Analisis Kemampuan Logam Mulia dan Logam Dasar Sebagai

advertisement
Analisis Kemampuan Logam Mulia dan Logam Dasar Sebagai Instrumen
Hedging atas Obligasi Pemerintah Di Indonesia, Periode 2004-2013
Gracia Christie Napitupulu dan Dony Abdul Chalid
1. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI
Depok, Depok 16424, Indonesia
2. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI
Depok, Depok 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Bagi investor, obligasi pemerintah merupakan aset yang cenderung berisiko rendah, namun krisis hutang yang
belum lama terjadi di Eropa membuktikan bahwa risiko tersebut sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu,
investor perlu mengetahui aset yang dijadikan sebagai hedge dan safe haven ketika terjadi penurunan pada
perekonomian, khususnya pada pasar obligasi pemerintah Indonesia. Penelitian ini hendak menganalisis
kemampuan logam mulia dan logam dasar sebagai instrumen hedging dan safe haven untuk pasar obligasi
pemerintah, selama periode 2004-2013. Dengan menggunakan GARCH, penelitian ini menganalisis krisis
keuangan dan krisis hutang Eropa. Diperoleh bahwa logam mulia lainnya, khususnya perak mampu memberikan
perlindungan bagi investor pada penurunan secara mendadak dalam perekonomian dibandingkan emas. Untuk
logam dasar, tembaga, aluminium, dan nickel menunjukkan kemampuan yang lebih kuat sebagai safe haven
dibandingkan logam mulia. Ditemukan bahwa memegang logam secara individu memberikan perlindungan yang
lebih kuat dibandingkan dengan memegang portofolio logam. Terakhir, dengan menganalisis performa logam 20
hari setelah terjadi syok negatif pada harga obligasi, ditemukan bahwa perak memiliki performa terbaik.
Precious Metals and Industrial Metals as Hedging Instruments: The Case of Indonesian
Government Bond during 2004-2013
Abstract
Government bond is known to be low risk, but the recent debt crisis has proven that the risk is likely to happen.
Therefore, investors have the necessary to know which asset could provide the protection from sudden decrease
in the economy, specifically within the Indonesian government bond market. By analyzing 10 different metals
during 2004-2013 this research aims to find potential hedging instruments and safe haven assets for the
Indonesian government bond market. Using GARCH, this research analyzes the financial crisis and European
debt crisis. It was found that other precious metals, specifically silver, provide greater compensation for the bond
market losses than gold. While industrial metals such as copper, aluminum, and nickel tend to outperform
precious metals as hedge and safe haven at certain times. Also, holding the metals individually will offer a
greater protection than in the form of portfolio and by analyzing the performance 20 days after an immediate
negative bond price shock, it was shown that silver is the best performing metal within the period.
Keywords: Precious Metals, Industrial Metals, Hedge, Safe Haven, Indonesia Government Bond
Pendahuluan
Perkembangan dalam pasar keuangan khususnya pada aset investasi, mendorong
penelitian terkait instrumen hedging dan aset safe haven. Hal ini dikarenakan pasar keuangan
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
bersifat volatile, sehingga dapat menimbulkan risiko kerugian para investor. Oleh karena itu,
para investor perlu mengetahui instrumen hedging dan aset safe haven yang terdapat dalam
kegiatan investasi, untuk dapat mengurangi kerugian yang dialami ketika terjadi penurunan
pada perekonomian.
Logam mulia, terutama emas, merupakan salah satu instrumen hedging yang paling
popular. Emas memiliki karakteristik sebagai zero-beta asset yang dapat menjadikannya
sebagai instrumen hedging terhadap inflasi (McCown dan Zimmerman, 2006). Dalam kaitan
ini, Ciner, Gurdgiev, dan Lucey (2013) melakukan analisis terhadap saham, obligasi, emas,
minyak, dan nilai tukar sebagai hedge dan safe haven asset terhadap satu sama lain.
Ditemukan bahwa emas dapat dijadikan sebagai aset safe haven terhadap nilai tukar di
Amerika dan Inggris. Menurut Capie et al. (2005) emas merupakan aset hedge yang baik atas
nilai tukar US Dollar dan Pounds dalam jangka panjang. Sedangkan dalam jangka pendek,
diperkirakan kemampuan hedging atas nilai tukar tersebut berbeda-beda, tergantung pada
kondisi politik, permintaan, dan penawaran.
Sebagaimana diketahui, sejak keruntuhan perjanjian Bretton Wood (1971), pasar emas
mengalami perubahan. Komoditas lainnya yang memiliki karakteristik seperti emas mulai
diperhatikan sebagai asset safe haven dan instrumen hedge terhadap pasar saham. Menurut
Draper, Faff, dan Hillier (2006) emas, platinum, dan perak memiliki kemampuan hedging,
terutama pada saat terjadi volatilitas abnormal di pasar saham. Mereka membuktikan bahwa
performa portofolio yang memiliki logam mulia lebih signifikan dibandingkan dengan
portofolio ekuitas standar. Diperkuat oleh Morales dan Andreosso-O’Callaghan (2001) yang
mengatakan bahwa pasar logam mulia lebih tidak terkena dampak dari krisis keuangan global
pada tahun 2008 dibandingkan dengan pasar keuangan lainnya di dunia. Lebih lanjut penulis
menemukan hasil penelitian Lucey dan Li (2013), yang menyatakan bahwa platinum,
paladium, dan perak berperan sebagai aset safe haven pada saat emas tidak berhasil. Dalam
penelitian mereka, pada akhir 1997 dan 2007, perak dan paladium berperan sebagai aset safe
haven obligasi Amerika ketika emas gagal menjadi aset safe haven.
Berdasarkan penelitian Belousova dan Dorfleitner (2012) logam dasar berkontribusi
dalam mengurangi risiko, sedangkan logam mulia berkontribusi untuk mengurangi risiko dan
perbaikan dalam perolehan imbal hasil. Sejalan dengan itu, Agyei-Ampomah et al. (2014)
menyatakan bahwa paladium menawarkan kompensasi yang lebih besar untuk kerugian dalam
pasar obligasi dibandingkan dengan emas. Selain itu, logam dasar, khususnya tembaga,
cenderung memiliki performa yang lebih dibandingkan emas dan logam mulia lainnya,
sebagai instrumen hedging terhadap kerugian dalam pasar obligasi.
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
Berdasarkan penelitian Baur dan McDermot (2010), ditemukan bahwa emas dapat
menjadi instrumen hedging dan aset safe haven di pasar saham Eropa dan Amerika, namun
tidak bagi Australia, Kanada, Jepang, dan pasar negara berkembang (emerging markets).
Namun, ditemukan bahwa emas bukan merupakan aset safe haven bagi pasar obligasi di
Amerika, Inggris, dan Jerman (Baur dan Lucey, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh
Fithriana (2012) menyatakan bahwa pada negara berkembang, khususnya Indonesia, emas
secara umum tidak bertindak sebagai hedge dan safe haven asset terhadap pasar saham.
Walaupun logam mungkin bukan merupakan satu-satunya tempat untuk mencari aman,
namun menurut Agyei-Ampomah et al. (2014) terdapat dua alasan mengapa karakteristik safe
haven terdapat pada logam. Pertama, dikarenakan logam memiliki korelasi paling dekat
dengan emas (instrument investasi tradisional yang dikenal sebagai, “last investment resort”).
Kedua, harga logam didorong oleh permintaan global. Harga logam berbeda dengan obligasi
atau saham domestik yang banyak didorong oleh permintaan domestik. Dengan demikian,
perlu dilakukan penelitian terhadap kemampuan logam sebagai instrumen hedging dan aset
safe haven untuk pasar keuangan di Indonesia.
Dibandingkan dengan pasar saham, logam mulia dan logam dasar lebih jarang diteliti
dalam pasar obligasi, khususnya dalam pasar obligasi pemerintah Indonesia. Penelitian
terhadap obligasi dilakukan karena sovereign debt crisis yang terjadi di Eropa serta
government default yang terjadi di Rusia pada tahun 1998 membuktikan bahwa obligasi
pemerintah terpengaruh oleh penurunan perekonomian dan government default. Oleh karena
itu, hal ini bukanlah hal yang tidak lazim untuk terjadi. Dengan demikian, akan bermanfaat
apabila para investor mengetahui aset yang dapat melindungi kekayaan yang dimilikinya pada
saat terjadi penurunan nilai obligasi pemerintah secara mendadak. Hanya saja, penelitian yang
membahas mengenai peran emas sebagai instrumen hedging dan aset safe haven terhadap
obligasi masih sedikit ditemukan.
Di Indonesia, pasar obligasi pemerintah mengalami masa krisis saat terjadinya Asian
Crisis 1998, yang mana likuidasi terhadap utang di Indonesia memakan waktu yang lama
karena banyaknya utang yang jatuh tempo. Rating untuk sovereign bonds Indonesia pun pada
1998 mengalami penurunan dari B- menjadi CCC+ (Standard & Poor’s Sovereign Rating),
yang pada akhirnya mengalami sovereign default pada 1999, 2000, dan 2001. Selanjutnya,
pada tahun 2008 terjadi krisis keuangan global yang ikut mempengaruhi penurunan pasar
obligasi pemerintah di Indonesia, namun tidak sampai mengakibatkan sovereign default.
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
Adapun penelitian ini dilakukan terhadap obligasi pemerintah, dikarenakan obligasi
pemerintah yang berdenominasi rupiah mengalami perkembangan yang lebih besar
dibandingkan dengan sovereign bond. Selain itu, walaupun obligasi pemerintah cenderung
dikatakan aset yang riskless, namun obligasi pemerintah Indonesia masih tergolong investasi
tidak layak (non-investment grade) dengan peringkat Ba2 oleh Moody’s Investor Service
(Indonesia Bond Pricing Agency, 2014). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, obligasi
pemerintah Indonesia masih memiliki risiko yang tidak rendah. Selain itu, terlihat bahwa
proporsi surat utang sebagai pembiayaan negara terus pengalami peningkatan hingga 2013
(Gambar 1). Apabila tidak diimbangi dengan perencanaan yang tepat oleh pemerintah, maka
peningkatan penerbitan obligasi pemerintah akan menimbulkan risiko tersendiri, seperit risiko
default. Hal ini tentunya mendorong kebutuhan investor untuk mengetahui aset yang dapat
mengurangi kerugian jika terjadi gejolak pada pasar obligasi pemerintah Indonesia. Oleh
karena itu, penelitian ini menganalisis kemampuan logam mulia dan logam dasar sebagai
instrumen hedging dan aset safe haven bagi pasar obligasi pemerintah Indonesia.
Gambar 1. Posisi Utang Pemerintah Periode 2008-2013
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementriaan Keuangan
Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap data pasar obligasi Indonesia, terlihat
bahwa terdapat gejolak pasar obligasi selama 2004-2014 (Gambar 2). Pada tahun 2007-2008
terjadi penurunan yield, yang selanjutnya mengalami peningkatan. Gejolak ini terjadi
dikarenakan krisis global keuangan global yang juga ikut mempengaruhi pasar obligasi
pemerintah Indonesia. Pada tahun 2010 terjadi penurunan akibat quantitative easing yang
dilakukan oleh The Fed yang mengakibatkan menurunnya yield obligasi pemerintah
Indonesia, yang mana 30% dari outstanding surat berharga negara dimiliki oleh asing (Tabel
1) dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selanjutnya, dapat dilihat bahwa
pergerakan logam dasar (Gambar 4) tidak jauh berbeda dari logam mulia (Gambar 3). Dengan
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
kata lain, logam dasar memiliki potensi sebagai tempat berinvestasi ketika kondisi ekonomi
menurun. Dapat pula dilihat pada saat terjadi penurunan yield pada obligasi selama 20072008 (Gambar 2), logam mulia dan logam dasar sebaliknya mengalami peningkatan. Dengan
demikian, baik logam mulia maupun logam dasar dapat menjadi tempat aman pada saat
terjadi penurunan pada pasar.
Gambar 2. Yield Obligasi Pemerintah Indonesia selama 2004 – 2014
Sumber: TradingEconomics.com dan Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA)
Tabel 1. Presentase Posisi Kepemilikan Surat Berharga Negara 2010-2014
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan
Gambar 3. Perbandingan Imbal Hasil Logam Mulia selama 2004-2013 dan Imbal Hasil Obligasi dengan Time-ToMaturity lebih dari 7 tahun (Rp/t oz)
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
Gambar 4. Perbandingan Imbal Hasil Logam Dasar selama 2004-2013 dan Imbal Hasil Obligasi dengan Time-ToMaturity lebih dari 7 tahun (Rp/t oz)
Sumber: indexmundi.com dan hasil olahan penulis
Melihat perkembangan yang dialami oleh pasar obligasi pemerintah Indonesia, serta
potensi logam mulia dan logam dasar sebagai instrumen hedging dan aset safe haven yang
dimiliki oleh, maka perlu pembuktian empiris. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan,
penelitian mengenai logam mulia dan logam dasar sebagai aset safe haven dan instrumen
hedging terhadap obligasi di Indonesia masih jarang ditemukan. Oleh karena itu, peneliti
termotivasi untuk melakukan penelitian terhadap logam mulia, dan logam dasar sebagai aset
safe haven dan insturmen hedge terhadap obligasi pemerintah di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa bentuk perlindungan emas atas kekayaan investor di pasar obligasi pemerintah
Indonesia?
2. Apakah emas menawarkan perlindungan yang lebih baik di pasar obligasi pemerintah
Indonesia dibandingkan logam lainnya?
3. Apakah perlindungan yang ditawarkan oleh emas dan logam lainnya terhadap
penurunan di pasar obligasi pemerintah bersifat jangka pendek atau jangka panjang?
Berdasarkan pernyataan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perlindungan yang ditawarkan oleh emas dalam pasar obligasi pemerintah
di Indonesia selama periode 2004-2013.
2. Mengetahui apakah emas menjadi pelindung yang lebih baik dibandingkan dengan
logam lainnya terhadap pasar obligasi pemerintah di Indonesia selama periode 20042013.
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
3. Mengetahui perlindungan yang ditawarkan oleh emas dan logam lainnya terhadap
penurunan di pasar obligasi pemerintah bersifat jangka pendek atau jangka panjang di
pasar obligasi pemerintah Indonesia selama periode 2004-2013.
Tinjauan Teoritis
Menurut Baur dan Lucey (2010), hedge merupakan aset yang tidak bergerak bersamaan
dengan aset lain secara umum. Lebih lanjut, Baur dan Lucey (2010) membedakan aset hedge
yang lemah dan aset hedge yang kuat. Aset hedge atau lindung nilai yang lemah diartikan
sebagai aset yang tidak berkorelasi dengan rata-rata aset atau portofolio lain. Aset hedge atau
lindung nilai yang kuat diartikan sebagai aset yang berkorelasi negatif dengan rata-rata aset
atau portofolio lain. Sedikit berbeda dengan aset hedge, aset safe haven yang lemah
merupakan aset yang tidak berkorelasi dengan aset atau portofolio lain pada periode tertentu.
Adapun asset safe haven yang kuat merupakan aset korelasi negatif dengan aset atau
portofolio lain pada periode tertentu.
Suatu aset yang merupakan hedge, belum tentu merupakan aset safe haven, begitu pula
sebaliknya (Lai dan Tseng, 2010). Perbedaan utama hedge dan safe haven terletak pada
periodenya. Safe haven asset berperan sebagai hedge saat pasar berada dalam kondisi ekstrim,
seperti saat terjadi krisis ekonomi atau resesi. Kaul Sapp (2006) menyatakan bahwa aset safe
haven merupakan tempat yang ideal untuk menyimpan uang saat terjadi ketidakpastian dalam
ekonomi. Safe haven asset adalah aset yang tidak kehilangan nilainya pada periode pasar
ekstrim, sehingga memberikan keamanan dari potensial kerugian bagi investor.
Kuat atau lemahnya hedge berperan penting terhadap return yang akan diperoleh
investor. Aset hedge yang kuat akan memberikan return positif saat aset yang dilindungi
mengalami penurunan. Adapun aset hedge yang lemah hanya akan mengurangi kerugian
investor saat terjadi kejatuhan harga aset yang dilindungi.
Begitu pula pada safe haven asset, kuat atau lemahnya safe haven asset berperan penting
terhadap return yang akan diperoleh investor saat pasar mengalami periode ekstrim. Aset
yang berkorelasi negatif dengan aset atau portofolio lain (safe haven asset yang kuat) akan
menghasilkan return positif saat pasar menghadapi kondisi return negatif yang ekstrim,
misalnya saat terjadi resesi. Oleh karena itu, investor berpeluang mendapatkan keuntungan
justru saat aset atau portofolio lain mengalami kejatuhan harga. Adapun aset yang tidak
berkorelasi dengan aset atau portofolio lain (safe haven asset yang lemah) tidak akan
menghasilkan return positif sebesar aset yang memiliki korelasi negatif. Investor hanya
berpeluangan untuk mengurangi kerugian dari kejatuhan harga tersebut.
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
Metode Penelitian
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Agyei-Ampomah,
Guonopoulos, dan Mazouz (2014) sebagai acuan pemilihan model dan variabel. Adapun data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time-series, yaitu data return harian dari
logam mulia dan logam dasar, serta return harian IGBX. Data harga harian logam mulia dan
logam dasar diperoleh dari database Datastream. Logam mulia menggunakan data harian
pasar London Bullion Market untuk harga emas, S&P GSCI untuk harga perak, London
Platinum dan Palladium Market untuk harga Platinum dan Paladium serta seluruh logam
dasar menggunakan data harian pasar London Metal Exchange (LME). Data logam mulia dan
logam dasar memiliki satuan troy oz yang didenominasi dalam Dollar Amerika.
Data harian IGBX diperoleh dari ICaMEL (Indonesian Capital Market Electronic
Library) oleh Bursa Efek Indonesia. Adapun Return IGBX didenominasi dalam mata uang
lokal (Rupiah), sedangkan harga harian logam didenominasi dalam Dollar Amerika. Untuk
itu, akan dibutuhkan nilai tukar dari Dollar Amerika ke Rupiah Indonesia agar dapat
dibandingkan dengan obligasi pemerintah Indonesia yang berdenominasi Rupiah. Harga
harian logam akan dihitung dalam mata uang rupiah dengan menggunakan harga harian
logam dalam mata uang dollar Amerika dan nilai tukar. Nilai tukar yang digunakan berupa
kurs tengah diperoleh dari penjumlahan kurs jual dan kurs beli dari situs Bank Indonesia lalu
dibagi dua.
Kurun waktu yang akan diteliti adalah dari Juni 2004 sampai Mei 2013. Hal ini
dikarenakan indeks obligasi Pemerintah Indonesia diterbitkan pada Juni 2004. Pemilihan
waktu mencakup dua periode krisis. Pertama, krisis keuangan global 2007-2008, yang
bermula dari subprime crisis 2007 dan mencapai puncaknya pada September 2008,
penanggalan yang sama digunakan Baur (2013) dan Agyei-Ampomah et al. (2014). Kedua,
European debt crisis 2009-2012, yaitu memuncak dari pernyataan Pemerintah Yunani pada
2009 terkait utang sebesar 300 billion Euro hingga pertengahan 2012 yang mana S&P mendowngrade rating negara-negara EU.
Berdasarkan Agyei-Ampomah et al. (2014), penelitian ini menganalisis emas sebagai safe
haven asset dan hedging asset dalam tiga model (1a, 1b, 1c) menggunakan model GARCH
(1,1), sebagai berikut:
!!,! = ∝ + !! !!"#$,! + ℯ!
Mean Equation (1a)
!! ~ !. ! (0, !!! )
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
!! = !! + !! !1 + !! !5 + !! !10
!
!
!!! = ! + !ℯ!!!
+ !"ℯ!!!
(1b)
Variance Equation (1c)
Keterangan:
!!,!
: return logam dalam rupiah
!!"#$,!
: return indeks obligasi pemerintah dalam rupiah
!! : koefisien/besaran pengaruh return indeks obligasi pemerintah terhadap return logam
ℯ!
: variable error yang diasumsikan mengikuti proses GARCH (1,1) dengan
time-varying variance.
!!
: koefisien/besaran pengaruh return indeks obligasi pemerintah terhadap
return logam
!1
: dummy yang bernilai satu jika pasar obligasi pemerintah berada pada
kondisi ekstrim dimana return terdistribusi pada kuantil 1% terendah.
!5
: dummy yang bernilai satu jika pasar obligasi pemerintah berada pada
kondisi ekstrim dimana return terdistribusi pada kuantil 5% terendah.
!10
: dummy yang bernilai satu jika pasar obligasi pemerintah berada pada
kondisi ekstrim dimana return terdistribusi pada kuantil 10% terendah.
!!
: koefisien yang mengukur karakteristik safe haven dari logam
!!!
: volatilitas return logam
!, !, !
: konstanta
!
!ℯ!!!
: volatilitas error return logam sebelumnya
Analisis data secara statistik mengacu kepada penelitian Agyei-Ampomah et al.
(2014). Berdasarkan model 1b, maka terdapat tiga dummy variable (D1, D5, D10) yang
digunakan untuk melihat kondisi pasar obligasi pemerintah yang ekstrim. koefisien !! (i =
0,1,2,3) untuk mengukur karakteristik hedge dan safe haven dari logam yang sedang diteliti.
Apabila, !! signifikan negatif maka logam yang diteliti merupakan hedge yang kuat terhadap
obligasi. Jika, !! tidak statistically different dari nol, maka logam dikatakan hedge yang
lemah. Namun, suatu logam tidak dikatakan hedge apabila hasil !! signifikan positif.
Hubungan nonliniear dari karakteristik hedge tergambarkan dalam parameter !! , !! , atau !! .
Jika salah satu parameter !! , !! , atau !! significantly different dari nol, maka hal ini
mengindikasikan terdapatnya hubungan non-linear antara logam dan obligasi.
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
Suatu logam dikatakan safe haven pada saat dapat memberikan perlindungan terhadap
kondisi pasar yang ekstrim (adverse) dalam pasar obligasi. Dengan kata lain, suatu logam
!
termasuk safe haven jika, jumlah dari relevant exposure coefficients !! (SH1 =Σ!!!
!! untuk
!
jumlah return negatif pada kuantil 1% terendah, SH2 =Σ!!!
!! untuk jumlah return negatif
!
!! untuk jumlah return negatif pada kuantil 10%
pada kuantil 5% terendah, dan SH3 =Σ!!!
terendah) adalah signifikan negatif (safe haven yang kuat) atau tidak statistically different dari
nol (safe haven yang lemah). Suatu logam bukan safe haven apabila jumlah dari exposure
coefficients-nya positif dan statistically significant. Pengujian signifikasi parameter SH1, SH2,
dan SH3 akan menggunakan Uji Wald.
Hasil Penelitian
Analisis Statistika Deskriptif
Tabel 4.1 berisikan statistika deskriptif dari imbal hasil obligasi dan logam. Mesikpun
obligasi dan logam memiliki imbal hasil yang tidak jauh berbeda, namun imbal hasil obligasi
cenderung lebih stabil dibandingkan logam. Hal ini dapat diakibatkan oleh karakteristik
obligasi pemerintah yang cenderung rendah risiko. Adapun diantara logam, emas merupakan
yang paling stabil dengan imbal hasil minimum sebesar -0.101624 dan maksimum sebesar
0.134751, serta standar deviasi sebesar 0.013634. Namun demikian, obligasi dengan time-tomaturity lebih dari 7 tahun, memiliki risiko yang lebih tinggi (standar deviasi) dan nilai yang
lebih ekstrim dibandingkan logam. Kurs cenderung stabil dibandingkan logam maupun
obligasi pemerintah, dengan standar deviasi 0.006176.
Tabel 2. Statistika Deksriptif untuk Return Logam dan Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia Periode Juni 2004 –
Mei 2013
Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014)
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
1. Performa Individu
Dapat dilihat bahwa koefisien δ0 untuk setiap jenis logam bernilai positif. Parameter
kemampuan hedging δ0 mengindikasikan bahwa paladium, platinum, dan perak merupakan
aset hedge yang lemah untuk obligasi pemerintah Indonesia. Sedangkan, hasil emas yang
secara statistik signifikan positif, berarti emas tidak memiliki kemampuan hedging untuk
obligasi pada time-to-maturity keseluruhan. Adanya signifikan secara statistik untuk
parameter δ1, δ2, dan δ3 menunjukkan bahwa terdapat hubungan non-linear antara imbal hasil
emas dan obligasi, khususnya pada kondisi ekstrim negatif pada persentil pertama dan kelima
terendah.
Untuk mengetahui siginfikan statistik dari parameter SH1, SH2, dan SH3, maka digunakan
uji Wald. Pada percentile pertama terendah, emas bukan merupakan aset safe haven bagi
obligasi dengan time-to-maturity lebih dari 7 tahun dan keseluruhan, dikarenakan parameter
SH1 bernilai positif dan signifikan secara statistik. Namun, emas tampaknya aset safe haven
yang lemah untuk obligasi dengan time-to-maturity yang kurang dari 7 tahun. Secara
individu, emas bukan merupakan safe haven yang kuat untuk masing-masing time-to-maturity
maupun secara keseluruhan.
Tabel 3. Rangkuman Karakteristik Hedge dan Safe Haven dari Logam
Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014)
Nilai dari koefisien δ0 pada tabel 3 memperlihatkan bahwa imbal hasil obligasi
berhubungan positif dengan imbal hasil perak, namun tidak signifikan secara statistik,
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
sehingga dikatakan perak merupakan aset hedge yang lemah bagi seluruh dan setiap time-tomaturity. Selain itu, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hubungan non-linear antara
perak dan obligasi mirip dengan emas pada persentil pertama dan kelima terendah, yaitu
perak tidak memiliki kemampuan sebagai aset safe haven untuk obligasi dengan time-tomaturity lebih dari 7 tahun dan secara keseluruhan. Nilai SH1, SH2, dan SH3 menunjukkan
bahwa perak hanya mampu menjadi safe haven yang lemah.
Bukti yang sama ditemukan pada platinum dan paladium. Dengan melihat koefisien δ0,
keduanya bernilai positif dan secara statistik tidak signifikan, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa keduanya merupakan aset hedge yang lemah bagi setiap time-to-maturity
maupun keseluruhan. Sama halnya dengan platinum, paladium merupakan aset hedge yang
lemah setiap time-to-maturity dan secara umum. Parameter SH1, SH2, dan SH3 menunjukkan
bahwa paladium merupakan aset safe haven yang lemah.
Secara individual dapat dilihat bahwa masing-masing logam mulia tidak memiliki
kemampuan aset safe haven yang kuat, kecuali platinum untuk time-to-maturity 1-5 tahun
pada goncangan negatif di persentil kesepuluh terendah. Koefisien δ0 emas yang
memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan positif dengan obligasi secara umum,
menunjukkan bahwa emas bergerak pada arah yang sama dengan obligasi. Saat kondisi
ekstrim pada persentil pertama terendah, emas maupun logam mulia lainnya menunjukkan
hubungan yang signifikan positif. Hal ini mengindikasikan bahwa investor melihat obligasi
dan logam sebagai subtitusi dalam penerapan flight to safety. Menurut Schwarz (2008)
peningkatan spread pada sovereign debt dalam Eurozone akibat penurunan mendadak pada
likuiditas obligasi pemerintah dikarenakan adanya flight to safety syndrome yang melekat
pada pasar keuangan selama masa krisis.
Berdasarkan analisis, emas bukan merupakan satu-satunya tempat untuk mencari aman
ataupun perlindungan dan di banyak kasus logam mulia lainnya dapat menawarkan
perlindungan yang sama, bahkan terkadang lebih, pada saat terjadi gejolak negatif dalam
perekonomian. Terlihat bahwa platinum memberikan proteksi yang lebih kuat, ketika logam
mulia lainnya memberikan proteksi yang lemah. Adanya korelasi yang kuat antara logam dan
logam mulia lainnya pada saat terjadi gejolak perekonomian sesuai dengan pandangan umum
yang berpendapat bahwa, investor memperlakukan emas dan logam lainnya sebagai kelas aset
investasi yang sama (Erb and Harvey, 2006).
Secara keseluruhan, logam dasar memiliki performa yang mirip dengan logam mulia baik
sebagai instrumen hedging maupun safe haven asset terhadap kerugian yang dialami pada
pasar obligasi pemerintah Indonesia. Kemampuan logam dasar yang lemah dalam melindungi
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
investor terhadap kerugian dapat diakibatkan karena pada saat terjadi financial crisis dan
european debt crisis banyak investor asing yang melakukan rebalancing portofolio dengan
aset emerging countries, termasuk obligasi pemerintah Indonesia. Selain itu, harga logam
dasar yang cenderung stabil dan meningkat dapat dikaitkan dengan meningkatnya permintaan
logam dari negara berkembang yang besar seperti BRIC, yang tidak terlalu kena dampak
krisis (Agyei-Ampomah et al., 2014).
2. Performa Portofolio
Hasil koefisien δ0 pada tabel 4 menunjukkan bahwa portofolio logam mulia tidak
memiliki kemampuan hedging untuk setiap time-to-maturity obligasi, dikarenakan nilai yang
positif dan signifikan. Nilai koefisien δ1, δ2, dan δ3 yang secara statistik signifikan mengartikan
bahwa terdapat hubungan non-linear antara imbal hasil portofolio logam mulia dan obligasi.
Dapat dilihat bahwa portofolio logam mulia bukan merupakan safe haven bagi seluruh timeto-maturity obligasi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Beber et al. (2009), bahwa
investor cenderung akan menyesuaikan portofolio mereka dengan aset yang kurang berisiko
dan lebih likuid pada saat terjadi penurunan yang mendadak dalam perekonomian. Kaitannya
dalam penelitian ini adalah investor cenderung memperlakukan logam mulia dan obligasi
pemerintah Indonesia sebagai subtitusi ketika terjadi gejolak negatif pada perekonomian,
dikarenakan aset yang likuid dan berisiko rendah dibandingkan aset lainnya.
Tabel 4. Rangkuman Karakteristik Hedge dan Safe Haven dari Portofolio Logam
Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014)
3. Performa Logam per Sub-Period
a. Juni 2004 – Desember 2006
Dapat dilihat dari tabel 5 kemampuan logam mulia safe haven berada diantara lemah dan
bukan safe haven, hal ini dapat terjadi dikarenakan kondisi yang cukup stabil pada periode
ini, sehingga kebutuhan untuk berinvestasi pada emas untuk melindungi investor dari risiko
perekonomian mengalami penurunan. Secara umum logam dasar merupakan aset safe haven
yang lebih kuat dibandingkan logam mulia. Adanya pergerakan arah yang sama antara logam
dasar dan obligasi pemerintah, dapat disebabkan karena pertumbuhan ekonomi selama 2004
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
dan 2006 mendorong pertumbuhan industri, yang mana juga mendorong pembelian logam
dasar sebagai bahan industri (Agyei-Ampomah et al., 2014).
Tabel 5. Rangkuman Karakteristik Hedge dan Safe Haven dari Portofolio Logam Sub-Period (2004-2006)
Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014)
b. Januari 2007 – Desember 2012
Berdasarkan tabel 6 maka dapat disimpulkan, bahwa pada sub-period Januari 2007 hingga
Desember 2012, logam dasar merupakan hedge maupun safe haven yang lebih kuat
dibandingkan dengan logam mulia. Adapun sub-period ini meliputi dua krisis, yaitu financial
crisis dan European debt crisis, serta terlihat bahwa logam dasar memiliki kinerja yang
melebihi logam mulia pada masa ini. Adanya pergerakan pada arah yang sama antara logam
mulia dan obligasi, sesuai dengan teori flight to safety, dimana investor melihat obligasi dari
negara berkembang termasuk obligasi pemerintah Indonesia dan logam mulia sebagai tempat
berinvestasi ketika terjadi gejolak perekonomian.
c. Desember 2012 – Mei 2013
Sub-period ini menganalisis kemampuan logam mulia dan logam dasar sebagai hedge dan
safe haven setelah melalui masa puncak dari kedua krisis sebelumnya. Terlihat dari tabel 6
bahwa logam mulia memiliki performa yang lebih kuat dibandingkan dengan logam dasar
sebagai aset hedge dan sebaliknya logam dasar memiliki performa yang lebih kuat
dibandingkan dengan logam mulia sebagai safe haven asset. Hal ini dapat terjadi dikarenakan,
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
Tabel 6. Rangkuman Karakteristik Hedge dan Safe Haven dari Portofolio Logam Sub-Period B-E
Sumber: Hasil Olahan Eviews 7, diolah kembali (2014)
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
pada saat terjadi gejolak perekonomian, logam dasar cenderung berdampak positif. Sesuai
dengan penelitian Roache dan Rossi (2010) yaitu, bahwa pengumuman pertumbuhan
perekonomian yang tidak diduga cenderung memiliki dampak yang negatif terhadap harga
emas dan perak, namun dampak positif terhadap tembaga. Terlihat bahwa logam mulia
sebagai aset safe haven cenderung melemah pada periode ini, hal ini mungkin terjadi karena
perekonomian di Indonesia mengalami pertumbuhan yang stabil, serta permintaan logam
mulia yang cenderung menurun, karena masa krisis yang mulai mereda (World Gold Council,
2013).
d. Januari 2007 – Desember 2008
Berdasarkan tabel 6 terlihat kemampuan emas sebagai aset safe haven bervariasi dari
lemah hingga kuat, hal ini sesuai dengan Baur dan Lucey (2010) yang menyatakan bahwa
investor melakukan rebalancing terhadap portofolio mereka dengan kecenderungan
berinvestasi emas pada saat terjadi penurunan mendadak pada perekonomian, yang mana
dalam hal ini krisis keuangan global (2007-2008). Kemampuan logam yang lemah dalam
melindungi investor terhadap kerugian dapat diakibatkan karena pada saat terjadi financial
crisis banyak investor asing yang melakukan rebalancing portofolio dengan aset emerging
countries, termasuk obligasi pemerintah Indonesia. Selain itu, harga logam dasar yang
cenderung bergerak pada arah yang sama dengan imbal hasil obligasi, dapat diakibatkan
dengan permintaan logam yang stabil dan meningkat dari negara yang tidak terlalu kena
dampak krisis, seperti BRIC (Agyei-Ampomah et al., 2014).
e. Januari 2009 – Desember 2012
Dengan melihat tabel 6 maka ditemukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan sub-period
keempat (2007-2008), logam dasar memiliki kinerja yang lebih kuat dibandingkan logam
mulia sebagai aset safe haven terhadap penurunan mendadak pasar. Hal ini didukung oleh
Agyei-Ampomah et al. (2014) yang menyatakan bahwa permintaan akan logam dasar yang
mengalami peningkatan pada negara berkembang, mendorong harga naik bagi logam dasar
sementara terjadi krisis.
4. Performa Logam Pasca Krisis
Berdasarkan grafik-grafik yang sudah dipaparkan, terlihat bahwa obligasi dengan time-tomaturity lebih dari 7 tahun memperoleh kompensasi yang lebih besar dibandingkan dengan
obligasi dengan time-to-maturity 1-5 tahun dan time-to-maturity 5-7 tahun pada saat terjadi
syok negatif pada perekonomian. Hal ini mengindikasikan bahwa obligasi dengan time-tomaturity lebih dari 7 tahun memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap penurunan mendadak
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
pada perekonomian. Sensitivitas yang tinggi dapat diakibatkan oleh ketidakyakinan para
investor, bahwa lebih dari 7 tahun ke depan perekonomian di Indonesia akan membaik atau
mencapai kestabilan. Sehingga, dampak yang ditimbulkan dari penurunan mendadak pada
perekonomian di Indonesia, akan memberikan pengaruh yang lebih besar kepada obligasi
dengan time-to-maturity lebih dari 7 tahun.
Selain itu, dapat dilihat bahwa kemampuan masing-masing logam bergantung pada timeto-maturity obligasi. Namun, secara umum logam mulia memiliki kompensasi yang lebih
cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan logam dasar. Logam mulia secara khusus yang
memiliki kompensasi yang lebih tinggi adalah perak dan timah diantara logam dasar setelah
20 hari dari terjadinya shock. Sesuai dengan hasil penelitian Belousova dan Dorfleitner (2012)
yang menyatakan bahwa logam mulia dapat mengurangi tingkat risiko dan memperbaiki
imbal hasil suatu portofolio, dimana logam dasar hanya mengurangi tingkat risiko. Hal ini
menguatkan bahwa pada saat terjadi krisis, investor cenderung akan berinvestasi pada logam
mulia untuk meminimalisir kerugian yang dialami ketika terjadi penurunan pada
perekonomian.
Gambar 5. Performa Portofolio Logam dan Obligasi dengan Time- to-Maturity Secara Umum Pasca Krisis
Sumber: Hasil olahan Microsoft Excel 2010, diolah kembali (2014)
Kesimpulan
Selama periode analisis, secara umum emas tidak menunjukkan kemampuan sebagai aset
hedge maupun aset safe haven yang kuat bagi pasar obligasi Indonesia. Pada sub-period
tertentu, khususnya sebelum krisis keuangan (2004-2006), terlihat bahwa kemampuan
hedging logam lainnya lebih kuat dibandingkan emas. Namun, pada sub-period krisis
keuangan (2007-2008) dan sub-period setelah krisis (2012-2013), emas menunjukkan
performa yang kuat sebagai instrumen hedging dan aset safe haven.
Dengan menggunakan data dari 2004-2013 diperoleh hasil, bahwa logam selain emas,
memiliki potensi sebagai aset hedge dan aset safe haven. Perak menunjukkan kemampuan
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
untuk memberikan perlindungan kepada investor pada saat terjadi penurunan pada pasar
obligasi pemerintah Indonesia. Untuk logam dasar, aluminium, tembaga, dan nickel
menunjukkan kemampuan yang lebih kuat sebagai aset hedge dan aset safe haven
dibandingkan logam mulia pada waktu tertentu, khususnya sub-period krisis utang Eropa
(2009-2012). Portofolio logam dasar memiliki performa yang lebih kuat dibandingkan dengan
portofolio logam mulia maupun portofolio logam keseluruhan. Selain itu, terlihat bahwa
memegang logam dalam bentuk individu memberik manfaat yang lebih kepada investor pada
saat penurunan pada perekonomian dibandingkan memegang dalam bentuk portofolio.
Adapun perlindungan yang diberikan bervariasi, namun secara umum terlihat bahwa baik
logam mulia dan logam dasar, memberikan perlindungan yang bersifat jangka pendek,
khususnya pada saat terjadi krisis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Baur dan Lucey
(2010), yang mana emas memberikan perlindungan yang bersifat jangka pendek, sampai
dengan beberapa hari dari terjadinya krisis, dikarenakan investor cenderung menjual emas,
ketika terjadi peningkatan pada pasar. Selanjutnya, menganalisis 20 hari setelah terjadinya
syok negatif untuk melihat kecepatan dari kompensasi yang diberikan dalam memegang
logam pada saat terjadi syok negatif. Diperoleh bahwa logam mulia, khususnya perak
menunjukkan performa yang terbaik, berupa perbaikan pada imbal hasil yang lebih cepat
dibandingkan dengan logam dasar.
Saran
Bagi investor (individu maupun institusi) yang berinvestasi pada pasar obligasi
pemerintah Indonesia, dapat mempertimbangkan perlindungan dari memegang logam lain
selain emas pada periode krisis. Diperlukan strategi bagi investor untuk mengetahui saat yang
tepat untuk berinvestasi pada logam agar manfaat penggunaan logam sebagai hedge dan safe
haven dapat dimaksimalkan. Bagi peneliti selanjutnya, selain melakukan analisis terhadap
time-to-maturity, dapat dilakukan analisis berdasarkan rate type obligasi. Ditemukan pada
beberapa periode, terdapat korelasi negatif yang signifikan pada time-to-maturity tertentu
yang mungkin diakibatkan rate type obligasi. Menambah negara yang dianalisis, baik dengan
menganalisis negara Asia lainnya, seperti ASEAN, ataupun dengan obligasi yang memiliki
rating yang tinggi untuk melihat perilaku investor yang lebih mendalam pada saat terjadi
gejolak perekonomian. Dibandingkan dengan obligasi pemerintah, aset investasi lainnya
memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi, sehingga akan dibutuhkan analisis kemampuan dari
logam mulia dan logam dasar sebagai instrumen hedging atas pasar keuangan lainnya, seperti
saham. Adapun pada penelitian ini, investasi emas yang dimaksud berupa pemegangan logam
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
mulia dan logam dasar dalam bentuk fisik. Pada kenyataannya, hal ini memiliki kemungkinan
yang kecil untuk terjadi, khususnya bagi investor individu. Oleh karena itu, selain
menganalisis dalam bentuk fisik, dapat juga menganalisis kemampuan logam mulia dan
logam dasar sebagai instrumen hedging dalam bentuk derivatif.
Daftar Referensi
Agyei-Ampomah S, Gounopoulos D, Mazouz, K., 2014. Does gold offer a better protection against losses in
sovereign debt bonds than other metals? Journal Banking & Finance 40, 507-521.
Aksoy, Elif, et al., 2011. Financial Investment in Commodities Markets: Potential Impact on Commodity Prices
& Volatility. IIF Commodities Task Force Submission to the G20.
Baur, D.G., Lucey, B.M., 2010. Is gold a hedge or a safe haven? An analysis of stocks, bonds and gold.
Financial Review 45, 217–229.
Baur, D.G., McDermott, T.K., 2010. Is gold a safe haven? International evidence. Journal of Banking & Finance
34, 1886–1898.
Beber, A., Brandt, M. Q., Kavajecz, K.A., 2009. Flight-to-quality or flight-to-liquidity? Evidence from the euroarea bond market. Review of Financial Studies 22 (3), 925-957.
Belousova, J., Dorfleitner, G., 2012. On the diversification benefits of commodities from the perspective of euro
investors. Journal of Banking & Finance 36, 2455–2472
Brooks, Chris, 2008. Introductory Econometrics for Finance. Cambridge University Press.
Conover, C.M., Jensen, G.R., Johnson, R.R., Mercer, J.M., 2009. Can Precious Metals Make Your Portfolio
Shine? Journal of Investing 18, 75-86.
Capie, F., Mills, T.C., Wood, G., 2005. Gold as a hedge against the dollar. Journal of International Financial
Markets, Institutions and Money 15, 343–352.
Chua, J. H., Sick, G., Woodward, R.S., 1990. Diversifying with gold stocks. Financial Analyst Journal 46, 76-79.
Ciner, C., Gurdgiev, C., Lucey, B.M., 2013. Hedges and safe havens: an examination of stocks, bonds, gold, oil
and exchange rates. International Review of Financial Analysis 29, 202–211.
Daskalaki, C., Skiadopoulos, G., 2011. Should investors include commodities in their portfolios after all? New
evidence. Journal of Banking & Finance 35, 2606-2626.
Draper, P., Faff, R.W., Hillier, D., 2006. Do precious metals shine? An investment perspective. Financial
Analysts Journal 62, 98–106.
Edwards, F.R., Caglayan, M.O., 2001. Hedge funds and commodity fund investments in bull and bear markets.
Journal of Portfolio Management 27.
Erb, C.B., Harvey, C.R., 2006. Facts and fantasies about commodity futures. Financial Analyst Journal, 62.
Fithriana, Gina. 2012. Analisis Emas Sebagai hedge dan safe haven asset: Kasus Negara Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Thailand Periode 1996-2012.
Hammoudeh, Shawkat, Malik, Farooq, and McAleer, Michael. 2011. Risk Management of Precious Metals.
KIER Working Papers 765, Kyoto University, Institute of Economic Research.
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
Hatchondo, J. C., Martinez L., Sapriza H., 2007. The Economics of Sovereign Defaults. Economic Quarterly
Vol. 93 No. 2, 163-187.
Jaffe, J.F., 1989. Gold and gold stocks as investments for institutional portfolios. Financial Analyst Journal 45,
53–59.
Jubinski, D., Lipton, A. F., 2013. VIX, Gold, Silver, and Oil: How do Commodities React to Financial Market
Volatility?. Journal of Accounting and Finance, Vol. 13, Iss. 1, pp. 70 – 88
Kaul, A., & Sapp S. 2006. Y2K fears and safe haven trading of the U.S. Dollar. Journal of International Money
and Finance.
Lai, Y., & Tseng, J. 2010. The role of Chinese stock market in global stock markets: A safe haven or a hedge?.
International Review of Economics and Finance.
Lucey, Brian M. and Li, Sile. What Precious Metals Act as Safe Havens, and When? Some US Evidence
(September 1,2013). Applied Economics letter, Forthcoming
McCown, J.R., & Zimmerman, J.R. 2006. Is gold a zero-beta asset? Analysis of the investment potential of
precious metals.
Michis, Antonis. 2014. Investing in Gold: Individual Asset Risk in the Long Run. Central Bank of Cyprus
Working Paper 2014-02.
Mochnacz, Franciszek, 2013. Do precious metals have a capacity to hedge against inflation? Netspar MSc
Thesis 2013-037
Morales, L., Andreosso-O’Callaghan, B., 2011. Comparative analysis on the effects of the Asian and global
financial crises on precious metal markets. Research in International Business and Finance 25, 203–227.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
Pierdzioch, C., Rulke, J.-C., Stadtman, G., 2013. Forecasting metal prices: do forecasters herd? Journal of
Banking & Finance 37.
Reilly, F. K., Brown, K.C., 2006. Analysis of Investments and Management of Portfolio 10th Edition. South
Western College Publishing.
Roache, S.K., Rossi, M., 2010. The effects of economic news on commodity prices: is gold just another
commodity. The Quaterly Review of Economics and Finance 50.
ScotiaMocatta,
2011.
Precious
Metals
2012
Forecast
Gold
[online].
Tersedia
di:
http://www.scotiamocatta.com/scpt/scotiamocatta/prec/GoldForecast2012.pdf
Schwarz, K., 2008. Mind the Gap: Disentangling Credit and Liquidity in Risk Spreads. Colombia Universit
Graduate School of Business, November.
Situs Bursa Efek Indonesia. Tersedia di: www.idx.co.id
Situs
Direktorat
Jendral
Pengelolaan
Utang
Kementrian
Keuangan.
Dapat
diakses
di:
crisis.
Tersedia
di:
http://www.djpu.kemenkeu.go.id/
Situs Indonesia Bond Pricing Agency. Tersedia di: www.ibpa.co.id
Street, Louise, 2013. Gold Demand Trends. World Gold Council.
BBC
News
Business,
June
2012.
Timeline:
The
unfolding
Eurozone
http://www.bbc.com/news/business-13856580.
Wulansari, Febri. 2009. Perkembangan Pasar Obligasi dan Saham serta Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
(2000:1-2007:4).
Analisis kemampuan logam ..., Gracia Christie Napitupulu, FE UI, 2015
Download