Kebanyakan mekanisme reaksi organik

advertisement
1.
2.
3.
4.
5.
Pendahuluan
Intermediate reaktif
Nukleofil and elektrofil
Tipe reaksi
Ions versus radicals
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan Reaktivitas dan
Mekanisme, mahasiswa memahami dan menjelaskan
berbagai jenis reaksi dan mekanisme yang dapat terjadi
pada senyawa organik
PEMECAHAN IKATAN KOVALEN
tak simetris
(heterolitik)

• Ion berisi elektron yang
berjumlah genap
• Reaksi ionik/polar
Simetris
(homolitik)
+

+
• Radikal bebas berisi elektron
yang berjumlah ganjil.
• Reaksi radikal
• Intermediate reaktif merupakan spesies berumur pendek
yang tidak pernah berada dalam jumlah/konsentrasi besar
karena spesies terebut akan segera bereaksi begitu
terbentuk.
• Pada umumnya intermediate reaktif merupakan penggalan
molekul (seperti radikal bebas), sering memiliki atom
dengan jumlah ikatan tak lazim.
• Intermediate reaktif umumnya mengandung atom karbon
dengan hanya dua atau tiga ikatan.
• Spesies seperti itu akan bereaksi cepat dengan berbagai
macam senyawa untuk membentuk produk yang lebih
stabil, yaitu senyawa dengan atom karbon tetravalen.
• Meskipun intermediate reaktif merupakan senyawa yang
tak stabil, tetapi spesies tersebut sangat penting dalam hal
mempelajari Kimia Organik.
• Kebanyakan mekanisme reaksi organik melibatkan
intermediate reaktif.
• Jika kita ingin memahami mekanisme reaksi dan mengusulkan suatu mekanisme reaksi, maka kita harus mengetahui
bagaimana spesies reaktif tersebut terbentuk dan
bagaimana spesies tersebut bereaksi.
Spesies dengan atom karbon trivalen (memiliki 3 ikatan)
diklasifikasikan menurut muatannya, yang tergantung pada
jumlah nonbonding electron:
1. Carbocation: bermuatan positif dan tidak memiliki
nonbonding electron.
2. Radikal bebas: tak bermuatan dan memiliki satu
nonbonding electron.
3. Carbanion: bermuatan negatif dan memiliki sepasang
nonbonding electron.
4. Cerbene: tak bermuatan dan memiliki 2 ikatan dan
sepasang nonbonding electron.
A. CARBOCATION
• Atom karbon yang bermuatan positif, terikat dengan tiga atom
lain, tidak memiliki nonbonding electron, sehingga atom
karbon tersebut hanya memiliki 6 elektron di kulit valensinya.
• Ini adalah hibridisasi sp2 dengan struktur planar dan sudut
ikatan 120.
Contoh : kation metil (CH3+)
• planar, dengan sudut ikatan
1 20°.
• Orbital p yang tak terhibridisasi tidak terisi
elektron (kosong) dan
terletak tegak lurus bidang
ikatan C-H.
Carbocation dapat distabilkan oleh gugus alkil dengan cara:
1. Efek induktif:
donasi densitas elektron melalui ilatan ; atom karbon yang
bermuatan positif ‘mengambil’ sebagian densitas elektron dari
gugus alkil yang terikat pada atom karbon tersebut.
2. Partial Overlap antara orbital yang terisi dengan orbital
kosong:
gugus alkil memiliki orbital sp3 yang telah terisi dan dapat
overlap dengan orbital p yang kosong milik atom C yang
bermuatan positif, sehingga menstabilkan carbocation.
Stabilitas Carbocation
B. RADIKAL BEBAS
• Radikal bebas tak bermuatan, memiliki elektron berjumlah ganjil.
• Ini adalah hibridisasi sp2 dengan struktur planar (atau hampir
planar) dan sudut ikatan 120.
• Orbital p tegak lurus bidang ikatan C-H dan berisi 1 elektron.
• Carbocation dan radikal bebas merupakan spesies yang kekurangan elektron karena belum terpenuhinya susunan oktet di kulit
terluarnya.
• Seperti halnya carbocation, radikal bebas juga dapat distabilkan
oleh efek donasi elektron oleh gugus alkil.
C. CARBANION
• Carbanion bermuatan negatif, memiliki 8 elektron di kulit terluar
(3 ikatan + 1 lone pair), hibridisasi sp3.
• Carbanion merupakan nukleofil kuat.
• Carbanion memiliki struktur elektron seperti amine.
C. CARBENE
• Carbene adalah intermediate reaktif tak bermuatan yang memiliki
atom karbon divalen.
• Carbene paling sederhana adalah :CH2 (metilen).
• Carbene memiliki 6 elektron di kulit valensinya.
• Ini adalah hibridisasi sp2 dengan bentuk segitiga.
• Satu lone pair berada pada salah satu orbital hibrida sp2.
• Ada satu orbital p kosong yang tegak lurus bidang segitiga.
• Carbene dapat bereaksi sebagai nukleofil (karena adanya lone
pair) sekaligus sebagai elektrofil (karena adanya orbital kosong).
URUTAN STABILITAS
• Spesies yang kaya akan
elektron yang dapat membentuk ikatan kovalen
dengan cara mendonasikan 2
elektron kepada situs yang
kekurangan elektron
• Spesies yang kekurangan
elektron yang dapat membentuk ikatan kovalen
dengan cara menerima 2
elektron dari situs yang kaya
akan elektron
• Nukleofil bermuatan negatif
(anion) atau molekul netral
yang berisi lone pair of
electron.
• Nukleofil bermuatan positif
(kation) atau molekul netral.
Situs nukleofil atau elektrofil dalam suatu senyawa organik netral
dapat ditentukan dengan melihat:
1. Keberadaan lone pair
2. Tipe ikatan (sp, sp2, atau sp3)
3. Polaritas ikatan.
CATATAN:
1. Atom (N, O, atau S) yang memiliki elektron yang berpasangan
merupakan situs nukleofil.
2. Ikatan rangkap 2 atau 3 dalam alkena, alkuna, atau aromatis
memiliki elektron dengan densitas tinggi, sehingga bersifat
sebagai nukleofil. (Ikatan tunggal C – C bukan nukleofil).
3. Dalam suatu ikatan polar, elektron terikat lebih dekat ke atom
yang lebih elektronegatif. Atom elektronegatif merupakan
situs nukleofil, dan atom yang kurang elektronegatif merupakan situs elektrofil.
KEKUATAN RELATIF
1. NUKLEOFIL
• Kekuatan relatif nukleofil (nuklefilisitas) dari suatu anion,
atau situs nukleofil dalam suatu molekul netral, tergantung
pada ketersediaan dua elektron.
• Semakin elektronegatif suatu atom, maka semakin
nukleofilik atom tersebut, karena atom diikat lebih kuat oleh
nukleus.
• Kekuatan nukleofil suatu anion, dalam satu perioda yang
sama pada tabel priodik, mengikuti aturan basisitas:
semakin elektronegatif suatu atom, maka semakin lemah
nukelofilnya dan basanya.
• Kekuatan relatif nukleofil (nuklefilisitas) dari suatu anion,
atau atom netral dalam satu golongan yang sama, semakin
ke bawah akan semakin bertambah.
• Elektron terikat lebih lemah dengan bertambahnya ukuran
atom, sehingga atom tersebut lebih mudah membentuk
ikatan.
• Atom yang lebih besar, yang mengikat elektron dengan lebih
lemah (daripada atom kecil), memiliki polarisabilitas yang
lebih besar.
Kekuatan nukleofil suatu anion tergantung pada solven:
1. Anion biasanya bersifat lebih nukleofil apabila berada dalam
solven apriotik (mengandung gugus polar tetapi bukan ikatan
O – H atau N – H), seperti dimetil sulfoksida (Me2SO), daripada di dalam solven protik.
2. Dalam solven protik (memiliki gugus O – H atau N – H),
seperti metanol (MeOH), solven dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan anion. Hal ini akan menurunkan nukleofilisitas karena anion dikelilingi oleh solven, dan ini akan
menghindari anion tersebut menyerang elektrofil. Anion
besar kurang larut sehingga merupakan nukleofil yang lebih
kuat daripada anion kecil dalam solven protik. Contoh: Ion F–
lebih mudah larut daripada I – sehingga F – merupakan
nukleofil yang lebuh lemah.
2. ELEKTROFIL
• Kekuatan relatif elektrofil (elektrofilisitas) dari suatu kation,
tergantung pada stabilitas muatan positif.
• Kekuatan elektrofilik relatif dari suatu situs elektrofil dalam
satu molekul netral tergantung pada ukuran muatan positif
parsial (+).
• Atom hidrogen atau karbon bersifat sebagai elektrofil jika
terikat pada atom elektronegatif; semakin elektronegatif
atom tersebut, semakin elektrofilik hidrogen dan karbon.
4.1 REAKSI POLAR
A. REAKSI ADISI
Reaksi adisi terjadi jika ada dua molekul yang
bergabung meng-hasilkan hanya satu produk.
A + B  AB
Mekanisme reaksi ini dapat melalui:
1. Adisi elektrofilik pada alkana
2. Adisi elektrofilik pada alkana
B. REAKSI ELIMINASI
Reaksi eliminasi adalah kebalikan dari reaksi adisi. Reaksi ini
dimulai dengan satu bahan baku yang kemudian diubah menjadi
dua produk.
AB  A + B
Mekanisme reaksi ini meliputi hilangnya kation atau anion
untuk membentuk intermediate ionik.
Eliminasi alkil halida:
C. REAKSI SUBSTITUSI
Reaksi substitusi terjadi jika dua bahan baku saling
mempertukarkan gugus membentuk dua produk baru.
AB + CD  AC + BD
Mekanisme reaksi ini dimulai dengan penyerangan
elektrofilik atau nukleofilik terhadap gugus fungsional
kunci.
Substitusi nukleofilik alkil halida:
Substitusi nukleofilik alkil halida:
C. REAKSI PENYUSUNAN ULANG
Reaksi substitusi terjadi jika satu bahan baku membentuk satu
produk dengan susunan atom dan ikatan yang berbeda (misal
produk merupakan isomer dari bahan baku.
A  B
Mekanisme reaksi meliputi intermediate karbokation, dan
kation yang pertama terbentuk (misal primer atau sekunder)
tersebut berubah menjadi kation yang lebih stabil (misal tersier).
4.2 REAKSI RADIKAL
Seperti halnya ion, radikal dapat membentuk reaksi adisi,
eliminasi, substitusi, dan penyusunan ulang.
Langkah-langkah reaksi radikal:
(1) Inisiasi
Inisiasi merupakan langkah pembentukan radikal melalui
pemecahan rantai homolitik (biasanya memerlukan panas
atau cahaya).
(2) Propagasi
Propagasi merupakan reaksi suatu radikal membentuk
satu produk radikal baru. Langkah ini meliputi adisi,
eliminasi, substitusi, atau penyusunan ulang.
(3) Terminasi
Terminasi merupakan reaksi coupling/penggabungan dua
radikal membentuk produk non-radikal.
4.3 REAKSI IONIK VS RADIKAL
REAKSI IONIK
• Berupa pemecahan ikatan
homolitik
• Berlangsung pada T rendah
REAKSI RADIKAL
• Berupa pemecahan ikatan
heterolitik
• Berlangsung pada T tinggi
• Ion yang terbentuk larut dalam • Tidak melibatkan solven polar
solven dan distabilkan oleh
solven polar
• Terjadi karena adanya gaya
• Terjadi karena radikal
tarik elektrostatik; muatan
(memiliki elektron berjumlah
genap di kulit terluarnya) perlu
positif (+) menarik muatan
“menjodohkan” elektronnya
negatif (). Situs yang kaya
akan elektron bereaksi dengan
untuk mengisi penuh kulit
situs yang kekurangan
terluarnya.
elektron.
Download