Analisis Kemampuan Logam Mulia dan Logam Dasar Sebagai Instrumen Hedging atas Obligasi Pemerintah Di Indonesia, Periode 2004-2013 Gracia Christie Napitupulu dan Dony Abdul Chalid 1. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Bagi investor, obligasi pemerintah merupakan aset yang cenderung berisiko rendah, namun krisis hutang yang belum lama terjadi di Eropa membuktikan bahwa risiko tersebut sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, investor perlu mengetahui aset yang dijadikan sebagai hedge dan safe haven ketika terjadi penurunan pada perekonomian, khususnya pada pasar obligasi pemerintah Indonesia. Penelitian ini hendak menganalisis kemampuan logam mulia dan logam dasar sebagai instrumen hedging dan safe haven untuk pasar obligasi pemerintah, selama periode 2004-2013. Dengan menggunakan GARCH, penelitian ini menganalisis krisis keuangan dan krisis hutang Eropa. Diperoleh bahwa logam mulia lainnya, khususnya perak mampu memberikan perlindungan bagi investor pada penurunan secara mendadak dalam perekonomian dibandingkan emas. Untuk logam dasar, tembaga, aluminium, dan nickel menunjukkan kemampuan yang lebih kuat sebagai safe haven dibandingkan logam mulia. Ditemukan bahwa memegang logam secara individu memberikan perlindungan yang lebih kuat dibandingkan dengan memegang portofolio logam. Terakhir, dengan menganalisis performa logam 20 hari setelah terjadi syok negatif pada harga obligasi, ditemukan bahwa perak memiliki performa terbaik. Precious Metals and Industrial Metals as Hedging Instruments: The Case of Indonesian Government Bond during 2004-2013 Abstract Government bond is known to be low risk, but the recent debt crisis has proven that the risk is likely to happen. Therefore, investors have the necessary to know which asset could provide the protection from sudden decrease in the economy, specifically within the Indonesian government bond market. By analyzing 10 different metals during 2004-2013 this research aims to find potential hedging instruments and safe haven assets for the Indonesian government bond market. Using GARCH, this research analyzes the financial crisis and European debt crisis. It was found that other precious metals, specifically silver, provide greater compensation for the bond market losses than gold. While industrial metals such as copper, aluminum, and nickel tend to outperform precious metals as hedge and safe haven at certain times. Also, holding the metals individually will offer a greater protection than in the form of portfolio and by analyzing the performance 20 days after an immediate negative bond price shock, it was shown that silver is the best performing metal within the period. Keywords: Precious Metals, Industrial Metals, Hedge, Safe Haven, Indonesia Government Bond Pendahuluan Perkembangan dalam pasar keuangan khususnya pada aset investasi, mendorong penelitian terkait instrumen hedging dan aset safe haven. Hal ini dikarenakan pasar keuangan Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 bersifat volatile, sehingga dapat menimbulkan risiko kerugian para investor. Oleh karena itu, para investor perlu mengetahui instrumen hedging dan aset safe haven yang terdapat dalam kegiatan investasi, untuk dapat mengurangi kerugian yang dialami ketika terjadi penurunan pada perekonomian. Logam mulia, terutama emas, merupakan salah satu instrumen hedging yang paling popular. Emas memiliki karakteristik sebagai zero-beta asset yang dapat menjadikannya sebagai instrumen hedging terhadap inflasi (McCown dan Zimmerman, 2006). Dalam kaitan ini, Ciner, Gurdgiev, dan Lucey (2013) melakukan analisis terhadap saham, obligasi, emas, minyak, dan nilai tukar sebagai hedge dan safe haven asset terhadap satu sama lain. Ditemukan bahwa emas dapat dijadikan sebagai aset safe haven terhadap nilai tukar di Amerika dan Inggris. Menurut Capie et al. (2005) emas merupakan aset hedge yang baik atas nilai tukar US Dollar dan Pounds dalam jangka panjang. Sedangkan dalam jangka pendek, diperkirakan kemampuan hedging atas nilai tukar tersebut berbeda-beda, tergantung pada kondisi politik, permintaan, dan penawaran. Sebagaimana diketahui, sejak keruntuhan perjanjian Bretton Wood (1971), pasar emas mengalami perubahan. Komoditas lainnya yang memiliki karakteristik seperti emas mulai diperhatikan sebagai asset safe haven dan instrumen hedge terhadap pasar saham. Menurut Draper, Faff, dan Hillier (2006) emas, platinum, dan perak memiliki kemampuan hedging, terutama pada saat terjadi volatilitas abnormal di pasar saham. Mereka membuktikan bahwa performa portofolio yang memiliki logam mulia lebih signifikan dibandingkan dengan portofolio ekuitas standar. Diperkuat oleh Morales dan Andreosso-O’Callaghan (2001) yang mengatakan bahwa pasar logam mulia lebih tidak terkena dampak dari krisis keuangan global pada tahun 2008 dibandingkan dengan pasar keuangan lainnya di dunia. Lebih lanjut penulis menemukan hasil penelitian Lucey dan Li (2013), yang menyatakan bahwa platinum, paladium, dan perak berperan sebagai aset safe haven pada saat emas tidak berhasil. Dalam penelitian mereka, pada akhir 1997 dan 2007, perak dan paladium berperan sebagai aset safe haven obligasi Amerika ketika emas gagal menjadi aset safe haven. Berdasarkan penelitian Belousova dan Dorfleitner (2012) logam dasar berkontribusi dalam mengurangi risiko, sedangkan logam mulia berkontribusi untuk mengurangi risiko dan perbaikan dalam perolehan imbal hasil. Sejalan dengan itu, Agyei-Ampomah et al. (2014) menyatakan bahwa paladium menawarkan kompensasi yang lebih besar untuk kerugian dalam pasar obligasi dibandingkan dengan emas. Selain itu, logam dasar, khususnya tembaga, cenderung memiliki performa yang lebih dibandingkan emas dan logam mulia lainnya, sebagai instrumen hedging terhadap kerugian dalam pasar obligasi. Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 Berdasarkan penelitian Baur dan McDermot (2010), ditemukan bahwa emas dapat menjadi instrumen hedging dan aset safe haven di pasar saham Eropa dan Amerika, namun tidak bagi Australia, Kanada, Jepang, dan pasar negara berkembang (emerging markets). Namun, ditemukan bahwa emas bukan merupakan aset safe haven bagi pasar obligasi di Amerika, Inggris, dan Jerman (Baur dan Lucey, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Fithriana (2012) menyatakan bahwa pada negara berkembang, khususnya Indonesia, emas secara umum tidak bertindak sebagai hedge dan safe haven asset terhadap pasar saham. Walaupun logam mungkin bukan merupakan satu-satunya tempat untuk mencari aman, namun menurut Agyei-Ampomah et al. (2014) terdapat dua alasan mengapa karakteristik safe haven terdapat pada logam. Pertama, dikarenakan logam memiliki korelasi paling dekat dengan emas (instrument investasi tradisional yang dikenal sebagai, “last investment resort”). Kedua, harga logam didorong oleh permintaan global. Harga logam berbeda dengan obligasi atau saham domestik yang banyak didorong oleh permintaan domestik. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian terhadap kemampuan logam sebagai instrumen hedging dan aset safe haven untuk pasar keuangan di Indonesia. Dibandingkan dengan pasar saham, logam mulia dan logam dasar lebih jarang diteliti dalam pasar obligasi, khususnya dalam pasar obligasi pemerintah Indonesia. Penelitian terhadap obligasi dilakukan karena sovereign debt crisis yang terjadi di Eropa serta government default yang terjadi di Rusia pada tahun 1998 membuktikan bahwa obligasi pemerintah terpengaruh oleh penurunan perekonomian dan government default. Oleh karena itu, hal ini bukanlah hal yang tidak lazim untuk terjadi. Dengan demikian, akan bermanfaat apabila para investor mengetahui aset yang dapat melindungi kekayaan yang dimilikinya pada saat terjadi penurunan nilai obligasi pemerintah secara mendadak. Hanya saja, penelitian yang membahas mengenai peran emas sebagai instrumen hedging dan aset safe haven terhadap obligasi masih sedikit ditemukan. Di Indonesia, pasar obligasi pemerintah mengalami masa krisis saat terjadinya Asian Crisis 1998, yang mana likuidasi terhadap utang di Indonesia memakan waktu yang lama karena banyaknya utang yang jatuh tempo. Rating untuk sovereign bonds Indonesia pun pada 1998 mengalami penurunan dari B- menjadi CCC+ (Standard & Poor’s Sovereign Rating), yang pada akhirnya mengalami sovereign default pada 1999, 2000, dan 2001. Selanjutnya, pada tahun 2008 terjadi krisis keuangan global yang ikut mempengaruhi penurunan pasar obligasi pemerintah di Indonesia, namun tidak sampai mengakibatkan sovereign default. Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 Adapun penelitian ini dilakukan terhadap obligasi pemerintah, dikarenakan obligasi pemerintah yang berdenominasi rupiah mengalami perkembangan yang lebih besar dibandingkan dengan sovereign bond. Selain itu, walaupun obligasi pemerintah cenderung dikatakan aset yang riskless, namun obligasi pemerintah Indonesia masih tergolong investasi tidak layak (non-investment grade) dengan peringkat Ba2 oleh Moody’s Investor Service (Indonesia Bond Pricing Agency, 2014). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, obligasi pemerintah Indonesia masih memiliki risiko yang tidak rendah. Selain itu, terlihat bahwa proporsi surat utang sebagai pembiayaan negara terus pengalami peningkatan hingga 2013 (Gambar 1). Apabila tidak diimbangi dengan perencanaan yang tepat oleh pemerintah, maka peningkatan penerbitan obligasi pemerintah akan menimbulkan risiko tersendiri, seperit risiko default. Hal ini tentunya mendorong kebutuhan investor untuk mengetahui aset yang dapat mengurangi kerugian jika terjadi gejolak pada pasar obligasi pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis kemampuan logam mulia dan logam dasar sebagai instrumen hedging dan aset safe haven bagi pasar obligasi pemerintah Indonesia. Gambar 1. Posisi Utang Pemerintah Periode 2008-2013 Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementriaan Keuangan Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap data pasar obligasi Indonesia, terlihat bahwa terdapat gejolak pasar obligasi selama 2004-2014 (Gambar 2). Pada tahun 2007-2008 terjadi penurunan yield, yang selanjutnya mengalami peningkatan. Gejolak ini terjadi dikarenakan krisis global keuangan global yang juga ikut mempengaruhi pasar obligasi pemerintah Indonesia. Pada tahun 2010 terjadi penurunan akibat quantitative easing yang dilakukan oleh The Fed yang mengakibatkan menurunnya yield obligasi pemerintah Indonesia, yang mana 30% dari outstanding surat berharga negara dimiliki oleh asing (Tabel 1) dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selanjutnya, dapat dilihat bahwa pergerakan logam dasar (Gambar 4) tidak jauh berbeda dari logam mulia (Gambar 3). Dengan Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 kata lain, logam dasar memiliki potensi sebagai tempat berinvestasi ketika kondisi ekonomi menurun. Dapat pula dilihat pada saat terjadi penurunan yield pada obligasi selama 20072008 (Gambar 2), logam mulia dan logam dasar sebaliknya mengalami peningkatan. Dengan demikian, baik logam mulia maupun logam dasar dapat menjadi tempat aman pada saat terjadi penurunan pada pasar. Gambar 2. Yield Obligasi Pemerintah Indonesia selama 2004 – 2014 Sumber: TradingEconomics.com dan Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Tabel 1. Presentase Posisi Kepemilikan Surat Berharga Negara 2010-2014 Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan Gambar 3. Perbandingan Imbal Hasil Logam Mulia selama 2004-2013 dan Imbal Hasil Obligasi dengan Time-ToMaturity lebih dari 7 tahun (Rp/t oz) Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 Gambar 4. Perbandingan Imbal Hasil Logam Dasar selama 2004-2013 dan Imbal Hasil Obligasi dengan Time-ToMaturity lebih dari 7 tahun (Rp/t oz) Sumber: indexmundi.com dan hasil olahan penulis Melihat perkembangan yang dialami oleh pasar obligasi pemerintah Indonesia, serta potensi logam mulia dan logam dasar sebagai instrumen hedging dan aset safe haven yang dimiliki oleh, maka perlu pembuktian empiris. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan, penelitian mengenai logam mulia dan logam dasar sebagai aset safe haven dan instrumen hedging terhadap obligasi di Indonesia masih jarang ditemukan. Oleh karena itu, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian terhadap logam mulia, dan logam dasar sebagai aset safe haven dan insturmen hedge terhadap obligasi pemerintah di Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa bentuk perlindungan emas atas kekayaan investor di pasar obligasi pemerintah Indonesia? 2. Apakah emas menawarkan perlindungan yang lebih baik di pasar obligasi pemerintah Indonesia dibandingkan logam lainnya? 3. Apakah perlindungan yang ditawarkan oleh emas dan logam lainnya terhadap penurunan di pasar obligasi pemerintah bersifat jangka pendek atau jangka panjang? Berdasarkan pernyataan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai penelitian ini adalah: 1. Mengetahui perlindungan yang ditawarkan oleh emas dalam pasar obligasi pemerintah di Indonesia selama periode 2004-2013. 2. Mengetahui apakah emas menjadi pelindung yang lebih baik dibandingkan dengan logam lainnya terhadap pasar obligasi pemerintah di Indonesia selama periode 20042013. Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 3. Mengetahui perlindungan yang ditawarkan oleh emas dan logam lainnya terhadap penurunan di pasar obligasi pemerintah bersifat jangka pendek atau jangka panjang di pasar obligasi pemerintah Indonesia selama periode 2004-2013. Tinjauan Teoritis Menurut Baur dan Lucey (2010), hedge merupakan aset yang tidak bergerak bersamaan dengan aset lain secara umum. Lebih lanjut, Baur dan Lucey (2010) membedakan aset hedge yang lemah dan aset hedge yang kuat. Aset hedge atau lindung nilai yang lemah diartikan sebagai aset yang tidak berkorelasi dengan rata-rata aset atau portofolio lain. Aset hedge atau lindung nilai yang kuat diartikan sebagai aset yang berkorelasi negatif dengan rata-rata aset atau portofolio lain. Sedikit berbeda dengan aset hedge, aset safe haven yang lemah merupakan aset yang tidak berkorelasi dengan aset atau portofolio lain pada periode tertentu. Adapun asset safe haven yang kuat merupakan aset korelasi negatif dengan aset atau portofolio lain pada periode tertentu. Suatu aset yang merupakan hedge, belum tentu merupakan aset safe haven, begitu pula sebaliknya (Lai dan Tseng, 2010). Perbedaan utama hedge dan safe haven terletak pada periodenya. Safe haven asset berperan sebagai hedge saat pasar berada dalam kondisi ekstrim, seperti saat terjadi krisis ekonomi atau resesi. Kaul Sapp (2006) menyatakan bahwa aset safe haven merupakan tempat yang ideal untuk menyimpan uang saat terjadi ketidakpastian dalam ekonomi. Safe haven asset adalah aset yang tidak kehilangan nilainya pada periode pasar ekstrim, sehingga memberikan keamanan dari potensial kerugian bagi investor. Kuat atau lemahnya hedge berperan penting terhadap return yang akan diperoleh investor. Aset hedge yang kuat akan memberikan return positif saat aset yang dilindungi mengalami penurunan. Adapun aset hedge yang lemah hanya akan mengurangi kerugian investor saat terjadi kejatuhan harga aset yang dilindungi. Begitu pula pada safe haven asset, kuat atau lemahnya safe haven asset berperan penting terhadap return yang akan diperoleh investor saat pasar mengalami periode ekstrim. Aset yang berkorelasi negatif dengan aset atau portofolio lain (safe haven asset yang kuat) akan menghasilkan return positif saat pasar menghadapi kondisi return negatif yang ekstrim, misalnya saat terjadi resesi. Oleh karena itu, investor berpeluang mendapatkan keuntungan justru saat aset atau portofolio lain mengalami kejatuhan harga. Adapun aset yang tidak berkorelasi dengan aset atau portofolio lain (safe haven asset yang lemah) tidak akan menghasilkan return positif sebesar aset yang memiliki korelasi negatif. Investor hanya berpeluangan untuk mengurangi kerugian dari kejatuhan harga tersebut. Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 Metode Penelitian Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Agyei-Ampomah, Guonopoulos, dan Mazouz (2014) sebagai acuan pemilihan model dan variabel. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time-series, yaitu data return harian dari logam mulia dan logam dasar, serta return harian IGBX. Data harga harian logam mulia dan logam dasar diperoleh dari database Datastream. Logam mulia menggunakan data harian pasar London Bullion Market untuk harga emas, S&P GSCI untuk harga perak, London Platinum dan Palladium Market untuk harga Platinum dan Paladium serta seluruh logam dasar menggunakan data harian pasar London Metal Exchange (LME). Data logam mulia dan logam dasar memiliki satuan troy oz yang didenominasi dalam Dollar Amerika. Data harian IGBX diperoleh dari ICaMEL (Indonesian Capital Market Electronic Library) oleh Bursa Efek Indonesia. Adapun Return IGBX didenominasi dalam mata uang lokal (Rupiah), sedangkan harga harian logam didenominasi dalam Dollar Amerika. Untuk itu, akan dibutuhkan nilai tukar dari Dollar Amerika ke Rupiah Indonesia agar dapat dibandingkan dengan obligasi pemerintah Indonesia yang berdenominasi Rupiah. Harga harian logam akan dihitung dalam mata uang rupiah dengan menggunakan harga harian logam dalam mata uang dollar Amerika dan nilai tukar. Nilai tukar yang digunakan berupa kurs tengah diperoleh dari penjumlahan kurs jual dan kurs beli dari situs Bank Indonesia lalu dibagi dua. Kurun waktu yang akan diteliti adalah dari Juni 2004 sampai Mei 2013. Hal ini dikarenakan indeks obligasi Pemerintah Indonesia diterbitkan pada Juni 2004. Pemilihan waktu mencakup dua periode krisis. Pertama, krisis keuangan global 2007-2008, yang bermula dari subprime crisis 2007 dan mencapai puncaknya pada September 2008, penanggalan yang sama digunakan Baur (2013) dan Agyei-Ampomah et al. (2014). Kedua, European debt crisis 2009-2012, yaitu memuncak dari pernyataan Pemerintah Yunani pada 2009 terkait utang sebesar 300 billion Euro hingga pertengahan 2012 yang mana S&P mendowngrade rating negara-negara EU. Berdasarkan Agyei-Ampomah et al. (2014), penelitian ini menganalisis emas sebagai safe haven asset dan hedging asset dalam tiga model (1a, 1b, 1c) menggunakan model GARCH (1,1), sebagai berikut: !!,! = ∝ + !! !!"#$,! + ℯ! Mean Equation (1a) !! ~ !. ! (0, !!! ) Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 !! = !! + !! !1 + !! !5 + !! !10 ! ! !!! = ! + !ℯ!!! + !"ℯ!!! (1b) Variance Equation (1c) Keterangan: !!,! : return logam dalam rupiah !!"#$,! : return indeks obligasi pemerintah dalam rupiah !! : koefisien/besaran pengaruh return indeks obligasi pemerintah terhadap return logam ℯ! : variable error yang diasumsikan mengikuti proses GARCH (1,1) dengan time-varying variance. !! : koefisien/besaran pengaruh return indeks obligasi pemerintah terhadap return logam !1 : dummy yang bernilai satu jika pasar obligasi pemerintah berada pada kondisi ekstrim dimana return terdistribusi pada kuantil 1% terendah. !5 : dummy yang bernilai satu jika pasar obligasi pemerintah berada pada kondisi ekstrim dimana return terdistribusi pada kuantil 5% terendah. !10 : dummy yang bernilai satu jika pasar obligasi pemerintah berada pada kondisi ekstrim dimana return terdistribusi pada kuantil 10% terendah. !! : koefisien yang mengukur karakteristik safe haven dari logam !!! : volatilitas return logam !, !, ! : konstanta ! !ℯ!!! : volatilitas error return logam sebelumnya Analisis data secara statistik mengacu kepada penelitian Agyei-Ampomah et al. (2014). Berdasarkan model 1b, maka terdapat tiga dummy variable (D1, D5, D10) yang digunakan untuk melihat kondisi pasar obligasi pemerintah yang ekstrim. koefisien !! (i = 0,1,2,3) untuk mengukur karakteristik hedge dan safe haven dari logam yang sedang diteliti. Apabila, !! signifikan negatif maka logam yang diteliti merupakan hedge yang kuat terhadap obligasi. Jika, !! tidak statistically different dari nol, maka logam dikatakan hedge yang lemah. Namun, suatu logam tidak dikatakan hedge apabila hasil !! signifikan positif. Hubungan nonliniear dari karakteristik hedge tergambarkan dalam parameter !! , !! , atau !! . Jika salah satu parameter !! , !! , atau !! significantly different dari nol, maka hal ini mengindikasikan terdapatnya hubungan non-linear antara logam dan obligasi. Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 Suatu logam dikatakan safe haven pada saat dapat memberikan perlindungan terhadap kondisi pasar yang ekstrim (adverse) dalam pasar obligasi. Dengan kata lain, suatu logam ! termasuk safe haven jika, jumlah dari relevant exposure coefficients !! (SH1 =Σ!!! !! untuk ! jumlah return negatif pada kuantil 1% terendah, SH2 =Σ!!! !! untuk jumlah return negatif ! !! untuk jumlah return negatif pada kuantil 10% pada kuantil 5% terendah, dan SH3 =Σ!!! terendah) adalah signifikan negatif (safe haven yang kuat) atau tidak statistically different dari nol (safe haven yang lemah). Suatu logam bukan safe haven apabila jumlah dari exposure coefficients-nya positif dan statistically significant. Pengujian signifikasi parameter SH1, SH2, dan SH3 akan menggunakan Uji Wald. Hasil Penelitian Analisis Statistika Deskriptif Tabel 4.1 berisikan statistika deskriptif dari imbal hasil obligasi dan logam. Mesikpun obligasi dan logam memiliki imbal hasil yang tidak jauh berbeda, namun imbal hasil obligasi cenderung lebih stabil dibandingkan logam. Hal ini dapat diakibatkan oleh karakteristik obligasi pemerintah yang cenderung rendah risiko. Adapun diantara logam, emas merupakan yang paling stabil dengan imbal hasil minimum sebesar -0.101624 dan maksimum sebesar 0.134751, serta standar deviasi sebesar 0.013634. Namun demikian, obligasi dengan time-tomaturity lebih dari 7 tahun, memiliki risiko yang lebih tinggi (standar deviasi) dan nilai yang lebih ekstrim dibandingkan logam. Kurs cenderung stabil dibandingkan logam maupun obligasi pemerintah, dengan standar deviasi 0.006176. Tabel 2. Statistika Deksriptif untuk Return Logam dan Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia Periode Juni 2004 – Mei 2013 Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014) Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 1. Performa Individu Dapat dilihat bahwa koefisien δ0 untuk setiap jenis logam bernilai positif. Parameter kemampuan hedging δ0 mengindikasikan bahwa paladium, platinum, dan perak merupakan aset hedge yang lemah untuk obligasi pemerintah Indonesia. Sedangkan, hasil emas yang secara statistik signifikan positif, berarti emas tidak memiliki kemampuan hedging untuk obligasi pada time-to-maturity keseluruhan. Adanya signifikan secara statistik untuk parameter δ1, δ2, dan δ3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan non-linear antara imbal hasil emas dan obligasi, khususnya pada kondisi ekstrim negatif pada persentil pertama dan kelima terendah. Untuk mengetahui siginfikan statistik dari parameter SH1, SH2, dan SH3, maka digunakan uji Wald. Pada percentile pertama terendah, emas bukan merupakan aset safe haven bagi obligasi dengan time-to-maturity lebih dari 7 tahun dan keseluruhan, dikarenakan parameter SH1 bernilai positif dan signifikan secara statistik. Namun, emas tampaknya aset safe haven yang lemah untuk obligasi dengan time-to-maturity yang kurang dari 7 tahun. Secara individu, emas bukan merupakan safe haven yang kuat untuk masing-masing time-to-maturity maupun secara keseluruhan. Tabel 3. Rangkuman Karakteristik Hedge dan Safe Haven dari Logam Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014) Nilai dari koefisien δ0 pada tabel 3 memperlihatkan bahwa imbal hasil obligasi berhubungan positif dengan imbal hasil perak, namun tidak signifikan secara statistik, Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 sehingga dikatakan perak merupakan aset hedge yang lemah bagi seluruh dan setiap time-tomaturity. Selain itu, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hubungan non-linear antara perak dan obligasi mirip dengan emas pada persentil pertama dan kelima terendah, yaitu perak tidak memiliki kemampuan sebagai aset safe haven untuk obligasi dengan time-tomaturity lebih dari 7 tahun dan secara keseluruhan. Nilai SH1, SH2, dan SH3 menunjukkan bahwa perak hanya mampu menjadi safe haven yang lemah. Bukti yang sama ditemukan pada platinum dan paladium. Dengan melihat koefisien δ0, keduanya bernilai positif dan secara statistik tidak signifikan, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keduanya merupakan aset hedge yang lemah bagi setiap time-to-maturity maupun keseluruhan. Sama halnya dengan platinum, paladium merupakan aset hedge yang lemah setiap time-to-maturity dan secara umum. Parameter SH1, SH2, dan SH3 menunjukkan bahwa paladium merupakan aset safe haven yang lemah. Secara individual dapat dilihat bahwa masing-masing logam mulia tidak memiliki kemampuan aset safe haven yang kuat, kecuali platinum untuk time-to-maturity 1-5 tahun pada goncangan negatif di persentil kesepuluh terendah. Koefisien δ0 emas yang memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan positif dengan obligasi secara umum, menunjukkan bahwa emas bergerak pada arah yang sama dengan obligasi. Saat kondisi ekstrim pada persentil pertama terendah, emas maupun logam mulia lainnya menunjukkan hubungan yang signifikan positif. Hal ini mengindikasikan bahwa investor melihat obligasi dan logam sebagai subtitusi dalam penerapan flight to safety. Menurut Schwarz (2008) peningkatan spread pada sovereign debt dalam Eurozone akibat penurunan mendadak pada likuiditas obligasi pemerintah dikarenakan adanya flight to safety syndrome yang melekat pada pasar keuangan selama masa krisis. Berdasarkan analisis, emas bukan merupakan satu-satunya tempat untuk mencari aman ataupun perlindungan dan di banyak kasus logam mulia lainnya dapat menawarkan perlindungan yang sama, bahkan terkadang lebih, pada saat terjadi gejolak negatif dalam perekonomian. Terlihat bahwa platinum memberikan proteksi yang lebih kuat, ketika logam mulia lainnya memberikan proteksi yang lemah. Adanya korelasi yang kuat antara logam dan logam mulia lainnya pada saat terjadi gejolak perekonomian sesuai dengan pandangan umum yang berpendapat bahwa, investor memperlakukan emas dan logam lainnya sebagai kelas aset investasi yang sama (Erb and Harvey, 2006). Secara keseluruhan, logam dasar memiliki performa yang mirip dengan logam mulia baik sebagai instrumen hedging maupun safe haven asset terhadap kerugian yang dialami pada pasar obligasi pemerintah Indonesia. Kemampuan logam dasar yang lemah dalam melindungi Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 investor terhadap kerugian dapat diakibatkan karena pada saat terjadi financial crisis dan european debt crisis banyak investor asing yang melakukan rebalancing portofolio dengan aset emerging countries, termasuk obligasi pemerintah Indonesia. Selain itu, harga logam dasar yang cenderung stabil dan meningkat dapat dikaitkan dengan meningkatnya permintaan logam dari negara berkembang yang besar seperti BRIC, yang tidak terlalu kena dampak krisis (Agyei-Ampomah et al., 2014). 2. Performa Portofolio Hasil koefisien δ0 pada tabel 4 menunjukkan bahwa portofolio logam mulia tidak memiliki kemampuan hedging untuk setiap time-to-maturity obligasi, dikarenakan nilai yang positif dan signifikan. Nilai koefisien δ1, δ2, dan δ3 yang secara statistik signifikan mengartikan bahwa terdapat hubungan non-linear antara imbal hasil portofolio logam mulia dan obligasi. Dapat dilihat bahwa portofolio logam mulia bukan merupakan safe haven bagi seluruh timeto-maturity obligasi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Beber et al. (2009), bahwa investor cenderung akan menyesuaikan portofolio mereka dengan aset yang kurang berisiko dan lebih likuid pada saat terjadi penurunan yang mendadak dalam perekonomian. Kaitannya dalam penelitian ini adalah investor cenderung memperlakukan logam mulia dan obligasi pemerintah Indonesia sebagai subtitusi ketika terjadi gejolak negatif pada perekonomian, dikarenakan aset yang likuid dan berisiko rendah dibandingkan aset lainnya. Tabel 4. Rangkuman Karakteristik Hedge dan Safe Haven dari Portofolio Logam Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014) 3. Performa Logam per Sub-Period a. Juni 2004 – Desember 2006 Dapat dilihat dari tabel 5 kemampuan logam mulia safe haven berada diantara lemah dan bukan safe haven, hal ini dapat terjadi dikarenakan kondisi yang cukup stabil pada periode ini, sehingga kebutuhan untuk berinvestasi pada emas untuk melindungi investor dari risiko perekonomian mengalami penurunan. Secara umum logam dasar merupakan aset safe haven yang lebih kuat dibandingkan logam mulia. Adanya pergerakan arah yang sama antara logam dasar dan obligasi pemerintah, dapat disebabkan karena pertumbuhan ekonomi selama 2004 Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 dan 2006 mendorong pertumbuhan industri, yang mana juga mendorong pembelian logam dasar sebagai bahan industri (Agyei-Ampomah et al., 2014). Tabel 5. Rangkuman Karakteristik Hedge dan Safe Haven dari Portofolio Logam Sub-Period (2004-2006) Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014) b. Januari 2007 – Desember 2012 Berdasarkan tabel 6 maka dapat disimpulkan, bahwa pada sub-period Januari 2007 hingga Desember 2012, logam dasar merupakan hedge maupun safe haven yang lebih kuat dibandingkan dengan logam mulia. Adapun sub-period ini meliputi dua krisis, yaitu financial crisis dan European debt crisis, serta terlihat bahwa logam dasar memiliki kinerja yang melebihi logam mulia pada masa ini. Adanya pergerakan pada arah yang sama antara logam mulia dan obligasi, sesuai dengan teori flight to safety, dimana investor melihat obligasi dari negara berkembang termasuk obligasi pemerintah Indonesia dan logam mulia sebagai tempat berinvestasi ketika terjadi gejolak perekonomian. c. Desember 2012 – Mei 2013 Sub-period ini menganalisis kemampuan logam mulia dan logam dasar sebagai hedge dan safe haven setelah melalui masa puncak dari kedua krisis sebelumnya. Terlihat dari tabel 6 bahwa logam mulia memiliki performa yang lebih kuat dibandingkan dengan logam dasar sebagai aset hedge dan sebaliknya logam dasar memiliki performa yang lebih kuat dibandingkan dengan logam mulia sebagai safe haven asset. Hal ini dapat terjadi dikarenakan, Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 Tabel 6. Rangkuman Karakteristik Hedge dan Safe Haven dari Portofolio Logam Sub-Period B-E Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014) Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 pada saat terjadi gejolak perekonomian, logam dasar cenderung berdampak positif. Sesuai dengan penelitian Roache dan Rossi (2010) yaitu, bahwa pengumuman pertumbuhan perekonomian yang tidak diduga cenderung memiliki dampak yang negatif terhadap harga emas dan perak, namun dampak positif terhadap tembaga. Terlihat bahwa logam mulia sebagai aset safe haven cenderung melemah pada periode ini, hal ini mungkin terjadi karena perekonomian di Indonesia mengalami pertumbuhan yang stabil, serta permintaan logam mulia yang cenderung menurun, karena masa krisis yang mulai mereda (World Gold Council, 2013). d. Januari 2007 – Desember 2008 Berdasarkan tabel 6 terlihat kemampuan emas sebagai aset safe haven bervariasi dari lemah hingga kuat, hal ini sesuai dengan Baur dan Lucey (2010) yang menyatakan bahwa investor melakukan rebalancing terhadap portofolio mereka dengan kecenderungan berinvestasi emas pada saat terjadi penurunan mendadak pada perekonomian, yang mana dalam hal ini krisis keuangan global (2007-2008). Kemampuan logam yang lemah dalam melindungi investor terhadap kerugian dapat diakibatkan karena pada saat terjadi financial crisis banyak investor asing yang melakukan rebalancing portofolio dengan aset emerging countries, termasuk obligasi pemerintah Indonesia. Selain itu, harga logam dasar yang cenderung bergerak pada arah yang sama dengan imbal hasil obligasi, dapat diakibatkan dengan permintaan logam yang stabil dan meningkat dari negara yang tidak terlalu kena dampak krisis, seperti BRIC (Agyei-Ampomah et al., 2014). e. Januari 2009 – Desember 2012 Dengan melihat tabel 6 maka ditemukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan sub-period keempat (2007-2008), logam dasar memiliki kinerja yang lebih kuat dibandingkan logam mulia sebagai aset safe haven terhadap penurunan mendadak pasar. Hal ini didukung oleh Agyei-Ampomah et al. (2014) yang menyatakan bahwa permintaan akan logam dasar yang mengalami peningkatan pada negara berkembang, mendorong harga naik bagi logam dasar sementara terjadi krisis. 4. Performa Logam Pasca Krisis Berdasarkan grafik-grafik yang sudah dipaparkan, terlihat bahwa obligasi dengan time-tomaturity lebih dari 7 tahun memperoleh kompensasi yang lebih besar dibandingkan dengan obligasi dengan time-to-maturity 1-5 tahun dan time-to-maturity 5-7 tahun pada saat terjadi syok negatif pada perekonomian. Hal ini mengindikasikan bahwa obligasi dengan time-tomaturity lebih dari 7 tahun memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap penurunan mendadak Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 pada perekonomian. Sensitivitas yang tinggi dapat diakibatkan oleh ketidakyakinan para investor, bahwa lebih dari 7 tahun ke depan perekonomian di Indonesia akan membaik atau mencapai kestabilan. Sehingga, dampak yang ditimbulkan dari penurunan mendadak pada perekonomian di Indonesia, akan memberikan pengaruh yang lebih besar kepada obligasi dengan time-to-maturity lebih dari 7 tahun. Selain itu, dapat dilihat bahwa kemampuan masing-masing logam bergantung pada timeto-maturity obligasi. Namun, secara umum logam mulia memiliki kompensasi yang lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan logam dasar. Logam mulia secara khusus yang memiliki kompensasi yang lebih tinggi adalah perak dan timah diantara logam dasar setelah 20 hari dari terjadinya shock. Sesuai dengan hasil penelitian Belousova dan Dorfleitner (2012) yang menyatakan bahwa logam mulia dapat mengurangi tingkat risiko dan memperbaiki imbal hasil suatu portofolio, dimana logam dasar hanya mengurangi tingkat risiko. Hal ini menguatkan bahwa pada saat terjadi krisis, investor cenderung akan berinvestasi pada logam mulia untuk meminimalisir kerugian yang dialami ketika terjadi penurunan pada perekonomian. Gambar 5. Performa Portofolio Logam dan Obligasi dengan Time- to-Maturity Secara Umum Pasca Krisis Sumber: Hasil olahan Microsoft Excel 2010, diolah kembali (2014) Kesimpulan Selama periode analisis, secara umum emas tidak menunjukkan kemampuan sebagai aset hedge maupun aset safe haven yang kuat bagi pasar obligasi Indonesia. Pada sub-period tertentu, khususnya sebelum krisis keuangan (2004-2006), terlihat bahwa kemampuan hedging logam lainnya lebih kuat dibandingkan emas. Namun, pada sub-period krisis keuangan (2007-2008) dan sub-period setelah krisis (2012-2013), emas menunjukkan performa yang kuat sebagai instrumen hedging dan aset safe haven. Dengan menggunakan data dari 2004-2013 diperoleh hasil, bahwa logam selain emas, memiliki potensi sebagai aset hedge dan aset safe haven. Perak menunjukkan kemampuan Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 untuk memberikan perlindungan kepada investor pada saat terjadi penurunan pada pasar obligasi pemerintah Indonesia. Untuk logam dasar, aluminium, tembaga, dan nickel menunjukkan kemampuan yang lebih kuat sebagai aset hedge dan aset safe haven dibandingkan logam mulia pada waktu tertentu, khususnya sub-period krisis utang Eropa (2009-2012). Portofolio logam dasar memiliki performa yang lebih kuat dibandingkan dengan portofolio logam mulia maupun portofolio logam keseluruhan. Selain itu, terlihat bahwa memegang logam dalam bentuk individu memberik manfaat yang lebih kepada investor pada saat penurunan pada perekonomian dibandingkan memegang dalam bentuk portofolio. Adapun perlindungan yang diberikan bervariasi, namun secara umum terlihat bahwa baik logam mulia dan logam dasar, memberikan perlindungan yang bersifat jangka pendek, khususnya pada saat terjadi krisis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Baur dan Lucey (2010), yang mana emas memberikan perlindungan yang bersifat jangka pendek, sampai dengan beberapa hari dari terjadinya krisis, dikarenakan investor cenderung menjual emas, ketika terjadi peningkatan pada pasar. Selanjutnya, menganalisis 20 hari setelah terjadinya syok negatif untuk melihat kecepatan dari kompensasi yang diberikan dalam memegang logam pada saat terjadi syok negatif. Diperoleh bahwa logam mulia, khususnya perak menunjukkan performa yang terbaik, berupa perbaikan pada imbal hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan logam dasar. Saran Bagi investor (individu maupun institusi) yang berinvestasi pada pasar obligasi pemerintah Indonesia, dapat mempertimbangkan perlindungan dari memegang logam lain selain emas pada periode krisis. Diperlukan strategi bagi investor untuk mengetahui saat yang tepat untuk berinvestasi pada logam agar manfaat penggunaan logam sebagai hedge dan safe haven dapat dimaksimalkan. Bagi peneliti selanjutnya, selain melakukan analisis terhadap time-to-maturity, dapat dilakukan analisis berdasarkan rate type obligasi. Ditemukan pada beberapa periode, terdapat korelasi negatif yang signifikan pada time-to-maturity tertentu yang mungkin diakibatkan rate type obligasi. Menambah negara yang dianalisis, baik dengan menganalisis negara Asia lainnya, seperti ASEAN, ataupun dengan obligasi yang memiliki rating yang tinggi untuk melihat perilaku investor yang lebih mendalam pada saat terjadi gejolak perekonomian. Dibandingkan dengan obligasi pemerintah, aset investasi lainnya memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi, sehingga akan dibutuhkan analisis kemampuan dari logam mulia dan logam dasar sebagai instrumen hedging atas pasar keuangan lainnya, seperti saham. Adapun pada penelitian ini, investasi emas yang dimaksud berupa pemegangan logam Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 mulia dan logam dasar dalam bentuk fisik. Pada kenyataannya, hal ini memiliki kemungkinan yang kecil untuk terjadi, khususnya bagi investor individu. Oleh karena itu, selain menganalisis dalam bentuk fisik, dapat juga menganalisis kemampuan logam mulia dan logam dasar sebagai instrumen hedging dalam bentuk derivatif. Daftar Referensi Agyei-Ampomah S, Gounopoulos D, Mazouz, K., 2014. Does gold offer a better protection against losses in sovereign debt bonds than other metals? Journal Banking & Finance 40, 507-521. Aksoy, Elif, et al., 2011. Financial Investment in Commodities Markets: Potential Impact on Commodity Prices & Volatility. IIF Commodities Task Force Submission to the G20. Baur, D.G., Lucey, B.M., 2010. Is gold a hedge or a safe haven? An analysis of stocks, bonds and gold. Financial Review 45, 217–229. Baur, D.G., McDermott, T.K., 2010. Is gold a safe haven? International evidence. Journal of Banking & Finance 34, 1886–1898. Beber, A., Brandt, M. Q., Kavajecz, K.A., 2009. Flight-to-quality or flight-to-liquidity? Evidence from the euroarea bond market. Review of Financial Studies 22 (3), 925-957. Belousova, J., Dorfleitner, G., 2012. On the diversification benefits of commodities from the perspective of euro investors. Journal of Banking & Finance 36, 2455–2472 Brooks, Chris, 2008. Introductory Econometrics for Finance. Cambridge University Press. Conover, C.M., Jensen, G.R., Johnson, R.R., Mercer, J.M., 2009. Can Precious Metals Make Your Portfolio Shine? Journal of Investing 18, 75-86. Capie, F., Mills, T.C., Wood, G., 2005. Gold as a hedge against the dollar. Journal of International Financial Markets, Institutions and Money 15, 343–352. Chua, J. H., Sick, G., Woodward, R.S., 1990. Diversifying with gold stocks. Financial Analyst Journal 46, 76-79. Ciner, C., Gurdgiev, C., Lucey, B.M., 2013. Hedges and safe havens: an examination of stocks, bonds, gold, oil and exchange rates. International Review of Financial Analysis 29, 202–211. Daskalaki, C., Skiadopoulos, G., 2011. Should investors include commodities in their portfolios after all? New evidence. Journal of Banking & Finance 35, 2606-2626. Draper, P., Faff, R.W., Hillier, D., 2006. Do precious metals shine? An investment perspective. Financial Analysts Journal 62, 98–106. Edwards, F.R., Caglayan, M.O., 2001. Hedge funds and commodity fund investments in bull and bear markets. Journal of Portfolio Management 27. Erb, C.B., Harvey, C.R., 2006. Facts and fantasies about commodity futures. Financial Analyst Journal, 62. Fithriana, Gina. 2012. Analisis Emas Sebagai hedge dan safe haven asset: Kasus Negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand Periode 1996-2012. Hammoudeh, Shawkat, Malik, Farooq, and McAleer, Michael. 2011. Risk Management of Precious Metals. KIER Working Papers 765, Kyoto University, Institute of Economic Research. Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015 Hatchondo, J. C., Martinez L., Sapriza H., 2007. The Economics of Sovereign Defaults. Economic Quarterly Vol. 93 No. 2, 163-187. Jaffe, J.F., 1989. Gold and gold stocks as investments for institutional portfolios. Financial Analyst Journal 45, 53–59. Jubinski, D., Lipton, A. F., 2013. VIX, Gold, Silver, and Oil: How do Commodities React to Financial Market Volatility?. Journal of Accounting and Finance, Vol. 13, Iss. 1, pp. 70 – 88 Kaul, A., & Sapp S. 2006. Y2K fears and safe haven trading of the U.S. Dollar. Journal of International Money and Finance. Lai, Y., & Tseng, J. 2010. The role of Chinese stock market in global stock markets: A safe haven or a hedge?. International Review of Economics and Finance. Lucey, Brian M. and Li, Sile. What Precious Metals Act as Safe Havens, and When? Some US Evidence (September 1,2013). Applied Economics letter, Forthcoming McCown, J.R., & Zimmerman, J.R. 2006. Is gold a zero-beta asset? Analysis of the investment potential of precious metals. Michis, Antonis. 2014. Investing in Gold: Individual Asset Risk in the Long Run. Central Bank of Cyprus Working Paper 2014-02. Mochnacz, Franciszek, 2013. Do precious metals have a capacity to hedge against inflation? Netspar MSc Thesis 2013-037 Morales, L., Andreosso-O’Callaghan, B., 2011. Comparative analysis on the effects of the Asian and global financial crises on precious metal markets. Research in International Business and Finance 25, 203–227. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Pierdzioch, C., Rulke, J.-C., Stadtman, G., 2013. Forecasting metal prices: do forecasters herd? Journal of Banking & Finance 37. Reilly, F. K., Brown, K.C., 2006. Analysis of Investments and Management of Portfolio 10th Edition. South Western College Publishing. Roache, S.K., Rossi, M., 2010. The effects of economic news on commodity prices: is gold just another commodity. The Quaterly Review of Economics and Finance 50. ScotiaMocatta, 2011. Precious Metals 2012 Forecast Gold [online]. Tersedia di: http://www.scotiamocatta.com/scpt/scotiamocatta/prec/GoldForecast2012.pdf Schwarz, K., 2008. Mind the Gap: Disentangling Credit and Liquidity in Risk Spreads. Colombia Universit Graduate School of Business, November. Situs Bursa Efek Indonesia. Tersedia di: www.idx.co.id Situs Direktorat Jendral Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan. Dapat diakses di: crisis. Tersedia di: http://www.djpu.kemenkeu.go.id/ Situs Indonesia Bond Pricing Agency. Tersedia di: www.ibpa.co.id Street, Louise, 2013. Gold Demand Trends. World Gold Council. BBC News Business, June 2012. Timeline: The unfolding Eurozone http://www.bbc.com/news/business-13856580. Wulansari, Febri. 2009. Perkembangan Pasar Obligasi dan Saham serta Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (2000:1-2007:4). Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015