PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TELAH GO PUBLIC DI BEI EKA SEFIANA Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma Agensi teori mengakibatkan hubungan yang asimetri antara pemili k dan pengelolaUntuk menghindari terjadi hubungan yang asimetri tersebut dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep Good Corporate Governance yang bertujuan menjadikan perusahaan menjadi lebih baik dan sehat dengan keempat prinsipnya yaitu transparency, accountability, fairness, dan responsibility. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh penerapan corporate governance yang diukur dengan proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap tindakan manajemen laba yang yang dihitung dengan menggunakan discretionary accruals model Jones. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang perbankan yang telah go public di BEI pada tahun 2007 -2008. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mengg unakan purposive sampling. Dengan metode tersebut diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 54 perusahaan perbankan dari 27 perusahaan perbankan tiap tahunnya. Dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda, hasil dari penelitian ini bahwa variabel independen terbukti tidak berpengaruh untuk mengurangi tindakan manajemen laba. Hal ini dikarenakan penerapan corporate governance masih terbilang baru di Indonesia jadi tujuannya belum secara efektif dapat dirasakan. Selain itu, penerapan GCG sudah mulai banyak diterapkan dalam dunia usaha namun pelaksanaanya masih belum dapat terpenuhi secara baik. Kata kunci : perbankan, corporate governance, manajemen laba I. PENDAHULUAN Penerapan corporate governance didasarkan pada teori agensi. Teori agensi dapat dijelaskan dengan hubungan antara manajemen dengan pemilik. Manajemen sebagai agen, secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontra k. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Irfan, 2002) sehingga munculah informasi asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) yang dapat memberikan kesempatan kepada manajer 1 untuk melakukan manajemen laba ( earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasa n yang efektif oleh pihak-pihak yang berkaitan dalam pengelolaan perusahaan. Salah satu pihak yang merupakan bagian terpenting dari terlaksananya konsep GCG ini adalah dewan komisaris yang terdiri dari komisaris independen. Dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan (Egon dalam FCGI, 2008) karena dewan komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen, sedangkan manajemen bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, sehingga dewan komisaris dapat menga wasi segala tindakan manajemen dalam mengelola perusahaan termasuk kemungkinan manajemen melakukan earnings management atau manjemen laba. Saat ini telah banyak penelitian mengenai efektifitas good corporate governance dan pengaruhnya terhadap manjemen la ba, antara lain: Hastuti (2005), Ujiyantho dan Pramuka (2007), Isnanta (2008), Mintara (2008). Hasil yang diungkapkan pun berbeda -beda, antara lain: menurut Ujiyantho dan Pramuka (2007) mengungkapkan bahwa keberadaan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba artinya keberadaan komisaris independen pada dewan komisaris akan mengurangi tindakan manajemen laba. Namun pendapat tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isnanta (2008) dan Mintara (2008) bahwa keberadaan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba dikarenakan penerapan corporate governance baru dirasakan dampaknya dalam waktu yang panjang, setelah semua aturan dilaksanakan sesuai mekanisme yang ada. Dalam penyesuaian ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga belum terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Menurut Hastuti (2005) bahwa perusahaan sebagaian besar melakukan manajemen laba melalui income decreasing. Hal ini diduga dilakukan untuk kepentingan pengh indaran pajak. Beberapa penelitian di atas merupakan penelitian terhadap perusahaan -perusahaan yang listing di BEJ selain sektor perbankan. Oleh karena itu, perlu suatu penelitian tentang efektifitas corporate governance pada industri perbankan karena indu stri perbankan memerlukan perhatian tersendiri, karena karakteristik dan kompleksitas industri perbankan yang berbeda dengan sektor lain (Effendi, 2009). Karakterisitk yang membedakan sektor perbankan dengan sektor lainnya adalah (Susilo dan Simarmata, 200 7) perbankan sebagai lembaga intermediasi di bidang keuangan yang dalam menjalankan usahanya menghadapi berbagai macam risiko usaha dan kegagalan kegiatan perbankan mempunyai pengaruh luas terhadap sektor ekonomi lainnya, baik makro maupun mikro, selain it u sebagai industri jasa, bank harus dapat memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu, sektor perbankan menjadi sektor yang highly regulated yang mempunyai lembaga otoritas perbankan yang secara khusus melakukan pengawasan dan p embinaan. Hal lain yang menjadi karakteristik perbankan adalah etika dan kehati -hatian yang merupakan aspek sangat penting bagi suatu bank. Kebutuhan untuk menerapkan prinsip GCG adalah bagian penting dalam setiap transaksi perbankan. Bank Indonesia selaku regulator lembaga perbankan telah mengeluarkan banyak peraturan yang terkait lang sung dengan upaya penerapan GCG salah satunya adalah dengan mengeluarkan peraturan No. 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 2 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum yang selanjutnya diubah dengan Peraturan No. 8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum (FCGI, 2008). Oleh karena itu, konsep good corporate governance diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memonitor kinerja bank dan untuk membe rikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanamkannya. Atas dasar uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan yang telah Go Public di BEI”. II. 2.1 KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Proporsi Komisaris Independen dan Manajemen Laba Fama dan Jensen (1983) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance . Beasley (1996) dalam Isnanta (2008) menyarankan bahwa masuknya dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan efektivitas dewan tersebut dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitiannya juga melaporkan bahwa komposisi dewan komisaris lebih penting untuk mengurangi terjadinya kecurangan pelaporan keuangan, daripada kehadiran komite audit. Analisis lain dalam penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik komisaris yang berasal dari luar perusahaan (outsider director) juga berpengaruh terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan. D alam penelitian rumusan hipotesi s yang akan diajukan sebagai berikut: H1 : Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba 2.2 Ukuran Dewan Komisaris dan Manajemen L aba Penelitian mengenai ukuran dewan komisaris telah dilakukan diantaranya adalah oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007) yang mengambil sampel pe rusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEJ selama tahun 2002 -2004, menguji pengaruh keberadaan dewan komisaris terhadap manajemen laba. Ujiyantho dan Pramuka mengemukakan bahwa jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena besar kecilnya dewan komisaris bukanlah menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan. Akan tetapi efektivitas mek anisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan kepercayaan yang diterima dalam suatu organisasi serta peran dewan komisaris dalam aktivitas pengendalian (monitoring) terhadap manajemen. Namun hasil penelitian Ujiyantho dan Pramuka tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setyawan (2007), berdasarkan hasil penelitian mereka bahwa makin banyaknya dewan komisaris dalam perusahaan berhasil mengurangi manajemen laba yang terjadi. Hal ini menunjukan bahwa komisaris independen telah 3 efektif dalam menjalankan tanggungjawabnya mengawasi kualitas pelaporan keuangan demi membatasi manajemen laba di perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena dengan makin banyak anggota komisaris independen maka proses pengawasan yang dilakukan dewan ini makin berkualitas dengan makin banyaknya pihak independen dalam perusahaan yang menuntut adanya transpa ransi dalam pelaporan keuangan perusahaan. Oleh karena itu hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: H2 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap manajamen laba 2.3 Keberadaan Komite Audit dan Manajemen Laba Berdasarkan peraturan BI No. 8/4/PBI/2006 menyatakan tentang tugas komite audit adalah melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit serta pemantauan atas tindak lanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan proses pelaporan keuangan. Wedari (2004) menguji pengaruh interaksi antara dewan komisaris dan komite audit terhadap praktik manajemen laba. Dengan menggunakan sampel perusahaan non finansial yang listing di BEJ untuk tahun 1994 hingga 2002, Wedari menunjukkan interaksi dewan komisaris dengan komite audit justru berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian Veronica dan Utama (2005) menguji pengaruh keberadaan komite audit dalam perusahaan terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut melaporkan bahwa variabel keberadaan komite audit tidak b erpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan, artinya keberadaan komite audit tidak mampu mengurangi manajmen laba yang terjadi diperusahaan. Oleh karena itu, rumusan hipotesis selanjutnya adalah: H3: Keberadaaan komite audit berpengaruh terhadap manajem en laba III. METODE PENELITIAN 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Objek dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2008. Pengambilan objek pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2002) dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria yang digunakan untuk memili h sampel adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan perbankan yang sudah go public atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2008, (2) Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahuna n untuk periode 31 Desember 2007 -2008 yang dinyatakan dalam rupiah (Rp ) dan (3) Data yang tersedia lengkap mengenai dewan komisaris dan komisaris independen serta data yang diperlukan untuk mendeteksi manajemen laba. Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh sampel sebanyak 27 perusahaan perbankan dengan 54 pengamatan. Data diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD), situs BEJ di www.idx.co.id serta dari situs masing-masing perusahaan sampel. 4 3.2 Pengukuran Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen a. Proporsi Komisaris Independen adalah persentase jumlah dewan komisaris independen terhadap jumlah total komisaris yang ada dalam susunan dewan komisaris perusahaan sampel. b. Ukuran Dewan Komisaris adalah jumlah total anggota dewan komisaris perusahaan. c. Keberadaan Komite Audit merupakan variabel dummy, jika perusahaan sampel memiliki komite audit maka diber nilai 1, ika perusahaan sampel tidak memiliki komte audit maka akan diberi nilai 0. 2. Variabel Dependen Variabel Dependen dalam penelitian i ni adalah manajemen laba. Penggunaan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model (Dechow et al., 1995), model tersebut dituliskan sebagai berikut: TAit = Nit – CFOit Nilai total accrual (TA) yang diestimasi dengan persaman regresi Ordinary Least Squere (OLS) sebagai berikut: TAit/Ait-1 = β1 (1 / A it-1) + β2 (ΔRev t / Ait-1) + β3 (PPE t / Ait-1) + e Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus : NDAit = β1(1/A it-1) + β2(ΔRev t/Ait-1 - ΔRect/Ait-1) + β3(PPE t/Ait-1) Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut: DAit = TAit / Ait-1 – NDAit Keterangan : DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t TAit = Total akrual perusahaan i pada periode ke t Nit = Laba bersih perusahaan i pada periode ke -t CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t -1 ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t PPEt = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t e = error terms 3.3 Teknik Analisis Data Analisis statistik deskriptif digunakan un tuk mengetahui nilai rata-rata, minimun, maksimum dan standar deviasi dari variabel -variabel yang diteliti. Selain itu, dilakukan uji asumsi klasik (normality, multicollinearity, autokorelasi dan heterokedastisitas). Pengujian hipotesis pengaruh penerapan corporate governance terhadap manajemen laba (H 1, H2, H3) digunakan alat analisis regresi berganda. Model persamaan regresi tersebut sebagai berikut : 5 DA = β0+ β1PKI+ β2UDK + β3 KKA + e Keterangan : DA = Discretionary Accruals PKI = Proporsi Komisaris Independen UDK = Ukuran Dewan Komisaris KKA = Keberadaan Komite Audit Β0 = Konstanta β1 – β3 = Koefisien regresi e = error terms IV. HASIL DAN PEMBAHAS AN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah seluruh perusahaan perbankan yang telah go public di BEI pada tahun 2007-2008. Adapun jumlah perusahaan perbankan yang telah go public di BEI sebanyak 28 perusahaan. Namun yang memenuhi krieteria dalam penelitian ini sebanyak 27 perusahaan. 4.2 Statistik Deskriptif Dari hasil statistik deskriptif (lampiran) dapat diketahui bahwa mean dari Proporsi Komisaris Independen adalah 54.56%, hal ini menunjukan bahwa rata -rata jumlah Komisaris Independen yang dimilki perusahaan sampel telah memenuhi syarat, hal ini sesuai dengan yang ditetapkan oleh BI bahwa jumlah Komisaris Independen paling kurang 50% dari jumlah total dewan komisaris. Ukuran Dewan Komisaris memiliki mean 4.80 yang men unjukan bahwa jumlah total Dewan Komisaris yang dimilki masing -masing perusahaan sampel telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh BI yaitu paling kurang 3 orang atau sama dengan jumlah total Dewan Direksi. Variabel Keberadaan Komite Audit memiliki mean 0 .89, artinya perusahaan yang telah memiliki komite audit sebanyak 89% dari seluruh perusahaan sampel. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan sampel telah memiliki komite audit dan telah melaksanakan peraturan yang telah dibuat oleh BI bahwa perusahaan harus m emilki komite audit. Mean Discretionary Accruals adalah 0.12730, hal ini menunjukan tingkat manajemen laba yang rendah artinya rata -rata perusahaan tidak melakukan menejemen laba, hanya sebagian kecil saja yang melakukan manajemen laba. 4.3 Uji Aumsi Klasik Pengujian asumsi klasik yang dipersyaratkan untuk model regresi dilakukan dan diperoleh kesimpulan bahwa semua asumsi telah terpenuhi berdasarkan hasil berikut (lampiran): 1) Uji berdasarkan dari hasil grafik normal probability plot menunjukkan penyebaran data yang berada disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal , dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. 2) Nilai Variance Inflation Factor untuk masing-masing variabel independen dalam persamaan pertama memiliki nilai kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel independen. 3) Nilai Durbin6 Watson sebesar 1.744 terletak pada daerah penerimaan sehingga tidak terjadi autokor elasi. 4) Grafik scatter plot persamaan pertama menunjukkan tidak ada pola tertentu dimana titik -titik (point-point) menyebar secara acak dan disekitar angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian dalam persamaan regresi tersebut tidak terjadi masalah heterokedas tisitas. 4.4 Pengujian Hipotesis Dari hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi (p) variabel Proporsi Komisaris Independen = 0.151. Pada tingkat signifikansi (α) 0. 05, ternyata nilai p (0.151) > α = 0.05, dengan demikian H01 diterima, artinya proporsi komisaris independen pada perusahaan sampel tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian dari dalam Isnanta (2008), Nasution dan Setyawan (2007 ) yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap praktek manajemen laba di perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dinyatakan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007) bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen l aba pada perusahaan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengangkatan dewan komisaris independen oleh perusahaan mungkin hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di dalam perusahaan (S ylvia dan Siddharta dalam Ujiyantho dan Setyawan, 2007). Ukuran dewan komisaris pada perusahaan sampel tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) variabel UDK = 0.059. Pada tingkat signifikansi (α) 0. 05, ternyata nilai p (0.059) > α = 0.05 dengan demikian H02 diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yan g dilakukan oleh Nasution dan Setyawan (2007) bahwa perusahaan yang memiliki dewan komisaris dalam jumlah banyak maka tindak manajemen laba yang dilakukan perusahaan juga semakin banyak. Kondisi tersebut dapat disebabkan karena sulitnya koordinasi antar anggota dewan tersebut dan hal ini menghambat proses pengawasan yang harusnya menjadi tanggung jawab dewan komisaris. Selain itu, besar kecilnya dewan komisaris bukanlah menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan. Akan tetapi efektivitas meknisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan kepercayaan yang diterima dalam suatu organisasi (Jennings dalam Ujiyantho) serta peran dewan komisaris dalam aktivitas pengendalian (monitoring) terhadap manajemen . Dengan nilai signifikansi (p) variabel KKA = 0.097 . Pada tingkat signifikansi (α) 0. 05, ternyata nilai p (0.097) > α = 0.05, dengan demikian H03 diterima berarti keberadaan komite audit pada perusahaan sampel tidak berpengaruh untuk mengurangi manajemen laba. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa komite audit yang ada di perusahaan sebagai salah satu mekanisme corporate governance tidak mampu mengurangi tindak manipulasi laba oleh manajemen. Hal ini berarti bahwa ada atau tidak adanya komite audit dalam suatu perusahaan belum tentu dapat mengurangi manajemen laba, hal ini dikarenakan mengingat lemahnya praktik Corporate Governance di Indonesia. Sama halnya dengan komisaris independen, proses penunjukkan anggota komite audit masih belum jelas dan terbuka, sehingga keindependensiannya masih patut diragukan. Pemilihan anggota yang masih memiliki hubungan kekerabatan marak t erjadi. Integritas komite audit sendiri masih harus dipertanyakan. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak negatif pada aplikasi Corporate 7 Governance dan merendahkan kualitas informasi yang diberikan perusahaan karena banyaknya kesempatan untuk memanipul asi dan mempermainkan data. Hasil uji f diperoleh tingkat signifikansi f 0.093 lebih besar dari α = 0.05 (0.093>0.05) maka H0 diterima atau dapat diartikan bahwa secara serentak (bersama -sama) variabel independen (proporsi komisaris independen, ukuran dew an komisaris dan keberadaan komite audit) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari Isnanta (2008) bahwa corporate governance tidak terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini bera rti bahwa diterapkannya corporate governance dalam suatu perusahaan belum tentu perusahaan tersebut benar -benar sehat atau terbebas dari tindakan manajemen laba. Hal ini disebabkan karena penerapan corporate governance merupakan hal yang baru di Indonesia, sehingga penerapannya belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh masing -masing perusahaan. Tidak berpengaruhnya variabel independen terhadap manajemen laba kemungkinan disebabkan karena penerapan GCG baru dirasakan dampaknya dalam waktu yang panjang, se telah semua aturan dilaksanakan sesuai mekanisme yang ada. Dalam penyesuaian ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga belum terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Nilai R2 adalah sebesar 0.119 berarti sebesar 11.9% dari total variasi dependen dapat dijelaskan oleh model yang disajikan. Variabel proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit mampu menjelaskan variabel discretionary accruals sebesar 11.9% sedangkan sisanya 88.1% dijelaskan ol eh faktor lain yang tidak termasuk di dalam model penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor -faktor lain di luar faktor proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit yang berpengaruh terhadap adanya tindakan manajemen laba seperti leverage atau rasio antara total kewajiban dengan total asset yang menunjukan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Semakin besar utang perusahaan maka semakin besar pula risiko yang dihadapi investor sehingga inves tor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut perusahaan cenderung untuk melakukan praktik manajemen laba (Sartono dalam Budiasih, 2007). Selain itu, tingkat leverage yang tinggi akan meningkatkan manajemen laba untuk men ghindari kemungkinan pelanggaran perjanjian utang (Astuti, 2004). Selain faktor leverage yang bisa mempunyai pengaruh besar terhadap manajemen laba, faktor lainnya adalah ukuran perusahaan. Menurut Halim, Meiden dan Tobing (2005) bahwa semakin besar suatu perusahaan maka semakin besar pula kesempatan manajer untuk melakukan manajemen laba dimana perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks selain itu perusahaan besar juga lebih dituntut untuk memenuhi ekspektasi investor yang lebih tinggi. Selain kedua faktor di atas tentunya masih banyak lagi faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba. Namun penulis hanya menuliskan 2 faktor saja yaitu faktor leverage dan ukuran perusahaan karena kedua faktor tersebut banyak digunakan untuk melakukan pengujian terhadap manajemen laba seperti penelitian yang dilakukan oleh Halim, Meiden dan Tobing (2005), Handriyono (2005), Juniarti dan Corolina (2005), Ma’ruf (2006), Budiasih (2007) dan Astuti (2004). Dari hasil penelitian yang dilakukan terbukti bahwa faktor leverage dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. 8 V. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan sebelumnya, dip eroleh simpulan bahwa Variabel independen dalam peneli tian ini yang diukur menggunakan proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel pengukuran tersebut tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba, hal ini dikarenakan penerapan corporate governance yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan sampel disebabkan karena untuk pemenuhan regulasi saja. Selain itu, penerapan corporate governance masih merupakan hal yang baru di Indonesia dan efek dari penerapan corporate governance tersebut baru dapat dirasakan dalam jangka waktu panjang. Adapun saran yang ingin penulis berikan untuk para peneliti selanjutnya maupun perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Menambah periode penelitian menjadi lebih panjang agar efek dari mekanisme corporate governance dapat lebih dirasakan dalam mengurangi manajemen laba di perusahaan. 2. Bagi perusahaan diharapkan dapat menerapkan GCG di dalam perusahaannya dan bagi perusahaan yang sudah menerapkan GCG diharapkan penerapan GCG tersebut sesuai dengan tujuan dikeluarkannya GCG yaitu agar terciptanya perusahaan yang sehat dan bersih. DAFTAR PUSTAKA Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini, 2004. Corporate governance suatu pengantar: peranan dewan komisaris dan komite audit dalam pelaksanaan corporate governance. Indeks: Jakarta. Astuti, 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba Di seputar Right Issue. Universitas Slamet Riyadi: Surakarta Budiasih, 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba . Universitas Udayana: Bali. Effendi Arief, 2009. The Power Of Good Corporate G overnance: Teori dan Implementasi. Salemba Empat: Jakarta. FCGI, 2001. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan. Edisi Ketiga, Jakarta. _____, 2004. Corporate Governance Suatu Pengantar: Peranan Dewan Komis aris dan Komite Audit Dalam Pelaksanaan Corporate G overnance. Jakarta. Gideon SB Boediono. 2005 dalam Isnanta. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. 9 Handriyono. 2005. Manajemen Laba (Earning Management) dan Pemilihan Metode Akuntansi Pada Saat IPO (Studi Pada Bursa Efek Jakarta) . Jurnal Ekonomi Modernisasi. Hastuti, Theresia, 2005. dalam Ayu 2006. Hubungan Antara GCG dan Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VII. Isnanta, 2008. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja. UII: Yogyakarta. Juniarti dan Corolina. 2005. Analisa Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pertaan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan-Perusahaan Go Public. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 7 No.2. Ma’ruf, Muhamad. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Manajemen Laba Pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta. UII: Yogyakarta. Mintara, 2008. Pengaruh Implementasi Corporate Governance terhadap Pengungkapan Informasi, UII: Yogyakarta. Nasution dan Setiawan, 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X. Pranata, 2007. Pengaruh Penerpan Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan, UII: Yogyakarta. Sarwono, Jonathan, 2006. Analisis dan Data Penelitian Menggunakan SPSS. Andi: Yogyakarta. Setyawan, Ari, 2006, Hubungan Antara Corporate Governance dengan Kinerja perusahaan. UII: Yogyakarta. Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Keempat, CV. Alfabeta: Bandung. Sutojo, Siswanto dan E. John Aldridge, 2008. Good Corporate Governance:Tata Kelola Perusahaan yang Sehat. PT. Damar Mulia Pustaka: Jakarta. Sylvia Veronica N.P. Siregar dan Siddharta Utama, 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management) . Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI Tjager, I.N., Alijoyo, F. A., Djemat, H.R., dan Soembodo, B., 2003. Governance. Prenhalindo: Jakarta. 10 Corporate Ujiyantho dan Pramuka, 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan go publik Sektor Manufaktur), Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar. Uyanto, Stanislaus S, 2006. Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Edisi Kedua Cetakan Pertama. Graha Ilmu: Yogyakarta. Wedari, Linda Kusumaning. 2004 . Analisis Pengaruh Proporsi D ewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajamen Laba . Simposium Nasional Akuntansi 7. Yuniasih dan Wirakusuma, 2007. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good C orporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi, Universitas Udayana: Bali. Zarkasyi, Wahyudin, 2008. Good Corporate Governance:Pada Badan Usaha Manufaktur, Perbankan dan Jasa Keuangan Lainnya. CV. Alfabeta: Bandung. www.fcgi.go.id www.idx.co.id www.iicg.org 11