LEMPENG TEKTONIK DISUSUN OLEH : NAMA : 1. KRISNO

advertisement
LEMPENG TEKTONIK
DISUSUN OLEH :
NAMA : 1. KRISNO RIANTO SIMATUPANG
(F1C012041)
2. MUTI FARDIYAH
(F1C012022)
3. APRIATUN WINARNI
(F1C012040)
DOSEN PENGAMPUH : ASHAR MUDA LUBIS, PhD
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2014/2015
2.1 Pendahuluan
Selama tahun 1960 ada berbagai studi tentang pergeseran benua dan hubungannya
dengan konveksi mantel. Salah satu kontributor utama adalah 1. Tuzo Wilson.
Wilson (1963a, b.1965a, b) menggunakan sejumlah argumen geofisika untuk
menggambarkan gerakan umum dari dasar samudra yang berasosiasi dengan dasar
laut menyebar. Dia berpendapat bahwa perkembangan usia Kepulauan Hawaii di
identifikasi dari pergerakan lempeng Pasifik. Dia menunjukkan bahwa gempa bumi
pada transform fault dipaksa menyebar di lantai laut ridge crests. Selama periode
yang sama ahli geofisika lainnya menguraikan hubungan umum antara pergeseran
benua dan konveksi mantel (Orowan, 1964, 1965; Tozer, 1965a; Verhoogen, 1965).
Turcotte dan Oxburgh (1967) menghasilkan sebuah model lapisan batas untuk
konveksi termal dan menerapkannya pada mantel. Menurut model ini, litosfer
samudera adalah diasosiasikan dengan lapisan batas termal dingin pada konveksi di
mantel; ocean ridges berhubungan dengan kenaikan konveksi di dalam mantel dan
ocean trenches yang berhubungan dengan penurunan konveksi dari lapisan dingin
batas termal atas ke dalam mantel. Meskipun pendapatnya dilihat meyakinkan , itu
hanya dengan munculnya lempeng tektonik di akhir 1960-an bahwa konsep
pergeseran benua dan konveksi mantel menjadi yang diterima secara umum.
Lempeng tektonik adalah sebuah model di mana kulit terluar bumi ini pecah
menjadi beberapa lempeng tipis yang kaku yang bergerak terhadap satu sama yang
lain. Kecepatan relatif dari lempeng adalah orde dari beberapa puluh milimeter per
tahun. Vulkanik dan tektonik adalah konsentrasi di batas lempeng. Hipotesis dasar
lempeng tektonik dinyatakan oleh Morgan (1968); kinematika gerak lempeng kaku
dirumuskan oleh McKenzie dan Parker (1967) dan Le Pichon (1968). Batas lempeng
yang berpotongan di persimpangan tiga dan evolusi sempurna pada persimpangan
tiga ini dinyatakan oleh McKenzie dan Morgan (1969). Konsep lempeng kaku dengan
deformasi yang utama terkonsentrasi di dekat batas lempeng memberikan
pemahaman yang komprehensif tentang distribusi gempa bumi global (lsacks et al.,
1968).
Distribusi pada permukaan lempeng utama dinyatakan pada Gambar 2.1;
ridge axes, zona subduksi, dan transform fault yang membentuk batas lempeng juga
ditampilkan. Data global yang digunakan untuk menentukan model lempeng tektonik
ditunjukkan pada Gambar 2.2-2.9. Distribusi global yang dangkal dan kedalaman
seismiksiti ditunjukkan pada Gambar 2.2, yang menggambarkan konsep daerah
seismiksiti yang dangkal mendefisikan batas lempeng. Gambar 2.3 menunjukkan
distribusi usia kerak samudera yang diperoleh dari pola anomali magnetik di dasar
laut. Distribusi usia kerak menegaskan bahwa ridges adalah sumber dari
kerak
samudra dan juga menetapkan tingkat dasar laut yang tersebar di lempeng tektonik.
Gambar 2.4-2.6 menunjukkan variasi ketinggian geoid
- topografi permukaan
kesetimbangan laut, yang berkorelasi erat dengan topografi dasar laut
Gambar 2.1. Distribusi dari permukaan lempeng utama. Ridge axes, zona subduksi,
dan transform
Fault yang membuat batas lempeng yang diperlihatkan. Setelah Bolt (1993).
Gambar 2.2. Distribusi global pada daerah keduanya yang dangkal dan
kedalaman seismiksiti untuk lokasi gempa bumi yang ada dengan kekuatan > 5.1.
Daerah seismiksiti yang dangkal
digambarkan oleh batas. Berdasarkan pada
Engdahl et al. (1998).
Untuk sebuah versi warna pada gambar ini, lihat bagian lempeng.
Gambar 2.3. Distribusi umur kerak samudra sebagai determinasi oleh anomali
medan magnet pada dasar laut. Berdasarkan pada Mueller et al. (1997).
METERS
Gambar 2.4. (a) global variasi geoid (setelah Lemoine et al., 1998) dan (b) variasi
geoid lengkap untuk harmonik 6 derajat bola (setelah Ricard et al., 1993). (a) model
EGM96 sehubungan dengan referensi ellipsoid WG584. Pada (b). kontur putus-putus
menunjukkan ketinggian geoid negatif dan kontur putus-putus memisahkan daerah
tinggi geoid positif dan negatif.
Untuk versi warna bagian (a), lihat bagian lempeng.
Gambar 2.5. Variasi geoid di atas Atlantik dan Pasifik timur. Komponen panjangpanjang gelombang pada geoid global yang ditunjukkan pada Gambar 2.4b (untuk
harmonik 6 derajat bola) yang telah dihapus. Setelah Marsh (1983).
Gambar 2.6. Geoid barat pasifik . Komponen ketinggian-panjang gelombang pada
geoid global yang ditunjukkan pada Gambar 2.4b (untuk harmonik 6 derajat bola)
telah dihapus. Setelah Marsh (1983).
(Gambar 2.7). Tiga jenis struktur yang digunakan untuk menentukan batas lempeng
pada Gambar 2.1 – ridges, trenches, dan transform fault - yang jelas dalam geoid
dan topografi. Gambar 2.8 menunjukkan pola global aliran panas, dan Gambar 2.9
menyatakan lokasi global dari gunung berapi. Gunung berapi, seperti gempa bumi,
yang sangat berdekatan di batas lempeng, terutama zona subduksi. Ada juga
banyak gunung berapi intraplate, banyak di lokasi yang dikenal sebagai hot spot.
Inti dari lempeng tektonik adalah sebagai berikut. Bagian terluar dari bumi,
disebut litosfer, terdiri dari relatif dingin, batuan yang kaku dan memiliki ketebalan
rata-rata sekitar 100 km. Litosfer dibagi menjadi sejumlah lempeng kecil yang aktif
yang terus menerus bekerja dan di keluarkan pada ujung-ujungnya. Pada ocean
ridges, lempeng yang berdekatan bergerak terpisah dalam proses yang dikenal
sebagai seafloor spreading. Sebagai lempeng yang berdekatan yang berjauhan,
panas batuan mantel bertambah untuk mengisi perbedaan. Mantel batuan panas
padat bersifat seperti sebuah fluida karena proses bergerak lambat pada batas yang
padat. Sebagai batuan yang dingin pada mantel yang panas, itu menjadi kaku dan
bertambahnya lempeng, sehingga membuat daerah lempeng yang baru. Untuk
alasan ini ocean ridges juga dikenal sebagai batas lempeng akresi.
Karena luas permukaan bumi pada dasarnya konstan, harus ada proses
saling melengkapi pada penyerapan lempeng. Hal ini terjadi di ocean trenches.
Lekungan permukaan lempeng dan turun ke bagian dalam bumi dalam proses yang
dikenal sebagai subduksi. Pada sebuah ocean trench dua lempeng yang berdekatan
bertemu, dan yang satunya turun kebawah. Untuk alasan ini ocean trench juga
dikenal sebagai batas lempeng konvergen. Sebuah penampang lintang dari
pembuatan dan konsumsi lempeng yang khas diilustrasikan pada Gambar 2.10.
Sebagai lempeng yang bergerak menjauh dari ocean ridges, mereka dingin dan
menebal dan meningkatkan kerapatan mereka karena kontrasi termal
Gambar 2.7. Topograpi global. Jarak gunung pada lantai laut, pada sistem midocean ridges, adalah keistimewaan yang menonjol pada
Berdasarkan Smith dan Sandwell (1997).
topograpi bumi.
Aliran panas
Gambar 2.8. Pola variasi fluks panas global yang lengkap untuk bola harmonik 12
derajat. Setelah Pollack et al. (1993).
Gambar.2.9. Distribusi global pada gunug berapi yang aktif saat 3 bulanan.
Gambar 2.10. Pertambahan sebuah lempeng litosfer pada ocean ridge (margin plate
akresi) dan subduksi tersebut pada ocean trench (zona subduksi). Astenosfer, yang
terletak di bawah litosfer, dan garis vulkanik di atas litosfer subduksi juga
ditampilkan. Lempeng bermigrasi jauh dari ridge crest pada kecepatan penyebaran
u. Sejak ada perubahan gerak relatif antara ocean ridge dan ocean trench,
kecepatan subduksi dapat, secara umum, lebih besar atau lebih kecil dari u.
Akibatnya, litosfer menjadi gravitasi stabil sehubungan dengan panas di
bawahnya astenosfer. Pada ocean trench, litosfer melengkung dan tenggelam ke
dalam interior bumi karena daya apungnya negatif.
2.2 Litosfer
Sebuah sesuatu keistimewaan yang penting dari lempeng tektonik adalah bahwa
hanya kulit terluar bumi, litosfer, tetap kaku selama interval yang lama pada waktu
gologi. Karena suhu yang rendah, batuan di litosfer menahan deformasi pada skala
waktu hingga 109 tahun. Sebaliknya, batuan dibawah litosfer cukup panas yang
terjadi pergerakan yang lambat solid-state. Litosfer terdiri dari kedua mantel dan
kerak batuan. Litosfer samudera memiliki
tebal rata-rata sekitar 100 km dengan
paling atas 6-7 km pada kerak samudera. Litosfer samudera berperan dalam siklus
tektonik lempeng. Litosfer benua memiliki ketebalan yang khas sekitar 200 km
(beberapa penulis berpendapat bahwa ketebalannya dapat menjadi dua kali nilai ini;
pembahasan lebih lanjut akan diberikan dalam Bab 3 dan 4). Biasanya, 30 km
bagian atas dari litosfer kontinental adalah kerak benua. Karena daya apung kerak
benua, litosfer benua tidak menunjang, meskipun tidak berperan dalam gerakan
lempeng.
Karena suhu yang lebih tinggi, batuan dibawah litosfer dapat mengalir oleh
subsolidus yang bergerak lebih kental. Wilayah ini disebut astenosfer. Karena batuan
silikat dari kerak benua yang lebih lembut dari kedua batuan mantel dan batuan
basaltik dari kerak samudera, batuan dalam kerak benua, terutama dalam bawah
kerak, bisa juga mengalir dengan kental sedangkan batuan mantel di bawah bersifat
kaku. Hasilnya adalah sebuah lapisan kerak inti astenosfer dalam litosfer benua.
Meskipun konsep sebuah litosfer yang sangat mudah, sebenarnya ada cukup
kebingungan karena definisi yang tepat tergantung pada properti sedang
dipertimbangkan. Kami berbicara tentang litosfer mekanik, litosfer termal, dan litosfer
elastis. Di sini masing-masing dianggap pada urutannya.
(1) Litosfer mekanik. Litosfer mekanik didefinisikan sebagai batuan yang tetap
menjadi bagian yang koheren dari lempeng pada skala waktu geologi. Definisi khas
dapat menjadi batuan yang tidak dapat dideformasi lebih dari 1% di 108 tahun pada
tingkat tekanan mantel khas (mengatakan 1MPa). Deformasi mantel ditentukan oleh
viskositas, dan viskositasnya adalah, pada urutannya, ditentukan oleh suhu tersebut.
Dengan demikian dasar litosfer mekanik yang ditentukan oleh isoterm, biasanya
1.400 K. Batuan dangkal dari tingkat isoterm ini cukup suspensi memberikan reaksi
yang kaku, sedangkan batuan terendah lebih dalam dari isoterm ini cukup panas
untuk merusak dan mengalir kental dalam energi jangka panjang. Istilah "lempeng
tektonik" yang paling erat kaitannya dengan definisi ini litosfer.
(2) litosfer Thermal. Kami akan mempertimbangkan struktur termal dari kedua litofer
samudera dan benua pada Bab 4. Litosfer samudera diambil menjadi lapisan batas
termal teratas dari konveksi mantel. Karena lapisan batas termal memiliki variasi
kontinu pada suhunya, definisi ketebalannya adalah tidak teraratur. Jika perbedaan
suhu di seluruh litosfer samudera (lapisan batas termal) adalah Tm - Ts, di mana Ts
adalah suhu permukaan dan Tm adalah temperatur mantel di bawah lapisan batas,
sebuah definisi khas dari dasar pada lapisan batas termal adalah kedalaman saat
suhu T adalah Ts 0.9 (Tm - Ts). Jika suhu ini adalah sama dengan suhu rheologi
menentukan dasar litosfer mekanik, maka litosfer mekanik dan termal adalah sama.
Pada sisa buku ini kita akan mengasumsikan bahwa hal ini terjadi, dan kita akan lihat
kedua lithospheres mekanik dan termal sebagai litosfer.
(3) litosfer elastis. Kekakuan pada litosfer juga memungkinkan untuk
mengeluarkan ketika mengalami beban. Contohnya adalah beban yang diterapkan
oleh sebuah pulau vulkanik. Beban dari Kepulauan Hawaii menyebabkan litosfer
melengkung ke bawah sekitar beban, hasilnya pada sebuah moat, yaitu, sebuah
daerah air yang lebih dalam di sekitar pulau. Lentur elastis dari bawah litosfer beban
vertikal juga dapat menjelaskan struktur ocean trenches dan beberapa cekungan
sedimen. Meskipun, semua litosfer tidak efektif dalam transmisi tegangan elastis.
Hanya sekitar bagian atas itu cukup kaku bahwa tekanan elastis tidak relaks di skala
waktu 109 tahun. Ini sebagian kecil dari litosfer disebut sebagai litosfer elastis.
Proses tekanan Solid-state bergerak perlahan relaks di bawah, bagian panas dari
litosfer. Bagian terendah
litosfer ini, bagaimanapun, tetap menjadi bagian yang
koheren pada lempeng.
Kekuatan litosfer memungkinkan lempeng untuk mengirimkan tekanan elastis
berlebih pada interval waktu geologi. Lempeng bertindak sebagai penunjuk stres.
Mengharuskan pada batas lempeng yang dapat ditransmisikan di seluruh interior
lempeng. Kemampuan lempeng untuk mengirimkan stres dengan jarak yang besar
merupakan faktor kunci dalam mendorong lempeng tektonik.
2.3 Margin Lempeng Akresional (Oceanic Ridges)
Lempeng litosfer terjadi saat ocean ridges (Gambar 2.1, 2.5, 2.7, dan 2.10).
Dua lempeng di kedua sisi sebuah ocean ridge menjauh dari satu sama lain dengan
kecepatan hampir stabil beberapa puluh milimeter per tahun. Sebagai dua lempeng
berbeda, mantel panas batuan mengalir ke atas untuk mengisi kesenjangan.
Upwelling mantel batuan mendingin dengan kehilangan panas konduktif ke
permukaan. Batuan pendingin diakresi ke dasar lempeng yang menyebar, menjadi
bagian dari mereka; struktur margin lempeng akresi diilustrasikan pada Gambar
2.11.
Sebagai lempeng yang bergerak menjauh dari ocean ridges, mereka terus
dingin dan menebal. Ketinggian ocean ridges sebagai fungsi jarak dari ridge crest,
ditunjukkan dalam gambar geoid pada Gambar 2.5 dan 2.6 dan di topografi Gambar
2.7, dapat dijelaskan dalam hal distribusi temperatur di litosfer. Sebagai litosfer
pendingin, ia kontraksi termal dan permukaan atasnya - dasar laut – relatif tengelam
terhadap permukaan laut. Ketinggian topografi ridge karena kerapatannya rendah,
lebih tipis, dan panas litosfer dekat sumbu akresi di ridge crest. Ketinggian
Gambar 2.11. Struktur di bawah dan margin lempeng akresi (ocean ridge). Aliran
panas mantel batuan (astenosfer) naik di bawah sumbu ridge. Tekanan-pengeluaran
lelehan terjadi dan magma yang dihasilkan bermigrasi ke atas untuk membentuk
ruang aksial magma. Batuan basaltik dalam dapur magma ini menguatkan untuk
membentuk 6 km ketebalan ocean crust. Kehilangan panas ke dasar laut mendingin
dan litosfer samudera mengental dan untuk itu batuan panas astenosfer diakresi.
Gambar 2.12. Ilustrasi kekuatan utama yang bekerja pada lempeng.
ridge juga memberikan gaya gravitasi badan yang mendorong litosfer jauh dari batas
akresional; itu adalah salah satu kekuatan penting yang mendorong lempeng dan
dikenal sebagai gravitasi geser atau ridge pendorong (Gambar 2.12). Pendinginan
konduktif litosfer juga menyebabkan penurunan gradien panas bumi, yang jelas
dalam pola aliran panas global (Gambar 2.8); aliran panas tertinggi di ridges dan
menurun dengan bertambahnya usia lempeng.
Volume yang ditempati oleh perpindahan air laut ocean ridge. Kecepatan
dasar laut menyebar bervariasi dalam waktu. Ketika tingkat dasar laut menyebar
yang tinggi, volume ridge adalah ketinggian, air laut adalah jarak, dan hasilnya
adalah peningkatan permukaan laut yang global. Variasi dalam tingkat dasar laut
yang menyebar adalah penyebab utama perubahan permukaan laut pada skala
waktu geologi (Hays dan Pitman, 1973; Turcotte dan Burke, 1978; Schubert dan
Reymer, 1985). Selama Kapur (≈ 80 Ma) tingkat dasar laut yang menyebar sekitar
30% lebih besar dari saat ini, permukaan laut sekitar 200 m lebih tinggi dari hari ini,
dan sebagian besar interior benua ditutupi oleh laut dangkal.
Ocean ridges menghasilkan sebagian besar vulkanisme di bumi. Karena
hampir semua sistem ridge di bawah permukaan laut, hanya sebagian kecil dari
vulkanisme ini dapat dengan mudah diamati. Ridge vulkanik dapat dilihat di Islandia,
di mana oceanic crust cukup tebal bahwa ridge crest naik di atas permukaan laut.
Gunung berapi di ocean ridges disebabkan oleh tekanan-mengeluarkan lelehan.
Lempeng divergen menginduksi upwelling dalam mantel. Suhu batu naik turun
perlahan-lahan dengan penurunan tekanan sepanjang adiabat. Suhu solidus
menyebabkan lelehan berkurang dengan menurunnya tekanan pada tingkat yang
jauh lebih cepat. Ketika suhu mantel batu naik sama dengan temperatur solidus,
sehingga terjadinya leleha. Kenaikan mantel batuan mengandung komponen titik
lebur basaltik rendah; Komponen lelehan pertama ini yang membentuk oceanic crust
(Gambar 2.11).
2.4 Transform FAULT
Salah satu gambar mencolok dari margin lempeng akresi adalah sistem orthogonal
segmen ridges dan transform fault. Segmen ridge terletak hampir tegak lurus
terhadap arah penyebaran, sedangkan transform fault terletak sejajar dengan arah
penyebaran.
Gambar 2.13. Segmen dari ocean
ridge
diimbangi
fault.
Zona
dengan
ekstensi
transform
fraktur
dari
transform fault ke dalam lempeng
yang berdekatan.
Gambar 2.14. Sketsa ridge-ridge transform fault menunjukkan penurunan vertikal
yang lebih diferensial di wilayah fault.
Struktur ini digambarkan pada Gambar 2.1, 2.5, 2.7, 2.13, dan 2.14. Kecepatan
relatif sebuah transform fault dua kali kecepatan penyebarannya. Hasil gerakan
gempa relatif ini pada transform fault diantara segmen ridge yang berdekatan.
Ada juga gerak vertikal diferensial pada transform fault (Gambar 2.14).
Sebagai dasar laut yang menyebar jauh dari ridges crest, itu juga tetap. Karena titik
yang berdekatan pada setiap sisi transform fault biasanya terletak pada jarak yang
berbeda dari ridge crest di mana kerak terbentuk, tingkat penurunan pada dua sisi
yang berbeda. Ekstensi dari transform fault ke dalam lempeng yang berdekatan
dikenal sebagai zona fraktur. Zona fraktur yang sering menunjam di dasar laut.
Transform fault dan zona fraktur yang berbeda terlihat pada Gambar 2.5, 2.6, dan
2.7.
Pertanyaan 2.1: Mengapa margin lempeng akresi mengembangkan bagian
Geometri orthogonal ridge -transform fault?
Ocean ridges tidak membentuk kemiringan ke arah dasar laut yang menyebar.
Sebaliknya mereka membentuk sistem orthogonal ridge-transform yang dijelaskan di
atas. Sistem orthogonal ini telah direproduksi dalam percobaan laboratorium
menggunakan pembekuan lilin (Oldenburg dan Brune, 1972, 1975). Meskipun
kemampuan untuk mereproduksi pola orthogonal di laboratorium, alasan fisik untuk
pola orthogonal masih belum jelas. Sejumlah penulis telah menyarankan bahwa pola
dikaitkan dengan tekanan panas yang berkembang dalam litosfer samudera
pendingin (Collette, 197 4 ; Turcotte, 1974; Parmentier dan Haxby, 1986; Sandwell,
1986).
Sebuah transform fault yang menghubungkan dua segmen dari ocean ridge
yang dikenal sebagai ridge-ridge transform (Gambar 2.13 dan 2.14). Transform fault
juga dapat menghubungkan dua segmen dari ocean trench atau segmen ridge
dengan segmen trench (Gambar 2.15). Dalam beberapa kasus salah satu ujung
transform fault berakhir di persimpangan tiga dari tiga lempeng permukaan.
Contohnya adalah fault San Andreas di California, yang menampung lateralis geser
antara Pasifik dan lempeng Amerika Utara (Gambar 2.16).
Berbagai pola kompleks geometris lainnya yang terkait dengan margin
lempeng akresional. Dalam beberapa kasus lompatan ridge terjadi dan segmen ridge
menyebarkan (Hei et al., 1980). Jika perubahan arah dasar laut menyebar karena
interaksi lempeng, margin akreisonal dapat memecah menjadi beberapa lempeng
kecil sampai pola orthogonal ridge dan transform baru ditetapkan.
2.5 subduksi
Sebagai litosfer samudera yang bergerak menjauh dari ocean ridge, mendingin,
mengental, dan menjadi lebih padat karena kontraksi termal. Meskipun batuan
basaltik dari oceanic crust yang lebih ringan dari pada batuan mantel yang
mendasar, batuan sub kerak yang dingin di bidang litosfir menjadi cukup padat untuk
membuat litosfer samudera lebih berat sehingga gravitasinya stabil sehubungan
dengan batuan panas mantel di bawah litosfer . Akibat ketidakstabilan gravitasi ini,
litosfer samudera lebih kokoh dan mulai tenggelam ke dalam bagian dalam bumi,
membuat ocean trenches yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 dan 2.6.
Gambar 2.15. Sketsa ridge-trench dan trench-trench transform fault.
Gambar 2.16. Sistem transform fault San Andreas yang
mengakomodasi sesar geser lateral antara Pasifik dan
lempeng Amerika Utara. Patahan ujung utara San
Andreas adalah persimpangan tiga Mendocino di
persimpangan dari Juan de Fuca, Pasifik, dan lempeng
Amerika Utara.
Gambar 2.17. Ilustrasi subduksi litosfer samudera pada ocean trench. Garis
bangunan-bangunan vulkanik yang terkait dengan sebagian besar zona subduksi
yang ditampilkan. Sebuah fraksi besar dari sedimen yang melapisi basaltik oceanic
crust yang diambil selama subduksi untuk membentuk sedimen prisma akresi. Backarc menyebarkan bentuk cekungan marjinal di belakang beberapa zona subduksi.
Subduksi dari litosfer samudera pada ocean trench yang digambarkan pada Gambar
2.17. Sebuah barisan gunung berapi yang terletak sejajar dengan ocean trench
umumnya berhubungan dengan subduksi. Sebuah fraksi besar dari sedimen yang
melapisi kerak samudera yang diambil selama subduksi untuk membentuk sediman
prisma akresi (von Huene dan Scholl, 1991). Dalam beberapa kasus dasar laut backarc menyebarkan bentuk cekungan marjinal di belakang zona subduksi.
Ocean trenches adalah sisi sebagian besar gempa bumi terbesar. Pada
kedalaman kurang dari sekitar 55 km, gempa bumi terjadi pada bidang patahan yang
tengelam yang memisahkan penurunan litosfer dari litosfer atasnya (Ruff, 1996). Di
bawah kedalaman sekitar 55 km, gempa bumi mungkin terjadi dalam litosfer
subduksi (Comte dkk., 1999). Gempa bumi di ocean trenches dapat terjadi pada
kedalaman 660 km atau lebih, tergantung pada ketetapan variasi seismik yang tidak
kontinu di kedalaman 660 km. Dimana mantel dihanggap menjadi lebih hangat,
gempa bumi tidak tergantung kedalaman (Green dan Houston, 1995;. Kirby et al,
1996) sesuai dengan upwarping diharapkan dari 660 km seismik yang tidak kontinu
(lihat Bab 4, 9, 10, dan 13). Daerah seismogenik ini, yang dikenal sebagai zona
Wadati-Benioff
(Wadati,
1928,
1934-1935,
Benioff,
1949;
Utsu,
1971),
menggambarkan perkiraan struktur dari penurunan lempeng. Contoh awal zona
geometri Wadati-Benioff di dua lokasi di sepanjang busur Tonga ditunjukkan pada
Gambar 2.18. Proyeksi zona Wadati-Benioff ke permukaan bumi ditunjukkan oleh
sejajarnya sistematis tren cakrawala dalam lokasi gempa dari kedalaman yang
berbeda pada peta seismisitas global Gambar 2.2. Bentuk batas atas beberapa
penurunan lithospheres dinyatakan pada Gambar 2.19, dengan asumsi bahwa
gempa bumi di zona kekosongan Wadati-Benioff atau di dekat bagian atas
penurunan slab. Posisi trench dan garis vulkanik juga ditunjukkan.
Jarak tegak lurus ke busur Tonga , km
Gambar 2.18. Fokus gempa dibawah busur Tonga di dua bagian yang berorientasi
tegak lurus terhadap busur. Posisi geografis yang sesuai dengan jarak pada absis
yang diabaikan. Simbol yang lebih besar lebih mewakili tingkat akurasi lokasi
hiposenter. Gempa bumi yang direkam oleh stasiun seismograf antara 1959 dan
1962. Episentrum diproyeksikan dari jarak ± 125 km setiap baris. Episenter gempa
menggambarkan struktur melayang yang hampir linear, zona Wadati-Benioff. Setelah
Sykes (1966).
Gambar 2.19. Bentuk batas atas turun lembaran litosfer di beberapa oceanic
trenches berdasarkan distribusi gempa bumi. Nama-nama trenches yang disingkat
untuk mempermudah (NH == New Hebrides, CA == Amerika Tengah, ALT ==
Aleutian, Alaska ALK ==, M == Mariana, IB == Izu Bonin, KER == Kermadec, NZ = =
Selandia Baru, T == Tonga, KK == Kurile-Kamchatka, NC == Utara Chile, P ==
Peru). Lokasi garis vulkanik ditunjukkan oleh segitiga padat (isack dan Barazangi,
1977); semuanya kecuali NH, IB, dan NC ketidakpastian pada titik yang sama
(semua bagian-bagian).
Banyak subduksi litosfer memiliki sudut kemiringan 45 ° dekat. Dalam new Hebrides
penurunan dan penaikan secara signifikan lebih besar, dan di Peru dan Chile Utara
sudut penurunan dan penaikkannya lebih kecil.
Sepanjang segmen lokal dari beberapa zona subduksi, gempa bumi pada
kedalaman 70-150 km terkonsentrasi pada dua bidang paralel yang tengelam vertikal
dipisahkan oleh 20-40 km (Engdahl dan Scholz, 1977; Hasegawa et al, 1978a, b..
Kawakatsu, 1986; Abers, 1992, 1996; Gorbatov et al, 1994 ; Kao dan Chen, 1994,
1995;. Comte et al, 1999) (Gambar 2.20). Bidang atas zona seismik ganda ini
tampaknya terletak tepat di bawah bagian atas penurunan lempengan; bidang yang
lebih rendah, oleh karena itu, harus terletak dalam wilayahnya(Abers, 1996;. Comte
et al, 1999).
2.5.1 rheology Subduksi
Pertanyaan 2.2: Apakah reologi litosfer di zona subduksi?
Sifat mekanik litosfer di zona-zona subduksi telah menerima banyak perhatian. Dua
mode ekstrim pada deformasi litosfer yang mungkin berhubungan dengan subduksi
yang lentur dan pecah. Pelenturan tampaknya menjadi pendekatan terbaik. Litosfer
samudera menunjam terus menerus dan mempertahankan integritas struktural saat
melewati zona subduksi dan menciptakan anomali geoid besar yang terlihat di trench
pada Gambar 2.5 dan 2.6. Studi elastis kelenturan pada zona subduksi berada
dalam ikatan baik dengan morfologi beberapa zona subduksi arah laut dari sumbu
trench (Caldwell et al, 1976;. Levitt dan Sandwell, 1995). Namun, jelas ada
penyimpangan yang signifikan dari reologi elastis sederhana. Beberapa trench
menunjukkan ketajaman "bergantung" dekat sumbu trench; ini telah dikaitkan dengan
reologi kelenturan elastis-sempurna (McAdoo et al., 1978). Peluasan seismik yang
dangkal umumnya diamati pada arah laut forebulge dari ocean trench. Dengan
demikian kelenturan litosfer yang dangkal sedang mengalami keretakkan, namun
keretakkan ini tidak merambat melalui litosfer dan tampaknya memiliki sedikit efek
pada sifat lentur yang umum.
Ikatan pasangan seismik yang dalam beberapa garis subduksi (Gambar 2.20)
memberikan informasi tentang reologi lempengan tersebut. Zona atas seismik dekat
batas atas dari keadaan bawah litosfer yang menurun-dip mekanisme fokus
kompresi. Zona seismik bawah dekat pusat bukti yang menurun litosfer bawah-dip
mekanisme fokus perenggangan. Zona seismik tersebut dua kali lipat keadaanya
"kaku," yaitu, meluruskan, pada penurunan litosfer (Samowitz dan Forsyth, 1981;
Kawakatsu, 1986).
Dua kali lipat
zona seismik adalah bukti lebih jauh dari kekakuan litosfer
subduksi. Mereka juga menunjukkan bahwa gaya pada litosfer subduksi yang
meluruskan keluar sehingga biasanya turun mencapai hampir 45 °.
Penjelasan alternatif lengkungan litosfer saat mendekati zona subduksi adalah
bahwa lekungan adalah efek yang kental (De Bremaeker, 1977; McKenzie, 1977a;
Melosh dan Raefsky, 1980). Deformasi yang kental dapat menghasilkan morfologi
yang sama lentur sebagai reologi elastis sehingga penelitian tentang kelenturan di
trench tidak dapat membedakan antara kedua pendekatan. Namun, kelenturan yang
kental rileks pada waktu yang lama. Fakta bahwa kelenturan litosfer diamati dalam
cekungan sedimen dengan usia lebih dari 108 tahun (dibandingkan dengan 106 tahun
untuk subduksi) adalah bukti bahwa konsep reologi yang kental untuk kelenturan
litosfer yang tidak bagus (Turcotte, 1979). Namun demikian, penerapan reologi yang
kental ke litosfer mungkin cocok untuk meneliti aspek-aspek lain dari proses
subduksi (Zhang et al, 1985;. Vassiliou dan Hager, 1988; Zhong dan Gurnis, 1994a;.
Gurnis et al, 1996).
Gambar 2.20. Zona Benioff ganda yang menandai subduksi pada busur Jepang.
Lingkaran adalah fokus dari gempa bumi yang tercatat pada tahun 1975 dan 1976.
VF - bagian depan vulkanik, TA – sumbu trench jepang. Setelah Hasegawa et al.
(l978b). Digambar ulang dari Bolt (1993).
2.5.2 Dip dari Zona Subduksi
Pertanyaan 2.3: Apakah yang menentukan sudut dip subduksi?
Karena gaya gravitasi benda pada subduksi litosfer mengarah ke bawah, hal
itu akan diperkirakan bahwa sudut dip subduksi akan cenderung ke arah 90 °.
Bahkan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.19, sudut dip yang khas untuk
zona subduksi berada di dekat 45 °. Salah satu penjelasannya adalah bahwa litosfer
samudera yang "tenggelam" dan trench bermigrasi ke lingkungan samudra. Dalam
hal ini sudut dip ditentukan oleh kinematika aliran (Hager dan O'Connell, 1981).
Sementara penjelasan ini bermanfaat dalam beberapa kasus, hal itu belum
ditetapkan bahwa semua sudut dip lempeng dapat dijelaskan oleh kinematika pada
aliran mantel.
Penjelasan lain telah diberikan oleh Stevenson dan Turner (1977), Tavish et
al. (1978), dan Yokokura (1981). Para penulis ini berpendapat bahwa subduksi
lempeng didukung oleh aliran induksi di atas lempengan. Litosfer itu menurun
sehingga aliran sudut menginduksi di bagian mantel di atasnya dan gaya yang
ditekan berkaitan dengan hasil aliran pembawa ini di sudut dip dekat 45 °.
2.5.3 Fate of Descending Slabs
Pertanyaan 2.4: Apakah fate yang menurun lempeng?
Salah satu pertanyaan penting dalam konveksi mantel adalah fate lempeng yang
menurun. Gempa bumi pada zona Wadati-Benioff berakhir dekat pada kedalaman
sekitar 660 km, tetapi berakhirnya kegempaan tidak berarti berhentinya lempeng
keturunan. Seperti yang akan dibahas dalam bab berikutnya, 660 km berada di dekat
kedalaman diskontinuitas gempa bumi utama yang berhubungan dengan perubahan
fasa padat-padat dari spinel untuk perovskit dan magnesiowustite; perubahan fase
ini bisa bertindak sebagai penghalang untuk litosfer secara menurun. Dalam
beberapa kasus aktivitas seismik yang menyebar di kedalaman ini, dan tidak dalam
beberapa kasus tersebut. Studi mekanisme fokus seismik di zona Wadati-Benioff
memberikan tekanan ekstensional di bagian atas zona dan tekanan kompresi di
bagian bawah zona (Isacks dan Molnar, 1971).
Transisi fase besar mantel lain di kedalaman sekitar 410 km berhubungan
dengan perubahan fasa dari olivin ke FJ spinel. Kajian teoretis menunjukkan bahwa
perubahan fase ini di daerah eksotermis dangkal yang akan meningkatkan konveksi
(Turcotte dan Schubert, 1971). Bagaimana pun, penelitian yang serupa dari efek
pada konveksi dari perubahan fase yang lebih endotermik dari spinel untuk perovskit
dan magnesiowustite menunjukkan bahwa hal itu bisa menghambat aliran yang
terdapat di kedalaman 660 km, terutama jika ada juga yang menstabilkan perubahan
komposisi yang signifikan pada kedalaman ini (Schubert et al, 1975;. Christensen
dan Yuen, 1984). Dampak utama transisi fase padat-padat pada konveksi di mantel
akan dibahas secara rinci dalam Bab 4, 9, dan 10.
Salah satu tujuan utama dari tomografi seismik mantel telah menentukan fate
subduksi lempeng. Banyak penyelidikan seismik pada gempa bumi yang dalam dan
struktur mantel sekitar zona subduksi telah berusaha untuk mengatasi kedalaman
yang maksimum subduksi litosfer yang dapat ditelusuri ke dalam mantel. Masih
banyak perbedaan pendapat tentang masalah ini, mungkin karena penetrasi, pada
kenyataannya, tidak ada kedalaman tunggal di mana semua penetrasi lempengan
berhenti. Memang, survei dari semua bukti seismik yang bersangkutan (Lay, 1994a,
b, c) sampai pada kesimpulan bahwa beberapa lempeng menembus zona transisi ke
dalam mantel bagian bawah, sementara yang lainnya tidak ada. Sebuah pertanyaan
lain tentang fate lempeng yang menurun adalah kedalaman maksimum penetrasi
lempeng yang masuk kedalam mantel bagian bawah.
Pertanyaan 2.5: Apakah lempeng yang melintasi kedalaman 660 km tenggelam
sampai ke batas inti-mantel atau mereka muncul untuk berhenti di beberapa
kedalaman yang lebih dangkal?
Bukti tomografi seismik bahwa setidaknya beberapa lempeng turun sampai ke
bagian bawah mantel yang akan disampaikan dalam Bab 3.
2.5.4 Mengapa Pulau Arcs Arcs?
Pertanyaan 2.6: Mengapa zona subduksi memiliki struktur melengkung?
Salah satu ciri mencolok dari zona subduksi yang ada dalam struktur arkuata
tampilan peta atau dalam bentuk planform. Zona subduksi terdiri dari urutan struktur
busur dengan jelas kelengkungan planform; ini merupakan asal mula istilah "busur
kepulauan." Sebuah contoh yang baik adalah busur Aleutian, yang ditunjukkan pada
Gambar 2.1 dan 2.5. Sama seperti tepi akresi ditandai dengan orthogonal ridgetransform geometri, zona subduksi ditandai dengan konfigurasi busur mereka.
Frank (l968a) mengusulkan sebuah model sederhana untuk kelengkungan
busur pulau berdasarkan analogi bola ping pong. Jika lekukan yang dibuat pada bola
ping-pong, ada hubungan analitis sederhana antara sudut kemiringan dan jari-jari
lekukan. Frank mengusulkan bahwa hubungan ini juga bisa digunakan untuk
menghubungkan sudut kemiringan subduksi litosfer dengan rencana untuk jari-jari
kelengkungan dari busur kepulauan. Asumsinya adalah bahwa subduksi litosfer yang
kaku menggontol geometri subduksi dalam analogi langsung ke bola ping-pong.
Permasalahan ini lebih jelas berhubungan dengan masalah sudut dip yang
diperhitungkan dalam bab sebelumnya.
Beberapa penulis telah menguji hipotesis Frank (DeFazio, 1974; Tovish dan
Schubert,1978) dan telah menemukan bahwa itu adalah pendekatan yang adil dalam
beberapa kasus dan pendekatan yang buruk dalam kasus lain. Hal ini diterima
secara umum bahwa struktur arkuata busur pulau dapat dikaitkan dengan rigiditas
lempeng yang menurun (Laravie, 1975), tetapi mekanisme yang rinci masih
kontroversial.
Yamaoka
et
al.
(1986)
dan
Yamaoka
dan
Fukao
(1987)
menghubungkan cusp busur kepulauan terhadap buckling litosfer. Hal ini jelas dari
pengamatan seismik bahwa cusp menggambarkan runtuhan-runtuhan di litosfer
yang menurun.
Beberapa kelengkapan model numerik yang berhasil untuk konveksi mantel
yang harus dikembangkan struktur arkuata yang diamati pada zona subduksi.
2.5.5 zona subduksi Vulkanisme
Pertanyaan 2.7: Bagaimana mekanisme untuk zona subduksi vulkanisme?
Vulkanisme juga berhubungan dengan subduksi (Tatsumi dan Eggins, 1995).
Sebuah garis gunung berapi jarak teratur sejajar dengan trend hampir semua
oceanic trench. Gunung berapi ini dapat menimbulkan busur kepulauan atau mereka
dapat terjadi dalam oceanic crust (Gambar 2.21). Gunung berapi umumnya terletak
di atas bagian lempeng yang menurun sekitar kedalaman 125 km, seperti yang
digambarkan pada Gambar 2.17. Hal ini lebih jelas mengapa vulkanisme
berhubungan dengan subduksi. litosfer dingin itu menurun dibandingkan dengan
mantel di sekitarnya, dan dengan demikian bertindak sebagai resapan panas bukan
sebagai sumber panas. Aliran yang menurun pada slab yang berkurang diperkirakan
entrein arus di bagian mantel atasnya. Meskipun, aliran utama ini akan menjadi
turun; dengan demikian, magma tidak dapat dihasilkan oleh tekanan-pengeluran
cairan. Salah satu kemungkinan sumber panas disipasi gesekan pada bidang
patahan antara litosfer yang turun dan mantel yang berlebihan (McKenzie dan
Sclater 1968 ~ Oxburgh dan Turcotte, 1968; Turcotte dan Oxburgh, 1968). Meskipun,
ada beberapa masalah dengan sumber magma di busur oleh gesekan panas. Ketika
batuan yang dingin, stres gesekan dapat menjadi tinggi dan dapat terjadi pemanasan
yang signifikan. Namun, ketika batu-batu menjadi panas, stresnya kecil, dan mungkin
sulit untuk menghasilkan lelehan yang signifikan hanya dengan gesekan panas
(Yuen et al.,1978). Di sisi lain, Kanamori et al. (1998) telah menggunakan sifat yang
tidak biasa dari gempa Bolivia 1994, termasuk pecahan kecepatan yang lambat,
penurunan stres yang tinggi (sekitar 100MPa), dan rendahnya rasio energi seismik
yang terpancar terhadap energi total regangan, untuk menyimpulkan bahwa lelehan
yang mungkin terjadi pada bidang patahan selama gempa ini. Mereka menyarankan
stres gesekan minimum sekitar 55 MPa dan dihitung jumlah minimum seismik yang
tidak terpancar.
Gambar 2.21. Skema (a) subduksi litosfer samudera di bawah litosfer samudera dan
pembentukan sebuah pulau busur vulkanik, dan (b) subduksi litosfer samudera di
bawah litosfer benua dan pembentukan ikatan gunung berapi di benua itu. Setelah
Tarbuck dan Lutgens (1988).
Energi yang sama sekitar 1.018 J, cukup untuk melelehkan lapisan pada bidang
sesar sekitar ketebalan 300 mm.
Sebuah penjelasan yang diajukan untuk busur vulkanisme melibatkan
interaksi antara lempengan yang menurun dan aliran induksi dalam bagian mantel
atasnya, sehingga menyebabkan pemanasan kerak samudera yang menurun dan
meleleh (Marsh, 1979). Banyak model termal zona subduksi telah dihasilkan
(misalnya, Oxburgh dan Turcotte, 1970; Toksoz et al., 1971; Turcotte dan Schubert,
1973;. Hsui dan Toksoz, 1979; Hsui et al., 1983;. Peacock et al., 1994; Ponko dan
Peacock, 1995; Iwamori, 1997; Kincaid dan Sacks, 1997). Semua model ini
menunjukkan bahwa ada kesulitan besar dalam menghasilkan panas yang cukup
untuk menghasilkan vulkanisme yang diamati, karena subduksi litosfer lempeng yang
dingin adalah heat sink yang sangat kuat dan menekan isoterm ke atas lempengan.
Air dilepaskan ketika mineral terhidrasi dalam subduksi kerak samudera yang
dipanaskan dapat berkontribusi untuk mencair dengan menekan suhu solidus dari
batu crustal dan desakan mantel batuan yang berdekatan (Anderson et al, 1976;.
Ringwood, 1977a; Bird, 1978a). Namun, sebagian besar batuan vulkanik di busur
kepulauan memiliki komposisi yang hampir basaltik dan erupsi pada suhu yang sama
dengan suhu erupsi pada margin akresi. Studi dari petrologi busur pulau magma
(Hawkesworth et al., 1994) menunjukkan bahwa mereka terutama hasil dari
pencairan sebagian batuan mantel yang aktif di mantel atas desakan lempengan
yang menurun.
Namun demikian, ada bukti geokimia bahwa subduksi kerak samudera tidak
berperan penting dalam busur pulau vulkanik. Studi isotop berilium batuan vulkanik
dalam pengaturan subduksi telah mengungkapkan penggayaan
10
menjadi relatif
terhadap mid-ocean ridge dan ocean island basal yang dikaitkan dengan sedimen
subduksi (Tera et a.l, 1986; Sigmarsson et al, 1990). Salah satu cara untuk
menggabungkan
10
dari sedimen subduksi menjadi magma island arc adalah melalui
dehidrasi sedimen dan transportasi dari berilium dengan membebaskan air (Tatsumi
dan Isoyama, 1988). Dengan demikian, pelelehan langsung dari subduksi kerak
samudera dan litosfer tidak diperlukan untuk menjelaskan kelebihan
10
batuan
vulkanik di island arc. Bukti lain bahwa subduksi kerak samudera penting dalam
magmatisme island arc merupakan lokasi permukaan garis vulkanik, yang memiliki
hubungan langsung dengan geometri subduksi. Dalam beberapa dua flaps kasus
lempeng subduksi pada sudut yang berbeda, seperti di Aleutian. Untuk dipping
lempeng dangkal, garis vulkanik yang jauh dari trench, menjaga kedalaman lempeng
di bawah garis vulkanik yang mendekati konstan (Kay et al., 1982).
Dasar proses fisika yang berhubungan dengan vulkanisme zona subduksi
tetap membingungkan, meskipun jelas bahwa subduksi kerak samudera memicu
vulkanik ini. Namun, leleh yang substansial kerak subduksi hanya terjadi ketika
litosfer muda dan relatif panas subduksi sedang (Drummond dan Defant, 1990; Kay
et al., 1993.). Sebagian besar vulkanisme secara langsung berhubungan dengan
melelehnya mantel yang didesak sama dengan pencairan bawah margin akresi
lempeng. Sebuah penjelasan yang mungkin untuk vulkanik island arc telah diberikan
oleh Davies dan Stevenson (1992). Mereka berpendapat bahwa "cairan" dari kerak
samudera secara menurun menyebabkan lelehan dan menciptakan daya apung
yang cukup pada sebagian desakan batuan mantel yang meleleh untuk
menghasilkan aliran naik dan leleh lebih lanjut melalui pelepasan tekanan. Proses ini
mungkin tiga dimensi dengan sepanjang-strike diapirs menaik berhubungan dengan
pusat vulkanik individu Sisson dan Bronto (1998) telah menganalisis kandungan
volatil magma primitif dari gunung berapi di busur Indonesia dan menyimpulkan
bahwa magma berasal dari pencairan tekanan-pelepasan peridotit panas mantel.
Belum ada bukti yang volatil dari subduksi kerak samudera terlibat langsung dalam
pembentukan magma tersebut. Kami menyimpulkan bahwa banyak aspek dari island
arc vulkanik tetap tidak dapat dijelaskan.
2.5.6 Back-arc cekungan
Pertanyaan 2.8: Mengapa membentuk cekungan back-arc?
Dalam beberapa zona subduksi, selisih lempeng akresi sekunder terletak di
belakang garis vulkanik (Karig, 1971). Back-arc ini menyebar sama dengan
penyebaran dasar laut yang terjadi di ocean ridge. Komposisi dan struktur kerak
samudera yang sedang dibuat adalah sama. Penyebaran
Back-arc telah
menciptakan cekungan marjinal seperti Laut Jepang.
Gambar 2.22. Model untuk pembentukan cekungan marjinal. Lempengan menurun,
garis vulkanik, dan di back-arc penyebaran sumbu yang akan ditampilkan. irisan
Mantel adalah wilayah di atas lempengan menurun. (a) konveksi mantel sekunder
disebabkan oleh Litosfer turun. (b) Ascending konveksi yang dihasilkan oleh
dibentuknya litosfer tenggelam dan migrasi ke arah laut dari trench.
Beberapa penjelasan telah diberikan untuk penyebaran back-arc (Hynes dan Mott,
1985). Satu hipotesis ialah bahwa litosfer turun menginduksi sel konveksi sekunder,
seperti yang digambarkan pada Gambar 2.22a (Toksoz dan Hsui, 1978a; Hsui dan
Toksoz, 1981). Sebuah hipotesis alternatif adalah trench rollback, di mana trench
laut bermigrasi dari benua yang berdekatan karena gerakan melintang dari litosfer
turun. Penyebaran behind arc terjadi di dalam menanggapi rollback, seperti yang
digambarkan pada Gambar 2.22b (Chase, 1978; Garfunkel et al, 1986.).
Beberapa peneliti telah mengusulkan bahwa pada dasarnya ada dua jenis
zona subduksi (Wilson dan Burke, 1972; Molnar dan Atwater, 1978; Uyeda dan
Kanamori, 1979). Kedua benua yang berdekatan yang didorong naik terhadap
trench, seperti di Chile, cekungan marjinal tidak berkembang. Jika benua yang
berdekatan diam relatif terhadap trench, seperti di Marianas, dengan tenggelam
litosfer menyebabkan sejumlah cekungan marjinal seperti trench bermigrasi ke arah
laut. Jarrard (1986) telah memberikan klasifikasi zona subduksi yang lebih luas.
Terdapat bukti bahwa behinf-arc tersebar di pusat yang diawali pada garis vulkanik
(Karig, 1971). Litosfer di garis vulkanik yang cukup lemah melalui pemanasan yang
gagal di bawah stres tensional.
2.6 Hot Spots dan plumes Mantle
Pertanyaan 2.9: Apakah ada gumpalan di dalam mantel di bawah hot spot, dan jika
demikian, dari kedalaman berapa (s) apakah mereka bersumber?
Tidak semua vulkanisme dibatasi dengan margin lempeng. Gambar 2.4a, 2.5, dan
2.6 menunjukkan ketinggian geoid yang besar di atas daerah vulkanisme intraplate,
seperti Hawaii dan Islandia, yang dikenal sebagai hot spot. Lokasi dari beberapa hot
spot utama di seluruh dunia diberikan pada Gambar 2.23. Morgan (1971) disebabkan
vulkanisme hot spot untuk plumes Mantle. plumes mantel yang quasi silinder
terpusat uptowns material mantel yang panas dan mereka merupakan bentuk dasar
gambar 2.23 peta hot spot utama, hot spot jejak, dan provinsi banjir basalt
Gambar 2.24. Umur Ma di batuan vulkanik pada rantai pulau Hawaii. Batuan vulkanik
di pulau-pulau berusia sistematis ke arah barat laut, sejajar dengan arah gerak
lempeng. Pulau-pulau juga semakin terkikis ke arah barat laut.
upwelling di dalam mantel convecting (Bercovici et al., 1989a). Pelepasan
tekanan lelehan di batuan panas menarik plumes menghasilkan vulkanik basaltik
yang membentuk rantai pulau Hawaii. Hipotesis dari plumes mantel tetap di bawah
lempeng utama menjelaskan perkembangan umur sistematis Hawaii-Kaisar gugusan
island-seamount bawah laut (Gambar 2.24) dan semakin dalamnya dasar laut
dengan bertambahnya umur sepanjang rantai. Meskipun gagasan lempeng tektonik
dan plumes mantel yang tanpa diketahuinya di tahun 1830-an, Charles Darwin
menyimpulkan dari pengamatan geologi tentang ocean island dan terumbu karang
(Gambar 2.25) bahwa terumbu karang dan atol yang terbentuk melalui penuaan dan
penurunan dari pulau-pulau. Pengamatan mendalam Darwin dan teori terumbu
karang disajikan di The Geologi dari Voyage of HMS Beagle, Bagian I: Struktur dan
Distribusi Terumbu Karang (lihat Barrett dan Freeman,1987).
Sungguh luar biasa bahwa lebih dari 150 tahun yang lalu, Darwin disimpulkan
dengan penurunan dasar laut dengan usia di sepanjang rantai pulau. Dia menulis,
"Akhirnya, ketika dua jenis struktur besar, yaitu barrier-reefs dan atol di satu sisi, dan
fringing-reefs di sisi lain, yang ditetapkan pada peta, mereka menawarkan gambar
besar dan pergerakan kerak bumi yang harmonis telah mengalami dalam jangka
waktu akhir.
Kita melihat area yang luas naik, dengan materi vulkanik setiap
sekarang dan kemudian sebagiannya meledak. Kita melihat sebagian ruang lebar
lainnya tenggelam tanpa ledakan vulkanik, dan kita mungkin merasa yakin bahwa
gerakan telah begitu lambat hingga memungkinkan karang untuk tumbuh ke
permukaan, dan diperpanjang begitu luas untuk menenggelamkannya di atas
permukaan laut luas setiap salah satu gunung, di atas yang atol sekarang berdiri
seperti monumen, menandai tempat penguburan mereka. " Dalam pengantar The
Works of Charles Darwin (Barrett dan Freeman, 1987), JW Judd (pada tahun 1890)
mengacu pada kutipan berikut dari korespondensi Darwin: "Masih menurut saya hal
yang luar biasa bahwa tidak seharusnya banyak, dan terus-lama, penurunan di
tempat tidur lautan besar. Saya berharap beberapa jutawan ganda kaya akan
membawanya ke bagian atas yang telah dibor dalam beberapa atol Pasifik dan
Hindia, dan mengambil core untuk mengiris dari kedalaman 500 atau 600 kaki.
"Sementara ahli geologi kelautan dan ahli geofisika dari hari kita mungkin bukan
jutawan dari renungan Darwin, mereka telah ada pada core yang Darwin harapkan
dan teorinya telah dikonfirmasi.
A’A’: Tepi luar dari barrier-reef di permukaan laut. Pohon-pohon kakao- kacang
merupakan coral-islets yang terbentuk di karang.
C C: di laguna-channel.
B'B': di pantai pulau tersebut, umumnya terbentuk dari tanah aluvial yang rendah dan
detritus karang dari-channel laguna.
A'A': di tepi luar karang, kini membentuk sebuah atol.
C ': di laguna atol yang baru terbentuk. Menurut skala kedalaman laguna dan
saluran-laguna yang berlebihan.
Gambar 2.25. Sebuah sketsa dari teori terumbu karang Darwin menggambarkan
pembentukan karang melalui penurunan pulau.
Lempeng dan plumes keduanya dampak dari konveksi mantel, tapi plumes tidak
diperlukan dalam teori lempeng tektonik perse Meskipun pliumes mantel diperkirakan
ada alasan teoritis, dan plumes memang terjadi di laboratorium yang relevan dan
eksperimen numerik pada konveksi, bukti pengamatan langsung yang plumes mantel
ada di bawah hot spot masih sulit dipahami. Tomografi seismik memiliki janji terbaik
untuk menemukan plumes mantel melalui kecepatan anomali seismik yang harus
dikaitkan dengan materi upwelling plume panas. Contoh penggunaan tomografi
seismik untuk plumes gambar mantel, yang menggambarkan janji serta kesulitan
praktis yang terlibat, ditunjukkan pada Gambar 2.26 dari studi struktur mantel bawah
Islandia hot spot oleh Wolfe et a1. (1997). Sumber yang paling mungkin dari plumes
mantel adalah bahan panas di lapisan batas termal di dasar mantel. Atau, jika
transisi fase pada kedalaman 660 km adalah batas yang secara fisik memisahkan
mantel atas dari mantel bagian bawah, maka plumes mantel atas bisa juga berasal di
kedalaman ini. Bab 11 akan dikhususkan untuk keterangan lebih lanjut mengenai hot
spot dan plumes mantel.
2.7 Kerak Benua
2.7.1 Komposisi
Seperti dijelaskan dalam bagian sebelumnya, pengembangan lempeng tektonik
melibatkan terutama cekungan laut. Namun sebagian besar dari data geologi
menyangkut benua. Tidak banyak bukti untuk lempeng tektonik di benua, dan ini
tentunya merupakan salah satu alasan mengapa sebagian besar ahli geologi tidak
menerima argumen yang mendukung pergeseran benua dan konveksi mantel
selama ini.
Pertanyaan 2.10: Bagaimana terbentuknya benua?
Gambar 2.26. Struktur seismik digambarkan plume bawah pusat Islandia (Wolfe et
al.,1997).
Untuk versi warna gambar ini, lihat bagian lempeng.
Batu-batu permukaan kerak benua yang jauh lebih tua dari batuan dari kerak
samudera. Mereka juga memiliki banyak komposisi silikat. Benua tidak hanya
mencakup wilayah di atas permukaan laut, tetapi juga margin kontinental. Sulit untuk
memberikan definisi mutlak pembagian antara samudera dan kerak benua. Dalam
kebanyakan kasus yang tepat untuk menentukan transisi terjadi pada kedalaman
lautan 3 km. Luas benua termasuk margin sekitar 1,9x10 8 km2. atau 37% dari
permukaan bumi. Schubert dan Sandwell (1989) telah memberikan perkiraan untuk
volume benua.
Batuan yang membentuk kerak benua, dalam jumlah besar, lebih banyak
silikat dan karena itu kurang padat dibandingkan batuan basaltik dari kerak
samudera. Perbedaan ini membuat gravitasi litosfer benua stabil dan mencegah dari
yang subduksi. Meskipun kerak benua tidak hancur oleh subduksi, dapat diolah
kembali secara tidak langsung oleh subduksi dari sedimen atau delaminasi.
Hal ini relatif mudah untuk memperkirakan komposisi kerak benua atas tetapi
sulit untuk memperkirakan komposisi kerak secara keseluruhan. Bukti langsung
untuk komposisi yang lebih rendah kerak benua berasal dari eksposur permukaan
tingkat tinggi metamorf batuan dan xenoliths kerak yang lebih rendah diangkut ke
permukaan dalam diatremes dan arus magma. Bukti tidak langsung untuk komposisi
yang lebih rendah kerak berasal dari perbandingan antara kecepatan seismik dan
penelitian laboratorium mineral yang relevan (Gao et al., 1998). Perkiraan komposisi
sebagian besar kerak benua diberikan dalam Tabel 2.1. Dalam Tabel 2.2 komposisi
rata-rata dari
Tabel 2.1 dibandingkan dengan komposisi basal khas. juga termasuk
1
2
Si02 61. 63.
Ti02 91.1 90.8
A120 16. 15.
FeO 76.9 46.1
3
MgO 3.5 3.1
CaO 3.4 4.2
Na20 2.2 3.4
K20 4.2 3.0
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata
57. 61. 62. 63. 63. 57. 63.2 59.
61.5
81.2
15.
27.6
5.6
7.5
3.0
2.0
0.8
15.7
6.4
3.7
5.5
3.3
2.5
90.8
15.
66.2
3.1
5.7
3.1
2.9
50.7
15.
65.5
3.2
6.0
3.4
2.3
80.7
16.
05.3
2.8
4.7
4.0
2.7
20.6
16.
14.9
2.8
4.7
4.2
2.1
30.9
15.
99.1
5.3
7.4
3.1
1.1
0.7
14.
85.6
3.1
4.6
5
3.2
6
2.3
9
10.7
15.
86.6
4.4
6.4
3.2
1.
4
9
Catatan: 1. Goldschmidt (1933), 2. Vinogradov (1962), 3. Pakiser dan Robinson
(1966), 4. Ronov dan Yaroshevsky (1969), 5. Belanda dan Lambert (1972) .6.
Smithson (1978), 7. Weaver dan Tamey (1984), 8. Taylor dan McLennan (1985), 9.
Shaw et al. (1986), 10. Rudnick dan Fountain (1995).
Tabel 2.2. Rata-rata Komposisi basal (Nockolds, 1954), Mean Komposisi
Continental Crust Dari Tabel 2.1, dan Mean Komposisi Arkean dan Post-Arkean
klastik Sedimen (Taylor dan Mcl.ennan, 1985, hal. 99)
Basalt
Average
Archean
Post-
Continental
Clastic
Archea
Crust
Sedimen
Clastic
Ah03
FeO
MgO
50.8
2.0
14.1
9.0
6.3
61.5
0.8
15.7
6.4
3.7
65.9
ts
0.6
14.9
6.4
3.6
70.4
Sediments
0.7
14.3
5.3
2.3
CaO
10.4
5.5
3.3
2.0
Na20
K20
2.2
0.8
3.3
2.5
2.9
2.2
1.8
3.0
Si02
Ti02
pada Tabel 2.2 adalah komposisi rata-rata yang sangat tua Archean (~2 + Gyr) dan
pasca-Arkean sedimen klastik. Perkiraan komposisi rata-rata kerak benua yang jelas
lebih mendasar (sedikit silikat) dari komposisi kerak benua atas, tetapi mereka tidak
mendekati komposisi basaltik. fakta bahwa kerak benua atas lebih banyak silikat dari
bawah kerak benua sesuai dengan hipotesis hasil peleburan untuk keaslian granit.
namun, jika satu-satunya mantel mencair bertanggung jawab untuk pembentuk kerak
benua basalt, maka komposisi rata-rata kerak benua harus basaltik. ini jelas tidak
terjadi. Ada juga beberapa bukti bahwa kerak benua telah menjadi lebih silikat seiring
waktu (Ronov, 1972). perubahan ini didukung oleh perbandingan antara sedimen
Arkean dan pasca-Arkean diberikan pada Tabel 2.2.
2.7.2 Delaminasi dan reclaying dari Benua
Pertanyaan 2.11: Apakah delaminasi mempunyai peran penting dalam reclaying
kerak benua dan litosfer?
Tidak ada bukti bahwa subduksi litosfer benua. Hal ini umumnya disebabkan oleh
daya apung dari kerak benua, yang menghasilkan litosfer benua yang gravitasinya
stabil. Namun, bagian mantel litosfer kontinental suffi secara efisien dingin dan padat
gravitasi menjaadi stabil. Jadi mungkin untuk bagian bawah litosfer benua, termasuk
kerak benua rendah, untuk delaminate dan tenggelam ke dalam mantel bagian
bawah. Ini adalah subduksi parsial. Delaminasi benua diusulkan dan dipelajari oleh
Bird (1978b, 1979) dan Bird dan Baumgardner (1981). Penulis ini menyatakankan
bahwa delaminasi terjadi di bawah zona tumbukan Himalaya dan Zagros dan juga
bertanggung jawab atas ketinggian Dataran Tinggi Colorado. Hildebrand dan
Bowring (1999) berpendapat mendukung delaminasi di zona collision. McKenzie dan
O'Nions (1983) telah menyarankan bahwa delaminasi terjadi pada island arc. Zona
kecepatan seismik yang tinggi ditemukan di bawah Transverse Ranges di California
oleh Humphreys dan Clayton (1990) dapat diartikan sebagai hasil dari delaminasi.
Struktur alpen juga dapat dikaitkan dengan delaminasi kerak dan litosfer (Butler,
1986; Laubscher, 1988). Sacks dan Secor (1990) telah menyarankan delaminasi
dalam zona collision benua. Delaminasi dapat dikaitkan dengan jenis magmatisme
tertentu (Kay Kay dan 1991, 1993).
Ada sejumlah daerah benua di mana litosfer mantel tidak ada. Salah satu
contoh adalah Amerika Serikat bagian barat. Kerak menggandakan seperti di Tibet
juga telah dikaitkan dengan tidak adanya litosfer mantel bawah Asia (Molnar dan
Tappoinnier, 1981). Plateau uplifts seperti Altiplano di Andes terkait dengan tidak
adanya litosfer mantel. Pada bagian Puna dari Altiplano ada bukti geokimia langsung
dukungan port yang delaminasi kerak benua yang lebih rendah (Kay Kay dan 1993).
Delaminasi adalah mekanisme yang efisien untuk menghilangkan litosfer benua misalnya, di barat ern Amerika Serikat. Mekanisme alternatif untuk menipis litosfer
termasuk perpindahan panas dari plume menimpa dan transportasi panas dengan
magma. Bekas proses mungkin sangat lambat (Emerman dan Turcotte, 1983) dan
yang terakhir satu membutuhkan volume magma yang sangat besar (Lachenbruch
dan Sass, 1978). Moore et al. (1998b) telah dimodelkan interaksi plume-litosfer di
Swell Hawaii dan telah menunjukkan bagaimana ketidaks tabilan drip tiga dimensi
dari litosfer yang lebih rendah dapat menyebabkan cepat (10 Myr skala waktu)
litosfer menipis oleh mantel plume.
Sebuah diketahui utama adalah apakah delaminasi termasuk kerak benua
rendah. Hal ini juga mencatat bahwa zona intracrustal lembut ada di zona orogenic
(Hadley dan Kanamori, 1977; Mueller, 1977; Eaton, 1980; Yeats, 1981; Turcotte et
al., 1984). adanya lapisan lembut pada kedalaman menengah dalam kerak dapat
dikaitkan dengan adanya kuarsa (Kirby dan McCormick, 1979). Delaminasi di zona
lemah ini intracrustal dapat menjelaskan decollements intracrustal di Pegunungan
Alpen (Oxburgh, 1972) dan di Appalachian Selatan (Masak et al., 1979).
Perkiraan langsung untuk tingkat daur ulang dari kerak benua di bumi telah
diberikan oleh beberapa penulis berdasarkan berbagai bidang penalaran. Amstrong
(1981) memberikan tingkat 2 ± 1 km3yr-1, DePaolo (1983) memberikan 2,5 ± 1,2 km 3
yr-1, Reymer dan Schubert (1984) memberikan 0.59 km 3yr-1, dan Turcotte (1989a)
memberikan 1,49 km3yr-1 . Angka ini sekitar 10% dari tingkat produksi kerak
samudera di Bumi, yaitu 17 ± 2 km3yr-l (Turcotte dan Schubert, 1982, hal. 166). Satusatunya mekanisme yang dapat mendaur ulang ini volume relatif besar kerak benua
adalah delaminasi kerak (Turcotte, 1989a, b).
Brid (1979) hipotesis bahwa delaminasi terjadi dengan cara seperti subduksi
sebagai urutan con lentur litosfer bawah décollement mirip dengan lentur dari litosfer
samudera arah laut dari oceanic trench. Namun, delaminasi jenis ini
mengakibatkan tanda
akan
gravitasi permukaan yang tidak diamati besar. Model lain
untuk delaminasi telah diberikan oleh Houseman et al. (1981), Houseman dan
Inggris (1986), dan Inggris dan Houseman (1986). Para penulis ini menganggap
litosfer benua sebagai cairan kental yang mengental di zona collision. Litosfer dingin
yang tebal gravitasi stabil dan tenggelam atau delaminated. Pari dan Peltier (1996)
mengusulkan bahwa mantel downwelling terjadi terus menerus di bawah benua.
Turcotte
(1983)
mengusulkan
mekanisme
alternatif
litosfer
berhenti
digambarkan
pada Gambar 2.27. soft mantel batuan menembus kerak benua di zona vulkanik;
tempat yang mungkin akan menjadi garis vulkanik yang berhubungan dengan zona
subduksi yang berdekatan dengan benua dan keretakan benua; penetrasi ini terjadi
pada tingkat pertengahan kerak di mana batu-batu memiliki reologi paling soft
(Gambar 2.27a). Akhirnya litosfer benua gagal sepanjang zona yang sudah ada
kelemahan (misalnya, kesalahan) (Gambar 2.27b). Blok dipisahkan dari litosfer
benua (termasuk rendah kerak) tenggelam ke dalam mantel dan digantikan oleh
panas batuan mantel astenosfer. Proses berhenti litosfer ini terus menjauh dari zona
vulkanisme awal.
Ada mekanisme lain dimana kerak benua dapat perbaiki ke dalam mantel
(McLennan, 1988). Beberapa berhubungan dengan zona subduksi. Sedimen dari
kerak benua melapisi kerak samudera yang sedang subduksi. Beberapa sedimen
tersebut tergores dalam ocear trench dan membentuk prisma akresi seperti yang
digambarkan pada Gambar 2.17, tetapi beberapa sedimen yang tertahan dalam
subduksi kerak samudera (Karig dan Kay, 1981). Ada juga beberapa bukti bahwa
subduksi litosfer dapat mengikis dan naik mengentrain beberapa kerak benua atas;
Namun, volume diperkirakan kecil. Juga beberapa bahan entrained yang subduksi
dikembalikan ke kerak di vulkanik island arc. Schubert dan Sandwell (1989) telah
menyarankan bahwa irisan kerak benua patah dari
Gambar 2.27. Delaminasi kerak benua dengan menghentikan proses litosfer. (a)
astenosfer menembus ke dalam kerak benua sepanjang garis vulkanik (VL)
berhubunang dengan zona subduksi. Kemudian membagi kerak di belakang garis
vulkanik sepanjang kerak (horisontal) kelemahan zona intra. (b) kerak benua yang
lebih rendah dan mantel litosfer di bawah astenosfer menembus melepaskan diri
sepanjang pre-existing fault (PZ) dan dilaminate.
benua dan terperangkap di dasar laut akan, jika cukup kecil, akan subduksi dengan
litosfer samudera.
Pembentukan 2.7.3 Pembentukan Kerak Benua
Pertanyaan 2.12: Bagaimana kerak benua terbentuk?
Bisa proses yang sedang diamati, yaitu, subduksi yang berhubungan dengan
vulkanisme dan continental rift atau vulkanisme hot spot, mengarah pada
pembentukan kerak benua, atau merupakan kerak benua pertama yang dibentuk
oleh proses di Arkean yang tidak lagi aktif? Sebuah pertanyaan yang berhubungan
adalah apakah pembentukan kerak benua kontinu atau episodik. Kendala utama
pada model untuk generasi kerak benua adalah komposisi silikat nya. Seperti
dibahas di atas, kerak memiliki komposisi rata-rata yang lebih silikat dari magma
yang dihasilkan dalam mantel saat ini. Salah satu hipotesis untuk pembentukan
kerak benua adalah bahwa silikat magma yang dihasilkan di dalam mantel di Arkean
dan magma ini bertanggung jawab untuk komposisi silikat dari kerak benua. Brown
(1977) mengemukakan bahwa penambahan silikat magma silikat langsung terutama
bertanggung jawab untuk pembentukan silikat kerak benua.
Sebuah hipotesis alternatif bagi generasi kerak benua telah diberikan oleh
Kay Kay dan (1988). Hipotesis terdiri dari tiga bagian: (1) basaltik vulkanisme dari
mantel yang terkait dengan volkanik island arc, perpecahan benua, dan hot spot
berpengaruh untuk pembentukan kerak benua. (2) Intracrustal mencair dan suhu
tinggi metamorfosis berpengaruh atas diferensiasi kerak sehingga lapisan atas
menjadi lebih silikat dan kerak menjadi lebih rendah di dasar. Dalam sebuah
makalah berjudul "Tidak ada air, tidak ada granit, tidak ada lautan, tidak ada benua,"
Campbell dan Taylor (1983) menyatakan bahwa magma basaltik dari mantel
diterobos ke dalam kerak benua basaltik dengan adanya air dapat menghasilkan
batuan granit yang berhubungan dengan kerak benua. (3) delaminasi dalam jumlah
besar litosfer benua termasuk mantel dan kerak yang lebih rendah mengembalikan
sebagian besar dari lebih dasar kerak untuk mantel yang lebih rendah. residu,
terutama terdiri dari lapisan atas, sehingga menjadi lebih silikat.
Dalam model ini, siklus dasar yang berpengaruh untuk evolusi kerak benua adalah
sebagai berikut. kerak samudera dibuat di pegunungan di tengah laut. Elemen yang
dipilih dari kerak benua ditambahkan ke kerak samudera dengan larutan dan
deposisi. Sebagai contoh, sedimen yang berasal dari continental coal kerak
samudera. Beberapa fraksi sedimen dan diubah kerak samudera yang menunjam di
ocean trench . Sisa sedimen dikembalikan ke kerak benua di akresi prisma.
Subduksi kerak samudera dan sedimen tersebut tertahan sebagian meleleh di
bawah gunung berapi busur kepulauan menginduksi pelelehan sebagian di atasnya
irisan mantel. Hasilnya adalah komposisi dekat-basaltik dengan elemen jejak dan
komposisi isotop terkontaminasi dengan tanda dari diubah kerak samudera dan
entrained sedimen kontinental. Island arc dapat berkontribusi untuk pembentukan
kerak benua, dalam dua cara. (1) Jika busur kepulauan berdiri di atas kerak
samudera, itu akan menghasilkan kerak tebal. Jika busur kepulauan ini kemudian
bertabrakan dengan benua, dapat menambah materi dalam bentuk terranes eksotis.
(2) Jika zona subduksi berdekatan dengan benua, maka zona subduksi dapat
menambahkan mantel magma yang diturunkan langsung ke kerak (Gambar 2.21).
Hal ini terjadi hari ini di Andes. Pentingnya proses busur kepulauan dalam
membentuk kerak benua telah dibahas secara rinci oleh Taylor dan Putih (1965),
Taylor (1967, 1977), Jakes dan Putih (1971), Jakes dan Taylor (1974), dan dan
Taylor dan McLennan (1985). Luapan, keretakan volkanik dan titik panas telah
menambahkan volume besar lapisan-asal magma yang diturunkan ke kerak benua.
McKenzie (1984a) berpendapat bahwa kerak benua secara terus-menerus tertekan
dibawah lempeng oleh magma yang meluas.
Hal ini diterima secara luas bahwa batuan silikat yang berhubungan dengan
benua yang dihasilkan ketika gangguan magma basaltik melebur sebagian atau lebih
batu silikat kerak benua lain dengan adanya air (Huppert dan Sparks, 1988; Luais
dan Hawkesworth, 1994). Untuk menghasilkan kerak benua yang memiliki komposisi
rata-rata yang lebih banyak silikat dari pada basal, perlu untuk menggeser batuan
dasar residual. Hal ini dilakukan oleh delaminasi kerak benua yang lebih rendah.
2.8 Pergerakan lempeng
Permukaan lempeng yang kaku untuk pendekatan pertama dan berada dalam
gerak relatif terhadap satu sama lain. Pergerakan relatif antara dua lempeng kaku
yang berdekatan dapat dijelaskan oleh teorema Euler. Teorema menyatakan bahwa
setiap garis pada permukaan bola dapat diterjemahkan ke posisi lain dan orientasi
pada bola dengan rotasi tunggal pada sumbu sesuai sumbu yang dipilih melewati
pusat bola. Dalam hal ini bumi berarti bahwa permukaan lempeng yang kaku bisa
digeser ke posisi baru dengan rotasi pada sumbu yang telah ditetapkan. Titik di
mana sumbu ini memotong permukaan bumi dikenal sebagai kutub rotasi. Hal ini
diilustrasikan pada Gambar 2.28, di mana lempeng B berputar berlawanan terhadap
lempeng A pada kecepatan sudut πœ” sekitar sumbu rotasi P. Segmen ridge terletak
pada garis bujur yang berasal dari tiang rotasi. Transform faults terletak pada
lingkaran kecil dengan pusat-pusatnya di kutub rotasi.
Gerakan relatif antara dua lempeng yang berdekatan benar-benar ditentukan
ketika lintang dan bujur kutub rotasi bersama-sama dengan kecepatan sudut rotasi
diberikan. Jumlah ini untuk model NUVEL-I DeMets et al. (1990) diberikan dalam
Tabel 2.3. Geometri lempeng yang terdahulu yang mana model ini didasarkan terdiri
dari 12 lempeng kaku diilustrasikan pada Gambar 2.29. Vektor rotasi lempeng juga
ditampilkan. Vektor rotasi fitting terbaik pada rotasi lempeng dalam model ini
diperoleh dengan menggunakan titik data 1.122 dari 22 batas lempeng.
Gambar 2.28. Ilustrasi Teorema Euler. Lempeng B bergerak berlawanan arah jarum jam
relatif terhadap lempeng A. Pergerakkannya ditentukan oleh kecepatan sudut πœ” disekitar
sumbu rotasi P. Garis sepasang adalah segmen ridge dan tanda panah menunjukkan arah
dari gerak transform faults.
data meliputi 277 penentuan tingkat penyebaran berdasarkan anomali magnetik.
Contoh dari profil magnetik untuk batas penyebaran antara Cocos dan lempeng
Pasifik diberikan pada gambar 2.30. Model NUVEL-l yang juga menggunakan 232
transform faults azimuths dan 724 vektor gelinciran gempa. Para penulis
menemukan bahwa vektor gelinciran gempa di palung laut secara sistematis
ketidakcocokan dimana kekonvergenannya adalah miring.
Revisi skala waktu geomagnetik mengharuskan beberapa kalibrasi ulang dari
model NUVEL-l gerakan lempeng dunia. Perubahan sebagian besar terdiri dalam
pengurangan kecepatan sudut. Model gerak lempeng yang direvisi disebut sebagai
NUVEL-IA (DeMets et al., 1994). Kecepatan sudut untuk model NUVEL-IA diberikan
dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Vektor Euler Pasangan Lempeng Berbagi Batas Berdasarkan
NUVEL-l Model DeMets et al. (1990) dan NUVEL-IA Model DeMets et al. (1994);
Lempeng Pertama Bergerak Melawan Relatif Terhadap Lempeng Kedua
Pasangan
Garis
Garis
πœ”.NUVEL-l πœ”. NUVEL-lA
lempeng
lintang bujur
(deg Myr-1)
EU-NA
62.4 135.8
0.22
0.21
AF-NA
78.8
38.3
0.25
0.24
AF-EU
21.0
-20.6
0.13
0.12
NA-SA
16.3
-58.1
0.15
0.15
AF-SA
62.3
-39.4
0.32
0.31
AN-SA
86.4
-40.7
0.27
0.26
NA-CA
-74.3
-26.1
0.11
0.10
CA-SA
50.0
-65.3
0.19
0.18
NA-PA
48.7
-78.2
0.78
0.75
CO-PA
36.8 -108.6
2.09
2.00
CO-NA
27.9 -120.7
1.42
1.36
CO-NZ
4.8 124.3
0.95
0.91
NZ-PA
27.9
-90.1
1.42
1.36
NZ-AN
40.5
-95.9
0.54
0.52
NZ-SA
56.0
-94.0
0.76
0.72
AN-PA
64.3
-84.0
0.91
0.87
PA-AU
-60.1 -178.3
1.12
1.07
EU-PA
61.1
-85.8
0.90
0.86
CO-CA
24.1 -119.4
1.37
1.31
NZ-CA
56.2 -104.6
0.58
0.55
AU-AN
13.2
38.2
0.68
0.65
AF-AN
5.6
-39.2
0.13
0.13
AU-AF
12.4
49.8
0.66
0.63
AU-IN
-5.6
77.1
0.31
0.30
IN-AF
23.6
28.5
0.43
0.41
AR-AF
24.1
24.0
0.42
0.40
IN-EU
24.4
17.7
0.53
0.51
AR-EU
24.6
13.7
0.52
0.50
AU-EU
15.1
40.5
0.72
0.69
IN-AR
3.0
91.5
0.03
0.03
Singkatan: PA, Pacific; NA. Amerika Utara; SA, Amerika Selatan; AF, Afrika; CO,
Cocos; NZ. Nazca; Uni Eropa, Eurasia; AN, Antartika; AR, Saudi; Di India; AU,
Australia; CA. Karibia. Lihat Gambar 2.1 dan 2.29 untuk geometri piring.
Gambar 2.29. 12 Lempeng kaku yang digunakan dalam NUVEL-l model DeMets et
al. (1990) yang akan ditampilkan. Vektor rotasi piring juga ditampilkan.
Gambar 2.30. Riwayat Cocos-Pacific magnet dari arsip National Geodetic Data
Center (NGDC). Enam profil ditampilkan dengan (setengah) tingkat menyebar dari
77 mm yr-1 sampai 125 mm yr-1. Profil sintetis untuk tingkat penyebaran 76 mm yr-1
dan 110 mm yr-I akan ditampilkan. Juga ditampilkan urutan pemutaran dan skala
waktu untuk tingkat penyebaran 11O mmyr-l.
Mengurangi kecepatan sudut sesuai dengan kecepatan lempeng disimpulkan dari
ruang pengukuran geodesi.
Besarnya kecepatan π‘ˆπ‘Ÿπ‘’π‘™ relatif antara lempeng
pada batas sembarang
adalah
Urel=ωa sin βˆ†
di mana a adalah jari-jari Bumi dan βˆ† adalah sudut di pusat bumi oleh sumbu rotasi
P dan titik A pada batas lempeng (Gambar 2.31a). Sudut βˆ† berkaitan dengan
colatitude Θ dan Bujur Timur ψ dari sumbu rotasi dan colatitude Θ dan bujur timur ψ
pada titik batas lempeng A oleh
cos βˆ†=cos Θ cos Σ¨^'+sin Θ sin Σ¨^' cos (ψ-ψ^')
Geometri ini diilustrasikan pada Gambar 2.31b, di mana s adalah busur permukaan
antara titik A dan P, dan O adalah pusat dari bumi. Dengan (2.8.1) dan (2.8.2)
seseorang dapat menemukan besarnya kecepatan relatif
antara dua lempeng
pada setiap titik di perbatasan
antara dua lempeng, setelah lintang dan bujur dari titik di
perbatasan telah ditetapkan. Sebagai contoh spesifik
mari kita menentukan besarnya kecepatan relatif di
seluruh patahan San Andreas di San Francisco ( 37,8
°N, 122 ° W). Kami berasumsi bahwa seluruh kecepatan
relatif antara rigid Pasifik dan lempeng Amerika Utara
ditampung pada patahan ini. Dari Model NUVEL-I (Tabel
2.3), kita menemukan 𝛩 = 41,3 ° dan πœ“ = -78,2 °. Karena
′
Σ¨ = 52,2 °
Gambar 2.31. (a) Geometri untuk menentukan besarnya
kecepatan relatif lempeng Urel pada titik A di perbatasan antara dua lempeng dalam
hal laju rotasi ω sekitar sumbu P. (b) Geometri untuk menentukan sudut antara titik
A pada lempeng dan sumbu rotasi.
dan ψ' = 238 °, kita teemukan dari (2.8.2) yang βˆ† = 33,7 °; dengan ω = 0,78 ° Myr-1
kita temukan dari (2.8.1) bahwa besarnya kecepatan relatif di seluruh patahan
adalah 48 mmyr-1.
Gerakan lempeng global menunjukkan bahwa oceanic crust baru sedang
dibuat di tambahan garis tepi sebesar 2,8 km 2 yr-1 (Parsons, 1981); karena
konservasi daerah lempeng, tingkat subduksi kerak samudera sangat dekat dengan
2,8 km2 yr-1. Sedikit perbedaan dapat diciptakan dengan perubahan di daerah benua
akibat tabrakan benua atau rifting benua.
Diskusi yang diberikan di atas menyiratkan bahwa lempeng adalah rigid. Ini
adalah pendekatan yang wajar pada waktu sesaat, tetapi sebagai lempeng
berkembang dalam waktu. Deformasi harus berlangsung pada bagian dalam
lempeng (Dewey, 1975; Gordon, 1998). Sebuah konfigurasi lempeng kaku dengan
batas-batas yang terdiri dari batas tepi akresi, zona subduksi, dan transform fault
tidak dapat berkembang dalam suatu waktu tanpa tumpang tindih dan berlubang.
Deformasi bagian dalam yang diperlukan umumnya ditampung oleh batas-batas
lempeng relatif luas. Amerika Serikat bagian barat adalah contohnya. Bagian dalam
lempeng deformasi terjadi terutama di benua yang "lebih lembut".
2.9 Gaya Dorong untuk Lempeng Tektonik
Gerakan lempeng permukaan yang dijelaskan dalam bagian terakhir. Kami sekarang
menunjukkan bahwa gerakan ini memberikan informasi tentang kekuatan yang
mendorong lempeng tektonik. Dasar pertanyaan yang kita tunjukan adalah :
Pertanyaan 2.13: Apa gaya yang mendorong lempeng tektonik?
Ada tiga kandidat utama untuk kekuatan yang mendorong lempeng tektonik. Ini
adalah
(i)
Slab pull. Litosfer subduksi dingin di palung laut lebih padat dari pada mantel panas
yang berdekatan dengan itu. Hasil apung negatif ini dalam kekuatan tubuh ke bawah.
Seperti yang telah kita bahas di atas, litosfer turun melekat pada pelat permukaan
yang berdekatan. Kekuatan tubuh yang dihasilkan pada pelat permukaan dikenal
sebagai slab tarik (Gambar 2.12).
(ii)
Ridge push. The pegunungan dasar laut yang ditinggikan di atas cekungan laut yang
berdekatan. Hal ini menghasilkan kekuatan tubuh mendorong segmen ridge yang
berdekatan terpisah. Gaya ini juga dikenal sebagai gravitasi geser (Gambar 2.12).
(iii)
Basal tractions. Jika aliran mantel bawah piring permukaan lebih cepat daripada
gerakan piring, mantel akan menyeret piring bersama; hasilnya adalah traksi basal
yang akan mendorong gerakan piring
Forsyth dan Uyeda (1975) merangkum statistik masa kini gerakan lempeng dan
hasilnya diberikan dalam Tabel 2.4. Tabel ini memberikan parameter setiap lempeng,
panjang batas lempeng ditempati oleh pegunungan dan parit, daerah lempeng, dan
kecepatan masing-masing lempeng. Berdasarkan ukuran dan kecepatan, lempeng
Pasifik saja mengandung lebih dari dua pertiga dari seluruh energi kinetik dari litosfer
relatif terhadap kerangka acuan hot spot. Bersama-sama, lempeng Pasifik dan India
mengandung lebih dari 90% dari energi kinetik litosfer, dan tiga lempeng besar yang
bergerak cepat, Pasifik, India dan Nazca, mengandung lebih dari 95% dari energi
kinetik dari piring, sementara menempati hanya sedikit lebih dari setengah dari luas
permukaan bumi.
Mengapa energi kinetik sehingga merata dipartisi antara lempeng? Penjelasan
parsial ditemukan pada Gambar 2.32, yang menunjukkan total luas lempeng,
lempeng daerah yang diduduki oleh benua, dan
Tabel 2.4. Ringkasan Mayor Lempeng Dimensi
lempeng
NA
SA
PA
AN
IN
AF
EU
NZ
CO
CA
PH
AR
Luas
(106 km2)
60
41
108
59
60
79
69
15
2.9
3.8
5.4
4.9
Luas
benua
(106 km2)
36
20
15
15
31
51
4.4
Rata-rata kecepatan
mutlak
(mm yr-1 )
11
13
80
17
61
21
7
76
86
24
64
42
Keliling
(102 km)
388
305
499
456
420
418
421
187
88
88
103
98
Panjang
Ridge Trench
(102 km)
146
12
87
5
152
124
208
124
91
230
10
90
76
53
40
25
41
30
-
Catatan : untuk singkatan lempeng, lihat tabel 2.3.PH. Lempeng Filipina
fraksi lempeng lingkaran ditempati oleh pegunungan dan parit dibandingkan
kecepatan lempeng untuk setiap lempeng (Forsyth dan Uyeda, 1975). Berdasarkan
pada gambar 2.32b dan d, kecepatan lempeng sensitif terhadap fraksi lempeng yang
ditempati oleh kerak benua dan panjang subduksi lempeng melekat pada lempeng.
Secara umum, benua
merupakan lempeng yang bergerak lambat, sedangkan
lempeng bergerak cepat terhubung ke turun lembaran. Seperti yang terlihat pada
Gambar 2.32d, panjang batas subduksi jelas membagi lempeng besar menjadi dua
kelompok : lempeng "energi yang mengandung" melekat subduksi lempeng dan
lempeng "-energi kekurangan" yang tidak lembaran subduksi utama.
Hubungan
ini menyiratkan bahwa trench pull adalah kekuatan pendorong
utama untuk gerakan lempeng, dan bahwa benua cenderung memperlambat
lempeng bawah, mungkin melalui peningkatan tarik basal. Sebaliknya, Gambar 2.32c
menunjukkan bahwa ridge tidak mengontrol kecepatan lempeng. Hal ini mengarah
pada kesimpulan bahwa gaya dorong ridge kecil dibandingkan dengan kekuatan
trench pull. Kesimpulan lebih lanjut dapat diambil dari fakta bahwa lempeng kecil
Nazca dan Cocos bersubduksi di sekitar tingkat yang sama seperti lempeng besar
Pasifik. Ini adalah bukti bahwa kekuatan basal traction di lempeng diabaikan karena
semua tiga lempeng adalah lempeng samudera. Kecepatan serupa pada subduksi
lempeng samudera ini diambil sebagai bukti bahwa gaya apung ke bawah pada
litosfer menurun hampir seimbang dengan resistensi kental dengan gerakan ke
bawah (Gambar 2.12). Ini hampir-seimbangan bertindak sebagai " velocity governor "
pada tingkat subduksi dan slab pull merupakan kekuatan kecil antara bawah badan
gaya gravitasi dan kekuatan tolakan kentalan. Kesimpulan ini mengenai kekuatan
yang mendorong lempeng umumnya telah dikonfirmasi oleh studi Jurdy dan
Stefanick (1991), yang menunjukkan bahwa distribusi tegangan pada lempeng
disimpulkan dari mekanisme fokus gempa dan sumber-sumber lain yang umumnya
konsisten dengan gambar ini.
Sebagaimana disebutkan di atas, lempeng benua bergerak lebih lambat dari
lempeng murni samudera. Sebuah pertanyaan penting adalah apakah hal ini
disebabkan kurangnya zona subduksi di lempeng "benua" atau karena tarikan basal
terkait dengan benua. Seperti yang akan kita bahas dalam Bab 3 dan 4, ketebalan
litosfer benua tetap menjadi subyek kontroversi. Jika litosfer benua memiliki
ketebalan '"' -'400km daripada '"' -'200km, tarikan basal akan diharapkan untuk
menjadi penting. Stoddard dan Abbott (1996)
telah membahas masalah ini dan telah menyimpulkan bahwa basal tractions benua
tidak penting.
Sebagian besar studi tentang kekuatan yang mendorong lempeng telah
menguji berbagai asumsi terhadap
Yangdisimpulkan
(misalnya,
kecepatan lempeng atau
Richardson
et
al.,
1979).
Bird
arah stres
(1998)
telah
menggunakan model global lateral lempeng heterogen reologi nonlinier dipisahkan
oleh kesalahan dengan gesekan rendah untuk uji hipotesis pada mekanisme piring
mengemudi terhadap kedua kecepatan piring dan tekanan. Dia menyimpulkan
bahwa model di mana lempeng bergerak ke mantel menolak dengan kecepatan yang
ditentukan oleh subduksi tidak memprediksi arah stres yang benar. Dia juga
menemukan bahwa model di mana kekuatan pendorong saja berasal dari perbedaan
elevasi antara naik dan parit dan keseimbangan dengan drag basal dan gesekan
kesalahan gagal untuk memprediksi kecepatan lempeng yang benar. Sebuah
penggabungan yang lebih baik dari prediksi model ke lempeng kecepatan dan stres
pengukuran terjadi untuk model di mana mantel memasok basal ke depan
Gambar 2.32. Statistik lempeng tektonik: (a) kecepatan lempeng dibandingkan
daerah; (b) kecepatan lempeng dibandingkan daerah benua; (c) kecepatan lempeng
dibandingkan persentase perimeter yang ridge; (d) kecepatan lempeng dibandingkan
persentase perimeter yang parit.
traksi untuk lempeng dengan benua, sedangkan lempeng samudera diabaikan
tractions geser basal. Model (1998) lempeng burung digabungkan dengan mantel
yang mendasari dengan cara buatan, yaitu melalui dikenakan kondisi batas yang
lebih rendah. Sebuah pemahaman lengkap tentang kekuatan yang mendorong piring
kemungkinan akan membutuhkan model digabungkan dan konsisten diri dari kedua
piring dan konveksi mantel, yaitu, model konveksi mantel multi-rheologi di mana
lempeng muncul secara alami sebagai bagian dari model
Kekakuan lempeng permukaan juga memiliki efek mendalam pada arus
konveksi di kedalaman. Seperti yang akan ditampilkan, konveksi termal cairan
isoviscous mengandung arus hanya permukaan poloidal terkait dengan sumber
cairan pada naik situs konveksi dan tenggelam cairan di daerah turun dari konveksi.
Dengan lempeng permukaan kaku gerak permukaan juga memiliki komponen
toroidal terdiri dari geser horisontal dan rotasi sumbu vertikal tentang lokal. Analisis
gerakan lempeng oleh Hager dan O'Connell (1978) menunjukkan
Gambar 2.33. Pola divergensi horizontal dan komponen radial dari vortisitas dalam
gerakan lempeng ini, dihitung dengan Dumoulin et al. (1998),
bahwa energi kinetik dari bagian toroidal (strike-slip gerak dan konvergensi miring)
dari gerakan lempeng ini hampir sama besar dengan energi di bagian poloidal
(normal menyebar dan konvergensi).
Pertanyaan 2.14: Bagaimana gerak toroidal dihasilkan dalam konveksi mantel?
Asal usul energi kinetik toroidal dan cara di mana konveksi mantel menyesuaikan
dengan adanya komponen ini energi kinetik adalah masalah utama yang belum
terpecahkan. Gambar 2.33 menunjukkan bidang lempeng divergence (konvergensi)
dan vortisitas radial dihitung dari gerakan lempeng ini dengan Dumoulin et al. (1998).
Divergensi positif dan negatif terkonsentrasi di pegunungan dan parit, masingmasing, seperti yang diharapkan. Vortisitas radial, ukuran gerakan geser dan
kepadatan energi toroidal, juga terkonsentrasi di sepanjang batas tepi lempeng,
bukannya luas didistribusikan di interiors. Lempeng ini menunjukkan bahwa gerak
toroidal dikaitkan dengan deformasi batas lempeng -
transformfault pada zona
subduksi miring – dari pada putaran lempeng secara keseluruhan. Jenis gerak
toroidal membutuhkan reologi sangat nonlinear pada batas lempeng, di mana energi
diambil dari gerakan poloidal, ditunjukkan dalam pola divergensi permukaan.
Pertanyaannya telah menjadi subyek dari banyak makalah (Gable et al, 1991;.
O'Connell et al, 1991;. Olson dan Bercovici, 1991; Ribe, 1992;. Lithgow-Bertelloni et
al, 1993; Bercovici, 1995a; Weinstein . 1998).
2.10 Siklus Wilson dan Ketergantungan Waktu Lempeng Tektonik
Wilson (1966) mengemukakan bahwa pergeseran benua adalah siklik. Secara
khusus ia mengusulkan bahwa lautan membuka dan menutup; ini sekarang dikenal
sebagai siklus Wilson dan didasarkan pada pembukaan dan penutupan Samudera
Atlantik. Siklus Wilson, dalam bentuk yang paling sederhana, diilustrasikan pada
Gambar 2.34.
Pertanyaan 2.15: Bagaimana margin lempeng accretional terbentuk?
Langkah pertama dalam siklus Wilson, diilustrasikan pada Gambar 2.34,
adalah pecahnya benua. Hal ini terjadi pada zona celah kontinental. Contohnya
adalah sistem Rift Afrika Timur dan graben Rio Grande. Ini mungkin atau mungkin
tidak pecah untuk membentuksamudra di masa depan. Aulacogens (persimpangan
tiga dengan tiga perpecahan terhubung pada sekitar 120 °) diyakini berperan penting
dalam inisiasi rifting dan pecahnya benua (Burke, 1977). Aulacogens berhubungan
dengan bengkaknya litosfer (Burke dan Dewey, 1973). Contoh dari gelombang
litosfer di benua adalah membengkaknya Ethiopia di Rift Afrika Timur. Contoh dari
persimpangan tiga di ujung selatan Laut Merah; tiga lengan adalah Laut Merah,
Teluk Aden, dan Rift Afrika Timur. Ketika benua terbuka, dua dari perpecahan
terpisah dan menjadi bagian dari lautan. Keretakan ketiga dibatalkan dan dikenal
sebagai "gagal" lengan. Contoh lengan gagal terkait dengan pembukaan Samudra
Atlantik adalah St Lawrence Lembah Sungai Rift dan Niger Rift di Afrika.
Perpecahan kontinental adalah kegagalan tensional dari litosfer benua. Kedua
mekanisme aktif dan pasif untuk rifting benua telah diusulkan (Turcotte dan
Emerman, 1983). Mekanisme pasif berhipotesis bahwa litosfer benua gagal dalam
tekanan tensional yang disebarkan melalui litosfer elastis oleh batas tepi lempeng
seperti trench pull. Dalam mekanisme ini vulkanisme dan pengangkatan terkait
dengan rifting adalah proses sekunder. Mekanisme aktif berhipotesis bahwa mantel
mengenai dasar litosfer benua menyebabkan vulkanik dan pengangkatan. Dalam
mekanisme ini kegagalan tensional litosfer adalah proses sekunder.
Langkah kedua dalam siklus Wilson adalah pembukaan laut diilustrasikan
pada Gambar 2.34. Keretakan lembah membagi terpisah dan kerak samudera
terbentuk pada batas lempeng accretional. Laut Merah adalah contoh dari tahap
awal pembukaan laut, sedangkan Samudera Atlantik adalah contoh dari tahap
matang. Bbatas tepi lautan pembukaan dikenal sebagai tepi benua pasif berbeda
dengan tepi benua aktif, di mana subduksi terjadi.
Gambar 2.34. Ilustrasi siklus Wilson. (a) Inisiasi laut baru di zona celah kontinental.
(b) Pembukaan laut. am – batas tepi accretional. (c) Inisiasi subduksi. sz - zona
subduksi, garis vulkanik vl-. (d) Ridge subduksi. (e) Tabrakan benua. suz - zona
jahitan.
Pertanyaan 2.16: Bagaimana zona subduksi terbentuk ?
Langkah ketiga dalam siklus Wilson adalah inisiasi subduksi (Gambar 2.34).
Sebuah tepian benua pasif adalah situs favorit untuk inisiasi subduksi karena sudah
zona kelemahan dibentuk selama rifting. Perbedaan penurunan antara penuaan
dasar laut dan litosfer benua menyediakan sumber stres. Sumber lain dari stres
adalah beban gravitasi oleh sedimen benua disimpan di batas tepi pasif (Cloetingh et
al, 1984, 1989;. Erickson, 1993; Erickson dan Arkani-Hamed, 1993).
Beberapa mekanisme telah diusulkan untuk inisiasi sebenarnya subduksi.
McKenzie (1977b) mengusulkan kegagalan litosfer di bawah tekanan kompresi.
Thrust faulting di tepian benua mengarah ke downthrusting dari litosfer samudera di
bawah batas tepi nental Conti dan inisiasi subduksi. Turcotte et al. (1977), Kemp dan
Stevenson (1996), dan Schubert dan Zhang (1997) telah mengusulkan kegagalan
litosfer di bawah sepuluh sion dan tenggelam dari litosfer samudera untuk
menghasilkan zona subduksi. Faccenna et al. (1999) telah membahas inisiasi
subduksi di margin pasif. Mueller dan Phillips (1991) menyatakan bahwa dalam
beberapa kasus penciptaan zona subduksi baru bisa dipicu oleh subduksi dari
punggungan aseismic dengan tebal dan ringan kerak samudera pada parit yang ada
menyebabkan penghentian subduksi lebih lanjut ada. Casey dan Dewey (1984) telah
mengusulkan mekanisme kompleks untuk inisiasi subduksi yang melibatkan segmen
punggungan accretional dan mengubah kesalahan ketika pergeseran
arah
penyebaran (lihat juga Toth dan Gurnis, 1998).
Langkah keempat dalam siklus Wilson, diilustrasikan pada Gambar 2.34,
adalah ridge subduksi. Jika kecepatan subduksi lebih besar dari kecepatan dasar
laut menyebar, laut akan menutup dan akhirnya margin lempeng accretional akan
subduksi. Sejumlah penulis telah mempertimbangkan konsekuensi termal ridge
subduksi dan telah memeriksa catatan geologi untuk efek pada vulkanisme zona
subduksi dan morfologi (DeLong et al., 1978, 1979 ~ Hsui, 1981). Ridge subduksi
memainkan peran penting dalam evolusi geologi baru-baru Amerika Serikat bagian
barat dan dalam pengembangan sistem sesar San Andreas (Atwater, 1970).
Tahap kelima dan terakhir dalam siklus Wilson, diilustrasikan pada Gambar
2.34, adalah tabrakan benua yang terjadi ketika lautan menutup. Ini mengakhiri
siklus Wilson. Tabrakan benua adalah salah satu mekanisme utama untuk membuat
pegunungan di benua; yang lain adalah subduksi (Dewey dan Bird, 1970). Himalaya
dan pegunungan Alpen adalah contoh ikatan gunung yang disebabkan oleh tabrakan
benua, dan Andes adalah ikatan gunung yang berhubungan dengan subduksi. Batas
antara dua lempeng dalam zona tabrakan dikenal sebagai zona jahitan (Burke et al,
1977;. Dewey, 1977). Himalaya adalah hasil dari tabrakan benua antara benua India
dan Asia. Tabrakan ini terjadi sekitar 45 Ma lalu dan masih berlangsung hingga
sekarang. Tabrakan awal mengakibatkan reorganisasi global utama dari gerakan
lempeng yang didokumentasikan oleh bengkokan dalam rantai gunung bawah laut
Hawaiian-Emperor dilihat pada Gambar 2.6 dan 2.7.
Banyak model telah diusulkan untuk deformasi yang mengakibatkan
ketinggian Himalaya dan Plateau Tibet. Sebuah model “snowplow” telah diusulkan
(Inggris dan Houseman, 1986). Yang lainnya adalah model "flake tectonic"
(Oxburgh, 1972) di mana bagian atas kerak benua Asia menimpa kerak benua India,
lebih rendah dari kerak Asia dan mantel yang telah terkelupas sebelumnya. Model
tambahan telah diusulkan oleh Molnar dan Tappoinnier (1975, 1978) di mana India
bertindak sebagai "indentor" yang telah mendorong kerak Asia arah timur ke Asia
Tenggara. Lenardic dan Kuala (1995a) menentang model "snowplow" dan
mendukung penghapusan tertunda dari penebalan litosfer. Bahkan, deformasi aktual
yang terkait dengan tabrakan benua mungkin beberapa kombinasi kompleks dari
semua model ini.
Ada bukti bahwa proses lempeng tektonik yang siklik dan berkorelasi dengan
siklus Wilson. Buktinya, meliputi variasi permukaan laut, dalam rasio isotop strontium
air laut, dan vulkanik benua yang berhubungan dengan subduksi kerak benua, telah
diringkas oleh Worsley et al. (1984), Nicolaysen (1985), Veevers (1989), dan Unrug
(1992). Kartun ringkasan diberikan oleh Veevers (1989), sebagian direproduksi pada
Gambar 2.35, menunjukkan variabilitas siklik dalam Paleozoic pada catatan geologi
baru-baru ini. Tingkat kerak subduksi dan produksi magma meningkat selama masa
penyebaran benua dan menurun selama masa agregasi benua; hal ini ditunjukkan
dengan korelasi keadaan rendah permukaan laut dan tersirat Volume ridge rendah.
Minimal tingkat produksi granit benua di Amerika Utara (Amerika Selatan mirip) pada
masa Pangea juga telah mencatat (Gambar 2.35).
Gambar 2.35. Ilustrasi siklus lempeng tektonik (setelah Veevers, 1989). I. Umur
sebelum zaman sekarang dan waktu geologi. II. Tingkat dudukan dari batuan granit
di Amerika Utara. III. Polaritas kumulatif dari medan magnet bumi; N normal dan R
terbalik. IV. Periode glasiasi. V.Variasi muka air laut . Tinggi permukaan laut sesuai
dengan tingginya tingkat dasar laut yang menyebar, yang sesuai dengan tingginya
tingkat subduksi dan produksi batu granit. VI. Ilustrasi peleburan dan penyebaran
blok benua. VII. Jumlah benua n.
Periode 500-440 Ma (Ordovician) menampilkan pecahnya superbenua
Vendian. Ini adalah waktu dari tinggi muka air laut, pulau vulkanik yang luas, dan
besar tekanan kompresi dan tensional di kerak benua. Periode 380-340 Ma (akhir
Devon untuk menurunkan Carboniferous) adalah masa koalesensi benua dan
tabrakan antara blok benua besar. Permukaan laut dan tingkat penyebaran laut yang
menurun dan deformasi dikaitkan dengan tabrakan besar selama periode ini. Interval
340-260 Ma (atas Carboniferous ke Permian) mewakili puncak benua koalesensi.
Ada tabrakan blok benua besar dan menyapu blok kecil. Sebagian besar superbenua
tumbuh dikelilingi oleh zona subduksi. Permukaan laut menjatuhkan dan ada daerah
dari relief benua tinggi yang terkait dengan tabrakan benua. Selama periode 260-225
Myr sebelum sekarang (akhir Permian ke Triassic) superbenua Pangea berada di
ukuran maksimumnya. tingkat penyebaran lantai samudra dan subduksi mencapai
tingkat terendah, permukaan laut rendah, dan kerak samudera relatif tua. Selama ini
bukti yang jelas untuk periode subduksi hilang bersama batas tepi Pangean.
Pecahnya Pangea dimulai pada awal Trias dan dilanjutkan terus ke Jurassic
dan Cretaceous. Seperti yang ditekankan oleh Veevers (1989), periode ini ditandai
dengan luapan basal. Larson dan Olson (1991) telah menunjukkan bahwa produksi
laut dataran tinggi terjadi selama Cretaceous. Seperti menyebar di cekungan laut
reinitiated, zona subduksi muncul di busur laut dan sepanjang tepi benua. Luapan
basal benua, yang asal mulanya bisa tersebar di sebagian daerah cair dari upwelling
dekat permukaan (Richards et al., 1989), dikaitkan dengan pemisahan benua (Burke
dan Dewey, 1973). Posisi berkorelasi dengan posisi Pangea pada saat
pemisahannya (Anderson, 1982; Ashwal dan Burke, 1989). Diimbangi lonjakan
kedua kelautan dan benua jenis busur yang sering terjadi. Sejumlah terranes kecil
dapat diakui dalam catatan geologi dan deformasi yang terkait dengan lempeng yang
sangat aktif adalah hal biasa. Dudukan tinggi permukaan laut selama Cretaceous
didokumentasikan dengan baik dan dapat dikaitkan dengan volume punggungan dan
besar fluks lempeng tektonik yaitu, tingkat wilayah pembentukan lempeng (Hays dan
Pitman, 1973). Periode ini tidak hanya bertepatan dengan puncak dalam
pembentukan laut dataran tinggi, juga bertepatan dengan magnet polaritas
superchron Cretaceous, menunjukkan asosiasi dengan inti juga (Larson dan Olson,
1991).
Gambar 2.36. Global aliran panas Q sebagai fungsi dari waktu sebelum dan
sekarang untuk 500 juta tahun lalu. Kurva padat - kehilangan panas disimpulkan dari
variasi permukaan laut. Garis putus-putus - kehilangan panas berdasarkan
peluruhan unsur-unsur radioaktif dan pendinginan sekuler.
Fluktuasi permukaan laut selama waktu geologi telah digunakan untuk
menyimpulkan variasi dalam aliran panas Q bumi global (Hallam, 1977, 1992;
Turcotte dan Burke, 1978), seperti yang ditunjukkan oleh kurva padat pada gambar
2.36. Garis putus-putus adalah aliran panas yang diharapkan dari peluruhan unsur
radioaktif dan pendinginan sekuler Bumi. Siklus lempeng tektonik, sebagaimana
dinyatakan dalam variasi permukaan laut, terkait dengan sekitar fluktuasi 30% aliran
panas global. Karena subduksi litosfer samudera dingin menempati sekitar 80% lebih
dari kehilangan panas dari bagian dalam bumi, variasi fluks lempeng dapat
memengaruhi (atau dipengaruhi) suhu mantel dan dinamika sebagai berikut (Gambar
2.37) :
(I)
Ketika benua tersebar, fluks lempeng tinggi sehingga permukaan laut tinggi, air laut
87Sr/
86Sr
rendah, dan tipe Andean vulkanisme luas. Tinggi fluks lempeng
mendinginkan mantel dan dapat menghambat pembentukan plume dengan
menggantikan material yang relatif dingin pada inti-mantel batas,
kemungkinan
pembentukan plume. Hasil akhirnya adalah pengurangan fluks plume mantel.
(II)
Terpisahnya
benua dapat dikaitkan dengan fluks plume tinggi. Dengan fluks ini
tingkat fluks pada pemisahan benua menurun. Karena kinematika sederhana benua
tersebar bergabung membentuk sebuah superbenua. Konsekuensi dari tabrakan
benua yang dihasilkan dan penurunan jumlah lautan adalah pengurangan fluks
lempeng.
(III)
Dengan superkontinen tunggal dan lempeng fluks rendah, mantel memanas karena
peluruhan isotop radioaktif. Kenaikan temperatur mantel dan pemanasan dekat batas
inti-mantel menyebabkan peningkatan fluks dan pecahnya superbenua (Yale dan
Carpenter, 1998).
Gambar 2.37. Sebuah skenario untuk lempeng tektonik selama 500 juta tahun lalu.
(IV)
Siklus berulang.
Pertanyaan 2.17: Apakah variabilitas temporal lempeng tektonik stokastik atau itu
didorong oleh episodicity dalam konveksi mantel?
Beberapa penjelasan yang masuk akal untuk variabilitas temporal lempeng
tektonik telah maju, termasuk yang baru saja dijelaskan. Penjelasan kedua
adalah bahwa itu benar-benar stochastic dan berhubungan dengan tabrakan
benua dan plume secara acak (Duncan dan Turcotte, 1994). Penjelasan ketiga
adalah bahwa konveksi mantel menunjukkan periodisitas palsu atau episodicity
mungkin terkait dengan robohnya mantel yang menghasilkan permukaan
peristiwa orogenic (Stein dan Hofmann, 1994; Condie, 1998). Semua ini
diusulkan karena sangat spekulatif, dan terdapat sedikit pengamatan penting
yang dapat digunakan untuk mengujinya. Tapi setidaknya kita dapat mengatakan
bahwa variabilitas temporal lempeng tektonik sepenuhnya diharapkan atas dasar
teoritis, karena konveksi di dalam mantel yang mendorong lempeng tektonik tidak
diragukan lagi tergantung waktu. Sifat ketergantungan waktu dalam konveksi
mantel adalah penyebab yang mendasarinya dan konsekuensinya bagi sejarah
termal dan tektonik bumi dibahas dalam Bab 10 dan 13.
Referensi
Abers, G., Relationship betweens hallow-and intermediate-depth seismicity in the
eastern Aleutian subduction Zone,Geophys. Res. Lett., 19, 2019-2022, 1992.
Abets,G., Plate structure and the origin of double seismic zones, in Subduction: Top
to Bottom,Geophysical Monograph 96, 223-228, 1996.
Caldwell, J.G., Haxby, W.F., Karig, D.E. & Turcotte, D.L., 1976. On the applicability
of a universal elastic trench profile, Earth planet. Sci. Lett., 31, 239–246.
Christensen, U. R., and D. A. Yuen, Layered convection induced by phase
transitions, J. Geouhvs. Res., 90, 10.291-10,300,1985.
DeMets, C., R. G. Gordon, D. F. Argus, and S. Stein (1994), Effect of recent
revisions to the geomagnetic reversal time scale on estimates of current
plate motions, Geophys. Res. Let. 21, 2191–2194.
Engdahl,
E. R., R. van der Hilst, and R. Buland (1998), Global teleseismic
earthquake relocation with improved travel times and procedures for
depth determination, Bull. Seis. Soc. Am. 88, 722–743.
EngdahlE, .R.a ndC . H. Scholz, A Double Benioff Zone beneath the Central
Aleutians: an Unbending of the Lithosphere, Geophys. Res. Lett., 4, 473-476,
1977.
Forsyth, D.W. and Uyeda, S. (1975). On the relative importance of the driving forces
of plate motion. Geophysical Journal of the Royal Astronomical Society 43(1):
163-200.
Gorbatov, A., G. Sufirez, V. Kostoglodov, and E. Gordeev, A double-planed seismic
zone in Kamchatka from local and teleseismic data, Geophys. Res. Lett., 21,
1675-1678,1 994.
Hasegawa,A ., N. Umino, and A. Takagi, Double-planned deep seismic zone and
upper-mantle structure in the north-eastern Japan arc, Geophys.J. R. Astr.
Soc.,54, 281-296, 1978.
Hasegawa, A ., N. Umino, and A. Takagi, Double-planned deep seismic zone and
upper-mantle structure in the north-eastern Japan arc, Geophys. J. R. Astr.
Soc.,54, 281-296, 1978.
Isacks, B. & Molnar, P. 1971. Distribution of stresses in the descending lithosphere
from a global survey of focal mechanism solutions of mantle earthquakes.
Rev. Geophys. Space Phys. 9, 103-74.
Isacks, B. L., J. Oliver, and L. R. Sykes (1968), Seismology and the new
global tectonics, J. Geophys. Res. 73, 5855–5899.
Kao, H. and W.-P. Chen, The double seismic zone in Kuril-Kamchatka: The tale of
two overlapping single seismic zones, J. Geophys. Res., 99, 6913-6930, 1994.
Kanamori, H., D. L. Anderson, and T. H. Heaton, Frictional melting during the rupture
of the 1994 Bolivian earthquake, Science, 279, 839 – 842, 1998.
Kawakatsu, H., Downdip tensional earthquakes beneath the Tonga arc: A double
seismic zone, J. Geophys. Res., 91, 6432–6440, 1986.
Kawakatsu,H ., Double seismicz ones:k inematicsd, . GeophysR. es.,91,4811-4825,
1986.
Levitt, D.A. & Sandwell, D.T., 1995. Lithospheric bending at subduction zones based
on depth soundings and satellite gravity, J. geophys. Res., 100, 379–400.
McAdoo, D.C., Caldwell, J.G. & Turcotte, D.L., 1978. On the elasticperfectly plastic
bending of the lithosphere under generalized loading with application to the
Kuril Trench, Geophys. J. R. astr. Soc., 54, 11–26.
McKenzie, D P and W J Morgan. 1969. Evolution of triple junctions. Nature. 224.
125-133.
McKenzie, d. 1977. The initiation of trenches: a finite amplitude instability. In M.
Talwani & W. C. Pitman (Eds), Island Arcs, Deep Sea Trenches, and Back-Arc
Basin (vol. III, p. 57-62). Washington, DC.: Am. Geophys. Union.
Morgan, W. J. (1968), Rises, trenches, great faults, and crustal blocks, J.
Geophys. Res. 73, 1959–1982.
Muller, R. D., W. R. Roest, J. Y. Royer, L. M. Gahagan, and others (1997),
Digital isochrons of the world’s ocean floor, J. Geophys. Res. 102, 3211–
3214.
Orowan, E. 1965. Convection in a non-Newtonian mantle, continental drift,
and mountain building. Phil. Trans. Ray. Soc. Lond. A 258, 284-313.
Oxburgh, E.R., and D.L. turcotte, Thermal gradients and regional metamorphism in
overthrust terrains with special reference to the Eastern Alps, Schweiz.
Mineral. Petrogr. Mitt., 54, 641-662, 1974.
Pollack, H. N., Hurter, S. J., & Johnson, J. R. 1993. Heat flow from the Earth’s
interior: Analysis of the global data set. Rev. Geophys., 31, 267-280.
Ringwood, A. E. 1977. Petrogenesis in islan arc system. In Talwani, M. &
Pitman, W. C. III (eds) Island Arcs, Deep Sea Trenches and Back-arc
Basins. Maurice Ewing Series I, pp. 311-24. American Geophysical
Union, Washington, DC.
Samowitz, I. R., and D. W. Forsyth, Double seismic zone beneath the Mariana island
arc, J. Geophys. Res., 86, 7013– 7021, 1981.
Sandwell, D. T., & Smith, H. W. F. 1997. Marine gravity anomalies from
GEOSAT and ERS-1 satellite altimetry. J. Geophys. Res., 102, 1003910054.
Schubert, G., D. A. Yuen, and D. L. Turcotte, Role of phase transition in a dynamic
mantle. Geophsy. J. R. Astron. Soc., 42, 203-735, 1975.
Tatsumi, Y., and Eggins, S., 1995, Subduction zone magmatism: Boston, Blackwell
Science, 211 p.
Taylor, S.R. and McLennan, S.M. (1985). The Continental Crust; Its composition and
evolution; an examination of the geochemical record preserved in sedimentary
rocks. Blackwell, Oxford. 312.
Toksoz, M.N., Mineral, and B.R. Julian, Temperature fields and geophysical effects
of a downgoing slab, J. Geophy. Res., 76, 1113-1138,1971.
Schmid, S. M., O. A. Pfiffner, G. Schönborn, N. Froitzheim, and E. Kissling
(1997), Integrated cross section and tectonic evolution of the Alps along
the eastern traverse, in Deep Structure of the Swiss Alps: Results of NRP
20, O. A. Pfiffner, P. Lehner, P. Heitzmann, S. Mueller, and A. Steck,
eds., pp. 289–304 (Birkhäuser, Cambridge, Mass.).
Turcotte, D. L. & Oxburgh, E. R. 1978. Intra-plate volcanism. Phil. Trans. Roy. Soc.
Lond. A 288, 561-79.
Wilson, J. T. (1966), Did the Atlantic close and then reopen? Nature 211,
676–681.
Yamaoka, K., Fukao, Y, and Kumuzawa, M., 1986. Spherical shell twctonics: effects
of sphericity and inextensibility on the geometry of the descending lithosphere.
Rev. Geophys., 24:27-53
Download