BAB II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja
1. Pengertian remaja
Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami
perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Perry & Potter, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari
perkembangan manusia, masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, psikologik,
dan sosial. Sedangkan menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007)
menjelaskan bahwa remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa
peralihan
yang
secara
berangsur-angsur
mencapai
kematangan
seksual,
mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa, dan
mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relative
mandiri.
Rentang usia remaja menurut Perry dan Potter (2005) biasanya antara usia
13 dan 20 tahun. Masa remaja di bagi menjadi tiga tahap yaitu remaja awal
dengan usia 12-15 tahun, remaja tengah usia 16-18 tahun, dan remaja akhir
dengan usia 19-23 tahun (Sarwono, 2001). Sedangkan menurut Bobak (2004)
masa remaja terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu remaja tahap awal usia 10-14
tahun, remaja tahap menengah usia 15-16 tahun dan remaja tahap akhir usia 17-21
tahun.
2. Perubahan pada remaja
Mohammad dalam buku Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa ada
dua hal penting menyangkut batasan remaja, yaitu mereka sedang mengalami
perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan perubahan tersebut
menyangkut perubahan fisik dan psikologis.
a. Perubahan fisik (Pubertas)
Dalam buku Notoatmodjo (2007) yang dikutib dari Muhammad (1994)
Menyatakan bahwa masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat
cepat dan biasanya disebut pubertas. Antara remaja putra dan putri
kematangan seksual terjadi pada usia yang berbeda (Muhammad, 1994).
Coleman and Handry (1990) dan Walton (1994) mengatakan bahwa
kematangan seksual pada remaja putra biasanya terjadi pada usia 10-13 tahun
sedangkan pada remaja putri terjadi pada usia 9-15 tahun. Bagi remaja
perubahan itu ditandai oleh perkembangan pada organ seksual sekunder, pada
remaja putra seperti: tumbuhnya rambut kemaluan, perubahan suara, dan juga
ejakulasi pertama melalui wet dream atau mimpi basah sedangkan pada
remaja putri seperti: pertumbuhan payudara, tumbuhnya rambut kemaluan,
pembesaran panggul dan menarche.
b. Perubahan psikologis
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa (Muhammad, 1994). Masa transisi sering kali menghadapkan
individu yang bersangkutan pada situasi yang membingungkan, di satu pihak
mereka masih kanak-kanak dan dilain pihak mereka harus bertingkah laku
seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik itu sering
menyebabkan banyak tingkah laku yang aneh, canggung, dan kalau tidak
dikontrol bisa menimbulkan kenakalan (Notoatmodjo, 2007). Masa remaja
sering disebut juga sebagai masa pancaroba, masa krisis, dan masa pencarian
identitas. Kenakalan remaja terjadi pada umumnya karena tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan mereka, seperti: kebutuhan akan prestasi, kebutuhan
seksual, kebutuhan yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, dan
kebutuhan akan identitas diri (Notoatmodjo, 2007).
3. Ciri-ciri remaja
Menurut Hurlock (1999), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara
lain: masa remaja sebagai periode yang penting, masa remaja sebagai periode
peralihan, masa remaja sebagai periode perubahan, masa remaja sebagai usia
bermasalah, masa remaja sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai
usia yamg menimbulkan ketakutan, masa remaja sebagai masa yang tidak
realistik, dan masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Menurut Hurlock (1999) peroide remaja dianggap sangat penting dari
pada beberapa periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap
sikap dan perilaku. Akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang
sangat penting. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan
cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal pada masa
remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental
dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi
sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap
perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang terjadi sebelumnya
akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan akan datang.
Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak harus
meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekakak-kanakan dan juga harus
mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan
sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock, 1999).
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja
sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika
perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan sikap juga
berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan
perilaku menurun juga. Ada empat perubahan yang sama dan hampir bersifat
universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologis. Kedua, perubahan tubuh, minat dan
peran yang diharapkan oleh kelompok. Ketiga, dengan berubahnya minat dan
pola perilaku maka nilai-nilai juga berubah. Keempat, sebagian besar remaja
bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan (Hurlock, 1999).
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Menurut Hurlock (1999) masalah pada masa remaja sering menjadi
masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.
Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu (1) sepanjang masa kanak-kanak,
masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru,
sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.
(2) para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya
sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru. Ketidakmampuan remaja untuk
mengatasi sendiri masalahnya, maka memakai menurut cara yang mereka
anggap benar. Banyak remaja akhirmya menemukan bahwa penyelesaian
tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa
dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau
dewasa? Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau
agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya? Secara
keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau akan gagal? (Hurlock, 1999).
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak
rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku
merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan
mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan bersikap
tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal (Hurlock, 1999).
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna
merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana adanya,
terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi
dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan
meningkatnya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin
tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati
dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil
mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri (Hurlock, 1999).
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja
menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk
memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan
bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu,
remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status
dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan,
dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini
akan memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock, 1999).
B. Penyakit Menular Seksual (PMS)
1. Pengertian PMS
PMS adalah kelompok penyakit menular yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual dan pada umumnya terjadi pada alat kelamin (Admin,
2009).
2. Penyebab PMS
Menurut Admin (2009) penyebab PMS salah satunya karena seks pranikah
yang beresiko, misalnya melakukan hubungan seksual lewat vagina tanpa
kondom, melakukan hubungan seksual lewat anus tanpa kondom, dan hubungan
seksual lewat oral.
3. Tanda dan Gejala PMS
Menurut Sjaiful (2007) ada beberapa gejala dari PMS, yaitu rasa sakit atau
nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual; rasa nyeri pada perut bagian
bawah; pengeluaran lendir di vagina atau alat kelamin; keputihan berwarna putih
susu, bergumpal, dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau
sekitarnya; keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal; timbul
bercak-bercak darah setelah berhubungan seks; bintil-bintil berisi cairan, lecet
atau borok pada alat kelamin; terasa sakit pada daerah pinggul (wanita);
pembengkakan skrotum (pria).
4. Akibat yang ditimbulkan dari PMS
Beberapa akibat dari PMS, yaitu pada emosi: ketakutan, perasaan malu,
bersalah; dapat menular dari ibu kepada bayinya; gangguan atau cacat pada bayi
yang dikandung; kemandulan pada pria dan wanita; kematian; keganasan kanker
leher rahim; tertular Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Geocities, 2009).
5. Macam-macam PMS
a. Sifilis (Raja Singa)
Menurut E.C. Natahusada dan Adhi Djuanda (2007) Sifilis adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit ini
sangat kronik dan bersifat sistemik, walaupun frekuensi penyakit ini mulai
menurun, tapi masih merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat
menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, syaraf,
mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang
dikandungnya, sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi bahkan
kematian (E.C. Natahusada & Adhi Djuanda, 2007).
b. Gonore (GO)
Menurut Sjaiful Fahmi Daili (2007) gonore disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae. GO adalah PMS yang paling sering ditemukan dan paling
mudah ditegakkan diagnosisnya. GO biasanya disebut dengan kencing nanah
(Geocities, 2009). Pada umumnya penularannya melalui hubungan kelamin,
namun dapat juga terjadi secara manual melalui pakaian, handuk, dll dari
orang yang terkena Gonore (Sjaiful Fahni Daili, 2007).
c. Limfogranuloma Venerium (bonen)
Limfogranuloma Venerium ialah penyakit fenerik yamg disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis (Adhi Djuanda, 2007). Masa inkubasi 1 sampai 4
minggu pada tempat masuknya mikroorganisme berupa lesi yang tidak khas
baik berupa erosi, papul atau ulkus yang sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Beberapa minggu kemudian timbul pembengkakan kelenjar getah bening.
Tumor tampak merah dan nyeri, perlunakan yang terjadi tidak serentak
sehigga memecah dengan fistel. Penyakit meluas ke kelenjar getah bening di
rongga panggul (Geocities, 2009).
d. Herpes simpleks
Herpes simpleks ialah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simplek (virus herpes hominis) tipe I dan II (Ronny P. Handoko, 2007).
Kejadian penyakit ini sangat cepat akhir-akhir ini. Penyakit ini tak dapat
diberantas secara tuntas dan sering kumat-kumatan, dan dapat menimbulkan
komplikasi pada saat hamil dan persalinan. Herpes genitalis disebabkan oleh
virus herpes simpleks tipe 1 dan tipe 2 (Geocities, 2009).
e. Kondiloma akuminata (jengger ayam)
Kondiloma akuminata disebabkan oleh Human papiloma virus dengan
gajala yang khas, yaitu terdapat satu atau beberapa kutilan di sekitar kemaluan
(Sjaiful, 2007). Lokalisasi lesi pada umumnya di daerah lipatan yang lembab,
misalnya pada wanita didaerah vulva, vagina sampai serviks, daerah perineum
dan perineae, sedangkan pada laki-laki mengenai kelamin dan saluran kencing
bagian dalam, lesi berupa papul, berwarna pucat dengan permukaan seperti
bunga kol yang makin lama makin membersar sehingga sangat mengganggu
(Geocities, 2009). Pada perempuan jika mengalami kehamilan kutil dapat
tumbuh semakin besar, kutil kelamin juga bias mengakibatkan kanker leher
rahim atau kanker kulit disekitar kelamin (Sjaiful, 2007).
f. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah
pada wanita maupun pria, dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis dan penularannya melalui hubungan seksual (Sjaiful
Fahmi Daili, 2007). Menurut Sjaiful Fahmi Daili (2007) trikomoniasis pada
saluran urogenital dapat menyebabkan vaginitis dan sisitis, walapun sebagian
besar tanpa gejala, akan tetapi dapat menimbulkan masalah kesehatan,
misalnya perasaan dispareunia, kesukaran melakukan hubungan seksual. Pada
pria dapat menyebabkan uretritis dan prostatitis yang kira-kira merupakan
15% kasus uretritis nongonore (Sjaiful Fahmi Daili, 2007).
g. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
AIDS terjadi setelah virus HIV masuk kedalam tubuh seseorang dan
menghancurkan system kekebalan tubuhnya, ketika system kekebalan tubuh
seseorang sudah rusak, maka tubuh akan mudah terserang penyakit dan
bahkan dapat berakibat fatal yaitu kematian (Geocities, 2009). Cara penularan
terutama melalui darah, cairan tubuh, dan hubungan seksual (Unandar
Budimulja & Sjaiful Fahmi Daili, 2007). Menurut Unandar dan Sjaiful (2007)
virus HIV ditemukan dalam jumlah besar pada cairan sperma dan darah,
sedangkan dalam jumlah kecil ditemukan dalam air liur, air mata dan air susu
ibu (ASI).
C. Pengetahuan (Knowledge) remaja tentang PMS
Pengetahuan (knowlwdge) merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 1997).
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sesebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat pengetahuan pada remaja tentang PMS umumnya masih kurang,
kenyataan ini telah banyak dibuktikan melalui berbagai penelitian, antara lain
penelitian dari: YLKI bekerjasama dengan UNJ (2002) dan penelitian IRRMA
(2003). Penelitian YLKI bekerjasama dengan UNJ pada bulan Maret-Mei 2002
memperoleh hasil bahwa 37% responden wanita tidak mengetahui fungsi organ
reproduksi pria, 36% responden pria tidak mengetahui fungsi organ reproduksi wanita
dan sekitar 34% tidak mengetahui apa itu PMS. Penelitian IRRMA di lima Propinsi
(Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, dan Bengkulu) tahun 2003
menunjukkan bahwa hanya 21,7% dari 1.450 remaja yang diteliti yang memiliki
pengetahuan memadai tentang PMS dan HIV/AIDS, sedangkan sebanyak 78,95%
tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual, bahkan
cenderung membahayakan kesehatan reproduksi.
Terjadinya berbagai peningkatan kasus Kehamilan Tak Dikehendaki (KTD),
aborsi, PMS dan HIV/AIDS dikalangan remaja, disebabkan karena kesehatan
reproduksi remaja di Indonesia sampai saat ini belum mendapat perhatian yang
optimal dari orang tua, tokoh agama, dan pemerintah (Saeroni, 2009). Remaja baik di
kota maupun di desa masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses informasi,
pendidikan dan pelayanan berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. Sementara,
disisi lain perkembangan teknologi informasi yang menyajikan berbagai informasi
pornografi mudah diakses oleh remaja, sehingga mungkin mendorong remaja untuk
melakukan hubungan seks bebas (Saeroni, 2009).
D. Sikap (attitude) remaja tentang hubungan seks pranikah
1. Sikap
a. Pengertian
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 1997). Manifestasi
sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003). Menurt Notoatmodjo
(2003) sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang di sertai kecenderungan
untuk bertindak terhadap objek tertentu, sikap senantiasa di arahkan kepada
sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek (Soetarno, 1993).
b. Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (1997) sikap terdiri dari empat tingkatan, yaitu
menerima (Reserving), merespon (responding), menghargai (valuing),
bertanggung jawab (responsible).
c. Pembentukan sikap
Menurut
Azwar
(2007)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pembentukan sikap ada enam faktor, yaitu pengalaman pribadi, pengaruh
orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media masa,
lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional:
1) Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Middlebrook
(1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan
suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap
objek tersebut.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.
Keinginan ini antara lain dimotifasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan
keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting
tersebut. Diantara orang yang biasanya dianggap penting oleh individu
adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya,
teman dekat, guru, teman kerja, istri, suami, dll.
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap
berbagai masalah, karena kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
4) Media masa
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media
masa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan
opini seseorang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut
apabila cukup kuat akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem yang
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.
6) Pengaruh faktor emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Peran gender sangat
mempengaruhi keadaan emosional, perempuan menekankan pada
tanggung jawab sosial dalam emosinya. Perempuan lebih merasa
bertanggung
jawab
terhadap
emosi
orang
lain.
Mereka
sangat
memperhatikan keadaan emosi orang lain sehingga lebih mampu untuk
memahami perubahan emosional. Oleh sebab itu kaum perempuan
biasanya jauh lebih memiliki empati terhadap penderitaan orang lain
ketimbang laki-laki. Masyarakat memiliki stereotip bahwa laki-laki kurang
mampu menghayati perasaan emosionalnya. Adapun perempuan sangat
menghayati emosinya. Oleh sebab itu maka perempuan cenderung dilihat
lebih emosional dari pada laki-laki.
Sedangkan menurut Jamaludin dalam Notoatmodjo (1997) sikap
positif seseorang terhadap suatu objek, sangat ditentukan oleh tingkat
pengetahuan seseorang terhadap manfaat objek tersebut.
2. Seks pranikah
a. Pengertian
Perilaku seksual adalah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik
anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap
hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri (Dhe de,
2009). Menurut Dhe de (2009) sedangkan perilaku seks pranikah merupakan
perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi
menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
b. Faktor-faktor yang memicu terjadinya seks bebas
Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya seks pranikah,
menurut Astini (2009), yaitu:
1) Faktor dari dalam diri remaja sendiri yang kurang memahami perannya
sebagai pelajar.
2) Faktor dari luar, yaitu pergaulan bebas tanpa kendali orang tua yang
menyebabkan remaja merasa bebas untuk melakukan apa saja yang
diinginkan.
3) Faktor perkembangan teknologi media komunikasi yang semakin canggih
yang memperbesar kemungkinan remaja mengakses apa saja termasuk
hal-hal yang negatife. Remaja dewasa ini, dapat dengan mudah mengakses
situs, gambar atau juga tayangan porno lewat internet dalam HP masingmasing.
4) Kurangnya pengetahuan remaja tentang seksual. Banyak orang tua yang
membatasi pembicaraan mengenai seksualitas dengan berbagai alasan,
salah satunya seksualitas masih dianggap tabu untuk dibicarakan bagi
kalangan orang tua kepada anaknya. Sehingga remaja terpacuuntuk
mencari informasi di tempat lain, yang mungkin bisa menjerumuskan
mereka.
Karena meningkatnya minat pada seks, remaja selalu berusaha mencari
lebih banyak informasi mengenai seks (Hurlock, 2005). Menurut Hurlock (2005)
hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk beluk tentang seks dapat
dipelajari dari orangtuanya. Oleh karena itu, remaja mencari berbagai sumber
informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya dari buku-buku tentang seks,
teman-teman, atau mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu
atau bersenggama (Hurlock, 2005).
Perkembangan minat terhadap lawan jenis (heteroseksualitas) memiliki
dua unsur yang berbeda dalam perkembangannya. Yang pertama adalah
perkembangan pola perilaku yang melibatkan kedua jenis seks dan yang kedua
adalah perkembangan sikap yang berhubungan dengan relasi antara kedua
kelompok seks (Hurlock 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Rasmen pada anak kelas
dua SMA yang terdiri dari 60 responden di Kota Negara Kabupaten Jembrana,
diperoleh hasil bahwa 73,33% responden mengatakan bahwa seks merupakan
kebutuhan dasar manusia, 51,67% responden mengatakan bahwa hubungan seks
merupakan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan seks, 36,6% responden
mengatakan bahwa onani merupakan cara lain sebagai pengganti keinginan untuk
melakukan hubungan seks, 88,33% responden menyatakan bahwa mereka ingin
sekali melakukan hubungan seks tapi takut beresiko walapun mereka mengaku
pernah berpacaran, serta sebanyak 5,00% responden setuju dengan aborsi (I
Wayan Rasmen, 2009).
E. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap:
1. Pengalaman pribadi.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.
3. Pengaruh kebudayaan.
4. Media masa.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.
6. Pengaruh faktor emosional.
7. Tingkat pengetahuan.
Sikap tentang
hubungan seks
pranikah
Bagan 1. Kerangka teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sikap (Azwar, 2007 &
notoatmodjo 1997).
F. Kerangka konsep
Variabel Independent
Tingkat pengetahuan remaja
tentang PMS
Variabel Dependent
Sikap
remaja
tentang
hubungan seks pranikah
Bagan 2. Kerangka Konsep Penelitian
G. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Arikunto, 2002). Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas (Variabel independen)
Variabel bebas (variabel independen) adalah variabel yang mempengaruhi
atau menjadi penyebab bagi variabel lain (Arikunto, 2002). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah tingkat pengetahuan remaja tentang PMS.
2. Variabel terikat (Variabel dependen)
Variabel terikat (variabel dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau
disebabkan oleh variabel lain (Arikunto, 2002). Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah sikap remaja tentang hubungan seks pranikah.
H. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang PMS dengan sikap
remaja tentang hubungan seks pranikah di SMA Setiabudhi Semarang.
Download