laporan kasus

advertisement
Laporan Kasus
SEPSIS NEONATORUM
Yessie Hulwatul Ilmi
H1A004050
Pembimbing
dr. Artsini Manfaati, Sp.A
Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya
Di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSU Prop. NTB
2010
LAPORAN KASUS
Dokter Muda
: Yessie Hulwatul Ilmi
NIM
: HIA 004 050
Identitas Pasien:
Nama lengkap
: Bayi Ny. W
Umur / TTL
: 2 hari / 02 Jan 2010
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Petemon, Pagutan.
Identitas keluarga
: Anak kandung
Identitas Keluarga:
Ibu
Ny. W
24 th
SD
IRT
Nama
Umur
Pendidikan/Berapa tahun
Pekerjaan
Masuk RS tanggal
: 04 Jan 2010
Diagnosis MRS
: Febris + Infeksi tali pusat.
Ayah
Tn. S
27 th
SMP
Pedagang
ANAMNESIS (Alloanamnesis  ibu pasien)
1. Keluhan Utama : Panas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dikeluhkan panas badan sejak kemarin sore
setelah suntik vit.K. Panas badan terjadi mendadak, disertai kejang 3-4 jam setelah
panas badan muncul, frekuensi 1 kali, durasi ± 3-5 menit, setelah kejang pasien tidak
sadarkan diri tampak bangun tapi diam/ tidak menangis. Minum ASI (+) awalnya
menghisap kuat tapi ASI yang keluar sedikit, pasien mulai malas menghisap sebelum
panas badan terjadi. Muntah (-). Mencret (-).
3. Riwayat Kehamilan :
• Kehamilan pertama
• HPHT lupa
• Kehamilan aterm (cukup bulan)
• ANC teratur di Bidan. ANC > 6 kali
• Ibu mendapatkan imunisasi saat hamil (+)
• Ibu tidak pernah sakit selama hamil
• Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan atau jamu saat hamil
• Riwayat sakit kuning saat hamil (-).
• ibu pasien menderita kencing manis (-).
4. Riwayat Persalinan:
• Lahir spontan, pervaginam di Pkm Tanjung Karang, Indikasi letak kepala, riwayat
KPD (-), ketuban campur mekonium (-).
• Lahir langsung menangis, AS= 6-8.
• BBL 2700 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 31 cm, lingkar lengan 10cm,
anus (+).
• Bayi diberikan suntikan vitamin K (+) tapi tidak segera setelah lahir.
• Riwayat kuning saat lahir (-).
• Riwayat biru saat lahir (-).
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita gejala yang serupa/ sering kejang
sewaktu kecil.
6. Riwayat nutrisi:
Bayi minum ASI langsung dari ibu sejak lahir  inisiasi menyusui dini (+), bayi
kuat minum namun mulai malas menghisap sebelum panas badan muncul. Frekuensi
minum ASI 5-6 kali per hari, ASI ibu keluar sedikit.
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 04/01/2010)
Kesan Umum : lemah
Kesadaran : letargi
BB : 2500 gram
Fungsi Vital :
HR
= 160 x/mnt, isi dan tegangan cukup.
RR = 35 x/mnt
T ax = 38.2 ºC
CRT : <3 detik
Merintih (+), Kejang (+).
Pemeriksaan Khusus :
1. Kepala
Bentuk : normocephali, tdk ada kelainan.
Ubun-ubun besar : terbuka, datar.
Mata : Anemis -/-. Ikterik -/-, RP (+), isokor (+).
THT: Napas cuping hidung (-)
Mulut mencucu (-), bibir sianosis (-)
2. Leher
Kaku kuduk (-).
3. Thoraks
Cor
: Irama teratur.
S1S2 tunggal, reguler, murmur (-).
Pulmo : Pernapasan tidak teratur, retraksi subcosta (+).
Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-.
4. Abdomen
Distensi (+), Bising usus (+) normal, organomegali (-), H/L tidak teraba.
Umbilikus: udim, merah, pus(+), berbau (+).
5. Extremitas
Deformitas
Tonus otot
Edema
Refleks Babinsky
Tungkai Atas
Kanan
Kiri
hypotoni (gerakan extensi)
-
Tungkai bawah
Kanan
Kiri
Hypotoni / lunglai
+
6. Kulit
Ikterus (-) , Kelainan kulit lainnya (-).
7. Urogenital
Kelainan bawaan (-)
RESUME
Pasien, By. W, laki-laki, 2 hari, BBL 2700 gram, BBS 2500 gram, alamat PetemonPagutan, MRS dengan keluhan utama panas badan sejak 1 hari SMRS, Panas badan
terjadi mendadak, disertai kejang 3-4 jam setelah panas badan muncul, frekuensi 1 kali,
durasi ± 3-5 menit, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri tampak bangun tapi diam/
tidak menangis. Minum ASI (+) awalnya menghisap kuat tapi ASI yang keluar sedikit,
pasien mulai malas menghisap sebelum panas badan terjadi. Muntah (-). Mencret (-).
Pemeriksaan fisik:
Kesan Umum : lemah
Kesadaran : letargi
Fungsi Vital :
HR
= 160 x/mnt
RR = 35 x/mnt
T ax = 38.2 ºC
CRT : <3 detik
Merintih (+), Kejang (+).
Mata : Anemis -/-. Ikterik -/-, RP (+), isokor (+).
THT: Napas cuping hidung (-)
Mulut mencucu (-), bibir sianosis (-)
Thorax : retraksi subcosta (+)
C: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-).
P: Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/Abdomen :
Distensi (+), Bising usus (+) normal, organomegali (-), H/L tidak teraba.
Umbilikus: udim, merah, pus(+), berbau (+).
Extremitas: Hypotoni / lunglai, tungkai atas extensi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Darah Lengkap (04 Jan 2010)
Hb
: 14.9 gr%
Leukosit
: 17.500
Trombosit : 220.000
HCT
: 48.2%
2. GDS : 21.4 mg%
DIAGNOSIS KERJA:
Susp. Sepsis Neonatorum
DIAGNOSIS BANDING:
Tetanus Neonatorum
Rencana Awal ;
-
O2 2 liter/menit
-
Infus D10 + Elektrolit (hari ke-2)  9 tpm
Kebutuhan cairan = 90 x 2.5 = 225 cc/hari, terdiri dari:
Ca Glukonas = 5 x 2.5= 12.5 cc
KCl
= 5 x 2.5= 12.5 cc
D10
= 200 cc
-
Bolus Glukosa 10% = 5 ml/IV  dalam lima menit.
-
Phenobarbital = 50 mg/IV  dalam lima menit.
-
Ampicillin = 4 x 100 mg /IV
-
Gentamicin = 10 mg/IV
-
Rawat tali pusat
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Sepsis neonatal masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam
pelayanan dan perawatan BBL. Di negara berkembang, hampir sebagian besar BBL
yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Angka kejadian/insidens sepsis
di negara berkembang masih cukup tinggi dibanding dengan negara maju. Dalam
laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Special Report: Reducing
perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian BBL
terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus
neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Kejadian sepsis meningkat pada BKB
dan BBLR. Pada bayi berat lahir amat rendah (<1000 gram) kejadian sepsis terjadi pada
26 perseribu kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara
1000-2000 gram yang angka kejadiannya antara 8-9 perseribu kelahiran. Demikian pula
resiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi
cukup bulan.
Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi
infeksi virus tetap perlu dipertimbangkan. Dari pengumpulan data selama 5 tahun
terakhir, Shattuck (1992) melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus
khususnya enterovirus berperan pula sebagai penyebab sepsis/meningitis neonatal.
Definisi
Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai
dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang
atau air kemih.
Keadaan ini sering terjadi pada bayi berisiko misalnya pada BKB, BBLR, Bayi
dengan Sindrom Gangguan Nafas atau bayi yang lahir dari ibu berisiko. Infeksi pada
BBL dapat terjadi in utero (antenatal), tersering melalui penyebaran mikroorganisme
transplasental kedalam tubuh janin, infeksi pada waktu persalinan (intranatal) bisa
terjadi akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi atau dari cairan vagina, tinja, urin
ibu. Sedangkan infeksi setelah lahir dan selama periode neonatal (pascanatal) semuanya
disebabkan oleh pengaruh lingkungan.
Etiologi
Infeksi neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis bayi baru lahir.
Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara satu Rumah sakit dengan
Rumah sakit yang lain. Perbedaan tersebut terdapat pula antar suatu negara dengan
negara lain. Hampir sebagian besar kuman penyebab di negara berkembang adalah
kuman Gram negatif berupa kuman enterik seperti Enterobacter sp, Klebsiella sp dan
Coli sp. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, pola kuman yang
terlihat juga tidak banyak berbeda dengan kuman di negara berkembang lainnya.
Klasifikasi
Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awitan dini
dan awitan lambat.
1. Sepsis awitan dini (early onset).
Kelainan ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan (umur dibawah 3 hari).
Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu
selama persalinan atau kelahiran.
2. Sepsis awitan lambat (late onset).
Disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke 3
lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi
horizontal dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman nosokomial.
Patofisiologi dan Patogenesis
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion dan
beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan
kontaminasi dapat timbul melalui berbagai jalan, yaitu:
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui
aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik/antiseptik misalnya
saat pengambilan contoh darah janin, bahan vili khorion atau amniosintesis. Paparan
kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis
dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih
berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam
rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi melalui saluran pernapasan ataupun
saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan
meningkat apabila ketuban pecah lebih dari 18-24 jam.
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena
infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat
prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang
memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu
padat, dll.
Short MA (2004) mengemukakan bahwa patofisiologi dan tingkat beratnya
sepsis tampaknya tidak banyak berbeda antara pasien dewasa dan bayi. Sepsis biasanya
akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh dengan gambaran proses inflamasi,
koagulopati, gangguan fibrinolisis yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi
dan perfusi yang berakhir dengan gangguan fungsi organ.
Pada infeksi awitan dini, respon sistemik pada BBL terjadi saat bayi masih
didalam kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal inflammatory response syndrome
(FIRS), yaitu infeksi janin atau BBL terjadi karena penjalaran infeksi kuman vagina
-ascending infection- atau infeksi yang menjalar secara hematogen dari ibu yang
menderita infeksi. Dengan demikian konsep infeksi pada BBL, khusus pada infeksi
awitan dini, perjalanan penyakit bermula dengan FIRS kemudian sepsis, sepsis berat,
syok septik/renjatan septik, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian. Berbeda
halnya pada infeksi awitan lambat, respon sistemik terjadi setelah diluar kandungan
akibat infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Gambaran klinis sepsis BBL sangat bervariasi dan tidak spesifik. Berikut
kelompok temuan yang berhubungan dengan Infeksi Neonatorum:
Kategori A
1) Kesulitan bernapas (mis. apnea, napas 1) Tremor
Kategori B
kurang dari 40 kali per menit, retraksi 2) Letargi atau lunglai
dinding dada, grunting pada waktu 3) Mengantuk atau aktivitas berkurang
ekspirasi, sianosis sentral)
2) Kejang
4) Iritabel atau rewel
5) Muntah (menyokong ke arah sepsis)
3) Tidak sadar
4) Suhu
6) Perut kembung (menyokong ke arah
tubuh tidak
normal,
(tidak
sepsis)
normal sejak lahir & tidak memberi 7) Tanda-tanda mulai muncul sesudah
respon terhadap terapi atau suhu tidak
hari ke empat (menyokong ke arah
stabil
sepsis)
sesudah
pengukuran
suhu
normal selama tiga kali atau lebih, 8) Air ketuban bercampur mekonium
menyokong ke arah sepsis)
9) Malas
5) Persalinan di lingkungan yang kurang
higienis (menyokong ke arah sepsis)
minum
sebelumnya
minum
dengan baik (menyokong ke arah
sepsis)
6) Kondisi memburuk secara cepat dan
dramatis (menyokong ke arah sepsis)
Diagnosis sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien yang tidak
spesifik. Kecurigaan besar sepsis, bila:
o Pada bayi umur sampai dengan 3 hari: Bila ada riwayat ibu dengan infeksi rahim,
demam dengan kecurigaan infeksi berat atau ketuban pecah dini atau bayi
mempunyai 2 atau lebih kategori A atau 3 atau lebih kategori B.
o Pada bayi umur lebih dari 3 hari: Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan
kategori A atau tiga atau lebih temuan kategori B.
Pemeriksaan Penunjang
Bervariasinya gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan kesulitan
dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering digunakan dalam
membantu menegakkan diagnosis.
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut:
• Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan
akibat
infeksi.
Dapat
ditemukan
adanya
leukositosis
atau
leukopenia,
trombositopenia.
• Ditemukan kuman pada pemeriksaan pengecatan gram darah.
• Gangguan metabolik: Hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik.
• Peningkatan kadar bilirubin.
Manajemen
Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal.
Pada kenyataannya menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan membutuhkan
waktu. Untuk memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat
dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut pemberian antibiotika secara empiris
terpaksa diberikan untuk menghindarkan berlanjutnya perjalanan penyakit.
Pemberian pengobatan pasien biasanya dengan memberikan antibiotik
kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang
mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut mempunyai
sensitifitas yang baik terhadap kuman Gram positif maupun Gram negatif. Tergantung
pola dan resistensi kuman di masing-masing Rumah sakit biasanya antibiotik yang
dipilih
adalah
golongan
ampisilin/kloksasilin/vankomisin
dan
golongan
aminoglikosid/sefalosporin.
Lamanya pengobatan sangat tergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada
penderita yang disebabkan oleh kuman Gram positif, pemberian antibiotik dianjurkan
selama 10-14 hari, sedangkan penderita dengan kuman Gram negatif pengobatan dapat
diteruskan sampai 2-3 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. 2008. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta.
Download