uang sekaligus coverage layanan kas Bank Indonesia yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia13. Sampai dengan triwulan I-2016, dengan jumlah 43 kantor Bank Indonesia yang melakukan fungsi pengelolaan uang Rupiah dan keberadaan 40 Kas Titipan yang beranggotakan 399 kantor bank anggota, maka coverage wilayah Indonesia yang telah terjangkau layanan kas Bank Indonesia telah mencapai 68,3% kota/kabupaten di Indonesia. 13Perhitungan coverage jangkauan jaringan distribusi uang dan layanan kas mengggunakan metode jumlah kota dan kabupaten yang terlayani oleh kantor Bank Indonesia dan Kas Titipan, berdasarkan faktor waktu tempuh dan moda transportasi. Sebagai contoh coverage KPw Provinsi Aceh dapat menjangkau 4 kota/kabupaten yaitu Banda Aceh Kota, Aceh Besar, Sabang Kota, dan Aceh Jaya. 3.4. Kerja Sama Internasional Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam berbagai fora kerjasama internasional, baik pada tataran regional maupun multilateral. Berbagai isu strategis dibahas dalam fora internasional menyikapi perkembangan kondisi perekonomian terkini dan upaya bersama untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan. 3.4.1. Kerja Sama Dalam Forum G20 Konferensi tingkat tinggi G20 di Tiongkok mengangkat tema 4-I. Pertama, Innovative yakni membangun inovasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, Invigorated yang dimaknai sebagai upaya membangun tata kelola perekonomian dan keuangan global yang lebih efektif dan efisien. Ketiga, Interconnected yaitu menciptakan perdagangan dan investasi global yang kuat. Keempat, Inclusive ditujukan untuk menciptakan pembangunan yang inklusif dan saling terkait. Selama 2015, Bank Indonesia berperan aktif dalam berbagai fora internasional dengan fokus pada stabilitas ekonomi dan sistem keuangan dan pencegahan krisis. Sebagai rangkaian acara G20, dilakukan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20. Pertemuan membahas antara lain kondisi perekonomian global, komitmen untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, investasi dan infrastruktur, stabilitas dan ketahanan arsitektur keuangan internasional, reformasi sektor keuangan, sistem perpajakan internasional, dan anti terorisme keuangan. Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan menyampaikan posisi Indonesia sebagai berikut: a. G20 harus berkontribusi nyata pada permasalahan ekonomi global seperti permasalahan negative spillover dari kebijakan moneter negara maju yang divergen dan proses transisi perekonomian Tiongkok, volatilitas pasar keuangan, serta penurunan harga minyak. b. G20 memiliki komitmen untuk melakukan reformasi struktural guna mendorong pertumbuhan ekonomi global. c. Perlunya optimalisasi peran Multilateral Development Banks dalam pembiayaan infrastruktur, menyusun Aliansi Konektivitas Infrastruktur Global yang inklusif, dan mencari sumber pembiayaan alternative bagi proyek infrastruktur, terutama melalui pengembangan instrumen sukuk. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 89 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia d. Organisasi internasional didorong untuk menyusun best practices dalam menghadapi volatilitas capital flows sekaligus memperkuat Global Financial Saftey Net (GFSN), terutama melalui peningkatan kerja sama IMF dengan Regional Financing Arrangements. Organisasi internasional juga didorong untuk mengatasi masalah stigma negatif terhadap fasilitas pembiayaan IMF, terutama di negara-negara Asia. e. Indonesia mendukung implementasi standar dan regulasi di sektor keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan (resiliensi) sektor keuangan terhadap gejolak dan mengurangi moral hazard pada lembaga keuangan. Namun, implementasinya harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. f. Indonesia mendukung implementasi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan dan Pertukaran Informasi Keuangan secara Otomatis di semua negara, tanpa kecuali. Indonesia mengharapkan G20 dan lembaga internasional mewajibkan semua negara untuk terlibat dalam kerjasama perpajakan tersebut untuk mengatasi kasus penghindaran pajak. g. Indonesia mendukung agenda internasional dalam memerangi terorisme dan menutup semua celah bagi pendanaan terorisme. Indonesia mendukung implementasi prinsipprinsip Beneficial Ownership untuk mencegah tindak pidana pencucian uang terkait terorisme, korupsi dan juga penghindaran pajak lintas negara. 3.4.2. Kerja Sama dalam forum IMF Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kegiatan terkait keanggotaan Indonesia dalam Dana Moneter Internasional (IMF). Salah satu kegiatan yang dilaksanakan yaitu pembayaran kenaikan kuota Indonesia, serta penyampaian tanggapan atas 3 working paper IMF. Ketiga working paper IMF tersebut adalah: (i) “The Fund’s Lending Framework and Sovereign Debt – Further Considerations”, (ii) “Review of Access Limits and Surcharge Policies”, dan (iii)“Adequacy of Fund Resources – Preliminary Considerations”. a. Pembayaran Kenaikan Kuota Indonesia dalam rangka 14th General Review Of Quotas Kenaikan kuota IMF merupakan implementasi dari hasil 14th General Review of Quotas sesuai resolusi IMF No. 66-2 tanggal 15 Desember 2010 yang efektif pada 26 Januari 2016. Negara berkembang dengan pertumbuhan perekonomian tinggi (dynamic emerging economies), termasuk Indonesia mengalami kenaikan kuota dengan proporsi kenaikan lebih besar. Kuota Indonesia meningkat dari 0,872% menjadi 0,975%. Indonesia membayar kenaikan kuota sebesar Special Drawing Rights (SDR)14 2.569 juta (ekuivalen Rp48,17 triliun), sehingga total kuota Indonesia di IMF menjadi SDR4.648 juta (ekuivalen sebesar Rp87,17 triliun). Dengan adanya kenaikan kuota tersebut, Indonesia menunjukkan kontribusinya sebagai masyarakat dunia yang berperan aktif dalam menjaga stabilitas perekonomian dunia. Kenaikan kuota ini juga mempertahankan posisi kepemimpinan di Asia Tenggara, dimana posisi Indonesia menduduki peringkat 1 dalam besarnya hak suara di antara 13 negara dalam kelompok konstituen negara Asia Tenggara. Hal ini berdampak pada besarnya peran Indonesia dalam pengambilan keputusan di IMF. Dari sisi kepentingan domestik, kenaikan kuota memberikan ruang lebih besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan jaring pengaman keuangan global jika diperlukan. 14 Special Drawing Rights (SDR) merupakan aset cadangan internasional, yang diciptakan oleh IMF pada tahun 1969 untuk melengkapi official reserves yang ada pada negara-negara anggota. SDR dapat ditukar untuk digunakan secara bebas sebagai mata uang. Nilai SDR berdasarkan empat mata uang besar yakni USD, EUR, JPY, dan GBP. 90 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia b. Tanggapan atas working paper IMF 1) The Fund’s Lending Framework and Sovereign Debt – Further Considerations Dalam working paper IMF ini, IMF mengusulkan untuk meningkatkan fleksibilitas pada Framework Exceptional Access Policy (EAP)15 dan menghapus systemic exemption. Dalam tanggapannya, Bank Indonesia melihat pentingnya kriteria dalam menentukan exceptional access16 bagi negara yang membutuhkan pendanaan. Untuk itu, diperlukan review atas framework yang berlaku saat ini untuk mengetahui perbaikan yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan fleksibilitas framework EAP dan menurunkan biaya bagi debitur maupun kreditur akibat debt restructuring. Terhadap usulan fleksibilitas lending framework IMF, Indonesia mendukung proposal tersebut agar terdapat kebijakan yang less-costly. Hal tersebut akan memberikan ruang bagi anggota untuk mendapatkan akses pendanaan dalam jumlah besar namun tetap menjaga ruang kebijakan untuk dapat memperbaiki perekonomian serta mengembalikan kepercayaan pasar. Terkait dengan systemic exemption, Indonesia sependapat bahwa systemic exemption dapat menciptakan moral hazard dan ketidakpastian, spillover yang lebih besar, dan menimbulkan perlakuan yang asimetris terhadap penerima exceptional access. Sebagai salah satu shareholder, Indonesia perlu memastikan safeguard sumber pendanaan IMF. Penghapusan systemic exemption diharapkan tidak membatasi ruang untuk memperoleh akses terhadap exceptional access dengan ditambahkan fleksibilitas dalam kerangka EAP. Oleh karena itu, Indonesia mendukung agar implementasi kedua perubahan dilakukan sebagai satu paket yang tidak terpisah. 2) Review of Access Limits and Surcharge Policies IMF menyampaikan pembaharuan working paper Review of Access Limits and Surcharge Policies atas fasilitas pinjaman IMF dari General Resource Account (GRA)17 sebagai antisipasi dari kenaikan kuota “General Review Quota (GRQ) ke-14” pada awal 2016. Dalam working paper ini, direkomendasikan penyesuaian kenaikan terhadap access limit, surcharge level, dan commitment fee threshold untuk memenuhi kebutuhan anggota dan hal terkait lainnya. Terhadap hal tersebut, Indonesia mendukung penyesuaian access limit dan commitment fee threshold yang meningkat moderat sehingga dapat mencegah permintaan pinjaman yang berlebihan (excessive) namun dapat tetap memenuhi kebutuhan pendanaan anggotanya. 3) Adequacy of Fund Resources – Preliminary Considerations Perubahan fundamental perekonomian global berimplikasi pada kapasitas dana IMF. Hal ini berdampak pada minimnya kapasitas pinjaman IMF, sehingga diperlukan langkah lebih guna memastikan kecukupan sumber dana IMF. Untuk itu, dalam working paper ini dipaparkan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kapasitas pinjaman agar mencukupi kebutuhan negara anggotanya dalam jangka menengah, baik kebutuhan aktual maupun potensial. 15 EAP adalah pemberian akses pinjaman melebihi batas maksimal dari framework saat ini yang diberikan bagi negara yang mengalami krisis. EAP dapat diberikan apabila berdasarkan hasil analisis yang sistematis dan mendalam terdapat probabilitas tinggi bahwa utang akan tetap sustainable. 16 Exceptional access adalah pemberian utang melebihi limit normal IMF kepada negara anggota yang mengajukan utang dengan kemampuan membayar hutang yang baik (high probability on debt sustainability). 17 General Resource Account (GRA) merupakan kumpulan reserve asset yang dimiliki IMF dari kuota dan borrowed resources yang digunakan untuk memberikan pinjaman non-concessional bagi negara anggota. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 91 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Terhadap pemaparan ini, Indonesia memiliki pandangan yang sejalan dengan IMF bahwa sumber pendanaan masih perlu diperkuat. Indonesia sependapat bahwa struktur pendanaan IMF harus diarahkan untuk menjaga quota-based. Oleh karena itu, asesmen kebutuhan fund resources sebagai dasar diskusi General Quota Review ke-15 menjadi sangat krusial. Di samping itu, Indonesia juga mendorong IMF untuk melakukan analisis secara lebih mendalam terkait Financial Safety Net. 3.4.3. Kerja Sama ASEAN Sebagai tindak lanjut Asean Economic Community Blueprint 2025 yang telah disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN pada November 2015, setiap sektor, termasuk sektor keuangan, menyusun Strategic Action Plan sebagai rencana kerja bagi Working Committee untuk mewujudkan visi integrasi ekonomi ASEAN 2025. Dalam penyusunan Strategic Action Plan 2025, Bank Indonesia secara aktif mengambil posisi leadership dalam Working Committee dan mengawal posisi Indonesia guna memastikan kepentingan nasional terakomodasi. Dalam hal ini, Bank Indonesia berkoordinasi secara erat dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan. Untuk mengawal kepentingan nasional, Bank Indonesia antara lain menjadi co-chair di Task Force ASEAN Banking Integration Framework, Working Committee on Payment and Settlement System, dan Pre-Working Committee on Financial Inclusion. Untuk itu, Bank Indonesia berperan dalam menentukan penyusunan draf Strategic Action Plan di masingmasing working committee tersebut. Selain itu, untuk meningkatkan peran leadership di kawasan, Bank Indonesia terpilih bersama Filipina sebagai co-chair Senior Level Committee18 untuk periode 2016-2018 pada pertemuan Senior Level Committee di Singapura. 3.4.4. Kerja Sama ASEAN+3 Kerja sama ASEAN+3 masih terus difokuskan pada upaya penguatan ketahanan (resiliensi) kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global yang masih berlanjut. Upaya penguatan resiliensi kawasan melalui Regional Financial Arrangements terus dilakukan dengan meningkatkan kesiapan operasionalisasi dan implementasi Chiang Mai Initiatives Multilateralization (CMIM) maupun peningkatan peran ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Hingga triwulan I-2016, penguatan CMIM masih difokuskan pada penguatan koordinasi antara CMIM dan Global Financial Safety Net (GFSN), serta upaya peningkatan operasionalisasi CMIM. Penguatan koordinasi antara CMIM dan GFSN antara lain dilakukan melalui penyempurnaan mekanisme operasional aktivasi fasilitas CMIM, khususnya fasilitas CMIM yang memiliki keterkaitan dengan program IMF (CMIM IMF linked portion). Peningkatan operasionalisasi CMIM dilakukan melalui penyempurnaan Operational Guidelines CMIM secara berkelanjutan. 3.4.5. Kerja Sama Bank of International Settlement (BIS) Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menghadiri tiga pertemuan terkait forum BIS, yaitu pertemuan tingkat Deputi Gubernur Bank Sentral pada Januari 2016 dan pertemuan tingkat Gubernur Bank Sentral pada Januari dan Februari 2016. Beberapa isu yang dibahas 18 Senior Level Committee merupakan organ tingkat tinggi ASEAN yang memonitor implementasi Strategic Action Plan 2025 yang telah disetujui dalam ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM) pada 4 April 2016. 92 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia dalam pertemuan itu adalah perkembangan ekonomi dan keuangan global, dampak perkembangan teknologi block chain, ekspektasi inflasi, dan kebijakan moneter. Pembahasan mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan global diwarnai dengan outlook pertumbuhan global yang melambat. Perhatian juga ditujukan pada upaya negara maju untuk mendorong pertumbuhan dengan menurunkan suku bunga hingga level sangat rendah, bahkan negatif. Terkait isu tersebut, Bank Indonesia menyampaikan bahwa suku bunga hendaknya diupayakan menuju level suku bunga riil yang sehat bagi perekonomian. Untuk itu, Bank Indonesia melakukan penurunan suku bunga secara berhati-hati. Terkait dengan pelemahan pertumbuhan Tiongkok, Bank Indonesia menyampaikan bahwa emerging economies harus mewaspadai spillover yang mungkin timbul melalui 4 channel, yaitu perdagangan, harga komoditas, sistem keuangan global, dan neighborhood effect Terkait dengan topik block chain (teknologi untuk memfasilitasi penerapan virtual currency yang memungkinkan individu melakukan transaksi tanpa melalui lembaga intermediasi atau kliring), Bank Indonesia memandang perlunya memperhatikan risiko yang muncul dari sisi keamanan bagi nasabah, kemungkinan penyalahgunaan untuk menutupi kejahatan, integritas jaringan, serta belum memadainya monitoring dan regulasi. Terkait ekspektasi inflasi dan kebijakan moneter, diidentifikasi bahwa inflasi negara emerging lebih dipengaruhi oleh faktor global dibandingkan dengan faktor domestik. Untuk topik ini, Bank Indonesia menjadi salah satu lead speaker yang membahas pemilihan ukuran inflasi yang digunakan oleh bank sentral negara-negara emerging. 3.4.6. Kerja Sama Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks (EMEAP) Pertemuan EMEAP menyepakati tindak lanjut penutupan Asian Bond Fund (ABF) 1 seiring dengan tujuan pembentukannya yang telah tercapai. Sebagaimana kesepakatan pada pertemuan Deputi Gubernur EMEAP, dana Asian Bond Fund (ABF) 1 selanjutnya akan ditransfer ke ABF 2 sebagai salah satu upaya pengembangan pasar obligasi kawasan dalam local currency. Pertemuan juga mendiskusikan mengenai global financial regulatory reforms, khususnya mengenai over the counter derivative market (OTC DM). Para Deputi Gubernur EMEAP memberikan arahan kepada Working Group on Banking Supervision (WGBS) agar melakukan kajian atas proses implementasi reformasi pasar OTC derivatif yang lebih fleksibel, dan menyesuaikan pengelompokan sampel survei progress implementasi OTC Derivatif. Terkait hal ini, Bank Indonesia menyampaikan masukan agar pengelompokan sampel survei tidak berdasarkan anggota/non-anggota Financial Stability Board (FSB), namun didasarkan pada tingkat aktivitas di masing-masing pasar. 3.4.7. Kerja Sama Internasional Lainnya Bank Indonesia menjalin kerja sama Bilateral Currency Swap Arrangement dengan People’s Bank of China (PBOC) untuk memfasilitasi kegiatan perdagangan antar kedua negara dengan menggunakan mata uang domestik masing-masing19. Implementasi BCSA diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS. Hal ini disebabkan mata uang dolar AS masih mendominasi transaksi valas di dalam negeri, meskipun investor 19 Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) adalah kerja sama transaksi swap mata uang antara dua bank sentral sebagaimana diatur dalam PBI No. 12/6/PBI/2010. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 93 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia maupun mitra dagang utama Indonesia adalah negara-negara Asia (khususnya Tiongkok) dan Eropa. Besarnya kebutuhan transaksi dalam mata uang dolar AS merupakan salah satu penyebab tingginya tekanan dan volatilitas Rupiah. Di sisi lain, mata uang Renminbi (RMB) berpotensi menjadi alternatif pengganti mata uang dolar AS dalam perdagangan internasional. Sejak 1 Oktober 2016, RMB resmi dimasukkan ke dalam IMF Special Drawing Right (SDR) Basket. Untuk meningkatkan penggunaan RMB, pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan serangkaian langkah persiapan implementasi Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dengan People’s Bank of China (PBOC). Bank Indonesia mengadakan diskusi dengan bank-bank pelaku utama transaksi RMB. Selanjutnya, Bank Indonesia mengadakan kunjungan langsung dan berdiskusi dengan 16 perusahaan dari berbagai sektor di Jabotabek yang memiliki aktivitas perdagangan dengan Tiongkok. Dari hasil diskusi tersebut, salah satu masalah utama yang menghambat implementasi adalah kurangnya kepedulian terhadap perkembangan mata uang RMB yang saat ini telah dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional. Untuk dapat mengimplementasikan skema domestik BCSA BI-PBOC secara efektif, diperlukan upaya membangun kepedulian mengenai pentingnya mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS melalui penggunaan RMB dalam perdagangan internasional dengan Tiongkok. 3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan Pada 2016, Bank Indonesia secara khusus menyusun brand communication plan dan policy communication plan guna mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia. Komunikasi memiliki peran sangat penting untuk mendukung pencapaian visi Bank Indonesia 2024 yakni menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Selain untuk membangun kredibilitas Bank Indonesia di mata stakeholders, komunikasi dipandang sebagai salah satu instrumen kebijakan. Bank Indonesia menyusun brand communication plan dan policy communication plan. Sesuai brand communication plan, Bank Indonesia memposisikan diri sebagai “Penjaga Stabilitas Perekonomian Bangsa untuk Kedaulatan Indonesia”. Positioning ini bertujuan menguatkan kredibilitas yang pada akhirnya akan meningkatkan dukungan stakeholders terhadap kebijakan Bank Indonesia. Pada gilirannya, positioning tersebut akan mendukung efektivitas berbagai kebijakan yang diterbitkan. Dalam implementasinya, Bank Indonesia menyusun communication plan untuk kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas komunikasi dengan menyelaraskan pesan kunci (key-message) dan penguatan materi komunikasi yang sesuai dengan brand Bank Indonesia. Bank Indonesia juga terus melanjutkan komunikasi dengan pendekatan “proaktif horisontal” dan “multi-channel”. Pendekatan ini dilakukan secara aktif dan dua arah dengan melakukan inisiatif untuk melakukan penyebaran informasi mengenai kebijakannya sejak dini dan terencana dengan berbagai instrumen komunikasi. Untuk mengkomunikasikan kebijakan, digunakan media konvensional seperti surat kabar, televisi maupun radio maupun melalui website dan media sosial. Sedangkan komunikasi melalui media elektronik dilakukan dalam bentuk talkshow TV dan radio ataupun wawancara khusus (Tabel 3.5). Selain melalui channel komunikasi tersebut, komunikasi langsung (tatap muka) juga dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain melalui kunjungan masyarakat ke Bank Indonesia, BI goes to campus, dan komunikasi dengan pemangku kepentingan lainnya. Komunikasi dengan pemerintah maupun lembaga negara lainnya terus diperkuat untuk mensinergikan komunikasi antar lembaga. 94 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Tabel 3.5 Jumlah Kegiatan Komunikasi Berdasarkan Channel Komunikasi Triwulan I-2016 No. Program Komunikasi ­ ­ Moneter Sistem Stabilitas Sistem Pembayaran & Kelembagaan Keuangan Pengelolaan Uang Rupiah Untuk meningkatkan inovasi komunikasi, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai event kreatif seperti Journalist Competition, Blogger Competition bekerjasama dengan komunitas Kompasiana, Video Youtube Competition, dan Internal Blogger Competition. Layanan Informasi Publik Bank Indonesia (Contact Center BICARA dan Komunikasi Digital Bank Indonesia) Keberadaan Contact Center Bank Indonesia (BICARA 131) semakin dirasakan oleh publik. Selama triwulan I-2016, tercatat sebanyak 23.887 pemohon informasi yang masuk, baik melalui media telepon, email, datang langsung, surat, fax, media sosial maupun media lainnya. Mayoritas pertanyaan yang diajukan adalah seputar informasi debitur individual historis dan permohonan sistem BI–RTGS. Kelompok stakeholders yang dominan menghubungi BICARA 131 adalah perbankan dan masyarakat umum. Sebagai garda terdepan dalam memberikan informasi kepada publik, BICARA 131 dituntut untuk memberikan pelayanan prima dan service excellence. Pada triwulan I-2016, Customer Satisfaction Index (CSI) BICARA 131 sebesar 96,85%. BICARA 131 telah memenuhi standar ISO 9001:2015 dalam memberikan pelayanan kepada publik dan menjadi contact center pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat ISO tersebut. Pencapaian ini meningkatkan awareness stakeholders terhadap kinerja BICARA 131 sehingga mampu menciptakan persepsi positif lembaga dalam hal layanan informasi publik. Dari sisi komunikasi online, website Bank Indonesia terus dikembangkan dari segi konten, desain, dan tampilan untuk memenuhi kebutuhan informasi stakeholders. Selain itu, penggunaan media sosial juga terus dioptimalkan sesuai perkembangan sarana komunikasi yang digunakan. Terhadap seluruh media sosial Bank Indonesia, media yang paling aktif menerima respons dari stakeholders adalah facebook dan twitter. Pada triwulan I-2016, Facebook Page Bank Indonesia mendapatkan Like sebanyak 21,759 dari pengguna. Informasi yang dikomunikasikan melalui facebook berupa liputan mengenai kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia, video, pengumuman, dan infografis. Followers Twitter @bank_indonesia meningkat hingga mencapai 300.360. Informasi yang disampaikan melalui twitter antara lain BI rate, kurs, jadwal kas keliling, kunjungan ke Bank Indonesia, siaran pers, dan pembukaan lowongan (karier). Respons paling besar didapatkan dari tweet mengenai kurs dan karier, sedangkan respons positif paling banyak didapat dari tweet infografis dan tweet series tematik dari berbagai kegiatan Bank Indonesia. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 95 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Perkembangan video Bank Indonesia di youtube channel juga menunjukkan peningkatan. Jumlah video pada triwulan I-2016 sebanyak 167 video meningkat dari triwulan sebelumnya sebanyak 158 video. Pada triwulan ini, youtube channel Bank Indonesia memiliki subscriber sebanyak 1,806. Lebih lanjut, setelah diumumkan akan diadakan livestreaming Rapat Dewan Gubernur pada Februari 2016, viewers youtube BI melonjak tinggi, dimana pada 17 Februari 2016 terdapat 985 viewer dan pada 18 Februari 2016 terdapat 824 viewer. Pada instagram, terdapat peningkatan pesat followers, dimana dari 39 foto yang telah di-post, Bank Indonesia mendapatkan followers sebanyak 2.367. Dalam rangka mengedukasi publik mengenai kebijakan Bank Indonesia terkini, Bank Indonesia secara rutin menerbitkan majalah Gerai Info yang didistribusikan secara gratis dan juga tersedia dalam bentuk apps. Majalah Gerai Info versi e-magazine memperoleh penghargaan bronze dalam kompetisi tahunan sampul muka (cover) media internal korporasi dan lembaga (Indonesia inhouse Magazine Awards/InMA) Tahun 2016 yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers. Fokus Komunikasi Kebijakan Bank Indonesia Di bidang moneter, komunikasi kebijakan pada triwulan I-2016 difokuskan pada topik penurunan BI rate secara bertahap menjadi 6,75%. Di samping kebijakan BI rate, komunikasi dilakukan untuk mensosialisasikan rangkaian kegiatan Rapat Koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah di Nusa Tenggara Timur yang mengangkat tema “Mempercepat Perbaikan Sistem Logistik untuk Memperkuat Ketahanan Pangan”. Komunikasi kebijakan juga dilakukan terkait transaksi valas terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik dan pihak asing, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah dari 7,5% menjadi 6,5%, dan Laporan Nusantara yang memuat analisis Bank Indonesia terhadap perekonomian Indonesia dalam konteks regional. Di bidang stabilitas sistem keuangan, komunikasi difokuskan pada penerbitan UndangUndang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), sosialisasi mengenai stabilitas sistem keuangan, dan Layanan Keuangan Digital. Di bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, komunikasi kebijakan kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia masih terus dilanjutkan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penggunaan uang Rupiah. Edukasi terkait kebijakan Bank Indonesia juga terus dilakukan dengan fokus pada Gerakan Nasional Non Tunai, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, dan ciri-ciri keaslian uang Rupiah. Edukasi kebanksentralan dilakukan melalui pengajaran, diskusi, dan seminar. Selain itu, Bank Indonesia kerap menjadi objek studi banding dan tempat belajar bagi bank sentral dari negara lain. 96 Selain diseminasi kebijakan, klarifikasi terkait beberapa isu juga dilakukan untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak benar seperti pendaftaran beasiswa Bank Indonesia via online, penipuan mengatasnamakan Bank Indonesia dengan modus seminar/lokakarya yang menawarkan keuntungan, dan informasi penerimaan pegawai Bank Indonesia yang beredar di web lowongan kerja dan group chat messages. 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan Dalam rangka meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang peran dan fungsi bank sentral, Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan edukasi kebanksentralan. Kegiatan ini mencakup pengajaran kepada kalangan akademisi, pelaksanaan seminar dan diskusi dengan profesional baik domestik maupun internasional. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah memberikan kuliah umum di 5 perguruan tinggi. Tema dan topik kuliah umum yang disampaikan sangat beragam terkait dengan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia fungsi dan tugas Bank Indonesia, antara lain kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, Implementasi sistem pembayaran, dan pengelolaan uang SKNBI Rupiah.Generasi II serta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II Bank Indonesia juga melaksanakan Training of Trainers (TOT) Kebanksentralan kepada dosen di perguruan tinggi pengampu mata kuliah Kebanksentralan. Sebanyak 70 peserta dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta memperoleh kesempatan untuk mendapat pengetahuan dan wawasan terkini terkait dengan Kebanksentralan. Tujuan dari TOT ini adalah sebagai media sosialisasi dan diseminasi fungsi dan tugas Bank Indonesia agar dipahami oleh kalangan akademisi selaku duta Bank Indonesia di perguruan tinggi. Dalam rangka memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi dan isu terkini terkait perubahan lingkungan domestik dan internasional, Bank Indonesia aktif menyelenggarakan seminar maupun workshop dengan kalangan profesional. Pada triwulan I-2016, telah dilaksanakan workshop terkait pasar keuangan untuk badan usaha milik negara dan kalangan institusi penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan pengadilan tinggi. Bank Indonesia kerap menjadi objek studi banding dan tempat belajar bagi bank sentral negara lain. Selama triwulan I-2016, tercatat empat bank sentral telah mengunjungi Bank Indonesia, yaitu Reserve Bank of India, National Bank of Ethiopia, Nepal Rastra Bank, dan Bank of Egypt. Permintaan study visit dari Bangladesh Bank dan Bank of Papua New Guinea juga telah disampaikan ke Bank Indonesia untuk diagendakan pada triwulan berikutnya. 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional Sepanjang triwulan I-2016, Investor Relations Unit Bank Indonesia (IRU) telah melaksanakan sejumlah kegiatan hubungan investor dalam rangka mengelola persepsi positif perekonomian Indonesia, baik dalam bentuk investor briefing, investor conference call, dan persiapan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) Indonesia (antara lain due dilligence, proofread, dan non-deal roadshow). Selain itu, sebagai bagian dari persiapan annual assessment lembaga pemeringkat S&P pada Mei 2016, IRU juga melakukan berbagai kegiatan koordinasi persiapan awal maupun conditioning dengan kementerian dan lembaga terkait. Secara rutin, IRU juga melakukan pengkinian data dan informasi ekonomi Indonesia melalui website IRU dalam kerangka diseminasi informasi kepada stakeholders IRU seperti lembaga pemeringkat, investor, dan opinion maker. IRU melaksanakan kegiatan investor briefing kepada investor portofolio antara lain dengan Hong Leong Investment Bank, Erste Group Bank AG, dan Rothschild Indonesia. IRU juga telah melaksanakan investor conference call dengan tema “Indonesian Recent Economic Development and Policy Update, Q4-2015”. Kegiatan investor briefing dan investor conference call merupakan beberapa pilihan media yang dimiliki IRU untuk memenuhi kebutuhan data, informasi, dan klarifikasi dari investor. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan pelaku pasar internasional terhadap perekonomian Indonesia. Pemaparan kondisi terkini ekonomi dan respons kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah senantiasa dikomunikasikan kepada investor dan lembaga rating, untuk meningkatkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia. Bank Indonesia juga menjadi bagian dari delegasi Republik Indonesia pada Non-Deal Roadshow (NDR) terkait penerbitan SUN valas 2016 yaitu Global Bonds dan Global Sukuk. Dalam NDR, Indonesia menyampaikan informasi terkini mengenai kondisi dan kebijakan perekonomian Indonesia kepada existing investor dan investor potensial di Amerika Serikat, Korea Selatan, Eropa, dan Timur Tengah. NDR dilaksanakan baik dalam bentuk one on one meeting maupun group meeting. Upaya peningkatan persepsi positif perekonomian Indonesia juga didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri (KPwBI LN) di London, New York, Singapura, dan Tokyo. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelenggarakan Business Forum di Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 97 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia Singapura (Januari 2016) dan Forum Dialog dengan Inacham (Indonesia-China Chamber of Commerce) di Shanghai, Tiongkok (Februari 2016). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri juga telah melakukan pertemuan dengan investor utama pemegang SUN Indonesia seperti BlackRock, JP Morgan, Standard Chartered Bank, dan CIMB), dan mitra strategis lainnya seperti KBRI, KJRI, dan Indonesia Investment Promotion Center. Pertemuan dengan stakeholder strategis tersebut merupakan media yang sangat efektif untuk membangun jejaring, mengelaborasi, dan menjawab perhatian stakeholders. Pada akhirnya, pertemuan itu akan meningkatkan persepsi positif terhadap ekonomi Indonesia. Di bawah kerangka Global Investor Relations Unit (GIRU), Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri juga melaksanakan inisiasi kegiatan untuk mengelola persepsi positif ekonomi Indonesia yang terpadu dengan mitra strategis. Kegiatan ini dilaksanakan di masing-masing wilayah kerja, khususnya KBRI, KJRI, Indonesia Trade Promotion Center (ITPC), dan IIPC. 3.5.4. Pengembangan dan penguatan Regional Investor Relations Unit (RIRU) Selain di lima Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Dalam Negeri yang menjadi pilot project 2016 (Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur), beberapa Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Dalam Negeri juga telah melakukan kegiatan hubungan investor untuk mengelola persepsi positif ekonomi di daerahnya. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri telah berpartisipasi dan berperan sebagai narasumber terkait perkembangan ekonomi Indonesia dalam investor meeting di daerah. Investor meeting tersebut antara lain seminar UK Visit dengan British Chamber of Commerce di Surabaya dan Bandung . Pada Maret 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri Provinsi Jawa Barat juga telah memfasilitasi kunjungan Putri Belgia dan pengusaha Belgia ke Jawa Barat yang bermaksud melakukan investasi di Jawa Barat. Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Dalam Negeri Provinsi Jawa Barat dan Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Luar Negeri Wilayah London telah berpartisipasi sebagai narasumber terkait perkembangan perekonomian Indonesia dalam kegiatan Misi Dagang Indonesia ke Kuwait dan Oman yang diinisiasi oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Hal ini sebagai salah satu bentuk implementasi pengelolaan persepsi positif ekonomi Indonesia melalui integrasi IRU-RIRU-GIRU, serta sinergi program kerja hubungan investor dengan kementerian/lembaga terkait. Berdasarkan kegiatan hubungan investor sepanjang triwulan I-2016 terdapat beberapa concern utama stakeholders yang terkait dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Pertama, arah kebijakan moneter, mekanisme transmisi kebijakan dan pass-through nilai tukar terhadap inflasi. Kedua, risiko pelebaran Current Account Deficit (CAD). Ketiga, kerentanan sektor eksternal Indonesia. Keempat, implementasi ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah di Indonesia dan hedging Utang Luar Negeri korporasi. Kelima, perkembangan terkini rancangan Undang-Undang terkait Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (RUU PPKSK). 98 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.6. Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia Melanjutkan program 2015, Bank Indonesia memutuskan untuk mengelola 28 program strategis dari 5 tema transformasi. Program Strategis 1-25 merupakan kelanjutan program 2015 dengan fokus kepada pengembangan kerangka kebijakan dan operasionalisasi, penguatan mekanisme pengambilan keputusan, serta penyempurnaan infrastruktur. Sementara itu, tiga program strategis baru 2016 berfokus pada beberapa hal sebagai berikut: Pada 2016, Bank Indonesia memutuskan untuk mengelola 28 program strategis dari 5 tema transformasi. 1. Program Strategis (PS) 26, Melakukan Penguatan Kerangka Kerja Kebijakan Moneter, khususnya penetapan sikap (stance) kebijakan dan kerangka operasional yang sejalan dengan inisiatif Pendalaman Pasar Keuangan. Program Strategis ini merupakan pengembangan dari PS 1 dan PS 13 yang akan fokus kepada penguatan dasar kerangka operasional kebijakan moneter yang dilanjutkan dengan pelaksanaan inisiatif dari road map pengembangan pasar keuangan. 2. Program Strategis 27, Mengembangkan Strategi Operasional untuk kerangka kebijakan makroprudensial. Program strategis ini merupakan pemisahan dari PS 2 pada 2015 untuk area makroprudensial. Program strategis ini bertujuan untuk mengembangkan pendekatan operasional dari kebijakan makroprudensial. 3. Program Strategis 28, Menyusun RUU Bank Indonesia. Program Strategis ini akan memfokuskan pada penguatan sikap Bank Indonesia untuk pembahasan RUU Bank Indonesia. Selain pengembangan program strategis, berdasarkan evaluasi pada 2015, Bank Indonesia menyempurnakan mekanisme pengelolaan program strategis, proses monitoring, dan pelaksanaan komunikasi Program Transformasi. Untuk memastikan kualitas setiap penyampaian program strategis sesuai dengan yang diharapkan, pembahasan program strategis melibatkan Program Management Office (PMO) mulai dari level teknis sampai dengan penyempaian dan setelah diputuskan Rapat Dewan Gubernur. Untuk mendukung hal tersebut, pada triwulan I–2016, Bank Indonesia telah memperbaiki pedoman pelaksanaan program strategis, termasuk proses quality management. 3.6.1. Pelaksanaan Kegiatan Monitoring Pelaksanaan Program Strategis Bank Indonesia Untuk mendukung pelaksanaan program strategis, pelaporan dilakukan secara dua mingguan dari sebelumnya setiap minggu. Alasannya, jangka waktu satu minggu belum cukup memberikan gambaran perkembangan yang siginifikan. Setiap dua minggu, pemimpin program dan Person In Change (PIC) Program Strategis akan menyampaikan perkembangan PS. Selanjutnya, data itu diverifikasi dan diolah Program Management Office (PMO). Setelah itu, laporan akan disampaikan dalam bentuk catatan sirkular yang dilaporkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG). Selanjutnya, arahan Dewan Gubernur dan beberapa masukan mengenai pelaksanaan program transformasi akan disampaikan kepada seluruh Program Leader (PL) dan PIC terkait. Pengelolaan isu program strategis juga memanfaatkan sarana pertemuan bulanan untuk memecah kebuntuan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 99 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 3.6.2. Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi untuk Mendukung Program Strategis Bank Indonesia Komunikasi program transformasi menyasar target perilaku pegawai perorangan maupun keseluruhan pegawai Bank Indonesia (microbehaviour dan macrobehaviour). Selain memberikan pemahaman mengenai Program Transformasi, kegiatan komunikasi akan mengukur hasil implementasi program strategis yang telah dijalankan. Atas implementasi 2015, Bank Indonesia mengukur efektivitas komunikasi melalui survei pada beberapa kegiatan yang diselenggarakan satuan kerja, dengan responden pegawai Bank Indonesia dari level menengah ke atas. Survei itu menghasilkan gambaran bahwa pemahaman beberapa penyampaian program strategis masih terbatas pada level Pimpinan, sedangkan level menengah masih perlu upaya peningkatan. Untuk mendorong pemahaman pegawai terhadap program transformasi, Bank Indonesia telah menyiapkan buku saku transformasi yang didistribusikan mulai April 2016 kepada seluruh pegawai Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia mempublikasikan screen saver yang berisi informasi pencapaian 2015 dan informasi PS 2016. Pada 2016, fokus kegiatan komunikasi program transformasi akan lebih banyak pada pengukuran transformasi di satuan kerja Bank Indonesia. 3.6.3. Progres Program Strategis Bank Indonesia Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan beberapa tema pelaksanaan Program Strategis, antara lain : 1. Policy Excellence 100 Tema ini mengusung program untuk peningkatan kualitas dan efektivitas kebijakan Bank Indonesia. Tahap I, Restructuring and Enhancing (2014-2019) dengan tiga target pencapaian. Pertama, memimpin dalam kebijakan moneter dan makroprudensial yang koordinatif di regional. Kedua, mampu memitigasi 10-20 jenis risiko sistemik dan financial imbalances. Ketiga, inflasi dan volatilitas nilai tukar yang rendah dan terkendali di regional. Tahap II, Shaping the end state (2019­2024) dengan tiga tujuan. Pertama, menjadikan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Kedua, memiliki pendekatan balanced dalam menangani financial imbalances dengan menggunakan national dan financial regional balance sheet. Ketiga, memiliki inflasi dan volatilitas nilai tukar paling terkendali di regional. Untuk meraih tema Policy Excellence, Bank Indonesia melaksanakan 7 (tujuh) program strategis (PS) pada 2016. Dalam tema ini, Bank Indonesia akan merumuskan dan memperkuat framework/kerangka kebijakan moneter dan makroprudensial maupun kebutuhan infrastruktur pendalaman pasar keuangan (fokus utama PS 1, PS 26 dan PS 27). Bank Indonesia juga akan mengembangkan pendekatan operasional dari kebijakan (fokus utama PS 2) dan pengembangan riset dan input pengambilan kebijakan. Selain itu, Bank Indonesia akan memperkuat proses pengambilan keputusan dan komunikasi kebijakan (fokus utama PS 3) maupun penyusunan metodologi monitor SSK yang efisien dan efektif melalui regional dan national balance sheet (fokus utama PS 4). Program lainnya adalah menyempurnakan aspek legalitas Bank Indonesia melalui revisi undang-undang Bank Indonesia (fokus utama PS 28). Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan hasil analisis triwulanan financial account balance sheet (FABS). Untuk memberikan gambaran risiko financial imbalance secara lebih spesifik, Bank Indonesia melakukan asesmen risiko yang lebih Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia mendalam terhadap sektor korporasi non-finansial yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat pergerakan sektor keuangan. Untuk memberikan komunikasi kebijakan yang lebih terstruktur dan selaras dengan arah Bank Indonesia telah diselesaikan kerangka kerja komunikasi. Arah komunikasi Bank Indonesia tidak hanya berfokus kepada edukasi masyarakat mengenai peran bank sentral secara umum, namun lebih difokuskan pada bagaimana mengelola stabilitas ekonomi Indonesia. 2. Outstanding Execution Tema ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas proses kerja di seluruh satker. Tahap I, Restructuring and Enhancing (2014-2019) memiliki dua target pencapaian. Pertama, mengedarkan uang kertas dengan kualitas tinggi untuk semua denominasi di wilayah RI. Kedua, terbentuknya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) dengan footprint dan struktur governance yang rapi. Target pencapaian pada Tahap II Shaping the end state (2019-2024) adalah menjadikan Bank Indonesia sebagai panutan di bidang surveillance lembaga keuangan dan sistem pembayaran, sekaligus mengarahkan KPwBI DN menjadi strategic advisor bagi pemerintah daerah. Dalam tema ini, Bank Indonesia melaksanakan 6 program strategis. Pertama, memperbaiki business continuity planning & disaster recovery (fokus utama PS 6). Kedua, pengelolaan manajemen risiko (fokus utama PS 9) untuk memastikan proses bisnis terus berjalan meski kondisi darurat. Ketiga, menginisiasi pembentukan center of excellence di bidang surveillance tugas Bank Indonesia (fokus utama PS 5). Keempat, sentralisasi jaringan distribusi uang untuk mempercepat ketersediaan, ketepatan waktu, dan kualitas pengiriman uang (fokus utama PS 8), Kelima, upaya optimalisasi kapasitas percetakan uang (fokus utama PS 7). Keenam, mengoptimalkan peran Bank Indonesia di daerah (fokus utama PS 10). Tujuannya agar KPwBI DN dapat berperan maksimal dalam memahami perekonomian daerah, mendorong inisiatif, dan peran advisory bidang ekonomi. Sampai dengan triwulan I-2016, Bank Indonesia menyelesaikan outline besar regional office handbook yang akan disusun sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah. Langkah ini sebagai bagian upaya penguatan peran advisory di KPwBI DN. Modul regional office handbook akan selesaikan 2016 dengan berfokus kepada potensi pengembangan UMKM daerah dalam kaitannya untuk mendukung kestabilan inflasi di daerah. 3. Institutional Leadership Tema ini bertujuan untuk menjadikan Bank Indonesia sebagai inisiator/pelopor program terdepan dan diakui secara nasional maupun internasional. Tahap I, Restructuring and Enhancing (2014-2019) dengan tiga target. Pertama, terbentuknya pasar uang yang dalam dan likuid di berbagai kelas aset. Kedua, menyediakan National Payment Gateways (NPG). Ketiga, aktif mendorong dan mewujudkan banked population menjadi 30%. Sasaran Tahap II Shaping the end state (2019-2024) meliputi peningkatan target pendalaman pasar uang dan banked population, mendorong Indonesia diakui sebagai pusat ekonomi syariah di kawasan, serta terwujudnya jalur dan instrumen pembayaran yang terinterkoneksi (ATM, debet, kredit, dan e-money) via NPG. Dalam tema ini, Bank Indonesia melakukan 6 program strategis.Pertama, penguatan strategi kebijakan internasional untuk mendukung kepentingan Bank Indonesia maupun nasional dan meningkatkan kepemimpinan Bank Indonesia di kawasan (fokus Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 101 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia utama PS 11). Kedua, protokol manajemen krisis, termasuk penguatan koordinasi dengan OJK, Kemenkeu dan LPS yang didalamnya termasuk koordinasi yang lebih erat dengan instansi terkait (fokus utama PS 12). Ketiga, pendalaman pasar keuangan (fokus utama PS 13). Keempat, Bank Indonesia juga mengembangkan ekonomi syariah melalui koordinasi lintas institusi (fokus utama PS 14). Kelima, mendorong program elektronifikasi dan keuangan inklusif, serta instrumen pembayaran (fokus utama PS 15). Keenam, mengembangkan National Payment Gateway(NPG) dan Platform Electronic Bill Presentment and Payment(EBPP) (fokus utama PS 16). Sampai dengan triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan laporan review pengelolaan isu syariah untuk memperkuat kerangka kebijakan internasional. Bank Indonesia juga menginisiasi koordinasi dan pendalaman secara kelembagaan sebagai persiapan implementasi central counterparty clearing (CCP). Selain itu, Bank Indonesia menginisiasi koordinasi fasilitator forum pasar domestik untuk menyusun dan menyempurnakan “market code of conduct” perbankan nasional. 4. Motivated Organization Tema ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan (skills), kapabilitas, dan motivasi pegawai. Program yang ada ditujukan kepada internal Bank Indonesia. Ke depan, program ini diharapkan dapat memberikan pengembangan kebanksentralan kepada masyarakat. Tahap I, Restructuring and Enhancing (2014-2019) dengan target Motivated Organization. Ke depan, Bank Indonesia akan memiliki sistem jalur karier yang sehat (robust) dan selaras dengan job grade dan job value, serta memiliki budaya dan praktik manajemen kinerja yang baik. Pada Tahap II, Shaping the end state (2014-2019), menjadikan BI Institute bertaraf world class sebagai garda depan pemikir ekonomi yang ditopang kemitraan kuat dengan lembaga riset dan pendidikan yang berkelas. Dengan demikian, Bank Indonesia akan diakui memiliki SDM yang bertalenta dengan kapabilitas kepemimpinan dan kompetensi tinggi. Dalam tema ini, Bank Indonesia melakukan 6 program strategis antara lain untuk mencapai Motivated Organization, pengelolaan SDM di Bank Indonesia akan diperbaiki mulai dari jalur perekrutan (fokus utama PS 18), career path dan job grading (fokus utama PS 19), pengembangan SDM (talenta) dan kepemimpinan yang mendukung (fokus utama PS 21) hingga manajemen kinerjanya (fokus utama PS 20). Selaras dengan itu, Bank Indonesia melakukan reorganisasi di seluruh satuan kerja sebagai wujud penguatan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral hasil rekomendasi AFSBI (fokus utama PS 22). Sampai dengan triwulan I-2016, tema ini memberikan perkembangan progresif dengan terbentuknya Departemen Ekonomi Syariah dan Departemen Pendalaman Pasar Keuangan disertai perangkat organisasi yang dibutuhkan. Pembentukan kedua departemen merupakan implementasi dari roadmap organisasi arsitektur fungsi strategis Bank Indonesia (AFSBI). 102 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia 5. State of The Art Technology Tema ini berpijak pada pemanfaatan teknologi mutakhir untuk mempercepat progres dalam mencapai visi dan misi Bank Indonesia secara efektif dan efisien. Tahap I, Restructuring and Enhancing (2014-2019) dengan target State of The Art Technology. Target tersebut meliputi big data yang terintegrasi dengan proses pengambilan keputusan kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistim pembayaran. Selain itu, memiliki enterprise architecture yang ramping dengan kapabilitas terbaik. Tahap II, Shaping the end state (2019-2024) meliputi penggunaan big data secara inovatif, menjadi mitra peer central banks, memiliki kapabilitas pengelolaan data dan layanan yang excellent dalam riset, serta pengambilan keputusan terkait kebijakan dan kegiatan operasional. Dalam tema ini, Bank Indonesia melakukan 3 program strategis. Pertama, penguatan sistem informasi di Bank Indonesia dimulai dengan desain arsitektur informasi (fokus utama PS 24). Kedua, mencakup aspek pengelolaan operasional dan tata kelola sistem informasi (fokus utama PS 25). Ketiga, pemanfaatan big data dalam proses pengambilan keputusan di Moneter dan SSK (fokus utama PS 23). Sampai dengan triwulan I-2016, tema ini telah memberikan progres antara lain dengan mengadakan pembahasan evaluasi pengembangan pilot project Big Data pada 2015 dengan beberapa satuan kerja di Bank Indonesia. Hasil evaluasi dan kebutuhan pengembangan lanjutan terhadap pilot project Big Data 2015 menjadi dasar pengembangan Big Data 2016. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 103 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Pencapaian tujuan dan kinerja Bank Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dukungan kapabilitas internal. Dalam menjalankan kewenangannya, Bank Indonesia secara konsisten menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good governance) dalam pengelolaan organisasi. Hal ini diwujudkan dengan menerapkan berbagai perangkat dalam manajemen strategi, manajemen risiko, pengelolaan aset dan keuangan, serta organisasi dan sumber daya. RINGKASAN KAPABILITAS INTERN BANK INDONESIA TRIWULAN I-2016 1. Bank Indonesia secara konsisten menerapkan tata kelola (governance) dalam berbagai aspek pengelolaan organisasi, dengan mengedepankan akuntabilitas, transparansi, dan independensi dalam penetapan kebijakan. 2. Kinerja Bank Indonesia hingga triwulan I-2016 masih on-track, sesuai dengan target yang ditetapkan. 3.Untuk mendukung pengelolaan kinerja, Bank Indonesia menyempurnakan mekanisme manajemen perumusan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi arah strategis Bank Indonesia. 4. Untuk mendukung pencapaian strategi dan sebagai bagian dari program transformasi untuk menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional, Bank Indonesia menyempurnakan organisasi pada level satuan kerja/unit kerja. Bank Indonesia juga menerapkan konsep modern office untuk menjadi organisasi yang lebih efisien dan efektif. 5. Sebagai bagian dari penerapan three line of defences dalam pengenalian internal, fungsi Internal Control Officer (ICO) mulai dijalankan di masing-masing satuan kerja. 6. Bank Indonesia menerima penghargaan sebagai Wajib Pajak Patuh 2015 dan menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar. 7. Bank Indonesia secara konsisten melakukan pengembangan kapasitas sumber daya manusia melalui berbagai program pelatihan/pendidikan. Selain itu, seluruh satuan kerja di Bank Indonesia secara aktif melaksanakan program perubahan (Change Program) sebagai bagian dari transformasi budaya kerja. 8.Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menerbitkan 23 peraturan perundangundangan Bank Indonesia yang terdiri dari 3 Peraturan Bank Indonesia, 6 Peraturan Dewan Gubernur, 4 Surat Edaran Ekstern, dan 10 Surat Edaran Internal. 9. Untuk mendukung kepedulian sosial dan sekaligus menunjang pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia secara konsistem melaksanakan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Di 2016, tema yang diusung adalah Mendukung Pemulihan dan Penguatan Ekonomi melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) yang Berkesinambungan dan Inklusif. Pada triwulan I-2016, realisasi anggaran PSBI tercatat sebesar Rp22,26 miliar. BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 4.1. Tata Kelola (Governance) Untuk menjaga integritas dan kredibilitas lembaga, Bank Indonesia memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam perumusan kebijakannya. Dalam rangka mendukung pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas dengan efektif dan dapat dipertanggungjawabkan, Bank Indonesia secara konsisten menerapkan tata kelola (governance) dalam berbagai aspek pengelolaan organisasi. Sesuai prinsip governance, pelaksanaan tugas Bank Indonesia berlandaskan pada prinsip independensi, akuntabilitas, dan transparansi. Tujuan penerapan dan penegakan governance di Bank Indonesia untuk menghasilkan kredibilitas dilaksanakan dengan mengendepankan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, memenuhi aturan perundang-undangan, memperhatikan standar praktik umum, dan berupaya memenuhi ekspektasi pemangku kepentingan terhadap akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia. Memenuhi amanat Undang-Undangan tentang Bank Indonesia, untuk mewujudkan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugasnya, Bank Indonesia menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR-RI dan Pemerintah. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang periode triwulan IV-2015 dan cakupan tahun 2015. Melengkapi laporan tersebut, Bank Indonesia juga telah menyampaikan penjelasan langsung terkait kebijakan dan kewenangannya kepada DPR-RI melalui rapat kerja. Bentuk akuntabilitas lainnya adalah pengawasan kegiatan operasional tertentu oleh Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyusun tanggapan atas telaahan BSBI yang mencakup telaahan atas laporan keuangan Bank Indonesia, anggaran operasional dan investasi serta prosedur pengambilan keputusan kegiatan operasional diluar kebijakan moneter dan pengelolaan aset. Dalam upayanya untuk mewujudkan kebijakan Bank Indonesia yang kredibel, Bank Indonesia telah melakukan penguatan tata kelola dalam perumusan kebijakan yang dilakukan dengan menyempurnakan ketentuan dan aturan pendukungnya. Mengacu kepada praktek terbaik bank sentral dan untuk memperkuat perumusan bauran kebijakan, Bank Indonesia menyempurnakan aturan penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur (RDG)1. Dalam aturan yang baru tersebut, durasi pelaksanaan RDG Bulanan diperpanjang menjadi dua hari berturut-turut. Durasi yang lebih panjang tersebut memungkinkan Dewan Gubernur untuk melakukan asesmen kondisi perekonomian Indonesia secara mendalam, untuk meningkatkan kualitas kebijakan yang akan diputuskan. Terkait dengan komitmen tata kelola, Bank Indonesia secara kontinyu melakukan sosialisasi mengenai Kode Etik dan Pedoman Perilaku Bank Indonesia yang mulai diterapkan di triwulan IV-2015. Sosialisasi dilakukan kepada seluruh pegawai melalui berbagai pelatihan dan menjadi bagian dari kurikulum wajib pendidikan di Bank Indonesia. Di awal 2016, Pegawai dan Anggota Dewan Gubernur menyampaikan Surat Pernyataan Tahunan (Annual Statement) sebagai cerminan kepatuhan terhadap pengaturan kode etik tersebut. Dalam rangka memperkuat kerja sama kelembagaan khususnya dalam penerapan tata kelola, Bank Indonesia menjalin komunikasi dengan lembaga lain. Di triwulan laporan, Bank Indonesia melakukan pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kedua lembaga saling bertukar informasi terkait penerapan tata kelola di masing-masing lembaga. Ke depan, diharapkan terdapat peningkatan kualitas tata kelola yang lebih baik. 1 106 Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 18/4/PDG/2016 tanggal 29 Februari 2016 (yang berlaku surut sejak tanggal 4 Januari 2016) tentang perubahan atas PDG No. 16/5/2014 Tentang Penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur (RDG). Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Dalam periode laporan, Bank Indonesia juga berinisiasi untuk memastikan proses perizinan yang menjadi kewenangannya dilaksanakan secara efisien. Hal ini sejalan dengan program NAWACITA Pemerintah untuk mengurangi birokrasi perizinan guna meningkatkan daya saing ekonomi dan mendorong investasi. 4.2. Manajemen Strategis dan Kinerja Dalam mencapai visi dan misi Bank Indonesia, sejak tahun 2003 Bank Indonesia telah mengimplementasikan Sistem Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia (SPAMK-BI) yang mencakup kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pemantauan atas pencapaian arah strategis Bank Indonesia, yang disusun secara terintegrasi, sistematis dan berkelanjutan. Dalam rangka memantapkan proses pelaksanaan program transformasi, Bank Indonesia menyempurnakan mekanisme dalam manajemen strategis yang mencakup perumusan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi arah strategis Bank Indonesia . Penyempurnaan tersebut antara lain dengan melakukan penajaman atas penyusunan Program Kerja, Anggaran dan Rencana Investasi (PKARI) melalui kegiatan Arahan Tahunan dan/atau Arahan Jangka Menengah yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia. Arahan dimaksud berisi kebijakan umum yang digunakan sebagai pedoman bagi Satuan Kerja di Bank Indonesia dalam menyusun PKARI tahun berikutnya. Pada triwulan ini, dilakukan cascading kinerja setiap satuan kerja dengan mengacu kepada sasaran strategis dan IKU Bank Indonesia. Pada triwulan ini, dilakukan cascading program kerja kepada masing-masing Satuan Kerja dengan mengacu kepada Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia untuk menyusun Kontrak Kinerja Satuan Kerja. Kontrak kinerja terdiri dari: IKU Outcome, IKU Program Strategis, dan IKU Program Kerja Non Program Strategis. IKU Outcome merupakan indikator atau ukuran, baik finansial maupun non-finansial, yang memberikan informasi mengenai pencapaian kinerja Bank Indonesia dan satuan kerja dari pendekatan sejauh mana dampak positif yang dirasakan oleh stakeholders. Sedangkan IKU Program Strategis merupakan indikator sejauh mana ketercapaian implementasi dan kualitas beberapa program kerja tertentu yang berdampak besar untuk mempercepat pencapaian tujuan organisasi melalui program transformasi Bank Indonesia. Sementara itu, IKU Program Kerja Non Program Strategis merupakan program kerja di luar program strategis yang mendukung pencapaian kinerja Bank Indonesia dan/atau satuan kerja. 4.3. Manajemen Risiko Bank Indonesia menyadari pentingnya peran manajemen risiko di dalam upaya menjaga kredibilitas kebijakan, kesinambungan keuangan, serta efisiensi dan efektivitas proses bisnis. Upaya penguatan manajemen risiko dilakukan secara berkelanjutan melalui evaluasi framework manajemen risiko, penyempurnaan ketentuan manajemen risiko, penguatan struktur organisasi manajemen risiko, dan upaya peningkatan budaya sadar risiko di lingkungan internal Bank Indonesia. Penguatan fungsi manajemen risiko pada triwulan I-2016 dilakukan melalui re-organisasi dalam rangka mengoptimalkan fungsi manajemen risiko. Struktur organisasi manajemen risiko disempurnakan dengan tujuan agar lebih efektif guna mendukung kegiatan pemantauan, konsultasi maupun fasilitasi yang lebih fokus dan mendalam. Fungsi manajemen risiko diperluas dengan mencakup pengelolaan logistik, pengelolaan transaksi 2 Bank Indonesia senantiasa melakukan penguatan manajemen risiko secara berkelanjutan melalui evaluasi framework, penyempurnaan ketentuan, dan peningkatan budaya sadar risiko. Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 17/16/PDG/2015 tanggal 31 Desember 2015 tentang Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 107 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia pemerintah, penyelenggaraan sistem pembayaran, pengelolaan sistem informasi, dan pengelolaan uang Rupiah. Manajemen risiko juga mencakup fungsi pengelolaan moneter, fungsi pengelolaan devisa, dan manajemen keberlangsungan tugas (business continuity management). Dalam bidang manajemen risiko strategis lembaga, Bank Indonesia telah melakukan beberapa program kerja untuk melakukan mitigasi risiko strategis lembaga yang mencakup antara lain: penetapan kebijakan terhadap implementasi framework pengelolaan risiko secara BI-Wide, penetapan Internal Control Officer (ICO), asesmen risiko atas materi Rapat Dewan Gubernur, serta pemantauan, review, dan penyampaian rekomendasi atas implementasi mitigasi risiko satuan kerja tertentu yang diprioritaskan atau yang memiliki profil risiko sangat tinggi dan/atau tinggi. Dalam bidang manajemen risiko pengelolaan moneter, sepanjang triwulan I-2016 risiko relatif terkendali. Nilai tukar Rupiah cenderung menguat dan likuiditas Rupiah meningkat akibat ekspansi pemerintah dan penurunan rasio giro wajib minimum (GWM). Pada periode triwulan, Bank Indonesia melakukan beberapa kegiatan manajemen risiko pengelolaan moneter mencakup hal-hal sebagai berikut: a.Pemantauan kepatuhan yang dilakukan dengan monitoring kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan operasi moneter dengan ketentuan yang berlaku. b. Pemantauan terhadap pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder yang bertujuan untuk meminimalkan munculnya risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko operasional. Pembelian SBN di pasar sekunder tersebut telah dilakukan berdasarkan limit sesuai ketentuan yang berlaku. c. Pemantauan portofolio SBN Bank Indonesia yang bertujuan untuk mengantisipasi risiko pasar, dilakukan melalui monitoring mark-to-market (MTM), value at risk (VaR), dan durasi seri SBN yang dimiliki Bank Indonesia. d. Manajemen risiko dalam pengelolaan moneter valas yang dilakukan melalui transaksi secara non-lelang, terutama spot. Selain itu, transaksi valas juga dilakukan secara lelang seperti Term Deposit valas konvensional dan syariah, dan FX Swap USD/IDR. Langkah ini untuk menjaga kepercayaan pasar dan menghindarkan volatilitas nilai tukar Rupiah yang berlebihan. e. Asesmen dan pemantauan terhadap operasi moneter Rupiah dan valas yang dilakukan dalam rangka mendorong efektivitas transmisi kebijakan moneter. Asesmen risiko juga diberikan untuk meminimalkan risiko kebijakan dan risiko reputasi sehubungan rencana implementasi reformulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Dalam bidang Manajemen Risiko Pengelolaan Devisa, selama periode triwulan I-2016, Bank Indonesia melakukan kegiatan manajemen risiko pengelolaan devisa terhadap risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko operasional. a. Untuk manajemen risiko pasar, Bank Indonesia melakukan mitigasi risiko dengan penetapan batasan-batasan eksposur risiko pasar, yang meliputi risiko nilai tukar dan risiko suku bunga. Secara umum, volatilitas mata uang selama triwulan I-2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan volatilitas yield cenderung mixed. Pergerakan tersebut dipengaruhi divergensi kebijakan bank sentral yang menyempit sejalan dengan sikap (stance) The Fed yang kurang agresif (less-hawkish), dan berlanjutnya kebijakan akomodatif oleh European Central Bank (ECB).Tekanan terhadap volatilitas pasar semakin meningkat akibat spekulasi terkait referendum Inggris atau Brexit mengenai keluar atau tidaknya negara itu dari Uni Eropa. Konsekuensi 108 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia peningkatan volatilitas tersebut mendorong kenaikan value at risk (VaR) portofolio cadangan devisa yang dikelola. b. Untuk manajemen risiko kredit, Bank Indonesia melakukan mitigasi risiko dengan penetapan batasan-batasan eksposur risiko kredit, yaitu meliputi risiko gagal bayar (default) dan risiko penurunan peringkat kredit (credit rating downgrade). Pemantauan risiko kredit dilakukan secara ketat agar tidak melampaui batasan yang telah ditetapkan. Selain itu, pemantauan risiko kredit juga dilakukan melalui monitoring terhadap berbagai indikator perekonomian dan keuangan, baik secara global maupun pada level emiten. Pada triwulan I-2016, risiko kredit meningkat, khususnya terkait negara-negara emerging market yang mengalami penurunan peringkat (Polandia dan Azerbaijan), revisi outlook (Tiongkok dan Meksiko), dan review for downgrade (Afrika Selatan). c. Untuk manajemen risiko likuiditas, Bank Indonesia melakukan mitigasi risiko dengan penetapan batasan-batasan eksposur risiko likuiditas, yaitu meliputi risiko asset-liability mismatch dan risiko liquidity shrinkage. Sepanjang triwulan 1-2016, profil risiko likuiditas relatif rendah yang tercermin dari profil jatuh tempo (maturity profile) dengan jumlah aset jatuh tempo sebagian besar berjangka pendek yang kualitas asetnya masuk kategori High Quality Liquid Asset (HQLA) dalam rangka pemenuhan kewajiban valas. d. Untuk manajemen risiko operasional, Bank Indonesia melakukan mitigasi risiko dengan penetapan batasan-batasan eksposur risiko operasional, penyempurnaan prosedur dan penguatan pengawasan internal melalui pendekatan three lines of defense. Sepanjang triwulan 1-2016, profil risiko operasional pengelolaan devisa dapat terkendali relatif rendah. Dalam bidang pengelolaan uang Rupiah, manajemen risiko juga semakin dirasakan peranannya. Kecukupan mitigasi risiko dalam kegiatan pengadaan bahan uang, pencetakan, pengolahan, distribusi, dan pemusnahan uang terus dievaluasi dan ditingkatkan. Langkah tersebut diharapkan dapat menurunkan risiko pengelolaan uang Rupiah seperti pemberitaan negatif, pemalsuan uang, dan tuntutan hukum. Bank Indonesia jugaterus menjaga dan meningkatkan kualitas uang layak edar sesuai dengan soil level yang ditetapkan. Dalam bidang manajemen keberlangsungan tugas, pada triwulan I-2016, kegiatan mitigasi risiko yang dilakukan mencakup implementasi framework Manajemen Keberlangsungan Tugas Bank Indonesia (MKTBI) sebagai kebijakan prinsipil dan strategis untuk memastikan kesinambungan operasional tugas kritikal Bank Indonesia. Penentuan tugas kritikal didasarkan atas business impact analysis (BIA) dan risk assessment terhadap seluruh tugas Bank Indonesia. Selanjutnya, siklus manajemen Plan-Do-Check-Act (PDCA) dilakukan untuk menjaga kelancaran pelayanan kepada stakeholders dengan gangguan operasional minimal di bawah jangka waktu yang telah ditetapkan. Dalam rangka memastikan kesiapan dan kesiagaan MKTBI, Bank Indonesia melakukan uji coba terhadap Data Recovery Center (DRC). Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa DRC dapat berfungsi dengan baik apabila terjadi insiden. Berdasarkan pemantauan terhadap risiko operasional, terdapat gangguan terhadap aplikasi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) generasi II, serta Bank Indonesia-Electronic Trading Platform (BI-ETP) yang baru diimplementasikan pada November 2015. Gangguan itu terjadi akibat adanya kendala pasokan listrik dan kendala jaringan komunikasi data terhadap beberapa bank peserta operasi moneter. Namun demikian, Bank Indonesia telah menjalankan contingency plan untuk mengatasi gangguan dan segera memulihkan kegiatan pelayanan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 109 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia kepada stakeholders menjadi normal seperti semula. Sebagai antisipasi ke depan, Bank Indonesia terus melakukan berbagai upaya penguatan sistem aplikasi, pasokan listrik, dan jaringan komunikasi data guna meningkatkan kinerja aplikasi kritikal tersebut secara optimal. 4.4. Audit Internal Bank Indonesia menggunakan pendekatan Risk Based Internal Audit yang memprioritaskan audit pada proses bisnis berisiko tinggi dengan frekuensi audit setiap tahun. Audit Internal di Bank Indonesia bertujuan untuk memberikan opini dan rekomendasi terhadap proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian. Untuk mencapai tujuan dimaksud, dilakukan berbagai kegiatan audit dan konsultansi berdasarkan standar internasional terhadap pelaksanaan proses bisnis di Bank Indonesia, sehingga fungsi ini independen dari keseluruhan proses bisnis Bank Indonesia. Bank Indonesia menggunakan metode pendekatan Risk Based Internal Audit (RBIA) di dalam menjalankan fungsi audit, yang memprioritaskan audit pada proses bisnis berisiko tinggi dengan frekuensi audit setiap tahun. Sedangkan proses bisnis dengan risiko sedang dan rendah diaudit dalam rentang waktu yang lebih panjang yakni sekali dalam 2 atau 3 tahun. Audit mencakup proses bisnis di Kantor Pusat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (PKwBI DN), dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Luar Negeri (KPwBI). Pelaksanaan audit direncanakan dengan baik, didasarkan pada berbagai aspek internal maupun eksternal yang berpengaruh pada kegiatan Bank Indonesia. Selanjutnya untuk memastikan bahwa hasil audit ditindaklanjuti oleh masing-masing satuan kerja, Bank Indonesia melakukan monitoring untuk mendorong masing-masing satuan kerja menyelesaikan/memperbaiki kekurangan pada tata kelola dan pengendalian yang ditemukan di dalam proses audit. Sampai dengan akhir triwulan I-2016, seluruh temuan audit dengan komitmen penyelesaian pada triwulan berjalan telah selesai ditindaklanjuti oleh satuan kerja. Perbaikan seluruh kekurangan yang ditemukan dalam audit tersebut memberikan keyakinan bahwa tata kelola dan pengendalian di Bank Indonesia berjalan efektif untuk mengendalikan risiko. Metode audit RBIA secara berkala disesuaikan dengan perkembangan konsepsi dan praktik terbaik di lapangan. Kompetensi dan keterampilan auditor internal secara terus menerus dan terprogram dikembangkan melalui pelatihan/workshop, magang, penugasan di lembaga lain, dan sertifikasi. Fungsi konsultansi secara natural dilaksanakan bersamaan dengan audit yaitu pada saat proses diskusi auditor-auditee atas ditemukannya pengendalian yang kurang. Pada triwulan I-2016, audit internal Bank Indonesia melakukan kegiatan konsultansi berupa pemberian advis kepada satuan kerja dan pemberian masukan/pertimbangan pada Rapat Dewan Gubernur, terkait dengan desain ketentuan maupun implementasinya. Konsultansi yang dilakukan secara khusus menyoroti aspek tata kelola dan pengendalian dalam rangka pengendalian risiko, bukan pada substansi. Bank Indonesia memberikan prioritas perhatian dalam rangka penguatan pengendalian oleh seluruh satuan kerja selaku first line of defense dengan dibentuknya Internal Control Officer (ICO) di masing-masing satuan kerja. Selanjutnya, audit internal memelihara koordinasi yang baik dengan satuan kerja pengelola risiko sebagai second line of defence. Sedangkan satuan kerja yang berfungsi untuk melakukan audit internal berperan sebagai third line of defense yang mengevaluasi efektivitas proses tata kelola dan pengendalian yang dilakukan oleh first line dan second line of defense melalui audit dan konsultansi. Hasil evaluasi audit internal menjadi masukan bagi masing-masing satuan kerja termasuk satuan kerja pengelola risiko. 110 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Pada awal Maret 2016, Bank Indonesia mengukuhkan pegawai yang menjadi ICO di setiap satuan kerja dalam acara Inaugurasi dengan tema “Memperkuat Internal Control Bank Indonesia dengan semangat Integritas dan Etos Kerja Profesional”. Pada kesempatan ini, Bank Indonesia juga melakukan penguatan pemahaman kepada seluruh pemimpin satuan kerja mengenai fungsi ICO dan pembekalan kepada ICO mengenai kegiatan fasilitasi, konsultansi manajemen risiko, dan pemantauan pengendalian internal. Dalam rangka memperkuat tata kelola, Bank Indonesia telah mengimplementasikan Whistle Blowing System (WBS) untuk menerima dan menindaklanjuti laporan dari pegawai Bank Indonesia dan masyarakat atas dugaan pelanggaran peraturan Kode Etik dan Disiplin oleh pegawai Bank Indonesia. WBS telah diimplementasikan sejak 2015 dengan mengutamakan terjaganya kerahasian identitas pelapor. Fungsi audit internal juga berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan audit Badan Pemeriksa Keuangan – Republik Indonesia (BPK-RI) termasuk monitoring penyelesaian hasil audit. Untuk menjaga kualitas pelaksanaan fungsi audit internal, kegiatan audit internal dievaluasi secara periodik baik secara internal maupun oleh asesor eksternal profesional. 4.5. Keuangan Internal Kebijakan manajemen keuangan ditujukan dalam upaya meningkatkan tata kelola (good governance) dan memelihara keberlanjutan (sustainabilitas) keuangan Bank Indonesia guna mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan. Pelaksanaan kebijakan dilakukan melalui berbagai progam kerja yang mendukung arah kebijakan Bank Indonesia. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa kebijakan sebagai berikut: Pengelolaan keuangan internal Bank Indonesia pada triwulan I-2016 tetap terjaga dari aspek modal, penerimaan, maupun pengeluaran. 1. Penerapan standar akuntansi Bank Indonesia (KAKBI) yang telah dimulai sejak 2014 akan ditindaklanjuti pada 2016, antara lain melalui penerbitan berbagai aturan pelaksanaan dan sosialisasi ke berbagai institusi. 2. Pelaksanaan program kerja dalam rangka mendukung sustainabilitas, transparansi, dan akuntabilitas keuangan Bank Indonesia seperti penerapan Asset and Liabilities Measurement (ALMe) Bank Indonesia dan Penerapan capital budgeting. a.Penerapan Asset and Liabilities Measurement (ALMe) Bank Indonesia. Saat ini, Bank Indonesia tengah mengembangkan metode pengukuran dalam rangka penguatan analisis risiko dan asset class guna menindaklanjuti penyusunan blueprint ALMe Bank Indonesia pada 2015. Pada periode selanjutnya, Bank Indonesia akan menyusun guideline implementasi ALMe yang mencakup antara lain pengaturan organ dan tata kerja pelaksanaan ALMe Bank Indonesia. b.Penerapan capital budgeting. Analisis capital budgeting dilakukan untuk pelaksanaan Rencana Investasi (RI) Bank Indonesia yang bernilai besar (di atas Rp10 miliar). Berdasarkan hasil analisis, pada tahun pelaksanaan akan dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala, termasuk melakukan re-asesmen atas kebijakan masing-masing Rencana Investasi apabila diperlukan. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 111 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Bank Indonesia telah melakukan berbagai program kerja guna mendukung keberlanjutan, transparansi, dan akuntabilitas keuangan Bank Indonesia. Pencapaian di bidang manajemen keuangan selama triwulan I-2016 sebagai berikut: 1. Pencapaian dan apresiasi atas governance pengelolaan pajak Bank Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan Bank Indonesia sebagai Wajib Pajak Patuh terhitung sejak 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015. Pada 4 April 2016, Bank Indonesia bersama 23 Wajib Pajak lain diberikan penghargaan oleh DJP sebagai Wajib Pajak yang Patuh dan menyumbang pembayaran pajak terbesar di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar pada 2015 (penyumbang 10% dari total penerimaan pajak secara nasional). 2. Bank Indonesia telah menerbitkan hasil research project pada forum SEACEN tentang Fundamental Principles in Central Bank Financial Reporting Framework: A Preliminary Study in SEACEN Economies. Kajian tersebut berisi penjabaran tentang keunikan karakteristik laporan keuangan bank sentral yang telah diterapkan pada Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI). Pada periode mendatang, dalam rangka diseminasi penerapan KAKBI di Bank Indonesia, akan diselenggarakan seminar internasional dengan mengundang bank sentral anggota SEACEN, bank sentral lain di kawasan Asia Pasifik, dan para akademisi dalam dan luar negeri. Berdasarkan laporan keuangan dan pengelolaan keuangan internal, kinerja keuangan Bank Indonesia selama triwulan I-2016 adalah sebagai berikut: a. Pada 31 Maret 2016, total aset/kewajiban mengalami penurunanan dari sebesar Rp1.906,19 triliun menjadi Rp1.872,52 triliun, atau turun sebesar 1,77% dibandingkan posisi 31 Desember 2015. Dari sisi aset, pangsa terbesar adalah surat berharga dan tagihan dalam valuta asing yaitu sebesar 73,63% dari total aset dengan penurunan sebesar 2,73% jika dibandingkan posisi 31 Desember 2015. Sedangkan unsur kewajiban, pangsa terbesar adalah Uang Dalam Peredaran dan Giro Bank yaitu masing-masing sebesar 27,16% dan 17,67% dari total kewajiban. Pos tersebut mengalami penurunan masing-masing sebesar 13,33% dan 15,76% jika dibandingkan posisi 31 Desember 2015. b. Selama triwulan I-2016, kinerja keuangan Bank Indonesia menunjukkan net surplus sebelum pajak sebesar Rp9,02 triliun. Nilai surplus itu diperoleh dari selisih antara penghasilan dan beban masing-masing sebesar Rp16,91 triliun dan Rp7,89 triliun. Porsi terbesar penghasilan Bank Indonesia berasal dari pendapatan bunga dan keuntungan selisih kurs transaksi valuta asing masing-masing sebesar 44,01% dan 31,24%. Sementara itu, beban Bank Indonesia sebagian besar berasal dari beban pelaksanaan kebijakan moneter sebesar 62,23%. c. Pencapaian Rasio Modal Bank Indonesia per 31 Maret 2016 adalah sebesar 10,62%, melebihi target pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) BI sebesar 3%. d. Selama triwulan I-2016, realisasi Anggaran Pengeluaran Operasional Bank Indonesia sebesar 21,87% dari total Anggaran Pengeluaran Operasional Tahun 2016. Pencapaian tersebut meningkat 0,99% dibandingkan periode yang sama 2015. Dari sisi penerimaan, realisasi Anggaran Penerimaan Operasional Bank Indonesia sebesar 31,96% dari Total Anggaran Penerimaan Operasional Tahun 2016 atau menurun 11,77% dibandingkan Ttriwulan I-2015. 112 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 4.6. Sistem Informasi Pada 2016, dukungan Sistem Informasi difokuskan pada kelanjutan Program Transformasi Bank Indonesia dengan menetapkan Information System - Enterprise Architecture (ISEA) 2015–2024. IS-EA merupakan High Level strategi pengelolaan Sistem Informasi sebagaimana amanat Arsitektur dan Fungsi Bank Indonesia (AFSBI). Strategi AFSBI mengarahkan pengembangan arsitektur aplikasi dan data di Bank Indonesia kepada penggunaan paket solusi Sistem Informasi (SI) yang tersedia di pasar dengan simplifikasi arsitektur SI untuk mengakomodasi perkembangan teknologi terkini. Selama 2016, pengelolaan Sistem Informasi difokuskan pada penyediaan layanan yang andal dan berkualitas untuk mendukung dan memperlancar strategi kebijakan dan pelaksanaan tugas, melalui peningkatan tata kelola, ketersediaan dan pengamanan layanan Sistem Informasi. Sehubungan dengan tujuan tersebut, Bank Indonesia akan melaksanakan beberapa strategi pengelolaan sistem informasi sebagai berikut: Untuk mewujudkan program transformasi, Bank Indonesia telah merancang data center dan disaster recovery center sesuai standar internasional, serta tetap mendukung kebutuhan sistem di masing-masing sektor. 1. Melanjutkan implementasi roadmap IS-EA 2015–2024 guna mendukung terciptanya high performance organization. 2.Meningkatkan kapasitas maupun kapabilitas infrastruktur sistem informasi dan pengelolaan data center sesuai international best practice. 3. Meningkatkan kualitas dan pengamanan Sistem Informasi melalui penerapan tools, penyempurnaan tata kelola, dan proses monitoring yang intensif. Sejalan dengan implementasi strategi tersebut, transformasi Sistem Informasi (SI) diwujudkan melalui tema “State of the art technology” yang meliputi 3 Program Strategis (PS). Pertama, penerapan teknologi Big Data guna mendukung proses pengambilan keputusan. Kedua, penyusunan IS-EA dan implementasi proyek SI strategis. Ketiga, perbaikan tata kelola (governance) SI. Terkait dengan kegiatan perbaikan tatakelola SI, Bank Indonesia telah menyelesaikan seluruh target milestone yaitu proses evaluasi kinerja vendor pelaksana pekerjaan infrastruktur Tahun Anggaran 2014/2015. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan technical solution dan roadmap pengembangan infrastruktur Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia, Sistem Keuangan Bank Indonesia, Sistem Treasuri, dan Data warehouse yang akan ditindaklanjuti dengan penyelesaian pengadaan infrastruktur dimaksud. Selain itu, Bank Indonesia juga telah menyusun laporan hasil evaluasi pengembangan pilot project Big Data. Pada triwulan I-2016, dukungan untuk tema transformasi “outstanding execution” diwujudkan dengan kegiatan perancangan Data Center (DC) dan Disaster Recovery Center (DRC) berstandar internasional. Kegiatan ini untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ketersediaan layanan Sistem Informasi. Dalam hal ini, Bank Indonesia telah menyelesaikan Model Operasi DC dengan mempertimbangkan tugas kritikal Bank Indonesia. Selanjutnya, penyusunan model ini akan ditindaklanjuti dengan kegiatan asesmen Business Resumption Site (BRS) dan Alternate Command Center (ACC). Selain itu, pelaksanaan migrasi aplikasi yang bersifat multi-years masih berjalan mengingat banyaknya aplikasi yang dikelola oleh Bank Indonesia. Dukungan Sistem Informasi (SI) untuk 3 tema transformasi lain yaitu “policy excellence”, “institutional leadership” dan “motivated organization” diwujudkan melalui penyediaan infrastruktur SI (informasi, aplikasi, dan teknologi). Penyediaan Layanan SI pada 2016 juga bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas/operasional masing-masing sektor. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 113 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia melakukan perbaikan (enhancement) Sistem Laporan Harian Bank Umum (LHBU), Sistem Pemantauan Pengelolaan Utang dan Analisis Keuangan (DMFAS), pengembangan Sistem Pengelolaan Valas Tahap II, Bloomberg Gateway, Laporan Bulanan Bank Umum, dan pengembangan Sistem Pengelolaan Hedgingdan Devisa Utang Luar Negeri. Langkah-langkah tersebut untuk meningkatkan kualitas data yang mendukung proses pengambilan keputusan sektor Stabilitas Sistem Moneter. Pada sektor Stabilitas Sistem Keuangan, dukungan SI ditujukan untuk mendukung implementasi Sistem Informasi Keuangan Inklusif Tahap II dan implementasi Sistem Monitoring Program Ketahanan Pangan. Seluruh SI tersebut ditujukan untuk mendukung pemantauan Stabilitas Sistem Keuangan dan Pengembangan Keuangan Inklusif. Dukungan SI terhadap sektor SSK pada tahun 2016 akan diwujudkan melalui pengembangan 5 (lima) SI, pemeliharaan aplikasi, dan infrastruktur yang telah ada saat ini. Dukungan SI terhadap sektor sistem pembayaran dilakukan melalui pengembangan aplikasi, baik untuk mendukung sistem pembayaran non-tunai maupun tunai. Pada triwulan I-2016, modul tambahan telah diimplementasikan pada Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II. Penerapan modul tambahan ini memungkinkan peserta kliring melakukan transaksi dari banyak rekening menuju banyak rekening. Peningkatan terhadap sistem pembayaran non-tunai juga terus dilakukan melalui peningkatan kapasitas dan kapabilitas sistem BI-RTGS, BI-SSSS, dan Electronic Trading Platform untuk memfasilitasi transaksi keuangan pemerintah. Dari sisi internal, peningkatan sistem pengelolaan anggaran internal juga terus dilakukan yang saat ini memasuki fase desain sistem. Dukungan SI terhadap sektor Manajemen Internal juga dilakukan melalui pengembangan aplikasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tata kelola Bank Indonesia. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelesaikan perbaikan Layanan Intranet Bank Indonesia, pengembangan sistem pengelolaan gaji pegawai, dan tahap awal Sistem Informasi Kehumasan. Ke depan, Bank Indonesia akan menyempurnakan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia. Penyempurnaan itu antara lain akan mencakup: proses talent pegawai, perencanaan karier, pengembangan kompetensi, proses rekrutmen, dan penempatan pegawai yang sesuai dengan roadmap IS-EA. Penyempurnaan secara bertahap sampai dengan tahun 2017. Dukungan SI terhadap sektor Manajemen Internal pada 2016 diwujudkan dengan penyelesaian 10 (sepuluh) pengembangan aplikasi. Dalam rangka penyempurnaan organisasi dan sumber daya manusia, Bank Indonesia membentuk departemen baru dan pengelompokan jabatan. 114 4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) mengamanatkan penyempurnaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia (OSBI). Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan beberapa hal sebagai berikut: a. Pembentukan departemen baru. Pada 24 Februari 2016, Bank Indonesia membentuk: (i) Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah dalam rangka melaksanakan fungsi riset dan pengembangan ekonomi keuangan syariah, dan (ii) Departemen Pengembangan Pasar Keuangan untuk melaksanakan fungsi pengelolaan dan pengembangan pasar uang, pasar valas, dan pasar keuangan lainnya. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia b. Penyempurnaan perangkat organisasi untuk satuan kerja/unit kerja. Untuk mendukung penyempurnaan tersebut, Bank Indonesia menerapkan pengelompokan jabatan di Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia mengimplementasikan konsep modern office untuk menjadi organisasi yang lebih efisien dan efektif untuk mendukung implementasi OSBI dilakukan penataan organisasi Satuan Kerja. a. Pemenuhan dan Pengembangan SDM Pemenuhan Internal Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan pemenuhan pegawai melalui mutasi. Hal itu sebagai dampak reorganisasi pengalihan fungsi untuk satuan kerja yang baru dibentuk seperti Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) dan Departemen Pendalaman Pasar Keuangan (DPPK), Departemen Manajemen Risiko (DMR) dan Kantor Perwakilan Provinsi DKI Jakarta. Pemenuhan Eksternal Dalam rangka pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia, Bank Indonesia juga melakukan rekrutmen eksternal. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia merekrut 24 orang pegawai kontrak waktu tertentu (PKWT) sebagai dampak penerapan AFSBI. Para pegawai tersebut terdiri atas ahli teknologi informatika, analis, contact center, dan staf. Bank Indonesia juga merekrut asisten pengamanan untuk penempatan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta. Dalam rangka pengumpulan data base kandidat pelamar, Bank Indonesia berpartisipasi dalam pelaksanaan bursa tenaga kerja di Universitas Airlangga, Surabaya. Pengembangan SDM Bank Indonesia melaksanakan kegiatan pengembangan SDM yang meliputi 6 area pengembangan. Keenam area itu adalah (1) On Boarding; (2) Leadership Development Program (LDP); (3) Competency Development Program (CDP); (4) Program Tugas Belajar (PTB); (5) Attachment/Technical Assistance and Assignment Program; dan (6) Coaching dan Mentoring Program. Bank Indonesia juga melakukan pengembangan pegawai atas inisiatif organisasi (BI-Wide) dan kerja sama internasional. Rincian pelaksanaan Program Pengembangan SDM-BI tersebut adalah sebagai berikut : 1. On Boarding merupakan program pendidikan kepada pegawai baru agar siap ditempatkan di seluruh satuan kerja Bank Indonesia. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia tidak menyelenggarakan OBP karena belum terdapat perekrutan pegawai baru. 2. Leadership Development Program (LDP) merupakan program pembekalan pegawai yang terkait dengan leadership sesuai dengan sektor penempatan dan jabatannya. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan Staff Development Program (SDP) gelombang 2, yaitu program pembekalan bagi pegawai yang promosi dari level staf ke asisten manajer. Bank Indonesia juga menyelenggarakan Program Kepemimpinan Bank Indonesia (PKBI) Dasar, yaitu program pembekalan 3 Keputusan No. 18/18/Kep.GBI/INTERN/2016 tanggal Pada 24 Maret 2016 tentang Pengelompokan Jabatan (Job Family dan Nature of Job) di Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 115 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia bagi pegawai yang promosi dari level asisten manajer ke manajer dan Executive Refreshment Program bagi 44 orang Pimpinan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. 3. Competency Development Program (CDP) merupakan program pembekalan pegawai yang terkait dengan kompetensi teknis dan manajerial sesuai dengan sektor penempatan dan jabatannya. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah menyelenggarakan In-House Training (IHT) dengan rincian 16 program sertifikasi dan 21 program non-sertifikasi. 4. Career Transition Program (CTP) merupakan pembekalan kepada pegawai yang mendapatkan penugasan khusus dan yang memasuki masa purna bakti. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia menyelenggarakan 3 kali program pembekalan masa persiapan pensiun (MPP) yang diikuti oleh 102 orang pegawai. Program ini bertujuan untuk membekali pegawai agar dapat menyiapkan diri sebaik-baiknya dalam memasuki masa purna bakti. 5. Program Tugas Belajar (PTB) merupakan program pendidikan formal atas beasiswa penuh Bank Indonesia atau pihak lain yang diberikan kepada pegawai Bank Indonesia untuk jenjang pendidikan Master (S2) dan Doktor (S3). PTB terdiri atas 4 (empat) jenis, yaitu PTB Dalam Negeri (PTB-DN), PTB Luar Negeri (PTB-LN), PTB Dual Degree (PTB-DD), dan PTB Atas Inisiatif Sendiri (PTB-AIS). Sampai dengan triwulan I-2016, jumlah pegawai yang mengikuti Program Tugas Belajar (PTB) sebanyak 98 orang. 6. Attachment/Technical Assistance and Assignment Program yang bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas dan kompetensi pegawai melalui technical assistance (TA) yang diberikan oleh bank sentral negara lain. Pada triwulan I-2016, program tersebut belum diselenggarakan. 7. Seminar Internasional dan workshop yang pada triwulan I-2016 dilakukan bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) mengusung tema ”Growth Diagnostics”. Seminar diikuti oleh 129 peserta, sedangkan workshop dihadiri oleh 55 peserta berasal dari dalam dan luar negeri yang berasal dari bank sentral, kementerian keuangan, dan institusi pemerintah lain yang relevan se-Asia Pasifik. b. Manajemen SDM Pada triwulan I-2016 telah disetujui perencanaan kebutuhan sumber daya manusia untuk periode tahun 2016-2019. Perencanaan ini mencakup pemenuhan sumber daya manusia di kantor pusat dan kantor perwakilan dengan mempertimbangkan pegawai penugasan di OJK yang akan kembali ke Bank Indonesia. Kebijakan terkait pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan ke OJK Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan beberapa kebijakan pengelolaan pegawai Bank Indonesia yang ditugaskan ke OJK. Kebijakan itu adalah mapping kompetensi sesuai Job Family, skenario awal penempatan, dan sosialisasi MSDM kepada pegawai yang kembali ke Bank Indonesia. c. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia 116 Terkait transformasi budaya kerja, Bank Indonesia telah melakukan kegiatan sebagai berikut: Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 1. Pada 11 Januari 2016, penguatan peran change leader atau pimpinan satuan kerja sebagai pengelola SDM diforumkan melalui momentum acara ‘HR Day’. Acara tersebut untuk memberikan gambaran ke depan strategi pengembangan SDM Bank Indonesia dan tantangan yang akan dihadapi. 2. Bank Indonesia mulai mendorong satuan kerja untuk mengevaluasi hasil perubahan 2015 dan mempersiapkan rencana perubahan 2016, sekaligus merevitalisasi tim penggerak perubahan. Kegiatan ini difasilitasi juga dengan workshop co-creation change program di Jakarta, 28-29 Januari 2016. Peserta adalah perwakilan penggerak perubahan dari masing-masing satuan kerja. 3. Pada 17-19 Januari 2016, Bank Indonesia melakukan pembekalan atau refreshing peran penggerak perubahan 2016 melalui workshop pembekalan change agent. Pada kesempatan itu, para peserta melakukan sharing dan penajaman change program untuk mendukung produktivitas dan mencapai target kinerja satuan kerja (performance, service, dan risk culture). 4. Monitoring secara offsite seluruh satuan kerja KP dan KPwBI DN dan monitoring onsite untuk 4 satuan kerja KP dan 3 satuan kerja KPwBI DN. 5. Melaksanakan Survei Culture Climate periode Maret 2016 dengan mendapatkan responden dari data yang valid sebanyak 1.898. Hasil survei ini menjadi feedback untuk satuan kerja dalam memperkuat program perubahan. 6. Bank Indonesia juga menaktivasi komunikasi perubahan lintas satuan kerja melalui media Instagram Change Agent sebagai media sharing ide-ide dan inspirasi perubahan. 4.8. Aspek Hukum Berdasarkan Undang-Undang, Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang diberikan amanat untuk menjalankan peran sebagai bank sentral Republik Indonesia. Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagai bank sentral, Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk menetapkan peraturan perundang-undangan. Sepanjang triwulan I-2016, Bank Indonesia telah mengeluarkan 7 (tujuh) peraturan perundang-undangan. Peraturan itu terdiri atas 3 (tiga) Peraturan Bank Indonesia dan 4 (empat) Surat Edaran Ekstern. Selain itu, Bank Indonesia mengeluarkan 16 (enam belas) peraturan internal Bank Indonesia, yang terdiri atas 6 (enam) Peraturan Dewan Gubernur dan 10 (sepuluh) Surat Edaran Internal (Rincian produk hukum sebagaimana terlampir). Selama 2015, Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan, yakni 4 PBI, 6 PDG, 4 SE Eksternal. Dalam rangka menyusun kerangka peraturan di bidang Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia secara aktif berkoordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (RUU PPKSK). Sejalan dengan penataan lembaga negara/otoritas di bidang keuangan, Bank Indonesia juga aktif berkoordinasi dalam penyusunan RUU tentang Bank Indonesia. Untuk mendukung pembangunan hukum nasional, Bank Indonesia senantiasa berpartitipasi aktif dalam penyusunan RUU yang memiliki keterkaitan erat dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Beberapa pembahasan yang diikuti secara aktif oleh Bank Indonesia antara lain RUU tentang Perbankan, RUU tentang Bea Materai, dan RUU tentang Perlindungan Data Pribadi. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 117 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia Bank Indonesia juga berperan aktif dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Perpres. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia ikut membahas RPP tentang Peninjauan Kembali dan Pembatalan Perjanjian Perdagangan Internasional, Rancangan Perpres tentang Tata Cara Pemberian Preferensi Perdagangan kepada Negara Kurang Berkembang, dan Rancangan Perpres tentang Pembentukan Tim Perunding Perjanjian Perdagangan Internasional. 4.9. Program Sosial Bank Indonesia Bank Indonesia melaksanakan program pendidikan, pemberdayaan perempuan, dan program strategis dengan fokus pada ketahanan pangan strategis dan komoditas unggulan. Selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai otoritas moneter dan keuangan, Bank Indonesia menjalankan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) sebagai bentuk kepedulian atau empati sosial Bank Indonesia untuk berkontribusi dalam membantu memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat. Melalui pelaksanaan program sosial, Bank Indonesia juga dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan Bank Indonesia. Pada triwulan I-2016, Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan antara lain meneruskan program unggulan Indonesia Cerdas dan Pemberdayaan Perempuan. Program Indonesia Cerdas masih mengarah pada penambahan 150 BI Corner dan 50 Pojok Baca PAUD di seluruh Indonesia. Sedangkan program Pemberdayaan Perempuan lebih difokuskan pada Pemberdayaan Perempuan Pengusaha Mikro (P3M), Youthpreneur, dan Urban Farming. Program unggulan ini dijalankan oleh Kantor Pusat dan beberapa Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri. Selain itu, Bank Indonesia menjalankan PSBI Strategis dengan tema “Mendukung Pemulihan dan Penguatan Ekonomi melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) yang Berkesinambungan dan Inklusif.” Tema ini didukung 4 (empat) subtema. Selama 2016, terdapat 192 program yang melibatkan 45 KPwBI DN. Pada tanggal 11-16 Februari 2016, Bank Indonesia melaksanakan PSBI bersamaan dengan Board Seminar - Rapat Evaluasi Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (REKDA) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Program PSBI itu dalam bentuk renovasi sekolah dan konservasi hutan kota Bank Indonesia. Selain itu, PSBI diwujudkan dalam bentuk renovasi rumah adat di Taman Pelestarian Budaya Kutai dan penyediaan sarana air bersih di Pulau Gusung-Bontang dan penyediaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk Dusun Sekerat Pantai di Kutai Timur. Selama triwulan I-2016, Bank Indonesia telah merealisasikan penyaluran beasiswa sebesar Rp1,46 miliar atau sebesar 6,31%. Program beasiswa ini diiringi dengan pengembangan komunitas GenBI. Generasi Baru Indonesia (GenBI) bertujuan untuk menjadikan para anggotanya sebagai garda terdepan yang mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia melibatkan GenBI dalam berbagai bentuk kegiatan sosial 118 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia maupun pengembangan kapasitas. Selama ini, kegiatan GenBI mencakup antara lain pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan, bedah buku, edukasi kebanksentralan, program kelestarian lingkungan, dan berbagai aktivitas sosial. Selama triwulan I-2016, realisasi anggaran PSBI tercatat sebesar Rp22,26 miliar atau sebesar 16% dari total anggaran. Realisasi anggaran tersebut tidak terlepas dari adanya koordinasi dan komunikasi pedoman tahunan PSBI yang telah dilakukan pada awal tahun. Realisasi tersebut termasuk respons kebutuhan sosial masyarakat melalui pelaksanaan PSBI Kepedulian Sosial yang mencakup 6 (enam) bidang, yaitu pendidikan, keagamaan, kesehatan, lingkungan, kebudayaan, serta musibah dan bencana alam. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 119 BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia 120 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 Lampiran Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan I - 2016 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 121 1. PERATURAN BANK INDONESIA No Nomor PBI Tanggal 1 18/3/PBI/2016 10/3/2016 Perihal Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional 2 18/2/PBI/2016 24-02-2016 Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah 3 18/1/PBI/2016 28-01-2016 Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2015 2. SURAT EDARAN EKSTERN No Nomor SE Tanggal Perihal 1 8/4/DPTP 28-03-2016 Layanan Sub-Registry Bank Indonesia dalam Rangka Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan / atau Dana Alokasi Umum dalam bentuk Nontunai berupa Surat Berharga Negara 2 18/3/DKEM 15-03-2016 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional 3 18/2/DPTP 28-01-2016 Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Government Electronic Banking 4 18/1/DPSP 5/1/2016 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 Novem ber 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara 3. PERATURAN DEWAN GUBERNUR No Nomor PDG Tanggal 1 18/6/PDG/2016 15-03-2016 Perihal Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 16/7/PDG/2014 tentang Remunerasi Pegawai Bank Indonesia 2 18/5/PDG/2016 14-03-2016 Kerangka Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 3 18/4/PDG/2016 29-02-2016 Perubahan Atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 16/5/PDG/2014 Tentang Penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur 4 29-01-2016 Statistik Bank Indonesia 18/3/PDG/2016 5 18/2/PDG/2016 25-01-2016 Pelaksanaan Lembur di Bank Indonesia 6 18/1/PDG/2016 18-01-2016 Penghapusbukuan Aset Keuangan dan Penghapusan Aset non Keuangan Bank Indonesia 122 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 Daftar Istilah Administered prices: Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik. BI Rate : Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement (BI-RTGS) : Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. Bank Indonesia – Scripless Securities : Settlement System (BI-SSSS) Cadangan Devisa Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. : Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Capital Adequacy Ratio: Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Countercyclical Buffer: Tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Dana Pihak Ketiga : Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Defisit Transaksi Berjalan : Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa. Deposit Facility: Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka operasi moneter. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 123 Devisa Hasil Ekspor 124 : Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor. Emerging Market: Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi. Financial Inclusion/(Keuangan: Inklusif) Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah. Forum Koordinasi Stabilitas Sistem : Keuangan Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan. Giro Wajib Minimum : Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto) : Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Hedging: Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair value) aset atau kewajiban. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan : Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan. Inflasi: Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (costpush) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull). Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) : Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas. Inflasi Inti : Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflation Targeting Framework: Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik. Investment Grade: Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 : Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR. Kliring: Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan (clearing). Layanan Keuangan Digital (LKD) : Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. Lender of The Last Resort: Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Lending Facility: Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka operasi moneter. Loan to Deposit Ratio (LDR) : Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank umum. Loan to Funding Ratio (LFR) : Rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain terhadap: (i) dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan dan deposito dalam Rupiah dan valas, tidak termasuk dana antar bank, dan (ii) surat-surat berhagra dalam Rupiah dan valas yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan oleh bank untuk memperoleh sumber pendanaan. Likuiditas: Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity). Makroprudensial: Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan. Mikroprudensial: Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) : Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial. Neraca Transaksi Berjalan Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan jasa suatu negara. Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) : Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 125 : Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Non Performing Loan (NPL) gross: Rasio kredit bermasalah kepada pihak ketiga non-bank terhadap total kredit. Non-Performing Financing (NPF): Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Operasi Moneter : Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) : Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight). Repurchase Agreement (Repo) : Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) : Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia : Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Stress test: Estimasi potensi kerugian terhadap eksposur kredit dan likuiditas yang dihasilkan dari beberapa skenario perubahan harga dan volatilitas. Surat Utang Negara (SUN) : Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. Surat Berharga Negara (SBN) : Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sovereign Credit Rating: Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat resiko dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut. Suku bunga dasar kredit (SBDK) Suku bunga yang digunakan dalam menentukan suku bunga kredit yang terdiri atas tiga komponen utama, yaitu rata-rata harga pokok dana untuk kredit, biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit, serta margin keuntungan yang ditetapkan bank untuk aktivitas perkreditan. Non-Performing Loan (NPL) 126 : Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 Swap: Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. Systemically Important Bank: Suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, dan luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagaian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apbila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. Tim Pengendalian Inflasi Daerah : Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait pengendalian inflasi. Transaksi Reverse Repo: Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka (OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. Uang Kartal : Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia. Uang Kartal yang Diedarkan : Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan. Wajar Tanpa Pengecualian : Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Volatile Food : Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun internasional. Yield: Imbal hasil. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 127 Daftar Singkatan ABIF : ASEAN Banking Integration Framework ADG : Anggota Dewan Gubernur AFSBI : Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia APMK : Alat Pembayaran Menggunakan Kartu ASEAN : The Association of Southeast Asian Nations ATBI : Anggaran Tahunan Bank Indonesia ATM : Anjungan Tunai Mandiri BCSA: Bilateral Currency Swap Agreement BI : Bank Indonesia BI-RTGS : Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement BI-SSSS : Bank Indonesia-Scripless Security Settlement System BPS : Badan Pusat Statistik bps: Basis Point Bulog : Badan Urusan Logistik BUMD : Badan Usaha Milik Daerah BUMN : Badan Usaha Milik Negara CAR: Capital Adequacy Ratio CCyB: Countercyclical Buffer CeBM: Central Bank Money CIKUR : Ciri Keaslian Uang Rupiah CMIM : Chiang Mai Initiative Multilateralisation CoE : Center of Excellence DF: Deposit Facilities DHE : Devisa Hasil Ekspor DPK : Dana Pihak Ketiga DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia D-SIB: Domestic Sistemically Important Bank DSR: Debt Service Ratio DXY : US Dollar Index ECB: European Central Bank EMEAP : Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks FASBIS : Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah FGD: Focus Group Discussion FIN: Financial Identity Number FKSSK : Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FPJP : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek FSPI : Forum Sistem Pembayaran Indonesia GDP: Gross Domestic Product GNNT : Gerakan Nasional Non-Tunai GWM : Giro Wajib Minimum 128 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 IDB: Islamic Development Bank IDI : Informasi Debitur Individual IHK : Indeks Harga Konsumen IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan IKNB : Industri Keuangan Non Bank IKU : Indikator Kinerja Utama IMF : International Monetary Fund IRU: Investor Relations Unit ITF: Inflation Targeting Framework JIBOR: Jakarta Interbank Offered Rate KI : Kredit Investasi KK : Kredit Konsumsi KMK : Kredit Modal Kerja KPR : Kredit Perumahan Rakyat KPwDN BI : Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia KPwLN BI : Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank Indonesia KSEI : Kustodian Sentral Efek Indonesia KUPVA BB : Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank KUR : Kredit Usaha Rakyat LDR: Loan to Deposit Ratio LFR: Loan to Funding Ratio LKD : Layanan Keuangan Digital LKNB : Lembaga Keuangan Non Bank LKTBI : Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia LOLR: Lender of The Last Resort LTV: Loan to Value MRBI : Manajemen Risiko Bank Indonesia NAB : Nilai Aktiva Bersih NK : Nota Kesepahaman NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia NPI : Neraca Pembayaran Indonesia NPL: Non Performing Loan OJK : Otoritas Jasa Keuangan OM : Operasi Moneter OPT : Operasi Pasar Terbuka PBI : Peraturan Bank Indonesia PDB : Produk Domestik Bruto PDG : Peraturan Dewan Gubernur Perum Peruri : Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia PIHPS : Pusat Informasi Harga Pangan Strategis PK Inisiatif : Program Kerja Inisiatif PLN : Pinjaman Luar Negeri PMA : Penanaman Modal Asing PP : Perusahaan Pembiayaan PSBI : Program Sosial Bank Indonesia Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016 129 PTD BB : Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank PUAB O/N : Pasar Uang Antar Bank Overnight qtq: quarter to quarter RDG : Rapat Dewan Gubernur Repo: Repurchase Agreement ROA: Return on Asset ROE: Return on Equity RRH : Rata-Rata Harian RUU : Rancangan Undang-Undang SBDK : Suku Bunga Dasar Kredit SBI : Sertifikat Bank Indonesia SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBN : Surat Berharga Negara SBSN : Surat Berharga Suariah Negara SBT : Saldo Bersih Tertimbang SDBI : Sertifikat Deposito Bank Indonesia SE : Surat Edaran SF: Standing Facilities SHPR : Survei Harga Properti Residensial SID : Sistem Informasi Debitur SK : Survei Konsumen SKBI : Sistem Keuangan Bank Indonesia SKDU : Survei Kegiatan Dunia Usaha SKNBI : Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia SKSR : Survei Khusus Sektor Riil SNKI : Strategi Nasional Keuangan Inklusif SOP: Standard Operating Procedure SSK : Stabilitas Sistem Keuangan SULNI : Statistik Utang Luar Negeri Indonesia SUSPI : Statistik Utang Sektor Publik Indonesia TD : Term Deposit TD BB : Transfer Dana Bukan Bank TPI : Tim Pengendali Inflasi TPID : Tim Pengendali Inflasi Daerah UKM : Usaha Kecil dan Menengah ULE : Uang Layak Edar ULN : Utang Luar Negeri UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah UPB : Uang Pecahan Besar UPK : Uang Pecahan Kecil UTLE : Uang Tidak Layak Edar UU :Undang-Undang UYD : Uang Kartal yang Diedarkan Valas : Valuta Asing yoy: year on year 130 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan I-2016