Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis INFEKSI MYCOBACTERIUM AVIUM PADA UNGGAS DAN PENULARANNYA PADA MANUSIA SUTIASTUTI WAHYUWARDANI Balai Penelitian Veteriner Jl RE Martadinata No. 30, Bogor 16114 ABSTRAK Infeksi Mycobacterium avium pada unggas menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai Avian Tuberculosis. Selain unggas, Mycobacterium avium dapat menginfeksi manusia, sebagian besar ternak serta mamalia. Mycobacterium avium dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan unggas yang teinfeksi, pakan dan air minum yang tercemar serta kontak dengan peralatan kandang yang tercemar. Infeksi biasanya bersifat kronis yang ditandai dengan gejala klinis yang tidak spesifik berupa, tubuh unggas yang kurus, lemah dan lesu. Pada pemeriksaan patologi anatomi ditemukan nodul-nodul yang berwarna putih, kekuningan atau abu-abu pada organ hati, limpa, paru-paru dan usus. Diagnosa ditegakkan berdasarkan lesi yang ditimbulkan diperkuat dengan isolasi dan identifikasi kuman penyebab. Manusia dapat tertular Mycobacterium avium melalui inhalasi atau saluran pencernaan. Infeksi pada manusia dewasa menyebabkan kelainan pada paruparu serta dapat mengakibatkan kematian terutama pada penderita AIDS, sedangkan pada anak-anak menyebabkan limfadenitis. Kasus infeksi Mycobacterium avium pada manusia meningkat seiring dengan meningkatnya kasus tuberculosis pada penderita HIV atau pasien yang menerima terapi dengan steroid. Kata kunci : Avian tuberculosis, mycobacterium avium, unggas, manusia PENDAHULUAN Unggas merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, yang dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, karena harganya yang relatif murah jika dibandingkan daging sapi atau ternak lainnya. Namun dalam pengembangan produksinya sering mengahadapi kendala yang sangat merugikan bagi peternakan unggas. Salah satu diantaranya adalah masalah penyakit. Beberapa penyakit ada yang bersifat akut dan mematikan seperti Avian Influenza yang saat ini sedang mewabah, namun ada juga yang bersifat kronis yang mengakibatkan penurunan produksi seperti Avian Tuberculosis. Beberapa penyakit perlu diwaspadai karena bersifat zoonosis sehingga dapat menular ke manusia seperti penyakit: Avian Influenza, Chlamydiosis (Psittacosis), Salmonellosis Campylobacteriosis, New Castle Disease, Allergic Alveolitus, Giardia dan Mycobacteriosis (PESEK, 1998), sehingga membahayakan bagi peternak yang kontak langsung dengan unggas penderita atau manusia lain disekitar peternakan. Infeksi Mycobacterium avium (M. avium) pada unggas menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai Avian Tuberculosis. Selain disebabkan oleh M. avium, Avian Tuberculosis juga disebabkan oleh Mycobacterium genavense (KEARNS, 2003; STYLES, 2005). M. avium dapat menginfeksi semua spesies unggas (FRIEND, 2005), terutama unggas yang dipelihara seperti, itik, angsa entog atau burung yang dipelihara dalam sangkar seperti: merpati, kakaktua serta kanari (THOEN et al, 1997). Selain unggas M. avium juga dapat menyerang hewan ternak maupun mamalia. Kasus Avian Tuberculosis pernah dilaporkan terjadi di beberapa negara diantaranya di Spanyol (GONZALES et al., 2001), di Belanda dan di Amerika Serikat (FRIEND, 2005). Meskipun tidak ditemukan adanya laporan kasus infeksi M. avium di Indonesia, namun ada indikasi ditemukan kasus Avian Tuberculosis di Laboratorium FKH Institut Pertanian Bogor (komunikasi pribadi). Infeksi Mycobacterium avium baik pada manusia maupun unggas memang kurang populer di Indonesia, karena kasusnya masih langka. Namun demikian keberadaan penyakit 179 Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis ini perlu diwaspadai, karena dengan semakin meningkatnya kasus HIV di Indonesia, dikhawatirkan kasus infeksi Mycobacterium avium juga meningkat. karena Infeksi M. avium compleks (MAC) yang disebabkan oleh M. avium dan Mycobacterium intracelluler, sering ditemukan pada penderita AIDS. Tulisan ini memaparkan tentang Mycobacterium avium yang meliputi aspek karakteristik kuman, penularannya, gejala yang ditimbulkan, diagnosa penyakit, penularan M. avium pada manusia serta bagaimana cara pengendalian dan pengobatannya. Melalui tulisan ini diharapkan pembaca dapat mengenal lebih jauh tentang Mycobacterium avium pada unggas sehingga jika ditemukan kasus dapat segera diantisipasi supaya tidak menimbulkan wabah. selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun (HARRIS, 2005). Gambar 2. Bakteri tahan asam mycobacterium avium dengan pewarna Ziehl Neelsen Penularan pada unggas INFEKSI MYCOBACTERIUM AVIUM PADA UNGGAS Karakteristik kuman M. avium berbentuk batang langsing, beberapa mempunyai ujung yang melengkung, berukuran 1 sampai dengan 3 µm (Gambar 1.), tidak memproduksi spora, namun dapat ditemukan granul pada sitoplasma (THOEN, 1997). Gambar 1. Mycobacterium avium berbentuk batang Bakteri ini merupakan bakteri tahan asam dengan pewarnaan Ziehl Neelsen (Gambar 2) dan termasuk kuman gram positif. M. avium dapat tumbuh pada temperatur 250C sampai dengan 430C, meskipun suasana yang paling disukai pada temperatur 390C sampai dengan 450C. Kuman ini dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama pada tanah atau lingkungan yang tercemar (PESEK, 1998), 180 Kasus Avian Tuberculosis umumnya ditemukan pada unggas yang berumur tua. Hal ini bukan dikarenakan kuman hanya menginfeksi unggas yang tua tetapi karena penyakit berjalan kronis sehingga gejala terlihat setelah unggas berumur tua. Unggas dapat tertular karena kontak dengan unggas penderita lainnya, peralatan kandang yang tercemar, maupun dari petugas kandang yang mengidap penyakit Avian Tuberculosis, meskipun hingga kini belum ditemukan adanya laporan penularan dari manusia ke unggas. Unggas penderita Avian Tuberculosis akan mencemari lingkungan melalui droplets yang dikeluarkan pada saat bersin atau batuk, dan juga melalui feses. Droplets yang mengandung kuman akan terhisap melalui saluran pernafasan oleh unggas yang sehat atau tertelan melalui saluran pencernaan. Di dalam paruparu M. avium akan ditangkap oleh makrofag. M. avium umumnya tahan terhadap proses fagositosis, sehingga dapat bertahan hidup dalam makrofag. Selanjutnya kuman akan disebarkan melalui peredaran darah ke organ lainnya di dalam tubuh, umumnya pada organ hati, limpa serta saluran pencernaan. Gejala yang ditimbulkan a. Gejala klinis Gejala klinis pada infeksi alam tidak terlihat nyata, biasanya unggas terlihat kurus, lemah, lesu serta produksi telur turun. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis Sedangkan pada infeksi buatan, gejala klinis yang ditimbulkan berupa aktivitas menurun, bulu berdiri, dan kematian yang tiba-tiba. Sebanyak 50% mengalami kematian dalam 63 hari semenjak diinfeksi. Selain itu juga menyebabkan penurunan rata-rata bobot ayam yang diinfeksi sebesar 19% (TELL, 2003). b. Perubahan patologi Perubahan patologi yang ditemukan pada infeksi alam umumnya berupa nodul yang berdiameter mencapai 2 cm yang ditemukan pada organ (TADESSE et al., 2002), terutama saluran pencernaan dan limpa (Gambar 3). Pada kalkun ditemukan masa yang berdiameter 0,5 cm sampai dengan 3 cm yang tersebar sepanjang parenkim serta pembengkakan permukaan kapsuler organ hati. Jika dilakukan A penyayatan di dalamnya mengandung granul kecil yang berwarna kuning yang berdiameter 1 mm sampai dengan 2 mm (GERHOLD, 2005). Lesi yang ditemukan pada infeksi buatan tidak jauh berbeda dengan infeksi alam yaitu unggas kurus, tembolok kosong, hepatosplenomegali. Limpa membesar, pucat dan konsistensi bergranul. Nodu-nodul yang berwarna putih ditemukan menyebar pada parenkim hati dan limpa (TELL, 2003). Perubahan histopatologi yang ditemukan pada kalkun yang terinfeksi secara alam oleh M. avium berupa granuloma yang bersifat multifokal yang merupakan kumpulan sel raksasa yang mempunyai banyak inti (multinucleated giant cell) yang mengandung kuman berbentuk batang, bersifat tahan asam dibagian pinggir granuloma (GERHOLD, 2005). B C Gambar 3. Nodul-nodul pada organ hati (A); organ limpa (B) dan organ usus (C) Sumber: (FRIEND, 2005) Lesi yang ditemukan pada infeksi buatan M. avium adalah multifokal nodul-nodul makhrofag yang berkelompok, disertai dengan atau tanpa nekrosis pada bagian sentral, serta dikelilingi oleh sel raksasa yang mengandung banyak inti. Limfosit, plasma sel, heterofil serta makrofag dengan jumlah bervariasi mengelilingi sebagian besar nodul. Nodul pada hati dan limpa mempunyai ciri yang spesifik yaitu mengandung sejumlah besar kuman berbentuk batang tahan asam. (TELL, 2003). Lesi pada saluran pencernaan terdiri dari nodul histiosit dan kumpulan makrofag kadang kadang ditemukan pada mukosa intestin, proventrikulus dan gizard, sedangkan granuloma jarang ditemukan. Kuman yang berbentuk batang yang bersifat tahan asam dengan jumlah sedikit hingga banyak ditemukan pada lesi tersebut. Serositis ditemukan yang ditandai dengan adanya multi fokal kumpulan makrofag di dalam serosa (TELL, 2003). Diagnosa penyakit Diagnosa ditetapkan berdasarkan gejala klinis maupun patologi yang ditimbulkan, ditunjang dengan pewarnaan acid-fast meliputi Ziehl Neelsen dan Truant. Jika dengan pewarnaan acid-fast tidak ditemukan bakteri tahan asam, maka harus dilakukan isolasi bakteri dari organ yang terdapat lesi patologi, biasanya digunakan hati atau limpa, namun demikian juga dapat digunakan sumsum tulang (ANONIM, 2000). Pada hewan yang masih hidup dapat dilakukan test skreening dengan melakukan uji standar yang secara luas 181 Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis digunakan pada unggas yaitu tuberculin test. Diagnosa terhadap Avian Tuberculosis menggunakan Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction), dewasa ini telah dikembangkan untuk mendeteksi infeksi Mycobacterium pada sampel organ atau sampel feces burung puyuh menggunakan primer yang spesifik untuk gen yang mengandung 65-kD heat shock protein (TELL et al., 2003). Demikian juga teknik Real-Time PCR (Polymerase Chain Reaction) pernah digunakan untuk mendeteksi M. avium pada spesimen yang berasal dari ayam. Teknik tersebut mempunyai beberapa keuntungan yaitu lebih cepat dan akurat dibandingkan dengan teknik lainnya (TELL et al., 2004). identifikasi kuman dari tinja berbagai jenis burung di kebun binatang Ragunan Jakarta ditemukan kuman tahan asam jenis atipik, namun masih perlu diteliti apakah ada diantaranya Mycobacterium avium (HARUN, 1981). Penularan infeksi m. Avium pada manusia Infeksi Mycobacterium avium pada manusia dikenal sebagai infeksi Atypical Mycobacterium atau Infeksi MAC (Mycobacterium avium Complex) jika ditemukan bersama-sama dengan Mycobacterium intracelluler. Seperti pada unggas manusia dapat tertular Mycobacterium avium baik melalui saluran pernafasan karena terhirupnya kuman maupun melalui saluran pencernaan karena tertelannya kuman bersama makanan atau minuman yang tercemar. Manusia yang beresiko tertular mycobacterium avium Gambar 4. Granuloma dengan caseonecrotic Center (arrow head) dan histiocytic nodules (arrow). Bar = 100 µm. (Inset). Sejumlah bakteri tahan asam di dalam caseonecrotic center dengan pewarnaan Ziehl Neelsen Sumber: (TELL, 2003) Tingkat kejadian infeksi mycobacterium avium Kasus Avian Tuberculosis pernah dilaporkan terjadi di beberapa negara diantaranya di Spanyol, yang menyerang ayam petelur komersial (GONZALES et al., 2001). Demikian juga dilaporkan bahwa pada 0,7% dari 12.000 ekor burung yang dinekropsi di Belanda, dan 0,3% dari 3000 ekor burung air yang dinekropsi di Amerika Serikat serta 39% burung bangau yang dinekropsi di National WildLife Health Center terinfeksi M. avium (FRIEND, 2005). Meskipun tidak ditemukan adanya laporan kasus infeksi M. avium di Indonesia, namun ada indikasi ditemukan kasus Avian Tuberculosis di Laboratorium FKH Institut Pertanian Bogor (komunikasi pribadi). Demikian juga hasil isolasi dan 182 Manusia yang mengalami penurunan fungsi pada sistim kekebalan, seperti penderita AIDS atau pada pasien penerima terapi steroid, merupakan manusia yang beresiko tertular Mycobacterium avium. Selain itu juga pegawai kandang ayam pada peternakan yang tertular M. avium. Pada pasien TB ulangan atau yang mengalami kekambuhan dideteksi adanya Atypical Mycobacterium, sehingga kemungkinan untuk terserang oleh Mycobacterium avium juga besar. Pada manusia dewasa organ yang terserang biasanya paru-paru yang menimbulkan gangguan pada sistim pernafasan, sedangkan pada anak-anak organ yang terserang limfoglandula cervicalis (PESEK, 1998). Infeksi M.avium pada manusia dapat berakibat fatal atau menyebabkan kematian terutama pada infeksi aktif atau infeksi pada penderita AIDS. Tingkat kejadian infeksi mycobacterium avium pada manusia Beberapa peneliti di luar negeri melaporkan bahwa pada pasien penderita AIDS dapat diisolasi M. avium complex (PAVLIK et.al., 2000). Infeksi M. avium compleks (MAC) pada penderita AIDS pada tahun 1999 di Inggris, mencapai 1 juta kasus dan menyebabkan 30% Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis pasien penderita AIDS meninggal (POZNIAK, 2002). Demikian juga dilaporkan bahwa lebih dari 95% pasien AIDS terinfeksi oleh M. avium (HARLEY, 2005). Menurut data WHO Indonesia merupakan penyumbang ke tiga Tuberkulosis (TB) di dunia dengan jumlah penderita baru sebanyak 583.000 orang/tahun dan diperkirakan meninggal sebanyak 140.000 orang/tahun (ANONIM, 2005). Oleh karena itu penyakit TBC menjadi perhatian serius dari berbagai negara termasuk Indonesia, terutama karena adanya ancaman epidemi HIV/AIDS di masa mendatang (GIRSANG, 2003). Terindikasi bahwa penderita AIDS di Indonesia mengalami peningkatan, namun kasus infeksi Mycobacterium avium pada penderita AIDS di Indonesia belum diketahui., karena belum ditemukan adanya laporan kejadiannya. Umumnya diagnosis terhadap TB yang dilakukan di Puskesmas berdasarkan hasil pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) pada sputum penderita (GITAWATI et al., 2002; GIRSANG et al., 2002), sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa kasus TBC di Indonesia juga disebabkan oleh Mycobacterium lainnya. Dugaan tersebut didasarkan pada hasil penelitian MISNADIARLY et al. (1985) bahwa pada sputum pasien (BTA +) di daerah Semarang dan Surabaya terdeteksi Atypical Mycobactrium, diantaranya terdeteksi M. avium sebanyak 2,54%. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN 1. Untuk menghindari wabah yang meluas dianjurkan untuk melakukan stamping out bagi unggas atau hewan yang positif terhadap test tuberkulin. Kandang yang tercemar dibersihkan, didesinfeksi dan sebaiknya tidak digunakan dalam jangka waktu minimal 6 bulan. 2. Kontak antara manusia penderita Avian Tuberculosis dengan unggas harus dihindarkan, oleh karena itu petugas kandang harus bebas penyakit ini, atau bukan orang yang rentan untuk tertular penyakit ini. 3. Vaksinasi pada ayam pernah dilakukan dengan memberikan vaksin in akti maupun vaksin aktif. Penggunaan vaksin aktif dengan M. intracellulare serovar 6 (M. avium serovar 6) yang diberikan secara oral dapat memberikan proteksi sebesar 70% pada ayam yang ditantang dengan M.avium secara intra musculer (THOEN, 1997). Sedangkan penggunaan vaksin inaktif menggunakan M.avium serovar 7 dan 19 juga pernah dilakukan namun masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui efikasi vaksin pada burungburung eksotik. 4. Pengobatan pada hewan atau unggas tidak dianjurkan karena penyakit bersifat zoonosis serta pengobatan memerlukan waktu yang lama dan biaya mahal. 5. Pengobatan pada manusia umumnya menggunakan antibiotik seperti rifampicin yang cukup baik digunakan untuk pengobatan atypical Mycobacterium (MISNADIARLY et al., 2003). Selain itu juga dapat digunakan isoniazid, ethionamide, ethambutol dan pirazinamide. KESIMPULAN DAN SARAN Kasus infeksi Mycobacterium avium pada unggas dan pada manusia di Indonesia jarang sekali di laporkan, terbatas di daerah tertentu dan merupakan kasus lama. Namun penyakit ini perlu diwaspadai karena kasus AIDS di Indonesia terus meningkat, sehingga kemungkinan kasus infeksi Mycobacterium avium pada penderita AIDS di Indonesia juga meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tingkat kejadian pada unggas dan manusia, sehingga dapat diantisipasi agar tidak terjadi wabah. DAFTAR PUSTAKA ANONIM, 2000. Manual of Standards for Diagnostik Test and Vaccines. List A and B diseases of mammals, birds and bees. Office International des Epizootiz. World Organisation for Animal Diseases. Pp.718725. ANONIM, 2005. Permasalahan Tuberkulosis Kini, Masa Datang dan Penanggulangannya. http://www.litbang.depkes.go.id/download/PE RMASALAHAN%20TB%20KINI.ppt (21 Juni 2005) FRIEND, M. 2005. Tuberculosis. http://www. nwhc.usgs.gov/pub-metadata/field-manual/ chapter-8pdf (21 Juni 2005) 183 Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis GERHOLD, R.W. and J.R. FISCHER. 2005. Avian Tuberculosis in a Wild Turkey. Avian Dis. 49:164-166. http://www.aaap.info (21 Juni 2005). GITAWATI, R. dan N. SUKASEDIATI. 2002. Studi kasus hasil pengobatan tuberkulosis paru di 10 puskesmas di DKI Jakarta 1996-1999. Cermin Dunia Kedokteran. 137: 17-20. GIRSANG, M., SUMARLI, YULIANTI, P. NURENDAH dan GENDROWAHYUHONO. Quality control pemeriksaan mikroskopis TB di puskesmas rujukan mikroskopis (PRM). Cermin Dunia Kedokteran. 137:8-11. GIRSANG, M., 2003. Mycobacterium Tuberculosis dan pengaruhnya terhadap adanya infeksi HIV (Human Immuno deficiency Virus) Pada Manusia. Media Litbang Kes 13(3):48-53. GONZALES, M. A.R. BERTOS, I.GIMENO, J.M. FLORES, and M. PIZARRO. 2002. Outbreak of Avian Tuberculosis in 48-Week-Old Commercial Layer HenFlock. Avian Dis.: 46:1055-1061. (22 Juni 2005) HARLEY, W.B., 2005. Mycobacterium aviumIntracelluare. http://www.eMedicineMycobacterium Avium-Intracellulare/ (22 Juni 2005) HARRIS, J.M., 2005. Tuberculosis (Mycobacteriosis). http://www.southcom. com.av/ (27 Juni 2005). MISNADIARLY, A.S., L.H. SIREGAR, C.H. SIMANJUTAK, P. CYNTHIA and DORKAS. Atypical Mycobacteria infection in extra pulmonary tuberculosis disease in some hospital in Jakarta and Bandung, Indonesia. Medika. 27: 425-429. PAVLIK, I., P. SVASTOVA, J. BART, L. DVORSKA, and I. RYCHLIK. 2000. Relationship between IS901 in the Mycobacterium avium complex strains isolated from birds, animals, humans and the environment and virulence for poultry. Clinical and Diagnostik Lab. Immunol. 7(2):212-217. PESEK, L., 1998. Avian Tuberculosis. Zoonotic Diseases-Part III. Bird to human Transmission. http://www.birdsways.com/ wisdom/ (27 Juni 2005). POZNIAK 2002. Mycobacterial Diseases and HIV. J HIV Ther. 7(1):13-16. (Abstrak). http://www.ncbi.nih.gov./ (21 Juni 2005) STYLES, D.K., 2005. Avian Tuberculosis: The Disease and Its Management. http://www.internationalparrotletsociety.org/a viantb.html-26k (21 Juni 2005) TELL, L.A., L. WOODS, J. FOLEY, M.L. NEEDHAM and R.L. WALKER. 2003. A model of Avian Mycobacteriosis: Clinical and Histopathologic findings in Japanese Quail (Cortunix cortunix japonica) Intravenously Inoculated with Mycobacterium avium. Avian Dis. 47:433443. http://www.aaap.info (21 Juni 2005) HARUN, B.M.H. 1981. Isolasi dan identifikasi kuman tahan asam dari tinja berbagai jenis burung kebun binatang Ragunan Jakarta. Kumpulan Makalah Seminar Mikrobiologi II. Jogyakarta, 5-7 April 1978. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. THOEN, C.O. 1997. Tuberculosis. In Disease of Poultry. Tenth edition. Edited By. B.W. CALNEK, H.J.BARNES, C.W. BEARD, L.R. MCDOUGALD, and Y.M.SAIF. pp. 167-178. KEARNS, K.S., 2003. Avian Mycobacteriosis. Recent Advances in Avian Infectious Diseases. International Veterinary Information Service, Ithaca NY. http://www.ivis.org/ (27 Juni 2005). TADESSE, S., M. WOLDEMESKEL, B. MOLLA, M. TIBBO, D. KIDANE, G. MEDHIN and S. BRITTON. 2002. Avian Mycobacteriosis in Domestic Chickens from selected Agroclimatic Regions in Ethiopia. The Inter.J.of Appl. Res.in Vet.Med. 2 Iss 1. http://www.jarvm.com/articles (21 Juni 2005). MISNADIARLY, 1985. Infeksi Mycobacteria atypical http://digilib.litbang.depkes.go.id. (22 September 2005). 184 Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis PERTANYAAN 1. Seberapa jauh dapat membahayakan manusia? 2. Peluang manusia tertular terutama pada yang bagaimana? 3. Apakah ada data penularan ke manusia dan ke hewan mamalia lain seperti kera? JAWABAN 1. Mycobacterium avium dapat menginfeksi manusia dewasa yang menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan karena adanya kerusakan pada paru-paru. Sedangkan pada anak-anak kelainan yang ditimbulkan umumnya berupa limfadenitis. Infeksi Mycobacterium avium dapat mengakibatkan kematian terutama pada penderita AIDS. 2. Manusia dapat tertular terutama manusia yang mengalami penurunan daya tahan tubuh seperti penderita AIDS atau pasien yang menerima pengobatan dengan steroid. Sampai sejauh ini belum ditemukan laporan adanya penularan ke Manusia dan ke hewan mamalia lain seperti kera. 185