BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketatnya

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Ketatnya persaingan dalam dunia bisnis menjadi pemicu yang kuat bagi
manajemen perusahaan untuk menampilkan performa terbaik dari perusahaan
yang dipimpinnya. Karena baik buruknya performa perusahaan akan berdampak
terhadap nilai pasar perusahaan di pasar dan juga mempengaruhi minat investor
untuk menanam investasi atau menarik investasinya di sebuah perusahaan. Selain
bertanggung jawab untuk menampilkan performa terbaik perusahaan, manajemen
juga bertanggung jawab untuk menyediakan laporan keuangan bagi semua pihak
yang berkepentingan dengan informasi akuntansi perusahaan.
Laporan keuangan merupakan sarana atau alat penting yang digunakan
untuk menghubungkan manajer dan pemilik. Tujuan dari laporan keuangan
adalah untuk menyampaikan informasi yang berguna dalam menilai kemampuan
manajemen dalam menggunakan sumber daya perusahaan secara efektif guna
mencapai sasaran utama perusahaan (Belkaoui, 2006: 217 dalam Atawarman,
2011)
Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 Tahun 2012 tujuan dari pembuatan
laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan,
kinerja keuangan, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi (Aprilia,
2015). Secara umum, seluruh bagian dari laporan keuangan sangat penting dan
2
diperlukan dalam pengambilan keputusan.Namun, perhatian para pemakai
laporan keuangan cenderung lebih terpusat terhadap informasi laba yang terdapat
dalam laporan laba rugi, tanpa memperhatikan bagaimana prosedur yang
digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut.(Beattie, et al., 1994
dalam Nikelana, 2015).
Informasi laba juga membantu pemilik dalam menilai earnings power
(kekuatan laba) untuk memperkirakan risiko di masa yang akan datang.
Pentingnya informasi laba ini disadari oleh pihak manajemen selaku penyusun
laporan keuangan. Oleh sebab itu, laba sering dimanipulasi atau direkayasa oleh
pihak manajemen yang dikenal dengan istilah earnings management atau
manajemen laba. Manfaat dari informasi laba yaitu untuk menilai perubahan
potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan,
menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan
pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan
sumber daya. Informasi laba dalam laporan keuangan bertujuan untuk menaksir
risiko investasi atau meminjamkan dana, membantu mengestimasi kemampuan
laba, dan menilai kinerja manajemen. Hal inilah yang menjadikan informasi
earnings memainkan suatu peranan yang signifikan dalam proses pengambilan
keputusan oleh pengguna laporan keuangan. Artinya manajemen berusaha untuk
mengelola earnings dalam usahanya membuat entitas tampak bagus secara
financial (Agriyanto, 2006). Salah satu parameter yang digunakan untuk
mengukur kinerja manajemen adalah laba.
3
Aprilia (2012) menyatakan bahwa informasi laba secara umum menjadi
perhatian utama dalam penaksiran kinerja atau pertanggungjawaban manajemen.
Informasi laba ini juga membantu pemilik atau pihak lain untuk melakukan
penaksiran atas kekuatan laba perusahaan di masa yang akan datang. Pentingnya
informasi laba ini disadari oleh manajemen, sehingga manajemen cenderung
melakukan disfunctional behaviour (perilaku tidak semestinya), yaitu dengan
melakukan perataan laba (income smoothing) untuk mengatasi berbagai konflik
yang timbul antara manajemen dengan berbagai pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan. Disfunctional behaviour tersebut dipengaruhi oleh adanya
asimetri informasi (information asymetry) dalam konsep teori keagenan (agency
theory). Perataan laba menurut (Beidleman, 1973 dalam Atawarman, 2011)
adalah sebagai suatu upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi
pada tingkat laba yang dianggap normal bagi suatu perusahaan. Perataan laba
merupakan salah satu bentuk dari manajemen laba. Tindakan manajemen laba
yang dilakukan olah manajer dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor permintaan
untuk pendanaan eksternal, insiden trading, hutang, bonus atau struktur
perusahaan. Terdapat berbagai macam proksi yang digunakan untuk mengukur
kinerja yang dilakukan perusahaan seperti leverage dan profitabilitas (Desi
Kartikasari, 2011).
Fenomena perataan laba di Indonesia terjadi pada salah satu perusahaan
manufaktur, yaitu PT Kimia Farma Tbk. Pada tahun 2001, Kementerian BUMN
dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih yang telah dilaporkan sebesar 132
milyar tersebut terlalu besar dan mengandung unsure rekayasa. Kesalahan pada
4
laporan yang telah disajikan PT Kimia Farma Tbk berkaitan dengan persediaan,
karena nilai yang terdapat dalam daftar harga persediaan yang digelembungkan
(Parsaoran, 2009).
Seperti yang dinyatakan oleh Juniarti dan Corolina (2005) bahwa apapun tujuan
dan alasan yang melatarbelakangi manajemen melakukan perataan laba, tetap saja
tindakan tersebut dapat merubah kandungan informasi atas laba yang dihasilkan
perusahaan. Hal ini perlu diwaspadai oleh pengguna laporan keuangan, karena
informasi yang telah mengalami penambahan atau pengurangan tersebut dapat
menyesatkan pengambilan keputusan yang akan diambil. Sebagian besar
penelitian di Indonesia mengenai perataan laba dikaitkan dengan beberapa faktor
yang mempengaruhi praktik perataan laba dan pengaruh perataan laba terhadap
stock
return.
Seperti
halnya
manajemen
laba,
konsep
perataan
laba
dilatarbelakangi oleh teori keagenan, dimana diasumsikan principal (pemilik) dan
agent (manajemen) sama-sama memiliki kepentingan untuk memaksimumkan
utilitas masing-masing dari informasi yang dimiliki, sehingga menimbulkan
konflik kepentingan yaitu adanya asimetri informasi (Budiasih, 2009). Perataan
laba tidak akan terjadi apabila laba yang dihasilkan sesuai dengan laba yang
diharapkan. Perusahaan yang melakukan praktik perataan laba, akan mampu
mengendalikan excess return ketika perusahaan mengumumkan laba. Jika
informasi laba yang diumumkan merupakan good news bagi investor, maka harga
saham akan meningkat dan memberikan excess return yang besar bagi investor
sehingga hal tersebut menarik perhatian investor lain untuk berinvestasi di
perusahaan tersebut. Jika informasi laba tersebut merupakan bad news, maka
5
harga saham akan turun dan menyebabkan investor melepas atau menarik
investasinya dari perusahaan. Dengan menampilkan laba yang relatif stabil
diharapkan dapat meningkatkan persepsi pihak eksternal mengenai kinerja
manajemen perusahaan tersebut (Salno dan Baridwan, 2000).
Dalam beberapa penelitian sebelumnya ukuran perusahaan, financial
leverage, dan profitabilitas merupakan faktor yang mempengaruhi adanya
tindakan praktik perataan laba (Atawarman, 2011; Yulia, 2013; Peranasari dan
Dharmadiaksa, 2014; Cahyani, 2012; dan Kurniawan, 2012)
Hasil penelitian mengenai variabel ukuran perusahaan adalah suatu skala
dimana dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara, antara lain: total aset, log
size, nilai pasar saham, dan lain-lain (Yulia, 2013). Penentuan ukuran perusahaan
dalam penelitian ini didasarkan kepada total aset perusahaan, karena total aset
dianggap lebih stabil dan lebih dapat mencerminkan ukuran perusahaan
(Machfoedz 1994 dalam Herawaty 2005). Semakin besar ukuran suatu
perusahaan maka semakin banyak mendapatkan perhatian baik dari para analisis,
investor maupun pemerintah (Ernawati, 2011). Perusahaan yang ukurannya lebih
besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan
perataan laba (Herawaty, 2005) , sebut saja penelitian yang dilakukan oleh
Atawarman (2011) yang mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
perataan laba menunjukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap
tindakan perataan laba. Bertentangan dengan penelitian Yulia (2013) bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tindakan perataan laba.
6
Berdasarkan political cost hypothesis dalam teori akuntansi positif
dikemukakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk melakukan pengelolaan
atas laba di antaranya melakukan income decreasing (penurunan laba) saat
memperoleh laba tinggi untuk menghindari munculnya peraturan baru dari
pemerintah, contohnya menaikkan pajak penghasilan perusahaan. Tindakan
perataan laba dapat dilakukan oleh manajemen apabila utilitas manajemen dinilai
oleh level dan tingkat pertumbuhan besarnya ukuran perusahaan (Belkaoui 2006).
Dalam hal ini kinerja manajemen dinilai berdasarkan besar kecilnya perusahaan
yang dilihat berdasarkan total modal yang digunakan, total aset perusahaan atau
berdasarkan total penjualan yang diperoleh. Hal ini tejadi karena nilai total aktiva
dari suatu perusahaan bukan merupakan tolak ukur yang sesuai untuk menentukan besar kecilnya perusahaan, tapi dilihat dari tingkat kemakmuran dari
perusahaan tersebut.
Financial Leverage menunjukkan sejauh mana aset perusahaan telah
dibiayai oleh penggunaan hutang (Kasmir, 2008). Financial Leverage
diproksikan dengan debt to total asset yang diperoleh melalui total utang dibagi
dengan total aset. Adanya indikasi perusahaan melakukan perataan laba untuk
menghindari pelanggaran perjanjian utang dapat dilihat melalui kemampuan
perusahaan tersebut untuk melunasi utangnya dengan menggunakan aset yang
dimiliki. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi diduga
melakukan perataan laba karena perusahaan terancam default sehingga
manajemen membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan. Tingkat
Leverage yang tinggi mengidentifikasikan resiko perusahaan yang tinggi pula
7
sehingga kreditor sering memperhatikan besarnya resiko ini. Namun dengan
tingkat laba yang tinggi (stabil) maka resiko perusahaan akan kecil
(Subramanyam, 2010) dalam Yulia (2013), hal inilah yang memicu manajemen
untuk mengurangi resiko perusahaan dengan berupaya mengstabilkan tingkat laba
perusahaan dengan berbagai cara, baik itu melalui income smoothing.
Beberapa penelitian telah mencoba untuk mengidentifikasikan dan
menguji faktor-faktor yang mendorong manajemen dalam melakukan perataan
laba, namun masih menunjukkan signifikansi hasil yang berbeda pada setiap
penelitiannya. Financial leverage yang dilakukan Ernawati (2011) yang
diproksikan dengan debt to equity ratio (DER) adalah tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap praktek perataan laba. Berbeda dengan hasil peneltian
yang dilakukan Wulandari, (2013) yang diproksikan dengan debt to equity ratio
(DER) adalah bahwa financial leverage berpengaruh terhadap praktek perataan
laba. Hal ini kemungkinan disebabkan karena Debt Ratio merupakan rasio yang
menggambarkan proporsi penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, dan
bukan
menggambarkan
kinerja
manajemen
sehingga
manajemen
tidak
termotivasi untuk melakukan perataan laba.
Profitabilitas merupakan faktor yang diduga dapat mempengaruhi laba,
karena tingkat keuntungan terkait langsung dengan obyek perataan laba (Juniarti
dan Carolina 2005). Profitabilitas ialah rasio yang bertujuan untuk dapat
mengetahui kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba selama periode
tertentu serta memberikan gambaran mengenai tingkat efektifitas manajemen
didalam melaksanakan kegiatan operasinya. Efektifitas manajemen dilihat dari
8
laba yang dihasilkan terhadap penjualan serta investasi perusahaan. Dalam
penelitian ini profitabilitas diukur dengan rasio ROA (Return On Assets) dengan
cara membandingkan laba setelah pajak dengan total aset. Return On Assets
(ROA) menunjukkan efektivitas perusahaan dalam mengelola aset baik dari
modal sendiri maupun dari modal pinjaman, investor akan melihat seberapa
efektif suatu perusahaan dalam mengelola assets. Semakin tinggi tingkat Return
On Assets (ROA) maka akan memberikan efek terhadap volume penjualan saham, artinya tinggi rendahnya Return On Assets (ROA) akan mempengaruhi
minat investor dalam melakukan investasi sehingga akan mempengaruhi volume
penjualan saham perusahaan.
Penelitian terdahulu menyediakan bukti empiris yang belum konsisten.
Peranasari dan Dharmadiaksa (2014) ROA berpengaruh positif signifikan
terhadap praktik perataan laba. Tingkat profitabilitas yang stabil dapat menarik
minat investor dalam menanamkan investasinya karena perusahaan dianggap baik
dalam menghasilkan laba, sehingga menyebabkan manajemen terdorong
melakukan pemerataan laba. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kurniawan (2012) yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh
terhadap praktik perataan laba.
9
Tabel 1.1
Research Gap
Faktor – faktor yang mempengaruhi Perataan Laba
Atawaran
Yulia
Peranasari
Cahyani
Kurniawan
(2011)
(2013)
(2014)
(2012)
(2012)
TB
B
-
TB
B
-
B
TB
-
TB
B
B
B
B
TB
Variabel
Ukuran
Perusahaan
Financial
Leverage
Profitabilitas
Keterangan :
TB
: Tidak Berpengaruh
B
: Berpengaruh
Sumber : Beberapa Jurnal
Berdasarkan dari uraian penelitian sebelumnya diketahui bahwa adanya
perbedaan hasil yang diperoleh dari masing-masing penelitian. Maka dalam
penelitian ini akan menggunakan faktor ukuran perusahaan, financial leverage,
dan profitabilitas sebagai faktor yang diduga dapat menjelaskan variasi praktik
perataan laba. Karena menurut peneliti faktor-faktor tersebut lebih berdampak
terhadap dilaksanakannya praktik perataan laba pada suatu perusahaan. Peneliti
menggunakan data sampel perusahaan manufaktur yang terdeftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Alasan peneliti memilih perusahaan manufaktur adalah karena
10
perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang memiliki asset tetap yang
besar, dimana dalam asset tetap tersebut terdapat aspek – aspek yang mudah
untuk dimodifikasi atau dimanipulasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
indeks eckel untuk mengetahui perusahaan tersebut sebagai perusahaan perata
laba atau bukan sebagai perusahaan perata dalam kurun waktu dari tahun 2010
sampai dengan tahun 2014.
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka peneliti melakukan penelitian
tentang
“
PENGARUH
UKURAN
PERUSAHAAN,
FINANCIAL
LAVERAGE , DAN PROFITABILTAS TERHADAP PERATAAN LABA
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indnesia
Periode 2010-2014).”
1.2
Rumusan Masalah
Beberapa Fenomena perataan laba di Indonesia terjadi pada salah satu
perusahaan manufaktur, yaitu PT Kimia Farma Tbk. Pada tahun 2001,
Kementerian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih yang telah
dilaporkan sebesar 132 milyar tersebut terlalu besar dan mengandung unsur
rekayasa. Kesalahan pada laporan yang telah disajikan PT Kimia Farma Tbk
berkaitan dengan persediaan, karena nilai yang terdapat dalam daftar harga
persediaan yang digelembungkan, serta dari beberapa research gap menyatakan
hasil yang inkosisten mengenai variable variable yang mempengaruhi alasan
perusahaan melakukan perataan laba. Maka dapat disimpulkan rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah meningkatnya kasus praktik pertaan laba, dimana hal
itu sengaja dilakukan untuk menguntungkan pihak perusahaan atau pemegang
11
saham. Untuk itu rumusan masalahnya adalah bagaimana cara agar dapat
mengurangi tingkat praktik perataan laba dengan memperhatikan ukuran
perusahaan , financial leverage dan profitabilitas. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk menguji kembali mengenai ukuran perusahaan , financial laverage, dan
profitabilitas terhadap Perataan Laba. Adapun pertanyaan penelitiannya adalah
sebagai berikut :
1.
Apakah ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perataan laba
pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
2010-2014?
2.
Apakah financial laverage berpengaruh signifikan terhadap perataan laba
pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
2010-2014?
3.
Apakah profitabiltas berpengaruh signifikan terhadap perataan laba pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
2010-2014?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Untuk menganalisis pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Perataan Laba
pada Perusahaan Manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI)
2010-2014.
12
2.
Untuk menganalisis pengaruh Financial Laverage terhadap Perataan Laba
pada Perusahaan Manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI)
2010-2014.
3.
Untuk menganalisis pengaruh Profitabilitas terhadap Perataan Laba pada
Perusahaan Manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) 20102014.
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Peneliti
Meningkatkan, memperluas serta memahami teori-teori serta ilmu
informasi terkait manajemen laba khususnya tindakan perataan laba (income
smoothing) dan berguna untuk menambah pengetahuan mengenai kesulitankesulitan yang dihadapi perusahaan dan merupakan penerapan teori-teori yang
diperoleh dengan praktik yang terjadi di lapangan.
2.
Bagi Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan teori, terutama kajian akuntansi keuangan mengenai manajemen
laba dan ukuran perusahan, financial leverage, dan profitabilitas terhadap kinerja
perusahaan.
Penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah pengetahuan tentang
informasi sekaligus bahan acuan untuk perbandingan dalam penelitian serupa.
Menjadikan motivasi untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan
perataan laba.
13
3.
Bagi Praktisi
Dapat memberikan gambaran mengenai praktik manajemen laba serta
income smoothing dalam penyajian laporan keuangan sebuah lembaga atau
perusahaan, sehingga para investor ataupun masyarakat dapat mengambil
keputusan berinvestasi secara tepat.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1 Variable Penelitian
Variable penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Ada dua
variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel independen dan
variabel dependen. Penelitian ini menggunakan variabel Ukuran Perusahaan,
Financial Leverage dan Profitabilitas sebagai variabel independennya dan
tindakan Perataan Laba sebagai variabel dependennya.
3.1.1.1Variabel Dependen
Variabel dependen atau variable terikat merupakan faktor-faktor yang
diobservasi dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh dari variabel bebas
(Anggana, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perataan laba.
3.1.1.2Variabel Independen
Variabel independen atau disebut juga variabel bebas, merupakan
variabel yang diduga mempengaruhi variabel dependen. Variabel independen
merupakan variabel yang dapat mempengaruhi variabel terikat secara positif atau
41
negatif (Sekaran, 2006). Dari definisi diatas maka variabel independen dalam
penelitian ini adalah ukuran perusahaan, financial leverage, dan profitabilitas.
3.1.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan bagaimana kita mengukur
variable. Pengukuran tersebut dapat dilakukan dengan angka – angka atau atribut
tertentu (Asep Hermawan dalam Susanti 2015).
3.1.2.1Perataan Laba (Income Smoothing)
Perataan laba dapat didefinisikan sebagai cara yang digunakan oleh
manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan
target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode akuntansi, maupun
secara riil melalui transaksi. Perataan laba artifisial adalah perataan laba yang
terjadi apabila manajemen memanipulasi saat pencatatan akuntansi untuk
menghasilkan aliran laba yang rata (Atmini, 2000 dalam Nikelana 2015).
Tindakan perataan laba adalah suatu sarana yang dapat digunakan manajemen
untuk mengurangi fluktuasi pelaporan penghasilan dan memanipulasi variabelvariabel akuntansi atau dengan melakukan transaksi - transaksi riil. Tindakan
perataan laba diukur dengan Indexs Eckel (1981) menggunakan Coefficien
Variation (CV) variabel laba bersih dan variabel penjulan, dengan rumus :
Indeks Perataan Laba
42
Keterangan :
∆I
=
Perubahan Laba dalam suatu periode
∆S
=
Perubahan penjualan dalam suatu periode
CV
=
Koefisien variasi dari variabel.

Jika nilai IPL ≥ 1, maka perusahaan diasumsikan tidak melakukan praktik
perataan laba dan diberi nilai 0.

Jika nilai IPL < 1 , maka perusahaan diasumsikan melakukan praktik
perataan laba dan diberi nilai 1.
3.1.2.2Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan besaran perusahaan yang ditentukan dari
jumlah total aktiva yang dimiliki perusahaan (Juniarti dan Corolina, 2005).
Dalam hal ini ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan natural logaritma
total asset yang dimiliki perusahaan. Ukuran perusahaan ini juga hanya terbagi
dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah
(medium-size), dan perusahaan kecil (smaal frim).Penentuan ini ukuran
perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan (Machfoedz, 1994)
dalam (Suwito dan Arleen, 2005).
Pengukuran variabel ukuran perusahaan yaitu :
Ukuran perusahaan = Ln Total Aktiva
43
3.1.2.3Financial Leverage
Variabel ini diukur dengan rasio antara total hutang dengan total aktiva.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio. Variabel independen
Financial Leverage menunjukkan efisiensi perusahaan memanfaatkan ekuitas
pemilik dalam rangka mengantisipasi hutang jangka panjang dan hutang jangka
pendek perusahaan sehingga tidak akan mengganggu operasi perusahaan secara
keseluruhan dalam jangka panjang (Copeland, 1996). Sehingga Financial
Leverage dalam penelitian ini dapat diukur dengan menggunakan Debt to Total
Assets dimana rasio ini memberikan gambaran mengenai struktur modal yang
dimiliki oleh perusahaan.
Rumus debt to equity ratio yaitu :
DER =
x 100%
3.1.2.4 Profitabilitas
Variabel ini diartikan sebagai tingkat keuntungan bersih yang mampu
dicapai perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Variabel ini dinyatakan
dengan menggunakan rasio Return On Assets (Harahap 1993), ROA biasanya
dipakai
oleh
perusahaan
untuk
mengukur
kemampuan
mereka
menghasilkan laba menggunakan aset – aset yang yang mereka miliki.
Rumus Return On Assets yaitu :
ROA =
x 100%
untuk
44
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Rumus
Skala
Sumber
Ukuran
Perusahaan
Variabel ini diukur
dengan rata-rata
jumlah nilai
kekayaan yang
dimiliki suatu
perusahaan (total
aktiva).
Variabel ini diukur
dengan rasio antara
total hutang dengan
total aktiva.
Total aktiva
Rasio
Atawarman
(2011)
DER=
Total Hutang
Rasio
Ernawati
(2011)
Tingkat
keuntungan bersih
yang mampu
dicapai perusahaan
pada saat
menjalankan
operasinya.
ROA =
(Earning After Tax)
Rasio
Mona Yulia
(2013)
Nominal
Eckel
(1981)
Financial
Leverage
Profitabilitas
Perataan
Laba
Total Aktiva
(Total Aset) x100%
Diproksikan
IPL =
dengan rumus
Indexs Eckel, untuk (CV ΔI)
menentukan
apakah perusahaan (CV ΔS)
melakukan
tindakan perataan
laba.
Sumber : Beberapa Jurnal
45
3.2
Objek Penelitian, Unit Sample, Populasi dan Penentuan Sampel
3.2.2 Objek Penelitian dan Unit Sample
Objek penelitian ini adalah Bursa Efek Indonesia yang menyediakan
informasi mengenai sampel perusahaan yang diteliti. Informasi tersebut diperoleh
antara lain dari IDX Statistic, Indonesian Market Directory(ICMD), dan laporan
Keuangan pada perusahaan manufaktur pada periode 2010 – 2014.
Unit sample adalah sasaran berupa data kuantitatif yang diperlukan dalam
pengolahan data objek. Unit sampel dalam penelitian ini adalah data perusahaan
manufaktur tahun 2010 – 2014 di BEI yang menjadi perusahaan sampel
penelitian.
3.2.2 Populasi dan Penentuan Sampel
3.2.2.1 Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan kelompok individu, kejadiankejadian yang menarik perhatian peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010 - 2014. Perusahaan manufaktur dipilih
betujuan untuk menghilangkan bias yang disebabkan oleh perbedaan industri.
46
3.2.2.2 Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi. Pemilihan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu
penentuan sampel berdasarkan kriteria dan karakteristik tertentu (Sugiyono,2010)
dalam Aprillia (2015). Adapun kriteria pengambilan sampel sebagai berikut:
1.
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2010-2014.
2.
Menerbitkan laporan keuangan tahunan dalam mata uang Rupiah selama 5
(lima) tahun berturut-turut yaitu tahun 2010-2014
3.
Perusahaan yang mengalami pertumbuhan laba yang positif dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun masa penelitian yaitu tahun 2010-2014.
3.3
Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Dalam penelitian ini menggunakan jenis data sekunder. Data sekunder
adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2010).
Jenis data yang dipakai adalah data sekunder, berupa data-data laporan
keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2010-2014 yang diperoleh dari pihak kedua atau tangan kedua.
47
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan
keuangan tahunan (annual report) yang diperoleh dari dari Bursa Efek Indonesia
(BEI) dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
3.4
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan cara yang dipergunakan untuk
memperoleh data yang digunakan dalam penelitian. Untuk memperoleh data
yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data
dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang
tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian (Suhartono, 1999 dalam
Hernawati, 2007). Metode ini dilakukan dengan mencatat atau mengumpulkan
data-data yang tercantum pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD)
yang berupa data laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang tergabung di
dalam industri manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2014.
3.5
Metode Analisis
3.5.1 Metode analisis data kuantitatif
Metode analisis data kuantitatif merupakan analisa yang menggambarkan
dan menerangkan hasil penelitian dari berbagai gejala yang diteliti dalam bentuk
angka – angka yang diolah dan kemudian dipakai untuk menguji hipotesis dan
pembahasan. Metode ini menggunakan program SPSS sebagai alat untuk menguji
48
data tersebut dan menggunakan persamaan regresi logistik. Persamaan logistic
regression dapat dinyatakan sebagai berikut (Atawarman, 2011) :
Logit (KODE) = α + β1(SIZE) + β2(FL) + β3(PROF)
Keterangan :
Logit (KODE)
= Variabel dummy, kategori perusahaan apakah melakukan
perataan laba (nilai 1) dan tidak melakukan perataan laba
(nilai 0).
α
= Konstanta
β1(SIZE)
= Ukuran Perusahaan, yang diproksikan melalui pehitungan
jumlah aset.
β2(FL)
= Financial Leverage, yang diproksikan melalui pehitungan
nilai DER.
β3(PROF)
= Profitabilitas, yang diproksikan melalui pehitungan nilai
ROA.
3.5.2 Metode Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan statistik yang menggambarkan data menjadi
sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk dipahami. Statistik deskriptif
yang digunakan antara lain: mean, standard deviation, maximal, minimal maupun
tabel dan char
49
3.5.3 Menilai Kelayakan Model Regresi
Pengujian kelayakan model regresi dilihat dengan pengujian Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Pengujian ini dilakukan untuk melakukan
penilaian mengenai model yang dihipotesiskan agar data empiris sesuai dengan
model. Regresi logistik merupakan regresi yang telah mengalami modifikasi,
sehingga karakteristik yang ada tidak sama lagi dengan model regresi sederhana
atau berganda. Sehingga penentuan signifikansi juga berbeda dengan regresi
berganda, yaitu kesesuaian model (goodness of fit) dengan dilihat dari R2 ataupun
F test. Jika nilai Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit Test statistic sama
dengan atau kurang dari 5%, atau 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti
ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga model
Goodnes Fit tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya.
Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit Test lebih besar dari
5% atau 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak yang berarti model dapat
dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghozali,
2007).
3.5.4 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Menilai keseluruhan model (overall model fit) dengan menggunakan Log
Likehood value (nilai–2LL), yaitu dengan cara membandingkan antara nilai -2LL
pada awal (block number = 0), model ini hanya memasukkan konstanta dengan
nilai -2LL. Pada bagian selanjutnya yaitu (block number = 1), model
memasukkan konstanta dan variabel independent. Kesimpulannya bila nilai -2LL
50
Block Number = 0 > dari pada nilai Block Number = 1, maka menunjukkan model
regresi yang baik. Log likehood pada regresi logistik, mirip dengan pengertian
“Sum of Square Error” pada model regresi, hal ini mengindikasikan penurunan
nilai log likehood menunjukkan model yang semakin baik yaitu model yang
dihipotesiskan fit dengan data.(Pratiwi, 2013)
3.5.5 Koefisien Determinasi (Negelkerke R Square)
Negerkerke’s R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan
Snell’s yang memastikan bahwa nilainya bervariasi dari nol (0) sampai satu (1).
Hal ini dilakukan dengan cara membagi Cox dan Snell’s R square dengan nilai
maksimumnya. Nilai Negerkerke’s R Square dapat disimpulkan seperti dalam
analisa regresi berganda, yaitu nilai R Square tersebut memperlihatkan berapa
besar variabel independen dalam menejelaskan variabel dependen. Nilai yang
mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk menjelaskan variabel dependen.(Yulia, 2013)
3.5.6 Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujuian hipotesis bertujuan untuk menguji seberapa jauh semua
variabel bebas yang dimasukan dalam model mampu mempengaruhi variabel
terkait (Hari, 2011).
Estimasi parameter menggunakan Maximum Likehood Estimation (MLE).
Ho = b1 = b2 = b3 = ... = b1 = 0
51
Ha ≠ b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ ... ≠ b1 ≠ 0
Hipotesis nol menyatakan bahwa variabel independen (x) tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel respon yag diperhatikan dalam populasi.
Kaidah pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini
adalah
a.
Jika nilai probabilitas (sig) < α = 5% maka hipotesis alternatif didukung.
b.
Jika nilai probabilitas (sig) > α = 5% maka hipotesis alternatif tidak
didukung.
Download