I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang White Spot Syndrome Virus (WSSV) pertama kali ditemukan di kawasan Asia Selatan sekitar tahun 1992. Penyakit WSSV ini menyerang beberapa spesies udang diantaranya Litopenaeus vannamei, L. monodon, L. japonicus, dan L. stylirostris. Virus WSSV merupakan patogen utama yang menyebabkan masalah serius karena dapat menyerang semua stadium umur udang dan menyebabkan mortalitas hingga 100% selama 3 sampai 10 hari setelah infeksi (Lightner et al. 1996). Hal ini mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi pelaku industri budidaya udang. Teknik pengobatan yang sangat efektif untuk mengendalikan infeksi virus ini belum ditemukan. Penyakit virus umumnya dapat dikendalikan atau dicegah dengan pemberian vaksinasi. Vaksinasi pada kelompok crustacea termasuk udang tidak menghasilkan sistem kebal humoral karena hewan tersebut tidak memiliki sistem respon imun spesifik seperti halnya kelompok vertebrata. Reaksi pertahanan yang dimiliki udang mencakup enkapsulasi, fagositosis, dan mekanisme mikrobisida berdasarkan produksi oksigen reaktif sitotoksin yang terjadi di hemosit (Bachere et al. 1995). Pendekatan imunostimulan dan imunisasi pasif pada udang menjadi alternatif pengendalian infeksi WSSV (Jeroen et al. 2003). Imunisasi pasif digunakan ketika terjadi infeksi dengan resiko tinggi, tubuh organisme terinfeksi tidak dapat memproduksi respon imun secara cepat, atau untuk mengurangi gejala penyakit imunosupresi. Pemanfaatan imunoglobulin Y (IgY) spesifik sebagai imunisasi pasif telah banyak diteliti dan diterapkan, antara lain dalam pengendalian penyakit bakteri, virus, dan protozoa. Penggunaan IgY spesifik sebagai imunoterapi terhadap bakteri antara lain Streptococcus sobrinus penyebab karies pada gigi (Poetri 2007), Escherichia coli penyebab diare pada kelinci (Farelly et al. 1992), Porphyromonas gingivalis (Obiko 2007). dan Helicobacter pylori (Sin et al. 2004). Beberapa virus yang dilaporkan dapat dikendalikan menggunakan IgY spesifik antara lain Porcine Epidemic Diarrhea Virus (PEDV) pada babi (Kweon et al. 2000), transmisi gastroentritis virus pada babi (Fan et al. 2009), dan rotavirus penyebab diare pada manusia (Hiraga et al. 1990). Selain dapat diaplikasikan pada bakteri dan virus, IgY spesifik juga dapat mengendalikan infeksi protozoa parasit, diantaranya Toxoplasma gondii (Hassl et al. 1987), Echinococcus granulosus (Gottstein 1985), dan Cryptosporidium parvum penyebab diare pada manusia dan mamalia (Syahbazi et al. 2009). Penelitian mengenai penggunaan IgY spesifik sebagai imunisasi pasif pada crustacea masih terbatas. Penggunaan IgY spesifik anti WSSV terhadap L. monodon dengan mengisolasi antigen WSSV dari kepiting telah dilakukan oleh Alday-Sanz et al. (1998) di Bangkok. Selain itu, IgY spesifik WSSV juga telah diaplikasikan pada ubur-ubur (Procambius clarkiaii) di Cina (Lu et al. 2008). 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menguji efektifitas penggunaan imunoglobulin Y (IgY) spesifik anti WSSV dengan aplikasi peroral (pakan) terhadap virus White Spot Syndrome pada udang putih (L. vannamei) sehingga dapat dijadikan alternatif pencegahan WSSV pada budidaya udang skala tradisional maupun industri. 1.3. Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka disusun suatu hipotesis sebagai berikut: Ho : Pemberian Imunoglobulin Y (IgY) spesifik anti WSSV dengan aplikasi peroral tidak efektif digunakan sebagai imunisasi pasif terhadap penyakit White Spot Syndrome pada udang putih (L. vannamei) H1 : Pemberian Imunoglobulin Y (IgY) spesifik anti WSSV dengan aplikasi peroral efektif digunakan sebagai imunisasi pasif terhadap penyakit White Spot Syndrome pada udang putih (L. vannamei) dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi alternatif pengendalian pada industri budidaya udang