1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat perkotaan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masyarakat perkotaan kini dimanjakan oleh kehadiran berbagai pusat
perbelanjaan. Bahkan lokasinya kadang-kadang di satu kawasan. Kondisi ini
sangat menguntungkan karena masyarakat tinggal memilih gerai mana yang akan
dimasukinya.
Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang
dan merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi. Melalui ritel,
suatu produk dapat bertemu langsung dengan penggunanya. Industri ritel di sini
didefinisikan sebagai industri yang menjual produk dan jasa pelayanan yang telah
diberi nilai tambah untuk memenuhi. kebutuhan pribadi, keluarga, kelompok, atau
pemakai akhir.
Produk yang dijual kebanyakan adalah pemenuhan dari kebutuhan rumah
tangga termasuk sembilan bahan pokok. Industri ritel di Indonesia memberikan
kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan juga menyerap
tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Sebagai negara yang membangun, angka
pertumbuhan industri ritel Indonesia dipengaruhi oleh kekuatan daya beli
masyarakat, pertambahan jumlah penduduk, dan juga adanya kebutuhan
masyarakat akan pemenuhan produk konsumsi. Kehadiran industri ritel modern
pada dasarnya memanfaatkan pola belanja masyarakat terutama kelas menengah
1
2
ke atas yang tidak mau berdesak-desakan di dalam pasar tradisional yang biasanya
becek atau tidak tertata rapi.
Walaupun kehadiran ritel modern ini disoroti dapat mematikan pasar
tradisional karena mempunyai keunggulan pada banyak faktor, perkembangannya
sendiri dapat dikatakan tidak terbendung. Jika diamati lebih lanjut maka
persaingan bisnis ritel atau eceran itu makin tidak sehat. Pemerintah cenderung
mengobral ijin terhadap pemain besar, bahkan hypermarket, meskipun sebenarnya
pasarnya sudah jenuh. Akibatnya di beberapa kota mulai ada gerai ritel besar yang
tutup, sedangkan di perumahanperumahan dan kampung-kampung pedagang
kelontong terancam oleh waralaba mini market.
Dalam iklim usaha yang tidak sehat berlaku hukum rimba. Siapa yang kuat
dialah yang keluar sebagai pemenang. Mungkin Indonesia belum separah itu,
tetapi jika tidak segera dibenahi maka potensi berlaku hukum rimba tinggal
selangkah lagi. Pemerintah daerah selaku penguasa wilayah semestinya tahu
potensi daerahnya. Berapa daya beli masyarakatnya dan sudah ada berapa ritel
yang beroperasi. Selama ini ada kecenderungan pemerintah daerah tidak pernah
keberatan memberi ijin kepada investor yang hendak membuka gerai ritel. Selama
dasawarsa pertama 1990 an, ekonomi Indonesia tumbuh dengan ratarata
pertumbuhan di atas 10% per tahun.
Banyak analis ekonomi memperkirakan Indonesia akan menjadi salah satu
negara terkuat dalam bidang ekonomi di Asia Pasifik dan Oceania. Titik balik
terjadi pada tahun 1997 ketika Indonesia dilanda inflasi 70% lebih menyusul
makin melemahnya nilai rupiah sampai Rp 17.000 per 1 dolar AS. Kalangan
3
swasta Indonesia yang selama ini banyak bergantung pada pinjaman luar negeri
berjangka pendek, ikut memperburuk keadaan dan membawa Indonesia ke dalam
krisis moneter yang parah.
Di masa krisis, hampir semua sektor ekonomi dilanda kelesuan dan hanya
sedikit yang mampu bertahan. Industri ritel termasuk salah satunya, dan bahkan
masih mempunyai kemampuan untuk berinvestasi di masa sulit. Walaupun krisis
belum reda, situasi perekonomian dapat dikatakan mulai membaik sejak tahun
2000. Ekonomi Indonesia tumbuh meskipun hanya sekitar 3%. Keadaan ini dilihat
kalangan pebisnis terutama para pengusaha ritel sebagai prospek yang patut
dipertimbangkan untuk melanjutkan investasi yang sempat tertunda. Arus modal
kembali mengalir pada pembangunan gerai-gerai baru, terutama di Jakarta,
Bandung, Medan, dan Surabaya.
Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), bisnis ritel atau
usaha eceran di Indonesia mulai berkembang pada kisaran tahun 1980 an seiring
dengan mulai dikembangkannya perekonomian Indonesia. Hal ini timbulsebagai
akibat dari pertumbuhan yang terjadi pada masyarakat kelas menengah, yang
menyebabkan timbulnya permintaan terhadap supermarket dan departement store
(convenience store) di wilayah perkotaan.
Trend inilah yang kemudian diperkirakan akan berlanjut di masa-masa
yang akan datang. Hal lain yang mendorong perkembangan bisnis ritel di
Indonesia adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat kelas menengah ke
atas, terutama di kawasan perkotaan yang cenderung lebih memilih berbelanja di
pusat perbelanjaan modern. Perubahan pola belanja yang terjadi pada masyarakat
4
perkotaan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan berbelanja saja namun juga
sekedar jalan-jalan dan mencari hiburan.
Berkembangnya usaha di industri ritel ini juga diikuti dengan persaingan
yang semakin ketat antara sejumlah peritel baik lokal maupun peritel asing yang
marak bermunculan di Indonesia.
Industri ritel di Indonesia saat ini semakin berkembang dengan semakin
banyaknya pembangunan gerai-gerai baru di berbagai tempat. Kegairahan para
pengusaha
ritel
pembangunan
untuk
gerai-gerai
berlomba-lomba
baru
tidaklah
menanamkan
sulit
untuk
investasi
dalam
dipahami. Dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 3% sejak tahun 2000 dan makin
terkendalinya laju inflasi, bisa menjadi alasan mereka bahwa ekonomi Indonesia
bisa menguat kembali di masa mendatang.
Ramainya industri ritel Indonesia ditandai dengan pembukaan gerai-gerai
baru yang dilakukan oleh pengecer asing seperti Makro (Belanda), Carrefour
(Perancis), dan Giant (Malaysia, yang kemudian juga digandeng oleh PT Hero
Supermarket Tbk), yang tersebar di kotakota besar seperti Jakarta, Makassar,
Semarang, Bandung, Yogyakarta, dan lain sebagainya. Penggolongan bisnis ritel
di Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan sifatnya, yaitu ritel yang bersifat
tradisional atau konvensional dan yang bersifat modern. Ritel yang bersifat
tradisional adalah sejumlah pengecer atau pedagang eceran yang berukuran kecil
dan sederhana, misalnya toko-toko kelontong, pengecer atau pedagang eceran
yang berada di pinggir jalan, pedagang eceran yang berada di pasar tradisional,
dan lain sebagainya.
5
Kelompok bisnis ritel ini memiliki modal yang sedikit dengan fasilitas
yang sederhana. Ritel modern adalah sejumlah pedagang eceran atau pengecer
berukuran besar, misalnya dengan jumlah gerai yang cukup banyak dan memiliki
fasilitas toko yang sangat lengkap dan modern. Hasil survey menurut AC Nielsen
lima pengecer terbesar yang termasuk dalam kategori ritel modern di Indonesia
berdasarkan nilai penjualan adalah Matahari, Ramayana, Makro, Carrefour, dan
Hero.
Konsep yang ditawarkan peritel modern beragam seperti supermarket
(swalayan), hypermarket, minimarket, departement store, dan lain sebagainya.
Bisnis ritel dapat pula dibagi menjadi tiga kelompok usaha perdagangan eceran
yaitu:
1. Grosir (pedagang besar) atau hypermarket. Kelompok ini umumnya hanya
ada di kota-kota besar dan jumlahnya sedikit. Di Indonesia yang termasuk
dalam kelompok ini adalah:
a. PT Alfa Retailindo dengan nama gerai Alfa.
b. PT Makro Indonesia dengan nama gerai Makro.
c. PT Carrefour Indonesia dengan nama gerai Carrefour.
d. PT Goro Batara Sakti dengan nama gerai Goro.
E . PT Hero Supermarket dengan nama gerai Giant.
f. PT Matahari Putra Prima dengan nama gerai Matahari.
2. Pengecer besar atau menengah dengan jumlah gerai sekitar 500 gerai.
3. Minimarket modern. Pelaku kelompok ini tidak banyak namun mengalami
perkembangan pesat.
6
Menurut Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen
Perdagangan Republik Indonesia (1997), jenis-jenis perdagangan eceran
terdiri dari:
1.
Pasar tradisional, adalah tempat transaksi barang atau jasa antara penjual
dan pembeli, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. memperjualbelikan barang/jasa kebutuhan sehari-hari secara eceran
b. melibatkan banyak pedagang eceran berskala kecil
c. Bangunan dan fasilitas pasarnya relatif sederhana
d. Pemilikan dan pengelolaannya umumnya oleh pemerintah daerah
2. Supermarket (swalayan/rumah belanja), adalah pasar modern tempat
penjualan
barang-barang eceran yang berskala besar dengan pelayanan
yang bersifat self service. Kepemilikannya bisa dimiliki oleh satu orang
atau lebih. Komoditi inti yang dijual adalah barang-barang rumah tangga,
makanan, minuman, dan lain-lain.
3. Departement Store (Toko Serba Ada), adalah pasar modern tempat
penjualan barang-barang eceran yang berskala besar. Komoditi inti yang
dijual adalah jenis-jenis fashion, seperti pakaian, sepatu, tas, kosmestik,
perhiasan, dan lain-lain. Pelayanan dibantu oleh pramuniaga dan adapula
yang self service.
4. Pasar Grosir, adalah tempat transaksi barang atau jasa antara penjual dan
pembeli secara partai besar, untuk kemudian diperdagangkan kembali.
7
5. Pasar Grosir tradisional, adalah pasar grosir dengan jumlah pedagang
grosir relatif banyak, seperti Pasar Tanah Abang Jakarta, Pasar Cipulir,
Pasar Mangga Dua Jakarta, dan lain sebagainya.
6. Pasar Grosir Modern, adalah pasar grosir dengan pelayanan yang bersifat
self service, seperti Pasar Grosir Makro, Alfa, dan lain-lain.
7. Pusat perbelanjaan/pusat perdagangan (mall/plaza/shopping center),
adalah suatu arena penjualan berbagai jenis komoditi yang terletak dalam
satu
gedung
perbelanjaan.
Dalam
pusat
perbelanjaan
terdapat
departement store, supermarket, dan toko-toko lain dengan berbagai
macam produk. Contohnya: Galeria Mall, Blok M Plaza, dan lain-lain.
8. Toko bebas pajak (duty free shop), adalah tempat melakukan kegiatan
usaha perdagangan barang yang memperdagangkan barang-barang tanpa
dikenakan pajak sehingga dapat dibeli dengan harga yang murah namun
tidak semua orang dapat berbelanja di empat tersebut. Biasanya pembeli
harus menjadi anggota terlebih dahulu dan diprioritaskan untuk orang
asing. Toko ini berbentuk badan hukum.
9 Pasar percontohan, merupakan suatu tempat berupa pasar fisik yang
berada di daerah yang perekonomiannya relatif terbelakang dan
diharapkan dapat berkembang mandiri serta mampu mendorong
berkembangnya potensi ekonomi daerah sekitarnya, Jenis barang yang
diperjualbelikan adalah barang-barang kebutuhan sehari-hari serta
barang-barang hasil produksi pertanian dan kerajinan masyarakat
setempat.
8
10. Pertokoan, adalah suatu wilayah yang terdapat bangunan toko-toko
sepanjang jalan raya dan ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai
pertokoan.
11. Pasar induk, adalah pasar tempat transaksi barang atau jasa antara penjual
dengan pembeli dalam partai besar untuk kemudian diperdagangkan
kembali ke pasar-pasar lainnya, seperti
Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan Pasar Induk Beras Cipinang. Tahapan pada
evolusi perkembangan industri ritel sebagai berikut:
1. Era sebelum tahun 1960 an: era perkembangan ritel tradisional yang
terdiri atas pedagangpedagang independen.
2. Tahun 1960 an: Era perkenalan ritel modern dengan format departement
store ditandai dengandibukanya gerai ritel pertama Sarinah di Jl. MH.
Thamrin Jakarta.
3. Tahun 1970-1980 an: Era perkembangan ritel modern dengan format
supermarket dan departement store, ditandai dengan hadirnya peritel
modern seperti Matahari, Hero, dan Ramayana.
4. Tahun 1990 an: Era perkembangan convenient store, yang ditandai
dengan
maraknya
pertumbuhan
minimarket
seperti
Indomaret.
Pertumbuhan high class departement store, dengan masuknya Sogo,
Metro, dan lainnya. Pertumbuhan format cash and carry dengan
berdirinya Makro, diikuti Goro, Alfa.
9
5. Tahun 2000-2010: Era perkembangan hypermarket dan perkenalan
e-retailing. Era ini ditandai dengan hadirnya Carrefour dengan format
hypermarket dan hadirnya Lippo-Shop yang memperkenalkan
e-retailing di Indonesia berbasis pada pengguna internet. Konsep ini
masih asing dan sukar diterima oleh kebanyakan masyarakat Indonesia
yang masih terbiasa melakukan perdagangan secara langsung.
Selain format tersebut, terdapat pola pertumbuhan ritel dengan format waralaba.
Peritel merupakan distributor paling akhir karena langsung berhadapan dengan
konsumen sebagai pemakai akhir. Peritel membeli produk dari perusahaan
manufaktur atau distributor besar dan menjualnya kembali kepada konsumen.
Peritel bekerjasama erat dengan para pemasok dan distributor. Beberapa peritel
besar dalam industri ritel yang dikenal luas di Indonesia adalah PT Contimas
Utama Indonesia (Carreffour) yang merupakan bagian dari jajaran eceran raksasa
yang induknya ada di Perancis. Peritel lainnya adalah PT Hero Supermarket Tbk
(Hero), PT Alfa Retailindo (Alfa), PT Matahari Putera Prima (Matahari), PT
Ramayana Lestari Sentosa (Ramayana), PT Makro Indonesia, dan PT Indomarco
Primastama (Indomaret).
Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan keinginan masyarakat
berbelanja di pasar tradisional menurun, sedangkan keinginan mayarakat
berbelanja di pasar modern meningkat. Salah satu perusahaan retail yang sedang
menjamur didaerah-daerah pemukiman adalah Alfa Midi
Mungkin bagi Anda yang tinggal di Jakarta dan Surabaya sudah pernah
melihat beberapa gerai Alfamidi, sekilas gerainya seperti punya grup usahanya
10
Alfamart mirip secara warna dan tulisan serta setting layoutnya, sehingga tidaklah
salah kalau anda kira Alfamidi merupakan grupnya Alfamart. Mungkin kita pikir
ini untuk segmen yang berbeda. Ternyata Alfamidi tidak ada hubungannya
dengan Alfamart. Alfamidi ternyata dikelola oleh PT Midi Utama Indonesia.
kabarnya sampai akhir 2008 secara nasional ditargetkan akan ada 60 gerai dengan
rincian 50 di jakarta dan sisanya di kota lain. di surabaya sendiri sudah ada 4 gerai
Alfamidi yang dibuka. awal 2009 rencananya akan dibuka 10 gerai di Bali.
Komposisi isi gerai adalah 60% produk food, 20% non-food, dan 20% adah
frozen stuff.
Mungkin ada hal baru yang berbeda dengan Alfamart dan Indomaret, yaitu
Alfamidi menyediakan frozen food seperti daging segar serta sayuran dan buah
segar lebih banyak. Alfamart dan Indomaret didak menjual sayuran segar dan
daging serta ayam frozen.
Ini merupakan jaringan ritel kelas mini market pertama yang menggarap
segmen tersebut, namun untuk main di segmen itu memang tidaklah mudah
karena memiliki faktor resiko yang lebih besar dari menjual makanan olahan siap
saji.
Tingginya daya beli masyarakat membuat peluang bisnis ritel di Indonesia
masih terbuka lebar. PT Midi Utama Indonesia, pengelola ritel Alfamidi,
menangkap peluang itu dengan memperluas pangsa pasar di Jatim. President
Director PT Midi Utama Indonesia Rullyanto mengatakan, sampai akhir 2008,
secara nasional ditargetkan tersedia 60 gerai Alfamidi, dengan rincian 50 gerai di
Jakarta dan sisanya di Surabaya.
11
Target akumulasi omzet Rp 1miliar per gerai. Kini di Jakarta baru ada 20
gerai dan di Surabaya empat gerai. Setelah 60 gerai terpenuhi, ke depan Alfamidi
bisa diwaralabakan, ujar Rully, Empat gerai itu pertama yang buka di Surabaya
terletak di Darmo Satelit, Perak, Pasar Kembang dan Tidar menyusul di kawasan
Demak, Kalijaten, Ciliwung dan Cemengkalang Sidoarjo. Setelah peresmian gerai
di Surabaya, awal 2009 Alfamidi merambah Bali dengan target 10 gerai.
Menyambut Lebaran ini, kata Rully, Alfamidi hadir dengan kelengkapan stok dan
tampilan barang yang lebih menarik daripada peritel lain. Meski pemain baru
dalam bisnis ritel, kami optimistis target omzet Rp 50 juta per hari akan langsung
terpenuhi di hari pertama. Karena konsumen masih penasaran dengan kehadiran
ritel ini, ujarnya. Ia telah menyiapkan strategi khusus agar omzet harian tetap
teraih.
Dengan meningkatkan profesionalitas kinerja dan menjaga agar stok
produk tidak kosong. Mengenai strategi menghadapi persaingan bisnis ritel lain,
Rully meyakini gerainya tetap akan dipenuhi konsumen. Karena ia selalu
menghadirkan produk yang tersedia di minimarket dan supermarket. “Stok produk
minimal 7.000 item terdiri dari, 60 persen produk makanan, 20 persen
nonmakanan, dan 20 produk segar,” kata Rully. Ia menjamin, harga jual produk
nonmakanan di gerainya lebih rendah 5 persen dibanding harga pasar.
Menurut Ketua DPD Aprindo Jatim Abraham Ibnu, kehadiran peritel baru
di semester II 2008 ini dapat menumbuhkan penjualan minimarket 8,9 persen
dibandingkan periode sama 2007. Rata-rata penjualan tiap gerai sekitar Rp 20
juta-50 juta per hari. Wakil Ketua Umum DPP Aprindo Pujianto menambahkan,
12
bisnis ritel di Indonesia memang prospektif. Buktinya, pertumbuhan bisnis ritel
moderen anggota Aprindo secara nasional naik 15 persen dibandingkan 2007
sejumlah 8.000 outlet. Sementara, Ketua Harian DPP Aprindo Tutum Rahanta
mengatakan, pertumbuhan bisnis ritel moderen dan pasar tradisional bisa seiring
sejalan. Meski ritel moderen bisa menjangkau pasar di daerah pemukiman, bisnis
itu tidak akan memakan jatah konsumen dari pasar tradisional, katanya.
pertumbuhan Alfa Midi pun terus berkembang serta memberikan pelayanan yang
cepat dan mudah dijangkau dari rumah. senantiasa berintegrasi dengan
masyarakat sehingga kehadirannya memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar.
Pesatnya pertumbuhan dunia retail terutama dibidang consumer goods
membuat pelaku usaha memutar otak untuk terus membidik pasar. Perusahaan
harus jeli dalam melihat peluang yang prospektif. Dalam memenangkan
persaingan terutama dalam menyampaikan pesan penjualan atau bentuk image,
terutama didunia periklanan maka dibuatlah pesan iklan dengan berbagai
kreatifitas yang unik dan berbeda satu dengan lainnya, sehingga menunjukan
adanya diferensiasi produk dan pesan yang akan disampaikan, dengan mengaitkan
produknya pada simbol tertentu yang dapat menjadi duta dari produknya yang
akan dipasarkan kepada konsumen, agar konsumen dapat mengetahui pesan-pesan
yang ingin dicapai dari produsen.
Alfa Midi adalah tempat belanja yang khusus menciptakan tempat belanja
lengkap didaerah perumahan-perumahan.Lokasi tempat usaha merupakan hal
yang sangat vital dalam menentukan kesuksesan dalam usaha retail.
13
Sebagai salah satu perusahaan retail terbesar PT. Midi Utama Indonesia selaku
pemegang Brand Alfa Midi, Alfa Express, dan Lawson sangat selektif dalam
menentukan lokasi dalam upaya pembukaan gerai barunya. Saat ini Alfa Midi
telah memiliki lebih dari 300 gerai yang tersebar di jabodetabek. Ini membuktikan
bahwa pertumbuhan dunia retail terus berkembang.
Brand Alfa Midi dipegang oleh PT. Midi Utama Indonesia, sebagai
perusahaan retail consumer goods yang memiliki tag line „ Belanja Puas, Harga
Hemat „ jelas sekali Alfa Midi ingin memberikan kepuasan kepada pelanggan
dengan harga yang cukup hemat.
Untuk dapat memenuhi kepuasan pelanggannya, Alfa Midi memberikan
pelayanan yang bagus seperti kelengkapan barang barang yang dijual, harga yang
relatif lebih murah, sarana dan prasarana pendukung seperti ATM, dan yang tak
kalah pentingnya adalah lokasi yang strategis yang berada dekat dengan
pemukiman sehingga mudah dijangkau oleh pelanggan.
Semua hal itu tidak terlepas dari pentingnya sebuah brand yang dapat
diingat oleh konsumen. Alfa Midi tampaknya sudah tancap gas menyongsong
industri ritel yang sangat prospektif. Tengok saja penelitian yang dilansir oleh The
Nielsen Company. Menurut perusahaan riset bisnis ini, sektor ritel di negara
berkembang terutama di Asia Pasifik masih akan terus tumbuh. Hal itu juga
ditandai
dengan
transformasi
bisnis
toko
tradisional
menjadi mini
market dan convenience store, yang tidak hanya melulu menjual makanan, tapi
juga memberikan pelayanan lain, seperti jasa perbankan dan menambah area café
guna
menangkap
perubahan
gaya
hidup
masyarakat
urban.
14
Menurut Manajer The Nielsen Company Hendra Gunawan, bisnis ritel di
Indonesia terus bertumbuh fenomenal dalam lima tahun terakhir. “Selalu
tumbuh double digit dan menjadi Top 3 di Asia Pasifik. Pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi, inflasi yang terkendali, konsumsi domestik, peningkatan
populasi kaum muda dan penetrasi ritel modern, semakin mendorong
pertumbuhan
industri
ritel
semakin
baik”,
ungkap
Hendra.
Riset yang dilansir AC Nielsen mengungkapkan pada 2008, ekspansi peritel
modern mencapai 27,5% dengan total 6.745 outlet di seluruh Indonesia.
Perinciannya adalah 152 unit hypermarket, 157 supermarket dan 6.201
minimarket.
Diantara ekpansi peritel modern itu, Alfa Midi adalah salah satunya. Berbeda
dengan Alfamart yang diposisikan sebagai mini market, Alfa Midi bisa dibilang
sebagai reinkarnasi dari Alfa Retailindo atau yang lebih dikenal sebagai Alfa
Gudang Rabat (AGR). Seperti kita ketahui, pasca akuisisi AGR oleh Carrefour
pada akhir 2007, Preskom PT Alfa Retailindo Tbk (Alfa) Djoko Susanto, yang
juga komisaris PT Alfaria Trijaya, pemilik merek dagang Alfmart, bergerak cepat.
Ia segera membangun Alfa Midi yang mengusung konsep convenience store. Alfa
Midi merupakan bentuk tengah antara super market dengan mini market dengan
luasan 200 meter persegi. bentuk ini merupakan salah satu jawaban atas
kebutuhan konsumen yang makin bertambah, terutama ketersediaan produkproduk groceries yang tidak ditemukan di mini market .
Bagaimanapun
15
caranya diusahakan agar khalayak akan terus mengingat produk mereka, sehingga
nantinya akan merubah keputusan dalam membeli atau menggunakan produk
mereka. Hal inilah yang menjadi alasan kuat mengapa brand awareness menjadi
penting untuk diteliti.
Pentingnya meneliti brand awareness, karena awareness merupakan aset
yang dapat memberikan nilai tersendiri dimata pelanggannya. Aset yang
dikandungnya dapat membantu pelanggan atau calon konsumen dalam
menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk
dan merek tersebut.
Komunikasi
pemasaran
mempunyai
peran
yang
penting
untuk
menyampaikan pesan kepada publik terutama konsumen sasaran mengenai
keberadaan produk dipasar agar produk yang dipasarkan selalu ada dalam ingatan
masyarakat.
Strategi komunikasi pemasaran akan berdampak pada aspek kognitif,
perilaku dan sikap konsumen. Maka komunikasi pemasaran didesain guna
meningkatkan delapan aspek berikut : kebutuhan kategori, Awareness,
Pengetahuan, Fasilitasi, Niatan, dan Struktur pengetahuan pasca beli, yang
kesemuanya merupakan sasaran-sasaran kognitif1
Sikap dan kepuasan merupakan sasaran afektif. Perilaku jelas merupakan
sasaranperilaku atau konatif. Dan juga apabila komunikasi pemasaran sukses
menciptakan kesadaran calon konsumen akan mereknya, calon konsumen dapat
membentuk sikap (attitude) positif terhadap merek tersebut dan mungkin akan
1
Sutisna,Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran,Bandung PT.Remaja Rosdakarya,2003
16
muncul niat (intention) untuk membeli merk tersebut, ketika timbul keinginan
untuk membeli suatu produk dimasa yang akan datang.
Dan juga pentingnya meneliti Brand Awareness (kesadaran merek)
konsumen bagi perusahaan. Perusahaan dapat mengetahui berada diposisi mana
iklan produk mereka dipasaran,karena ada empat tingkatan posisi dalam brand
awareness, jika dilihat dari yang terendah adalah sbb :
1. Unware of brand (tidak menyadari merk)
2. Brand recognition (pengenalan merkdengan dirangsang oleh alat bantu)
3. Brand recall ( pengingatan kembali terhadap merek tanpa dirangsang oleh
alat bantu)
4. Top of mind (puncak pemikiran)
Konsumen cenderung membeli suatu merek yang sudah dikenal, karena
dengan membeli merek yang sudah dikenal mereka merasa aman,
terhindar dari suatu resiko pemakaian dengan asumsi bahwa merek yang
sudah dikenal dapat diandalkan2
Mengapa peneliti mengambil objek penelitian Alfa Midi, karena
menjamurnya tempat belanja diwilayah perumahan-perumahan dan
banyaknya brand baru yang bermunculan membuat mereka saling
bersaing. Apalagi para pemain baru didunia retail sangat gigih dalam
melakukan
2
pemasaran,hampir
semua
elemen
pemasaran
mereka
Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak, Strategi menaklukan Pasar melalui Riset Ekuitas dan
Perilaku Merek, Jakarta,2001, hal 54
17
aplikasikan dalam melakukan promo produk mereka.Salah satunya dengan
cara menjual produk dengan harga murah.
Dan mengapa peneliti memilih Warga Perumahan Tanjung Duren
utara RW 04, karena banyaknya tempat belanja disekitar perumahan
tersebut, maka dari itu peneliti ingin mengetahui apakah Alfa Midi
menjadi Top Of Mind dibenak warga perumahan tanjung duren utara rw
04 atau mereka hanya mengenal saja atau bahkan mereka sama sekali
tidak mengenalnya.
1.2
Perumusan Masalah
“Bagaimana Tingkat Brand Awareness khalayak Perumahan Tanjung
Duren utara Rw 04 mengenai brand Alfa Midi?”
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah, untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kesadaran merk khalayak Perumahan Tanjung
Duren Utara Rw 04 mengenai brand Alfa Midi?”
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
18
1.4.1
Manfaat Akademis
Secara Akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
atau kontribusi yang bermanfaat mengenai pentingnya sebuah brand didalam
proses pengetahuan terhadap sebuah produk bagi konsumen, dan diharapkan
penelitian ini bermanfaat terhadap pengembangan dan penelitian yang ada
dibidang Ilmu Komunikasi agar dapat memperkaya penelitian yang telah ada.
1.4.2
Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan adanya pertimbangan dari
biro iklan atau produsen Alfa Midi terhadap hasil penelitian yang ditemukan agar
dapat menjadi masukan dan pertimbangan yang berharga. Terhadap pentingnya
brand dalam membantu tingkat pengetahuan. Selain itu penelitian ini diharapkan
dapat membantu perkembangan pemasaran bukan hanya bagi Alfa Midi
melainkan bagi produsen-produsen lainnya didalam menciptakan merek-merek
yang selalu diingat oleh konsumen.
Download