infeksi mycobacterium avium pada unggas dan penularannya pada

advertisement
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
INFEKSI MYCOBACTERIUM AVIUM PADA UNGGAS
DAN PENULARANNYA PADA MANUSIA
SUTIASTUTI WAHYUWARDANI
Balai Penelitian Veteriner
Jl RE Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRAK
Infeksi Mycobacterium avium pada unggas menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai Avian
Tuberculosis. Selain unggas, Mycobacterium avium dapat menginfeksi manusia, sebagian besar ternak serta
mamalia. Mycobacterium avium dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan unggas yang teinfeksi,
pakan dan air minum yang tercemar serta kontak dengan peralatan kandang yang tercemar. Infeksi biasanya
bersifat kronis yang ditandai dengan gejala klinis yang tidak spesifik berupa, tubuh unggas yang kurus, lemah
dan lesu. Pada pemeriksaan patologi anatomi ditemukan nodul-nodul yang berwarna putih, kekuningan atau
abu-abu pada organ hati, limpa, paru-paru dan usus. Diagnosa ditegakkan berdasarkan lesi yang ditimbulkan
diperkuat dengan isolasi dan identifikasi kuman penyebab. Manusia dapat tertular Mycobacterium avium
melalui inhalasi atau saluran pencernaan. Infeksi pada manusia dewasa menyebabkan kelainan pada paruparu serta dapat mengakibatkan kematian terutama pada penderita AIDS, sedangkan pada anak-anak
menyebabkan limfadenitis. Kasus infeksi Mycobacterium avium pada manusia meningkat seiring dengan
meningkatnya kasus tuberculosis pada penderita HIV atau pasien yang menerima terapi dengan steroid.
Kata kunci : Avian tuberculosis, mycobacterium avium, unggas, manusia
PENDAHULUAN
Unggas merupakan salah satu sumber
protein hewani yang sangat diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, yang
dapat terjangkau oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia, karena harganya yang
relatif murah jika dibandingkan daging sapi
atau
ternak
lainnya.
Namun
dalam
pengembangan
produksinya
sering
mengahadapi kendala yang sangat merugikan
bagi peternakan unggas. Salah satu diantaranya
adalah masalah penyakit. Beberapa penyakit
ada yang bersifat akut dan mematikan seperti
Avian Influenza yang saat ini sedang mewabah,
namun ada juga yang bersifat kronis yang
mengakibatkan penurunan produksi seperti
Avian Tuberculosis. Beberapa penyakit perlu
diwaspadai karena bersifat zoonosis sehingga
dapat menular ke manusia seperti penyakit:
Avian Influenza, Chlamydiosis (Psittacosis),
Salmonellosis Campylobacteriosis, New Castle
Disease, Allergic Alveolitus, Giardia dan
Mycobacteriosis (PESEK, 1998), sehingga
membahayakan bagi peternak yang kontak
langsung dengan unggas penderita atau
manusia lain disekitar peternakan.
Infeksi Mycobacterium avium (M. avium)
pada unggas menyebabkan penyakit yang
dikenal sebagai Avian Tuberculosis. Selain
disebabkan oleh M. avium, Avian Tuberculosis
juga
disebabkan
oleh
Mycobacterium
genavense (KEARNS, 2003; STYLES, 2005). M.
avium dapat menginfeksi semua spesies unggas
(FRIEND, 2005), terutama unggas yang
dipelihara seperti, itik, angsa entog atau burung
yang dipelihara dalam sangkar seperti: merpati,
kakaktua serta kanari (THOEN et al, 1997).
Selain unggas M. avium juga dapat menyerang
hewan ternak maupun mamalia.
Kasus
Avian
Tuberculosis
pernah
dilaporkan terjadi di beberapa negara
diantaranya di Spanyol (GONZALES et al.,
2001), di Belanda dan di Amerika Serikat
(FRIEND, 2005). Meskipun tidak ditemukan
adanya laporan kasus infeksi M. avium di
Indonesia, namun ada indikasi ditemukan
kasus Avian Tuberculosis di Laboratorium
FKH Institut Pertanian Bogor (komunikasi
pribadi).
Infeksi Mycobacterium avium baik pada
manusia maupun unggas memang kurang
populer di Indonesia, karena kasusnya masih
langka. Namun demikian keberadaan penyakit
179
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
ini perlu diwaspadai, karena dengan semakin
meningkatnya kasus HIV di Indonesia,
dikhawatirkan kasus infeksi Mycobacterium
avium juga meningkat. karena Infeksi M.
avium compleks (MAC) yang disebabkan oleh
M. avium dan Mycobacterium intracelluler,
sering ditemukan pada penderita AIDS.
Tulisan
ini
memaparkan
tentang
Mycobacterium avium yang meliputi aspek
karakteristik kuman, penularannya, gejala yang
ditimbulkan, diagnosa penyakit, penularan M.
avium pada manusia serta bagaimana cara
pengendalian dan pengobatannya. Melalui
tulisan ini diharapkan pembaca dapat mengenal
lebih jauh tentang Mycobacterium avium pada
unggas sehingga jika ditemukan kasus dapat
segera diantisipasi supaya tidak menimbulkan
wabah.
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
(HARRIS, 2005).
Gambar 2. Bakteri tahan asam mycobacterium
avium dengan pewarna Ziehl Neelsen
Penularan pada unggas
INFEKSI MYCOBACTERIUM AVIUM
PADA UNGGAS
Karakteristik kuman
M. avium berbentuk batang langsing,
beberapa mempunyai ujung yang melengkung,
berukuran 1 sampai dengan 3 µm (Gambar 1.),
tidak memproduksi spora, namun dapat
ditemukan granul pada sitoplasma (THOEN,
1997).
Gambar 1. Mycobacterium avium berbentuk batang
Bakteri ini merupakan bakteri tahan asam
dengan pewarnaan Ziehl Neelsen (Gambar 2)
dan termasuk kuman gram positif. M. avium
dapat tumbuh pada temperatur 250C sampai
dengan 430C, meskipun suasana yang paling
disukai pada temperatur 390C sampai dengan
450C. Kuman ini dapat bertahan hidup dalam
jangka waktu yang lama pada tanah atau
lingkungan yang tercemar (PESEK, 1998),
180
Kasus Avian Tuberculosis umumnya
ditemukan pada unggas yang berumur tua. Hal
ini bukan dikarenakan kuman hanya
menginfeksi unggas yang tua tetapi karena
penyakit berjalan kronis sehingga gejala
terlihat setelah unggas berumur tua. Unggas
dapat tertular karena kontak dengan unggas
penderita lainnya, peralatan kandang yang
tercemar, maupun dari petugas kandang yang
mengidap penyakit Avian Tuberculosis,
meskipun hingga kini belum ditemukan adanya
laporan penularan dari manusia ke unggas.
Unggas penderita Avian Tuberculosis akan
mencemari lingkungan melalui droplets yang
dikeluarkan pada saat bersin atau batuk, dan
juga melalui feses. Droplets yang mengandung
kuman akan terhisap melalui saluran
pernafasan oleh unggas yang sehat atau tertelan
melalui saluran pencernaan. Di dalam paruparu M. avium akan ditangkap oleh makrofag.
M. avium umumnya tahan terhadap proses
fagositosis, sehingga dapat bertahan hidup
dalam makrofag. Selanjutnya kuman akan
disebarkan melalui peredaran darah ke organ
lainnya di dalam tubuh, umumnya pada organ
hati, limpa serta saluran pencernaan.
Gejala yang ditimbulkan
a. Gejala klinis
Gejala klinis pada infeksi alam tidak
terlihat nyata, biasanya unggas terlihat kurus,
lemah, lesu serta produksi telur turun.
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Sedangkan pada infeksi buatan, gejala klinis
yang ditimbulkan berupa aktivitas menurun,
bulu berdiri, dan kematian yang tiba-tiba.
Sebanyak 50% mengalami kematian dalam 63
hari semenjak diinfeksi. Selain itu juga
menyebabkan penurunan rata-rata bobot ayam
yang diinfeksi sebesar 19% (TELL, 2003).
b. Perubahan patologi
Perubahan patologi yang ditemukan pada
infeksi alam umumnya berupa nodul yang
berdiameter mencapai 2 cm yang ditemukan
pada organ (TADESSE et al., 2002), terutama
saluran pencernaan dan limpa (Gambar 3).
Pada kalkun ditemukan masa yang berdiameter
0,5 cm sampai dengan 3 cm yang tersebar
sepanjang parenkim serta pembengkakan
permukaan kapsuler organ hati. Jika dilakukan
A
penyayatan di dalamnya mengandung granul
kecil yang berwarna kuning yang berdiameter
1 mm sampai dengan 2 mm (GERHOLD, 2005).
Lesi yang ditemukan pada infeksi buatan tidak
jauh berbeda dengan infeksi alam yaitu unggas
kurus, tembolok kosong, hepatosplenomegali.
Limpa membesar, pucat dan konsistensi
bergranul. Nodu-nodul yang berwarna putih
ditemukan menyebar pada parenkim hati dan
limpa (TELL, 2003).
Perubahan histopatologi yang ditemukan
pada kalkun yang terinfeksi secara alam oleh
M. avium berupa granuloma yang bersifat
multifokal yang merupakan kumpulan sel
raksasa yang mempunyai banyak inti
(multinucleated giant cell) yang mengandung
kuman berbentuk batang, bersifat tahan asam
dibagian pinggir granuloma (GERHOLD, 2005).
B
C
Gambar 3. Nodul-nodul pada organ hati (A); organ limpa (B) dan organ usus (C)
Sumber: (FRIEND, 2005)
Lesi yang ditemukan pada infeksi buatan
M. avium adalah multifokal nodul-nodul
makhrofag yang berkelompok, disertai dengan
atau tanpa nekrosis pada bagian sentral, serta
dikelilingi oleh sel raksasa yang mengandung
banyak inti. Limfosit, plasma sel, heterofil
serta makrofag dengan jumlah bervariasi
mengelilingi sebagian besar nodul.
Nodul pada hati dan limpa mempunyai ciri
yang spesifik yaitu mengandung sejumlah
besar kuman berbentuk batang tahan asam.
(TELL, 2003).
Lesi pada saluran pencernaan terdiri dari
nodul histiosit dan kumpulan makrofag kadang
kadang ditemukan pada mukosa intestin,
proventrikulus
dan
gizard,
sedangkan
granuloma jarang ditemukan. Kuman yang
berbentuk batang yang bersifat tahan asam
dengan jumlah sedikit hingga banyak
ditemukan pada lesi tersebut. Serositis
ditemukan yang ditandai dengan adanya multi
fokal kumpulan makrofag di dalam serosa
(TELL, 2003).
Diagnosa penyakit
Diagnosa ditetapkan berdasarkan gejala
klinis maupun patologi yang ditimbulkan,
ditunjang dengan pewarnaan acid-fast meliputi
Ziehl Neelsen dan Truant. Jika dengan
pewarnaan acid-fast tidak ditemukan bakteri
tahan asam, maka harus dilakukan isolasi
bakteri dari organ yang terdapat lesi patologi,
biasanya digunakan hati atau limpa, namun
demikian juga dapat digunakan sumsum tulang
(ANONIM, 2000). Pada hewan yang masih
hidup dapat dilakukan test skreening dengan
melakukan uji standar yang secara luas
181
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
digunakan pada unggas yaitu tuberculin test.
Diagnosa terhadap Avian Tuberculosis
menggunakan Teknik PCR (Polymerase Chain
Reaction), dewasa ini telah dikembangkan
untuk mendeteksi infeksi Mycobacterium pada
sampel organ atau sampel feces burung puyuh
menggunakan primer yang spesifik untuk gen
yang mengandung 65-kD heat shock protein
(TELL et al., 2003). Demikian juga teknik
Real-Time PCR (Polymerase Chain Reaction)
pernah digunakan untuk mendeteksi M. avium
pada spesimen yang berasal dari ayam. Teknik
tersebut mempunyai beberapa keuntungan
yaitu lebih cepat dan akurat dibandingkan
dengan teknik lainnya (TELL et al., 2004).
identifikasi kuman dari tinja berbagai jenis
burung di kebun binatang Ragunan Jakarta
ditemukan kuman tahan asam jenis atipik,
namun masih perlu diteliti apakah ada
diantaranya Mycobacterium avium (HARUN,
1981).
Penularan infeksi m. Avium pada manusia
Infeksi Mycobacterium avium pada
manusia dikenal sebagai infeksi Atypical
Mycobacterium
atau
Infeksi
MAC
(Mycobacterium
avium
Complex)
jika
ditemukan
bersama-sama
dengan
Mycobacterium intracelluler. Seperti pada
unggas manusia dapat tertular Mycobacterium
avium baik melalui saluran pernafasan karena
terhirupnya kuman maupun melalui saluran
pencernaan karena tertelannya kuman bersama
makanan atau minuman yang tercemar.
Manusia yang beresiko tertular
mycobacterium avium
Gambar 4. Granuloma dengan caseonecrotic
Center (arrow head) dan histiocytic
nodules (arrow). Bar = 100 µm.
(Inset). Sejumlah bakteri tahan
asam di dalam caseonecrotic center
dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
Sumber: (TELL, 2003)
Tingkat kejadian infeksi mycobacterium
avium
Kasus
Avian
Tuberculosis
pernah
dilaporkan terjadi di beberapa negara
diantaranya di Spanyol, yang menyerang ayam
petelur komersial (GONZALES et al., 2001).
Demikian juga dilaporkan bahwa pada 0,7%
dari 12.000 ekor burung yang dinekropsi di
Belanda, dan 0,3% dari 3000 ekor burung air
yang dinekropsi di Amerika Serikat serta 39%
burung bangau yang dinekropsi di National
WildLife Health Center terinfeksi M. avium
(FRIEND, 2005). Meskipun tidak ditemukan
adanya laporan kasus infeksi M. avium di
Indonesia, namun ada indikasi ditemukan
kasus Avian Tuberculosis di Laboratorium
FKH Institut Pertanian Bogor (komunikasi
pribadi). Demikian juga hasil isolasi dan
182
Manusia yang mengalami penurunan fungsi
pada sistim kekebalan, seperti penderita AIDS
atau pada pasien penerima terapi steroid,
merupakan manusia yang beresiko tertular
Mycobacterium avium. Selain itu juga pegawai
kandang ayam pada peternakan yang tertular
M. avium. Pada pasien TB ulangan atau yang
mengalami kekambuhan dideteksi adanya
Atypical
Mycobacterium,
sehingga
kemungkinan
untuk
terserang
oleh
Mycobacterium avium juga besar. Pada
manusia dewasa organ yang terserang biasanya
paru-paru yang menimbulkan gangguan pada
sistim pernafasan, sedangkan pada anak-anak
organ yang terserang limfoglandula cervicalis
(PESEK, 1998). Infeksi M.avium pada manusia
dapat berakibat fatal atau menyebabkan
kematian terutama pada infeksi aktif atau
infeksi pada penderita AIDS.
Tingkat kejadian infeksi mycobacterium
avium pada manusia
Beberapa peneliti di luar negeri melaporkan
bahwa pada pasien penderita AIDS dapat
diisolasi M. avium complex (PAVLIK et.al.,
2000). Infeksi M. avium compleks (MAC) pada
penderita AIDS pada tahun 1999 di Inggris,
mencapai 1 juta kasus dan menyebabkan 30%
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
pasien penderita AIDS meninggal (POZNIAK,
2002). Demikian juga dilaporkan bahwa lebih
dari 95% pasien AIDS terinfeksi oleh M. avium
(HARLEY, 2005).
Menurut data WHO Indonesia merupakan
penyumbang ke tiga Tuberkulosis (TB) di
dunia dengan jumlah penderita baru sebanyak
583.000
orang/tahun
dan
diperkirakan
meninggal sebanyak 140.000 orang/tahun
(ANONIM, 2005). Oleh karena itu penyakit
TBC menjadi perhatian serius dari berbagai
negara termasuk Indonesia, terutama karena
adanya ancaman epidemi HIV/AIDS di masa
mendatang (GIRSANG, 2003). Terindikasi
bahwa penderita AIDS di Indonesia mengalami
peningkatan,
namun
kasus
infeksi
Mycobacterium avium pada penderita AIDS di
Indonesia belum diketahui., karena belum
ditemukan adanya laporan kejadiannya.
Umumnya diagnosis terhadap TB yang
dilakukan di Puskesmas berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) pada
sputum penderita (GITAWATI et al., 2002;
GIRSANG et al., 2002), sehingga tidak menutup
kemungkinan bahwa kasus TBC di Indonesia
juga disebabkan oleh Mycobacterium lainnya.
Dugaan tersebut didasarkan pada hasil
penelitian MISNADIARLY et al. (1985) bahwa
pada sputum pasien (BTA +) di daerah
Semarang dan Surabaya terdeteksi Atypical
Mycobactrium, diantaranya terdeteksi M.
avium sebanyak 2,54%.
PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
1. Untuk menghindari wabah yang meluas
dianjurkan untuk melakukan stamping out
bagi unggas atau hewan yang positif
terhadap test tuberkulin. Kandang yang
tercemar dibersihkan, didesinfeksi dan
sebaiknya tidak digunakan dalam jangka
waktu minimal 6 bulan.
2. Kontak antara manusia penderita Avian
Tuberculosis
dengan
unggas
harus
dihindarkan, oleh karena itu petugas
kandang harus bebas penyakit ini, atau
bukan orang yang rentan untuk tertular
penyakit ini.
3. Vaksinasi pada ayam pernah dilakukan
dengan memberikan vaksin in akti maupun
vaksin aktif. Penggunaan vaksin aktif
dengan M. intracellulare serovar 6 (M.
avium serovar 6) yang diberikan secara oral
dapat memberikan proteksi sebesar 70%
pada ayam yang ditantang dengan M.avium
secara intra musculer (THOEN, 1997).
Sedangkan penggunaan vaksin inaktif
menggunakan M.avium serovar 7 dan 19
juga pernah dilakukan namun masih perlu
dilakukan penelitian lanjutan untuk
mengetahui efikasi vaksin pada burungburung eksotik.
4. Pengobatan pada hewan atau unggas tidak
dianjurkan karena penyakit bersifat
zoonosis serta pengobatan memerlukan
waktu yang lama dan biaya mahal.
5. Pengobatan pada manusia umumnya
menggunakan antibiotik seperti rifampicin
yang cukup baik digunakan untuk
pengobatan
atypical
Mycobacterium
(MISNADIARLY et al., 2003). Selain itu juga
dapat digunakan isoniazid, ethionamide,
ethambutol dan pirazinamide.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kasus infeksi Mycobacterium avium pada
unggas dan pada manusia di Indonesia jarang
sekali di laporkan, terbatas di daerah tertentu
dan merupakan kasus lama. Namun penyakit
ini perlu diwaspadai karena kasus AIDS di
Indonesia
terus
meningkat,
sehingga
kemungkinan kasus infeksi Mycobacterium
avium pada penderita AIDS di Indonesia juga
meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian tingkat kejadian pada unggas dan
manusia, sehingga dapat diantisipasi agar tidak
terjadi wabah.
DAFTAR PUSTAKA
ANONIM, 2000. Manual of Standards for
Diagnostik Test and Vaccines. List A and B
diseases of mammals, birds and bees. Office
International
des
Epizootiz.
World
Organisation for Animal Diseases. Pp.718725.
ANONIM, 2005. Permasalahan Tuberkulosis Kini,
Masa Datang dan Penanggulangannya.
http://www.litbang.depkes.go.id/download/PE
RMASALAHAN%20TB%20KINI.ppt
(21
Juni 2005)
FRIEND, M. 2005. Tuberculosis. http://www.
nwhc.usgs.gov/pub-metadata/field-manual/
chapter-8pdf (21 Juni 2005)
183
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
GERHOLD, R.W. and J.R. FISCHER. 2005. Avian
Tuberculosis in a Wild Turkey. Avian Dis.
49:164-166. http://www.aaap.info (21 Juni
2005).
GITAWATI, R. dan N. SUKASEDIATI. 2002. Studi
kasus hasil pengobatan tuberkulosis paru di 10
puskesmas di DKI Jakarta 1996-1999. Cermin
Dunia Kedokteran. 137: 17-20.
GIRSANG, M., SUMARLI, YULIANTI, P. NURENDAH
dan GENDROWAHYUHONO. Quality control
pemeriksaan mikroskopis TB di puskesmas
rujukan mikroskopis (PRM). Cermin Dunia
Kedokteran. 137:8-11.
GIRSANG, M., 2003. Mycobacterium Tuberculosis
dan pengaruhnya terhadap adanya infeksi HIV
(Human Immuno deficiency Virus) Pada
Manusia. Media Litbang Kes 13(3):48-53.
GONZALES, M. A.R. BERTOS, I.GIMENO, J.M.
FLORES, and M. PIZARRO. 2002. Outbreak of
Avian
Tuberculosis
in
48-Week-Old
Commercial Layer HenFlock. Avian Dis.:
46:1055-1061. (22 Juni 2005)
HARLEY, W.B., 2005. Mycobacterium aviumIntracelluare.
http://www.eMedicineMycobacterium Avium-Intracellulare/ (22
Juni 2005)
HARRIS,
J.M.,
2005.
Tuberculosis
(Mycobacteriosis).
http://www.southcom.
com.av/ (27 Juni 2005).
MISNADIARLY, A.S., L.H. SIREGAR, C.H.
SIMANJUTAK, P. CYNTHIA and DORKAS.
Atypical Mycobacteria infection in extra
pulmonary tuberculosis disease in some
hospital in Jakarta and Bandung, Indonesia.
Medika. 27: 425-429.
PAVLIK, I., P. SVASTOVA, J. BART, L. DVORSKA, and
I. RYCHLIK. 2000. Relationship between IS901
in the Mycobacterium avium complex strains
isolated from birds, animals, humans and the
environment and virulence for poultry.
Clinical and Diagnostik Lab. Immunol.
7(2):212-217.
PESEK, L., 1998. Avian Tuberculosis. Zoonotic
Diseases-Part
III.
Bird
to
human
Transmission.
http://www.birdsways.com/
wisdom/ (27 Juni 2005).
POZNIAK 2002. Mycobacterial Diseases and HIV. J
HIV
Ther.
7(1):13-16.
(Abstrak).
http://www.ncbi.nih.gov./ (21 Juni 2005)
STYLES, D.K., 2005. Avian Tuberculosis: The
Disease
and
Its
Management.
http://www.internationalparrotletsociety.org/a
viantb.html-26k (21 Juni 2005)
TELL, L.A., L. WOODS, J. FOLEY, M.L. NEEDHAM and
R.L. WALKER. 2003. A model of Avian
Mycobacteriosis: Clinical and Histopathologic
findings in Japanese Quail (Cortunix cortunix
japonica) Intravenously Inoculated with
Mycobacterium avium. Avian Dis. 47:433443. http://www.aaap.info (21 Juni 2005)
HARUN, B.M.H. 1981. Isolasi dan identifikasi
kuman tahan asam dari tinja berbagai jenis
burung kebun binatang Ragunan Jakarta.
Kumpulan Makalah Seminar Mikrobiologi II.
Jogyakarta, 5-7 April 1978. Perhimpunan
Mikrobiologi Indonesia.
THOEN, C.O. 1997. Tuberculosis. In Disease of
Poultry. Tenth edition. Edited By. B.W.
CALNEK, H.J.BARNES, C.W. BEARD, L.R.
MCDOUGALD, and Y.M.SAIF. pp. 167-178.
KEARNS, K.S., 2003. Avian Mycobacteriosis. Recent
Advances in Avian Infectious Diseases.
International Veterinary Information Service,
Ithaca NY. http://www.ivis.org/ (27 Juni
2005).
TADESSE, S., M. WOLDEMESKEL, B. MOLLA, M.
TIBBO, D. KIDANE, G. MEDHIN and S.
BRITTON. 2002. Avian Mycobacteriosis in
Domestic Chickens from selected Agroclimatic Regions in Ethiopia. The Inter.J.of
Appl.
Res.in
Vet.Med.
2
Iss
1.
http://www.jarvm.com/articles (21 Juni 2005).
MISNADIARLY, 1985. Infeksi Mycobacteria atypical
http://digilib.litbang.depkes.go.id.
(22
September 2005).
184
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
PERTANYAAN
1. Seberapa jauh dapat membahayakan manusia?
2. Peluang manusia tertular terutama pada yang bagaimana?
3. Apakah ada data penularan ke manusia dan ke hewan mamalia lain seperti kera?
JAWABAN
1. Mycobacterium avium dapat menginfeksi manusia dewasa yang menyebabkan gangguan pada
sistem pernafasan karena adanya kerusakan pada paru-paru. Sedangkan pada anak-anak
kelainan yang ditimbulkan umumnya berupa limfadenitis. Infeksi Mycobacterium avium dapat
mengakibatkan kematian terutama pada penderita AIDS.
2. Manusia dapat tertular terutama manusia yang mengalami penurunan daya tahan tubuh seperti
penderita AIDS atau pasien yang menerima pengobatan dengan steroid.
Sampai sejauh ini belum ditemukan laporan adanya penularan ke Manusia dan ke hewan
mamalia lain seperti kera.
185
Download