BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1. Kebijakan Dividen
Menurut Sartono (2010:281), kebijakan dividen merupakan keputusan
apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi dimasa yang akan datang. laba yang ditahan merupakan salah satu
sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan.
Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari laba yang ditahan di
tambah penyusutan aktiva tetap, maka makin kuat posisi finansial perusahaan
tersebut.
Setiap periode, perusahaan harus memutuskan apakah laba yang diperoleh
akan ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada pemegang saham
sebagai dividen. Perusahaan yang ingin menahan sebagian besar dari
pendapatanya, berarti bahwa bagian dari pendapatan yang tersedia untuk
pembayaran dividen semakin kecil sedangkan apabila sebagian besar laba
digunakan untuk membayar hutang maka sisanya yang digunakan untuk
membayar dividen makin kecil. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan
kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut dividen payout ratio
(Riyanto, 2011:265).
Besaran dividen tergantung kebijakan dividen masing-masing perusahaan.
Menurut Naveli (1989), secara umum kebijakan dividen yang ditempuh
perusahaan adalah salah satu dari 3 kebijakan ini, yaitu:
1) Constant Dividend payout ratio yang merupakan beberapa cara mengatur
dividend payout ratio yang dibagikan secara tetap dalam persentase atau
rasio tertentu, yaitu:
a. membayar dengan jumlah persentase yang tetap dari pendapatan
tahunan
b. menentukan dividen yang akan diberikan dalam setahun sama
dengan jumlah persentase tetap dari keuntungan tahun sebelumnya
c. menentukan proyeksi payout ratio untuk jangka waktu panjang
2) Stable Per Share Dividend merupakan kebijakan yang menetapkan
besaran dividen dalam jumlah yang tetap. Kebijakan ini menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk mempertahankan laba yang tinggi.
3) Reguler Dividend Plus Extra. Dalam kebijakan ini, perusahaan akan
memberikan suatu tingkat dividen yang relatif rendah tetapi dalam jumlah
yang pasti, dan memberikan tambahan apabila perusahaan membukukan
laba yang cukup tinggi.
Keputusan manajemen untuk lebih memilih membagikan laba sebagai
dividen tentu saja akan meningkatkan kesejahteraaan para pemegang saham,
sehingga para pemegang saham akan terus menanamkan sahamnya untuk
perusahaan tersebut (Handayani, 2010). Menurut Tandelilin (2010:385), secara
matematis, dividend payout ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :
Dividend per share
………………………….(1)
DPR=
Earning per share
2.1.2 Teori Kebijakan Deviden
1) Dividend Irrelevance Theory
Modigliani dan Miller (1961) berpendapat bahwa nilai perusahaan hanya
ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan (earning
power) dan risiko bisnis, sedangkan bagaimana cara membagi arus pendapatan
menjadi dividen dan laba ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Modigliani dan Miller berpendapat lebih lanjut bahwa kebijakan dividen tidak
mempengaruhi harga pasar saham perusahaan atau nilai perusahaan.
Hal yang paling penting dari pendapat Modigliani dan Miller adalah,
bahwa pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham
diofset sepenuhnya oleh cara-cara pembelanjaan investasi yang dilakukan
perusahaan. Apabila perusahaan telah membuat keputusan investasi, maka
perusahaan harus memutuskan apakah menahan laba untuk membelanjai investasi
atau membayar dividen dan menjual saham baru sejumlah dividen yang
dibayarkan. Modigliani dan Miller, mengemukakan nilai per lembar saham yang
didiskonto setelah keputusan pembelanjaan dan dividen sama dengan nilai pasar
saham sebelum pembayaran dividen. Dengan kata lain, penurunan harga pasar
saham karena pembelanjaan eksternal sama dengan kenaikan harga saham karena
pembayaran dividen. Jadi pemegang saham dikatakan indifferent antara dividen
dan laba ditahan.
2) Bird In The Hand Theory
Menurut Gordon dan lintner (1963) dalam Sartono (2000) menyatakan
bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar saham. Yang
artinya, jika dividen yang dibagikan perusahaan semakin besar, maka harga pasar
saham perusahaan tersebut akan semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini terjadi
karena, pembagian dividen dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi
investor. Modigliani dan Miller menyebutkan argumentasi Gordon dan Lintner
sebagai kepercayaan burung ditangan (bird in the hand) yang salah karena
menurut pendapat Modigliani dan Miller, sebagian besar investor berencana untuk
menginvestasikan kembali dividennya ke dalam saham perusahaan yang sama
atau serupa, dan setiap saat tingkat risiko arus kas perusahaan kepada investor
dalam jangka panjang akan ditentukan oleh tingkat resiko arus kas operasi, bukan
oleh kebijakan pembayaran dividen.
Teori MM hanya mengandalkan asumsi tidak adanya pajak dan biaya
transaksi, artinya investor yang lebih menyukai dividen hanya perlu menciptakan
kebijakan dividennya sendiri dengan menjual sebagian sahaamnya setiap tahun.
Kenyataanya, sebagian besar investor menghadapi biaya transaksi ketika mereka
menjual saham, sehingga investor yang mencari aliran laba yang stabil secara
logis akan lebih menyukai perusahaan yang membayarkan dividen secara rutin.
3) Tax Differential Theory
Investor yang dikenai pajak pendapatan perseorangan, pendapatan yang
relevan baginya adalah pendapatan setelah pajak. Akibatnya, tingkat keuntungan
yang disyaratkan juga setelah pajak. Dalam teori ini, disebutkan bahwa apabila
capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas
dividen, maka saham yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi menjadi
lebih menarik. Sebaliknya, jika capital gain dikenal pajak yang sama dengan
pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang.
Pajak atas capital gain masih lebih baik dibandingkan dengan pajak atas
dividen, karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual
sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran
dividen. Periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Investor yang
membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara
pajak atas capital gain dan pajak atas dividen. Teori ini menyarankan agar
perusahaan lebih baik menentukan dividen payout ratio (DPR) yang rendah atau
bahkan tidak membagikan dividen sama sekali untuk meminimumkan biaya
modal dan memaksimumkan nilai perusahaan.
4) Information Content Hypothesis
Modigliani dan Miller berpendapat bahwa kebijakan deviden adalah tidak
relevan dengan mengasumsikan baik investor maupun manajer memiliki
informasi yang sama atas kesempatan berbagai peluang investasi. Akibatnya,
investor dan manajer memiliki penilaian yang sama terhadap perusahaan dan
kebijakan deviden atau kebijakan distribusi pendapatan di masa datang.
Kenyataanya, manajer cenderung memiliki informasi yang lebih baik tentang
prospek perusahaan dibanding dengan investor atau pemegang saham, sehingga
investor menilai bahwa capital gain lebih berisiko dibanding dengan dividen
dalam bentuk kas.
Dalam praktiknya sering terjadi bahwa pembayaran dividen selalu diikuti
dengan kenaikan harga saham sedangkan penurunan dividen akan diikuti dengan
penurunan harga saham. Kenyataan ini menunjukkan bahwa investor secara
keseluruhan lebih menyukai pembayaran dividen daripada capital gain.
Modigliani dan Miller melibatkan kecenderungan ini dengan menyatakan bahwa
karena perusahaan cenderung tidak untuk menurunkan tingkat dividen mereka,
sehingga perusahaan hanya akan meningkatkan dividen apabila prospek
keuntungan dimasa datang lebih baik atau paling tidak stabil. Modigliani dan
Miller berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas biasanya
merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan
meramalkan suatu penghasilan yang baik diveden masa mendatang. Sebaliknya,
suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang dibawah kenaikan normal
dan diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa
sulit dividen waktu mendatang.
Modigliani dan Miller berkesimpulan bahwa reaksi investor terhadap
perubahan dividen tidak berarti indikasi bahwa investor lebih menyukai dividen
dibanding dengan laba ditahan. Kenyataannya
bahwa harga saham berubah
mengikuti perubahan dividen semata-mata karena adanya information content
dalam pengumuman dividen.
5) Clientile Effect
Kelompok atau klien pemegang saham yang berlainan akan menyukai
kebijakan pembayaran dividen yang berbeda-beda. Ada investor yang lebih
menyukai memperoleh pendapatan saat ini dalam bentuk dividen. Investor seperti
ini sering kali berasa dalam rentang pajak yang rendah atau bahkan nol, sehingga
pajak bukanlah menjadi masalah. Ada pula investor yang lebih menyukai untuk
menginvestasikan kembali pendapatan mereka, karena kelompok investor ini
berada dalam tarif pajak yang cukup tinggi.
Perusahaan yang memilih untuk menahan dan menginvestasikan kembali
laba daripada membayar dividen, akan merugikan posisi pemegang saham yang
membutuhkan pendapatan saat ini. Nilai saham mereka mungkin naik, tetapi
mereka terpaksa harus berkorban tenaga dan biaya untuk menjual sebaian
sahamnya untuk mendapatkan uang. Pemegang saham lebih suka berhemat
daripada membelanjakan deviden, akan lebih menyukai kebijakan dividen yang
rendah. Makin kecil jumlah dividen yang dibayarkan, makin kecil jumlah pajak
berjalan yang harus dibayarkan oleh pemegang saham, dan makin kecil
pengorbanan yang harus mereka lakukan untuk menginvestasikan kembali dividen
mereka setelah pajak.
Semua ini menunjukkan adanya dampak klien (clientele effect), artinya
perusahaan memiliki klien yang berbeda-beda. Setiap klien memiliki preferensi
yang berbeda-beda, bahwa setiap klien memiliki preferensi yang berlainan, dan
suatu perubahan kebijakan deviden kemungkinan akan mengecewakan klien yang
dominan serta memberikan dampak negatif pada harga saham. Ini menunjukkan
bahwa perusahaan
sebaiknya
menghindari gangguan pada klien.
menstabilkan
kebijakan
deviden
sehingga
2.1.3 Berbagai Macam Kebijakan Dividen
Riyanto (2011:269) menyebutkan beberapa macam kebijakan dividen
adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan dividen yang stabil
Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil,
artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif teteap
selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per
tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini dipertahankan untuk beberapa
tahun, apabila ternyata pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan
pendapatan tersebut nampak mantap dan relatif permanen, barulah besarnya
dividen per lembar saham dinaikan. Dividen yang sudah dinaikkan ini akan
dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang.
2. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah
ekstra tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar
saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan
akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal tersebut. Bagi pemodal
ada kepastian akan menerima jumlah dividen yang minimal setiap tahunnya
meskipun keadaan keuangan perusahaan agak memburuk. Pihak lain, ketika
keadaan keuangan perusahaan baik maka pemegang saham akan menerima
deviden minimal tersebut ditambah dengan dividen tambahan. Keadaan saat
keuangan perusahaan semakin memburuk, maka yang dibayarkan hanya dividen
minimal saja.
3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan
Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan dividen payout
ratio yang konstan misalnya 50%. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar
saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan
perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya.
4. Kebijakan dividen yang fleksibel
Penetapan dividend payout ratio yang fleksibel, yang besarnya setiap
tahunnya disesuaikan dengan posisi finansial dan kebijakan finansial dari
perusahaan yang bersangkutan.
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Menurut Suad Husnan (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen suatu perusahaan antara lain:
1) Kebutuhan Dana Untuk Membayar Utang
Apabila suatu perusahaan akan memperoleh utang baru atau menjual obligasi
untuk membiayai perusahaan, sebelumnya harus sudah direncanakan bagaimana
caranya untuk membayar kembali utang tersebut. Utang dapat dilunasi pada hari
jatuhnya dengan mengganti utang tersebut dengan utang baru. Atau alternatif lain
ialah perusahaan harus menyediakan dana sendiri yang berasal dari keuntungan
untuk melunasi utang tersebut. Apabila perusahaan menetapkan bahwa pelunasan
utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan
sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, ini berarti bahwa
hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang dibayarkan sebagai
dividen. Dengan kata lain perusahaan harus menetapkan dividend payout
ratio yang rendah.
2) Likuiditas perusahaan
Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor pening
yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan
besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham, oleh
karena itu dividen merupakan cash outflow, maka makin kuatnya posisi likuiditas
suatu perusahaan. Berarti makin besar kemampuannya untuk membayar dividen.
Hal ini berarti bahwa makin kuat posisi likuiditas suatu perusahaan terhadap
prospek kebutuhan dana di waktu-waktu mendatang, maka makin tinggi rasio
pembayaran dividennya.
3) Tingkat pertumbuhan perusahaan
Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, maka makin besar
kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut.
Semakin
besar
kebutuhan
dana
waktu
mendatang
untuk
membiayai
pertumbuhannya, perusahaan tersebut biasanya lebih senang untuk menahan
pendapatnya daripada dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saham
dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Hal ini berarti bahwa makin cepat
pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kesempatan untuk memperoleh
keuntungan, makin besar bagian dari pendapat yang ditahan dalam perusahaan,
yang ini berarti semakin rendah dividend payout ratio-nya.
4) Pengawasan terhadap perusahaan
Variabel penting lainnya adalah pengawasan terhadap perusahaan. Ada
perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan
dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas
dasar pertimbangan bahwa kalau ekspansinya dibiayai dengan dana yang berasal
dari hasil penjualan saham baru akan malemahkan control dari kelompok dominan
didalam perusahaan. Demikian pula kalau membiayai ekspansi dengan hutang
akan memperbesar resiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan intern
dalam rangka usaha mempertahankan control terhadap perusahaan, berarti
mengurangi dividend payout rationya.
5) Keadaan Pemegang Saham
Jika perusahaan itu kepemilikan sahamnya relatif tertutup, manajemen
biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat
bertindak dengan tepat. Jika hampir semua pemegang saham berada dalam
golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gains, maka perusahaan
dapat mempertahankan dividend payout ratio yang rendah. Dengan dividend
payout ratio yang rendah tentunya dapat diperkirakan apakah perusahaan akan
menahan laba untuk kesempaan investasi yang profitable. Untuk perusahaan yang
jumlah pemegang sahamnya besar hanya dapat menilai dividen yang diharapkan
pemegang saham dalam konteks pasar.
2.1.5 Profitabilitas
2.1.5.1 Pengertian Rasio Profitabilitas
Rasio
profitabilitas
merupakan
rasio
untuk
menilai
kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat
efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang
dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi (Kasmir, 2011:196).
Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara berbagai komponen yang ada dilaporan keuangan, terutama
laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk
beberapa periode operasi. Tujuanya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan
dalam tentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari
penyebab perubahan tersebut (Kasmir, 2011:196).
2.1.5.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas
Kasmir (2011:197) menyebutkan tujuan penggunaan rasio profitabilitas
dalam perusahaan , maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu:
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri
5. Untuk mengukur produktifitas seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
6. Untuk mengukur produktifitas dan seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal sendiri.
Sementara itu, manfaat yang diperoleh untuk:
1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode.
2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
2.1.5.3 Jenis-jenis Rasio Profitabilitas
Menurut
kasmir
(2011:198)
dalam
praktiknya,
jenis-jenis
rasio
profitabilitas yang dapat digunakan adalah:
1) Profit margin on sales
Profit margin on sales atau ratio profit margin atau margin laba atas
penjualan merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin
laba atas penjualan. Cara mengukur rasio ini adalah dengan membandingkan laba
bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Rasio ini juga dikenal dengan nama
profit margin. Terdapat dua rumus untuk mencari profit margin, yaitu sebagai
berikut:
a. untuk margin laba kotor dengan rumus :
Net sales-cost of goods sold
Profit margin =
x 100%
Sales
b. untuk margin laba bersih dengan rumus :
Earning after interst and tax (EAIT)
Net profit margin =
sales
x 100%
2) Return on investment (ROI)
Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama return on
investmen (ROI) atau return on total assets merupakan rasio yang menunjukkan
hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaaan. ROI juga
merupakan suatu ukuran tentang efektifitas manajemen dalam mengelola
investasinya.
Hasil pengembalian investasi menunjukkan produktifitas dari seluruh dana
perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil (rendah)
rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini
digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.
3) Return on Equity (ROE)
Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal
sendiri merupakan rasio untuk mengukur lalu bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin
tinggi rasio ini, semaki baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat,
demikian pula sebaliknya. Rumus untuk mencari Return on Equity (ROE) dapat
digunakan sebagai berikut:
EAT
….....................................(2)
ROE:
Total Equity
2.1.6
Struktur Kepemilikan
Stuktur kepemilikan dibagi menjadi 3 yaitu kepemilikan manajerial,
kepemilikan instituasional dan kepemilikan pubik. Struktur kepemilikan
manajerial adalah pemegang saham yang berasal dari pihak manajemen yang
secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan
Komisaris). Kepemilikan manajerial dapat dilihat dari konsentrasi kepemilikan
pemegang saham yang dimiliki oleh komisaris, dewan direksi dan manajemen
Kepemilikan manajerial, diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang
dimiliki oleh manajerial (Hartono, 2003).
Struktur kepemilikan manajerial dapat dibagi
dua sudut pandang, yaitu
pendekatan keagenan dan pendekatan ketidakseimbangan. Pendekatan keagenan
memandang struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu instrument atau alat yang
digunakan untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim terhadap
sebuah
perusahaan.
Pendekatan
ketidakseimbangan
informasi
menganggap
mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara untuk mengurangi
ketidakseimbangan informasi antara insider dengan outsider melalui pengungkapan
informasi didalam perusahaan. Dengan meningkatnya kepemilikan saham yang
dimiliki manajemen, maka manajer akan semakin berhati-hati dalam menjalankan
aktivitas operasionalnya, hal tersebut dapat menurunkan dividen dengan asumsi
perusahaan sedang melakukan ekspansi usaha (Abdullah, 2001).
Menurut Bringham (2001) menyatakan bahwa kebijakan dividen dan
kepemilikan manajerial digunakan sebagai subtitusi untuk mengurangi biaya
keagenan. Perusahaan dengan menetapkan presentase kepemilikan manajerial
yang besar, akan membayarkan dividen dalam jumlah yang besar sedangkan pada
presentase kepemilikan manajerial yang kecil, akan cenderung menetapkan
dividen dalam jumlah yang kecil.
Kepemilikan
manajerial
yang
tinggi
dapat
memberikan
tingkat
kepercayaan manajer yang tinggi akan tingkat pendapatan perusahaan di masa
yang akan datang yang akan meningkat sehingga manajer yang menginginkan
keuntungan dari pembagian dividen di masa yang akan datang akan meningkatkan
kepemilikanya (Dea, 2011).
Untuk mengetahui Variabel ini diukur dari jumlah presentase saham yang
dimiliki manajemen pada akhir tahun. Pengukuran kepemilikan manajerial ini
sesuai dengan yang digunakan dalam penelitian Wahidahwati (2002).
Jumlah saham pihak manajemen
….…………(3)
Kepemilikan Manajerial =
Total saham yang beredar
2.1.7 Tingkat Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan diinginkan oleh pihak internal dan eksternal
suatu
perusahaan
karena
pertumbuhan
yang
baik
memberikan
tanda
perkembangan perusahaan (Safrida, 2008). Pertumbuhan suatu perusahaan
merupakan
tanda
bahwa
perusahaan
tersebut
memiliki
dampak
yang
menguntungkan, dan mengharapkan rate of return (tingkat pengembalian) dari
investasi yang dilakukan menunjukkan pengembangan yang baik, dari sudut
pandang investor.
Perusahaan
dengan
tingkat
pertumbuhan
yang tinggi,
sebaiknya
menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaanya agar tidak terjadi biaya
keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan,
sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya
menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaanya karena penggunaan hutang
akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur
(Sriwardany,
2006).
Tingkat
pertumbuhan
perusahaan,
semakin
cepat
pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan
ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin
besar keinginan perusahaan untuk menahan laba (Sartono, 2001:248). Rasio
pertumbuhan yaitu rasio yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan posisinya didalam industri dalam pengembangan
ekonomi secara umum (Sartono, 2010:65)
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan penurunan atau peningkatan total
aktiva yang dimiliki perusahaan. Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan
total aset dimana pertumbuhan aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas
yang akan datang dan pertumbuhan yang akan datang (Kusumajaya, 2011), jadi
growth perusahaan merupakan perubahan total aset baik berupa peningkatan atau
penurunan yang dialami perusahaan selama satu periode (satu tahun).
Pertumbuhan total aset yang tinggi mencerminkan perusahaan yang
sedang mengalami pertumbuhan dan memiliki banyak kesempatan investasi.
Kesempatan investasi yang banyak menimbulkan dana yang besar, sehingga
perusahaan harus mencari dana dari pihak eksternal. Untuk mendapatkan
tambahan dana dari pihak eksternal akan menimbulkan biaya transaksi. Holder,
Langlehr & Hexter (1998) seperti dikutip Raharjo (2005), biaya transaksi yang
tinggi menyebabkan perusahaan harus berpikir kembali untuk membayarkan
dividen. Jika masih ada peluang investasi yang masih bisa diambil dan lebih baik
menggunakan dana dari aliran kas internal untuk membiayai investasi tersebut,
sehingga hubungan dividen dengan tingkat pertumbuhan perusahaan adalah
berbanding terbalik.
Perusahaan dengan memperhatikan pertumbuhan lebih menyukai untuk
menginvestasikan pendapatan setelah pajak dan mengharapkan kinerja yang lebih
baik dalam pertubuhan perusahaan secara keseluruhan. Saxena (2002)
menyatakan bahwa perusahaan menggunakan dividen sebagai sebuah tanda
mekanisme keuangan yang mencerminkan kinerja perusahaan kepada pihak luar
sehubungan dengan stabilitas dan prospek pertumbuhan dari penjualan. Adapun
rumus untuk menghitung tingkat pertumbuhan (growth) adalah sebagai berikut:
Growth =
Total Aset t – Total Aset t-1
…..………………….(4)
Total Aset t-1
2.1.8
Efektivitas Usaha
Suatu usaha perlu adanya tujuan yang akan dicapai baik itu jangka pendek
maupun jangka panjang. Dalam mencapai tujuan perusahaan harus dilihat
efektivitas suatu perusahaan dalam mencapai tujuanya. Menurut Martoyo (2002)
yang menyatakan bahwa efektivitas adalah suatu kondisi atau keadaan dimana
dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dengan sarana atau peralatan yang
digunakan, disertai dengan kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga
tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan. Adapun
berbagai macam rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur
efektivitas salah satunya rasio aktivitas.
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektifitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya atau dapat
diartikan sebagai rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
(efektifitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan. Salah satu alat yang digunakan
dalam mengukur rasio aktivitas adalah total assets turnover (TATO), yaitu rasio
yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan
dalam menghasilkan volume penjualan tertentu (Syamsuddin, 2009:19).
Penjualan yang dimaksud adalah pendapatan atas produk atau jasa yang
dijual oleh suatu perusahaan, jadi besarnya laba yang diperoleh suatu perusahaan
selama beberapa waktu tergantung pada besarnya total penjualan yang dilakukan,
dengan kata lain diasumsikan bahwa suatu perusahaan dengan penjualan yang
positif merupakan perusahaan dengan prospek yang baik karena akan memperoleh
laba yang positif pula (Abdul Halim, 2007:78).
Semakin positif laba yang diperoleh suatu perusahaan maka semakin cepat
tingkat perputaran aktiva perusahaan dan semakin baik kinerja manajemen
perusahaan dalam menggunakan sumber dayanya yang berupa Assets. Dengan
kata lain, total asset turnover merupakan kecepatan perputaran operating assets
atau aktiva usaha dalam satu periode tertentu, dengan melihat assets turnover
yang dimaksud untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat pula
kecepatan perputaran operating asset atau aktiva usaha dalam satu periode
tertentu (Susan Irawati 2006:52).
Menurut Van Horne (2005) adapun rumus untuk digunakan untuk
menghitung total asset turnover dalam suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
Penjualan Bersih
…. …………………(5)
Total asset turnover =
Total Aktiva
Dimana penjualan bersih (net Sales) merupakan hasil penjualan bersih selama satu
tahun sedangkan total aktiva merupakan penjumlahan dari total aktiva lancar dan
aktiva tetap.
2.1.9 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jansen dan William H. Meckling
pada tahun 1976. Pada agency theory manajemen adalah sebagai agen dan
pemegang saham disebut prinsipal atau pemilik perusahaan (Horne dan
Wachowicz, 1998) dalam Mardinawati (2011).
Hal tersebut terjadi karena
manajer cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadi. Pemegang
saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer, karena hal tersebut akan
menambah biaya bagi perusahaan sehingga akan menurunkan keuntungan yang
diterima. Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat dikurangi dengan
suatu mekanisme pengawasan yang dapat menjelaskan kepentingan-kepentingan
yang terkait tersebut.Mekanisme tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut
agency cost. Agency cost ini dapat berupa agency cost of equity. Pembagian
dividen ini akan membuat pemegang saham mempunyai tambahan return selain
dari capital gain. Dividen ini juga membuat pemegang saham mempunyai
kepastian pendapatan yang mengurangi agency cost of equity (Nugroho,2010).
2.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan (Sugiyono, 2009:96). Berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah yang telah dikemukakan, maka hipotesis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Kebijakan Dividen.
Menurut Kasmir (2011:196), yang menyatakan bahwa rasio profitabilitas
merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari
keuntungan. Sedangkan menurut Susan Irawati (2006:58), rasio keuntungan atau
profitability ratios adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi
penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan kemampuan suatu perusahaan
untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (biasanya semesteran,
triwulanan dan lain-lain) untuk melihat kemampuan perusahaan dalam beroperasi
secara efisien. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio
profitabilitas adalah rasio untuk mengukur tingkat efektifitas pengelolaan
(manajemen) perusahaan yang ditunjukkan oleh jumlah keuntungan yang
dihasilkan dari penjualan dan investasi.
Menurut Wirjolukito, et al dalam Suharli (2007) menyatakan bahwa pihak
manajemen akan membayarkan dividen untuk memberikan sinyal mengenai
keberhasilan
perusahaan
dalam
membukukan
profit.
Sinyal
tersebut
menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar dividen
merupakan fungsi dari keuntungan perusahaan. Perusahaan yang memperoleh
keuntungan cenderung akan membayar dividen. Semakin besar keuntungan yang
diperoleh maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihejerika dan
Nwakanma (2012) menyebutkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kebijakan dividen. Abdelsalam, et al (2008) mengemukakan
hal yang sama, yaitu profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kebijakan dividen. AL-Kuwari (2009) serta Yudhanto dan Aisjah menyatakan
bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen.
H1: Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen
2.2.2 Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kebijakan Dividen
Menurut Sugiarto (2009:59) struktur kepemilikan (ownership structure)
adalah struktur kepemilikan saham, yaitu perbandingan jumlah saham yang
dimiliki oleh orang dalam (insiders) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh
investor. Sedangkan istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan
bahwa variabel-variabel yang penting di dalam struktur modal tidak hanya
ditentukan oleh jumlah utang dan equity tetapi juga oleh persentase kepemilikan
oleh manajer dan institusional (Jensen dan Meckling dalam Galih Pratama, 2009).
Menurut Gordon dan Litner dalam the bird in the hand theory,
menyatakan bahwa ekuitas perusahaan akan mengalami kenaikan yang
disebabkan oleh penurunan pembayaran dividen, karena investor lebih yakin
terhadap penerimaan dan pembagian dividen dibandingkan dengan kenaikan nilai
modal (capital gain) yang dihasilkan laba tersebut.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Nuringsih (2005), Ullah (2012), yang
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial pengaruh positif signifikan terhadap
kebijakan dividen. Hasil penelitian Mirzaei (2012) Sasan (2011), dan Abdullah
(2012) yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif antara kepemilikan
manajerial terhadap kebijakan dividen. Dan Hasil Penelitian Turiyasingura (2000)
menyebutkan bahwa hubungan antara managerial ownership secara signifikan
berhubungan positif.
H2 : Struktur kepemilikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen
2.2.3 Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan
Dividen
Menurut Jansen (1986) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai
freee cash flow mengindentifikasikan bahwa perusahaan tidak akan melakukan
investasi dengan kata lain tidak mempunyai peluang untuk tumbuh, kondisi ini
akan direspon oleh investor dan akan menurunkan harga saham. Sedangkan
menurut Smith dan Watts (1992) dalam Jati (2003) menyatakan bahwa potensi
pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan pendanaan,
kebijakan deviden dan konpensasi perusahaan.
Menurut Kallapur dan Trombly (1999) menyatakan bahwa potensi
pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan yang dibuat
perusahaanya. Salah satu kebijakan tersebut adalah kebijakan dividen, dengan
memperkirakan laba yang diperoleh dari pertumbuhan perusahaan dibagikan
kepada manajerial untuk ditahan guna investasi untuk jangka panjang.
Hal tersebut didukung dengan Penelitian terdahulu oleh Latiefsari (2011)
dan Gugler (2003) yang meneliti karakteristik perusahaan terhadap kebijakan
dividen tebukti bahwa pertumbuhan perusahaan (growth) berpengaruh negatif
terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian Menurut Fira (2009) growth
berpengaruh signifikan negatif terhadap DPR.
H3: Tingkat Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kebijakan dividen.
2.2.4 Pengaruh Efektivitas Usaha Terhadap Kebijakan Dividen
Menurut Maulana (1997) menyatakan bahwa kemampuan suatu unit
usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan, efisiensi selalu dikaitkan dengan
tujuan organisasi yang harus dicapai oleh perusahaan. Sedangkan menurut
Hidayat (1986) yang menyatakan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah
tercapai.
Tujuan dari suatu perusahaan adalah memperoleh laba atau keuntungan
yang
sebanyak-banyaknya
untuk
perusahaannya.
Kemudian
efektivitas
menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya tujuan dari suatu perusahaan
yang telah ditetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin mendekati tujuan
perusahaan, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian, 2001: 24)
Berdasarkan hasil penelitian Purwanti dan Sawitri (2010) mengatakan
bahwa total asset turnover berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan
dividen sedangkan Nor Apandi (2012) menunjukkan bahwa TATO berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen.
H4: Efektivitas usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan
dividen
Download