BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian yang penulis lakukan

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian yang penulis lakukan merupakan study literarur untuk mengindentivikasi suatu sarat dalam pengambilan keputusan adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan
penelitian ini. Studi di kalangan siswa untuk meningkatkan ilmiah social pengambilan
keputusan mengevaluasi solusi sehubungan dengan penilaian yang sesuai dan evaluasi
hasil menunjukkan efek positif pada kedua kelompok pelatihan. peningkatan kondisi
siswa, dilakukan pada langkah-langkah posttest, tetapi efeknya secara statistik tidak
signifikan. Namun, Hasil dari penelitian ini menjadikan metakognitif yang dapat bimbingan memiliki dampak positif pada sosial ilmiah penalaran dan pengambilan keputusan siswa.
2.1 Pengaruh Cooperative Learning Metakognitif Siswa Berprestasi
Pembelajaran kooperatif telah di agendakan secara internasional selama lebih dari
setengah abad. Baik dalam penelitian pendidikan maupun dalam praktek pendidikan.
Penelitian tentang pengaruh pembelajaran kooperatif adalah tradisional, baik dalam
psikologi sosial atau kognitif. Sementara psikolog sosial mengambil sebuah motivasi
atau social perspektif pada pembelajaran kooperatif, psikolog kognitif mengacu pada
proses mental yang informasi yang dirangsang oleh pembelajaran kooperatif.
Titik konstruktivis yang di pandang, pengetahuan baru hanya dapat dicapai jika
terhubung dan di integrasikan ke dalam pengetahuan sebelumnya. Sementara peserta
didik berinteraksi satu sama lain, siswa memberikan penjelasan, terlibat dalam diskusi,
mengembangkan argumen tentang masalah yang kompleks, pada tugas. Interaksi satu
sama lain dapat menyebabkan pengolahan lebih dalam informasi, fasilitasi tingkat tinggi
keterampilan berpikir, dan konstruksi pengetahuan yang mendalam. Siswa cenderung
meningkatkan prestasi individu. Banyak penelitian benar-benar bisa menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki efek finansial dan tidak hanya pada siswa yang
prestasi, tetapi juga pada minat siswa serta sosial keterampilan. Akibatnya, pembelajaran kooperatif menganjurkan sebagai pembelajaran yang optimal dan strategi.
Namun, penelitian empiris juga menyoroti gagasan bahwa pembelajaran kooperatif
ternyata lebih baik.
4
5
Dalam menempatkan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok kecil tidak akan
menyebabkan kelompok interaktif dan pembelajaran bermakna.
Mengacu kembali
ke karya-karya Slavin (1980), pengaturan pembelajaran kooperatif perlu memperhitungkan positif saling ketergantungan dan akuntabilitas individu, mempromosikan interaksi, dan menumbuhkan interpersonal dan social.
Selain itu, kelompok harus mampu memantau dan refect pada siswa dalam proses pembelajaran. Terutama aspek terakhir ini telah mengidentific sebagai salah satu
faktor penting untuk kolaborasi sukses. Biasanya, penelitian ini memberikan dukungan langkah-langkah dalam bentuk bimbingan metakognitif atau selfregulated belajar
pelatihan untuk mendukung elaborasi siswa.
Bimbingan metakognitif telah banyak digunakan dan dianalisis dalam bidang pendidikan matematika. Mevarech dan Kramarski (1997) mengembangkan metode peningkatan untuk meningkatkan penalaran matematika siswa. untuk peningkatan metakognitif yang dapat dibedakan menjadi pemahaman, koneksi, strategis dan pertanyaan
ection serta pertanyaan pemahaman mengatasi gagasan utama dari masalah atau tugas.
Pertanyaan connection mendukung siswa dalam menganalisis persamaan dan perbedaan antara tugas saat ini dan tugas yang diselesaikan di masa lalu. Pertanyaan
strategis siswa untuk kembali pada strategi yang mungkin sesuai untuk menyelesaikan
tugas. Akhirnya, kembali pada pertanyaan ection meminta siswa untuk memantau baik
belajar atau pemecahan masalah siswa.
Mevarech dan Kramarski (1997) menunjukkan dalam serangkaian studi siswa yang
belajar di bawah peningkatan metode ini mengungguli siswa yang belajar di bawah
tradisional, instruksi lebih individual atau di bawah instruksi koperasi yang tidak terstruktur dengan bimbingan metakognitif. Selain itu, siswa bisa menunjukkan bahwa
instruksi metakognitif menggunakan peningkatan tidak hanya memiliki efek tertunda. Selanjutnya, ditunjukkan bahwa intervensi menggunakan peningkatan tidak hanya
pengetahuan matematika, tetapi juga keterampilan metakognitif siswa.
Dalam bidang pendidikan ilmu pengetahuan, ilmu eksplisit melaksanakan pelatihan koperasi-metakognitif atau selfregulated pembelajaran di kelas sains. Penggunaan
peningkatan sebuah studi intervensi pada penyelidikan ilmiah dalam mikrobiologi, me-
6
nunjukkan bahwa siswa yang belajar di bawah peningkatan dalam jaringan lingkungan
teknologi mengungguli kelompok-kelompok yang tidak memiliki bimbingan metakognitif. Selain itu, Azevedo et al., (2011) menunjukkan bahwa siswa yang belajar tentang
kompleks masalah ilmiah dalam pengaturan self regulated learning dengan perancanaan
mengungguli siswa yang belajar dalam pengaturan pembelajaran mandiri tanpa tambahan.
Metakognisi dan self-regulation adalah diperlakukan sebagai dua konsep yang
terpisah dalam literature. Namun, hal ini bukan karena fakta bahwa siswa berbeda
konsep tetapi bahwa siswa awalnya berasal dari dua yaitu; kecerdasan self assessment
yang artinyakecerdasan ini lebih condong pada kemampuan siswa dalam mengetahui
berpikir secara mandiri. Kecerdasan self mangement yang artinya kecerdasan seorang
siswa yang mampu mengelola perkembangan berpikir tanpa meminta bantuan orang
lain, hal ini bukan karena fakta bahwa siswa berbeda konsep. Dalam kurikulum 2013
sudah mulai dijalankan menurut para pakar dan perumus kurikulum 2013, kecerdasan
yang didik adalah kecerdasan metakognitif siswa.
Metakognisi biasanya dua komponen pengetahuan tentang kognisi dan regulasi
kognisi digambarkan sebagai pengetahuan tentang fungsi kognitif sendiri dan dibedakan
menjadi deklaratif, prosedural dan kondisional pengetahuan yang terakhir ini biasanya
dianggap sebagai kontrol sendiri kegiatan kognitif dan biasanya mengacu pada proses
seperti perencanaan, monitoring dan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode peningkatan, dasar teoritis
penelitian ini lebih mengacu pada konsep metakognisi dibandingkan dengan konsep
self-regulatio siswa socioscientific.
2.2 Pengambilan Keputusan Siswa dalam Masalah Socioscientific
Pembuatan masalah socioscientific mewakili controversial masalah ilmu pengetahuan
modren yang melibatkan social, politik, ekonomi dan pertimbangan etis. contoh untuk socioscientific masalah adalah hilangnya keanekaragaman hayati di seluruh dunia,
tetapi juga dilema bioetika atau masalah bioteknologi seperti rekayasa sebagai genetika.
Mewakili perbatasan ilmu pengetahuan. Siswa memiliki dasar dalam ilmu pengetahuan,
namun tidak bisa lagi menjadi bukti ilmiah.
7
Selain itu, beberapa solusi yang ada bahwa semua memiliki kelemahan. Strategi
solusi baru harus dikembangkan dengan mengintegrasikan, bersaing, perspektif. Socioscientific masalah yang penelitian sedang berlangsung dan berdasarkan penentu masalah socioscientific di kelas sains. Proses argumentasi menimbulkan tuntutan pengolahan
dan pengelompokan pada siswa, karena strategi solusi siswa terlibat dalam berbagai
pencarian informasi dan evaluasi socioscientific sebagai masalah tidak bisa diselesaikan
atas dasar simple sebab dan akibat penalaran.
Siswa terlebih dulu perlu memahami dan menjelaskan masalah socioscientific
dalam kompleksitas. Siswa perlu untuk menghasilkan solusi yang memperhitungkan
beberapa perspektif tentang isu, dan siswa harus dapat mengevaluasi solusi yang sudah
ada bukti empiris bahwa siswa dapat dipromosikan sehubungan dengan socioscientific
pengambilan keputusan dan penalaran.
Beberapa penelitian berfokus pada kualitas argumentasi dan proses penalaran
dengan socioscientific. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dapat dilatih dalam
mengembangkan argumen pro dan kontra, dalam menggunakan trade-off untuk membandingkan solusi yang mungkin dalam menimbang argumen atau kriteria keputusan
untuk mencapai informasi keputusan.
Beberapa penelitian ada yang menganalisis pengaruh pelatihan metakognitif atau
mandiri pada socioscientific siswa dalam pengambilan keputusan dan penalaran. Resch
dan rekan menunjukkan desain kelompok control bahwa program pelatihan berbasis web
dengan metakognitif tambahan untuk mendukung analisis tugas peningkatkan siswa
dalam.
Pengambilan keputusan socioscientific sehubungan dengan mengevaluasi solusi
Labuhn dan koleganya menunjukkan lagi dalam menindaklanjuti desain kontrol kelompok yang diatur sendiri dalam elemen pembelajaran dapat berhasil diintegrasikan ke
dalam ilmu ruang kelas. Selain itu, siswa menunjukkan bahwa siswa yang belajar dalam
kondisi pembelajaran mandiri mengungguli siswa yang belajar di bawah instruksi tradisional pada pengetahuan tentang pengambilan keputusan proses. Eggert et al., (2010)
rekan menggunakan peningkatan metode intervensi.
8
Studi di kalangan siswa untuk meningkatkan ilmiah social pengambilan keputusan mengevaluasi solusi sehubungan dengan isu penilaian yang sesuai dan evaluasi hasil
menunjukkan efek positif pada kedua kelompok pelatihan. Siswa di peningkatan, kondisi dilakukan lebih baik pada langkah-langkah posttest, tetapi efeknya secara statistik
tidak signifikan. Namun, hasil dari penelitian ini menjadikan metakognitif yang dapat bimbingan memiliki dampak positif pada sosial ilmiah penalaran dan pengambilan
keputusan siswa.
2.3 Langkah-langkah dalam Proses Pengambilan Keputusan Secara Socioscientifi
Metode pengambilan keputusan ini seringkali digunakan oleh para pemimpin otokratik
atau dalam kepemimpinan militer. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu
cepat, dalam arti ketika kelompok tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Selain itu, metode ini cukup sempurna dapat diterima
jika pengambilan keputusan yang dilaksanakan berkaitan dengan persoalan rutin yang
tidak mempersyaratkan diskusi untuk mendapatkan persetujuan para anggotanya.
Namun demikian, jika metode pengambilan keputusan ini terlalu sering digunakan, maka akan menimbulkan persoalan-persoalan, seperti munculnya ketidak percayaan para anggota kelompok terhadap keputusan yang ditentukan pimpinannya,
karena siswa kurang bahkan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan akan memiliki kualitas yang lebih bermakna, apabila dibuat
secara bersama-sama dengan melibatkan seluruh anggota kelompok, pada keputusan
yang diambil secara individual. Tipe pengambilan keputusan decision making adalah
tindakan manajemen dalam pemilihan alternative untuk mencapai sasaran.
Keputusan terprogram atau keputusan terstruktur keputusan yang berulang dan
rutin, sehingga dapat diprogram. Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pada manjemen tingkat bawah keputusan pemesanan barang, keputusan penagihan
piutang. Keputusan setengah terprogram atau setengah terstruktur keputusan yang
sebagian dapat diprogram, sebagian berulang-ulang dan rutin dan sebagian tidak terstruktur. Keputusan ini seringn bersifat rumit dan membutuhkan perhitungan serta
analisis yang terperinci. Keputusan membeli sistem komputer yang lebih canggih, keputusan alokasi dana promosi.
9
Keputusan tidak terprogram atau tidak terstruktur keputusan yang tidak terjadi
berulang-ulang dan tidak selalu terjadi. Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat
atas. Informasi untuk pengambilan keputusan tidak terstruktur tidak mudah untuk
didapatkan dan tidak mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar.
Persolan (problem) adalah sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan atau diharapkan. Seharusnya berusaha untuk mencari pemecahan yang baik
bagi suatu persoalan yang tepat (benar) sebab pemecahan yang terbaik bagi persoalan
yang salah tidak ada gunanya. Maka dari itu, dalam membuat keputusan untuk memecahkan persoalan harus bisa menemukan persoalan apa yang perlu di pecahkan atau
diselesaikan.
Memecahkan persoalan berarti suatu keputusan atau tindakan untuk menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan tersebut. Dan perlu di
kumpulkan data-data atau informasi yang relevan artinya faktor-faktor yang mungkin
terjadi penyebab timbulnya persoalan tersebut. Memutuskan berarti memilih salah
satu dari beberapa alternatif tindakan yang tersedia berdasarkan kriteria tertentu.
2.4 Pengambilan Keputusan Socioscientific
Hasil belajar siswa dengan menggunakan keputusan socioscientific sebelum dan setelah
intervensi. The pre-serta posttest terdiri dari tiga socioscientific yang identik dalam
struktur tetapi digunakan konteks yang berbeda untuk membuat siswa termotivasi pada
posttest. Selain itu, konteks yang berbeda digunakan untuk peningkatan hasil belajar
siswa pada posttest yang hanya karena efek pelatihan pada kuesioner menunjukkan dua
contoh socioscientific dari kuesioner pretest.
Menunjukkan distribusi dari konteks yang berbeda posttest. Konteks untuk yang
berbeda yang digunakan dalam pra-posttest kuesioner tentang pengambilan keputusan
socioscientific. Semua item tes untuk socioscientific disajikan dalam format terbuka. Sehubungan dengan socioscientific, siswa harus menjelaskan masalah serta untuk
mengembangkan solusi berkelanjutan untuk masalah ini.
Download