PENDAHULUAN Penggunaan senyawa kimia berbahaya dalam industri membuat lingkungan semakin tercemar. Sistem pengelolaan limbah masih banyak yang belum memberikan hasil yang baik. Oleh sebab itu, diperlukan peningkatan kualitas dan efisiensi dalam penelitian lebih lanjut mengenai penanggulangan limbah, khususnya metode adsorpsi, agar memberikan hasil yang optimum. Pestisida merupakan senyawa yang banyak digunakan dalam industri sehingga tingkat pencemarannya cukup tinggi. Penggunaan pestisida meningkat lebih dari 50 kali lipat sejak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2.5 juta ton pestisida digunakan setiap tahunnya. Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikroba (Sudarmo 1987). Pestisida yang banyak digunakan adalah senyawaan organoklorin seperti heksaklorobenzena (HCB), heksakloroetana, klorofenol, asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), diklorodifeniltrikloroetana (DDT), dikofol, heptaklor, endosulfan, klordan, dan mireks. Organoklorin merupakan senyawa kimia yang mengandung karbon dan klorin. Kebanyakan organoklorin berbahaya karena tidak mudah rusak sehingga dapat tinggal di lingkungan dan tubuh untuk waktu yang relatif lama. Organoklorin dapat terkonsentrasi dalam rantai makanan sehingga hewan-hewan di bagian atas rantai makanan, seperti manusia lebih merasakan akibatnya (Frahmana 2010). Pada bulan April 2005 terjadi 39 kasus penolakan produk makanan, terutama sayursayuran asal Indonesia oleh FAO karena mengandung bahan berbahaya yang dilarang. Kasus tersebut meningkat dibandingkan dengan bulan Januari 2005 dengan 15 kasus penolakan. Jenis bahan berbahaya yang digunakan dan menjadi perhatian antara lain mikrob, logam berat, dan residu pestisida. Upaya meningkatkan keamanan pangan produk pertanian, khususnya sayur-sayuran, telah dilakukan antara lain melalui program pengendalian hama terpadu (PHT). Pada PHT, tidak hanya dipertimbangkan tingkat produksi yang tinggi, tetapi juga kelestarian lingkungan dan keamanan pangan. Namun, upaya tersebut belum mampu memecahkan persoalan keamanan pangan karena adanya praktik produksi yang menyimpang seperti penggunaan senyawa kimia berbahaya (Winarti dan Miskiyah 2010). Keberadaan senyawa organoklorin dalam lingkungan sangat membahayakan. Residu organoklorin pada manusia dapat menimbulkan keracunan akut maupun kronis, karena sifat akumulatifnya terutama dalam lemak. Pemakaian pestisida organoklorin sebetulnya telah dilarang melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 434.1/Kpts/TP.270/7/2001 karena sifatnya yang persisten. Namun, hal ini masih sangat sulit dilaksanakan untuk negara berkembang dan sampai saat ini masih banyak ditemukan residunya. Salah satu alternatif untuk menanggulangi penggunaan organoklorin adalah dengan pengelolaan limbahnya. Berbagai metode telah digunakan untuk mengatasi limbah organoklorin seperti koagulasi (cara kimia), yaitu penambahan zat agar terbentuk gumpalan (flok), adsorpsi menggunakan arang aktif (cara fisika), dan menggunakan bakteri (cara biologis). Kekurangan metode koagulasi adalah pembentukan lumpur dalam jumlah besar. Metode arang aktif cukup efektif karena memiliki daya serap yang tinggi, namun dibutuhkan biaya yang mahal (Manurung et al. 2004). Penggunaan adsorben merupakan metode alternatif dalam pengolahan limbah. Penelitian mengenai adsorpsi HCB dengan variasi adsorben telah banyak dilakukan. Dibandingkan dengan arang aktif, adsorben dari mineral liat memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih baik (Krishna et al. 2001). Dalam penelitian ini, digunakan bentonit sebagai adsorben. Adsorptivitas bentonit teraktivasi sebagai adsorben diukur terhadap organoklorin HCB. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan adsorben alternatif bagi senyawa polutan organik persisten (POP). TINJAUAN PUSTAKA Bentonit Bentonit adalah sejenis tanah lempung yang secara alami mempunyai kemampuan mengembang sampai 15 kali volume keringnya jika menyerap air. Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 µm, yang mengandung silika, aluminium oksida dan hidroksida yang dapat mengikat air. Bentonit memiliki struktur 3 lapisan yang terdiri atas 2 lapisan silika tetrahedral dan 1 lapisan silika oktahedral (Gambar 1).