BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe2O3 dari Pasir Besi Partikel

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fe2O3 dari Pasir Besi
Partikel nano magnetik Fe3O4 merupakan salah satu material nano yang telah
banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap
gelombang radar, shielding electromagnetic interference, atau perangkat medis
dalam accupressure. Dalam aplikasinya seringkali partikel nano magnetik
berinteraksi dengan pemanasan baik yang langsung atau oleh lingkungan. Efek
panas terhadap partikel ini akan mempengaruhi sifat magnetiknya, di sisi lain
pemanasan pada suhu tinggi mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku
magnetik. Perubahan yang terjadi diakibatkan oleh perubahan struktur pada
susunan kristal ataupun fasanya. Tujuan pemanasan ini adalah untuk meneliti
pembentukan fasa lain selain magnetite, yaitu maghemite (γ-Fe2O3) dan hematite
(α-Fe2O3). (Mashuri, 2007)
Pasir Besi merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan agar memiliki nilai jual yang optimal. Pasir besi memiliki mineralmineral magnetik seperti magnetit (Fe3O4), hematit (α-Fe2O3) dan maghemit (γ
Fe2O3). Ketiga mineral tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar
pembuatan magnet permanen. Pasir tersebut mengandung mineral magnetik
berupa magnetit. Magnet ferit mempunyai sifat mekanik yang kuat dan tidak
mudah terkorosi dengan tingkat kestabilan terhadap pengaruh medan luar serta
temperatur yang cukup baik. Penelitian magnet permanen ferit yang telah banyak
dikaji contohnya yaitu barium hexaferrite yang termasuk dalam ferit keras. (Nur
Afifah, 2014)
Mineral magnetik yang dikandung pasir besi diantaranya magnetite (Fe3O4),
hematite (α-Fe2O3), dan maghemite (γ -Fe2O3) berpotensi untuk bahan industri,
Universitas Sumatera Utara
diantaranya sebagai pewarna serta campuran (filler) untuk cat, juga sebagai bahan
dasar untuk magnet permanen. Magnetite digunakan sebagai bahan dasar tinta
kering (toner) pada mesin photocopy dan printer laser. Maghemite adalah bahan
utama untuk pita kaset. Setiap mineral magnetik mempunyai karakteristik atau
sifat-sifat magnetik tertentu. Perbedaan sifat magnetik bergantung pada jenis
mineral magnetik, bentuk dan ukuran bulirnya, serta dipengaruhi oleh keadaan
domain bulir mineral magnetik tersebut. Mineral yang paling menonjol sifat
magnetiknya dan paling banyak kelimpahannya adalah oksida besi-titanium (FeTi-Oxide). Jenis mineral magnetik ini tersebar hampir di segala jenis batuan,
terutama batuan beku sebagai batuan induk dari pasir besi. (Fatni dkk, 2013).
2.2. Nikel Oxide (NiO)
Nikel merupakan logam yang mempunyai sifat asam lewis sehingga logam ini
cocok digunakan sebagai katalis asam seperti alkilasi friedel-craft. NiO ini sering
dimanfaatkan pada aplikasi yang penting, yaitu sebagai katalis, gas sensor,
magnetik material, electrochromic films, katoda baterai, serta superkapasitor
(Noorlaily). Katalis yang telah direduksi menjadi NiO memiliki aktivasi untuk
memutus rantai-rantai asam lemak pada suatu padatan. Untuk mengetahui
keaktifannya katalis diaplikasikan pada reaksi reduksi katalis itu sendiri (Dora,
2010). Selain itu padatan NiO juga dapat diaplikasikan sebagai penyimpan energi
dan electrochromic windows. Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh (Akda,
2012).
Gambar. 2.1. Difraktogram: (a) CaF2, (b) 2,5% NiO/CaF2, (c) 5% NiO/CaF2,
(d) 7,5% NiO/CaF2, (e) 10% NiO/CaF2 dan (f) 15% NiO/CaF2 (Akda, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Sintesis padatan NiO/CaF2 dengan metode impregnasi. Variasi loading Ni
juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh loading terhadap struktur padatan.
Puncak dominan yang terlihat pada difraktogram NiO/CaF2 adalah puncak-puncak
yang dimiliki CaF2. Intensitas puncak NiO sangat kecil dibandingkan dengan
puncak CaF2. Berdasarkan difraktogram tersebut terlihat jelas bahwa semakin
besar jumlah loading Ni maka semakin tinggi intensitas puncak-puncak khas NiO,
seperti yang ditunjukkan puncak pada 2θ 43,38°. Hal tersebut menunjukkan
bahwa intensitas pada difraktogram dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi NiO
yang ditambahkan. Tiga puncak khas NiO dengan intensitas tertinggi muncul
pada difraktogram NiO/CaF2 antara lain daerah 2θ 37, 34; 43,38 dan 63,02°.
Bahan bakar fosil yang ketersediannya semakin menipis dan menimbulkan
pencemaran lingkungan padaakhirnya memaksa untuk dilakukannya pencarian
energy alternative. NiO diperlukan sebagai katalis dalam sintesis suatu padatan.
Katalis yang telah direduksi menjadi NiO memiliki aktifasi untuk memutus rantairantai asam lemak pada suatu padatan. Untuk mengetahui keaktifannya katalis
diaplikasikan pada reaksi reduksi katalis itu sendiri (Dora, 2010).
2.3. Sifat-Sifat Magnet
Fenomena magnet dimana material kekuatan yang menarik atau pengaruh pada
bahan lain telah dikenal selama ribuan tahun. Namun, prinsip-prinsip yang
mendasari dan mekanisme yang menjelaskan fenomena magnet yang kompleks
dan halus. Banyak perangkat teknologi modern kita bergantung pada daya tarik
dan bahan magnetik, ini termasuk pembangkit listrik tenaga dan transformer,
motor listrik, radio, televisi, telepon, komputer dan komponen suara dan video
sistem reproduksi. (William D. C, 2011)
Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetik antara lain adalah :
a) Induksi remanen (Br)
Induksi magnetik yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi lunak) setelah
memindahkan/menghilangkanpengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan
Universitas Sumatera Utara
pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada
partikel-partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/mengarahkan
pada kutub utara dan selatan.
b) Permeabilitas magnet (μ)
Daya hantar atau permeabilitas magnet (diberi lambang μ) merupakan
parameter bahan yang menentukan besarnya fluks magnetik. Bahan
feromagnetik memiliki permeabilitas yang tinggi.
μ = µ o x µr
(2.1)
dimana μo = 1,256 G.cm/A
Untuk bahan ferromagnetik, permeabilitas relatif μr jenis bahan tersebut lebih
besar daripada 1. Permeabilitas dari beberapa media yang hendak diukur pada
prinsipnya adalah dengan menempatkannya dalam suatu kawat yang lurus dan
panjang atau dalam gulungan yang melingkar atau solenoida, kemudian diukur
resultante induksi kemagnetannya, sehingga diperoleh sebuah tetapan baru μ
dan diturunkan menjadi suseptibilitas relatif. Dengan nilai suseptibilitas inilah
maka akan dapat diketahui jenis bahan magnet.
m =
(2.2)
m = untuk 1 vakum
> 1 untuk bahan paramagnetik
< 1 untuk bahan diamagnetik
>> 1 untuk bahan ferromagnetik
c) Gaya koersif (Hc)
Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen setelah
melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft magnetic
alloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil daripada magnet
permanen.
d) Gaya gerak magnetis (Θ)
Gaya gerak magnetis ialah jumlah dari semua arus dalam beberapa penghantar
yang dilingkupi oleh medan magnet (atau oleh garis fluks magnet)
Universitas Sumatera Utara
e) Fluks magnetik (Φ) Fluks magnetik total ialah jumlah dari semua garis fluks
magnetik; ini berarti bahwa fluks sama besar disebelah dalam dalam dan di
sebelah luar kumparan.
f) Reluktansi magnet (Rm)
Relukstansi magnet tergantung dari panjang jejak fluks magnetik, bidang
penampang lintang A yang ditembus fluks magnetik dan sifat magnet bahan,
tempat medan magnet.
g) Suseptibilitas Magnetik
Suatu solenoida panjang dengan n lilitan per panjang satuan, menyalurkan arus
I. Medan magnetik akibat arus dalam solenoida tersebut disebut sebagai medan
yang dikerahkan, Bo. Bahan berbentuk silinder kemudian ditempatkan di dalam
solenoida. Medan yang dikerahkan solenoida ini akan memagnetkan bahan
tersebut sehingga bahan tersebut memiliki magnetisasi M. Medan magnet
resultan B di suatu titik di dalam solenoida dan di tempat yang jauh dari ujungujungnya akibat arus dalam solenoida ditambah bahan yang dimagnetkan ini
ialah
B = Bo + μoM
(2.3)
B = μoH + μoM
(2.4)
Untuk bahan paramagnetik dan feromagnetik, M mempunyai arah yang
yang sama dengan Bo. Untuk bahan paramagnetik dan feromagnetik pemagnetan
adalah berbanding lurus dengan medan magnetik yang dikerahkan untuk
menghasilkan penyearahan dipol magnetik dalam bahan tersebut. Dengan
demikian dapat ditulis :
M = m ( )
(2.5)
Dengan m merupakan bilangan tanpa dimensi yang disebut suseptibilitas
magnetik. Persamaan 2.6 dengan demikian dapat dituliskan :
B = Bo + µoM = B(1 + m)
(2.6)
Universitas Sumatera Utara
Suseptibilitas magnetik adalah ukuran dasar bagaimana sifat kemagnetan
suatu bahan yang merupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkan dengan adanya
respon terhadap induksi medan magnet yang merupakan rasio antara magnetisasi
dengan intensitas medan magnet. Dengan mengetahui nilai suseptibilitas magnetik
suatu bahan, maka dapat diketahui sifat-sifat magnetik lain dari bahan tersebut.
Suseptibilitas magnetik sebagian besar material tergantung pada temperatur, tetapi
beberapa material (feromagnetik dan ferrite) tergantung pada H. Secara umum
dapat ditulis sebagai berikut:
B = µo(H+M) =µoH + µom H = µo (1+m) H
(2.7)
µ r = 1 + m
(2.8)
dan
sehingga dari persamaan 2.1 ; 2.7 dan 2.8 didapatkan
B=μH
(2.9)
µo adalah permeabilitas ruang hampa 1,256 gauss.cm/Ampere. Logam
feromagnetik memiliki permeabilitas magnetik sangat tinggi, mineral dan batuan
memiliki suseptibilitas kecil dan permeabilitas magnetik µ 1. Untuk bahan
paramagnetik, m berupa bilangan positif kecil yang bergantung pada temperatur.
Untuk bahan diamagnetik, m berupa konstanta negatif kecil yang tidak
bergantung pada temperatur. Persamaan (2.8) dan (2.9) tidak terlalu berguna
untuk bahan feromagnetik karena m bergantung pada Bo dan pada keadaan
pemagnetan bahan itu sebelumnya. Untuk medan magnet, H, yang berjenis
solenoida bisa diketahui dengan persamaan :
H = N x I/L
(2.10)
Dimana N adalah jumlah kumparan solenoida, I adalah arus yang megalir, dan L
adalah
panjang
solenoida.
Semua
bahan
dapat
diklasifikasikan
jenis
kemagnetannya menjadi lima kategori yaitu ferromagnetik, paramagnetik,
Universitas Sumatera Utara
diamagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik. Semuanya dibedakan dari
keteraturan arah domain pada bahan magnet tersebut. (Ratih Resti, 2010)
Gambar 2.2. Arah domain : (a) paramagnetik (b) ferromagnetik (c)
antiferromagnetik (d) ferrimagnetik (Ratih Resti, 2010)
2.3.1. Diamagnetik
Diamagnetisme adalah bentuk magnet yang sangat lemah yang tidak tetap dan
tetap hanya sementara pada bidang eksternal sedang diterapkan. Hal ini
disebabkan oleh perubahan dalam gerakan orbital elektron melewati
medan
magnet. Besarnya momen magnetik induksi sangat kecil, dan dalam arah yang
berlawanan dengan medan yang diterapkan. Dengan demikian, permeabilitas μr
relatif kurang dari kesatuan (namun hanya sangat sedikit) dan kerentanan magnet
negatif m yang besarnya bahan diamagnetik adalah 10-5. Ketika ditempatkan di
antara kutub dari elektromagnet yang kuat, bahan diamagnetik tertarik ke daerah
lemah. Diamagnetisme ditemukan di semua bahan, tetapi karena begitu lemah,
dapat diamati hanya ketika jenis magnet sama sekali tidak ada. (William D. C,
2011)
Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis
masing-masing atom atau molekulnya nol, tetapi orbit dan spinnya tidak nol.
Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan
diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan
berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet
atomis yang arahnya berlawanan. (Ratih Resti, 2010)
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total
seluruh atom/molekul dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan
atom/molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom
saling meniadakan. Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektronelektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet
atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan
oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada
bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan
magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil. (Ratih Resti,
2010)
2.3.3. Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomis besar.
Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan
ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom
besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing
spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik,
sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar.
(Ratih Resti, 2010)
Dengan sifatnya yang khas ternyata bahan feromagnetik tidak selalu ideal.
Pada beberapa contoh aplikasi untuk rangkaian magnetik seringkali kita
menginginkan suatu medan magnet yang kuat dengan arus yang sekecil mungkin.
Karena arus sebanding dengan intensitas medan magnet H dan B berbanding lurus
dengan μH, maka dengan pertimbangan tersebut menuntut agar bahan memiliki
permeabilitas yang tinggi. Dengan permeabilitas tinggi yang dimiliki oleh bahan
ferromagnetik maka didapat rapat fluks magnet B yang kuat.
Universitas Sumatera Utara
Sifat dan karakteristik magnetik dari suatu bahan erat kaitannya dengan
suseptibilitas magnetik (magnetic susceptibility) χm dan permeabilitas magnetik
(magnetic permeability) μ.
Rapat fluk magnet B, medan magnet H dan
Magnetisasi M sangat diperlukan karena berhubungan dengan suseptibilitas dan
permeabilitas magnetik dari suatu bahan. Hubungan antara B, H dan M dapat
ditulis dengan persamaan (2.11) dan (2.12) :
B = µo(H+M)
(2.11)
M = mH
(2.12)
Berdasarkan
permeabilitas
magnetik
(μm)
bahan
magnetik
dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu; diamagnetik (μm<0), paramagnetik
(μm>0) dan ferromagnetik (μm>>0). Bahan ferromagnetik mula-mula memiliki
magnetisasi nol pada daerah yang bebas medan magnetik, bila mendapat pengaruh
medan magnetik yang lemah saja akan memperoleh magnetisasi yang besar. Jika
diperbesar medan magnetnya, akan makin besar pula magnetisasinya. Eksperimen
menunjukkan bila medan magnetik ditiadakan, magnetisasi bahan tidak kembali
menjadi nol. Jadi bahan ferromagnetik itu dapat mempunyai magnetisasi
walaupun tidak ada medan, sehingga bahan dikatakan memiliki magnetisasi
spontan. Di atas temperatur Curie, ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik.
Gambar 2.3. Histerisis bahan ferromagnetik
Apabila kurva magnetisasi dilanjutkan dengan mengurangi besarnya medan
magnet H maka rapat fluk magnetik B akan turun, tetapi turunnya rapat fluk
magnetik B tidak mengikuti kurva naiknya. Rapat fluk magnetik B turun
membentuk kurva baru menuju titik Br ketika medan magnet H sama dengan nol,
Universitas Sumatera Utara
sehingga pada gambar jelas sekali terlihat bahwa ketika medan magnet H = 0,
rapat fluk magnetik B tidak sama dengan nol, akan tetapi berada pada titik Br, hal
ini menunjukkan bahwa pada bahan tersebut masih terdapat rapat fluk magnetik
yang tertinggal. Titik Br disebut sebagai kerapatan fluk remanensi atau remanensi
bahan yaitu besarnya rapat fluk magnetik B yang tertinggal pada bahan pada saat
medan magnet H samadengan nol. Ketika medan magnet H dibalik arahnya maka
rapat fluk magnetik B akan mencapai nilai nol di titik Hc. Titik Hc ini disebut
sebagai gaya koersif atau koersivitas bahan yaitu besarnya medan magnet atau
intensitas H yang diperlukan untuk mengembalikan rapat fluk magnetik menjadi
nol. Apabila siklus ini diteruskan maka akan didapat kurva dengan bentuk simetris
yang dikenal dengan fenomena histeresis seperti pada Gambar 2.2 di atas. Dari
kurva histeresis dapat diketahui besarnya koersivitas bahan Hc, remanensi bahan
Br dan permeabilitas bahan μ yang besaran-besaran tersebut menentukan sifat dan
karakteristik kemagnetan suatu bahan. (Edi Istoyono, 2009)
Bahan feromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada
pada medan magnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini
menandakan bahwa spin elektron dan momen magnetik bahan feromagnetik
tersusun secara teratur. Cara yang paling umum untuk menyatakan magnetisasi
bulk dari bahan feromagnetik adalah dengan memetakan induksi magnetik, B
untuk kuat medan magnet eksternal, H yang berbeda-beda. Cara lain adalah
dengan memetakan magnetisasi bahan, M untuk kuat medan magnet eksternal, H
yang berbeda-beda. Kedua cara tersebut memberikan informasi yang sama.
Informasi yang diperoleh dari kurva histeresis magnetik berupa magnetisasi jenuh,
magnetisasi remanen, koersivitas dan permeabilitas atau suseptibilitas. (Ahmad,
2013).
2.3.4. Antiferromagnetik
Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua arah
domain magnet. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada
suatu kristal. Contohnya MnO, MnS, dan FeS. Pada unsur dapat ditemui pada
Universitas Sumatera Utara
unsur Cromium, tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling
berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature Curie yang rendah sekitar 37º C
untuk menjadi paramagnetik. (Ratih Resti, 2010)
2.3.5. Ferrimagnetik
Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara
paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferrite dimana barium
adalah jenis paramagnetik dan Fe adalah jenis unsur yang masuk ferromagnetik.
(Ratih Resti, 2010). Dengan ferrimagnet magnetisasi tetap dimungkinkan karena
pembatalan saat putaran tidak lengkap. (William D. C, 2011)
2.4. Kurva Histerisis
Histeresis adalah suatu sifat yang dimiliki oleh suatu bahan dimana bahan itu
tidak secara spontan dapat dipengaruhi oleh gaya yang diberikan kepadanya,
tetapi memberikan reaksi secara perlahan, atau bahkan bahan tersebut tidak
kembali lagi ke keadaan awalnya. Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan
M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari
kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnetik Km bergantung dari harga
intensitas magnet H. Bentuk umum kurva medan magnet B sebagai fungsi
intensitas magnet H terlihat pada Gambar 2.4 kurva B(H) seperti ini disebut kurva
induksi normal.
Gambar 2.4. Kurva Induksi Normal (Ratih Resti, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Kurva Histerisis Magnetik (Ratih Resti, 2010)
Pada Gambar 2.5 tampak bahwa setelah mencapai nol harga intensitas
magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan
memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk
membuat rapat fluks B = 0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas
magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada
harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik
arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka
kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis.
Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang.
Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen. (Ratih Resti, 2010)
Domain dan histeresis
a. Menurut suhu curie, sebuah bahan feromagnetik atau ferrimagnetik terdiri dari
domains- daerah volume kecil dimana semua momen dipol saling selaras dan
magnetisasi jenuh.
b. Total magnetisasi padat hanyalah jumlah vektor tepat tertimbang magnetisasi
dari semua domain.
c. Total di kejenuhan, seluruh padat adalah satu domain dan magnetisasi sejajar
dengan arah medan.
d. Perubahan struktur domain dengan kenaikan atau pembalikan medan magnet
dilakukan dengan gerakan dinding domain. baik hysteresis (bidang B di
belakang lapangan H diterapkan) serta magnetisasi permanen (atau remanen)
akibat dari perlawanan terhadap gerakan dinding domain tersebut.
e. Dari kurva histeresis lengkap untuk feromagnetik/ferrimagnetik berikut dapat
ditentukan:
- Nilai remanen dari B ketika H = 0
Universitas Sumatera Utara
- Nilai koersivitas bidang H ketika B = 0
(William D. C, 2011)
2.5. Bahan Soft Magnetic
Ukuran dan bentuk kurva histerisis untuk bahan ferromagnetik adalah cukup
praktis. Daerah dalam lingkaran akan kehilangan energi magnetik per satuan
volume bahan per siklus magnetisasi-demagnetisasi kehilangan energi sebagai
panas yang dihasilkan dalam spesimen magnetik dan mampu menaikkan suhu.
Bahan feromagnetik identik lembut atau keras atas dasar karakteristik histerisis.
Bahan magnetik lunak yang digunakan dalam perangkat yang mengenai medan
magnet di mana kerugian energi menjadi rendah. Untuk alasan ini daerah relatif
dalam lingkaran histerisis harus kecil. Dalam kurva ini terlihat lebih tipis dan
sempit yang dilihat dalam Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Skematik kurva magnetisasi untuk bahan soft dan hard magnetik
Akibatnya, bahan magnetik lunak harus memiliki permeabilitas yang tinggi
dan koersivitas rendah. Bahan yang memiliki sifat-sifat ini dapat mencapai
magnetisasi saturasi dengan bidang terapan yang relatif rendah dan masih
memiliki energi yang hilang histeresis rendah. bidang saturasi atau magnetisasi
hanya ditentukan oleh komposisi bahan. misalnya, dalam ferit kubik, penggantian
ion logam divalent seperti Ni2+ untuk Fe2+ di FeO-Fe2O3 akan mengubah saturasi
magnetisasi.
Namun, kerentanan dan koersivitas (Hc) yang juga mempengaruhi bentuk
kurva hysterisis, sensitif terhadap variabel struktural lebih untuk komposisi.
misalnya rendahnya nilai koersivitas sesuai dengan mudah pergerakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
medan magnet perubahan besar atau arah. Cacat struktural seperti partikel dari
fase nonmagnetik atau void dalam bahan magnetik cenderung membatasi gerak
domain dan dengan demikian meningkatkan koersivitas tersebut. Akibatnya,
bahan magnetik lunak harus bebas dari cacat struktural tersebut. Karakteristik
histerisis bahan magnetik lunak dapat ditingkatkan untuk beberapa aplikasi oleh
perlakuan panas yang tepat di hadapan medan magnet. (William D. C, 2011)
2.6. Bahan Hard Magnetic
Bahan Hard Magnetik menggunakan magnet permanen yang harus memiliki
resistensi yang tinggi terhadap demagnetisasi. Dalam hal ini perilaku histerisis
bahan magnetik keras memiliki remanen tinggi, koersivitas dan saturasi fluks
kepadatan, serta permeabilitas yang rendah dan tinggi akan merugikan energi
histerisis. Karakteristik histerisis untuk bahan magnetik keras dan lembut
ditunjukkan pada Gambar 2.6. Nilai produk energi merupakan perwakilan dari
energi yang dibutuhkan untuk demagnetisasi magnet permanen adalah lebih besar
(BH)max materi dalam hal karakteristik magnet keras. (William D. C, 2011)
2.7. Absorpsi Gelombang Magnetik
Di Indonesia, menggunakan ponsel dalam pesawat saat penerbangan memang
dilarang karena berpotensi sinyal ponsel mengganggu kinerja pesawat terbang.
Meskipun masih menjadi perdebatan, ponsel diduga menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang. Beberapa otoritas penerbangan
pun melarang penggunaan ponsel dalam pesawat terbang. Dengan menggunakan
pelapis pada dinding pesawat dengan bahan yang mampu mengabsorpsi
gelombang elektromagnetik, sehingga dapat direduksi sampai tingkat yang tidak
membahayakan. Potensi pasir alam dapat dimanfaatkan sebagai absorpsi
gelombang elektromagnetik dengan cara mensintesa pasir besi menjadi bahan
partikel magnetik yang dijadikan sebagai pelapis bahan komposit cat pada dinding
interior pesawat. Menurut Alvin Lie, seorang pemerhati penerbangan, dampak
gangguan pesawat terbang sebenarnya sangat kecil. Dengan catatan hanya satu
ponsel saja yang aktif. Dikarenakan gelombang elektromagnetik yang
Universitas Sumatera Utara
dipancarkan dari satu ponsel masuk dalam skala mikro. Namun lain ceritanya jika
ada banyak ponsel yang aktif secara bersamaan. Dimana saat memancarkan
gelombang elektromagnetik, kumulatif sinyal akan cukup besar. (Dessy, 2014)
Pada dasarnya analisis jaringan pemancar frekuensi yang dipancarkan pada
material akan direfleksikan dan ditransmisikan sepanjang jalur transmisinya.
Ketika panjang gelombang dan sinyal gelombang mikro berbeda, maka dengan
prinsip yang sama jaringan akan membaca secara akurat frekuensi yang dating
kemudian
direfleksikan
dan
ditransmisikan.
Energi
atau
sinyal
yang
ditransmisikan akan dipantulkan kembali ke bawah jalur transmisi menuju sumber
(impedansi yang tidak cocok) dan ditransmisikan ke perangkat akhir. Pengukuran
sifat absorbsi material dikarakterisasi menggunakan alat VNA (Vector Network
Analyzer) yang membutuhkan kemampuan koreksi vector daan kesalahan akurasi
pengukuran. Karakteristik suatu material absorber yang baik yaitu memiliki
magnetik dan listrik yang baik pula. Material tersebut harus memiliki nilai
impedansi tertentu yang nilai permeabilitas relative (µr) dan permitivitas relatifnya
(εr) sesuai dengan nilai µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi
impedansi, sehingga nilai dari reflection loss yang dihasilkan bahan cukup besar.
Selain permeabilitas, permetivitas dan magnetisasi spontan, material absorber
harus memiliki nilai resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik
(Elwindari, 2012).
Mekanisme serapan gelombang elektromagnetik pada material secara umum
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ketebalan dan jenis material. Faktor ketebalan
terjadi pada semua material dan semakin tebal material absorbsinya juga semakin
besar. Sedangkan serapan radiasi elektromagnetik pada material magnetik
disamping karena faktor ketebalan juga terjadi interaksi lain yaitu gelombang
elektromagnetik dari luar akan memutar dipol magnetik sehingga terjadi
impedansi material. Interaksi juga dapat terjadi bila frekuensi gelombang
elektromagnetik tersebut sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan sehingga
material magnetik akan menyerap gelombang elektromagnetik hanya pada
frekuensi yang spesifik. (Priyono, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk aplikasi praktis sebagai
penyerap gelombang elektromagnetik adalah bahwa bahan material ini harus
memiliki nilai medan koersivitas serendah mungkin dengan saturasi magnet yang
tinggi. Tingginya nilai medan koersivitas menyebabkan sifat anisotropik material
semakin meningkat sehingga sifat absorpsinya menjadi semakin lemah. Dengan
menurunkan nilai medan koersivitas bahan magnetik ini berarti menurunkan
medan anisotropi magnetokristalinnya. Dengan demikian diperlukan modifikasi
bahan dengan merekayasa struktur dari bahan magnetik ini untuk mendapatkan
nilai saturasi magnetik yang tinggi. (Desyana Ambarwati, 2014)
Adapun aplikasi untuk peralatan elektronik yang bekerja pada frekuensi
tinggi seperti penguat sinyal (amplifier), dapat memiliki masalah pada emisi suara
frekuensi tinggi, yaitu sering mengalami interferensi atau gangguan gelombang
elektromagnetik (EMI). Untuk meredam munculnya interferensi tersebut
diperlukan bahan absorber yang dapat menyerap gelombang elektromagnetik
tersebut. (Sugik, 2012)
Tantangan yang dihadapi dalam aplikasi elektronik adalah terjadinya medan
bias yang biasa terjadi akibat interferensi gelombang elektromagnetik sehingga
dapat
mengurangi
kinerja
dari
peralatan
elektronik
tersebut.
Untuk
menghilangkan medan bias tersebut diperlukan bahan magnet yang dapat
beresonansi pada frekuensi tertentu sehingga diharapkan dapat menyerap radiasi
gelombang elektromagnetik yang tidak diinginkan. Prasyarat yang diperlukan
sebagai bahan absorber gelombang elektromagnetik adalah bahan ini memiliki
permeabilitas dan permitivitas yang tinggi. Bahan absorber yang sedang
berkembang saat ini adalah modifikasi bahan magnet berbasis ferit karena
memiliki permeabilitas yang relatif tinggi. Bahan absorber yang sedang
berkembang saat ini adalah modifikasi bahan magnet berbasis ferit karena
memiliki permeabilitas yang relatif tinggi, selain itu bahan magnet berbasis
manganate system perovskite ABO3 yang memiliki permitivitas yang relatif
tinggi. Bahan ini diharapkan dengan rekayasa struktur dapat dimanfaatkan
menjadi bahan unggul untuk aplikasi absorber gelombang elektromagnetik
(Azwar Manaf, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Download