BAB V PEMBAHASAN A. Manual Handling Operator mengangkat dan membawa mesin gerinda dengan berat antara 10-15 kg secara terus menerus. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No.Per.01/MEN/1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Penerbangan dan Pengangkatan Kayu untuk mengangkat secara terus menerus 15-18 kg untuk pria, sedangkan untuk jenis pengangkatan yang tidak terus menerus seberat 40 kg. Sehingga bedan yang diangkat oleh operator masih dalam batas yang dianjurkan. Dalam proses kerjanya seorang operator mesin gerinda harus mengangkat dan membawa mesin gerinda, selain itu operator harus menahan beban berat mesin gerinda. Skor beban yang didapat oleh seorang operator untuk sebuah mesin gerinda kecil dengan berat 10 kg adalah +1, sedangkan untuk sebuah mesin gerinda besar dengan berat 15 kg adalah +2. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka (2011) bahwa beban atau force antara 510 kg skor ditambah 1 sedangkan beban atau force lebih dari 10 kg skor di tambah 2. Skor tambahan ini memperbesar skor grup A sehingga skor akhir REBA menjadi tambah besar, hal ini yang menyebabkan risiko keluhan sistem muskuloskeletal menjadi lebih tinggi. Skoring pegangan yang diperoleh oleh operator mesin gerinda adalah +0 karena mesin gerinda memiliki pegangan yang baik, pegangan terdapat 69 70 pada bagian depan untuk tangan kiri dan bagian belakang untuk tangan kanan selain itu pegangan dapat memberikan keseimbangan ketika sedang digunakan. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka (2011) bahwa pegangan bagus adalah pegangan yang baik dan kekuatan pegangan berada pada posisi tengah. Dengan ini skor grup B tetap/tidak bertambah sehingga tidak memperbesar skor akhir REBA. Skoring jenis aktivitas otot untuk operator mesin gerinda adalah +1 hal ini disebabkan karena pada proses kerjanya operator harus mengangkat dan membawa mesin gerinda dimana aktivitas tersebut pasti mengarahkan kekuatan otot. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka (2011) bahwa satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis, misalnya ditopang untuk lebih dari 1 menit akan mendapat skor +1. Skor tambahan ini memperbesar skor akhir REBA menjadi bertambah, hal ini yang menyebabkan risiko keluhan sistem muskuloskeletal menjadi lebih tinggi. B. Postur Kerja Risiko sangat tinggi dan keluhan pada otot kaki pada operator 1 dipengaruhi oleh posisi kaki tertekuk (jongkok) yang memiliki skor 4. Postur jongkok merupakan postur kerja yang tidak alamiah, karena menekuk lutut. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka, dkk (2004) bahwa sikap kerja yang tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagianbagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. 71 Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Dan didukung oleh Humantech (1995) dalam Putri (2009) yang menyatakan bahwa postur kaki yang merupakan faktor risiko ergonomi antara lain adalah berjongkok, yaitu menekuk lutut horizontal sebesar kurang dari 45°, berdiri dengan satu kaki dimana tumpuan berat badan tertuju pada satu kaki saja walaupun kaki yang lainnya menginjak permukaan lantai, dan berlutut dengan kedua kaki menyentuh lantai. Sehingga perlu adanya perbaikan segera pada posisi kaki. Risiko sedang dan keluhan pada punggung pada operator 2 dipengaruhi oleh posisi punggung yang membungkuk yang memiliki skor 4. Postur punggung membungkuk merupakan postur kerja yang tidak alamiah. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka, dkk (2004) bahwa sikap kerja yang tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagianbagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Dan didukung Bridger (1995) dalam Putri (2009) yang menyatakan bahwa nyeri punggung bawah juga dapat disebabkan oleh kelelahan pada otot saat pekerja membungkukkan batang tubuh saat posisi kerja berdiri. Dilakukannya postur ini menyebabkan beban bertumpu pada otot punggung bagian bawah yang dengan cepat dapat merasakan kelelahan. Sehingga diperlukan perbaikan pada posisi punggung. 72 Risiko tinggi dan keluhan pada leher pada operator 3 dipengaruhi oleh posisi leher yang menunduk yang memiliki skor 3. Postur leher menunduk merupakan postur kerja yang tidak alamiah, karena fleksi dengan sudut 31 . Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka, dkk (2004) bahwa sikap kerja yang tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagianbagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Dan didukung Levy (2006) dalam Putri (2009) yang menyatakan bahwa sakit pada leher disebabkan oleh dilakukannya fleksi dan rotasi terlalu lama pada leher. Bekerja dengan menekukkan leher lebih dari 30° tanpa penyangga dan tanpa variasi postur lain selama lebih dari 2 jam sehari juga merupakan faktor risiko MSDs yang telah diidentifikasi oleh Washington State Ergonomics Rule/Guideline. Serta diperkuat oleh Humantech (1995) dalam Putri (2009) bahwa postur leher yang memiliki risiko terhadap MSDs adalah ketika membungkuk lebih dari 20°, dimiringkan ke samping, menengadah, dan memutar. Sehingga perlu adanya perbaikan segera pada posisi leher. Risiko tinggi dan keluhan pada punggung pada operator 4 dipengaruhi oleh posisi punggung yang membungkuk yang memiliki skor 3. Postur punggung membungkuk merupakan postur kerja yang tidak alamiah. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka, dkk (2004) bahwa sikap kerja yang tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian 73 tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Dan didukung Nurmianto (2004) bahwa sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalahmasalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Sehingga diperlukan perbaikan segera pada posisi punggung. C. Penilaian Metode REBA Berikut ini adalah penilaian metode REBA pada masing-masing operator mesin gerinda. 1. Operator 1 Operator 1 memperoleh skor akhir REBA 11 dengan tingkat risiko 3. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka (2011) bahwa kategori risiko terhadap keluhan MSDs adalah sangat tinggi sehingga diperlukan tindakan sesegera mungkin untuk perubahan postur/sikap kerja. 2. Operator 2 Operator 2 memperoleh skor akhir REBA 6 dengan tingkat risiko 2. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka (2011) bahwa kategori risiko terhadap keluhan MSDs adalah sedang sehingga diperlukan tindakan untuk perubahan postur/sikap kerja. 74 3. Operator 3 dan Operator 4 Operator 3 dan oparetor 4 memperoleh skor akhir REBA 8 dengan tingkat risiko 3. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka (2011) bahwa kategori risiko terhadap keluhan MSDs adalah tinggi sehingga diperlukan tindakan segera untuk perubahan postur/sikap kerja. D. Keluhan Sistem Muskuloskeletal Berdasarkan hasil wawancara pada keempat pekerja operator mesin gerinda keluhan yang dialami pekerja hanya dirasakaan pada saat bekerja saja. Karena setelah selesai bekerja dan beristirahat pada waktu siang rasa nyeri yang dirasakan para operator sudah hilang. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Tarwaka (2011) yang menyatakan bahwa keluhan sementara adalah keluhan otot dimana jika pembeban statis dihentikan, maka keluhan otot akan segera hilang. Sehingga ada keluhan musculoskeletal disorder yang hanya sementara. Namun perusahaan belum melakukan upaya tindak lanjut terhadap keluhan musculoskeletal disorder sementara tersebut.