hubungan sumber informasi teman sebaya dengan perilaku seksual

advertisement
HUBUNGAN SUMBER INFORMASI TEMAN SEBAYA DENGAN
PERILAKU SEKSUAL REMAJA TINGKAT SLTA DI JAKARTA
TIMUR TAHUN 2013
Jati Ismiyatno *), Dian Ayubi
1.
2.
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
*)E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Sejak ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 hingga Maret 2013, tercatat 147.106 orang terinfeksi HIV dan
AIDS yang terdiri atas HIV 103.759 dan AIDS 43.347 dengan 8.288 kematian. Sebanyak 50,5 % kasus AIDS
terjadi pada usia muda 15-29 tahun (Kemenkes RI). Remaja merupakan usia dengan risiko tinggi terinfeksi virus
HIV dan cenderung memperoleh informasi mengenai kesehatan reproduksi melalui teman sebayanya (SKRRI,
2007).Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman sebayanya, maka pengaruh teman sebaya pada
sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga
(Hurlock,1993).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sumber informasi teman sebaya dengan
perilaku seksual remaja tingkat SLTA di Jakarta Timur tahun 2013. Penelitian dilakukan kepada 200 siswa di 4
SLTA dengan metode kuantitatif dan design cross sectional. Penelitian ini sesuai dengan teori Perilaku dari
Green, 1980, bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor: (1) Faktor predisposisi: jenis kelamin, usia dan tingkat
pengetahuan, (2) Faktor pemungkin: keterpaparan informasi, dan (3) Faktor penguat: teman sebaya dan
pendidikan remaja sebaya. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa siswa laki-laki lebih banyak melakukan
perilaku seksual berisiko dari pada siswa perempuan, Siswa dengan tingkat pengetahuan tentang pencegahan
HIV AIDS yang kurang baik lebih banyak melakukan perilaku seksual berisiko dari remaja yang memiliki
pengetahuan baik. Dan siswa yang kurang terpapar informasi mengenai pencegahan HIV melalui teman sebaya
memiliki perilaku seksual beresiko yang lebih tinggi dari remaja yang terpapar informasi. Penelitian ini
menunjukkan bahwa ke 3 faktor tersebut berhubungan dengan perilaku seksual berisiko.
Kata kunci: Teman Sebaya, Perilaku Seksual Remaja, HIV dan AIDS
Relationship of peer resources with adolescent sexual behavior in East Jakarta high
school level in 2013
ABSTRACT
Since discovered in Indonesia in 1987 until March 2013, there were 147.106 people are infected with HIV and
AIDS. HIV with 103.759 cases and AIDS 43.347 cases, deaths 8.288 cases. In Total 50.5% of AIDS cases occur
in younger age 15-29 years (Ministry of health). Teenagers are the high risk HIV infection and tend to obtain
information on reproductive health through their peers (SKKRI, 2007). More teens are outside their home with
peers, the peer influence on attitudes, conversations, interests, appearance, and behavioris more influence than
their family (Hurlock, 1993). This study aims to determine the relationship of peer resources with adolescent
sexual behavior in East Jakarta high school level in 2013. Study was conducted to 200 students in 4 senior high
school with quantitative methods and cross-sectional design. This research is consistent with the behavior theory
from Green, 1980, that behavior is influenced by three factors: (1) predisposing factors: gender, age and level of
knowledge, (2) enabling factors: exposure information, and (3) reinforcing factors: peers and peer youth
education. From the results of the study, found that male students do more risky sexual behavior than female
students, students with the level of knowledge on HIV-AIDS prevention more unfavorable-risk sexual behavior
from who have good knowledge. And students who are less expose to information about HIV prevention through
peer sexual behavior risk higher than who are exposed to the information. This study suggests that these three
factors associated with risky sexual behavior.
1
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
Keywords : Peers, adolesence sexsual behavior, HIV AIDS
1.
Pendahuluan
Remaja merupakan pribadi yang terus berkembang menuju kedewasaan, dan sebagai proses
perkembangan yang berjalan natural, remaja mencoba berbagai perilaku yang terkadang
merupakan perilaku yang berisiko (Smet, 1994). WHO, 1975 mendefinisikan masa remaja
sebagai masa terjadinya perubahan fisik, mental, dan sosial ekonomi.
Hasil sensus penduduk yang dilaksanakan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah
penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa, 63,4 juta diantaranya adalah remaja
yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa dan remaja perempuan sebanyak
31.279.012 jiwa (BKKBN, 2011). Melihat jumlah penduduk remaja yang cukup banyak
jumlahnya, maka remaja sebagai generasi muda penerus bangsa perlu dipersiapkan dengan
sungguh-sungguh agar dapat menjadi manusia yang sehat baik jasmani, rohani, maupun sehat
secara mental. Penduduk remaja perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena remaja
sangat beresiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi yaitu perilaku seksual
pranikah, napza, serta HIV dan AIDS (BKKBN, 2011).
Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat baik
fisik, maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya periode tumbuh kembang ini
menyebabkan remaja dimanapun ia berada memiliki sifat-sifat yang khas, sifat khas tersebut
antara lain, memiliki rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan
serta cenderung berani menanggung resiko atas perbuatannya walau pertumbuhannya sendiri
belum matang. Sifat tersebut dihadapkan pada ketersediaan sarana disekitarnya yang dapat
memenuhi keingintahuan remaja . Keadaan seperti ini sering kali mendatangkan konflik batin
dalam diri remaja. Perubahan fisiologis yang terjadi pada remaja yaitu berupa kematangan
seksual dapat menyebabkan timbulnya minat seksual dan rasa keingintahuan remaja tentang
seksualitas, sehingga remaja akan berusaha mencari informasi mengenai materi-materi seks
melalui bermacam media informasi seperti media cetak, media elektronik, teman sebaya
maupun
sumber- sumber lainnya yang jarang dibicarakan dalam keluarga maupun
lingkungan sekolah karena mereka masih menganggap hal tersebut adalah tabu. Apabila
keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, remaja akan jatuh kedalam
2
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
perilaku seksual dan mungkin harus menanggung akibat selanjutnya dalam bentuk berbagai
masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang bahkan mungkin harus ditanggung seumur
hidupnya (Depkes, 2009).
Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi perilaku remaja yaitu faktor internal (pengetahuan,
sikap dan kepribadian) dan faktor eksternal (lingkungan dimana remaja berada), akan tetapi
faktor eksternal lebih berpengaruh jika di bandingkan dengan faktor internal. Pada era
globalisasi seperti saat ini, lingkungan sosial sangatlah dinamis dan terbuka. Salah satu yang
dibawa dalam dinamika ini adalah perubahan gaya hidup remaja. Kombinasi antara usia
perkembangan remaja yang khas (usia belajar) dengan dinamisnya lingkungan sosial dan
budaya dewasa ini, membuat remaja masuk diberbagai lingkungan “dunia” yang sering kali
tidak dipahami lagi secara benar oleh generasi-generasi sebelumnya, termasuk orang tuanya
sendiri (Moeliono,2004).
Remaja cenderung memperoleh informasi kesehatan reproduksi melalui teman sebayanya,
seperti yang ditunjukkan oleh data SKRRI pada tahun 2007, dimana sebesar 44,3% remaja
perempuan dan 46,9% remaja laki-laki menjadikan temannya sebagai sumber informasi
mengenai perubahan fisik saat pubertas. Selain itu, sebesar 69,3% remaja perempuan
dan 56,7% remaja laki-laki lebih suka curhat tentang kesehatan reproduksi dengan
temannya dibandingkan dengan orang tua atau guru. Begitu besarnya pengaruh teman sebaya
terhadap remaja mengenai informasi-informasi yang mereka peroleh sehingga mereka akan
dengan mudah sekali bertukar informasi dan pengetahuan tentang apapun kepada temanteman sebayanya (peers).
Apabila pengetahuan teman sebaya (peers) tentang kesehatan reproduksi bersifat positif maka
informasi yang ia sampaikan kepada teman sebayanya akan memberikan dampak yang positif
juga. Sebaliknya apabila pengetahuan teman sebaya (peers) tentang kesehatan reproduksi
bersifat negatif maka akan memberikan dampak negatif pula pada teman sebayanya. Untuk
menghindari hal-hal tersebut pada remaja, perlu adanya peran orang tua dan guru disekolah
dalam mengawasi dan mengarahkan kegiatan dan aktivitas
mereka terutama seputar
masalah kesehatan reproduksi mereka dan pemberdayaan pada remaja itu sendiri terutama
mengenai masalah kesehatan reproduksi remaja agar kesehatan reproduksi mereka dapat
terlindungi hak-haknya dan mereka dapat mengambil keputusan yang tepat terutama
3
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
masalah kesehatan reproduksi mereka walau berada dalam lingkungan masyarakat terutama
peer group mereka (Andrews, 2009).
Perilaku remaja yang terkait dengan kesehatan reproduksi terutama perilaku yang beresiko
telah banyak diteliti oleh berbagai negara dan hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa remaja saat ini telah aktif secara seksual. Aktifitas yang dilakukan remaja pun tidak
hanya berpelukan, berciuman, menyentuh daerah sensitif tubuh, dan masturbasi tapi juga
melakukan hubungan seksual. Perilaku remaja yang beresiko terhadap kesehatan reproduksi
juga berakibat pada tindakan aborsi sebagai akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut
data United Nations Population Fund (UNFPA) dan Badan Kordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) mensinyalir jumlah kasus aborsi di Indonesia sudah mencapai 2,3 juta
pertahunnya, dari angka tersebut 10-30% diantaranya dilakukan oleh para remaja. Artinnya
diperkirakan ada 230.000-575.000 remaja telah melakukan aborsi setiap tahunnya.
Kecenderungan perilaku seksual berisiko ini membawa dampak yang tidak hanya pada
rentannya kesehatan alat reproduksi tetapi juga berdampak kepada meningkatnya kasus
penularan penyakit infeksi HIV dan AIDS. Data yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan
(Kemenkes) pada tahun 2010 menyebutkan, bahwa sampai dengan akhir tahun 2010 terdapat
kasus AIDS sejumlah 24.131 kasus dengan angka kematian 4.539. Kasus tertinggi terjadi
pada usia muda (15-29 tahun) yaitu sebanyak 50.5 %. Berdasarkan data yang dikeluarkan
oleh Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010 juga
menunjukkan bahwa 51 % remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah. Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia juga melaporkan bahwa pada triwulan I Tahun 2013 menunjukan jumlah
penderita AIDS adalah sebanyak 460 orang dan 5.369 orang dengan HIV. Jumlah penderita
AIDS terbanyak adalah pada usia produktif 20-39 tahun. Sejak ditemukan di Indonesia pada
tahun 1987 hingga Maret 2013, tercatat 147.106 orang yang terinfeksi HIV dan AIDS yang
terdiri atas HIV 103.759 dan AIDS 43.347 dengan 8.288 kematian.
Berdasarkan jumlah kasus AIDS yang terjadi pada tahun 2013 menempatkan DKI Jakarta
pada peringkat ke tiga dengan 6.299 kasus, tetapi jumlah kasus HIV di DKI Jakarta
menempati urutan pertama yaitu sebanyak 23.792 orang yang merupakan kasus terbanyak
secara nasional (www.aidsindonesia.com, 2013).
4
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Jakarta Timur telah melaporkan, bahwa
berdasarkan data statistik 2011 jumlah penduduk kota Jakarta timur telah mencapai 2.687.027
jiwa atau 621.876 Kepala Keluarga (KK). Dengan total luas wilayah 187,75 km2 atau 28,37
persen dari total luas wilayah DKI Jakarta, tingkat kepadatan penduduk di Jakarta timur
terbilang cukup tinggi yaitu 12.981 per km2. Padatnya jumlah penduduk tersebut, ternyata
berdampak terhadap penyebaran kasus HIV dan AIDS di Jakarta Timur. Pada tahun 2011,
terdeteksi kasus baru penderita HIV dan AIDS di Jakarta Timur relatif cukup banyak, yaitu
mencapai 603 kasus, terdiri dari 219 kasus HIV dan 383 kasus AIDS. jumlah kasus HIV dan
AIDS di Jakarta Timur saat ini merupakan yang tertinggi di Provinsi DKI Jakarta.
Komisi Penanggulangan AIDS DKI Jakarta juga melaporkan berdasarkan data yang diperoleh
dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta sampai dengan bulan September 2012 Jakarta Timur
menempati urutan pertama dari total 649 kasus HIV dan AIDS yaitu sebesar 23 %, diikuti
oleh Jakarta Selatan sebesar 15%, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat 13%, sedangkan sisanya
dari luar DKI. Berdasarkan cara penularan HIV kaum heteroseksual menempati urutan
tertinggi yaitu 357 kasus, diikuti oleh pengguna narkoba suntik (penasun) 244 kasus, dengan
jumlah penderita HIV dan AIDS terbanyak adalah pada usia 25-44 tahun (Dinkes DKI
Jakarta, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa penderita tersebut pertama kali terkena virus HIV
adalah pada 5-10 tahun sebelumnya. Jika ditarik kebelakang, remaja merupakan usia dengan
risiko tinggi terinfeksi virus HIV. Hal ini dapat dilihat dari persentase remaja yang melakukan
dua perilaku berisiko tinggi terinfeksi HIV dan AIDS yaitu pre marital seks (seks pra nikah)
dan Inject Drug User (pengguna narkoba suntik). Sayangnya masalah ini masih merupakan
fenomena gunung es karena data yang diperoleh merupakan hasil laporan yang masuk ke
berbagai rumah sakit di Jakarta sehingga data yang tercatat hanya sebagian kecil dari jumlah
sebenarnya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2012).
Upaya sosialisasi melalui edukasi atau penyuluhan tentang perilaku remaja tertular infeksi
HIV dan AIDS yang telah dilakukan di DKI Jakarta belum dapat memberikan dampak yang
signifikan terhadap pengetahuan dan perilaku remaja tentang HIV dan AIDS. Apabilla
permasalahan ini tidak segera ditangani maka akan berdampak pada makin tingginya angka
kasus HIV dan AIDS dan hilangnya masa produktif dari penderita, sehingga pada akhirnya
akan berdampak pada kehilangan usia produktif di Indonesia (Nurachmah & Mustikasari,
2009).
5
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
Remaja yang dahulu terjaga sangat kuat oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai
tradisional yang ada telah mengalami pengikisan yang disebabkan oleh urbanisasi dan
industrialisasi yang sangat cepat. Hal tersebut diikuti pula oleh pengaruh teman sebaya
melalui suguhan pornografi dan narkoba yang semakin mudah untuk diakses. Beberapa faktor
yang mendorong remaja melakukan seks berisiko, diantaranya melalui pergaulan teman
sebaya, faktor lingkungan dan keluarga yang mendukung perilaku tersebut, serta pengaruh
perkembangan teknologi media massa. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan remaja
melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV dan AIDS seperti yang telah disebutkan dalam
penelitian sebelumnya. Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan
teman teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman
sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada
pengaruh keluarga (Hurlock, 1993).
Menurut Unicef Indonesia lebih dari separuh dari pengguna narkoba suntik (penasun)
dipercaya telah terinfeksi HIV, demikian pula dengan 20% wanita pekerja seks yang sebagian
besar merupakan remaja berusia 15-24 tahun dengan pendidikan sekolah dasar dan sekolah
menengah. Remaja sekolah juga sudah terlibat dalam perilaku berisiko tertular infeksi HIV.
Oleh karena itu, selain memprioritaskan target program penanggulangan HIV dan AIDS pada
pada remaja paling berisiko, pendidikan mengenai HIV dan AIDS di sekolah juga
merupakan tanggapan strategis bagi pencegahan infeksi di kalangan remaja (www.unicef.org,
2013). Remaja menjadi sasaran potensial yang rawan terhadap penularan HIV dan AIDS.
Pasalnya dalam proses perkembangan kematangan psikologis dan biologis, remaja kerap
menghadapi ketegangan, kebingungan, dan kekhawatiran. Remaja menjadi gemar mencobacoba hal baru dalam kondisi yang labil sehimgga mudah terpengaruh oleh lingkunganya. Pada
dasarnya remaja butuh dipahami dan didekati dengan gayanya sendiri.
Pendekatan teman sebaya menjadi metode efektif untuk mengembangkan remaja karena lebih
sesuai dengan jiwa remaja yang cenderung tidak suka digurui ( Palang Merah Indonesia,
2008). Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat permasalahan perilaku berisiko terinfeksi HIV
dan AIDS pada remaja. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan sumber informasi teman sebaya dengan perilaku seksual remaja
tingkat SLTA di Jakarta Timur tahun 2013
6
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
2.
Tinjauan Teoritis
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Lawrence Green
(1980) yang menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja terdiri
dari 3 (tiga) faktor, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor penguat
(reinforcing factors, dan faktor pendukung (enabling factors).Dari modifikasi model tersebut
dapat diketahui bahwa perilaku seksual beresiko terinfeksi HIV dan AIDS pada remaja tingkat
SLTA di Jakarta Timur dipengaruhi oleh beberapa variabel, hubungan masing-masing variabel
dapat divisualisasikan sebagai berikut: Terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual pada remaja, yaitu (1) Faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor predisposisi,
yang mencakup pengetahuan, berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok dalam
bertindak. Dalam arti umum, kita dapat mengatakan faktor predisposisi sebagai preferensi
“pribadi” yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Preferensi ini
mungkin dapat mendukung atau menghambat perilaku sehat seseorang. Dalam setiap kasus faktor
ini mempunyai pengaruh, meskipun terdapat juga faktor demografis seperti usia (umur) dan jenis
kelamin yang juga penting sebagai faktor predisposisi. Faktor-faktor ini berada diluar pengaruh
langsung dari program pendidikan kesehatan. (2) Faktor Pemungkin (enabling factors) Faktor
pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang perlu untuk melakukan
perilaku kesehatan. Sumber daya tersebut meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, sekolah
atau sumber daya lain yang serupa. Pada akhirnya “ketrampilan” seperti petugas pendidik
sebaya termasuk kedalam faktor pemungkin (3) Faktor Penguat (reinforcing factors) Faktor
penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan
atau tidak. Sumber faktor penguat, tentu saja bergantung pada tujuan jenis program yang
dilaksanakan. Apakah penguat tersebut mengarah positif atau negatif bergantung pada
perilaku orang lain yang berkaitan, yang sebagian diantarannya lebih kuat dari pada yang
lain dalam mempengaruhi perilaku. Dalam hal ini teman sebaya dan pendidikan remaja
merupakan faktor penguat.
Gambar 1. Skema Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
 Jenis Kelamin
 Pengetahuan Remaja
tentang HIV dan AIDS
 Informasi Teman sebaya
Perilaku seksual remaja beresiko
terinfeksi HIV dan AIDS
7
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
3.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yaitu
seluruh variabel yang diamati dan diukur secara bersamaan ketika penelitian berlangsung.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan informasi teman sebaya dengan
perilaku seksual remaja tingkat SLTA di Jakarta Timur tahun 2013. Lokasi penelitian
dilakukan di 4 sekolah tingkat SLTA jangkauan program Danceforlife Palang Merah
Indonesia kota Jakarta Timur tahun 2014. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
November 2013 sampai dengan April 2014.
Dalam penelitian populasi yang diambil adalah siswa siswi tingkat SLTA jangakauan
program Palang Merah Indonesia kota Jakarta Timur Tahun 2013-2014. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa siswi dari empat sekolah tingkat SLTA peserta program
danceforlife jangkauan PMI kota Jakarta Timur dan masih terdaftar. Responden dalam
kondisi sadar dan sehat dapat membaca dan menulis dan bersedia menjadi responden.
Keseluruhan responden berjumlah 200 siswa, dan memenuhi kriteria inklusi. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara menggunakan
kuesioner. Sebelum melakukan pengumpulan data, terlebih dahulu peneliti memberikan
informasi tentang pentingnya kejujuran dalam pengisian kuesioner untuk mendapat data yang
sebenarnya.
Dalam
pengisian kuesioner peneliti mendampingi untuk memberikan arahan bila ada
responden yang kurang mengerti maksud dari pertanyaan yang ada. Penyebaran kuesioner
dilakukan pada bulan april 2014. Kuesioner diuji coba terlebih dahulu pada 30 orang
remaja yang memiliki karakteristik serupa dengan responden penelitian. Tujuan dari uji
coba ini untuk mengetahui apakah metode yang akan digunakan sudah tepat dan untuk
menilai pemahaman responden terhadap pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner agar tidak
terjadi bias.
4.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan kepada siswa dan siswi di 4 (empat) sekolah
tingkat SLTA di Jakarta Timur tahun 2013 menunjukkan hasil sebagai berikut:
8
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
1) Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada siswa sekolah tingkat
SLTA Program Jangkauan PMI Kota Jakarta Timur tahun 2013
Jenis Kelamin
-
Laki-laki
-
Perempuan
Jumlah
Jumlah
%
102
51
98
49
200
100
2) Tabel 2 Distribusi responden menurut sumber informasi teman sebaya pada siswa
sekolah tingkat SLTA Program Jangkauan PMI Kota Jakarta Timur Tahun 2013
Perolehan informasi HIV dan AIDS dari teman
-
Ya
-
Jumlah
%
11
5,5
Tidak
189
94,5
Jumlah
200
100
3) Tabel 3a Distribusi responden menurut butir-butir pengetahuan tentang HIV dan
AIDS pada siswa sekolah tingkat SLTA Program Jangkauan PMI Kota Jakarta
Timur tahun 2013
Benar
Salah
Variabel
n
%
192
96
Penularan HIV bersin dan batuk
67
33,5
133
66,5
Penularan HIV melalui bertukar pakaian
55
27,5
145
72,5
192
96
8
4
PenularanHIV melalui air liur
14
7
186
93
PenularanHIV dengan cara berenang di kolam yang
sama
43
21,5
157
78,5
Penularan HIV melalui gigitan nyamuk
25
12,5
175
87,5
6
3
194
97
HIV sebagai virus penyebab AIDS
196
98
4
2
Obat pencegah penularan HIV dari Ibu ke anak
200
100
0
0
Penularan HIV melaui transfusi darah
Penularan HIV dari Ibu ke anak yang dikandungnya
Penularan HIV melalui ciuman bibir
n
%
8
4
9
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
Tabel 3a lanjutan...
Benar
Salah
Variabel
Benar
Variabel
n
Pencegahan HIV kepada anak melalui operasi cesar
Gejala orang yang terinfeksi HIV
%
n
85
42,5
115
57,5
166
83
34
17
4) Tabel 3b deskripsi nilai pengetahuan siswa tentang HIV dan AIDS pada siswa
sekolah tingkat SLTA Program Jangkauan PMI Kota Jakarta Timur tahun 2013
Pengetahuan HIV dan AIDS
Nilai
-
Mean
5,5
-
SD
0,434
-
Min
1
-
Mak
10
5) Tabel 4a distribusi responden menurut perilaku seksual beresiko terinfeksi HIV
dan AIDS pada siswa sekolah tingkat SLTA Program Jangkauan PMI Kota Jakarta
Timur Tahun 2013
Variabel
Pengalaman pernah tidaknya berpacaran
n
%
-
Ya
171
85,5
-
Tidak
29
14,5
Alasan berpacaran
Kemauan sendiri
Ditaksir
Mendapat ijin dari orangtua
Kegiatan dengan pacar atas dasar suka sama suka
-
Lihat-lihatan
Ngobrol dengan pacar
Berpegangan tangan
Berciuman pipi
Berpelukan
Berciuman mulut
Meraba Daerah Sensitif
Menggesekan Alat Kelamin
Berhubungan Seks
Perilaku Yang Dilakukan Ketika Timbul Hasrat Seksual
55
115
1
27,5
57,5
0,5
171
171
85,5
85,5
171
135
135
82
24
22
21
85,5
67,5
67,5
41,0
12,0
11,0
10,5
10
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
Tabel 4a (lanjutan)
Variabel
n
122
30
27
21
%
61,0
15,0
13,5
10,5
Pacar
Lokasi Ketika Responden Berhubungan Seksual Pertama Kali
21
10,5
Di rumah
Di tempat umum yang gelap dan sepi
Di tempat rekreasi
Alasan Responden Melakukan Hubungan Seksual
2
12
7
1,0
6,0
3,5
Suka sama suka
Agar pacar tetap sayang
Untuk memperoleh pengalaman
Hubungan Seksual Setelah Hubungan Seksual Yang pertama
Pasangan Seksual Responden Pada Hubungan Seksual Kedua dan
Seterusnya
15
4
2
17
7,5
2,0
1,0
8,5
17
6
8,5
3,0
Bermasturbasi/onani
Olahraga
Tidak melakukan apa-apa
Berhubungan seks
Pasangan Seksual Responden Ketika Pertama Kali Berhubungan Seksual
-
Pacar
Pekerja seks komersial
6) Tabel 4b Distribusi responden menurut perilaku seksual beresiko terinfeksi HIV dan
AIDS pada siswa sekolah tingkat SLTA Program Jangkauan PMI Kota Jakarta
Timur Tahun 2013
Perilaku BerisikoTerinfeksi HIV dan AIDS
n
%
Ya
21
10,5
Tidak
179
89,5
Jumlah
200
100
11
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
7) Tabel 5 Hubungan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dengan perilaku
seksual beresiko terinfeksi HIV dan AIDS pada siswa sekolah tingkat SLTA Program
Jangkauan PMI Kota Jakarta Timur Tahun 2013
Jenis
Perilaku Seksual
Kelamin
Berisiko
Total
P
Value
Tidak
Berisiko
Laki-laki
n
%
n
%
n
21
10,5
81
89,5
102
100
0
0,0
98
100
98
100
Perempuan
%
0,000
8) Tabel 6 hubungan informasi teman sebaya dengan perilaku seksual remaja beresiko
terinfeksi HIV dan AIDS pada siswa sekolah tingkat SLTA Program Jangkauan
PMI Kota Jakarta Timur Tahun 2013
Informasi
teman
Perilaku Seksual
Berisiko
sebaya
Kurang
Total
P
Value
Tidak
Berisiko
n
%
n
%
n
%
20
10,6
169
89,4
189
100
1
9,1
10
90,9
11
100
Terpapar
Terpapar
0,875
12
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
9) Tabel 7 hubungan tingkat pengetahuan tentang HIV dan AIDS dengan perilaku
seksual beresiko terinfeksi HIV dan AIDS pada siswa sekolah tingkat SLTA
Program Jangkauan PMI Kota Jakarta Timur Tahun 2013
Pengetahua
n
tentang
HIV
Perilaku Seksual
Berisiko
Total
P
Value
Tidak
dan
Berisiko
AIDS
n
%
n
%
n
Kurang
21
14,0
129
86,0
150
100
0
0,0
50
100
50
100
%
Baik
Baik
5.
0,005
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sumber informasi teman sebaya terhadap
perilaku seksual remaja tingkat SLTA di Jakarta Timur tahun 2013. Sampel dalam penelitian
ini berjumlah 200 orang responden. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui
jumlah responden remaja sekolah tingkat SLTA dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 102
orang (51%) lebih mendominasi daripada responden perempuan sebanyak 98 orang (49%).
Hal ini mungkin dikarenakan jumlah responden
laki-laki lebih banyak hadir pada
kegiatan danceforlife jika dibandingkan dengan jumlah responden perempuan. Masa
pendidikan responden yang telah mencapai tingkat SLTA (remaja) menunjukkan bahwa
responden telah memiliki banyak pengetahuan. Widianti (2007) menyebutkan bahwa
pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan. Hurlock (1998) menyatakan bahwa remaja
adalah seorang individu yang yang mengalami masa peralihan dari satu tahap ke tahap
berikutnya.
Data penelitian menunjukkan bahwa hanya 11 orang (5,5%) responden yang pernah terpapar
informasi tentang HIV dan AIDS, sedangkan 189 orang (94,5%) responden belum pernah
mendapatkan informasi tersebut. Perubahan sosial yang terjadi pada masa remaja dapat
berdampak pada perilaku seksual berisiko pada remaja apabila tidak mampu beradaptasi
selama berada pada kelompok teman sebaya. Pengetahuan yang diukur dalam penelitian ini
adalah mencapai domain tahu yakni domain terendah yang menggambarkan bahwa pada
13
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
tingkatan ini pengetahuan HIV dan AIDS belum dipelajari sebelumnya. Responden diukur
pengetahuannya mengenai HIV dan AIDS secara umum, transmisi dan cara penularan, tanda
dan gejala, serta cara pencegahan terhadap infeksi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
rata- rata tingkat pengetahuan tentang HIV dan AIDS adalah 5,5% hal ini menjelaskan bahwa
tingkat pengetahuan responden tentang HIV dan AIDS tidak terlalu baik.
Dari hasil analisa bivariat diperoleh hasil ada pengaruh antara jenis kelamin dengan perilaku
seksual berisiko terinfekasi HIV dan AIDS pada remaja, ini sejalan dengan teori Green bahwa
jenis kelamin berpengaruh pada perilaku kesehatan. Hal ini juga sejalan dengan hasil SKRRI
2007 yang menyatakan laki-laki cenderung lebih banyak melakukan hubungan seks beresiko
(6%) dibanding perempuan (1%). Hasil penelitian tentang informasi teman sebaya dengan
perilaku seksual berisiko menunjukan hasil yang tidak signifikan yaitu dengan nilai p=0,875
atau dengan kata lain tidak perbedaan yang bermakna antara informasi teman sebaya dengan
perilaku seksual berisiko terinfeksi HIV dan AIDS pada remaja, hal ini dimungkinkan karena
responden cenderung belum memperoleh informasi yang baik dari teman sebayanya. Data
menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan kurang baik sebanyak 21 orang
(14%) memiliki perilaku seksual berisiko yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan
responden dengan tingkat pengetahuan yang baik. Artinya perbedaan tingkat pengetahuan
seseorang tentang HIV dan AIDS berpengaruh dalam pembentukan perilaku orang tersebut
terhadap perilaku seksual berisiko.
6.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya dalam bab 5 dan 6 maka dapat
dibuat kesimpulan bahwa: (1) Ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku
seksual berisiko terinfeksi HIV dan AIDS pada siswa tingkat SLTA di Jakarta timur tahun
2013. (2) Tidak Ada hubungan bermakna antara informasi teman sebaya tentang HIV dan
AIDS dengan perilaku seksual berisiko terinfeksi HIV dan AIDS pada siswa tingkat SLTA di
Jakarta Timur tahun 2013. (3) Ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan remaja
tentang HIV dan AIDS dengan perilaku seksual berisiko terinfeksi HIV dan AIDS pada siswa
tingkat SLTA di Jakarta timur tahun 2013.
14
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
Saran yang dapat disampaikan terkait masalah kesehatan remaja khusunya perilaku seksual
berisiko terinfeksi HIV dan AIDS pada remaja antara lain: (1) Bagi Pihak Sekolah, Pihak
sekolah dapat lebih mengawasi perilaku siswa terhadap kesehatan seksualnya, mengaktifkan
kegiatan PKPR (pelayanan kesehatan peduli remaja) dengan puskesmas terdekat, mengadakan
kerja sama dengan PMI kota jakarta Timur dalam melaksakan pendidikan remaja sebaya
guna melahirkan kader-kader penyuluh HIV dan AIDS di sekolah, membuat kegiatankegiatan ekstrakulikuler yang bermanfaat bagi siswa-siswinya dalam menyalurkan energinya.
(2) Bagi PMI kota Jakarta Timur, sebagai institusi kesehatan dapat dioptimalkan perannya
dalam memberikan dukungan pendidikan kesehatan seksual kepada remaja. Diharapkan
Palang Merah Indonesia kota Jakarta Timur bisa memperluas kegiatan pendidikan sebayanya,
tidak hanya dengan pihak sekolah saja tetapi peran tersebut juga dapat diintregasikan dengan
lingkungan masyarakat khususnya diwilayah kota Jakarta Timur, dan dalam pelaksanaanya
bisa dengan memperkuat kegiatan pendidikan remaja sebaya yang sudah berlangsung
(danceforlife sebagai contohnya) agar dapat melahirkan kader-kader penyuluh HIV dan AIDS
remaja di sekolah dengan kualifikasi yang baik. (3) Bagi Peneliti Lain, dapat melakukan
penelitian yang lebih baik, variabel-variabel yang diambil dapat lebih spesifik, dan dapat
menggunakan rancangan, metode dan analisis yang lebih baik agar memperoleh informasi
yang utuh tentang pencegahan HIV dan AIDS pada remaja sehingga dapat dilakukan upayaupaya yang tepat, guna mengatasi perilaku seksual remaja berisiko terinfeksi HIV dan AIDS.
7.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar besarnya kepada Fakultas Kesehatan
Masyarakat UI, Palang Merah Indonesia Kota jakarta Timur, dan tim pendukung Penelitian
8.
Daftar Referensi
Andrews, G. 2009. Buku ajar kesehatan reproduksi wanita. Jakarta: EGC.
Anjarwati. 2009. Hubungan status sosial ekonomi dengan perilaku seksual remaja
pada siswa SMA negeri di Kabupaten Gunung Kidul.
BKKBN. (2007). Remaja dan Seks Pranikah.www. bkkbn.go.id. diakses Tanggal 9
November 2013
15
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
BKKBN, 2010. Reproduksi sehat sejahtera remaja. Jakarta: BKKBN
Depkes RI.2005. Strategi nasional kesehatan remaja. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI, 2009. Modul Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Depkes RI
Gunarsa. (2004). Psikologi praktis: Anak, remaja dan keluarga. Jakarta Gunung Mulia
Green, Lawrence W, 1980. Perencanaan pendidikan kesehatan, sebuah pendekatan
diagnostik. Jakarta: Depdikbud RI
Hastono, Sutanto P, 2006. Analisis Data. Depok: FKM UI
Hurlock, E.B. (1993). Psikologi Perkembangan. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga
Hurlock. E. B. 1980. Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta: Erlangga
Indarsita. D. (2002). Hubungan faktor eksternal dengan perilaku remaja dalam hal
kesehatan reproduksi di SLTP Medan Skripsi, http://repository.usu.ac.id, diakses
Desember 2013.
Kemenkes RI.2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Badan Litbangkes
Moeliono, L. 2004. Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja. Apa yang masih bisa kita
lakukan. Majalah kesehatan perkotaan
Notoadmojo, S. 2003. pendidikan dan perilaku kesehatan, Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka cipta
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu prilaku. Jakarta: Rineka cipta
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu perilaku kesehatan, Jakarta: Rineka cipta.
SKKRI, 2007. perilaku beresiko remaja menurt survey skkri2007. Jakarta: SKKRI
Santrock. (2003). Adolescence perkembangan remaja.Jakarta. Erlangga. Alih bahasa oleh :
Shinto B. A. dan S. Saragih
Smet, B 1994. Psikologi Kesehatan Jakarta:Gramedia
Sarwono. S.W 2001. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada
16
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
Sarwono.S.W. 2010. Psikologi remaja. Jakarta : Rajawali Presss
UNFPA 2000. Kesehatan reproduksi remaja: membangun perubahan yang
17
Hubungan sumber..., Jati Ismiyatno, FKM, 2014
Download