Nama: Nur Halimah NPM:12601040021 PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA A. PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN Secara etimologi, kata media berasal dari bahasa latin medius, dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti perantara atau pengantar. Sedangkan dalam bahasa Arab media diartikan wasaala, yang artinya perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Adapun secara terminologi (istilah),beberapa tokoh mengemukakan pengertian media pembelajaran sebagai berikut : a. Gagne (Dalan Sadiman dkk, 1993 : 1) menyatakan, bahwa media adalah berbagai jenis komponen dan lingkungannya. b. Gerlach dan Ely (1971) mengatakan, media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun suatu kondisi atau membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. c. Heinich dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media. d. Martin dan Briggs (1986), mengatakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan pelajar. Hal ini bisa berupa perangkat keras atau perangkat lunak yang digunakan pada perangkat keras. e. Hamalik (1994), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, fikiran, dan perasaan pelajar dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. f. Asosiasi Pendidikan Nasional di Amerika ( National Education Association/NEA) seperti yang dikutif AECT (1979) mendefinisikan media dalam lingkup pendidikan sebagai segala benda yang dapat dimanifulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut. g. Yusuf hadi Miarso (2004 : 456) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauannya pelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali. Berdasarkan uraian para ahli di tersebut di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan atau pembelajaran dengan efektif dan efisien. B. PERKEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN Pada awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk memperoleh pelajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu kemudian bertambah dengan adanya buku. Pada masa itu kita mengenal tokoh bernama Johan Amos Comenius yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah. Buku tersebut berjudul Orbis Sensualium Pictus (Dunia Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657. Penulisan buku itu dilandasi oleh suatu konsep dasar bahwa tidak ada sesuatu dalam akal pikiran manusia, tanpa terlebih dahulu melalui penginderaan. Dari sinilah para pendidik mulai menyadari perlunya sarana belajar yang dapat meberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara menyeluruh bagi siswa melalui semua indera, terutama indera pandang – dengar. Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap atau retensi belajar. Namun karena terlalu memusatkan perhatian pada alat bantu visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual atau audio visual aids (AVA) . Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience). Berbagai peralatan digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran dengan maksud menghindari verbalisme yang masih mungkin terjadi, kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio-visual, sehingga selain sebagai alat bantu, media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu alat audio-visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga sebagai alat penyalur pesan atau media. Sekitar tahun 1960-1965 siswa mulai diperhatikan sebagai komponen yang penting dalam proses pembelajaran. Pada saat itu teori tingkah laku (behaviorism theory) ajaran B.F. Skinner mulai mempengaruhi penggunaaan media dalam kegiatan belajar-mengajar. Teori ini mendorong untuk lebih memperhatikan siswa dalam proses belajar-mengajar. Menurut teori ini mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku ini ditanamkan pada diri siswa sehingga menjadi adat kebiasaan, untuk itu jika ada perubahan tingkah laku positif ke arah yang dikehendaki, perlu diberikan penguatan (reinforcement) berupa pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut telah benar. Pada sekitar tahun 1965-1970 pendekatan sistem (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam program pembelajaran. Setiap program pembelajaran perlu direncanakan secara sitematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Program pengajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan pada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara yang digunakan telah ditentukan dengan pertimbangan saksama. Pada dasarnya guru dan para ahli audio-visual menyambut baik perubahan ini. Guru mulai merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku siswa. Untuk mencapai tujuan itu, mulai dipakai berbagai format media. Berdasarkan pengalaman, keberhasilan siswa sangat berbeda jika digunakan satu jenis media, ada siswa yang lebih senang menggunakan media audio, namun ada pula yang lebih menginginkan media visual, maka itu digunakan berbagai macam media sesuai dengan minat siswa, sehingga muncullah konsep penggunaan multi media dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan perkembangan media di atas ternyata arca (relief) sebagai salah satu bentuk relief dapat dikatakan sebagai cikal bakalnya media pendidikan, hanya saja sesuai perkembangan, relief sepertinya terkubur dan telah digantikan oleh media pendidikan modern yang muncul belakangan. Selain itu sudah selayaknya media tidak lagi dipandang sebagai alat bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai penyalur pesan dari pemberi pesan. Sebagai pembawa pesan media tidak hanya digunakan oleh guru, tetapi yang lebih penting semestinya dapat digunakan oleh siswa secara mandiri. Sebagai pembawa dan penyaji pesan, maka media dalam hal tertentu dapat menggantikan peran guru untuk menyampaikan informasi secara teliti dan menarik. Fungsi tersebut dapat diterapkan tanpa kehadiran guru secara fisik, dengan demikian pandangan tentang guru sebagai satu-satunya sumber informasi tidak berlaku lagi. C. PENTINGNYA MEDIA PEMBELAJARAN DALAM MATEMATIKA Media sangat berperan penting dalam proses pembelajaran khususnya dalam pembelajaran Matematika. Terdapat beberapa alasan pentingnya media dalam pembelajaran matematika, yaitu: 1. Objek matematika itu abstrak sehingga memerlukan peragaan Dengan alat pembelajaran matematika, materi matematika yang abstrak disajikan kedalam pendekatan yang lebih konkret, ada visualisasinya, serta manfaat dalam mempelajari materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sementara menurut Murwani (1999), untuk membelajarkan matematika secara benar pada siswa mutlak harus menggunakan alat peraga untuk memudahkan siswa mengenal konsep-konsep matematika. 2. Sifat materi matematika tidak mudah dipahami Materi dari matematika bersifat abstrak, hal ini menjadikan materi matematika tidak mudah dipahami oleh kebanyakan siswa. Maka dari itu dengan alat pembelajaran matematika siswa diharuskan berpartisipasi lebih aktif, mereka tidak hanya melihat, mendengar, dan memperhatikan saja, tetapi mereka juga harus melakukan/latihan, sehingga pembelajaran minds on dan hands on bisa tercapai, konsep dibangun oleh siswa sendiri. Contohnya : dalam metode eliminasi, apabila disajikan dalam alat peraga maka tiap langkah yang harus dilakukan tidak dihapal oleh siswa tetapi dipahami, mereka membangun konsep sendiri dan mereka tahu alasan melakukan tiap langkah tersebut. 3. Hirarki matematika ketat dan kaku. Dalam matematika terdapat materi prasyarat yang diperlukan untuk dapat menginjak ke materi selanjutnya. Hirarki belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau up down (Orton,1987). Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, keterampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan diatasnya. Hirarki matematika bersifat ketat dan kaku artinya dalam pemecahan masalah membutuhkan aturan, prinsip dan konsep-konsep terdefinisi sebagai prasyaratnya, yang membutuhkan konsep konkret sebagai prasyarat berikutnya lagi. Jadi diperlukan media agar dapat menuntun untuk terbiasa dalam belajar matematika yang tatanannya bersifat siatematis dan cenderung kaku. 4. Aplikasi matematika kurang nyata Dapat dirasakan oleh siswa bahwa aplikasi matematika itu kurang nyata, bahkan siswa hanya menganggap bahwa matematika adalah kumpulan angka dan simbol-simbol. Oleh karena itu diperlukan media agar matematika dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu siswa juga dapat dengan mudah dalam mempelajari konsep-konsep dalam matematika. 5. Belajar matematika perlu fokus Matematika memang tidah mudah dipahami, serta hirarkinya yang kaku sehingga membuat siswa menjadi kesulitan dalam mempelajari matematika. Maka dari itu siswa harus fokus ketika guru sedang menerangkan materi matematika, sedangkan kebanyakan guru menggunakan metode ceramah dalam pembelajarannya. Akibatnya siswa menjadi cepat lelah dan bosan dalam belajar matematika, oleh karena itu guru dituntut untuk memiliki kreatifitas dalam pembelajaran matematika. Alat peraga dapat membatu guru untuk menyampaikan ide atau gagasannya dalam pembelajaran matematika agar siswa lebih aktif dan tidak bosan. 6. Citra pembelajaran matematika kurang baik Pandangan siswa saat ini terhadap matematika memang kurang baik, mereka berpandangan bahwa pembelajaran matematika itu menakutkan, tegang, bosan dan banyak PR. Hal ini disebabkan karena guru kurang dapat mengkomunikasikan materi matematika yang bersifat kaku tersebut agar dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh siswa. Pembelajaran matematika di sekolah sampai saat ini umumnya dimulai dari penyampaian definisi atau pengertian dari suatu objek secara intuitif, dilanjutkan dengan pengoperasian terhadap objek tersebut, serta diakhiri dengan pemberian contoh kemudian pemberian tugas atau PR yang banyak sebagai latihan. Dalam pembelajaran matematika yang notabennya banyak siswa yang menganggap bahwa matematika itu sulit, penuh dengan rumus-rumus dan angka-angka, sehingga sebelum kegiatan pembelajaran dimulai siswa sudah menyerah dan merasa tidak akan mampu menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan, hal ini mengakibatkan siswa menjadi tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Maka dari itu alat peraga dapat membantu guru untuk mengubah paradigma yang selama ini berkembang pada masyarakat pada umumnya dan siswa khususnya. 7. Kemampuan kognitif siswa masih konkret Pada dasarnya kemampuan kognitif siswa itu konkret, sedangkan materi matematika itu bersifat abstrak. Hal ini akan menjadi hambatan bagi siswa dalam pembelajaran matematika. maka untuk memahami konsep dan prinsip masih diperlukan pengalaman melalui obyek konkret (Soedjadi, 1995:1) Suatu konsep diangkat melalui manipulasi dan observasi terhadap obyek konkret, kemudian dilakukan proses abstraksi dan idealisasi. Jadi dalam proses pembelajaran matematika, peranan media/alat peraga sangat penting untuk pemahaman suatu konsep atau prinsip.