II. TEKTONISME DAN PERUBAHAN IKLIM SEBAGAI TENAGA GEOMORPIK 2.1 Tektonisme Alfred Wegener (1915) seorang Jerman ada- Awal abad 20 dapat dianggap keme- lah orang pertama yang mengemukakan ten- nangan atiran/pandangan mobil terhadap tang pergerakan benua melalui teorinya Con- pandangan statis. Pandangan statis yang tinental Drift. Teori ini mengemukakan bah- mengangap bahwa kedudukan permukaan wa benua-benua yang ada di bumi ini pada bumi tetap sepanjang waktu geologi. Seba- awalnya merupakan satu kesatuan benua liknya pandangan mobil rnenganggap bahwa raksasa yang disebut dengan Pangaea, be- kedudukan permukaan bumi setau bergerak. nua. Teori Wagener pada awalnya mendapat tentangan dari para ahliahli yang berpandangan statis. Namun teori Continental Drift mendapat penguatan dan diterima pada tahun 1960-an setelah dikemukakannnya teori Lempeng Tektonik. Teori lempeng tektonik menjelaskan bahwa bagian atas lapisan bumi (litosfer) terbagi menjadi lempengan-lempengan tektonik yang satu sama lain saling bergerak. Litosfer meliputi kerak bumi dan mantel bagian atas. Litosfer mengapung pada astenosfer yang liat dan mengalir secara menerus. Aliran konveksi astenosfer inilah yang menggerakkan lempeng yang mengapung di atasnya. Pergerakan lempeng secara relatif terhadap lempeng yang langsung dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu konvergen, divergen, dan tranform. Konvergen adalah gerakan dua lempeng yang saling mendekat, divergen merupakan gerakan lempeng yang saling menjauh, merupakan sedangkan tranform gerakan lempeng yang saling bersinggungan. Maluku, dan laut Sulawesi) berupa Lempeng yang bekerja di sekitar Indonesia lempeng samudera; dan membentuk kepulauan Indonesia menu- 2. Lempeng Hindia-Australia yang beru- rut Verstappen (2000) adalah : pa lempeng samudera di bagian barat 1. Lempeng Asia Tenggara (Lempeng dan Sunda) yang pada dasamya merupa- dan kan lempeng benua, tetapi sebagian kecil di bagian timur (Nusa Tenggara, 3. lempengbenua di bagian timur, Lempeng Pasifik yang berupa lempeng samudera. Lempeng Sunda dan lempeng Hindia gan kecepatan 1 cm / tahun, Lempeng Hin- Australia bergerak saling mendekati dan dia-Australia bergerak ke arah utara dengan verta bra kan di sepanjang jalur sebelah ba- kecepatan 7 cm/tahun, sedangkan Lempeng rat Pulau Sumatra, sebeiah selatan Pulau Pasifik bergerak ke arah barat dengan kece- Jawa hingga ke ssoelah timur Pulau Timor. patan 9 cm / tahun. Dengan demikian Indo- Menurut Minser dan Jordan (1978), Lem- nesia merupakan peng Sunda bergerak ke arah selatan den- tempat pertemuan tiga lempeng tektonik yang dan hadap matahari. Perubahan iklim sebelum saling bertabrakan. kuarter terutama dipengaruhi oleh pergerakan Jalur tabrakan lempeng paling tidak lempeng dan benua. Satu tempat di daratan menghasilkan beberapa fenomena, yaitu 1) ge- dapat berpindah dari satu iklim ke iklim yang jala penurunan membentuk palung laut dalam, lain atau dari ketinggian tertentu ke ketinggian 2) pengangkatan, clan 3) pembentukan gunun- yang lain kerena poses pengangkatan. Peru- gapi. Penurunan dan pengangkatan inilah yang bahan masa kontinen di belahan bumi utara disebut dengan diastrofisme, sedangkan pem- dan lautan di belahan selatan sangat menonjol bentukan gunungapi disebut dengan volka- selama tarsier yang menyebabkan sikulasi uda- nisme. Diastrofisme di Indonesia telah mem- ra dan arus laut, serta iklim. Perubahan pola bentuk pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya, dari sikulasi udara dan arus laut telah mening- pegunungan selatan Jawa, pegunungan bukit katkan curah hujan di satu tempat dan menu- barisan di Kalimantan. Volkanisme telah meng- runkan curah hujan di tempat lain. Selama in- hasilkan deretan pegunungan sirkum mediteran terglacial arus laut pada saat muka laut naik dan sirkum pasifik. Sirkum mediteran terbentuk membantu pertukaran panas dan kelembaban, di sepanjang jalur tabrakan lempeng Hindia- sehingga mengurangi perbedaan iklim regional Australia dan Lempeng Asia Tenggara, se- (Versteppen 1994 Versteppen 2000). dangkan Sirkum Pasifik terbentuk di sepanjang Dalam skala lokal, Perubahan temperatur tabrakan lempeng Pasifik dengan lempeng Asia akan lebih besar terjadi di daerah pegunungan Tenggara. dibandingkan dengan daerah dataran. Peruba- 2.2. Perubahan iklim dan Muka Air Laut Perubahan dan muka air laut sangatlah penting untuk diketahui agar dapat memahamii proses geomorfologi dan bentuklahan yang dihasilkan. Semua proses geomorofologi yang diakibatkan oleh tenaga eksogen (air, angin, gelombang, es, pelarutan) merupakan fungsi dari perubahan iklim dan muka air laut. Iklim terutama temperatur dan curah hujan mempengaruhi tingkat pelapukan, sirkulasi air, gelombang, keberadaan es di daratan, kecepatan pelarutan yang pada akhirnya berpengaruh pada variasi proses geomorfologi dan perkembangan bentuklahan. Perubahan muka air laut selain secara langsung mempengaruhi perkembangan bentuklahan marin juga berpengaruh terhadap keseimbangan proses denudasi lain karena perubahan atas dasar erosi. Perubahan iklim sangat beragam di setiap tempat tergantung pada letak lintang, bujur, han muka laut akan berpengaruh secara signifikan di paparan benua, seperti paparan Sahul dan paparan Sunda di Indonesia. Perubahan muka laut yang sama akan menghasilkan perubahan daratan yang lebih luas di paparan, karena dangkatnya dasar laut dan kemiringan yang landai. Susut taut di daerah paparan menyebabkan berkurang penguapan yang signifikan karena berkurangnya perairan laut yang cukup luas. Berkurangnya perguapan ini selanjutnya akan berpengaruh pada perubahan curah hujan yang lebih besar. Uraian selanjutnya hanya akan dibahas perubahan iklim selama kuarter. Kuater diawali 2.000.000 BP hingga sekarang yang selanjutnya dibedakan lagi menjadi Pleistosen (2.000.000- 10.000 BP) dan Holosen yang dimulai dari 10.000 BP hingga sekarang. Uraian akan dirinci terutama dalam hal perubahan temperatur, perubahan gan Jayawijaya yang mempunyai puncak ter- curah nujan, perubahan muka air laut, dan tinggi 5030 m dari muka air laut. perubahan arah angin selama kuarter dan Di Pegunungan Jayawijaya, peruba- pengaruhnya terhadap perkembangan ben- han temperatur selama kuarter berkisar an- tuklahan. Uraian ini disarikan terutama dari tara tulisan Verstappen (1994) ditambah dari Lin- nan batas es abadi hingga 1000 meter lebih den (19..) Kloosterman (1989), Urusibara rendah dari sekarang. Sebagai akibatnya, (1997), dan Verstappen (2000). pengaruh rnencairnya es dan lidah glacier 5° - 6°, sehingga menyebabkan mencapai ketinggian 3000 dari dpal. Hope dkk (1976) kan bahwa glasial akhir selama Pleistosen terjadi antara 20.00017.000 BP (before present). disi yang lebih dingin dengan sekarang terjadi pada 40.000 BP dengan interval musim hangat antara 35.000 hingga 26.000 BP Perubahan Temperatur (dalam Verstappen 1994) . Perubahan temperatur terutama akan berpengaruh secara signifikan Periode glasial selama Pleistocen di terhadap pegunungan juga dicirikan oleh pelapukan proses geomorfologi dan perkembangan ben- fisik yang kuat akibat pembekuan dan vege- tuklahan di daerah tinggian seperti Pegunun- tasi yang taran rendah, sehingga pelapukan secara kimia fisik lebih intensif. Perubahan iklim kering dan basah tersebut terekam pada tanah-tanah di beberapa tempat di Inodenesia. Di dekat Bogor ditemukan urutan tanah dari bawah ke atas berturut-turut latosol merah, lateritik, dan latosol coklat. Kondisi iklim kering di daerah rendah dicirijarang. Pelapukan fisik dalam hal ini disebabkan oleh oleh pecahnya batuan karena membekunya air yang ada di dalam pori dan celah batuan (frost Docking). Seperti diketahui bahwa air yang rnembeku akan memiliki volume lebih besar sekitar 9 persen, sehingga pembekuan air di dalam pori dan celah batuan dapat menekan dan memecahkan batuan. Pelapukan yang didominasi oleh pelapukan fisik tersebut menghasilkan hasil lapukan yang masih kasar. Pembentukan material yang lebih halus dengan ukuran lanau dan lempung dalam hal ini belum dapat terjadi. Proses ini meninggalkan bentuklahan teras dan kipas di lereng perbukitan dengan material yang kasar (pasir atau lebih besar). Akumulasi gravel dapat diamati di doline di puncak Jaya (Carstensz). hujan pada musim basah pengikisan cenderung ke arah vertikal dan membentuk pola linear. Pada iklim kering, lembah-lembah sungai terisi oleh material yang kasar membentuk sungai teranyam, sedangkan pada iklim sah sungai cenderung membentuk meander. Kenampakan ini dapat diamati di Timor mur. Penurunan tebal hujan di Timor Timur pada 40.000 BP diperkirakan mencapai 50%. Iklim yang kering juga ditandai dengan terbentuknya planasi yang luas, seperti dijumpai di Palembang dan Sumatra Utara. Permukaan planasi juga ditemukan di Jawa Tengah (Vesrstappen 1980, Linden 1978, dan Klossterman 1989). Linden menemukan dua fase pembentukan pedimen di Jawa Tengah, pertama erosi pemukaan sangat kuat menghasilkan endapan kasar dan ke- Perubahan Curah Hujan Fluktuasi kan oleh erosi lateral, sedangkan selama Kuarter pengaruh banyak pada perkembangan bentuklahan terutama di daerah rendah. Presipitasi yang rendah dan iklim kering yang ekstrem selama glacial pada Pleistocen Akhir terutama berpengaruh pada vegetasi di dua fase erosi permukaan kurang intensif menghasilkan lapisan batu (stone line) dan lapisan dengan nodul-noaul residu besi. Permukaan planasi dapat dijumpai pada dataran fluviovolkanik gunung api tua yang tidak tertutupi endapan volkanik muda. Perubahan Muka Air Laut cairnya es pada periode interglasial menye- Perubahan muka laut menentukan babkan naiknya muka air taut. Bukti-bukti perkembangan bentuklahan marin ketika surutnya muka laut di Indonesia terutama paparan menjadi dataran. Karang di paparan ditemukan di setat Malaka, yaitu ditemukan- terhenti petumbuhannya sementara di laut nya teras-teras marin, delta, dan lembah- yang lebih dalam tumbuh secara koninyu. lembah sungai yang tenggelam. Muka air Perubahan muka laut selama Pleistocen di laut selama glasial pleistosen akhir diketahui terumbu karang. 90 hingga 100 meter lebih rendah dart muka Perubahan muka air laut merupakan laut saat ini. Pada glasial pleistosen akhir fenomena osilasi glasial dan interglasial tersebut paparan Sunda dan Sahul muncul penting dalam mempengaruhi perkemban- sebagai daratan. gan bentuklahan. Banyak air yang tertinggal di daratan selama periode glasial menyebabkan surutnya air laut, sebatiknya men- Pada saat itu semenanjung Malaka masih belum terpisahkan oleh laut. Bukti- dan Sumatra dan benua Australia dan Irian bukti akan hal tersebut secara morfologi da- pat diketahui dari lembahlembah bawah laut sama antara satu tempat ke tempat lain. Be- di selat Malaka yang mempunyai kesesuaian berapa faktor yang mempengaruhi variasi dan membentuk satu sistem jaringan sungai. perubahan tinggi muka laut adalah volume Muka air laut laut yang lebih tinggi dari cekungan samudera karena proses sedi- sekarang juga pernah terjadi dengan keting- mentasi dan tektonisme, perubahan bentuk gian 5 meter dari sekarang. Tinggi mu- geoid. Bukti yang ditemukan penulis tentang ka laut yang lebih nggi tersebut terjadi anta- muka air laut yang lebih tinggi berupa ge- ra 5000 hingga 6000 BP yang dikenal rong taut (knotch) di pantai Jepara. Fluktuasi sebagai ketinggian iklim optimum “Daly”. Pe- mukaltaut selama Holosen dapat dijumpai di rubahan muka laut pada satu masa tidaklah dataran pantai selatan Jawa.