BAB IV KESIMPULAN Sebagai negara yang berorientasi industri

advertisement
BAB IV
KESIMPULAN
Sebagai negara yang berorientasi industri ekspor, Jepang memang terus dituntut untuk
dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam
kepentingan ekonominya ini. Selain itu, kompleksitas proses pembuatan kebijakan di sektor
perdagangan dan ekonomi internasional juga menjadi salah satu perhatian yang harus diperhatikan
betul. Hal ini apabila dikaji dengan baik, akan dapat merefleksikan evolusi arah dan proses
pembuatan kebijakan luar negeri Jepang di sektor ekonomi dan perdagangan internasional.
Di antara banyak kasus yang menarik untuk dikaji adalah kasus NAFTA dan Maquiladora
di Meksiko, yang mengancam kepentingan industry Maquiladora Jepang di Meksiko. Singkat
cerita, Meksiko tengah mengembangkan industry Maquiladoranya yang mampu menarik investasi
asing dengan jumlah besar. Hal ini dimungkinkan karena mekanisme Maquiladora ini
memperbolehkan aktivitas ekspor dan impor dari dan ke Meksiko secara duty-free. Adapun
instrument yang dapat menerima duty-free adalah komponen-komponen yang akan dirakit di
Meksiko. Tujuan ekspor dari barang jadi yang telah dirakit di Meksiko adalah pasar internasional,
namun tentu saja sebagian besar barang yang diproduksi dengan mekanisme Maquiladora ini
menyasar pasar Amerika Serikat. Jepang pun menginvestasikan sebagain besar industri otomotif
dan elektroniknya di Meksiko melalui mekanisme Maquiladora mulai pertengahan 1980-an.
Namun pada tahun 1992, Meksiko menandatangani perjanjian NAFTA (North American Free
Trade Area) yang meregulasi ulang sistem rules of origin (ROO). Di bawah regulasi ROO terbaru,
Jepang dipaksa untuk menyesuaikan diri, atau barang-barang produksi Jepang di Meksiko ini akan
dikenakan tarif yang cukup memberatkan. Inilah kepentingan utama perusahaan multinasional
Jepang di Meksiko yang hendak mereka pertahankan.
Perusahaan multinasional Jepang yang beroperasi di Meksiko pun menjadi aktor utama
dalam kasus ini yang telah giat mengadvokasikan kepentingannya kepada pemerintah Meksiko
dan Jepang secara terus menerus. Setelah gagal menemui titik temu dalam negosiasinya dengan
pemerintah Meksiko, perusahaan Jepang pun kemudian mendesak pemerintah Jepang untuk mulai
mendiskusikan kemungkinan dibentuknya kesepakatan FTA (Free Trade Area) dengan Meksiko.
Kesepakatan FTA disinyalir akan mengembalikan keuntungan bagi perusahaan Jepang di Meksiko.
Keberhasilan perusahaan multinasional Jepang untuk mendorong pemerintah Jepang
merupakan hasil dari dieksekusinya beberapa langkah strategis oleh perusahaan Jepang untuk
dapat mendesak pemerintah Jepang untuk memulai negosiasi seputar FTA dan memastikan
kesepakatan ini berjalan lancar. Keberhasilan perusahaan Jepang ini menjadi menarik untuk dikaji
karena ia mampu membawa Jepang yakin untuk mengadakan kesepakatan FTA dengan Meksiko,
yang notabene pada saat itu jumlah investasi Jepang ke Meksiko tidak sebanding dengan investasi
yang ia tanamkan ke Amerika Serikat dan Eropa; serta orientasi kebijakan perdagangan
internasional Jepang yang terkesan enggan untuk meliberalisasi pasarnya secara utuh.
Kesimpulan pertama yang dapat ditarik dari pambahasan di atas adalah bahwa
perusahaan multinasional Jepang menjalankan strategi bisnis tertentu yang memungkinkan dirinya
sukses dalam memengaruhi pemerintah Jepang. Strategi ini merupakan kombinasi dari strategi
lobi universal yang dijalankan perusahaan untuk mengartikulasikan kepentingannya kepada
pemerintah, serta strategi lobi sektor bisnis Jepang yang unik dan dipengaruhi oleh latar belakang
sosial budaya.
Strategi pertama yaitu strategi lobi bisnis organisasional (organizational level lobbying),
yang memfokuskan langkah strategis perusahaan multinasional yang dijalankan melalui wadah
federasi bisnis. Strategi ini terdiri dari umbrella organization, trade association, company, dan
grass-root lobbying. Kesemua langkah ini saling terintegrasi dan terbukti mampu memengaruhi
pemerintah Jepang untuk yakin akan prioritasnya untuk mewujudkan perjanjian Japan-Mexico
Economic Partnership Agreement (JMEPA) 2004. Mulai dari publikasi laporan studi lapangan dan
rekomendasi kebijakan, hingga lobi langsung kepada pejabat/politikus yang berwenang. Strategi
ini mampu memengaruhi tidak hanya kabinet/kementrian yang relevan, namun juga parlemen.
Puncak keberhasilan dari strategi ini adalah saat perusahan Jepang mampu meyakinkan sektor
industri agrikultur Jepang yang tadinya memberi reaksi keras terhadap upaya perwujudan
kesepakatan FTA ini.
Strategi kedua, zaikai, lebih dapat menjelaskan bagaimana karakter sosial budaya di Jepang
mampu memengaruhi kesuksesan negosiasi kesepakatan JMEPA ini, terutama pada bagian
interaksi informal. Budaya negosiasi nemawashi turut berkontribusi terhadap motif dibalik pilihan
perusahaan Jepang untuk banyak melakukan negosiasi di balik layar dan melalui interaksi informal.
Kedua strategi ini secara bersamaan dan tidak terpisahkan menjadi ‘kendaraan’ bagi
perusahaan Jepang untuk dapat mepertahankan kepentingan ekonominya di Meksiko, kendati di
awal banyak pihak yang meragukan usaha perusahaan Jepang ini, saat melihat tingkat investasi di
Meksiko serta orientasi kebijakan perdagangan internasional Jepang.
Kesimpulan kedua, adalah bahwa keberhasilan perusahaan multinasional Jepang untuk
memengaruhi pemerintah Jepang dan dengan sukses mengartikulasikan kepentingannya di bawah
desakan pihak lain menggambarkan bahwa aktor yang paling berpengaruh dalam pembuatan
kebijakan ekonomi dan perdagangan internasional tidak lagi hanya berkutat pada parlemen dan
kabinet, namun juga sektor swasta yan gmenjadi tulang punggung ekonomi Jepang. Bahkan
perusahaan multinasional Jepang mampu ‘mengubah’ orientasi kebijakan perdagangan
internasional Jepang. Hadirnya perusahaan multinasional Jepang sebagai aktor baru dalam sistem
pembuatan kebijakan luar negeri menandai era baru dalam hubungan internasional.
Kesimpulan ketiga mencakup sebuah refleksi konseptual yang dapat ditarik dari hasil
korelasi konsep lobi bisnis organisasional dan konsep zaikai dengan studi kasus. Setelah ditelaah,
teryata dapat diambil sebuah kseimpulan, di mana pola lobi organisasi paying dan zaikai di Jepang
dinilai lebih efektif, dengan mampu membawa lebih banya keuntungan jangka pendek dan panjang
bagi sektor bisnis. Perlu digarisbawahi pula bahwa proses lobi panjang yang dilakukan oleh sektor
bisnis tidak hanya dilakukan melalui satu pola saja. Seringkali sektor bisnis menggunakan lebih
dari sau pola lobi, seperti yang tercermin dalam studi kasus yang diangkat dalam skripsi ini.
Deskripsi lebih jelas dapat diamati pada tabel di bawah:
Pola Lobi
Agenda
Lobi
Penetrasi
Organisasi
bisnis
Payung
pemerintah
Proses
kepentingan 
Hasil Lobi
Rekomendasi kebijakan 
Kepercayaan dan
kepada
kepada pemerintah
dukungan
melalui 
Publikasi hasil riset
dari
federasi bisnis utama 
Lobi informal dengan
khususnya
multisektor.
birokrat dan anggota
anggota parlemen
parlemen
dan birokrat

Negosiasi
langsung 
penuh
pemerintah,
Tercapainya
dengan pejabat tinggi
kepentingan yang
pemerintah
diadvokasikan

Hubungan
lebih
yang
harmonis
dan mutual dengan
pemerintah
Lobi Asosiasi Penetrasi
Dagang
kepentingan 
bisnis
kepada
pemerintah
melalui


Publikasi hasil riset
Tercapainya
kepentingan yang
Lobi informal dengan
diadvokasikan
birokrat dan anggota

federasi sektor bisnis
Eratnya hubungan
parlemen
spesifik.
dengan
federasi
bisnis
yang
memiliki pengaruh
besar
Lobi
Penetrasi
Perusahaan
bisnis
kepentingan 
kepada
pemerintah
secara
langusng oleh masing-
Lobi
dan 
formal
informal
dengan
kepentingan yang
birokrat dan anggota
parlemen
Tercapainya
diadvokasikan

Eratnya hubungan
masing
dengan
perusahaan/aktor.
bisnis
federasi
yang
memiliki pengaruh
besar
Lobi
Rumput
Akar Penetrasi
kepentingan 
Mobilisasi masa dan 
Tercapainya
bisnis
kepada
opini publik
kepentingan yang
pemerintah
melalui 
Publikasi hasil riset
diadvokasikan
mobilisasi
masa

dan
opini publik
Diraihnya
kepercayaan
dan
dukungan
dari
publik
Zaikai
Penetrasi
kepentingan 
Rekomendasi kebijakan 
Kepercayaan dan
dukungan
bisnis
kepada
formal
pemerintah
melalui
pemerintah
dari
Penempatan perwakilan
khususnya
organisasi dalam badan
anggota parlemen
pemerintah
dan birokrat
Lobi informal dengan 
Tercapainya
birokrat dan anggota
kepentingan yang
parlemen (nemawashi)
diadvokasikan
federasi
bisnis 
keidanren dan JCCI.


Negosiasi
kepada
langsung 
penuh
pemerintah,
Hubungan
yang
dengan pejabat tinggi
lebih
harmonis
pemerintah
dan mutual dengan
pemerintah
Download