Pendidikan Pada Masa Daulah Bani Umaiyah dan Bani Abbasyiah Tiar Indarto Rifi Wulandari (0901125227) (0901125190) Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Untuk Disiplin Ilmu I (IDI I) Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA 2012 BAB I PENDAHULUAN Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya. Sejarah merupakan kejadian masa lampau yang memiliki banyak pelajaran untuk bekal kemajuan menyongsong masa depan. Al-Qur’an banyak bercerita tentang umat-umat terdahulu, itu semua adalah sebagai bentuk refleksi untuk menyongsong masa depan dengan membawa hikmah dari sejarah. Jika umat Islam ingin melihat masa depan yang penuh dengan cahaya kejayaan, maka umat Islam harus memahami masa lalunya. Masa lalu yang merupakan kejayaan umat Islam dari generasi terbaik (generasi awal Islam). BAB II PEMBAHASAN A. Daulah Bani Umayyah Muawiyah adalah pendiri Daulah Bani Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah ibn Abd Syam ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hindun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syam ibn Abd Manaf. Ibukota negara dipindahkan dari Madinah ke Damaskus suatu negeri tua di Syam (Palestina, Yordania, Suriah, dan Libanon) tempat dimana muawiyah dahulunya menjabat sebagai gubernur. Daulah Umayyah terbagi menjadi dua periode yaitu (41-132 H/661-750 M) di Damaskus disebut daulah Umayyah I dan sekitar abad ke-6 sampai dengan abad ke-10 di Andalusia disebut daulah Umayyah II. Kekhalifahan pada Daulah Bani Umayyah: 1. Muawiyah bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M. 2. Yazid bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M. 3. Muawiyah bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M. 4. Marwan bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M. 5. Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M. 6. Al-Walid bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M. 7. Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M. 8. Umar bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M. 9. Yazid bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M. 10. Hasyim bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M. 11. Al-Walid bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M. 12. Yazid bin al-Walid, 127 H / 744 M. 13. Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M. 14. Marwan bin Muhammad, 127-133 H / 744-750 M. Pada periode Dinasti Bani Umayyah ini terkenal sibuk dengan pemberontakan dalam negeri dan sekaligus memperluas daerah kerajaan, sehingga pemerintahan 1 Dinasti Bani Umayyah tidak terlalu banyak memusatkan perhatian pada perkembangan ilmiah dan pendidikan. Pendidikan pada masa pemerintahan Umayyah bersifat desentrasi yang berarti pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tapi juga dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Tetapi pada masa pemerintahan daulah bani Umayyah sudah terdapat klasifikasi bentuk pendidikan, yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal yang dimaksud adalah kurikulum pendidikan murni hanya mencakup ilmu-ilmu agama, sedangkan pendidikan nonformal yang dimaksud adalah kurikulum pendidikan memuat kurikulum umum seperti kedokteran dan sebagainya. Lembaga pendidikan pada masa Umayyah sudah cukup berkembang dengan masa sebelumnya. Adapun lembaga pendidikan Islam pada masa daulah Umayyah adalah sebagai berikut: a. Kuttab/Maktab Kuttab/Maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan kataba/maktab berarti tempat untuk menulis, atau tempat dimana dilangsungkan kegiatan tulis menulis. Kebanyakan para ahli pendidikan Islam sepakat bahwa keduanya merupakan istilah yang sama dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada pengajaran Alquran dan pengetahuan agama tingkat dasar. b. Masjid Semenjak berdirinya pada masa Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai sarana informasi dan penyampaian doktrin ajaran Islam. Peranan Masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya tetap dan mampu untuk memberikan atau mengajarkan ilmunya kepada orang -orang yang haus akan ilmu pengetahuan. Pada Dinasti Bani Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi setelah khuttab. Pelajaran yang diajarkan meliputi Al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh. Juga diajarkan kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan. c. Majelis Sastra Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama 2 terkemuka. Dalam balai-balai pertemuan seperti ini disediakan pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan dan diperdebatkan. d. Pendidikan Istana Pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak -anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pe merintahan atau halhal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid. B. Daulah Bani Abbasiyah Daulah Bani Abbasiyah didirikan oleh keturunan Abbas paman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu: Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah al-Abbas. Kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah melanjutkan kekuasaan daulah umayyah, dengan memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad sehingga pusat pemerintahan daulah Abbasiyah berada disekitar bangsa persia. Kekuasaan daulah Abbasiyah dibagi dalam lima periode, yaitu: 1. Periode I (132 H/750 M-232 H/847 M), masa pengaruh Persia pertama. 2. Periode II (232 H/847 M-334 H/945 M), masa pengaruh Turki pertama. 3. Periode III (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh Persia kedua. 4. Periode IV (447 H/1055 M-590 H/1194 M), masa bani saljuk, pengaruh Turki kedua. 5. Periode V (590 H/1104 M-656 H/1250 M), masa kebebasan dari pengaruh Dinasti lain. Walaupun dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur, tetapi puncak keemasan dari daulah Abbasiyah ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu: 1. Al Mahdi (775-785 M) 2. Al Hadi (785-786 M) 3. Harun al Rasyid (786-809 M) 4. Al Ma’mun (813-833 M) 5. Al Mu’tashim (833-842 M) 6. Al Wasiq (842-847 M) 7. Al Mutawakkil (847-861 M)1 Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun AlRasyid (786 M-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813 M-833 M). Kekayaan yang dimiliki Khalifah Harun Al-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mun digunakan untuk kepentingan 1 Suwito & Fauzan. 2008. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada media Group. hlm 100 3 sosial seperti: lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasan. Dalam perkembangan pemikiran keilmuan keislaman, kita mengenal imam-imam mazhab hukum yang empat, mereka semua hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah, yaitu ; Imam Abu Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M), dan Imam Syafi’i (767-820 M). Disamping itu para ulama juga mengumpulkan hadits, seperti; al Musnad oleh Ahmad bin Hambal (241 H/885 M). Pengumpulan enam kitab yang dikenal al Kutub as Sittah yang dipelopori oleh Bukhari (256 H/870 M), Muslim (261 H/875 M), Abu Daud (275 H/888 M), at Tirmidzi (279 H/892 M), an Nasa’i (303 H/915 M), dan Ibnu Majah (273 H/886 M). Masa pemerintahan Abbasiyah sering dikatakan sebagai zaman keemasan Islam. Namun, hal itu tidak berarti membawa seluruhnya berawal dari kreativitas p enguasa sendiri. Lembaga pendidikan pertama dalam Islam adalah rumah Arqam ibn Abi al Arqam sebagai tempat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan ayat Al Qur’an hanya saja Daulah Bani Abbasiyah mengembangkannya lebih lanjut sesuai dengan tuntutan dan kemajuan zaman. Menurut Hasan Abd. Ali, lembaga-lembaga pendidikan pada periode ini selain keluarga adalah masjid dan kuttaab, Istana khalifah, rumah-rumah para pangeran, menteri, dan ulama, kedai-kedai, saudagar buku, salon-salon kesustraan, ribat, rumah sakit, al-Bimaristan, observatorium dan tempat-tempat experiment ilmiah serta Daar alHikmah, Bait al-Hikmah, dan Daar al-Ilmi ataupun Daar al-Kutub.2 Pendapat Zuhairini hampir sama dengan pendapat di atas, Zuhairini mengelompokkan lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti Kuttaab, pendidikan rendah di Istana, toko-toko buku, rumah para ulama (ahli ilmu pengetahuan), badi’ah, rumah sakit, perpustakaan, dan masjid, sebagai lembaga pendidikan Islam yang bercorak nonformal. 3 Sedangkan lembaga pendidikan formalnya adalah madrasah. Menurut Ibnu al Nadhim, Bait al Hikmah dibangun pada masa khalifah Harun arRasyid dan dilanjutkan pada masa khalifah al Amin untuk kemudian direnovasi kembali oleh khalifah al Ma’mun pada tahun 217 H/832 M dengan biaya sebesar satu juta dolar.4 Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena disamping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis, dan berdiskusi. 5 Perhatian yang tinggi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam dengan taraf yang belum pernah dicapai sebelumnya, itulah yang dilakukan Harun ar-Rasyid pada saat menjadi khalifah dengan membangun lembaga pendidikan dan menunjuk rumah-rumah sebagai tempat belajar begitu pula dengan masjid. Harun 2 Ibid. hlm 15 Ibid. hlm 100 4 M. Mukhlis Fahruddin. 2009. Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan: Kasus Bayt al Hikmah. El-Harakah, Vol. 11, No. 3. hlm 191 5 Ibid. 3 4 ar-rasyid juga memanfaatkan kekayaannya yang banyak untuk kemanfaatan sosial. Ia pula yang menjadikan kota baghdad menjadi pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia, memberikan gaji yang tinggi kepada para ulama dan ilmuwan. Disamping itu Ia juga memberikan penghargaan yang sangat tinggi pada karya-karya tulis dengan memberikan imbalan yang mahal. Ia tidak menyia-nyiakan rakyat yang berbuat baik, tidak melambatkan pembayaran upah dan ia sangat pemurah dan seorang yang gemar beribadah. Kemajuan pada Daulah Bani Abbasiyah ini juga ditentukan oleh dua hal, yaitu : 1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. 2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun ar-Rasyid. Pada fase yang banyak di terjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua mulai pada masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bdang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas. Kurikulum pendidikan yang digunakan pada masa pemerintahan Abbasiyah dapat dibagi menjadi dua, yaitu kurikulum pada pendidikan rendah dan kurikulum pendidikan tinggi. a. Kurikulum Pendidikan Rendah Kurikulum pada pendidikan rendah bervariasi tidak terlepas dari faktor sosiologis, politis, dan ekonomi umat muslim yang melingkupinya. Sehingga tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat islam, dilembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis al-qur’an, kadang diajarkan bahasa nahwu dan arudh. Namun demikian, ada perbedaan antara kuttab -kuttab yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dengan yang ada di istana. Di istana orang tua (para pembesar istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut sesuai dengan anaknya dan tujuan yang dikehendaki. Rencana pelajaran untuk pendidikan istana ialah pidato, sejarah, peperangan, cara bergaul dengan masyarakat disamping pengetahuan pokok, sepe rti al-qur’an, syair, dan bahasa. b. Kurikulum Pendidikan Tinggi Kurikulum pendidikan tinggi, bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Sehingga mahasiswa bebas mengikuti halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari kota ke kota yang lain. Mata pelajaran pada pendidikan tingkat ini meliputi ilmu fiqh, nahwu, kalam, kitabah, al-arudh, matematika, astronomi, 5 aritmatika, geometri, psikologi, kesusteraan, kedokteran, dan lain-lain. Menurut Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai Alquran dan agama. 6 Pada masa Abbasiyah ilmu menjadi sesuatu yang penting, sehingga masyarakat banyak antusias dalam menuntut ilmu kepada guru-guru yang dianggap tsiqah (terpercaya) dan memiliki keluasan ilmu yang tidak diragukan. Menurut Al-Jahiz dalam Ziauddin Alavi, guru dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan, yaitu : a. Guru-guru yang mengajar sekolah kanak-kanak (mu’allim al-kuttab), para mu’allim kuttab (guru sekolah anak-anak) mempunyai status sosial yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kualitas keilmuan mereka yang dangkal dan kurang berbobot. Namun tidak semua demikian, ada sebagian diantara mereka yang ahli di bidang sastra, ahli khat dan fuqaha. Mereka inilah golongan guru muallim al-kuttab yang dihormati dan dihargai seperti: Al-Hajaja, Al-Kumait, Abdil hamid Al-Katib, Atha bin Rabah dan lain-lain. b. Para guru yang mengajar para putra mahkota (Muaddib), berbeda dengan muallim al-kuttab, para muaddib mempunyai status sosial yang tinggi, bahkan tidak sedikit para ulama yang mendapat kesempatan untuk menjadi muaddib. Hal ini disebabkan karena untuk menjadi muaddib diperlukan beberapa syarat, di antaranya adalah alim, berakhlak mulia, dan dikenal masyarakat. c. Para guru yang memberikan pelajaran di masjid-masjid dan sekolah-sekolah, guruguru dari golongan ini telah beruntung mendapat kehormatan dan penghargaan yang tinggi di hadapan masyarakat. Hal ini disebabkan penguasaan mereka terhadap ilmu pengetahuan yang begitu mendalam (rasikh) dan berbobot. Di antara mereka adalah guru ilmu syariat, ilmu bahasa, ilmu pasti dan sebagainya. Terdapat beberapa guru dari golongan ini yang terkenal di kalangan masyarakat, diantaranya adalah Abul Aswad Ad-Duali, Hasan Al-Basri, Abu Wadaah, Syuraik Al-Qadhi, Muhamad ibn Al-Hasan, Ahmad ibnu Abi Dawud, dan lain sebagainya. 7 Tiga golongan guru yang dikemukakan Al-Jahiz menggunakan penilaian sudut pandang sosial guru pada masa tersebut. Sudah menjadi tradisi Islam pada masa klasik bahwa guru tidak pernah memberikan waktu kapan peserta didik harus selesai belajar kepadanya, kecuali ia telah menyelesaikan kitab yang dikajinya (khatam). Peserta didik diberi kebebasan untuk belajar kepada siapa saja dan kapan saja, bahkan guru tidak pernah menawarkan pelajaran secara khusus yang harus diselesaikan oleh murid pada waktu tertentu. 6 Anonymous (tanpa nama). Sistem Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah. (online) tersedia: http://uusahmadhusaini.blogspot.com/2011/11/sistem-pendidikan-islam-padamasa-bani.html, diakses pada selasa, 11 Desember 2012 7 Ibid. 6 Materi pendidikan pada masa Daulah Bani Abbasiyah tidak jauh berbeda dengan Daulah Bani Umayyah, dapat dibagi menjadi materi pelajaran yang bersifat wajib yang didapat pada pendidikan dasar dan materi pelajaran yang bersifat pilihan yang didapat pada pendidikan tinggi. Materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbaari), yaitu: a. Al-Qur’an b. Pokok-pokok agama Islam seperti: wudhu, shalat dan shaum c. Sedikit ilmu nahwu dan bahasa Arab (maksudnya yang dipelajari baru pokok-pokok dari ilmu nahwu dan bahasa Arab belum secara tuntas dan detail) d. Membaca dan menulis Materi pelajaran yang bersifat pilihan (ikhtiari), yaitu: a. Fiqih, tafsir, hadits b. Ilmu-ilmu pasti c. Ilmu-ilmu alam d. Semua ilmu nahwu dan sharaf e. Syair-syair f. Riwayat (tarikh) Arab g. Khat atau tulisan indah Pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah tidak jauh berbeda dengan Daulah Bani Umayyah, metode pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: a. Metode lisan Metode lisan dapat berupa dikte, ceramah, qira’ah, dan diskusi. Dikte (imla) adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan imla ini peserta didik mempunyai catatan yang akan membantunya ketika ia lupa. Ceramah (al-sama’) adalah guru menjelaskan isi suatu buku dengan hafalan, sedangkan peserta didik mendengarkannya. Qira’ah biasanya metode ini digunakan untuk belajar membaca. Diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini. b. Metode menghafal Metode menghafal merupakan ciri khas pendidikan pada masa daulah Abbasiyah. Peserta didik-peserta didik harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya hingga pelajaran tersebut dihafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya, peserta didik harus mengkontekstualisasikan pelajaran yang telah dihafalnya. c. Metode tulisan Metode tulisan dapat dikatakan sebagai pengkopian buku-buku ulama. Dalam pengkopian terjadi proses intektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu peserta didik semakin tinggi, karena dalam pengkopian tidak semata-mata menulis saja dan melakukan telaah terhadap buku tersebut. Metode tulisan ini juga menguntungkan 7 dalam penggandaan buku, karena pada masa itu belum ada mesin cetak seperti saat ini, sehingga kebutuhan akan teks buku sedikit teratasi. Kemunduran Daulah Bani Abbasiyah terjadi sebagaimana periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran tidang datzng secara tiba-tiba melainkan benih-benih sudah muncul pada periode pertama. Karena khalifah pada periode pertama sangat kuat, sehingga benih-benih itu tidak sempat berkembang. Masa kemunduran dimulai pada periode kedua. Dalam sejarah kekuasaan Abbasiyah apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai pegawai sipil, tetapi ap abilai khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Banyak faktor yang menyebabkan Daulah Bani Abbasiyah mengalami kemunduran, beberapa diantaranya adaah sebagai berikut : 1. Persaingan antar bangsa Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah berakhir. 2. Kemerosotan ekonomi Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara moratmarit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk mempe rlemah kekuatan politik Daulah Bani Abbasiyah. Kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan. 3. Konflik keagamaan Konflik yang melatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara Muslim dan Zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja, tetapi juga antara aliran dalam Islam. 4. Ancaman dari luar a) Perang salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban. b) Penyerangan bangsa mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Mereka tidak saja menghancurkan kota baghdad tapi juga menghancurkan peradaban Islam yang telah maju dengan pesatnya. Dengan begitu berakhirlah kekuasaan daulah Abbasiyah. 8 BAB III KESIMPULAN Pendidikan pada masa Daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah mendapatkan perhatian istimewa dari para khalifah pada masa tersebut. Sehingga pelayanan terhadap dunia pendidikan pada masa itu mendapatkan pelayanan terbaik seperti berdiri perpustakaan-perpustakaan besar dengan koleksinya yang begitu lengkap, penggalakkan menulis dan menerjemahkan buku untuk kebutuhan teks buku, semua anak-anak mendapatkan pendidikan dengan merata tanpa membedakan status ekonomi, pendidikan menyebar secara merata ke seluruh daerah kekuasaan pemerintahan Islam jadi tidak ada daerah yang tertinggal, dan sebagainya. Dari itu semua yang menyebabkan ilmu pengetahuan pada masa itu begitu maju, bahkan dikatakan sebagai pusat peradaban. Disaat barat masih dalam kegelapan, umat bersinar terang dengan cahaya ilmu pengetahuan yang dimilikinya berkat pendidikan yang mendapatkan dukungan penuh dari khalifah-khalifah pada masa tersebut. Sudah seharusnya suatu daulah yang ingin maju peradabannya harus memiliki sistem pendidikan yang baik yaitu sistem pendidikan yang di dalamnya terdapat nilainilai Islam, bukan sistem pendidikan pesanan yang penuh dengan unsur politik kepentingan suatu golongan individu maupun kelompok tertentu. DAFTAR PUSTAKA Aziz, A. dkk. 2009. Makalah Sejarah Pradaban Islam Masa Daulat Abbasiyah. Universitas islam Riau. Suwito, &. Fauzan (Eds.). 2008. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nizar, Samsul (Eds.). 2008. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Yatim, Badri. 2005. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA. Osman, L. A. 1983. Ringkasan Sejarah Islam. Jakarta: Widjaya Jakarta. Nor, Alfian. 2005. Israiliyat Dalam Tafsir Al-Quran. Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, 3, 42-52. Fahruddin, M. M. 2009. Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan: Kasus Bayt al Hikmah. El-Harakah, Vol. 11, No. 3, 181-197. Efendi, Marzon. Pendidikan Islam Masa Bani Umayyah (Filsafat Pendidikan Islam). http://paremaputri.blogspot.com/2011/05/pendidikan-islam-masa-baniumayyah.html, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. 9 Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah. (online) tersedia: http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. Toriqul Chaer, Moh. Kuttaab: Lembaga Pendidikan Islam Klasik. (online) tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/13/kuttaab -lembaga-pendidikan-islamklasik/, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. Al Hasan, Fahadil Amin, dkk. 2011. Peradaban Islam Pada Masa Daulah Bani Umyyah II Di Dpanyol/Andalusia Dan Daulah Fatimiyah Di Mesir. (online) tersedia: http://al-poenya.blogspot.com/2012/04/makalah-peradaban-islam-padamasa.html, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. Umayyah II Di Andalusia. (online) tersedia: http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/05/umayyah-ii-di-andalusia.html, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. Sejarah Perkembangan Pendidikan Daulah Umayyah II Di Andalusia. (online) tersedia: http://oyayo.blogspot.com/2011/01/sejarah-perkembangan-pendidikandaulah.html, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. Nur Hasan, Muhammad. 2012. Sejarah Peradaban Islam Pada masa Bani Umayyah (Di Andalusia). (online) tersedia: http://blog.uinmalang.ac.id/san3la/2012/07/05/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-baniumayyah-ii-di-andalusia/, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. 2012. Peradaban Islam Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah. (online) tersedia: http://mulyono-jojon.blogspot.com/2012_03_01_archive.html, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. Khambali. Pendidikan Pada Masa Daulah Umayyah Di Damaskus Dan daulah Umayyah Di Spanyol. (online) tersedia: http://wacana-pendidikan-islamindonesia.blogspot.com/2012/04/ppendidikan-islam.html, diakses pada ahad, 9 Desember 2012 Konsep Pendidikan Di Masa Abbasiyah. (online) tersedia: http://arieslailiyah.blogspot.com/2012/05/konsep -pendidikan-di-masaabbasiyah.html, diakses pada ahad, 9 Desember 2012) (online) tersedia: http://istanailmu.com/archives-2012/sekilas-tentang-daulahabbasiyah/html, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. (online) tersedia: http://www.masterfajar.com/2012/09/sejarah-pendidikan-islam-masabani-umayyah/, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. (online) terrsedia: terhttp://wacana-pendidikan-islamindonesia.blogspot.com/2012/04/ppendidikan-islam.html, diakses pada ahad, 9 Desember 2012. Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah. (online) tersedia: http://uusahmadhusaini.blogspot.com/2011/11/sistem-pendidikan-islam-padamasa-bani.html, diakses pada selasa, 11 Desember 2012. 10 Harisuddin, Ahmad. Potret Pendidikan Islam Di Masa Pemerintahan Bani Umayyah. (online) tersedia: http://banjarhulu.wordpress.com/2012/04/25/potretpendidikan-islam-di-masa-pemerintahan-bani-umayyah/, diakses pada senin, 10 Desember 2012. 11