Kerangka Pemikiran Perluasan Hutan Tanaman Indonesia dengan

advertisement
Kerangka Pemikiran
Perluasan Hutan Tanaman Indonesia dengan menggunakan sistem
budidaya tanaman monokultur bertujuan meningkatkan produksi jenis kayu
tertentu untuk pemenuhan kebutuhan kayu baik pada industri pengergajian
maupun industri pulp ataupun industri lainnya. Namun, menurut Semangun
(2001) pertanaman yang seragam ini sangat rawan terhadap penyakit, hama, dan
gangguan cuaca. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas telah diperoleh satu
jenis penyakit yang menyerang daun tanaman Eucalyptus spp. yaitu hawar daun
yang disebabkan oleh fungi Pestalotia sp. dan fungi Cylindrocladium sp.
Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
HTI di Toba Pulp Lestari
Jenis Tanaman Eucalyptus sp.
Hama
Penyakit
Hawar Daun
Fungi Pestalotia sp.
Fungi Cylindrocladium sp.
Pengendalian
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Eucalyptus spp.
A. Taksonomi
Eucalyptus sp. merupakan tumbuhan endemik di Australia dan
kepulauan sebelah utara, Pulau Irian dan Philipina. Nama Eucalyptus urophylla
diberi oleh Dr. Blake. Nama urophylla berasal dari bahasa Yunani yaitu auro
yang berarti ekor dan phyla yang berarti daun (Khaerudin, 1993).
Tanaman Eucalyptus sp. merupakan famili Myrtaceae, terdiri atas
lebih kurang 700 jenis. Jenis Eucalyptus sp. dapat berupa semak dan perdu sampai
mencapai ketinggian 100 meter. Batang umumnya bulat, lurus, tidak berbanir dan
sedikit bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan
banyak meloloskan cahaya matahari. Cabangnya lebih banyak membuat sudut ke
atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset
hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait.
Beberapa marga Eucalyptus dengan jenis Eucalyptus spp. Jenis-jenis yang sudah
dikenal umum antara lain E. deglupta, E. urophylla, E. camadulensis, E. grandis,
E. pellita, E. tereticornis, dan E. torreliana (Latifah,2004).
Kayu Eucalyptus digunakan antara lain untuk bangunan di bawah atap,
kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus, korek api, bubur kayu
(pulp), kayu bakar. Beberapa jenis Eucalyptus digunakan untuk tanaman kegiatan
reboisasi. Daun dan cabang dari beberapa jenis Eucalyptus menghasilkan minyak
yang merupakan produk penting untuk farmasi, misalnya untuk obat gosok atau
obat batuk, parfum, sabun, ditergen, disinfektan dan pestisida. Beberapa jenis
Eucalyptus sp. menghasilkan gom (kino). Bunga beberapa jenis lainnya
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan serbuk sari dan nektar yang baik untuk madu. Beberapa jenis
Eucalyptus sp. ditanam sebagai tanaman hias (Sutisna, dkk, 1998).
B. Syarat Tumbuh Eucalyptus sp.
Jenis-jenis Eucalyptus terutama menghendaki iklim bermusim (daerah
arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Eucalyptus dapat
tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara
periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah
kurus gersang sampai pada tanah yang baik dan subur. Eucalyptus dapat tumbuh
di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari dataran rendah
sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi
pertumbuhannya antara 0 - 1 bulan dan suhu rata-rata per tahun 20° -32°C (Dirjen
Kehutanan, 1980).
C. Penyebaran dan Morfologi Eucalyptus spp.
Marga Eucalyptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan endemik di
Australia. Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia
bagian timur. Jenis Eucalyptus banyak tersebar di daerah-daerah pantai New
South Wales dan Australia bagian barat daya. Daerah penyebaran Eucalyptus spp.
meliputi Australia, New Britania, Papua, dan Tazmania. Beberapa jenis juga
ditemukan di Irian Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor-Timur
(Latifah, 2004).
Daerah penyebaran alami tanaman ekaliptus berada di sebelah timur garis
Walace mulai 7
0
LU sampai 43039 LS. Jenis-jenis ekaliptus dapat tumbuh pada
tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara periodik
Universitas Sumatera Utara
digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah miskin hara
sampai pada tanah yang subur (Irwanto, 2007).
Eucalyptus sp. dapat tumbuh dimana-mana, pertumbuhannya cepat,
pohonnya lurus, perakarannya dapat membentuk mikoriza yang merupakan
asosiasi antara fungi dan akar, selain itu kayunya dapat digunakan sebagai bahan
untuk membuat bubur kertas. Selain dalam pembangunan HTI, berbagai kegiatan
program penghijauan dan reboisasi juga menggunakan Eucalyptus sp. (Latifah,
2004).
Penyakit pada Tanaman Eucalyptus sp.
A. Defenisi Penyakit Tanaman Hutan
Ilmu
penyakit
tanaman
merupakan
ilmu
yang
mempelajari
karakteristik, penyebab, interaksi tanaman dan patogen (biotik), dan lingkungan
(abiotik), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit dalam suatu
populasi atau individu tanaman, dan berbagai cara pengendalian penyakit. Ilmu
penyakit tanaman juga memiliki aspek, yaitu dalam aplikasi pengetahuan yang
diperoleh dari mempelajari ilmu tersebut (Sinaga, 2003).
Konsep penyakit pada dasarnya akan lengkap apabila dapat
memberikan penjelasan dan penekanan terhadap peran faktor lingkungan terhadap
patogen, inang, lingkungan fisik dan lingkungan biologi, sehingga disebut piramid
penyakit (Sumardi dan Widyastuti, 2004).
Tumbuhan dikatakan sehat atau normal, apabila tumbuhan tersebut dapat
melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai dengan potensi genetik terbaik
yang dimilikinya. Fungsi-fungsi tersebut mencakup pembelahan, diferensiasi dan
Universitas Sumatera Utara
perkembangan sel yang normal, penyerapan air dan mineral dari tanah dan
mentranslokasikannya ke seluruh bagian tumbuhan; fotosintesis dan translokasi
hasil-hasil fotosintesis ke tempat-tempat penggunaan dan penyimpanannya,
metabolisme senyawa-senyawa yang disintesis; reproduksi dan penyimpanan
persediaan makanan untuk reproduksi (Semangun, 2001).
Menurut Yunasfi (2002), secara umum penyakit tumbuhan dapat
diklasifikasikan atau dikelompokan sebagai berikut :
I. Penyakit tumbuhan yang bersifat infeksi atau (parasit)
1. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
2. Penyakit yang disebabkan oleh prokariota (bakteri dan
mikoplasma)
3. Penyakit yang disebabkan oleh tumbuhan tinggi parasit
4. Penyakit yang disebabkan oleh virus dan viroid
5. Penyakit yang disebabkan oleh nematoda
6. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa
II. Penyakit non-infektif, atau abiotik (fisiopath) adalah penyakit yang disebabkan
oleh:
1. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
2. Kekurangan atau kelebihan kelembaban tanah
3. Kekurangan atau kelebihan cahaya
4. Kekurangan oksigen
5. Polusi udara
6. Defisiensi hara
7. Keracunan hara
Universitas Sumatera Utara
8. Kemasaman atau salinitas
9. Toksisitas pestisida
10. Kultur teknis yang salah
Patogen mungkin menyebabkan penyakit pada tumbuhan dengan cara
sebagai berikut :
1. Melemahkan inang dengan cara menyerap makanan secara terus-menerus dari
sel-sel inang untuk kebutuhannya
2. Menghasilkan atau mengganggu metabolisme sel inang dengan toksin,
enzim, atau zat pengatur tumbuh yang disekresinya
3. Menghambat transportasi makanan, hara mineral dan air melalui jaringan
pengangkut
4. Mengkonsumsi kandungan sel inang setelah terjadi kontak (Yunasfi, 2002)
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Bila penyebab penyakit adalah faktor lingkungan fisik atau kimia maka
biasanya penyakit menjadi makin berat dengan pertambahan waktu, sedang
kecepatan perkembangan tersebut beragam menurut jenis pohon, jenis faktor
penyebab penyakit serta seberapa jauh penyimpangan kondisi faktor penyebab
tersebut dari kondisi yang cukup baik untuk perkembangan pohon yang
bersangkutan. Makin besar penyimpangan jenis pohon tertentu, makin cepatlah
dan mungkin makin beratlah penyakit yang ditimbulkannya (Yunasfi, 2002).
a. Pengaruh Suhu
Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1 sampai 400C,
kebanyakan jenis tumbuhan tumbuh sangat baik antara 15 dan 300C. Tumbuhan
Universitas Sumatera Utara
berbeda
kemampuan
bertahannya
terhadap
suhu
ekstrim
pada
tingkat
pertumbuhan yang berbeda.
b. Pengaruh Suhu Tinggi
Pada umumnya tumbuhan lebih cepat rusak dan lebih cepat meluas
kerusakannya
apabila
suhu
lebih
tinggi
dari
suhu
maksimum
untuk
pertumbuhannya dibanding apabila suhu lebih rendah dari suhu minimum.
Pengaruh suhu tinggi pada pertumbuhan berhubungan dengan pengaruh faktor
lingkungan yang lain, terutama kelebihan cahaya, kekeringan, kekurangan
oksigen, atau angin kencang bersamaan dengan kelembaban relatif yang rendah.
c. Pengaruh Suhu Rendah
Kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh suhu rendah lebih besar
dibanding dengan suhu tinggi. Suhu di bawah titik beku menyebabkan berbagai
kerusakan terhadap tumbuhan. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang
disebabkan oleh late frost (embun upas) terhadap titik meristematik muda atau
keseluruhan bagian tumbuhan herba, dan sebagian pepohohonan. Kerusakan yang
terjadi bervariasi tergantung pada tingkat penurunan suhu dan lama suhu rendah
tersebut berlangsung. Kerusakan awal hanya mempengaruhi jaringan vaskular
utama yang lebih meluas yang berselang-selang pada umbi akan menghasilkan
nekrosis. Tingkat kerusakan yang lebih umum, sebagian besar umbi menjadi
rusak, menghasilkan nekrosis yang disebut tipe bisul (blotch-type).
d. Pengaruh Kelembaban
1.
Pengaruh Kelembaban Tanah Rendah
Universitas Sumatera Utara
Gangguan kelembaban di dalam tanah mungkin bertanggung jawab
terhadap lebih banyaknya tumbuhan yang tumbuh jelek dan menjadi tidak
produktif sepanjang musim. Kekurangan air mungkin juga terjadi secara lokal
pada jenis tanah tertentu, kemiringan tertentu atau lapisan tanah yang tipis yang di
bawahnya terdapat batu atau pasir. Tumbuhan yang menderita karena kekurangan
kelembaban tanah biasanya tetap kerdil, hijau pucat sampai kuning terang,
mempunyai daun, bunga dan buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika kekeringan
berlanjut tumbuhan layu dan mati.
2.
Pengaruh Kelembaban Tanah Tinggi
Akibat kelebihan kelembaban tanah yang disebabkan banjir atau drainase
yang jelek, bulu-bulu akar tumbuhan membusuk, mungkin karena menurunnya
suplai oksigen ke akar. Kekurangan oksigen menyebabkan sel-sel akar mengalami
stres, sesak napas dan kolapsi. Keadaan basah, an-aerob menguntungkan
pertumbuhan mikroorganisme an-aerob, yang selama proses hidupnya membentuk
substansi seperti nitrit, yang beracun bagi tumbuhan. Disamping itu, sel-sel akar
yang dirusak secara langsung oleh kekurangan oksigen akan kehilangan
permeabilitas selektifnya dan dapat memberi peluang terambilnya zat-zat besi atau
bahan-bahan beracun lain oleh tumbuhan. Drainase yang jelek menyebabkan
tumbuhan tidak vigor, seringkali menyebabkan layu dan daun berwarna hijau
pucat atau hijau kekuningan (Yunasfi, 2002).
C.Penyakit pada Tanaman Eucalyptus sp.
Pada pembibitan, semai Eucalyptus sp. sering diserang penyakit rebah
kecambah (damping off) yang disebabkan oleh Phytium sp. dan Fusarium sp.
Universitas Sumatera Utara
Penyakit busuk akar disebabkan oleh serangan Phytium sp., Phytophora sp., dan
Batryodiplodia sp. menyebabkan kematian pohon. Adapun serangan Nectria sp
dapat menyebabkan penyakit kanker batang (Nair, 2000).
Fungi merupakan salah satu faktor biotik terbanyak yang menyebabkan
tanaman hutan menjadi sakit. Umumnya penyakit tidak hanya disebabkan oleh
satu jenis patogen akan tetapi dapat disebabkan oleh beberapa patogen yang
datang atau muncul secara bersama ataupun berurutan. Hal ini dapat
menyebabkan
berkurangnya
produksi
hutan
tanaman
yang
diusahakan
(Semangun, 2001).
Menurut Old, dkk (2003) ada beberapa penyakit penting yang sering
menyerang tanaman Eucalyptus sp. antara lain:
1. Jamur embun hitam (black mildew)
Penyebab dari penyakit ini adalah fungi dari marga Meliolales, , jenis
Meliola. Jenis Meliola
biasanya tumbuh pada permukaan daun dan batang,
berwarna hitam, menyebar, membentuk koloni seperti beludru dengan diameter 1
cm. Pada umumnya serangan berat disebabkan oleh jamur. Kadang-kadang
menyerang batang dan ranting muda. Informasi mengenai akibat dari penyakit
jamur embun hitam ini pada pertumbuhan Eucalyptus spp. masih sangat sedikit.
2. Jamur hitam (Shoot blight)
Penyakit jamur hitam disebabkan oleh Cryptosporiopsis eucalypti. Gejala
penyakit ini berkembang di sekitar daun dan batang Eucalyptus spp., biasanya
tersebar secara menyeluruh, lembut dan berwarna coklat, luka nekrotik yang
menjalar dan dikenal sebagai gejala jamur hitam, bentuknya bundar dengan
diameter 1-2 cm. Luka yang berat ditunjukkan dengan warna coklat tua atau abu-
Universitas Sumatera Utara
abu diseluruh permukaan daun, atau luka seperti gabus dan nekrosis pada jaringan
epidermis. Pucuk atau tunas muda yang diserang menjadi layu dan berwarna
hitam. Akibat dari penyakit menyebabkan luka semakin menyebar, khususnya
pada tanaman muda dan membuat serangan lebih hebat.
3. Foliar spot and foliar blight
Penyakit ini disebabkan oleh fungi Cylindrocladium sp. yang merupakan
patogen yang menyerang tanaman lain selain Eucalyptus sp. Cylindrocladium sp.
merupakan salah satu jenis dari marga Calonectria de Not. yang menyebabkan
penyakit pada pembibitan dan pada tanaman termasuk akar dan leher akar, hawar
tunas, hawar daun dan bercak daun. Penyebaran penyakit dengan konidia dalam
jumlah sangat besar terjadi di atas permukaan daun. Selama hujan lebat, sporaspora tersebut dipercik ke udara dan menempel pada daun dan pohon-pohon lain.
Cylindrocladium sp. dapat hidup bertahan lama dalam tanah karena adanya
dinding tebal klamidiospora dan propagulnya. Penularan biasanya mulai dari daun
cabang bawah dan menyebar sampai ke mahkota. Gejala ditunjukkan pada daun
muda yang berwarna abu-abu dan mulai membusuk. Apabila dibiarkan dapat
berubah menjadi gejala nekrotik. Penyakit ini menjadi masalah utama pada
pertumbuhan Eucalyptus spp. di daerah yang tropis lembab.. Pencegahan penyakit
leaf blight dapat dilakukan dengan cara penyemprotan fungisida. Pengendalian
melalui penyemprotan fungisida bergantung pada waktu yang tepat saat
penyemprotan dilakukan.
4. Penyakit daun Mycosphaerella
Penyakit yang ditimbulkan berupa bintik daun, bisul dan kerut daun yang
disebabkan oleh fungi Mycosphaerella. Tetapi marga ini belumlah pasti
Universitas Sumatera Utara
ditemukan pada tanaman Eucalyptus sp., karena banyak variasi gejala yang
ditunjukkan oleh infeksi Mycosphaerella, dengan hasil yang berbeda dalam hal
ukuran luka, warna dan morfologi. Daun yang terinfeksi akan berkembang
menjadi bintik dan bisul. Akibat dari penyakit ini adalah kesehatan pohon menjadi
rusak, tetapi itu tergantung serangan dari jamur Mycosphaerella, fisiologi tumbuh
jamur Mycosphaerella ataupun iklim tempat tumbuh jamur Mycosphaerella
tersebut.
5. Penyakit daun Phaeophleospora
Penyakit ini disebabkan oleh fungi Phaeophleospora yang biasanya
terdapat pada pembibitan dan menjangkit penanaman jenis tertentu. Gejala yang
ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun
dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. Apabila
satu daun tanaman telah terinfeksi patogen ini maka akan terjadi penularan
penyakit pada daun yang berdekatan hingga dapat mengakibatkan kematian bibit
tanaman. Penularan sering kali terlihat dimulai dari bagian pangkal bibit tanaman
hingga mencapai daun bagian ujung tanaman. Patogen ini biasanya berada di
bawah tajuk pohon dan dapat menyebabkan penghancuran secara signifikan pada
semai di pembibitan.
6. Penyakit daun Pestalotia
Penyakit ini disebabkan oleh fungi Pestalotia sp. Semangun (2000)
menyatakan bahwa serangan fungi Pestalotia pada daun lebar menimbulkan
gejala bercak yang dimulai dari tepi daun ujung, yang kemudian meluas ke tengah
daun. Serangan fase awal hamper selalu terjadi di ujung daun. Di duga bahwa
stoma di daerah ujung memberikan kondisi yang kondusif bagi perkembangan
Universitas Sumatera Utara
kecambah konidiaspora. Kurangnya informasi awal tentang Pestalotia sp. adalah
karena selama ini kelompok patogen tersebut dianggap tidak penting (patogen
minor) atau jarang dapat menimbulkan kerusakan secara ekonomis baik di bidang
pertanian, perkebunan, maupun kehutanan. Namun demikian saat ini eksistensi
Pestalotia sp. ini harus sudah mulai diperhitungkan sebagai patogen yang
berpotensi berbahaya sejalan dengan telah terjadinya perubahan-perubahan
ekologis hutan tanaman.
D. Identifikasi Penyakit Tanaman
Diagnosis merupakan proses untuk mengidentifikasi suatu penyakit
tanaman melalui gejala dan tanda penyakit yang khas, termasuk faktor-faktor lain
yang berhubungan dengan proses pembentukan penyakit tersebut. Diagnosis
penyakit yang benar diperlukan untuk merekomendasikan cara pengendalian yang
tepat dan harus dilkukan dalam suatu survey penyakit tanaman (Sinaga, 2003).
Penyakit tumbuhan sebagian besar disebabkan oleh interaksi antara
aktivitas mikroorganisme dan inangnya. Penyebab penyakit yang disebut patogen
dapat berupa virus, bakteri, fungi, atau tumbuhan tingkat tinggi. Penyebab
penyakit tumbuhan juga dapat berupa faktor lingkungan fisik/kimia baik tempat
tumbuh maupun lingkungannya. Pohon-pohon di dalam hutan seringkali baru
dapat diserang oleh patogen setelah menjadi lemah pertumbuhannya karena
kondisi lingkungan yang tidak optimal
(Widyastuti, dkk, 2005).
Gejala dapat terlihat/diketahui karena adanya perubahan, bau, rasa atau
rabaan. Gejala dalam penting artinya untuk penelitian anatomi patologi,
sedangkan gejala luar bersifat morfologis. Gejala ini adalah keadaan penyakit
Universitas Sumatera Utara
yang ditunjukkan oleh bagian tubuh tanaman atau seluruh tubuh tanaman
(Sastrahidayat, 1990).
Reaksi atau perubahan-perubahan yang terjadi pada bagian dalam atau luar
tanaman disebut “gejala (symptom)”. Gejala penyakit yang umum dikenal adalah
busuk nekrosis (nekrotic), kanker (cancer), bercak (spot), hawar (blight),
penguningan (yellowing), layu (wilting), gejala hiperplasia; mosaik (mosaic) dan
klorosis (clorosis). Contoh hiperplasia adalah terbentuknya benjolan (gall) dan
karah (blas) (Rukmana dan Saputra, 1997).
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur busuk daun yang
disebabkan oleh Phytophthora infestans (Mont) busuk daun kentang (lite blight)
yang sering juga disebut sebagai hawar daun adalah penyakit yang terpenting
pada tanaman kentang. Adapun gejala dari penyakit ini adalah daun-daun yang
sakit mempunyai bercak-bercak nekrotis pada tepi dan ujungnya. Kalau suhu
tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak-bercak tadi akan meluas
dengan cepat dan mematikan daun. Bahkan kalau cuaca seperti ini berlangsung
lama, seluruh tanaman di atas tanah akan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah
bercak terbatas, segera mengering dan tidak meluas. Umumnya gejala baru
tampak bila tanaman berumur lebih dari satu bulan. Pada cuaca yang lembab pada
sisi bawah bagian daun yang sakit terdapat lapisan kelabu tipis yang terdiri atas
konidiofor dan konidium fungi (Khaerudin, 1993).
Untuk menentukan suatu mikroorganisme merupakan patogen pada
pohon-pohon hutan, mikroorganisme tersebut harus memenuhi kriteria yang
ditentukan melalui prosedur pembuktian penyebab penyakit yang disebut Postulat
Koch yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Tumbuhan atau tanaman membentuk asosiasi yang tetap dengan patogen
2. Patogen dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada media buatan
3. Patogen hasil isolasi bila diinokulasikan pada tanaman sehat yang sama dapat
menghasilkan gejala penyakit yang sama
4. Patogen jenis yang sama dapat diisolasi kembali dari tanaman yang telah
diinokulasi.
Universitas Sumatera Utara
Download