Catatan untuk Khotbah 21 Maret 2010 Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan Nats Alkitab: ................... Ringkasan Khotbah 14 Maret 2010 Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan Nats Alkitab: Matius 27:45-56 / The Miracles of Calvary Audio khotbah dari minggu-minggu sebelumnya tersedia di website: www.griimelbourne.org Saudara yang terkasih dalam Kristus, setelah kita merenungkan akan seruan Yesus yang berkata “Eli, Eli lama sabakhtani?”, kita sampai kepada bagian tentang mujizat-mujizat yang terjadi di atas bukit Kalvari setelah Yesus menyerahkan nyawa-Nya. Mujizat yang pertama telah kita singgung minggu yang lalu, yakni munculnya kegelapan di tengah-tengah siang meliputi seluruh daerah Golgota. Hari itu bertepatan dengan perayaan Paskah orang Yahudi, dan selalu jatuh pada periode full moon sehingga gerhana tersebut sebenarnya adalah suatu hal yang mustahil. Hal ini menunjukkan bahwa sungguh kejadian tersebut adalah perbuatan Allah. Seorang penulis mengatakan bahwa saat Yesus lahir, terdapat terang bintang di tengah malam. Akan tetapi saat Kristus mati, ada kegelapan. Fakta ini menuju pada murka Allah yang begitu besar terhadap dosa manusia. Dosa manusia begitu gelap dan ada harga mahal yang harus ditanggung dalam kematian Yesus. Secara simbolik, matahari bagaikan menutupi mukanya. Allah pun tidak bisa menyaksikan Anak tunggalNya yang terkasih, yang seluruh hidup-Nya taat memuliakan Tuhan, harus tergantung di atas kayu salib. Seakan-akan ditunjukkan bahwa manusia yang berdosa juga tidak layak melihat hal ini. Hari ini, kita akan membahas mujizat kedua yang terjadi di atas Kalvari yaitu terbelahnya tabir bait suci menjadi dua. Dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia, kata pembuka dari statement peristiwa ini diterjemahkan dengan tepat karena diawali dengan frase “Dan lihatlah!” atau dalam bahasa Inggrisnya, “Behold!” yang selalu dipakai oleh Matius untuk menunjukkan suatu hal penting yang harus diperhatikan. Tabir atau tirai yang terdapat pada bait Allah yang dimaksud di sini adalah tabir yang memisahkan antara ruang Suci dengan ruang Maha Suci. Tirai ini begitu tinggi dan besar, kira-kira beratnya 300 kg. Bait Allah terbagi menjadi 3 bagian, dimulai dari altar court di mana semua orang boleh berkumpul; di dalamnya lagi terdapat ruang Suci yang hanya boleh dimasuki para Imam, dan yang terakhir yang terletak paling dalam adalah ruang Maha Suci. Di situ terdapat tabut perjanjian, 2 loh batu yang berisi 10 perintah Allah, serta kursi anugerah atau mercy seat yang secara simbolik merepresentasikan kehadiran Tuhan yang bertahta. Ruang Maha Suci ini sangat sakral karena hanya ketua dari seluruh imam atau the high priest yang boleh masuk. Imam besar ini pun hanya boleh datang sekali dalam setahun, yaitu pada Hari Penebusan (the Day of Atonement). Pada hari itu, akan ada korban binatang yang disembelih, lalu Imam Besar akan masuk ke ruang Maha Suci untuk memercikkan darah korban di atas mercy seat. Dengan ini secara simbolik dinyatakan bahwa dengan percikan darah itu, murka Tuhan diredakan dan dosa manusia disucikan. Sakralnya prosedur yang harus dijaga saat menghampiri ruangan ini menunjukkan bahwa terdapat jarak yang besar antara Allah dengan manusia yang berdosa. Tidak sembarang orang boleh masuk pada sembarang waktu. Tabir pemisah ruangan itu seperti menyatakan: ‘thus far you may come but no further’. Akan tetapi, tirai yang sama inilah yang terbelah pada peristiwa kematian Yesus. Dalam kitab Ibrani, dijelaskan bahwa peristiwa terbelahnya tabir bait suci menjadi dua dari bawah ke atas menunjukkan ini adalah karya Tuhan yang menerobos pemisahan antara ruang Suci dan Maha Suci lewat pengorbanan Yesus. Yesuslah satu-satunya Imam Besar yang agung, karena Ia membawa darahNya sendiri sebagai korban. Dialah Domba Allah, korban yang sempurna, yang telah menanggung seluruh dosa manusia. Maka mulai saat itu, tidak ada lagi penghalang antara manusia siapapun dengan Tuhan. Mereka boleh datang secara langsung, sebab Kristuslah yang sekarang menjadi satu-satunya pengantara. Terdapat setidaknya 3 signifikansi dari peristiwa ini yang dapat dimengerti dari kitab Ibrani 9:6-8 dan ayat 11-14. Yang pertama adalah, sistem pengorbanan yang lama sekarang sudah berakhir. Sistem pengorbanan ini dulu dibentuk sesuai dengan perintah Tuhan ketika bangsa Israel masih berada dalam keadaan berdosa. Ada banyak kurban-kurban yang harus dipersembahkan pada saat itu, namun sekali dalam setahun, yaitu pada the Day of Atonement, adalah puncak bagi kurban persembahan yang harus dilakukan umat Israel untuk menyucikan dosa-dosa mereka. Akan tetapi, setelah Kristus mati, semuanya ini sudah selesai. Sekarang, pengorbanan itu tidak diperlukan lagi. Kristus telah mati sekali untuk selama-lamanya,tidak perlu diulang setiap tahun. Kristus juga adalah korban yang sempurna dan kematian-Nya mewakili seluruh umat manusia yang diselamatkan. Tabir yang terbelah menunjukkan suatu penghakiman dari Tuhan. Hal ini seakan-akan menunjukkan bahwa bait Allah sudah tidak diperlukan lagi. Dalam Perjanjian Baru dinyatakan kalau bait Allah yang sesungguhnya adalah gereja Tuhan, yakni kumpulan orang-orang percaya. Dalam tubuh masing-masing orang Kristen, Tuhan hadir di situ. Yang dibutuhkan bukanlah bait Allah, namun Allah dari bait. Pada tahun 70 Masehi hal ini pun diwujudkan secara fisikal dengan peristiwa hancurnya bait Allah tersebut dan sampai hari ini tidak pernah terbangun lagi. Sistem pengorbanan yang lama belumlah sempurna. Bagaimana bisa kambing atau sapi boleh menggantikan hukuman yang harusnya diterima oleh manusia, karena manusialah yang berbuat dosa? Persembahan hanya bisa menjadi simbol atau bayang-bayang dari korban yang sejati yaitu Yesus Kristus. Ketika Kristus mati, semua pengorbanan itu berakhir. Hal yang kedua adalah, peristiwa tersebut menyatakan bahwa persembahan Kristus adalah persembahan yang sempurna, final dan tidak ada hal apapun lagi yang harus dikerjakan manusia untuk memperdamaikan diri dengan Allah. Ketika menyerahkan nyawa-Nya, Yesus berteriak dengan suara keras, “It is finished!”. Ini menyatakan bahwa Kristus mati karena Ia menyerahkan nyawa-Nya dengan aktif. Tidak ada seorang pun yang bisa mengambil nyawa Yesus jikalau bukan Ia sendiri yang memberikannya. Kalimat ini juga menunjukkan bahwa kematian-Nya adalah persembahan yang sempurna, selesai dan satu-satunya. PengorbananNya ini telah menggenapi segala sesuatu yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama, oleh sebab itu tidak ada lagi tambahan apapun yang perlu dilakukan oleh manusia. Dalam Kisah Para Rasul, orang-orang Yahudi masih terus ragu akan kenyataan ini. Mereka mengatakan bahwa memang perlu manusia percaya kepada Yesus, akan tetapi hal itu tidak cukup. Mereka yang ingin diselamatkan masih harus melakoni sunat dan peraturan-peraturan yang lainnya. Jikalau hal-hal tersebut tidak digenapi, maka mereka tidak akan bisa diselamatkan. Hal ini mengundang perdebatan besar di antara para rasul sehingga mereka harus mengadakan sidang sinode di Yerusalem. Pada akhirnya, para rasul khususnya Petrus, mengambil keputusan bahwa hal-hal seperti sunat atau peraturan Taurat yang lain sudah tidak diperlukan lagi. Hanya oleh anugerah Tuhan sajalah manusia dapat diselamatkan dalam kematian Yesus. Kematian-Nya sudah merupakan pengorbanan yang sempurna. Darah-Nya telah menyucikan segenap dosa. Dalam Ibrani 9:25-28 dijelaskan bahwa Kristus mempersembahkan dirinya hanya satu kali saja, bukan seperti Imam Besar yang memberikan kurban setiap tahun, sebab Yesus memberikan diri-Nya sendiri. Pada zaman akhir, yang dimulai sejak Kristus datang sampai Ia datang kembali, inilah Kristus menyatakan Diri-Nya mati untuk menebus dosa dan menjadi persembahan sempurna yang tidak perlu lagi pengulangan apapun. Tabir yang terbelah menyatakan bahwa persembahan Kristus sudah diterima Bapa di Sorga. Apa yang dikerjakan Anak Allah sudah selesai, dan tidak perlu apapun lagi yang harus manusia tambahkan untuk boleh diterima Tuhan. Barangsiapa percaya saja pada kematian Yesus yang menebus dosa, akan diselamatkan. Namun, jelas hal ini bukan berarti kita tidak perlu berbuat baik dan taat pada perintah Tuhan yang dinyatakan dalam Alkitab. Memang, setiap perbuatan baik dan ketaatan kita bukan membuat kita diselamatkan. Anugerah Tuhan semata-matalah keselamatan kita itu. Akan tetapi, sebagai orang yang sudah diselamatkan, haruslah kita menghasilkan buah, yang dinyatakan dalam perbuatan baik dan ketaatan. Perbuatan baik bukanlah sebab, tapi akibat atau bukti bahwa kita sudah terlebih dahulu diselamatkan. Ketiga, tabir yang terbelah menyatakan manusia sekarang boleh datang kepada Allah secara langsung melalui Yesus Kristus. Ibrani 10 ayat ke 19 mengatakan, “Jadi, saudarasaudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus.” Kita tidak lagi memerlukan Imam, Musa, maupun pendeta. Siapapun dapat datang langsung kepada Tuhan. Jangan kita jatuh pada kesalahan menganggap bahwa pendeta adalah pengantara jemaat dengan Allah. Seringkali kita berpikir bahwa jika pendeta yang mendoakan maka hasilnya akan lebih manjur dan permohonan kita lebih didengar. Adalah penting bagi kita sebagai saudara seiman, termasuk di dalamnya pendeta, untuk saling mendoakan, akan tetapi pendeta tidaklah memiliki tingkat yang lebih tinggi untuk menjadi pengantara antara orang Kristen dengan Allah. Alkitab menyatakan bahwa hanya ada satu pengantara bagi umat percaya yaitu Yesus Kristus. Hal ini pun bukan hanya berlaku bagi orang Yahudi, namun untuk setiap orang di seluruh dunia. Melalui tabir yang terbelah itu, tidak ada lagi perbedaan antara orang Yahudi atau Yunani, orang kaya ataupun miskin. Semua orang dari seluruh suku bangsa maupun status sosial boleh datang kepada Allah. Ketika tabir itu terbelah dua tidak ada lagi pemisah antara manusia percaya dengan Allah Bapa. Kristuslah satu-satunya pengantara. Sebagai pernyataan akan hal ini, kita harus selalu berdoa dalam nama Yesus. Hal ini menunjukkan bahwa kita sekarang dapat berdoa kepada Bapa, menghampiri Dia melalui Yesus Kristus dengan pertolongan dari Roh Kudus yang menolong kita menyatakan keluhan-keluhan kita. Allah Tritunggal hadir dan bekerja dalam doa. Terakhir, bagian dari Ibrani pasal 10 ayat 23-24 menyatakan satu keindahan dari implikasi atas kesadaran kita akan salib Kristus ini. Pengorbanan yang memperbolehkan kita datang lansung kepada Bapa dengan Kristus sebagai satu-satunya pengantara. Kepastian iman ini telah Tuhan berikan, sehingga kiranya kita boleh datang kepada Dia dengan hati yang tulus ikhlas serta berpegang teguh pada janji-Nya yang setia. Dan sebagai perwujudan dari iman itu, mari kita saling mengasihi, memperhatikan, serta mendorong dalam pekerjaan baik. Biarlah kita boleh memikirkan dan ditarik oleh keindahan salib Kristus, serta membangun komunitas gereja atas dasar salib itu, supaya menjadi satu komunitas yang menyatakan kebenaran Tuhan lewat segala yang kita lakukan. Ringkasan oleh Sally Danayani | Diperiksa oleh Simon Lukmana