Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung

advertisement
SKRIPSI
STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT
KESUKSESAN
(Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)
Oleh
ENDAR SUTRISNO
F24101055
2006
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Endar Sutrisno. F24101055. Studi Profil Industri Tempe Berdasarkan Tingkat
Kesuksesan (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten
Bogor). Di bawah bimbingan Ir. Darwin Kadarisman, MS dan Tjahja Muhandri,
STP, MT. 2006
RINGKASAN
Industri tempe merupakan industri kecil yang mampu menyerap
sejumlah besar tenaga kerja baik yang terkait langsung dalam proses produksi
maupun yang terkait dengan perdagangan bahan yang merupakan masukan
maupun produk hasil olahannya. Prospek industri tempe sangat baik dimana
pertumbuhan permintaan tempe setelah tahun 1998 dperkirakan mencapai 4
persen per tahun. Industri tempe memiliki peran yang sangat besar didalam usaha
pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha dan peningkatan pendapatan.
Industri tempe pada umumnya dikelola dalam bentuk industri rumah
tangga, sehingga perkembangannya selalu dihadapkan dengan permasalahan yang
menyangkut bahan baku yaitu kedelai, ketersediaan dan kualitas faktor produksi,
tingkat keuntungan, pemasaran serta permodalan.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengelompokan industri tempe
berdasarkan tingkat kesuksesannya di lokasi penelitian, mengetahui profil industri
tempe di lokasi penelitian (Kecamatan parung) ditinjau dari beberapa aspek yaitu
ketersediaan bahan baku, teknis maupun manajemen dan mengidentifikasi faktorfaktor kunci sukses industri tempe.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian
survei, pengamatan langsung dan wawancara terhadap responden. Masalah yang
diteliti adalah profil dan faktor-faktor kunci sukses dari industri tempe yang
berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Proses pengkajian masalah
khusus ini terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dimulai dengan penentuan tujuan
penelitian, studi pustaka, pemilihan lokasi dan waktu penelitian, pengambilan
sampel, pembuatan kuesioner, pengumpulan data, tabulasi data, analisis data, dan
pembuatan laporan.
Untuk mendapatkan faktor kunci sukses dari wirausaha tempe maka
perlu diketahui tingkat kesuksesannya. Dalam mengidentifikasi kesuksesan
industri kecil tempe indikator yang digunakan adalah perkembangan pemakaian
bahan baku. Setelah diketahui rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata
kenaikan bahan baku dari setiap responden maka selanjutnya menentukan posisi
industri kecil tempe. Salah satu cara yang digunakan dalam menentukan posisi
industri kecil tempe adalah dengan menggunakan diagram cartesius
perkembangan pemakaian bahan baku.
Industri kecil tempe yang berada pada kuadran I (berpeluang
sukses) adalah Casmani, Mito, Kartubi, Warniah, Karsiban, dan Sarwo.
Industri yang berada pada kuadran II (sangat sukses) adalah Tambar.
Industri yang berada pada kuadran III (sukses) adalah Rutaji, Carsian,
Rayubi, H. Abdul Karim, Udi Susanto, Sumitro, dan Sukarnen. Industri
kecil yang berada pada kuadran I (kurang sukses) adalah Caridi, Tasheri,
Sigit, Suheri, Syawal, dan H. Munaji.
Dari Dari 22 faktor yang diidentifikasi, dianalisa dan dilakukan
verifikasi di lapangan maka faktor-faktor yang diduga menjadi faktor kunci sukses
dalam berwirausaha tempe di lokasi penelitian adalah target Pemasaran, lama
usaha, pencatatan keuangan, pembagian peran sumberdaya manusia, anggaran
dana khusus pemilik, tenaga pemasar yang tetap, dan cara menentukan harga.
Sedangkan faktor lain yang tidak berpengaruh terhadap kesuksesan industri kecil
tempe adalah tingkat pendidikan pengusaha, keikutsertaan dalam pelatihan
kewirausahaan keanggotaan KOPTI, asal kedelai, sumber modal, pembinaan
terhadap karyawan, Penambahan modal dari keuntungan, anggaran biaya
pemeliharaan peralatan, alat transportasi pemasaran, evaluasi kegiatan pemasaran,
cara pembayaran bahan baku, jarak tempat membeli kedelai dengan lokasi usaha,
pemisahan uang pribadi dan uang usaha, modal awal, dan persyaratan kedelai.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 kelompok industri
kecil tempe di lokasi penelitian, dimana dari 20 responden yang dijadikan sampel,
30% responden tergolong industri berpeluang sukses, 5% responden tergolong
industri sangat sukses, 35% responden tergolong industri sukses dan 30%
responden tergolong industri kurang sukses. Industri kecil tempe sukses dan
sangat sukses memiliki profil yang relatif sama, diantaranya dalam hal pencatatan
keuangan usaha, target pemasaran, pembagian peran sumberdaya manusia, cara
menentuan harga tempe , dan sudah terdapat tenaga pemasar khusus yang tetap,
sedangkan hal yang membedakan adalah dalam hal jumlah dan perkembangan
pemakaian bahan baku kedelai, lama usaha dan aktivitas penambahan modal. Halhal yang diduga menjadi faktor kunci sukses dari industri tempe di lokasi
penelitan adalah target Pemasaran, lama usaha, pencatatan keuangan, pembagian
peran sumberdaya manusia, anggaran dana khusus pemilik, tenaga pemasar yang
tetap, dan cara menentukan harga.
STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT
KESUKSESAN
(Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ENDAR SUTRISNO
F24101055
2006
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT
KESUKSESAN
(Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ENDAR SUTRISNO
F24101055
Dilahirkan Di Sragen pada tanggal 25 Maret 1982
Tanggal lulus :
Juni 2006
Menyetujui,
Bogor,
Juni 2006
Tjahja Muhandri, STP, MT
Ir. H. Darwin Kadarisman, MS
Dosen Pembimbing II
Dosen Pembimbing I
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 25 maret 1982
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan
Supardi dan Rusmini. Pada tahun 1989 penulis memulai
Pendidikannya di SDN Pringanom III Masaran hingga tahun
1995. Pada tahun 1995 – 1998 penulis menempuh
pendidikan lanjutan pertama di SMP Negeri 1 Sidoharjo. Pada tahun 1998 – 2001
penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 2 Sragen. Pada tahun 2001
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis
pernah aktif di beberapa organisasi diantaranya di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan Forum Bina Islami Fateta (FBI-F). Selain itu
penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam (PAI)
dan beberapa kegiatan seperti Lepas Landas Sarjana Fateta, Baur HIMITEPA, dan
Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan HIMITEPA. Untuk menyelesaikan studi di
Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA-IPB penulis melaksanakan
penelitian survei dengan judul: “ Studi Profil Industri Tempe Berdasarkan Tingkat
Kesuksesan (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten
Bogor)”.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor perindustrian merupakan sektor yang cukup diandalkan dalam
perekonomian di Indonesia, karena sektor ini mampu menjadi salah satu
penyumbang devisa negara yang cukup besar nilainya. Sejak tahun 1991
sektor perindustrian telah mampu melewati sektor pertanian dalam
menyumbang pembentukan PDB Indonesia (Sarah, 2001). Sektor industri
memiliki peran yang penting dalam memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan perkapita, menumbuhkan keahlian, menunjang
pembangunan daerah, serta memanfaatkan sumber daya alam (SDA), energi
dan sumber daya manusia (SDM).
Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor perindustrian perlu
terus ditingkatkan dengan mengembangkan agroindustri. Pengembangan
agroindustri diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan industri kecil
sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan. Sejarah membuktikan bahwa
keberhasilan ekonomi sebuah negara tidak hanya tertumpu pada industri
manufaktur dan jasanya tetapi juga tangguh dalam agroindustrinya seperti
Amerika Serikat dan Australia, sedangkan negara yang menomorduakan
sektor pertanian mengalami kekurangan pangan yang cukup besar sehingga
mengalami kemunduran perekonomian seperti yang dialami oleh Rusia.
Menurut Darwis et al (1983), agroindustri adalah kegiatan industri yang
memanfaatkan hasil-hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan
menyediakan peralatan seperti mesin dan alat-alat pertanian serta menciptakan
jasa untuk kegiatan tersebut dalam hal ini kegiatan pemasarannya. Dengan
demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri
peralatan dan mesin pertanian serta industri jasa.
Salah satu agroindustri yang cukup potensial adalah industri tempe.
Umumnya tempe digunakan sebagai lauk-pauk dan sebagai makanan
tambahan atau jajanan. Potensi tempe dalam meningkatkan kesehatan dan
harganya relatif murah memberikan alternatif pilihan dalam pengadaan
makanan bergizi yang dapat dijangkau oleh segala lapisan masyarakat.
Industri tempe merupakan industri kecil yang mampu menyerap
sejumlah besar tenaga kerja baik yang terkait langsung dalam proses produksi
maupun yang terkait dengan perdagangan bahan yang merupakan masukan
maupun produk hasil olahannya. Prospek industri tempe sangat baik dimana
pertumbuhan permintaan tempe setelah tahun 1998 dperkirakan mencapai 4
persen per tahun (Solahudin, 1998). Industri tempe memiliki peran yang
sangat besar didalam usaha pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha
dan peningkatan pendapatan.
Menurut Ambarwati (1994), industri tempe pada umumnya dikelola
dalam bentuk industri rumah tangga, sehingga perkembangannya selalu
dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku yaitu kedelai,
ketersediaan dan kualitas faktor produksi, tingkat keuntungan, pemasaran serta
permodalan.
Pendapatan para pengrajin tempe sangat tergantung dari penjualan dan
biaya yang dikeluarkan. Penjualan yang dilakukan pengrajin tempe belum
mampu mendatangkan keuntungan yang optimal karena harganya yang murah,
dan disisi lain biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku semakin besar dengan
adanya krisis ekonomi. Keberadaan ini sangat mempengaruhi efisiensi usaha
pengrajin tempe, sehingga banyak pengrajin tempe yang tidak mampu
berproduksi lagi (Sari, 2002).
Penelitian yang dilakukan Sebayang (1994) di Bogor menunjukkan
bahwa kondisi tempe cenderung bersifat statis artinya pengusaha industri
tempe merasa cukup dengan kondisi yang ada, serta berusaha dengan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari keluarga maupun
kenalannya. Meskipun demikian, kesimpulan ini belum tentu tepat, karena ada
kemungkinan bahwa sifat statis lebih disebabkan oleh karakteristik usaha itu
sendiri.
Posisi industri tempe kian terpuruk akibat sistem penjualan secara
tradisional dengan kemasan yang kurang menarik dan tempat penjualan yang
kurang bersih dan kurang strategis. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap
penjualan tempe sehingga kegiatan usaha tempe belum mampu memberikan
keuntungan yang optimal.
Usaha tempe sangat tergantung pada kedelai impor. Ketergantungan
dari kedelai impor ini terjadi karena tempe yang dihasilkan dari kedelai impor
memiliki penampilan dan rasa yang lebih unggul, tidak menghasilkan bau
langu atau bau khas yang terdapat pada tempe yang menggunakan kedelai
lokal dan tidak menghasilkan rasa pahit (Nurhayati, 2001).
Peningkatan harga kedelai impor memberikan dampak yang besar
terhadap industri tempe dimana biaya bahan baku ini mengambil porsi
sebanyak 82,99 persen dari total biaya produksi (Dermawan, 1999).
Peningkatan harga kedelai impor mengakibatkan pengrajin tempe di beberapa
wilayah tidak berproduksi lagi dan pindah ke usaha lain. Hal ini diduga terjadi
karena modal yang dimiliki terbatas untuk membeli kedelai akibat fluktuasi
harga kedelai. Namun kondisi seperti ini ternyata masih dapat disiasati oleh
beberapa pengrajin tempe di beberapa tempat di Indonesia. Beberapa
pengrajin masih dapat bertahan dan bahkan berkembang. Berdasarkan hasil
penelitian dibeberapa daerah memang telah dijumpai pengusaha tempe yang
memiliki kapasitas produksi riel jauh berada di atas rata-rata industri tempe
yaitu diatas 2.000 kilogram bahan baku kedelai untuk setiap harinya,
sementara sebagian besar pengrajin masih berada dibawah 100 kilogram
perhari (Soetrisno dan Sapuan, 1996).
Dari uraian di atas, masalah yang akan diteliti adalah kondisi usaha
tempe sekarang ini di lokasi penelitian, kunci sukses dari pengrajin tempe
yang masih dapat bertahan dan bahkan berkembang ditengah kondisi sekarang
ini.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Melakukan
pengelompokan
industri
tempe
berdasarkan
tingkat
kesuksesannya di lokasi penelitian
2. Mengetahui profil industri tempe di lokasi penelitian (Kecamatan parung)
ditinjau dari beberapa aspek yaitu ketersediaan bahan baku, teknis maupun
manajemen.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor kunci sukses industri tempe.
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi para pengrajin tempe merupakan bahan masukan dalam mengelola
dan mengembangkan usahanya.
2. Bagi pembuat kebijakan (lembaga/instansi) merupakan bahan masukan
dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pengembangan industri
kecil tempe.
3. Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan
bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka pengembangan
sektor industri kecil tempe.
Download