TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Taksonomi Kacang bogor dalam bahasa Inggris dinamakan Bambara groundnut, termasuk ke dalam famili Leguminoceae, subfamilli Papilionaceae (Purseglove, 1981; Samsoedin, 1989). Kacang bogor pertama kali dideskripsikan oleh Linnaeus pada tahun 1763 dengan nama botani Glycine subterra, tetapi pada tahun 1806 nama botani tersebut diganti menjadi Voandzeia subterranea oleh Du Petit Thouars (Doku dan Karikari, 1971; Samsoedin, 1989). Kemudian penamaan kacang bogor berubah menjadi Vigna subterranea (L.) Verdc. setelah ditemukan kesamaan antara kacang bogor dengan vigna (Goli, 1995). Komoditas ini kemungkinan berasal dari Bambara, daerah di dekat Timbuktu wilayah Mali, Afrika Barat (De Kock, 2004). Purseglove (1974) juga menyatakan bahwa tanaman ini ditemukan tumbuh liar di Afrika Barat, dibudidayakan di seluruh bagian tropis Afrika selama beberapa abad. Namun, sumber lain menyebutkan daerah asal dan penyebaran kacang bogor adalah wilayah utara Nigeria dan Kamerun (Goli, 1995; PROSEA, 2010). Selanjutnya, penyebaran tanaman ini menuju Amerika, Australia, Asia Tengah termasuk Indonesia (PROSEA, 2010). Budidaya kacang bogor di Indonesia banyak dijumpai terutama di Jawa Barat yaitu di sekitar daerah Bogor, Bandung, Sukabumi (Samsoedin dan Harmastin, 1989) dan Gresik (Kurniawan et al., 2006). Syarat Tumbuh Tanaman kacang bogor mampu beradaptasi dengan baik terhadap berbagai keadaan lingkungan (Duke et al., 1977). Kacang bogor adalah tanaman hari pendek dan dapat dibudidayakan sampai ketinggian 1,600 m di atas permukaan laut (dpl). Walaupun kacang bogor toleran terhadap kekeringan dengan curah hujan rata-rata tahunan 600-750 mm, namun tanaman ini juga menyukai banyak hujan dengan curah hujan 900-1,200 mm/tahun, serta sinar matahari yang cerah dengan suhu harian berkisar antara 20oC sampai 28oC. Kacang bogor dapat 4 tumbuh dengan sangat baik pada tanah liat berpasir dengan pH optimum untuk pertumbuhan antara 5.0 sampai 6.5 (PROSEA, 2010). Purseglove (1974) mengemukakan bahwa tanaman ini dapat tumbuh pada tanah dengan kondisi rendah hara pada iklim yang panas, juga mampu tumbuh pada daerah kering dimana lahan tersebut tidak optimum untuk tanaman kacangkacangan lainnya. Menurut Duke et al. (1970) cuaca yang terang dan suhu yang tinggi serta sinar matahari yang banyak sangat disukai kacang bogor dari saat tanam sampai pembungaan. Produksi terbaik dicapai pada kondisi lingkungan yang bersuhu tinggi, curah hujan yang cukup dan merata selama fase perkecambahan sampai pembungaan (Duke et al., 1977). NAS (1979) melaporkan bahwa tanaman ini toleran terhadap curah hujan tinggi kecuali pada fase pematangan polong. Selain itu dilaporkan pula tanaman akan tumbuh lebih subur pada keadaan tanah yang bertekstur ringan berpasir atau lempung berpasir karena dapat mempermudah bakal buah menembus tanah. Kelebihan lain kacang bogor adalah kemampuannya untuk berproduksi di tanah miskin, bahkan menurut NAS (1979) tanaman kacang bogor lebih menyukai tanah miskin. Secara umum, NAS (1979) menyatakan bahwa tercapainya umur kematangan antara 3-6 bulan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa varietas di Indonesia umumnya dipanen setelah berumur 4 bulan. Penentuan tercapainya umur kematangan pada kacang tanah dan kacang bogor sulit dilakukan karena polong terdapat di dalam tanah (Baharsjah, 1983). Kriteria saat panen tanaman tersebut adalah apabila sebagian besar daun telah luruh dan polong telah bernas dengan biji yang mengeras apabila dikupas kulit biji sudah tipis. Morfologi Tanaman kacang bogor adalah tanaman indeterminate, herba tahunan dengan tinggi mencapai 30 cm, bercabang banyak, batang yang berdaun lateral yang berada di atas permukaan tanah. Tipe perkecambahan kacang bogor adalah hipogeal (Linneman dan Azam-Ali, 1993). Morfologi umum dari tanaman kacang bogor yaitu tersusun atas batang, akar, daun dan polong. Tanaman ini berbentuk tandan yang tersebar dengan batang menjalar yang bercabang banyak (PROSEA, 2010). Cabang dan tangkai 5 daun berwarna merah muda, ungu atau hijau kebiru-biruan. Tanaman mulai membentuk cabang kurang lebih satu minggu setelah berkecambah. Setiap cabang terdiri dari sekitar 12 ruas. Ruas pertama terbentuk kurang lebih 10 hari setelah biji berkecambah, ruas-ruas selanjutnya terbentuk dengan interval waktu seminggu (Doku dan Karikari, 1971). Menurut Elia (1985) cabang per tanaman merupakan komponen hasil yang penting pada kacang bogor. Ruas-ruas batang sangat pendek sehingga memberikan penampakan bunch (kompak) pada tanaman. Tanaman tampak merumpun yang terdiri atas kumpulan daun yang berbentuk petiole panjang, tegak dan kaku yang bertumpu pada bukubuku batang tanaman (Duke et al., 1977). Helai daun berbentuk lanset, trifoliate (Gambar 1). Menurut Nasoetion (1981), tanaman kacang bogor mulai membentuk bunga ketika telah mencapai umur 50 hari setelah tanam. Rangkaian bunga berwarna kuning (Gambar 1), setelah bunga mengalami penyerbukan, tangkai dari bunga yang telah terserbuki akan memanjang dan masuk ke dalam permukaan tanah (Rukmana dan Oesman, 2000). Purseglove (1981) menyatakan bahwa tanaman kacang bogor mengadakan penyerbukan sendiri. Hal ini juga dinyatakan Duke et al. (1977) serta Doku dan Karikari (1971), tanaman kacang bogor memiliki tipe penyerbukan sendiri dan terkadang terjadi penyerbukan silang melalui perantara semut pada kultivar yang bertipe tajuk terbuka (open). Lebih lanjut NAS (1979) menyatakan bahwa tanaman yang bertipe bunch (kompak) melakukan penyerbukan sendiri sedangkan yang bertipe open (menyebar) penyerbukan silang. Bunga bertipe kupu-kupu muncul dari ketiak daun terdiri dari 1-3 bunga yang kecil, tumbuh menyebar di atas permukaan tanah dengan tangkai bunga yang tidak terlalu panjang (< 1.5 cm) dan berbulu, mahkota bunga kecil berwarna kuning muda, kuning tua, kemerah-merahan atau beberapa jenis lainnya berwarna merah muda tergantung varietas. Setelah masuk ke dalam tanah, bakal buah yang terbentuk hasil penyerbukan akan membentuk polong. Polong berbentuk bulat atau pipih pada sisi lainnya berisi satu atau dua biji. Polong masak dalam keadaan segar berwarna putih dan halus, sedangkan jika polong kering berwarna coklat dan berkerut. Kadang-kadang polong terbentuk di atas permukaan tanah dan biasanya berwarna hijau karena mengandung klorofil. 6 Gambar 1. Helai daun kacang bogor berbentuk lanset, trifoliate (kiri) dan bunga berwarna kuning (kanan) Korelasi antar Sifat Tanaman Korelasi antar sifat tanaman merupakan hal yang penting dalam seleksi. Jhonson et al. dan Liang et al. dalam Suwelo (1983) menyatakan bahwa korelasi antar sifat yang dianggap penting dengan sifat lain yang dianggap tidak penting akan berguna untuk menjadi indikator terhadap sifat pasangannya yang dianggap lebih penting itu. Menurut Kasno et al. (1983) korelasi dapat dijadikan petunjuk bagi sifat yang mungkin digunakan sebagai indikator bagi sifat-sifat yang dikehendaki. Elia (1985) menyatakan bahwa seleksi pada kacang bogor dapat didasarkan pada komponen hasil dengan hasil sebagai sifat utama. Pada tanaman kedelai terdapat korelasi negatif nyata antara bobot 100 butir biji dengan jumlah cabang per tanaman (Tano et al., 1980). Panjang cabang primer pertama, luas daun, jumlah polong, jumlah bunga dan tinggi tanaman berkorelasi positif dengan produksi kacang tanah (Rao, 1980). Menurut Kasno et al. (1983) bobot brangkasan basah per tanaman, tinggi tanaman pada batang utama, jumlah polong isi per tanaman dan bobot 100 biji dapat digunakan sebagai petunjuk seleksi tidak langsung terhadap hasil kacang tanah, tetapi seleksi langsung terhadap hasil lebih menguntungkan. Lebih lanjut Kasno et al. (1987) menyatakan bahwa jumlah polong total dan jumlah isi dapat digunakan untuk perbaikan hasil secara tidak langsung dengan menyeleksi sifat tersebut pada generasi awal, sedangkan seleksi terhadap bobot 100 biji sebaiknya tidak dilakukan pada generasi awal.