BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. Ada lima jenis Plasmodium yang sering menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale, dan P. knowlesi. Kelima jenis Plasmodium tersebut ditemukan tersebar di wilayah tropis dunia, seperti Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat (WHO, 2011). Plasmodium knowlesi awalnya dikenal sebagai Plasmodium yang menginfeksi hewan monyet dan kera. Penelitian terbaru tentang infeksi malaria di Sabah dan Sarawak menunjukkan bahwa manusia dapat terinfeksi oleh P. knowlesi (Singh et al., 2004; Cox-Singh et al., 2008). Berdasarkan penelitian tersebut P. knowlesi dianggap sebagai Plasmodium kelima yang dapat menyebabkan malaria pada manusia (White, 2008a; Sabbatani et al., 2010). Kelima jenis parasit malaria yang menginfeksi manusia dilaporkan terjadi di Indonesia. Diantara kelima jenis parasit tersebut, infeksi P. falciparum paling sering dilaporkan terjadi diikuti oleh P. vivax, P. malariae, P. ovale dan terakhir P. knowlesi (Elyazar et al., 2011). Jumlah laporan kasus malaria oleh P. knowlesi yang sedikit mungkin disebabkan oleh diagnosa malaria yang kurang sensitif (White, 2008a; Sabbatani et al., 2010). William et al. (2013) menuliskan bahwa keterbatasan dokumentasi (kasus) malaria tersebut terjadi karena P. knowlesi sulit dibedakan dengan P. malariae secara mikroskopis. Kemiripan morfologi antara P. knowlesi dengan P. falciparum dan P. malariae menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan interpretasi dalam pemeriksaan mikroskopis. Kesalahan intepretasi tentu saja sangat merugikan penderita terlebih jika interpretasinya mengarah kepada P. malariae. Oleh karena itu, pemeriksaan dengan teknik biologi molekuler menjadi pilihan penting dalam menentukan infeksi P. knowlesi (Collins, 2012; White, 2008a). Malaria merupakan penyakit yang endemis di Kalimantan, khususnya di Kalimantan Barat. Berdasarkan stratifikasi endemisitas malaria yang ditetapkan oleh Ditjen PP&PL Kementerian Kesehatan, Kalimantan Barat termasuk wilayah dengan kategori endemisitas tinggi. Beberapa kabupaten/kota yang berada di Kalimantan Barat sangat mempengaruhi derajat endemisitas karena jumlah kasus malaria yang muncul sangat banyak. Kabupaten Ketapang termasuk ke dalam kategori wilayah endemis tinggi selama periode 2007-2011. Kabupaten Ketapang menempati posisi teratas dalam jumlah kasus terbanyak pada tahun 2007, 2009 dan 2010. Kasus malaria tertinggi terjadi pada tahun 2009 dengan jumlah total mencapai 40.621 kasus (26.432 kasus malaria klinis dan 14.189 kasus malaria positif). Selama periode 2011-2015 kasus malaria positif di Kabupaten Ketapang cenderung menurun. Diagnosis malaria di Kabupaten Ketapang didasarkan atas gejala klinis saja atau dapat juga disertai dengan pemeriksaan mikroskopis atau Rapid Diagnosis Test (RDT). Jenis parasit yang dilaporkan dari pemeriksaan mikroskopis maupun RDT dalam kasus malaria di Kabupaten Ketapang adalah P. falciparum dan P. vivax (Dinkes Provinsi Kalimantan Barat, 2012). Infeksi P. knowlesi di Kabupaten Ketapang belum pernah dilaporkan. Tidak adanya laporan kasus belum menjamin infeksi P. knowlesi tidak terjadi mengingat bahwa P. knowlesi sulit dibedakan di bawah mikroskop. Adanya populasi Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina sebagai inang reservoir P. knowlesi menjadikan kemungkinan adanya infeksi oleh P. knowlesi dapat terjadi. Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Ketapang tahun 2013, kedua jenis monyet tersebut dapat ditemukan dengan mudah di kawasan hutan di Kabupaten Ketapang. Elyazar et al. (2011) menuliskan bahwa inang dan vektor P. knowlesi dapat ditemukan dalam jumlah banyak di Kalimantan. Wilayah terdekat yang melaporkan adanya malaria knowlesi di Kalimantan adalah Kalimantan Selatan. Ada dua laporan yang dipublikasi tahun 2010 oleh dua peneliti yang berbeda. Kedua laporan tersebut mengindikasikan bahwa wilayah Kalimantan sangat berpotensi sebagai wilayah penyebaran P. knowlesi secara alami (Figtree et al., 2010; Sulistyaningsih et al., 2010). Ketiadaan laporan malaria knowlesi, ovale dan malariae pada manusia mungkin disebabkan karena survei malaria yang lebih sensitif belum dilakukan (Cox-Singh et al., 2008). Pemeriksaan mikroskopis memberikan hasil yang kurang baik dalam membedakan P. falciparum, P. vivax dan P. knowlesi pada daerah dimana ketiga spesies tersebut sering muncul. Kesalahan diagnosis P. knowlesi sebagai P. falciparum, P. vivax atau P. malariae sering terjadi (Barber et al., 2013; Servonnet et al. 2012). Diantara lima jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia, infeksi yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax dan P. knowlesi dapat menimbulkan gejala klinis berat. Plasmodium knowlesi memiliki siklus hidup aseksual selama 24 jam, sehingga dapat menyebabkan angka parasitemia yang tinggi dalam waktu singkat. Keterlambatan dalam penanganan pasien yang terinfeksi P. knowlesi dapat menyebabkan penderita mengalami gejala klinis berat, seperti sesak napas, trombositopeni, gagal ginjal akut, hemolisis sampai kematian (Daneshvar et al., 2009). Pengenalan tentang malaria knowlesi dan langkah-langkah preventif sebaiknya dapat menjadi prioritas bagi penyedia layanan kesehatan pada masyarakat yang hidup di wilayah tepian hutan Indonesia bagian barat dan tengah (Cox-Singh & Singh, 2008. B. Perumusan Masalah Diagnosis malaria di Kabupaten Ketapang dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dan RDT. Kedua jenis pemeriksaan ini memiliki keterbatasan dalam mendiagnosa malaria, seperti keterbatasan metode mikroskopis dalam mendeteksi Plasmodium pada level parasitemia rendah, infeksi campuran, kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan atau kesulitan metode RDT dalam mengidentifikasi semua spesies Plasmodium. Jika penderita malaria dengan level parasitemia rendah yang tidak terdiagnosis tidak diobati, maka penderita tersebut dapat menjadi sumber transmisi penyebaran malaria di lingkungan sekitarnya. Kondisi ini jelas dapat meningkatkan kasus malaria di Kabupaten Ketapang. Adanya keterbatasan metode pemeriksaan dalam mendiagnosis malaria dapat menghambat temuan kasus jenis malaria baru, seperti malaria knowlesi. Penelitian dengan metode pemeriksaan yang lebih sensitif dan spesifik diperlukan untuk mengetahui kemungkinan munculnya jenis malaria baru di Kabupaten Ketapang. Permasalahan yang akan diungkap pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Jenis Plasmodium apa saja yang menyebabkan malaria di Kabupaten Ketapang? 2. Bagaimana perbandingan sensitivitas hasil pemeriksaan malaria standar (mikroskopis dan RDT) dengan nested PCR di Kabupaten Ketapang? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui jenis Plasmodium penyebab malaria di Kabupaten Ketapang. 2. Mengetahui perbandingan sensitivitas antara hasil pemeriksaan standar (mikroskopis dan RDT) dengan nested PCR. D. Keaslian Penelitian Penelitian dilakukan dengan menganalisis sampel darah pasien yang memiliki gejala klinis malaria dengan metode mikroskopis, RDT dan nested PCR. Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Singh et al. (2004), Cox-Singh et al. (2008), Daneshvar et al. (2009), Lee et al. (2009), dan Barber et al. (2013). Penelitian-penelitian tersebut dilakukan terkait survei epidemiologi dengan analisis molekuler (PCR) terhadap semua parasit malaria pada manusia (P. falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariae, dan P. knowlesi) di Malaysia bagian timur (Kalimantan). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian dan metode analisis PCR yang digunakan. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan data jenis parasit malaria yang lebih sensitif dan spesifik. Melalui pemeriksaan yang lebih sensitif, maka data malaria yang diperoleh akan semakin akurat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk memonitor jenis dan penyebaran malaria di Kabupaten Ketapang. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam mengevaluasi program penanganan dan pengendalian malaria di Kabupaten Ketapang.