Executive summary perencanaan kebijakan investasi Jatim

advertisement
 Execu
utive Summ
mary
Perencaanaan Kebija
K
akan Peercepattan Inv
vestasii Di Ja
awa
T
Timur
W
Wilaya
ah Utarra Dallam Ra
angka Menin
M ngkatka
an
Pertumb
buhan Ekono
omi Jaawa Tim
mur
Kerjaasama
Fakulltas Eko
onomi
Univeersitas Brawija
B
aya
Dengaan
Badan
n Peren
ncanaan
n
Pembanguna
an Daerrah
Propin
nsi Jaw
wa Timu
ur
2009
[EXECUTIVE SUMMARY] I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jawa Timur merupakan kawasan
strategis
dan
memiliki
konstribusi
perekonomian yang signifikan terhadap
perekonomian nasional. Sampai dengan
tahun 2008, Jawa Timur berkonstribusi
sebesar 14,85% terhadap Produk Domestik
Bruto nasional. Selain itu juga, Jawa Timur
merupakan salah satu pusat pertumbuhan
nasional yang memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi yang relatif sama dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi
Jawa Timur pada tahun 2003 sampai
dengan tahun 2008 mencapai angka diatas
5 %.
Bila dilihat dari konstribusi komponen
penyusun Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Jawa Timur, secara umum
sumbangan investasi dalam mendorong
perekonomian di Jawa Timur nilainya relatif
kecil dan relatif stabil pada kisaran angka
18% dari total PDRB. Secara lebih detail
pada periode tahun 2002 sampai dengan
tahun 2006, sektor Investasi hanya
menyumbang 19,03% dari total PDRB pada
tahun 2002 dan terus mengalami penurunan
sampai dengan 18,22% pada tahun 2006
dan menurun kembali pada tahun 2007
dengan konstribusi investasi sebesar
17,41%. Begitu pula pada tahun 2008,
konstribusi investasi sebagai komponen
penyumbang PDRB turun menjadi 16,44%.
Ada beberapa hal yang menyebabkan
penurunan
konstribusi
investasi
ini
diantaranya adalah bencana lumpur lapindo
yang mengganngu proses distribusi barang
dan jasa. Selain itu juga kondisi ekonomi
global yang sedang lesu menyebabkan
tingkat konstribusi investasi cenderung
stagnan. Hal ini berbeda jauh dengan
konstribusi sektor konsumsi private dan
pemerintah yang mencapai jumlah rata-rata
diatas 60 % dari total PDRB pada periode
tahun 2002-2008. Hal ini menunjukkan
bahwa perkembangan investasi di Jawa
Timur masih relatif kecil dalam mendongkrak
perekonomian daerahnya.
Meskipun sumbangan investasi relatif
kecil terhadap perekonomian Jawa Timur,
namun dalam konteks makroekonomi,
investasi memiliki fungsi yang strategis
dalam meningkatkan kinerja ekonomi suatu
daerah. Investasi memiliki efek multiplier
dalam mendorong pendapatan dan output
daerah. Dengan hadirnya investasi, maka
kesempatan kerja bagi masyarakat akan
lebih terbuka, pendapatan masyarakat akan
semakin meningkat, penggunaan sumber
daya akan lebih ditingkatkan dan
pembangunan ekonomi akan lebih terangkat.
Namun, konstribusi investasi di Jawa
Timur baik PMDN maupun PMA di propinsi
Jawa Timur masih terkonsentrasi dibeberapa
daerah saja, seperti : Surabaya, Gresik,
Kediri, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto dan
Malang. Sehingga daerah-daerah lain yang
jarang menjadi tujuan investasi PMDN dan
PMA,
belum
banyak
mengalami
perkembangan yang signifikan pada aktivitas
perekonomiannya.
Apabila dilihat dari sebaran pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur di 38 kabupaten/kota
menunjukan rata-rata pertumbuhan ekonomi
berkisar antara 4% sampai dengan 6%.
Sedangkan rata-rata pertumbuhan ekonomi
Jawa Timur sebesar 5,89% selama 5 tahun
periode (2004 – 2008)
Apabila data pertumbuhan ekonomi
tersebut diperbandingkan menurut wilayah
utara dan selatan, dapat diketahui bahwa
pertumbuhan ekonomi wilayah utara yang
meliputi Tuban, Lamongan, Gresik,
Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo
dan Situbondo, lebih besar konstribusinya
terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur
dibanding wilayah selatan yang meliputi
Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar,
Malang,
Lumajang,
Jember
dan
Banyuwangi. Data BPS tahun 2008
menunjukan bahwa konstribusi wilayah utara
terhadap total PDRB provinsi Jawa Timur
sebesar 47,28% sedangkan wilayah selatan
dan wilayah lainnya masing-masing hanya
sebesar 19,27% dan 33,45% (gambar 1.)
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 1 [EXEECUTIVE SUM
MMARY] 47
7%
34%
W
Wilayah lain
Seelatan
Uttara
9%
19
Sumber: BPS Prrovinsi Jawa Timur (diolah)
Gambarr 1. Persentasse Konstribu
usi
Wilayah terrhadap Total PDRB Jawa Timur
T
Tahun 20008
Disparitaas pertumbuuhan ekonom
mi ini
terjadi salahh satunya dikkarenakan oriientasi
kebijakan peembangunan Jawa Timur sampai
s
saat ini massih terkonsentrrasi di wilayahh utara
(koridor uttara) yang mengarah pada
terbentuknyaa pola monnosentris ke Kota
Surabaya.
Hal
ini
mengakibbatkan
pembangunan ekonomi di wilayah utara
relatif lebih baik daripadda wilayah seelatan.
Selain adannya pola kebbijakan yang lebih
terkonsentraasi di wilayah utara, hal lainn yang
menyebabkaan sumbanggan wilayah utara
terhadap peertumbuhan ekkonomi Jawa Timur
lebih besar dari pada wiilayah utara adalah
a
relatif lebih tingginya investasi yang
dilakukan di
d wilayah tersebut yang salah
satunya diseebabkan oleh kondisi infrasttruktur
(jalan, listrik, pelabuhan, dll)
d yang lebih baik.
Data Jawa
J
Timur dalam
d
Angka tahun
2008 tentanng banyaknya proyek PMDN dan
PMA yang disetujui tahhun 2006 menurut
lokasi menuunjukan bahw
wa dari 32 PMDN
P
yang disetujjui, sebanyakk 25 proyek berada
b
1.2. Tujuaan Kegiatan
Adappun tujuan dari keegiatan
Penyusunann Perencannaan Perceepatan
Investasi di Wilayah Utaraa Jawa Timur dalam
Rangka
Pertumbuhan
Meningkatkan
Ekonomi Jaw
wa Timur ini antara
a
lain:
permasaalahan
1. Menggidentifikasi
invesstasi di Wilaayah Utara Jawa
Timur;
u
Begitu ppula dengan proyek
p
di wilayah utara.
PMA yang disetujui, dim
mana 72 proyeek dari
total 83 prroyek berada di wilayah Utara.
Kondisi seruupa juga terjaadi pada tahunn 2007
dimana unttuk proyek PMDN sebanyyak 18
proyek darri 22 yang ddisetujui beraada di
wilayah Utaara Jawa Tim
mur dan pada tahun
2008 proyeek diwilayah utara sebanyyak 23
dari total 35 proyek PMDN
N yang disetujjui.
Hal seerupa terjadi pada PMA yang
disetujui tahhun 2007 sebanyak 69 dari
d 85
proyek beraada diwilayah Utara. Begitu pula
pada tahun 2008, dari 944 proyek PMA
A yang
disetujui, sebanyak 77 proyek beraada di
wilayah Utaara Jawa Timuur. Tingginya tingkat
investasi di wilayah utaraa tersebut salaah satu
faktor penyyebabnya adaalah kondisi sarana
s
dan prasarrana investassi yang lebihh baik
dibanding wilayah
w
selataan. Dengan kondisi
k
tersebut diharapkan wilayah utara dapat
meningkatkaan tingkat investasinya baik
dalam jangka pendekk maupun jangka
j
panjang dalam
d
upaya meningkatkan
pertumbuhaan ekonomi Jawa Timur yang
lebih tinggi.
Berdassarkan bebberapa persoalan
diatas, makaa sangat diperlukan perenccanaan
kebijakan percepatan
p
innvestasi di wilayah
w
utara Jawaa Timur yangg implikasinyaa tidak
hanya akaan meningkaatkan pertum
mbuhan
ekonomi Jaawa Timur seecara umum, tetapi
juga peningkatan pertumbuhan ekonom
mi dan
penurunan disparitas innvestasi di wilayah
w
utara Jawa Timur. Sehinggga, fokus kajjian ini
adalah meenyusun kebbijakan perceepatan
Investasi di Wilayah Utaraa Jawa Timur dalam
upaya meningkatkan perrtumbuhan ekkonomi
Jawa Timur.
2. Mengganalisis koontribusi Invvestasi
terhaadap pertumbbuhan ekonoomi di
wilayyah Utara Jaw
wa Timur;
3. Menyyusun keranggka Kebijakann yang
tepatt untuk memppercepat Invesstasi di
Timur;
wilayyah
utara
Jawa
Perencanaan Kebijakan Perccepatan Investa
asi Di Jawa Tim
mur Wilayah Utara Dalam Ran
ngka Me
eningkatkan Pertumbuhan Eko
onomi Jawa Tim
mur 2 [EXECUTIVE SUMMARY] II. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Keterkaitan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu teori investasi yang berkaitan
dengan pertumbuhan ekonomi adalah model
pertumbuhan Harrod-Domar. Inti dari model
pertumbuhan ini adalah hubungan jangka
pendek antara peningkatan investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Model ini mempunyai
dua
variabel
fundamental,
yaitu
pembentukan modal tetap (investasi) serta
ICOR (Incremental Capital Output Ratio)
[Tambunan, 2001]. Secara matematis
persamaan model pertumbuhan HarrodDomar adalah sebagai berikut.
S = s.Y
Tabungan (S) terdiri atas tabungan
masyarakat, perusahaan, dan pemerintah
yang merupakan suatu proporsi (s) dari total
output atau pendapatan (Y).
I = ΔK
Investasi (I) merupakan perubahan stok
modal (K). Stok modal mempunyai
hubungan langsung dengan total output (Y),
seperti yang ditunjukkan oleh COR (capital
output ratio) atau k.
K
Y
= k
atau:
ΔK = k.ΔY
Dalam ekonomi yang seimbang (salah
satu asumsi penting dari model HarrodDomar):
S=I
maka didapat:
s.Y = k. ΔY
⎛ ΔY ⎞
⎟
⎝ Y ⎠
Akhirnya pertumbuhan ekonomi ⎜
yang merupakan persentase perubahan
GNP ditentukan secara bersama oleh rasio
tabungan (s) dan rasio modal atau output
nasional (COR = k).
ΔY
Y
=
s
k
Persamaan tersebut menyatakan bahwa
tingkat pertumbuhan pendapatan ditentukan
bersama-sama oleh rasio tabungan nasional,
dan rasio modal (output nasional). Lebih
khusus
lagi,
persamaan
tersebut
menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan
pendapatan nasional akan secara langsung
berkaitan dengan rasio tabungan, yakni lebih
banyak bagian GNP yang ditabung dan
diinvestasikan maka akan lebih besar lagi
pertumbuhan GNP tersebut. Sebaliknya
berpengaruh secara negatif terhadap nisbah
modal output suatu perekonomian (yakni,
lebih besar k, lebih kecil pertumbuhan GNP).
Singkatnya, agar bisa tumbuh maka
perekonomian harus menabung dan
menginvestasikan sebagian dari GNP-nya.
Lebih banyak yang dapat ditabung dan
kemudian diinvestasikan lebih cepat lagi
perekonomian itu tumbuhnya. Meskipun
demikian tingkat pertumbuhan yang dapat
dijangkau pada setiap tingkat tabungan dan
investasi tergantung pada produktivitas
investasi tersebut[Hadi, 2003].
Sehingga bisa dikatakan bahwa investasi
memiliki peran yang sangat penting dalam
suatu perekonomian. Pentingnya investasi
ini dapat ditinjau dari dua aspek. Pertama,
karena investasi merupakan komponen yang
besar dan volatile dari pengeluaran,
investasi sering merujuk kepada perubahan
dalam permintaan agregat sehingga
mempengaruhi siklus bisnis. Kedua,
investasi mengacu pada akumulasi modal.
Dengan menambah persediaan bangunanbangunan
dan
peralatan,
akan
meningkatkan output potensial dan akan
mendorong pertumbuhan ekonomi jangka
panjang. Dengan demikian investasi memiliki
dua peran, yaitu mempengaruhi output
jangka pendek melalui pengaruhnya
terhadap
permintaan
agregat
dan
mempengaruhi pertumbuhan output jangka
panjang melalui pengaruhnya terhadap
pembentukan modal pada output potensial
dan penawaran agregat (Samuelson dan
Nordhaus, 2001).
Akumulasi modal terjadi apabila sebagian
dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan
kembali dengan tujuan memperbesar output
dan pendapatan di kemudian hari.
Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin,
peralatan dan bahan baku meningkatkan
stok modal secara fisik suatu negara (yakni,
nilai riil “neto” atas seluruh barang modal
produktif secara fisik) dan hal itu jelas
memungkinkan akan terjadinya peningkatan
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 3 [EXECUTIVE SUMMARY] output di masa mendatang. Investasi
produktif yang bersifat langsung tersebut
harus dilengkapi dengan berbagai investasi
penunjang yang disebut dengan investasi
infrastruktur ekonomi dan sosial. Contohnya
adalah pembangunan jalan raya, penyediaan
listrik, persediaan air bersih dan perbaikan
sanitasi, yang kesemuanya itu mutlak
dibutuhkan dalam rangka menunjang dan
mengintegrasikan segenap aktivitas ekonomi
produktif. Investasi dalam pembinaan
sumber daya manusia juga meningkatkan
kualitas modal manusia, sehingga pada
akhirnya akan membawa dampak positif
yang sama terhadap angka produksi, bahkan
akan lebih besar lagi mengingat terus
bertambahnya jumlah manusia (Todaro,
2000).
III. METODE KEGIATAN
3.1. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan kajian ini melingkupi dua hal
yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang
lingkup materi. Ruang lingkup wilayah
adalah pemerintah daerah propinsi Jawa
timur dan pemerintah daerah kabupaten/kota
di Jawa Timur di wilayah utara Jawa Timur
serta instansi pendudukung lainnya di
lingkungan Pemerintah Propinsi, kabupaten
dan kota di Jawa Timur.
Sedangkan ruang lingkup kajian materi
meliputi: analisis ekonomi makro pada
tingkat regional Jawa Timur dan kabupaten
di wilayah utara Jawa Timur, dan teori serta
kajian tentang pertumbuhan ekonomi
regional. Selain itu juga, kegiatan ini akan
membahas tentang investasi di kabupaten
dan kota di wilayah utara jawa timur dan
kompleksitas yang melingkupi permasalahan
investasi serta solusi altenatif penyelesaian
masalah tersebut beserta kajian mengenai
kebijakan percepatan investasi.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder dan data
primer. Data sekunder yaitu data yang
diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian. Data sekunder merupakan data
yang tidak diperoleh dari sumbernya
langsung, melainkan sudah dikumpulkan
oleh pihak lain. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan teknik dokumentasi, yaitu
pengumpulan data baku yang diperoleh
pada Instansi atau Organisasi yang ada, baik
pemerintah maupun swasta (Muslimin, 2002
: 23). Sumber data sekunder berasal dari
beberapa instansi yang berwenang dalam
.
3.3. Metode Analisis
pengeluaran data yaitu, APBN, APBD,
badan perencanaan propinsi, kota dan
kabupaten, Badan Pusat Statistik dan
intansi-intansi terkait serta berbagai hasil
penelitian yang berkaitan dengan kajian ini.
Sedangkan data primer diperoleh
langsung melalui depth interview atau
wawancara secara mendalam oleh peneliti.
Dalam melakukan wawancara tersebut
peneliti akan menggunakan pedoman
interview yang telah disusun sebelumnya
sehingga akan menghasilkan interview yang
terarah sesuai dengan tujuan penelitian
Dalam upaya merumuskan kebijakan
percepatan investasi di Jawa Timur Wilayah
Utara
dalam
rangka
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, peneliti
akan menggunakan metode penelitian
eksploratif. Jenis penelitian ini berusaha
mencari ide-ide atau hubungan-hubungan
yang baru. Metode ini sangat fleksibel dalam
pencarian gagasan dan ide serta petunjuk
mengenai kondisi dan situasi yang berkaitan
dengan permasalahan yang dikaji sehingga
dapat memformulasikan kebijakan atau
strategi yang tepat.
Dengan metode penelitian ini, peneliti
akan menggali permasalahan yang berkaitan
dengan permasalahan investasi di wilayah
utara Jawa Timur dihubungkan dengan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Langkah
pertama yang perlu dilakukan adalah
mengumpulkan semua dokumen yang
berkaitan dengan kegiatan investasi di Jawa
Timur dan tingkat pertumbuhan ekonominya.
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4 [EXEECUTIVE SUM
MMARY] Selanjutnya mengidentifikasi permasaalahan
mulai dari gejala samppai masalah yang
mendasar. Setelah proses
p
identifikasi
selanjutnya peneliti akan mengklasifikaasikan
masalah daan merumuskan strategi yang
tepat yangg diarahkan pada form
mulasi
perencanaaan
kebijakkana
perceepatan
investasi di wilayah utara Jawa Timur. Selain
itu, peneliti akan
a
melakukkan interview secara
s
mendalam kepada
k
setiapp unit yang berrkaitan
dengan pennelitian ini.
IV. ANALIISIS DAN PEM
MBAHASAN
4.1. Permassalahan Invesstasi
Investasi merupakan salah satu faktor
penting
d
dalam
mennentukan
t
tingkat
pertumbuhan ekonomi suatu
s
daerah.. Oleh
karena itu peningkatan
p
innvestasi yangg telah
ada maupunn membuka innvestasi yangg akan
dilakukan memerlukan
m
s
suatu
langkahh dan
strategi yaang komprehhensif. Setiddaknya
terdapat duaa hal yang haarus dilakukann yaitu
Buruknya kesehataan masyarakat
An
ngka kriminal dan pencuriaan
Tarif Pajak
Burukknya etos kerja
Instabilitas pemerintahan
Regulasi valas
M
Minimnya tingk
kat pendidikan
Instabilitas kebijakan
regulasi pajak
aksees pembiayaan
inflasi
Regulasi perbu
uruhan yg kaku
Korupsi
Minimnyaa infrastruktur
Inefissiensi birokrasi
bagaimana membuat innvestasi yangg telah
ada dapat tetap tumbuhh dan berkem
mbang,
dan bagaim
mana membuat investor merasa
m
tertarik untuuk melakukan investasi. Pennelitian
terkini yang dilakukan haarian umum Koompas
(2009) tenttang permasaalahan / ham
mbatan
investasi di Indonesia mencakup limaa belas
faktor penghhambat (Gambar 2).
0,10%
0,10%
1,30%
3,,50%
3
3,70%
3,90%
3
4,40%
5,00%
6,70%
7,50%
%
7,80%
%
9,70%
10,70%
16,40%
19,30%
%
Sumber:: Kompas (2009, dimodifikasi)
Gam
mbar 2. Hambaatan Utama Berinvestasi
B
d Indonesia
di
Hasil penelitian terssebut menunnjukan
bahwa terdaapat 8 item yang
y
diteliti memiliki
persentase lebih besar dari
d 5%. Hal utama
yang sanggat mengham
mbat investaasi di
Indonesia adalah faktoor birokrasi yang
berbelit-belitt dan tidakk efisien dengan
persentase sebesar 199,30%. Salah satu
contohnya adalah
a
dalam pelayanan peerijinan
yang birokraatis dimana prosedur yang harus
dilewati oleeh investor/ppengusaha sangat
s
banyak,
berbelit-beelit
sehhingga
menyebabkaan biaya ekonomi tinggi.
Banyaknya prosedur yaang harus dilewati
menyebabkan waktu yanng dibutuhkann untuk
memperolehh ijin usaha lebih lama.
Laporann
Dalam
Keterrangan
Pertanggungjawaban Guubernur Jawa Timur
(2008) disebbutkan bahwaa untuk berinvvestasi
di Indonessia dalam raangka PMA harus
memiliki 27 jenis perrizinan dasarr dan
berurusan dengan
d
21 Innstansi, sedaangkan
dalam rangkka PMDN harrus memiliki 26 jenis
perizinan dasar dan berrurusan denggan 20
Instansi. Perizinan
P
dasar diatas belum
termasuk perizinan
p
tambbahan yang jumlah
j
dan jenisnyya sangat terrgantung darri jenis
Perencanaan Kebijakan Perccepatan Investa
asi Di Jawa Tim
mur Wilayah Utara Dalam Ran
ngka Me
eningkatkan Pertumbuhan Eko
onomi Jawa Tim
mur 5 [EXECUTIVE SUMMARY] kegiatan usahanya. Waktu yang dibutuhkan
untuk penyelesaian perizinan dasar tersebut
adalah
sebagai
berikut:
Tabel 1. Waktu Penyelesaian Perizinan Dasar
Jenis Penanaman
Modal
Wajib A M D A L
Pengalaman
Normatif
Investor
Tidak Wajib AMDAL
Pengalaman
Normatif
Investor
PMA
489 hari
1.431 hari
534 hari
1.231 hari
PMDN
482 hari
1.421 hari
527 hari
1.123 hari
Sumber: LKPJ Gubernur Jawa Timur (2008)
Banyaknya instansi yang memberikan
pelayanan perizinan PMA/PMDN yaitu
tersebar di Pusat, Instansi Pusat di Propinsi,
Instansi Pusat di Kabupaten/Kota, Instansi
terkait di Propinsi dan Instansi terkait di
Kabupaten/Kota, cenderung melakukan
tekanan informal dari oknum aparat berupa
pungutan diluar yang ditetapkan. Sehingga
menyebabkan ekonomi biaya tinggi yang
pada akhirnya investor menilai bahwa iklim
investasi di Indonesia termasuk di Jawa
Timur belum kondusif, tidak aman dan tidak
nyaman.
Selain hal tersebut diatas, tidak
kondusifnya iklim investasi Indonesia
berdasarkan hambatan yang diteliti Kompas
(2009) adalah minimnya infrastruktur
(16,40%) dan permasalahan korupsi
(10,70%). Sebenarnya untuk alokasi
anggaran sektor infrastruktur di Indonesia
terus mengalami kenaikan dalam beberapa
tahun terakhir yaitu 3,4 persen dari PDB
pada tahun 2004, 3,6 persen dari PDB pada
tahun 2005 dan 2,2 persen dari PDB pada
tahun 2009. Namun demikian, angka
tersebut masih jauh dari ideal dalam
penyediaan infrastruktur. Menurut Bank
Dunia, kondisi minimum ideal infrastruktur
bagi Negara berkembang seperti Indonesia
harus berkisar antara 5-6 persen dari total
PDB.
Hambatan investasi selanjutnya yang
dikemukakan dalam penelitian Kompas
(2009) adalah regulasi perburuhan yang
kaku, inflasi, akses pembiayaan, regulasi
pajak dan instabilitas kebijakan. Instabilitas
kebijakan berkaitan erat dengan perubahan
kewenangan
pemerintahan
yaitu
diimplemntasikannya UU otonomi daerah
pada tahun 2001. Implementasi UU tersebut
berimplikasi pada kewenangan daerah yang
lebih luas dalam mengatur pemerintahannya
termasuk didalamnya membuat kebijakan
dan peraturan-peraturan daerah. Salah satu
penyebab instabilitas kebijakan dapat dilihat
pada kasus pergantian kepala daerah yang
biasanya merubah kebijakan pemerintah
daerah baik dalam tataran kebijakan jangka
panjang maupun jangka pendek termasuk
didalamnya regulasi perburuhan. Perubahan
kebijakan tersebut menyebabkan keraguan
investor untuk berinvestasi didaerah.
Hal tersebut sesuai dengan berbagai
penelitian yang mengemukakan bahwa
pelaksanaan otonomi daerah sejak 2001
telah memperburuk iklim investasi di
Indonesia (lihat: Hofman, et al. 2003; Smeru,
2001; Ray, 2002, 2003). Masih rendahnya
pelayanan publik, kurangnya kepastian
hukum, dan berbagai Peraturan Daerah
(Perda) yang tidak “pro-bisnis” diidentifikasi
sebagai bukti iklim bisnis yang tidak
kondusif. Pelayanan publik yang dikeluhkan
terutama terkait dengan ketidakpastian biaya
dan lamanya waktu berurusan dengan
perijinan dan birokrasi. Hal ini diperparah
dengan masih berlanjutnya berbagai
pungutan, baik resmi maupun liar, yang
harus dibayar perusahaan kepada para
petugas, pejabat, dan preman. World Bank
(2004) mengemukakan alasan utama
mengapa investor masih kawatir untuk
melakukan bisnis di Indonesia yaitu
ketidakstabilan
ekonomi
makro,
ketidakpastian kebijakan, korupsi baik
dilakukan oleh pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat, perijinan usaha, dan
regulasi pasar tenaga kerja.
Selanjutnya aspek tingginya inflasi dan
terbatasnya akses pembiayaan merupakan
faktor lain penghambat berinvestasi di
Indonesia (Kompas, 2009). Inflasi berkaitan
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 6 [EXEECUTIVE SUM
MMARY] dengan hargga input prodduksi dan dayya beli
masyarakat.. Inflasi yaang tinggi akan
menyebabkaan daya beli masyyarakat
menurun yang
y
selanjuutnya berpenngaruh
pada lesunyya kondisi peerekonomian secara
s
umum terrmasuk perrusahan-perussahan.
Sedangkan aspek pem
mbiayaan berrkaitan
dengan moddal yang dapat digunakan untuk
melakukan investasi atauu usaha khussusnya
sektor UMK
KM. Oleh karrena itu dipeerlukan
perluasan akses pem
mbiayaan melalui
m
kebijakan moneter m
maupun kebijakankebijakan peemerintah lainnnya.
Hasil peenelitian yangg dilakukan koompas
tahun 20099 dan penelitian lainnya diatas
memperkuaat survey yangg dilakukan Kuuncoro
dkk pada tahun 2004 mengenai keendala
utama
yang
dihhadapi
perusahaann/pengusaha. Survey teersebut
meliputi 6 wilayah kabupaten/koota di
yaitu
Indonesia
B
Batam,
Banndung,
Yogyakarta,, Jepara, S
Surabaya dann Bali
(Gambar 3).
Sumber:: Kuncoro et al. (22004)
Gambaar 3. Kendalaa Utama yang
g Dihadapi Peerusahaan (%
%)
Hasil suurvey tersebbut menunjukkan 6
kendala utama
u
yangg dihadapi oleh
perusahaan dalam melakukan usaahanya
dengan perrsentase diataas 5%. Kelim
ma hal
tersebut yaiitu pungutan liar, perijinann oleh
pemerintah pusat, peraturan
p
daerah,
kenaikan tarif BBM, listrikk dll, pajak/reetribusi
dan kelanggkaan bahann baku. Berrkaitan
dengan punngutan liar, Kuuncoro et al (2004)
(
mengemukaakan bahwaa masih adanya
a
"grease monney" dalam beentuk pungutaan liar,
upeti dan biaya eksstra yang harus
dikeluarkan oleh perussahaan dari sejak
mencari baahan baku, memproses input
menjadi outtput, maupunn ekspor. Ratta-rata
persentase pungli terhaadap biaya ekspor
e
setahun addalah 7,5%, yang diperkkirakan
sebesar Rpp 3 trilyun ataau sekitar 1553 juta
dolar AS. Lokasi yang dituding rawan
terhadap pungli
p
terutam
ma jalan rayaa dan
pelabuhan. Singkatnya, para birokraat dan
pejabat di pusat mauppun daerah masih
berperilaku sebagai “preedator” dan belum
menjadi fasiilitator bagi duunia bisnis.
Masalahh lainnya sebaagai kendala utama
perusahaann dalam meelakukan usaahanya
adalah kenaaikan tariff daasar listrik (TD
DL dan
harga BBM
M. Sebagai bbagian dari proses
p
produksi, keenaikan tarif dasar listrik (TDL)
dan harga BBM telahh membuat biaya
produksi menjadi
m
mahal, yang akkhirnya
membuat harganya
h
tidaak kompetitif. Biaya
produksi tam
mbah mahal llagi akibat kenaikan
Upah Minim
mum Provinsi (UMP), yanng dari
tahun 2000 sampai denggan 2004 mencapai
200 persen lebih. Sedangkan permasaalahan
lainnya dallam penelitiaan Kuncoro (2004)
penjelasannnya hampir ssama dengann yang
Perencanaan Kebijakan Perccepatan Investa
asi Di Jawa Tim
mur Wilayah Utara Dalam Ran
ngka Me
eningkatkan Pertumbuhan Eko
onomi Jawa Tim
mur 7 [EXECUTIVE SUMMARY] telah dibahas pada hasil penelitian kompas
(2009) diatas.
Hasil wawancara mendalam (in depth
interview) dengan beberapa dinas dan
badan yang terkait dengan investasi di Jawa
Timur (dinas perindustrian dan perdagangan,
dan badan penanaman modal) dalam upaya
mengkross cekkan berbagai temuan
penelitian terdahulu, menyebutkan bahwa
hambatan-hambatan investasi yang dihadapi
oleh dunia usaha di Jawa Timur khususnya
di wilayah utara Jawa Timur meliputi tiga hal
utama yaitu birokrasi pemerintahan yang
buruk, regulasi yang tumpang tindih dan
permasalahan infrastruktur.
Birokrasi pemerintahan yang buruk
ditandai dengan banyak orang-orang partai
yang terlibat aktif dalam urusan birokrasi
pemerintahan. Dimana mereka lebih
mementingkan partainya masing-masing
dalam menjalankan birokrasi pemerintahan.
Selanjutnya regulasi yang tumpang tindih,
seperti pemerintah daerah membuat suatu
peraturan yang tidak sesuai dengan tataran
aturan yang telah disarankan oleh
pemerintah pusat (propinsi). Dalam hal ini
dapat dikatakan banyak perda-perda yang
tidak kondusif terhadap iklim bisnis. Selain
dua masalah diatas, masalah infrastruktur
khususnya penyediaan listrik dan gas oleh
pemerintah masih jauh dari kebutuhan
investor. Dari berbagai hambatan tersebut,
hasil indepth interview menyebutkan bahwa
hambatan utama dalam berinvestasi adalah
birokrasi yang buruk. Hal ini dikarenakan
dengan adanya birokrasi yang buruk sudah
pasti akan dapat mematikan investor yang
ingin melakukan investasi. Intinya birokrasi
sekarang ini tidak lagi pro bisnis. Sehingga
mereka sama halnya dengan musuh bagi
para pebisnis yang ingin menanamkan
modalnya.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian
terdahulu dan wawancara mendalam yang
dilakukan oleh peneliti diatas, dapat
dikatakan bahwa permasalahan utama
dalam investasi di Indonesia termasuk di
Jawa Timur lebih khusus lagi di Wilayah
Utara Jawa Timur adalah faktor birokrasi
termasuk instabilitas kebijakan baik dari segi
politik (peraturan-peraturan pemerintah,
itikad kuat untuk mencegah korupsi, dan
lain-lain) maupun dari segi ekonomi (regulasi
perburuhan, upah minimum, regulasi
perpajakan dan lain sebagainya); minimnya
infrastruktur; minimnya akses pembiayaan
khususnya bagi Usaha Menengah Kecil dan
Mikro (UMKM); dan permasalahan promosi
investasi/pemasaran.
Sehingga
untuk
meningkatkan maupun mempercepat tingkat
investasi di Indonesia khususnya di Wilayah
Utara Jawa Timur, kebijakan yang harus
dipertimbangkan
pemerintah
daerah
mencakup lima hal utama yaitu kebijakan
peningkatan
efisiensi
birokrasi
dan
pencegahan
korupsi;
peningkatan
infrastruktur; deregulasi bidang pajak dan
retribusi; perluasan akses pembiayaan; dan
peningkatan kerjasama dan promosi
investasi baik di dalam negeri maupun luar
negeri. Kelima kebijakan utama tersebut
akan dibahas pada sub bab berikut setelah
terlebih dahulu membahas konstribusi
investasi dan pertumbuhan ekonomi di
Wilayah
Utara
Jawa
Timur.
4.2. Konstribusi Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Utara Jawa Timur
Seperti yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, investasi memegang peranan
penting baik bagi Negara maupun daerah
dalam
meningkatkan
pertumbuhan
ekonominya. Konstribusi daerah dalam
pembentukan modal maupun peningkatan
usaha, secara langsung maupun tidak
langsung
dapat
mempengaruhi
perekonomian suatu daerah. Dalam skup
Jawa Timur, wilayah Utara Jawa Timur
berkonstribusi signifikan baik dalam hal
investasi maupun pertumbuhan ekonomi
terhadap perekonomian Jawa Timur yang
mendekati angka 50%. Tingginya konstribusi
wilayah utara tersebut selain disebabkan
oleh kebijakan pemerintah yang monosentris
ke Kota Surabaya juga dikarenakan
infrastruktur seperti jalan, listrik, air dan lain
sebagainya lebih baik kondisinya dibanding
wilayah selatan maupun wilayah lainnya di
Jawa Timur.
Hal tersebut sesuai dengan laporan BPS
tahun 2008 yang menyebutkan bahwa
daerah di Jawa Timur yang menarik minat
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 8 [EXECUTIVE SUMMARY] investor dalam negeri dan asing untuk
menanamkan modalnya adalah Surabaya,
Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo,
Lamongan, Malang, dan Lumajang.
Sebagian daerah yang menarik investor
untuk menanamkan investasinya berada di
Wilayah Utara. Selain itu, daya tarik investasi
terkait dengan potensi daerah serta usaha
yang lebih baik dari pemerintah daerah untuk
menarik minat investor domestik dan asing
dibandingkan dengan daerah lain. Rincian
proyek PMDN yang disetujui di Jawa Timur
tahun 2006 sampai dengan bulan Juni tahun
2009 dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Proyek PMDN yang disetujui di Jawa Timur Tahun 2006 – Juni 2009 (Jutaan Rupiah)
Konstribusi Investasi
Kab/kota
Tuban
Lamongan
Gresik
Surabaya
Sidoarjo
Pasuruan
Probolinggo
Situbondo
Total Wilayah
Utara
Jawa Timur
2006
2007
Nilai
%
0,00
0,02
3,13
13,91
17,62
21,50
8,61
0,00
1.164.179
94,55
64,25
2009*
Nilai
942.900
7.900
1.974.589
623.330
369.174
143.949
0
10.000
%
0,56
0,01
1,17
0,37
0,22
0,08
0
0,01
Nilai
175.000
7.921.600
1.439.475
393.739
4.343.133
654.392
0
0
%
1,05
47,42
8,62
2,36
26,00
3,92
0,00
0,00
0
0
8.706.710
83.618
4.429.328
1.075.839
66
0
%
0,00
0,00
43,68
0,42
22,22
5,40
0,00
0,00
3.128.942
2,42
14.908.809
88,31
14.295.561
71,72
167.449.029
0
195
38.585
171.265
216.918
264.677
105.969
0
Ratarata
%
0,40
11,86
14,15
4,26
16,51
7,72
2,15
0,00
2008
16.705.091
19.933.800
Nilai
1.231.274
*sampai bulan Juni
Sumber: Badan Penanaman Modal Jawa Timur (2006-2009, diolah)
Secara umum konstribusi investasi
wilayah Utara Jawa Timur terhadap total
investasi Jawa Timur memiliki rata-rata
sebesar 64,25% selama empat periode
(2006-2009). Pada tahun 2006 konstribusi
investasi
Wilayah
Utara
hanya
menyumbang 2%, hal ini dikarenakan pada
tahun tersebut terdapat investasi yang
sangat besar dari wilyah selatan yaitu
didaerah Blitar dengan nilai investasi
sebesar 162.269.800 juta atau berkonstribusi
lebih dari 99% dari total investasi Jawa
Timur. Namun demikian, setelah tahun 2006,
konstribusi PMDN wilayah Utara terus
mengalami kenaikan sampai dengan 94,55%
pada bulan Juni 2009.
Apabila dilihat dari konstribusi per
wilayah di Utara Jawa Timur, dapat diketahui
bahwa Gresik memiliki nilai investasi yang
selalu meningkat dari tahun 2006 sampai
dengan Juni 2009. Hal ini berbeda dengan
Kabupaten Tuban dimana nilai investasinya
terus mengalami penurunan dari 942.900
juta pada tahun 2006 menurun drastic
menjadi 175.000 juta pada tahun 2007 dan
pada tahun berikutnya tidak terdapat investor
yang menanamkan modalnya di kabupaten
tersebut.
Sedangkan untuk daerah lain, nilai
investasi PMDN berfluktuasi kecuali untuk
daerah Tuban, Probolinggo (tidak ada
PMDN) dan Situbondo yang nilai
investasinya masih rendah. Sehingga
diperlukan sebuah strategi penarikan minat
investor dalam negeri melalui kebijakankebijakan komprehensif dan terintegrasi
dengan pemerintah pusat maupun daerah
lainnya. Selain proyek PMDN, Penanaman
Modal Asing (PMA) merupakan sumber
investasi
penting
lainnya
dalam
meningkatkan roda perekonomian daerah
dan nasional. Konstribusi investasi dari
proyek PMA di Jawa Timur selama periode
2006 – Juni 2009, lebih dari 50 persen
berasal dari Wilayah Utara Jawa Timur
(Tabel 3)
Secara keseluruhan total proyek PMA
yang disetujui di Wilayah Utara Jawa timur
mengalami peningkatan dari tahun 2006
sampai dengan Juni 2009 dengan
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 9 [EXECUTIVE SUMMARY] konstribusi sebesar 62,64% dari total PMA di
Jawa timur. Konstribusi PMA tertinggi terjadi
pada tahun 2008 sebesar 94,6% sedangkan
tahun 2006,2007 dan 2009 berkonstribusi
lebih dari 50% dari total Proyek PMA yang
disetujui di Jawa Timur. Selama periode
tersebut, Probolinggo, Surabaya dan
Sidoarjo merupakan daerah yang memiliki
konstribusi tertinggi dengan rata-rata PMA
masing-masing sebesar 14,65%, 11,63%
dan 11,42%. Kemudian diikuti oleh Gresik
dan Pasuruan yang berkonstribusi lebih dari
10% dari total PMA yang disetujui di Jawa
timur masing-masing sebesar 10,48% dan
10,20%.
Tabel 3. Proyek PMA yang disetujui di Jawa Timur Tahun 2004 - 2008 (Ribu US$)
Konstribusi Investasi
Kab/Kota
2006
Jumlah
Tuban
2007
%
2008
Jumlah
%
Ratarata
%
2009*
Jumlah
%
Jumlah
%
0
0,00
25.434
2,97
100.000
3,89
81.500
7,84
3,68
Lamongan
21.650
1,48
5.000
0,58
6.000
0,23
0
0,00
0,57
Gresik
66.240
4,51
140.355
16,41
363.508
14,13
71.234
6,85
10,48
Surabaya
47.963
3,27
64.349
7,52
204.974
7,97
288.666
27,77
11,63
Sidoarjo
493.424
33,62
52.304
6,12
64.005
2,49
35.880
3,45
11,42
Pasuruan
170.450
11,61
149.588
17,49
195.003
7,58
42.987
4,14
10,20
3.842
0,26
0
0,00
1.500.551
58,32
69
0,01
14,65
860
0,06
0
0,00
210
0,01
0
0,00
0,02
804.429
54,81
437.030
51,10
2.434.251
94,60
520.336
50,06
62,64
Probolinggo
Situbondo
Total Wilayah
Utara
Jawa Timur
1.467.546
855.227
2.573.091
1.039.397
*sampai bulan Juni
Sumber: Badan Penanaman Modal Jawa Timur (2006-2009, diolah)
Sedangkan untuk tiga daerah lainnya di
Wilayah Utara Jawa Timur yaitu Tuban,
Lamongan, dan Situbondo, konstribusi
investasi PMAnya masih minim terhadap
total PMA yang disetujui di Jawa Timur pada
tahun 2006-Juni 2009. Dengan segala daya
tarik investasi yang lebih tinggi dibanding
wilayah lain, wilayah Utara dapat
memaksimalkan potensi daerahnya untuk
menarik investor domestik maupun asing
dalam perekonomian daerahnya masingmasing.
Tingginya konstribusi daerah di Wilayah
Utara Jawa Timur baik PMDN maupun PMA
salah satunya berimplikasi pada kesempatan
kerja yang lebih luas yang selanjutnya
berpengaruh
terhadap
meningkatnya
pendapatan daerah tersebut. Pendapatan
daerah yang tinggi berkorelasi positif pada
tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi.
Tabel 4. menunjukan rata-rata pertumbuhan
ekonomi Wilayah Utara selama periode 2004
sampai dengan 2008 sebesar 6,06%,
dimana tingkat pertumbuhan tersebut lebih
besar daripada rata-rata pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur (5,89%).
Daerah yang berkonstribusi paling besar
di wilayah Utara Jawa Timur adalah Gresik
dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
sebesar 7,31%. Pertumbuhan ekonomi
Gresik yang impresif tersebut tidaklah
mengherankan karena di daerah tersebut
terdapat industri besar seperti semen Gresik
dan industri besar lainnya. Selain Gresik,
daerah seperti Surabaya, Sidoarjo, dan
Pasuruan memberikan konstribusi yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
wilayah Utara Jawa Timur dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi dari tahun 2004 –
2008 masing-masing sebesar 6,89%, 6,16%,
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 10 [EXECUTIVE SUMMARY] dan 6,10%. Sedangkan tingkat pertumbuhan
ekonomi daerah lainnya di wilayah utara
berkisar pada rata-rata 5% seperti
Lamongan,
Situbondo,
dan
tuban.
Sedangkan Probolinggo memiliki konstribusi
yang relative besar dengan nilai rata-rata
pertumbuhan ekonomi sebesar 6,40%.
Tabel 4. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Utara Jawa Timur (%)
Pertumbuhan ekonomi
Kab/kota
Rata-rata
2004
2005
2006
2007
2008
Tuban
3,6
5,36
5,99
5,19
6,52
5,33
Lamongan
4,6
5,93
5,59
5,53
5,89
5,51
Gresik
7,05
8,52
6,75
7,45
6,77
7,31
Surabaya
6,71
6,93
6,99
6,91
6,28
6,89
Sidoarjo
6,14
7,48
5,94
6,69
4,54
6,16
Pasuruan
Probolinggo
Situbondo
5,96
6,13
5,97
6,83
6,2
6,26
6,25
6,39
5,43
5,95
6,10
6,40
4,74
5,65
5,57
5,58
5,00
5,31
5,57
6,45
6,12
6,19
5,80
6,06
5,83
5,84
5,8
6,11
5,90
5,89
Rata-rata Wilayah
Utara
Jawa Timur
Sumber: Jawa Timur dalam Angka berbagai Edisi (diolah)
Dengan fakta empiris yang telah
diuraikan diatas, dapat ditunjukan bahwa
wilayah Utara Jawa Timur memegang peran
strategis dalam perekonomian Jawa timur
yang ditandai oleh tingginya konstribusi
investasi dan pertumbuhan ekonomi. Oleh
karena
itu
perencanaan
kebijakan
percepatan investasi di daerah wilayah utara
Jawa Timur merupakan kebutuhan yang
mendesak dalam upaya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur secara
umum.
4.3. Kebijakan Percepatan Investasi di Wilayah Utara Jawa Timur
Sesuai
dengan
hambatan
dan
permasalahan investasi serta potensi dan
konstribusi wilayah utara Jawa Timur yang
telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya,
maka dapat dirumuskan berbagai strategi
percepatan investasi di Wilayah Utara Jawa
Timur
dalam
upaya
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ke dalam
lima hal utama. Lima hal utama tersebut
merupakan kebijakan dan strategi jangka
pendek sehingga dapat diimplementasikan
secara cepat dan tepat oleh pemerintah baik
pusat maupun daerah khususnya di wilayah
utara Jawa Timur. Kelima strategi
percepatan investasi tersebut adalah
efisiensi birokrasi dan pencegahan korupsi;
peningkatan infrastruktur; kebijakan pajak
dan retribusi; perluasan akses pembiayaan;
dan peningkatan kerjasama dan promosi
investasi baik di dalam negeri mapun di luar
negeri.
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 11 [EXEECUTIVE SUM
MMARY] Peningkatan Infrasttruktur
Peninggkatan kerjasaama & Prom
mosi investasi
Perluassan Akses Pemb
biayaan
Kebijakan Percepatan Inve
estasi
Efisiensi Birokrasi & Pencegahan Korupsi
Kebijakan Pajakk K
& Retribusi
Gam
mbar 4. Ilustraasi Kebijakan
n Percepatan Investasi Wiilayah Utara JJawa Timur
Uraian Ilustrasi Kebbijakan Perceepatan
Investasi di wilayah Utaraa Jawa Timur lebih
detail akan dijelaskan pper kebijakan pada
tabel 5 berikkut.
Perencanaan Kebijakan Perccepatan Investa
asi Di Jawa Tim
mur Wilayah Utara Dalam Ran
ngka Me
eningkatkan Pertumbuhan Eko
onomi Jawa Tim
mur 12 [EXECUTIVE SUMMARY] Tabel 5. Kerangka Kebijakan Percepatan Investasi Wilayah Utara Jawa Timur
No
Kebijakan
Kegiatan/Program
Konsistensi peraturan perundangan yang terkait
dengan penanaman modal serta konsolidasi
dan sinkronisasi pelaksanaan perizinan
penanaman modal antara pemerintah pusat dan
daerah
Penguatan kelembagaan penanaman modal di
pusat dan daerah dengan mengedepankan
prinsip kepastian hukum, deregulasi
(simplifikasi) dan efisiensi dalam biaya dan
waktu pengurusan.
1
Efisiensi birokrasi dan
pencegahan korupsi
Penyederhanaan prosedur perizinan dan
pelayanan penanaman modal/ investasi dengan
mengimplementasikan dan menyempurnakan
perangkat hukum yang terkait dengan
pengembangan usaha, serta menindaklanjuti
pelaksanaan pelayanan satu atap baik di tingkat
pusat, provinsi maupun kab/kota melalui
peraturan presiden, gubernur maupun
himbauan.
Memperkuat kelembagaan dan profesionalisme
aparat di bidang investasi termasuk sarana dan
prasarana penunjangnya
• Mensosialisasikan pendidikan dan kampanye
pencegahan korupsi pada seluruh aparatur
Sasaran
Terwujudnya iklim investasi yang
kondusif melalui upaya sinkronisasi dan
deregulasi peraturan antar sektor di
Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota se
Jawa Timur
Terwujudnya iklim investasi yang
kondusif dan reformasi kelembagaan
ekonomi di Pemerintah Pusat,Propinsi
dan Kabupaten /Kota se Jawa Timur
yang menjamin kepastian hukum
dalam berusaha/berinvestasi
Meningkatnya pelayanan yang mudah,
murah, cepat,tepat dan transparan
dengan Sistem Pelayanan Terpadu
Satu Pintu di Kabupaten/Kota se Jawa
Timur dengan memanfaatkan teknologi
informasi (online dan integrated
banking system)
Meningkatnya kuantitas dan kualitas
pelayanan melalui pelatihan dan
pengembangan aparatur pemerintahan
yang menangani bidang penanaman
modal/investasi.
• Meningkatnya pemahaman aparatur
pemerintah dan masyarakat tentang
Indikator
Bertambahnya jumlah
investasi
Adanya peraturan
pemerintah tentang
jaminan berinvestasi
Waktu perijinan
investasi kurang dari
100 hari
Jumlah aparat
berkualitas dalam
pelayanan investasi
bertambah
• Jumlah masyarakat
yang mengerti efek
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 13 [EXECUTIVE SUMMARY] No
2
Kebijakan
Peningkatan Infrastruktur
Kegiatan/Program
Sasaran
pemerintahan dan masyarakat secara luas.
efek negative korupsi
Serta penegakan hukum tanpa pandang bulu • Menurunnya jumlah / kasus korupsi
kepada para koruptor untuk menimbulkan efek
dan menghukum koruptor dengan
jera dan pembelajaran kepada masyarakat.
hukuman berat
• Penegakan hukum tanpa pandang bulu
kepada para koruptor untuk menimbulkan efek
jera dan pembelajaran kepada masyarakat.
• Peningkatan transparansi dan integritas dalam
administrasi public, khususnya pada
pemungutan pajak, custom, birokrasi
pemerintah dan pelaksanaan administrasi
seperti perijinan usaha baik di tingkat provinsi
maupun di tingkat kab/kota.
Perluasan infratruktur fisik melalui penyediaan
fasilitas terutama untuk transportasi, bongkar
muat, telekomunikasi dan transmisi, energi, air
Meningkatnya ketersediaan fasilitas
bersih, dan penataan ruang industri prioritas
infrastruktur utama seperti transportasi,
(kawasan industri, dan wilayah pusat
energy, air bersih dan lain sebagainya
pertumbuhan industri serta zona industri,
dengan mempertimbangkan pelaksanaan fungsi
desentralisasi.
Peningkatan koordinasi antara departemen dan
dinas terkait di berbagai tingkat pemerintahan
Meningkatnya koordinasi antar
seperti Departemen Pekerjaan Umum,
departemen/dinas terkait penyediaan
Departemen Perhubungan, Departemen ESDM,
dan pemeliharaan infrastruktur
dalam penyediaan dan pemeliharaan
infrastruktur.
Peningkatan keterlibatan masyarakat, pihak
Meningkatnya keterlibatan masyarakat,
swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
pihak swasta, Badan Usaha Milik
Indikator
negative korupsi
bertambah
• Jumlah kasus korupsi
/ koruptor berkurang
Fasilitas infrastruktur
utama bertambah
Tersedianya pedoman
koordinasi antar
departemen
Bertambahnya jumlah
kooperasi,BUMD, dan
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 14 [EXECUTIVE SUMMARY] No
3
4
Kebijakan
Perluasan akses
pembiayaan
Pajak dan retribusi
Kegiatan/Program
Koperasi dan lembaga berbadan hukum lainnya
untuk menyediakan infrastruktur dengan skema
yang saling menguntungkan.
Pengembangan kapasitas dan efisiensi
pelayanan infrastruktur melalui pengembangan
kapasitas dan perkuatan sistem pelayanan
transportasi, listrik, air dan infrastruktur lainnya
baik untuk ekspor-impor maupun perdagangan
dalam negeri.
Memfasilitasi akses pembiayaan khususnya
bagi pengusaha UMKM melalui pengembangan
dan kerangka regulasi untuk mendukung
perbankan menyalurkan kreditnya dengan
skema-skema pembiayaan tertentu.
Memfasilitasi/memediasi pengusaha dan
perbankan untuk menjembatani permasalahan
yang berhubungan dengan pembiayaan
investasi.
Sasaran
Daerah (BUMD), Koperasi dan lembaga
berbadan hukum lainnya dalam
menyediakan infrastruktur
Meningkatnya kapasitas dan efisiensi
pelayanan infrastruktur melalui
pengembangan kapasitas dan
perkuatan sistem pelayanan
transportasi, listrik, air dan infrastruktur
lainnya
Indikator
masyarakat dalam
penyediaan/pembiayaan
infrastruktur
Sistem pelayanan
infrastruktur semakin
baik, cepat dan efisien
Meningkatnya akses pembiayaan
khususnya bagi pengusaha UMKM
Bertambahnya kredit
khususnya bagi UMKM
Mencapai solusi alternative/ desain
pembiayaan yang saling
menguntungkan pengusaha dan
perbankan
Jumlah pembiayaan
investasi bertambah
Peningkatan peran serta masyarakat dan
koperasi sebagai sumber pembiayaan alternatif
dalam pembangunan.
Meningkatnya peran serta masyarakat
dan koperasi sebagai sumber
pembiayaan alternatif
Bertambahnya jumlah
koperasi yang
menyalurkan
pembiayaan
Pengembangan strategi pajak yang
comprehensif dengan mempertimbangkan
aspek ekonomi dan strategi investasi, dengan
didasarkan pada pengukuran hambatan pajak
secara keseluruhan dan tingkat keefektifan
pajak yang diterapkan pada aktivitas
bisnis/usaha.
Menurunnya jumlah peraturan pajak
yang kontraproduktif dengan bidang
investasi
Peraturan pajak yang
kontraproduktif dengan
investasi berkurang
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 15 [EXECUTIVE SUMMARY] No
5
Kebijakan
Peningkatan kerjasama
dan promosi investasi
Kegiatan/Program
Insentif pajak melalui keringanan pajak seperti
pemberian keringanan Pajak Bumi dan
Bangunan, serta pemberian pajak kepada enam
kelompok usaha dan lembaga keuangan dalam
bentuk memasukan dana cadangan sebagai
biaya yang bisa mengurangi penghasilan kena
pajaksesuai dengan Peraturan menteri
keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang
pembentukan dana cadangan yang boleh
dikurangkan sebagai biaya.
Mewujudkan transparansi, kejelasan, dan
keterprediksian dalam peraturan perpajakan
yang diterapkan termasuk proses dan
pertanggungjawabannya kepada publik.
Pelaksanaan konsultasi secara reguler yang
melibatkan pembuat kebijakan pajak dan
investasi, lembaga promosi investasi dan dunia
usaha untuk memperbaiki desain kebijakan
pajak yang konsisten dengan kebijakan
perpajakan dan investasi.
Pengembangan sistem informasi penanaman
modal di pusat dan daerah yang dapat dikelola
dengan mudah oleh aparatur pemerintahan
serta dapat diakses oleh seluruh masyarakat
baik didalam maupun luar negeri.
Gelar potensi dan temu usaha serta
pengembangan direktori mitra usaha potensial
Sasaran
Indikator
Meningkatnya iklim investasi yang
kondusif yang ditandai oleh
bertambahnya jumlah investor
Jumlah investor
bertambah
Meningkatnya kualitas peraturan dan
pelayanan pajak
Adanya sosialisasi dan
transparansi peraturan
perpajakan
Meningkatnya peran serta masyarakat
dan dunia usaha dalam mendesain
kebijakan pajak yang sesuai kebutuhan
Adanya konsultasi
berkala yang dilakukan
Tercapainya kemudahan mengelola
dan mengakses data dan informasi
potensi dan peluang investasi, profil
investasi komoditi unggulan dan
pelayanan perizinan di bidang
penanaman modal bagi calon investor
dalam negeri dan asing;
Meningkatnya kesempatan dalam
mengikuti berbagai event pameran dan
Tersedianya informasi
potensi dan peluang
investasi serta profil
investasi komoditi
unggulan dan pelayan
perizinan
Jumlah Gelar potensi
dan temu usaha
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 16 [EXECUTIVE SUMMARY] No
Kebijakan
Kegiatan/Program
Peningkatan sarana promosi melalui media
elektronik, cetak dan kegiatan pameran dan
kegiatan promosi investasi lainnya baik di dalam
negeri maupun diluar negeri.
Mendorong dan memfasilitasi peningkatan
koordinasi dan kerjasama di bidang investasi
antar/dengan instansi pemerintah pusat dan
daerah dan dunia usaha baik di dalam maupun
di luar negeri.
Pendirian/peningkatan dan merevitalisasi
lembaga promosi investasi dengan penguatan
kapasistas sumber daya manusia dan
keuangannya, serta mengevaluasi keberhasilan
lembaga tersebut secara reguler.
Pengembangan SNI dan kerjasama
standardisasi regional dan internasional dalam
upaya meningkatkan penerimaan pasar global
terhadap produk ekspor Indonesia.
Penyuluhan investasi dalam rangka
pemberdayaan UMKM melalui pelatihan dan
pendidikan.
Sasaran
melakukan gelar potensi, temu usaha
dan seminar baik di dalam maupun di
luar negeri serta terupdatenya direktori
mitra usaha potensial daerah
Memulihkan kepercayaan investor
dalam dan luar negeri terhadap
Jawa Timur agar calon investor/investor
tetap merasa aman dan nyaman
menanamkan modalnya di Jawa Timur
Indikator
meningkat, serta
direktori mitra usaha
potensial selalu
terupdate
Jumlah investor dalam
dan luar negeri
bertambah
Terwujudnya koordinasi pelaksanaan
promosi investasi antar/dengan instansi
terkait di pusat dan daerah serta dunia
usaha dalam dan luar negeri
Terintegrasinya promosi
investasi antara pusat
dan daer
Meningkatnya peran lembaga promosi
investasi yang berkualitas dan berhasil
guna
Jumlah investor
meningkat baik dari
dalam negeri maupun
luar negeri
Meningkatnya produk-produk ekspor
yang dapat diterima pasar global
Jumlah produk yang
berlisensi/standar
regional dan
internasional bertambah
Berkembangnya investasi PMDN / PMA
maupun investasi Non
PMDN/PMA Usaha Mikro, Kecil,
Menengah dan Koperasi (UMKM)
Jumlah UMKM yang
sehat meningkat
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 17 [LAPORAN AKHIR] 2009 V.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil
pembahasan yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, ada beberapa hal penting yang
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berbagai
hasil
penelitian
menyebutkan
beberapa
permasalahan
investasi
di
Indonesia
maupun
di
kabupaten/Kota
di
Indonesia
termasuk di provinsi Jawa Timur
yaitu inefisiensi birokrasi termasuk
instabilitas kebijakan baik dari sisi
politik (seperti: ketidaksinkronan
peraturan-peraturan
pemerintah
pusat dan daerah, tidak adanya
itikad kuat untuk mencegah korupsi,
dan lain-lain) maupun dari sisi
ekonomi
(missal:
regulasi
perburuhan yang kaku, upah
minimum
regional
yang
memberatkan pengusaha, regulasi
perpajakan/retribusi yang rumit dan
lain sebagainya); masih minimnya
infrastruktur seperti jalan raya,
listrik, pelabuhan; minimnya akses
pembiayaan khususnya bagi Usaha
Menengah Kecil dan Mikro
(UMKM);
dan
permasalahan
promosi investasi/pemasaran baik
di dalam negeri maupun di luar
negeri.
2. Wilayah Utara Jawa Timur yang
meliputi daerah Tuban, Lamongan,
Gresik,
Surabaya,
Sidoarjo,
Pasuruan,
Probolinggo
dan
Situbondo, mempunyai konstribusi
lebih besar baik dari sisi investasi
maupun
sisi
pertumbuhan
ekonominya terhadap total investasi
dan pertumbuhan ekonomi Jawa
Timur dibanding wilayah lainnya.
Hal yang menyebabkan tingginya
konstribusi tersebut salah satunya
adalah fasilitas infrastruktur seperti
jalan, pelabuhan, listrik, dan air
yang lebih memadai dari wilayah
lain di Jawa Timur. Sehingga
wilayah ini memiliki konstribusi
investasi lebih dari lima puluh
persen dari seluruh investasi di
Jawa Timur. Meskipun investasi
bukan
komponen
utama
pembentukan
pertumbuhan
ekonomi di Jawa Timur, namun
tetap merupakan komponen penting
dalam pembangunan ekonomi.
Disinilah diharapkan konstribusi
investasi wilayah Utara yang saat
ini lebih besar dari 50%, dimasa
yang akan datang lebih dapat
meningkat dan menjadi komponen
utama dalam pertumbuhan ekonomi
Jawa Timur.
3. Setidaknya ada lima kebijakan yang
dapat
dilakukan
untuk
mempercepat Investasi di wilayah
utara Jawa Timur sesuai dengan
hasil kajian. Pertama, peningkatan
efisiensi birokrasi dan pencegahan
korupsi melalui penyerderhanaan
prosedur perijinan usaha, regulasi
dan law enforcement, serta sistem
pengajuan
usaha online yang
terintegrasi
dengan
sistem
perbankan.
Kedua,
kebijakan
peningkatan infrastruktur dengan
memperluas infratruktur fisik melalui
penyediaan
fasilitas
utama;
Koordinasi antara departemen dan
dinas terkait di berbagai tingkat
pemerintahan seperti Departemen
Pekerjaan Umum, Departemen
Perhubungan, Departemen ESDM
dalam
penyediaan
dan
pemeliharaan infrastruktur; serta
pengembangan kapasitas dan
efisiensi pelayanan infrastruktur.
Selanjutnya adalah kebijakan
perluasan akses pembiayaan
dengan program memfasilitasi
akses pembiayaan khususnya bagi
pengusaha
UMKM;
memfasilitasi/memediasi
pengusaha dan perbankan untuk
menjembatani permasalahan yang
berhubungan dengan pembiayaan
investasi; dan meningkatkan peran
serta masyarakat dan koperasi
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 18 [LAPORAN AKHIR] 2009 sebagai
sumber
pembiayaan
alternatif dalam pembangunan.
Kebijakan Keeempat adalah pajak
dan retribusi yang dilakukan dengan
mengembangkan strategi pajak
yang
comprehensif
dengan
mempertimbangkan aspek ekonomi
dan strategi investasi; memberikan
Insentif pajak melalui keringanan
pajak; mewujudkan transparansi,
kejelasan, dan keterprediksian
dalam peraturan perpajakan; dan
melaksanakan konsultasi secara
reguler yang melibatkan pembuat
kebijakan pajak dan investasi.
Kebijakan
terakhir
adalah
peningkatan
kerjasama
dan
promosi investasi baik di dalam
negeri mapun di luar negeri melalui
gelar potensi dan temu usaha;
peningkatan sarana promosi melalui
media elektronik, cetak dan
kegiatan pameran dan kegiatan
promosi
investasi
lainnya;
mendorong dan memfasilitasi
peningkatan
koordinasi
dan
kerjasama di bidang investasi
antar/dengan instansi pemerintah
pusat dan daerah dan dunia usaha
baik di dalam maupun di luar
negeri; mendirikan/meningkatkan
dan merevitalisasi lembaga promosi
investasi
dengan
penguatan
kapasistas sumber daya manusia
dan keuangannya; pengembangan
SNI dan kerjasama standardisasi
regional dan internasional; dan
penyuluhan investasi dalam rangka
pemberdayaan UMKM.
5.2. Saran dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil pembahasan dan
analisis mengenai strategi percepatan
investasi di wilayah utara Propinsi Jawa
Timur dalam upaya meningkatkan tingkat
pertumbuhan, maka peneliti memberikan
saran dan rekomendasi kepada pemerintah
baik pusat maupun daerah di Propinsi Jawa
Timur khususnya kabupaten dan kota di
wilayah utara sebagai berikut:
1. Diperlukan
sebuah
kebijakan
komprehensif
dalam
bidang
investasi yang meliputi koordinasi
dan sinkronisasi kebijakan antara
pemerintah pusat dan daerah.
Sehingga
diharapkan
dapat
membuat aturan main / standar
yang jelas tentang mekanisme
investasi baik dalam hal prosedur
perijinan maupun dalam hal teknis
dan administrasi lainnya. Aturan
tersebut penting dalam upaya
mempersingkat
birokrasi
dan
efisiensi prosedur investasi. Selain
itu pula perlu pemanfaatan
tekonologi
yang
semakin
berkembang sehingga akan sangat
mempercepat perizinan usaha.
2. Peningkatan kuantitas dan kualitas
infrastruktur merupakan hal yang
harus segera dilakukan oleh
pemerintah, dengan tujuan tidak
hanya
dalam
meningkatkan
investasi tapi juga meningkatkan
aksesibilitas masyarakat dalam
mengakses fasilitas infrastruktur.
3. Pemerintah
perlu
untuk
meningkatkan akses pembiayaan
khususnya bagi pengusaha UMKM
melalui berbagai kebijakan maupun
himbauan
kepada
lembagalembaga keuangan bank dan non
bank.
4. Diperlukan sebuah terobosan baru /
Inovasi dalam hal promosi dan
kerjasama baik didalam maupun
luar negeri dengan memanfaatkan
segala sumberdaya yang tersedia.
5. Perlunya menerapkan kebijakan
pajak dan retribusi yang medukung
investasi
dan
menderegulasi
kebijakan pajak dan retribusi yang
menghambat
investasi
tanpa
mengganggu fiskal daerah
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 19 [LAPORAN AKHIR] 2009 DAFTAR PUSTAKA
Anwar
Bank
Sanusi, 2003, Sumber Dana
Pembangunan
Daerah
(Pengaruhnya Terhadap Perubahan
Struktur Ekonomi dan Kesenjangan
Distribusi
Pendapatan
Antar
Daerah), Penerbit Buntara Media,
Malang.
Indonesia.
2008.
Laporan
Perekonomian Indonesia Tahun
2007:
Menjaga
Stabilitas,
Mendukung
Pembangunan
Ekonomi Negeri.
Bank Indonesia. 2008. Statistik Perbankan
Indonesia. April.
Bayu Wijayanto, 2001, Disparitas Alokasi
Investasi Regional di Indonesia,
Dian Ekonomi, (maret): 1-18.
BPS, Berbagai Edisi, Jawa Timur Dalam
Angka.
Djojohadikusumo, Sumitro, 1994, Dasar
Teori Ekonomi Pertumbuhan dan
Ekonomi Pembangunan, Jakarta:
LP3S.
Hofman, B., Kai, K. and Gunther, G.S., 2003.
Corruption and Decentralization.
International
conference
on
‘Decentralization and its Impact on
Local Government and Society’.
May 15-17.
Irawan dan M. Suparmoko, 1990, Ekonomika
Pembangunan, Edisi Kelima, BPFE,
Yogyakarta.
Kuncoro, M, 2002, Analisis Spasial dan
Regional: Study Aglomerasi dan
Kluster
Industri
Indonesia,
Yogyakarta: Akademi Manajemen
Perusahaan YKPN.
Kuncoro, M. et al. (2004), Domestic
Regulatory Constraints to Labor
Intensive Manufacturing Exports,
Report for GIAT-USAID, Jogjakarta:
Pusat Studi Asia Pasifik UGM.
Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban
Gubernur Jawa Timur Periode 2003
– 2008
Muslimin, 2002, Metodologi Penelitian
Bidang Sosial. Penerbit Bayu Media
dan UMM Press. Malang
Ray, D. 2003. Regulatory Reform and Local
Government in Indonesia. Paper
presented
at
the
th
5
IRSA
International Conference, 18-19
July, 2003 Bandung Indonesia.
th
Ray, D., 2002. Notes on Domestic Trade and
Decentralization.
Unpublished
paper. Partnership for Economic
Growth. Jakarta. December
SMERU, 2001. Regional Autonomy and the
Business Climate: Three Kabupaten
Case Studies from North Sumatran,
Jakara, May (mimeo)
Tambunan, Tulus, 2001, Perekonomian
Indonesia (Teori dan Temuan
Empiris), Ghalia Indonesia, Jakarta.
Jhingan, M.L, 1992, Ekonomi Pembangunan
dan Perencanaan, Terjemahan, D
Guritno, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan
Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi
Ketujuh. Erlangga, Jakarta.
Jhingan, M.L, 2003, Ekonomi Pembangunan
dan Perencanaan, Terjemahan, D
Guritno, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Van den Berg, Hendrik. 2001. Economic
Growth
and
Development,
International Edition. McGraw-Hill,
Singapore.
Kuncoro M, 1997, Ekonomi Pembangunan
(Teori, Masalah, dan Kebijakan),
UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 20 
Download