Execu utive Summ mary Perencaanaan Kebija K akan Peercepattan Inv vestasii Di Ja awa T Timur W Wilaya ah Utarra Dallam Ra angka Menin M ngkatka an Pertumb buhan Ekono omi Jaawa Tim mur Kerjaasama Fakulltas Eko onomi Univeersitas Brawija B aya Dengaan Badan n Peren ncanaan n Pembanguna an Daerrah Propin nsi Jaw wa Timu ur 2009 [EXECUTIVE SUMMARY] I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Timur merupakan kawasan strategis dan memiliki konstribusi perekonomian yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Sampai dengan tahun 2008, Jawa Timur berkonstribusi sebesar 14,85% terhadap Produk Domestik Bruto nasional. Selain itu juga, Jawa Timur merupakan salah satu pusat pertumbuhan nasional yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif sama dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 mencapai angka diatas 5 %. Bila dilihat dari konstribusi komponen penyusun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur, secara umum sumbangan investasi dalam mendorong perekonomian di Jawa Timur nilainya relatif kecil dan relatif stabil pada kisaran angka 18% dari total PDRB. Secara lebih detail pada periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, sektor Investasi hanya menyumbang 19,03% dari total PDRB pada tahun 2002 dan terus mengalami penurunan sampai dengan 18,22% pada tahun 2006 dan menurun kembali pada tahun 2007 dengan konstribusi investasi sebesar 17,41%. Begitu pula pada tahun 2008, konstribusi investasi sebagai komponen penyumbang PDRB turun menjadi 16,44%. Ada beberapa hal yang menyebabkan penurunan konstribusi investasi ini diantaranya adalah bencana lumpur lapindo yang mengganngu proses distribusi barang dan jasa. Selain itu juga kondisi ekonomi global yang sedang lesu menyebabkan tingkat konstribusi investasi cenderung stagnan. Hal ini berbeda jauh dengan konstribusi sektor konsumsi private dan pemerintah yang mencapai jumlah rata-rata diatas 60 % dari total PDRB pada periode tahun 2002-2008. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan investasi di Jawa Timur masih relatif kecil dalam mendongkrak perekonomian daerahnya. Meskipun sumbangan investasi relatif kecil terhadap perekonomian Jawa Timur, namun dalam konteks makroekonomi, investasi memiliki fungsi yang strategis dalam meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah. Investasi memiliki efek multiplier dalam mendorong pendapatan dan output daerah. Dengan hadirnya investasi, maka kesempatan kerja bagi masyarakat akan lebih terbuka, pendapatan masyarakat akan semakin meningkat, penggunaan sumber daya akan lebih ditingkatkan dan pembangunan ekonomi akan lebih terangkat. Namun, konstribusi investasi di Jawa Timur baik PMDN maupun PMA di propinsi Jawa Timur masih terkonsentrasi dibeberapa daerah saja, seperti : Surabaya, Gresik, Kediri, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto dan Malang. Sehingga daerah-daerah lain yang jarang menjadi tujuan investasi PMDN dan PMA, belum banyak mengalami perkembangan yang signifikan pada aktivitas perekonomiannya. Apabila dilihat dari sebaran pertumbuhan ekonomi Jawa Timur di 38 kabupaten/kota menunjukan rata-rata pertumbuhan ekonomi berkisar antara 4% sampai dengan 6%. Sedangkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 5,89% selama 5 tahun periode (2004 – 2008) Apabila data pertumbuhan ekonomi tersebut diperbandingkan menurut wilayah utara dan selatan, dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah utara yang meliputi Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo dan Situbondo, lebih besar konstribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dibanding wilayah selatan yang meliputi Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember dan Banyuwangi. Data BPS tahun 2008 menunjukan bahwa konstribusi wilayah utara terhadap total PDRB provinsi Jawa Timur sebesar 47,28% sedangkan wilayah selatan dan wilayah lainnya masing-masing hanya sebesar 19,27% dan 33,45% (gambar 1.) Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 1 [EXEECUTIVE SUM MMARY] 47 7% 34% W Wilayah lain Seelatan Uttara 9% 19 Sumber: BPS Prrovinsi Jawa Timur (diolah) Gambarr 1. Persentasse Konstribu usi Wilayah terrhadap Total PDRB Jawa Timur T Tahun 20008 Disparitaas pertumbuuhan ekonom mi ini terjadi salahh satunya dikkarenakan oriientasi kebijakan peembangunan Jawa Timur sampai s saat ini massih terkonsentrrasi di wilayahh utara (koridor uttara) yang mengarah pada terbentuknyaa pola monnosentris ke Kota Surabaya. Hal ini mengakibbatkan pembangunan ekonomi di wilayah utara relatif lebih baik daripadda wilayah seelatan. Selain adannya pola kebbijakan yang lebih terkonsentraasi di wilayah utara, hal lainn yang menyebabkaan sumbanggan wilayah utara terhadap peertumbuhan ekkonomi Jawa Timur lebih besar dari pada wiilayah utara adalah a relatif lebih tingginya investasi yang dilakukan di d wilayah tersebut yang salah satunya diseebabkan oleh kondisi infrasttruktur (jalan, listrik, pelabuhan, dll) d yang lebih baik. Data Jawa J Timur dalam d Angka tahun 2008 tentanng banyaknya proyek PMDN dan PMA yang disetujui tahhun 2006 menurut lokasi menuunjukan bahw wa dari 32 PMDN P yang disetujjui, sebanyakk 25 proyek berada b 1.2. Tujuaan Kegiatan Adappun tujuan dari keegiatan Penyusunann Perencannaan Perceepatan Investasi di Wilayah Utaraa Jawa Timur dalam Rangka Pertumbuhan Meningkatkan Ekonomi Jaw wa Timur ini antara a lain: permasaalahan 1. Menggidentifikasi invesstasi di Wilaayah Utara Jawa Timur; u Begitu ppula dengan proyek p di wilayah utara. PMA yang disetujui, dim mana 72 proyeek dari total 83 prroyek berada di wilayah Utara. Kondisi seruupa juga terjaadi pada tahunn 2007 dimana unttuk proyek PMDN sebanyyak 18 proyek darri 22 yang ddisetujui beraada di wilayah Utaara Jawa Tim mur dan pada tahun 2008 proyeek diwilayah utara sebanyyak 23 dari total 35 proyek PMDN N yang disetujjui. Hal seerupa terjadi pada PMA yang disetujui tahhun 2007 sebanyak 69 dari d 85 proyek beraada diwilayah Utara. Begitu pula pada tahun 2008, dari 944 proyek PMA A yang disetujui, sebanyak 77 proyek beraada di wilayah Utaara Jawa Timuur. Tingginya tingkat investasi di wilayah utaraa tersebut salaah satu faktor penyyebabnya adaalah kondisi sarana s dan prasarrana investassi yang lebihh baik dibanding wilayah w selataan. Dengan kondisi k tersebut diharapkan wilayah utara dapat meningkatkaan tingkat investasinya baik dalam jangka pendekk maupun jangka j panjang dalam d upaya meningkatkan pertumbuhaan ekonomi Jawa Timur yang lebih tinggi. Berdassarkan bebberapa persoalan diatas, makaa sangat diperlukan perenccanaan kebijakan percepatan p innvestasi di wilayah w utara Jawaa Timur yangg implikasinyaa tidak hanya akaan meningkaatkan pertum mbuhan ekonomi Jaawa Timur seecara umum, tetapi juga peningkatan pertumbuhan ekonom mi dan penurunan disparitas innvestasi di wilayah w utara Jawa Timur. Sehinggga, fokus kajjian ini adalah meenyusun kebbijakan perceepatan Investasi di Wilayah Utaraa Jawa Timur dalam upaya meningkatkan perrtumbuhan ekkonomi Jawa Timur. 2. Mengganalisis koontribusi Invvestasi terhaadap pertumbbuhan ekonoomi di wilayyah Utara Jaw wa Timur; 3. Menyyusun keranggka Kebijakann yang tepatt untuk memppercepat Invesstasi di Timur; wilayyah utara Jawa Perencanaan Kebijakan Perccepatan Investa asi Di Jawa Tim mur Wilayah Utara Dalam Ran ngka Me eningkatkan Pertumbuhan Eko onomi Jawa Tim mur 2 [EXECUTIVE SUMMARY] II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterkaitan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi Salah satu teori investasi yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi adalah model pertumbuhan Harrod-Domar. Inti dari model pertumbuhan ini adalah hubungan jangka pendek antara peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Model ini mempunyai dua variabel fundamental, yaitu pembentukan modal tetap (investasi) serta ICOR (Incremental Capital Output Ratio) [Tambunan, 2001]. Secara matematis persamaan model pertumbuhan HarrodDomar adalah sebagai berikut. S = s.Y Tabungan (S) terdiri atas tabungan masyarakat, perusahaan, dan pemerintah yang merupakan suatu proporsi (s) dari total output atau pendapatan (Y). I = ΔK Investasi (I) merupakan perubahan stok modal (K). Stok modal mempunyai hubungan langsung dengan total output (Y), seperti yang ditunjukkan oleh COR (capital output ratio) atau k. K Y = k atau: ΔK = k.ΔY Dalam ekonomi yang seimbang (salah satu asumsi penting dari model HarrodDomar): S=I maka didapat: s.Y = k. ΔY ⎛ ΔY ⎞ ⎟ ⎝ Y ⎠ Akhirnya pertumbuhan ekonomi ⎜ yang merupakan persentase perubahan GNP ditentukan secara bersama oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal atau output nasional (COR = k). ΔY Y = s k Persamaan tersebut menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan pendapatan ditentukan bersama-sama oleh rasio tabungan nasional, dan rasio modal (output nasional). Lebih khusus lagi, persamaan tersebut menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung berkaitan dengan rasio tabungan, yakni lebih banyak bagian GNP yang ditabung dan diinvestasikan maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GNP tersebut. Sebaliknya berpengaruh secara negatif terhadap nisbah modal output suatu perekonomian (yakni, lebih besar k, lebih kecil pertumbuhan GNP). Singkatnya, agar bisa tumbuh maka perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebagian dari GNP-nya. Lebih banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan lebih cepat lagi perekonomian itu tumbuhnya. Meskipun demikian tingkat pertumbuhan yang dapat dijangkau pada setiap tingkat tabungan dan investasi tergantung pada produktivitas investasi tersebut[Hadi, 2003]. Sehingga bisa dikatakan bahwa investasi memiliki peran yang sangat penting dalam suatu perekonomian. Pentingnya investasi ini dapat ditinjau dari dua aspek. Pertama, karena investasi merupakan komponen yang besar dan volatile dari pengeluaran, investasi sering merujuk kepada perubahan dalam permintaan agregat sehingga mempengaruhi siklus bisnis. Kedua, investasi mengacu pada akumulasi modal. Dengan menambah persediaan bangunanbangunan dan peralatan, akan meningkatkan output potensial dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian investasi memiliki dua peran, yaitu mempengaruhi output jangka pendek melalui pengaruhnya terhadap permintaan agregat dan mempengaruhi pertumbuhan output jangka panjang melalui pengaruhnya terhadap pembentukan modal pada output potensial dan penawaran agregat (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku meningkatkan stok modal secara fisik suatu negara (yakni, nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 3 [EXECUTIVE SUMMARY] output di masa mendatang. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yang disebut dengan investasi infrastruktur ekonomi dan sosial. Contohnya adalah pembangunan jalan raya, penyediaan listrik, persediaan air bersih dan perbaikan sanitasi, yang kesemuanya itu mutlak dibutuhkan dalam rangka menunjang dan mengintegrasikan segenap aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia juga meningkatkan kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus bertambahnya jumlah manusia (Todaro, 2000). III. METODE KEGIATAN 3.1. Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan kajian ini melingkupi dua hal yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi. Ruang lingkup wilayah adalah pemerintah daerah propinsi Jawa timur dan pemerintah daerah kabupaten/kota di Jawa Timur di wilayah utara Jawa Timur serta instansi pendudukung lainnya di lingkungan Pemerintah Propinsi, kabupaten dan kota di Jawa Timur. Sedangkan ruang lingkup kajian materi meliputi: analisis ekonomi makro pada tingkat regional Jawa Timur dan kabupaten di wilayah utara Jawa Timur, dan teori serta kajian tentang pertumbuhan ekonomi regional. Selain itu juga, kegiatan ini akan membahas tentang investasi di kabupaten dan kota di wilayah utara jawa timur dan kompleksitas yang melingkupi permasalahan investasi serta solusi altenatif penyelesaian masalah tersebut beserta kajian mengenai kebijakan percepatan investasi. 3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh dari sumbernya langsung, melainkan sudah dikumpulkan oleh pihak lain. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data baku yang diperoleh pada Instansi atau Organisasi yang ada, baik pemerintah maupun swasta (Muslimin, 2002 : 23). Sumber data sekunder berasal dari beberapa instansi yang berwenang dalam . 3.3. Metode Analisis pengeluaran data yaitu, APBN, APBD, badan perencanaan propinsi, kota dan kabupaten, Badan Pusat Statistik dan intansi-intansi terkait serta berbagai hasil penelitian yang berkaitan dengan kajian ini. Sedangkan data primer diperoleh langsung melalui depth interview atau wawancara secara mendalam oleh peneliti. Dalam melakukan wawancara tersebut peneliti akan menggunakan pedoman interview yang telah disusun sebelumnya sehingga akan menghasilkan interview yang terarah sesuai dengan tujuan penelitian Dalam upaya merumuskan kebijakan percepatan investasi di Jawa Timur Wilayah Utara dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, peneliti akan menggunakan metode penelitian eksploratif. Jenis penelitian ini berusaha mencari ide-ide atau hubungan-hubungan yang baru. Metode ini sangat fleksibel dalam pencarian gagasan dan ide serta petunjuk mengenai kondisi dan situasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji sehingga dapat memformulasikan kebijakan atau strategi yang tepat. Dengan metode penelitian ini, peneliti akan menggali permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan investasi di wilayah utara Jawa Timur dihubungkan dengan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan semua dokumen yang berkaitan dengan kegiatan investasi di Jawa Timur dan tingkat pertumbuhan ekonominya. Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 4 [EXEECUTIVE SUM MMARY] Selanjutnya mengidentifikasi permasaalahan mulai dari gejala samppai masalah yang mendasar. Setelah proses p identifikasi selanjutnya peneliti akan mengklasifikaasikan masalah daan merumuskan strategi yang tepat yangg diarahkan pada form mulasi perencanaaan kebijakkana perceepatan investasi di wilayah utara Jawa Timur. Selain itu, peneliti akan a melakukkan interview secara s mendalam kepada k setiapp unit yang berrkaitan dengan pennelitian ini. IV. ANALIISIS DAN PEM MBAHASAN 4.1. Permassalahan Invesstasi Investasi merupakan salah satu faktor penting d dalam mennentukan t tingkat pertumbuhan ekonomi suatu s daerah.. Oleh karena itu peningkatan p innvestasi yangg telah ada maupunn membuka innvestasi yangg akan dilakukan memerlukan m s suatu langkahh dan strategi yaang komprehhensif. Setiddaknya terdapat duaa hal yang haarus dilakukann yaitu Buruknya kesehataan masyarakat An ngka kriminal dan pencuriaan Tarif Pajak Burukknya etos kerja Instabilitas pemerintahan Regulasi valas M Minimnya tingk kat pendidikan Instabilitas kebijakan regulasi pajak aksees pembiayaan inflasi Regulasi perbu uruhan yg kaku Korupsi Minimnyaa infrastruktur Inefissiensi birokrasi bagaimana membuat innvestasi yangg telah ada dapat tetap tumbuhh dan berkem mbang, dan bagaim mana membuat investor merasa m tertarik untuuk melakukan investasi. Pennelitian terkini yang dilakukan haarian umum Koompas (2009) tenttang permasaalahan / ham mbatan investasi di Indonesia mencakup limaa belas faktor penghhambat (Gambar 2). 0,10% 0,10% 1,30% 3,,50% 3 3,70% 3,90% 3 4,40% 5,00% 6,70% 7,50% % 7,80% % 9,70% 10,70% 16,40% 19,30% % Sumber:: Kompas (2009, dimodifikasi) Gam mbar 2. Hambaatan Utama Berinvestasi B d Indonesia di Hasil penelitian terssebut menunnjukan bahwa terdaapat 8 item yang y diteliti memiliki persentase lebih besar dari d 5%. Hal utama yang sanggat mengham mbat investaasi di Indonesia adalah faktoor birokrasi yang berbelit-belitt dan tidakk efisien dengan persentase sebesar 199,30%. Salah satu contohnya adalah a dalam pelayanan peerijinan yang birokraatis dimana prosedur yang harus dilewati oleeh investor/ppengusaha sangat s banyak, berbelit-beelit sehhingga menyebabkaan biaya ekonomi tinggi. Banyaknya prosedur yaang harus dilewati menyebabkan waktu yanng dibutuhkann untuk memperolehh ijin usaha lebih lama. Laporann Dalam Keterrangan Pertanggungjawaban Guubernur Jawa Timur (2008) disebbutkan bahwaa untuk berinvvestasi di Indonessia dalam raangka PMA harus memiliki 27 jenis perrizinan dasarr dan berurusan dengan d 21 Innstansi, sedaangkan dalam rangkka PMDN harrus memiliki 26 jenis perizinan dasar dan berrurusan denggan 20 Instansi. Perizinan P dasar diatas belum termasuk perizinan p tambbahan yang jumlah j dan jenisnyya sangat terrgantung darri jenis Perencanaan Kebijakan Perccepatan Investa asi Di Jawa Tim mur Wilayah Utara Dalam Ran ngka Me eningkatkan Pertumbuhan Eko onomi Jawa Tim mur 5 [EXECUTIVE SUMMARY] kegiatan usahanya. Waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian perizinan dasar tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1. Waktu Penyelesaian Perizinan Dasar Jenis Penanaman Modal Wajib A M D A L Pengalaman Normatif Investor Tidak Wajib AMDAL Pengalaman Normatif Investor PMA 489 hari 1.431 hari 534 hari 1.231 hari PMDN 482 hari 1.421 hari 527 hari 1.123 hari Sumber: LKPJ Gubernur Jawa Timur (2008) Banyaknya instansi yang memberikan pelayanan perizinan PMA/PMDN yaitu tersebar di Pusat, Instansi Pusat di Propinsi, Instansi Pusat di Kabupaten/Kota, Instansi terkait di Propinsi dan Instansi terkait di Kabupaten/Kota, cenderung melakukan tekanan informal dari oknum aparat berupa pungutan diluar yang ditetapkan. Sehingga menyebabkan ekonomi biaya tinggi yang pada akhirnya investor menilai bahwa iklim investasi di Indonesia termasuk di Jawa Timur belum kondusif, tidak aman dan tidak nyaman. Selain hal tersebut diatas, tidak kondusifnya iklim investasi Indonesia berdasarkan hambatan yang diteliti Kompas (2009) adalah minimnya infrastruktur (16,40%) dan permasalahan korupsi (10,70%). Sebenarnya untuk alokasi anggaran sektor infrastruktur di Indonesia terus mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir yaitu 3,4 persen dari PDB pada tahun 2004, 3,6 persen dari PDB pada tahun 2005 dan 2,2 persen dari PDB pada tahun 2009. Namun demikian, angka tersebut masih jauh dari ideal dalam penyediaan infrastruktur. Menurut Bank Dunia, kondisi minimum ideal infrastruktur bagi Negara berkembang seperti Indonesia harus berkisar antara 5-6 persen dari total PDB. Hambatan investasi selanjutnya yang dikemukakan dalam penelitian Kompas (2009) adalah regulasi perburuhan yang kaku, inflasi, akses pembiayaan, regulasi pajak dan instabilitas kebijakan. Instabilitas kebijakan berkaitan erat dengan perubahan kewenangan pemerintahan yaitu diimplemntasikannya UU otonomi daerah pada tahun 2001. Implementasi UU tersebut berimplikasi pada kewenangan daerah yang lebih luas dalam mengatur pemerintahannya termasuk didalamnya membuat kebijakan dan peraturan-peraturan daerah. Salah satu penyebab instabilitas kebijakan dapat dilihat pada kasus pergantian kepala daerah yang biasanya merubah kebijakan pemerintah daerah baik dalam tataran kebijakan jangka panjang maupun jangka pendek termasuk didalamnya regulasi perburuhan. Perubahan kebijakan tersebut menyebabkan keraguan investor untuk berinvestasi didaerah. Hal tersebut sesuai dengan berbagai penelitian yang mengemukakan bahwa pelaksanaan otonomi daerah sejak 2001 telah memperburuk iklim investasi di Indonesia (lihat: Hofman, et al. 2003; Smeru, 2001; Ray, 2002, 2003). Masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum, dan berbagai Peraturan Daerah (Perda) yang tidak “pro-bisnis” diidentifikasi sebagai bukti iklim bisnis yang tidak kondusif. Pelayanan publik yang dikeluhkan terutama terkait dengan ketidakpastian biaya dan lamanya waktu berurusan dengan perijinan dan birokrasi. Hal ini diperparah dengan masih berlanjutnya berbagai pungutan, baik resmi maupun liar, yang harus dibayar perusahaan kepada para petugas, pejabat, dan preman. World Bank (2004) mengemukakan alasan utama mengapa investor masih kawatir untuk melakukan bisnis di Indonesia yaitu ketidakstabilan ekonomi makro, ketidakpastian kebijakan, korupsi baik dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, perijinan usaha, dan regulasi pasar tenaga kerja. Selanjutnya aspek tingginya inflasi dan terbatasnya akses pembiayaan merupakan faktor lain penghambat berinvestasi di Indonesia (Kompas, 2009). Inflasi berkaitan Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 6 [EXEECUTIVE SUM MMARY] dengan hargga input prodduksi dan dayya beli masyarakat.. Inflasi yaang tinggi akan menyebabkaan daya beli masyyarakat menurun yang y selanjuutnya berpenngaruh pada lesunyya kondisi peerekonomian secara s umum terrmasuk perrusahan-perussahan. Sedangkan aspek pem mbiayaan berrkaitan dengan moddal yang dapat digunakan untuk melakukan investasi atauu usaha khussusnya sektor UMK KM. Oleh karrena itu dipeerlukan perluasan akses pem mbiayaan melalui m kebijakan moneter m maupun kebijakankebijakan peemerintah lainnnya. Hasil peenelitian yangg dilakukan koompas tahun 20099 dan penelitian lainnya diatas memperkuaat survey yangg dilakukan Kuuncoro dkk pada tahun 2004 mengenai keendala utama yang dihhadapi perusahaann/pengusaha. Survey teersebut meliputi 6 wilayah kabupaten/koota di yaitu Indonesia B Batam, Banndung, Yogyakarta,, Jepara, S Surabaya dann Bali (Gambar 3). Sumber:: Kuncoro et al. (22004) Gambaar 3. Kendalaa Utama yang g Dihadapi Peerusahaan (% %) Hasil suurvey tersebbut menunjukkan 6 kendala utama u yangg dihadapi oleh perusahaan dalam melakukan usaahanya dengan perrsentase diataas 5%. Kelim ma hal tersebut yaiitu pungutan liar, perijinann oleh pemerintah pusat, peraturan p daerah, kenaikan tarif BBM, listrikk dll, pajak/reetribusi dan kelanggkaan bahann baku. Berrkaitan dengan punngutan liar, Kuuncoro et al (2004) ( mengemukaakan bahwaa masih adanya a "grease monney" dalam beentuk pungutaan liar, upeti dan biaya eksstra yang harus dikeluarkan oleh perussahaan dari sejak mencari baahan baku, memproses input menjadi outtput, maupunn ekspor. Ratta-rata persentase pungli terhaadap biaya ekspor e setahun addalah 7,5%, yang diperkkirakan sebesar Rpp 3 trilyun ataau sekitar 1553 juta dolar AS. Lokasi yang dituding rawan terhadap pungli p terutam ma jalan rayaa dan pelabuhan. Singkatnya, para birokraat dan pejabat di pusat mauppun daerah masih berperilaku sebagai “preedator” dan belum menjadi fasiilitator bagi duunia bisnis. Masalahh lainnya sebaagai kendala utama perusahaann dalam meelakukan usaahanya adalah kenaaikan tariff daasar listrik (TD DL dan harga BBM M. Sebagai bbagian dari proses p produksi, keenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan harga BBM telahh membuat biaya produksi menjadi m mahal, yang akkhirnya membuat harganya h tidaak kompetitif. Biaya produksi tam mbah mahal llagi akibat kenaikan Upah Minim mum Provinsi (UMP), yanng dari tahun 2000 sampai denggan 2004 mencapai 200 persen lebih. Sedangkan permasaalahan lainnya dallam penelitiaan Kuncoro (2004) penjelasannnya hampir ssama dengann yang Perencanaan Kebijakan Perccepatan Investa asi Di Jawa Tim mur Wilayah Utara Dalam Ran ngka Me eningkatkan Pertumbuhan Eko onomi Jawa Tim mur 7 [EXECUTIVE SUMMARY] telah dibahas pada hasil penelitian kompas (2009) diatas. Hasil wawancara mendalam (in depth interview) dengan beberapa dinas dan badan yang terkait dengan investasi di Jawa Timur (dinas perindustrian dan perdagangan, dan badan penanaman modal) dalam upaya mengkross cekkan berbagai temuan penelitian terdahulu, menyebutkan bahwa hambatan-hambatan investasi yang dihadapi oleh dunia usaha di Jawa Timur khususnya di wilayah utara Jawa Timur meliputi tiga hal utama yaitu birokrasi pemerintahan yang buruk, regulasi yang tumpang tindih dan permasalahan infrastruktur. Birokrasi pemerintahan yang buruk ditandai dengan banyak orang-orang partai yang terlibat aktif dalam urusan birokrasi pemerintahan. Dimana mereka lebih mementingkan partainya masing-masing dalam menjalankan birokrasi pemerintahan. Selanjutnya regulasi yang tumpang tindih, seperti pemerintah daerah membuat suatu peraturan yang tidak sesuai dengan tataran aturan yang telah disarankan oleh pemerintah pusat (propinsi). Dalam hal ini dapat dikatakan banyak perda-perda yang tidak kondusif terhadap iklim bisnis. Selain dua masalah diatas, masalah infrastruktur khususnya penyediaan listrik dan gas oleh pemerintah masih jauh dari kebutuhan investor. Dari berbagai hambatan tersebut, hasil indepth interview menyebutkan bahwa hambatan utama dalam berinvestasi adalah birokrasi yang buruk. Hal ini dikarenakan dengan adanya birokrasi yang buruk sudah pasti akan dapat mematikan investor yang ingin melakukan investasi. Intinya birokrasi sekarang ini tidak lagi pro bisnis. Sehingga mereka sama halnya dengan musuh bagi para pebisnis yang ingin menanamkan modalnya. Berdasarkan berbagai hasil penelitian terdahulu dan wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti diatas, dapat dikatakan bahwa permasalahan utama dalam investasi di Indonesia termasuk di Jawa Timur lebih khusus lagi di Wilayah Utara Jawa Timur adalah faktor birokrasi termasuk instabilitas kebijakan baik dari segi politik (peraturan-peraturan pemerintah, itikad kuat untuk mencegah korupsi, dan lain-lain) maupun dari segi ekonomi (regulasi perburuhan, upah minimum, regulasi perpajakan dan lain sebagainya); minimnya infrastruktur; minimnya akses pembiayaan khususnya bagi Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM); dan permasalahan promosi investasi/pemasaran. Sehingga untuk meningkatkan maupun mempercepat tingkat investasi di Indonesia khususnya di Wilayah Utara Jawa Timur, kebijakan yang harus dipertimbangkan pemerintah daerah mencakup lima hal utama yaitu kebijakan peningkatan efisiensi birokrasi dan pencegahan korupsi; peningkatan infrastruktur; deregulasi bidang pajak dan retribusi; perluasan akses pembiayaan; dan peningkatan kerjasama dan promosi investasi baik di dalam negeri maupun luar negeri. Kelima kebijakan utama tersebut akan dibahas pada sub bab berikut setelah terlebih dahulu membahas konstribusi investasi dan pertumbuhan ekonomi di Wilayah Utara Jawa Timur. 4.2. Konstribusi Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Utara Jawa Timur Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, investasi memegang peranan penting baik bagi Negara maupun daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Konstribusi daerah dalam pembentukan modal maupun peningkatan usaha, secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perekonomian suatu daerah. Dalam skup Jawa Timur, wilayah Utara Jawa Timur berkonstribusi signifikan baik dalam hal investasi maupun pertumbuhan ekonomi terhadap perekonomian Jawa Timur yang mendekati angka 50%. Tingginya konstribusi wilayah utara tersebut selain disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang monosentris ke Kota Surabaya juga dikarenakan infrastruktur seperti jalan, listrik, air dan lain sebagainya lebih baik kondisinya dibanding wilayah selatan maupun wilayah lainnya di Jawa Timur. Hal tersebut sesuai dengan laporan BPS tahun 2008 yang menyebutkan bahwa daerah di Jawa Timur yang menarik minat Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 8 [EXECUTIVE SUMMARY] investor dalam negeri dan asing untuk menanamkan modalnya adalah Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Lamongan, Malang, dan Lumajang. Sebagian daerah yang menarik investor untuk menanamkan investasinya berada di Wilayah Utara. Selain itu, daya tarik investasi terkait dengan potensi daerah serta usaha yang lebih baik dari pemerintah daerah untuk menarik minat investor domestik dan asing dibandingkan dengan daerah lain. Rincian proyek PMDN yang disetujui di Jawa Timur tahun 2006 sampai dengan bulan Juni tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Proyek PMDN yang disetujui di Jawa Timur Tahun 2006 – Juni 2009 (Jutaan Rupiah) Konstribusi Investasi Kab/kota Tuban Lamongan Gresik Surabaya Sidoarjo Pasuruan Probolinggo Situbondo Total Wilayah Utara Jawa Timur 2006 2007 Nilai % 0,00 0,02 3,13 13,91 17,62 21,50 8,61 0,00 1.164.179 94,55 64,25 2009* Nilai 942.900 7.900 1.974.589 623.330 369.174 143.949 0 10.000 % 0,56 0,01 1,17 0,37 0,22 0,08 0 0,01 Nilai 175.000 7.921.600 1.439.475 393.739 4.343.133 654.392 0 0 % 1,05 47,42 8,62 2,36 26,00 3,92 0,00 0,00 0 0 8.706.710 83.618 4.429.328 1.075.839 66 0 % 0,00 0,00 43,68 0,42 22,22 5,40 0,00 0,00 3.128.942 2,42 14.908.809 88,31 14.295.561 71,72 167.449.029 0 195 38.585 171.265 216.918 264.677 105.969 0 Ratarata % 0,40 11,86 14,15 4,26 16,51 7,72 2,15 0,00 2008 16.705.091 19.933.800 Nilai 1.231.274 *sampai bulan Juni Sumber: Badan Penanaman Modal Jawa Timur (2006-2009, diolah) Secara umum konstribusi investasi wilayah Utara Jawa Timur terhadap total investasi Jawa Timur memiliki rata-rata sebesar 64,25% selama empat periode (2006-2009). Pada tahun 2006 konstribusi investasi Wilayah Utara hanya menyumbang 2%, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut terdapat investasi yang sangat besar dari wilyah selatan yaitu didaerah Blitar dengan nilai investasi sebesar 162.269.800 juta atau berkonstribusi lebih dari 99% dari total investasi Jawa Timur. Namun demikian, setelah tahun 2006, konstribusi PMDN wilayah Utara terus mengalami kenaikan sampai dengan 94,55% pada bulan Juni 2009. Apabila dilihat dari konstribusi per wilayah di Utara Jawa Timur, dapat diketahui bahwa Gresik memiliki nilai investasi yang selalu meningkat dari tahun 2006 sampai dengan Juni 2009. Hal ini berbeda dengan Kabupaten Tuban dimana nilai investasinya terus mengalami penurunan dari 942.900 juta pada tahun 2006 menurun drastic menjadi 175.000 juta pada tahun 2007 dan pada tahun berikutnya tidak terdapat investor yang menanamkan modalnya di kabupaten tersebut. Sedangkan untuk daerah lain, nilai investasi PMDN berfluktuasi kecuali untuk daerah Tuban, Probolinggo (tidak ada PMDN) dan Situbondo yang nilai investasinya masih rendah. Sehingga diperlukan sebuah strategi penarikan minat investor dalam negeri melalui kebijakankebijakan komprehensif dan terintegrasi dengan pemerintah pusat maupun daerah lainnya. Selain proyek PMDN, Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan sumber investasi penting lainnya dalam meningkatkan roda perekonomian daerah dan nasional. Konstribusi investasi dari proyek PMA di Jawa Timur selama periode 2006 – Juni 2009, lebih dari 50 persen berasal dari Wilayah Utara Jawa Timur (Tabel 3) Secara keseluruhan total proyek PMA yang disetujui di Wilayah Utara Jawa timur mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai dengan Juni 2009 dengan Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 9 [EXECUTIVE SUMMARY] konstribusi sebesar 62,64% dari total PMA di Jawa timur. Konstribusi PMA tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 94,6% sedangkan tahun 2006,2007 dan 2009 berkonstribusi lebih dari 50% dari total Proyek PMA yang disetujui di Jawa Timur. Selama periode tersebut, Probolinggo, Surabaya dan Sidoarjo merupakan daerah yang memiliki konstribusi tertinggi dengan rata-rata PMA masing-masing sebesar 14,65%, 11,63% dan 11,42%. Kemudian diikuti oleh Gresik dan Pasuruan yang berkonstribusi lebih dari 10% dari total PMA yang disetujui di Jawa timur masing-masing sebesar 10,48% dan 10,20%. Tabel 3. Proyek PMA yang disetujui di Jawa Timur Tahun 2004 - 2008 (Ribu US$) Konstribusi Investasi Kab/Kota 2006 Jumlah Tuban 2007 % 2008 Jumlah % Ratarata % 2009* Jumlah % Jumlah % 0 0,00 25.434 2,97 100.000 3,89 81.500 7,84 3,68 Lamongan 21.650 1,48 5.000 0,58 6.000 0,23 0 0,00 0,57 Gresik 66.240 4,51 140.355 16,41 363.508 14,13 71.234 6,85 10,48 Surabaya 47.963 3,27 64.349 7,52 204.974 7,97 288.666 27,77 11,63 Sidoarjo 493.424 33,62 52.304 6,12 64.005 2,49 35.880 3,45 11,42 Pasuruan 170.450 11,61 149.588 17,49 195.003 7,58 42.987 4,14 10,20 3.842 0,26 0 0,00 1.500.551 58,32 69 0,01 14,65 860 0,06 0 0,00 210 0,01 0 0,00 0,02 804.429 54,81 437.030 51,10 2.434.251 94,60 520.336 50,06 62,64 Probolinggo Situbondo Total Wilayah Utara Jawa Timur 1.467.546 855.227 2.573.091 1.039.397 *sampai bulan Juni Sumber: Badan Penanaman Modal Jawa Timur (2006-2009, diolah) Sedangkan untuk tiga daerah lainnya di Wilayah Utara Jawa Timur yaitu Tuban, Lamongan, dan Situbondo, konstribusi investasi PMAnya masih minim terhadap total PMA yang disetujui di Jawa Timur pada tahun 2006-Juni 2009. Dengan segala daya tarik investasi yang lebih tinggi dibanding wilayah lain, wilayah Utara dapat memaksimalkan potensi daerahnya untuk menarik investor domestik maupun asing dalam perekonomian daerahnya masingmasing. Tingginya konstribusi daerah di Wilayah Utara Jawa Timur baik PMDN maupun PMA salah satunya berimplikasi pada kesempatan kerja yang lebih luas yang selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan daerah tersebut. Pendapatan daerah yang tinggi berkorelasi positif pada tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi. Tabel 4. menunjukan rata-rata pertumbuhan ekonomi Wilayah Utara selama periode 2004 sampai dengan 2008 sebesar 6,06%, dimana tingkat pertumbuhan tersebut lebih besar daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur (5,89%). Daerah yang berkonstribusi paling besar di wilayah Utara Jawa Timur adalah Gresik dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7,31%. Pertumbuhan ekonomi Gresik yang impresif tersebut tidaklah mengherankan karena di daerah tersebut terdapat industri besar seperti semen Gresik dan industri besar lainnya. Selain Gresik, daerah seperti Surabaya, Sidoarjo, dan Pasuruan memberikan konstribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Utara Jawa Timur dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dari tahun 2004 – 2008 masing-masing sebesar 6,89%, 6,16%, Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 10 [EXECUTIVE SUMMARY] dan 6,10%. Sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah lainnya di wilayah utara berkisar pada rata-rata 5% seperti Lamongan, Situbondo, dan tuban. Sedangkan Probolinggo memiliki konstribusi yang relative besar dengan nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,40%. Tabel 4. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Utara Jawa Timur (%) Pertumbuhan ekonomi Kab/kota Rata-rata 2004 2005 2006 2007 2008 Tuban 3,6 5,36 5,99 5,19 6,52 5,33 Lamongan 4,6 5,93 5,59 5,53 5,89 5,51 Gresik 7,05 8,52 6,75 7,45 6,77 7,31 Surabaya 6,71 6,93 6,99 6,91 6,28 6,89 Sidoarjo 6,14 7,48 5,94 6,69 4,54 6,16 Pasuruan Probolinggo Situbondo 5,96 6,13 5,97 6,83 6,2 6,26 6,25 6,39 5,43 5,95 6,10 6,40 4,74 5,65 5,57 5,58 5,00 5,31 5,57 6,45 6,12 6,19 5,80 6,06 5,83 5,84 5,8 6,11 5,90 5,89 Rata-rata Wilayah Utara Jawa Timur Sumber: Jawa Timur dalam Angka berbagai Edisi (diolah) Dengan fakta empiris yang telah diuraikan diatas, dapat ditunjukan bahwa wilayah Utara Jawa Timur memegang peran strategis dalam perekonomian Jawa timur yang ditandai oleh tingginya konstribusi investasi dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu perencanaan kebijakan percepatan investasi di daerah wilayah utara Jawa Timur merupakan kebutuhan yang mendesak dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur secara umum. 4.3. Kebijakan Percepatan Investasi di Wilayah Utara Jawa Timur Sesuai dengan hambatan dan permasalahan investasi serta potensi dan konstribusi wilayah utara Jawa Timur yang telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan berbagai strategi percepatan investasi di Wilayah Utara Jawa Timur dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ke dalam lima hal utama. Lima hal utama tersebut merupakan kebijakan dan strategi jangka pendek sehingga dapat diimplementasikan secara cepat dan tepat oleh pemerintah baik pusat maupun daerah khususnya di wilayah utara Jawa Timur. Kelima strategi percepatan investasi tersebut adalah efisiensi birokrasi dan pencegahan korupsi; peningkatan infrastruktur; kebijakan pajak dan retribusi; perluasan akses pembiayaan; dan peningkatan kerjasama dan promosi investasi baik di dalam negeri mapun di luar negeri. Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 11 [EXEECUTIVE SUM MMARY] Peningkatan Infrasttruktur Peninggkatan kerjasaama & Prom mosi investasi Perluassan Akses Pemb biayaan Kebijakan Percepatan Inve estasi Efisiensi Birokrasi & Pencegahan Korupsi Kebijakan Pajakk K & Retribusi Gam mbar 4. Ilustraasi Kebijakan n Percepatan Investasi Wiilayah Utara JJawa Timur Uraian Ilustrasi Kebbijakan Perceepatan Investasi di wilayah Utaraa Jawa Timur lebih detail akan dijelaskan pper kebijakan pada tabel 5 berikkut. Perencanaan Kebijakan Perccepatan Investa asi Di Jawa Tim mur Wilayah Utara Dalam Ran ngka Me eningkatkan Pertumbuhan Eko onomi Jawa Tim mur 12 [EXECUTIVE SUMMARY] Tabel 5. Kerangka Kebijakan Percepatan Investasi Wilayah Utara Jawa Timur No Kebijakan Kegiatan/Program Konsistensi peraturan perundangan yang terkait dengan penanaman modal serta konsolidasi dan sinkronisasi pelaksanaan perizinan penanaman modal antara pemerintah pusat dan daerah Penguatan kelembagaan penanaman modal di pusat dan daerah dengan mengedepankan prinsip kepastian hukum, deregulasi (simplifikasi) dan efisiensi dalam biaya dan waktu pengurusan. 1 Efisiensi birokrasi dan pencegahan korupsi Penyederhanaan prosedur perizinan dan pelayanan penanaman modal/ investasi dengan mengimplementasikan dan menyempurnakan perangkat hukum yang terkait dengan pengembangan usaha, serta menindaklanjuti pelaksanaan pelayanan satu atap baik di tingkat pusat, provinsi maupun kab/kota melalui peraturan presiden, gubernur maupun himbauan. Memperkuat kelembagaan dan profesionalisme aparat di bidang investasi termasuk sarana dan prasarana penunjangnya • Mensosialisasikan pendidikan dan kampanye pencegahan korupsi pada seluruh aparatur Sasaran Terwujudnya iklim investasi yang kondusif melalui upaya sinkronisasi dan deregulasi peraturan antar sektor di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota se Jawa Timur Terwujudnya iklim investasi yang kondusif dan reformasi kelembagaan ekonomi di Pemerintah Pusat,Propinsi dan Kabupaten /Kota se Jawa Timur yang menjamin kepastian hukum dalam berusaha/berinvestasi Meningkatnya pelayanan yang mudah, murah, cepat,tepat dan transparan dengan Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten/Kota se Jawa Timur dengan memanfaatkan teknologi informasi (online dan integrated banking system) Meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan melalui pelatihan dan pengembangan aparatur pemerintahan yang menangani bidang penanaman modal/investasi. • Meningkatnya pemahaman aparatur pemerintah dan masyarakat tentang Indikator Bertambahnya jumlah investasi Adanya peraturan pemerintah tentang jaminan berinvestasi Waktu perijinan investasi kurang dari 100 hari Jumlah aparat berkualitas dalam pelayanan investasi bertambah • Jumlah masyarakat yang mengerti efek Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 13 [EXECUTIVE SUMMARY] No 2 Kebijakan Peningkatan Infrastruktur Kegiatan/Program Sasaran pemerintahan dan masyarakat secara luas. efek negative korupsi Serta penegakan hukum tanpa pandang bulu • Menurunnya jumlah / kasus korupsi kepada para koruptor untuk menimbulkan efek dan menghukum koruptor dengan jera dan pembelajaran kepada masyarakat. hukuman berat • Penegakan hukum tanpa pandang bulu kepada para koruptor untuk menimbulkan efek jera dan pembelajaran kepada masyarakat. • Peningkatan transparansi dan integritas dalam administrasi public, khususnya pada pemungutan pajak, custom, birokrasi pemerintah dan pelaksanaan administrasi seperti perijinan usaha baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kab/kota. Perluasan infratruktur fisik melalui penyediaan fasilitas terutama untuk transportasi, bongkar muat, telekomunikasi dan transmisi, energi, air Meningkatnya ketersediaan fasilitas bersih, dan penataan ruang industri prioritas infrastruktur utama seperti transportasi, (kawasan industri, dan wilayah pusat energy, air bersih dan lain sebagainya pertumbuhan industri serta zona industri, dengan mempertimbangkan pelaksanaan fungsi desentralisasi. Peningkatan koordinasi antara departemen dan dinas terkait di berbagai tingkat pemerintahan Meningkatnya koordinasi antar seperti Departemen Pekerjaan Umum, departemen/dinas terkait penyediaan Departemen Perhubungan, Departemen ESDM, dan pemeliharaan infrastruktur dalam penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur. Peningkatan keterlibatan masyarakat, pihak Meningkatnya keterlibatan masyarakat, swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), pihak swasta, Badan Usaha Milik Indikator negative korupsi bertambah • Jumlah kasus korupsi / koruptor berkurang Fasilitas infrastruktur utama bertambah Tersedianya pedoman koordinasi antar departemen Bertambahnya jumlah kooperasi,BUMD, dan Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 14 [EXECUTIVE SUMMARY] No 3 4 Kebijakan Perluasan akses pembiayaan Pajak dan retribusi Kegiatan/Program Koperasi dan lembaga berbadan hukum lainnya untuk menyediakan infrastruktur dengan skema yang saling menguntungkan. Pengembangan kapasitas dan efisiensi pelayanan infrastruktur melalui pengembangan kapasitas dan perkuatan sistem pelayanan transportasi, listrik, air dan infrastruktur lainnya baik untuk ekspor-impor maupun perdagangan dalam negeri. Memfasilitasi akses pembiayaan khususnya bagi pengusaha UMKM melalui pengembangan dan kerangka regulasi untuk mendukung perbankan menyalurkan kreditnya dengan skema-skema pembiayaan tertentu. Memfasilitasi/memediasi pengusaha dan perbankan untuk menjembatani permasalahan yang berhubungan dengan pembiayaan investasi. Sasaran Daerah (BUMD), Koperasi dan lembaga berbadan hukum lainnya dalam menyediakan infrastruktur Meningkatnya kapasitas dan efisiensi pelayanan infrastruktur melalui pengembangan kapasitas dan perkuatan sistem pelayanan transportasi, listrik, air dan infrastruktur lainnya Indikator masyarakat dalam penyediaan/pembiayaan infrastruktur Sistem pelayanan infrastruktur semakin baik, cepat dan efisien Meningkatnya akses pembiayaan khususnya bagi pengusaha UMKM Bertambahnya kredit khususnya bagi UMKM Mencapai solusi alternative/ desain pembiayaan yang saling menguntungkan pengusaha dan perbankan Jumlah pembiayaan investasi bertambah Peningkatan peran serta masyarakat dan koperasi sebagai sumber pembiayaan alternatif dalam pembangunan. Meningkatnya peran serta masyarakat dan koperasi sebagai sumber pembiayaan alternatif Bertambahnya jumlah koperasi yang menyalurkan pembiayaan Pengembangan strategi pajak yang comprehensif dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan strategi investasi, dengan didasarkan pada pengukuran hambatan pajak secara keseluruhan dan tingkat keefektifan pajak yang diterapkan pada aktivitas bisnis/usaha. Menurunnya jumlah peraturan pajak yang kontraproduktif dengan bidang investasi Peraturan pajak yang kontraproduktif dengan investasi berkurang Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 15 [EXECUTIVE SUMMARY] No 5 Kebijakan Peningkatan kerjasama dan promosi investasi Kegiatan/Program Insentif pajak melalui keringanan pajak seperti pemberian keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, serta pemberian pajak kepada enam kelompok usaha dan lembaga keuangan dalam bentuk memasukan dana cadangan sebagai biaya yang bisa mengurangi penghasilan kena pajaksesuai dengan Peraturan menteri keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang pembentukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Mewujudkan transparansi, kejelasan, dan keterprediksian dalam peraturan perpajakan yang diterapkan termasuk proses dan pertanggungjawabannya kepada publik. Pelaksanaan konsultasi secara reguler yang melibatkan pembuat kebijakan pajak dan investasi, lembaga promosi investasi dan dunia usaha untuk memperbaiki desain kebijakan pajak yang konsisten dengan kebijakan perpajakan dan investasi. Pengembangan sistem informasi penanaman modal di pusat dan daerah yang dapat dikelola dengan mudah oleh aparatur pemerintahan serta dapat diakses oleh seluruh masyarakat baik didalam maupun luar negeri. Gelar potensi dan temu usaha serta pengembangan direktori mitra usaha potensial Sasaran Indikator Meningkatnya iklim investasi yang kondusif yang ditandai oleh bertambahnya jumlah investor Jumlah investor bertambah Meningkatnya kualitas peraturan dan pelayanan pajak Adanya sosialisasi dan transparansi peraturan perpajakan Meningkatnya peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam mendesain kebijakan pajak yang sesuai kebutuhan Adanya konsultasi berkala yang dilakukan Tercapainya kemudahan mengelola dan mengakses data dan informasi potensi dan peluang investasi, profil investasi komoditi unggulan dan pelayanan perizinan di bidang penanaman modal bagi calon investor dalam negeri dan asing; Meningkatnya kesempatan dalam mengikuti berbagai event pameran dan Tersedianya informasi potensi dan peluang investasi serta profil investasi komoditi unggulan dan pelayan perizinan Jumlah Gelar potensi dan temu usaha Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 16 [EXECUTIVE SUMMARY] No Kebijakan Kegiatan/Program Peningkatan sarana promosi melalui media elektronik, cetak dan kegiatan pameran dan kegiatan promosi investasi lainnya baik di dalam negeri maupun diluar negeri. Mendorong dan memfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di bidang investasi antar/dengan instansi pemerintah pusat dan daerah dan dunia usaha baik di dalam maupun di luar negeri. Pendirian/peningkatan dan merevitalisasi lembaga promosi investasi dengan penguatan kapasistas sumber daya manusia dan keuangannya, serta mengevaluasi keberhasilan lembaga tersebut secara reguler. Pengembangan SNI dan kerjasama standardisasi regional dan internasional dalam upaya meningkatkan penerimaan pasar global terhadap produk ekspor Indonesia. Penyuluhan investasi dalam rangka pemberdayaan UMKM melalui pelatihan dan pendidikan. Sasaran melakukan gelar potensi, temu usaha dan seminar baik di dalam maupun di luar negeri serta terupdatenya direktori mitra usaha potensial daerah Memulihkan kepercayaan investor dalam dan luar negeri terhadap Jawa Timur agar calon investor/investor tetap merasa aman dan nyaman menanamkan modalnya di Jawa Timur Indikator meningkat, serta direktori mitra usaha potensial selalu terupdate Jumlah investor dalam dan luar negeri bertambah Terwujudnya koordinasi pelaksanaan promosi investasi antar/dengan instansi terkait di pusat dan daerah serta dunia usaha dalam dan luar negeri Terintegrasinya promosi investasi antara pusat dan daer Meningkatnya peran lembaga promosi investasi yang berkualitas dan berhasil guna Jumlah investor meningkat baik dari dalam negeri maupun luar negeri Meningkatnya produk-produk ekspor yang dapat diterima pasar global Jumlah produk yang berlisensi/standar regional dan internasional bertambah Berkembangnya investasi PMDN / PMA maupun investasi Non PMDN/PMA Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKM) Jumlah UMKM yang sehat meningkat Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 17 [LAPORAN AKHIR] 2009 V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan hasil pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, ada beberapa hal penting yang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berbagai hasil penelitian menyebutkan beberapa permasalahan investasi di Indonesia maupun di kabupaten/Kota di Indonesia termasuk di provinsi Jawa Timur yaitu inefisiensi birokrasi termasuk instabilitas kebijakan baik dari sisi politik (seperti: ketidaksinkronan peraturan-peraturan pemerintah pusat dan daerah, tidak adanya itikad kuat untuk mencegah korupsi, dan lain-lain) maupun dari sisi ekonomi (missal: regulasi perburuhan yang kaku, upah minimum regional yang memberatkan pengusaha, regulasi perpajakan/retribusi yang rumit dan lain sebagainya); masih minimnya infrastruktur seperti jalan raya, listrik, pelabuhan; minimnya akses pembiayaan khususnya bagi Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM); dan permasalahan promosi investasi/pemasaran baik di dalam negeri maupun di luar negeri. 2. Wilayah Utara Jawa Timur yang meliputi daerah Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo dan Situbondo, mempunyai konstribusi lebih besar baik dari sisi investasi maupun sisi pertumbuhan ekonominya terhadap total investasi dan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dibanding wilayah lainnya. Hal yang menyebabkan tingginya konstribusi tersebut salah satunya adalah fasilitas infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, listrik, dan air yang lebih memadai dari wilayah lain di Jawa Timur. Sehingga wilayah ini memiliki konstribusi investasi lebih dari lima puluh persen dari seluruh investasi di Jawa Timur. Meskipun investasi bukan komponen utama pembentukan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur, namun tetap merupakan komponen penting dalam pembangunan ekonomi. Disinilah diharapkan konstribusi investasi wilayah Utara yang saat ini lebih besar dari 50%, dimasa yang akan datang lebih dapat meningkat dan menjadi komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. 3. Setidaknya ada lima kebijakan yang dapat dilakukan untuk mempercepat Investasi di wilayah utara Jawa Timur sesuai dengan hasil kajian. Pertama, peningkatan efisiensi birokrasi dan pencegahan korupsi melalui penyerderhanaan prosedur perijinan usaha, regulasi dan law enforcement, serta sistem pengajuan usaha online yang terintegrasi dengan sistem perbankan. Kedua, kebijakan peningkatan infrastruktur dengan memperluas infratruktur fisik melalui penyediaan fasilitas utama; Koordinasi antara departemen dan dinas terkait di berbagai tingkat pemerintahan seperti Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen ESDM dalam penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur; serta pengembangan kapasitas dan efisiensi pelayanan infrastruktur. Selanjutnya adalah kebijakan perluasan akses pembiayaan dengan program memfasilitasi akses pembiayaan khususnya bagi pengusaha UMKM; memfasilitasi/memediasi pengusaha dan perbankan untuk menjembatani permasalahan yang berhubungan dengan pembiayaan investasi; dan meningkatkan peran serta masyarakat dan koperasi Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 18 [LAPORAN AKHIR] 2009 sebagai sumber pembiayaan alternatif dalam pembangunan. Kebijakan Keeempat adalah pajak dan retribusi yang dilakukan dengan mengembangkan strategi pajak yang comprehensif dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan strategi investasi; memberikan Insentif pajak melalui keringanan pajak; mewujudkan transparansi, kejelasan, dan keterprediksian dalam peraturan perpajakan; dan melaksanakan konsultasi secara reguler yang melibatkan pembuat kebijakan pajak dan investasi. Kebijakan terakhir adalah peningkatan kerjasama dan promosi investasi baik di dalam negeri mapun di luar negeri melalui gelar potensi dan temu usaha; peningkatan sarana promosi melalui media elektronik, cetak dan kegiatan pameran dan kegiatan promosi investasi lainnya; mendorong dan memfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di bidang investasi antar/dengan instansi pemerintah pusat dan daerah dan dunia usaha baik di dalam maupun di luar negeri; mendirikan/meningkatkan dan merevitalisasi lembaga promosi investasi dengan penguatan kapasistas sumber daya manusia dan keuangannya; pengembangan SNI dan kerjasama standardisasi regional dan internasional; dan penyuluhan investasi dalam rangka pemberdayaan UMKM. 5.2. Saran dan Rekomendasi Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis mengenai strategi percepatan investasi di wilayah utara Propinsi Jawa Timur dalam upaya meningkatkan tingkat pertumbuhan, maka peneliti memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah baik pusat maupun daerah di Propinsi Jawa Timur khususnya kabupaten dan kota di wilayah utara sebagai berikut: 1. Diperlukan sebuah kebijakan komprehensif dalam bidang investasi yang meliputi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga diharapkan dapat membuat aturan main / standar yang jelas tentang mekanisme investasi baik dalam hal prosedur perijinan maupun dalam hal teknis dan administrasi lainnya. Aturan tersebut penting dalam upaya mempersingkat birokrasi dan efisiensi prosedur investasi. Selain itu pula perlu pemanfaatan tekonologi yang semakin berkembang sehingga akan sangat mempercepat perizinan usaha. 2. Peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur merupakan hal yang harus segera dilakukan oleh pemerintah, dengan tujuan tidak hanya dalam meningkatkan investasi tapi juga meningkatkan aksesibilitas masyarakat dalam mengakses fasilitas infrastruktur. 3. Pemerintah perlu untuk meningkatkan akses pembiayaan khususnya bagi pengusaha UMKM melalui berbagai kebijakan maupun himbauan kepada lembagalembaga keuangan bank dan non bank. 4. Diperlukan sebuah terobosan baru / Inovasi dalam hal promosi dan kerjasama baik didalam maupun luar negeri dengan memanfaatkan segala sumberdaya yang tersedia. 5. Perlunya menerapkan kebijakan pajak dan retribusi yang medukung investasi dan menderegulasi kebijakan pajak dan retribusi yang menghambat investasi tanpa mengganggu fiskal daerah Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 19 [LAPORAN AKHIR] 2009 DAFTAR PUSTAKA Anwar Bank Sanusi, 2003, Sumber Dana Pembangunan Daerah (Pengaruhnya Terhadap Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesenjangan Distribusi Pendapatan Antar Daerah), Penerbit Buntara Media, Malang. Indonesia. 2008. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2007: Menjaga Stabilitas, Mendukung Pembangunan Ekonomi Negeri. Bank Indonesia. 2008. Statistik Perbankan Indonesia. April. Bayu Wijayanto, 2001, Disparitas Alokasi Investasi Regional di Indonesia, Dian Ekonomi, (maret): 1-18. BPS, Berbagai Edisi, Jawa Timur Dalam Angka. Djojohadikusumo, Sumitro, 1994, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Jakarta: LP3S. Hofman, B., Kai, K. and Gunther, G.S., 2003. Corruption and Decentralization. International conference on ‘Decentralization and its Impact on Local Government and Society’. May 15-17. Irawan dan M. Suparmoko, 1990, Ekonomika Pembangunan, Edisi Kelima, BPFE, Yogyakarta. Kuncoro, M, 2002, Analisis Spasial dan Regional: Study Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia, Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Kuncoro, M. et al. (2004), Domestic Regulatory Constraints to Labor Intensive Manufacturing Exports, Report for GIAT-USAID, Jogjakarta: Pusat Studi Asia Pasifik UGM. Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Gubernur Jawa Timur Periode 2003 – 2008 Muslimin, 2002, Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Penerbit Bayu Media dan UMM Press. Malang Ray, D. 2003. Regulatory Reform and Local Government in Indonesia. Paper presented at the th 5 IRSA International Conference, 18-19 July, 2003 Bandung Indonesia. th Ray, D., 2002. Notes on Domestic Trade and Decentralization. Unpublished paper. Partnership for Economic Growth. Jakarta. December SMERU, 2001. Regional Autonomy and the Business Climate: Three Kabupaten Case Studies from North Sumatran, Jakara, May (mimeo) Tambunan, Tulus, 2001, Perekonomian Indonesia (Teori dan Temuan Empiris), Ghalia Indonesia, Jakarta. Jhingan, M.L, 1992, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Terjemahan, D Guritno, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh. Erlangga, Jakarta. Jhingan, M.L, 2003, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Terjemahan, D Guritno, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Van den Berg, Hendrik. 2001. Economic Growth and Development, International Edition. McGraw-Hill, Singapore. Kuncoro M, 1997, Ekonomi Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan), UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Perencanaan Kebijakan Percepatan Investasi Di Jawa Timur Wilayah Utara Dalam Rangka Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 20