BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Struktur Modal Keputusan pendanaan adalah keputusan mengatur komposisi aktivitas pendanan yang sangat tergantung pada situasi di pasar keuangan (Subramanyam dan Wild, 2010:19). Pendanaan perusahaan dibagi menjadi dua sumber, yaitu sumber internal dan sumber eksternal perusahaan. Sumber internal berupa modal sendiri, sedangkan sumber eksternal perusahaan berasal dari pinjaman dari bank, kreditur, dari pasar modal dan dana dari pemilik. Keputusan untuk menentukan sumber pendanaan perusahaan adalah salah satu keputusan keuangan yang penting dalam suatu perusahaan. Struktur modal adalah campuran atau proporsi antara utang jangka panjang dan ekuitas, dalam rangka mendanai investasi perusahaan (Brigham dan Houston, 2011:212). Struktur modal perusahaan sangat mempengaruhi nilai perusahaan, jika biaya modal minimum atau sering disebut dengan optimal capital structure maka memungkinkan nilai perusahaan akan maksimum (Sambharakresna, 2010). Peranan manajer keuangan dalam memutuskan pendanaan perusahaan sangat penting karena akan mempengaruhi bentuk struktur modal perusahaan. Keputusan untuk menentukan sumber pendanaan merupakan tugas manajer, karena berkaitan dengan pembiayaan investasi perusahaan. Setiap sumber pendanaan perusahaan yang dipilih oleh manajer memiliki keunggulan dan risikonya masing-masing. Manajer yang tidak paham akan situasi perusahaan dan 15 16 salah dalam penentuan sumber dana menyebabkan perusahaan berisiko mengalami kerugian bahkan kebangkrutan. Teori struktur modal telah lama dikembangkan dan bertujuan untuk menentukan struktur modal yang optimal. Teori ini sangat membantu manajer dalam memahami faktor-faktor potensial yang dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan. Teori-teori struktur modal tersebut kenyataannya belum memberikan metodelogi yang spesifik untuk menentukan tingkat hutang yang optimal bagi para manajer keuangan perusahaan. Kemungkinan penyebab terjadinya permasalahan manajer tersebut adalah teori-teori struktur modal yang memiliki penekanan yang berbeda, seperti pecking order theory yang lebih menekankan penggunaan dana internal terlebih dahulu sebelum hutang dan teori trade-off yang menekankan pada pajak. Penelitian-penelitian tentang struktur modal yang sudah dilakukan di berbagai negara paling banyak menggunakan teori pendukung yaitu pecking order theory. 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Brigham dan Houston (2011:188) menyatakan ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal. Faktor-faktor tersebut adalah sebagaiberikut : 1) Stabilitas penjualan, perusahaan yang penjualannya stabil akan cenderung berani menggunakan hutang yang lebih banyak daripada perusahaan yang penjualannya yang tidak stabil. 17 2) Struktur aset, perusahaan yang struktur asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman, maka cenderung akan cukup banyak menggunakan hutang. 3) Leverage operasi, perusahaan dengan leverage yang operasi yang rendah akan lebih mampu menerapkan leverage keuangan karena perusahaan tersebut akan memiliki risiko usaha yang rendah. 4) Tingkat pertumbuhan, perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang lebih cepat akan lebih mengandalkan pendanaan eksternal. 5) Profitabilitas, sering diamati bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang tinggi ternyata menggunakan hutang yang relatif rendah. 6) Pajak. Bunga hutang merupakan beban untuk pengurang pajak, makin tinggi tarif pajak untuk perusahaan, maka makin besar keunggulan dari hutang. 7) Kendali. Jika manajemen memiliki kendali hak suara (lebih dari 50 persen saham), tetapi tidak berencana untuk membeli saham lagi, maka manajemen tersebut akan memilih hutang sebagai sumber pendanaan yang baru. 8) Sikap manajemen. Manajemen dapat memiliki sikap dan pertimbangan terhadap struktur modal yang tepat bagi perusahaan. Manajemen yang agresif menggunakan lebih banyak hutang dalam usaha untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. 18 9) Kondisi pasar. Kondisi pasar saham dan obligasi jika mengalami suatu perubahan jangka panjang maupun jangka pendek dapat memberikan arah bagi struktur modal perusahaan. 2.3 Pecking Order Theory Nuswandari (2013) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pecking order theory mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan mempunyai tujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Pecking order theory lebih cenderung menggunakan pendanaan internal karena pendanaan internal tidak menimbulkan biaya modal (Joni dan Lina 2010). Teori ini dikemukakan oleh Myers dan Majluf (1984) menjelaskan mengapa perusahaan harus menentukan sumber dana yang paling baik untuk pendanaan perusahaan. Dalam pecking order theory dijelaskan hal-hal sebagai berikut : a. Perusahaan memilih internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan). b. Perusahaan menyesuaikan pembagian dividen dengan yang ditargetkan dan akan menghindari perubahan pembayaran dividen. c. Apabila dana yang dihasilkan dari operasi kurang dari kebutuhan investasi (capital expenditure) maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas perusahaan. 19 d. Apabila dibutuhkan pendanaan dari luar (external financing), maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. 2.4 Teori Keagenan (Agency Theory) Atmaja (2008:258) menyatakan teori agensi adalah teori yang memaparkan masalah yang terjadi antara perusahaan dengan kreditur, perusahaan dianggap melakukan investasi yang terlalu berisiko dan dapat merugikan kreditur. Biaya yang ditimbulkan oleh perusahaan karena adanya hutang dan melibatkan hubungan antara kreditor dan pemegang saham adalah biaya keagenan. Teori agencymerupakan hubungan principal dengan agent, yang dimaksud principal adalah pemilik perusahaan, sedangkan agent adalah manajer perusahaan (Noviawan dan Septiani, 2013). Teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi, yaitu asumsi sifat dasar manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi dasar sifat manusia adalah manusia sering mementingkan diri sendiri, memiliki pemikiran yang kurang mengenai persepsi masa depan, dan manusia lebih senang menghindari risiko. Asumsi keorganisasian yaitu konflik yang terjadi antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi antara manajer dan pemilik. Asumsi informasi adalah informasi dianggap komoditi yang dapat diperjualbelikan.Asumsi sifat dasar manusia diketahui bahwa antara pemilik dan manajer saling mengutamakan kepentingan masing-masing. Pemilik melakukan kontrak dengan tujuan mendapatkan keuntungan dengan profitabilitas yang terus meningkat. Manajer 20 termotivasi untuk mendapatkan dana investasi, pinjaman, serta kontrak kompensasi. Dengan demikian ada dua kepentingan yang berbeda antara pemilik dan manajer. Agency problems adalah pemasalahan yang timbul akibat dari perbedaan kepentingan antara agent dan principal. Asimetri informasi menjadi salah satu penyebab dari agency problems. Asimetri infomasi adalah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh agent dan principal, ketika principal hanya mengetahui sedikit informasi mengenai perusahaan dan kinerja manajemen, sedangkan manajer mengetahui lebih banyak informasi mengenai lingkungan perusahaan, kapasitas diri, dan kondisi perusahaan. Oleh karena itu principal harus menciptakan sistem yang dapat mengawasi kinerja manajer agar sesuai dengan harapannya. Kegiatan ini meliputi biaya monitoring agen, penciptaan sistem informasi akuntansi dan lainnya. Aktivitas ini disebut dengan agency cost. Corporate governance merupakan sistem tata kelola manajemen yang didasari oleh teori keagenan. Sistem ini diharapkan berfungsi sebagai alat untuk meyakinkan investor bahwa mereka tetap menerima keuntungan atas investasi yang telah dilakukan terhadap perusahaan dan corporate governanve juga diharapkan untuk menekan agency cost. Peringkatan dalam CGPI dianggap sebagai penghargaan bagi perusahaan yang telah mengelola manajamen dengan baik. Penghargaan ini memotivasi perusahaan untuk membenahi tata kelola manajemen agar mendapat kepercayaan dari masyarakat. 21 2.5 Corporate Governance Solihin (2009:115) menyatakan definisi corporate governance yang dikemukakan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) adalah sebagai berikut: “Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of the right and responsibilities among different participants in the corporations, such as the board, managers, shareholders and other stakeholders.” (“Corporate governance merupakan suatu sistem untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Struktur corporate governance menetapkan distribusi hak dan kewajiban diantara berbagai pihak yang terlibat dalam suatu korporasi seperti dewan direksi, para manajer, para pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.”) Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002 Tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan Corporate Governance pada BUMN menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam waktu jangka panjang dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (Effendi, 2009:2). Pihakpihak yang dianggap berkepentingan corporate governance adalah pihak internal (dewan komisaris, direksi, karyawan) dan pihak eksternal (investor kreditur, 22 pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya). Noviawan dan Septiani (2013) menyatakan corporate governance merupakan suatu cara yang digunakan untuk melakukan suatu pengendalian pada perilaku eksekutif puncak dan bertujuan untuk melindungi kepentingan pemegang saham atau pemilik perusahaan itu sendiri. Peran dan tuntutan investor dan kreditor asing mengenai penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik adalah salah satu faktor dalam keputusan untuk berinvestasi di sebuah perusahaan (Pratiwi dan Saftiana, 2015). Daniri (2005:8) mendefinisikan corporate governance sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan dalam organ suatu perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) yang dapat memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dan menjaga hubungan baik dengan semua stakeholder yang berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Definisi di atas menyimpulkan bahwa corporate governance dapat dijabarkan sebagai berikut : (Daniri, 2005:8) 1) Struktur yang membangun pola hubungan harmonis tentang peran Dewan Komisaris, Direksi, rups dan para stakeholder lainnya 2) Suatu sistem check and balance mencangkup perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang : pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan 3) Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukuran kinerjanya. Corporate governance memiliki hubungan terhadap struktur modal perusahaan. Jirapornet al. (2012) menyatakan bahwa Corporate governance 23 ada untuk menyediakan checks and balances antara pemegang saham dan manajemen untuk mengurangi masalah. Perusahaan yang memiliki kualitas tata kelola yang buruk akan mengakibatkan masalah agensi yang buruk. Manajer cenderung akan memilih menggunakan hutang yang rendah karena takut terbebani biaya bunga maka perusahaan harus menerapkan tata kelola yang baik agar manajer semakin sulit melakukan tindakan yang menyimpang dan merugikan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka corporate governance dinyatakan memiliki hubungan dengan struktur modal. Penelitian yang dilakukan oleh Saad (2010) dan Jiraporn et al. (2012) menyatakan bahwa corporate governance berpengaruh terhadap struktur modal. Penelitian yang dilakukan oleh Bokpin dan Arko (2009) menemukan hasil yang berbeda yaitu kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap struktur modal. 2.6 Prinsip-prinsip Corporate Governnace Solihin (2009:125) menyatakan corporate governance akan berhasil dilaksanakan jika menerapkan sejumlah prinsip sesuai dengan pedoman umum corporate governance. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1) Transparan Transparansi adalah sikap terbuka mengenai informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun mengungkapkan informasi relevan dan material mengenai perusahaan. Peraturan pasar modal di Indonesia menyatakan bahwa informasi yang dianggap relevan dan material bagi 24 perusahaan adalah informasi penting yang sangat berpengaruh atas naik dan turunnya harga saham dan mempengaruhi prospek perusahaan. Keputusan yang diambil perusahaan harus melalui aturan yang benar dan bersifat terbuka. Informasi yang terbuka ini ditunjukkan kepada semua pihak yang berkaitan dengan perusahaan. Hal-hal yang harus dilaksanakan dalam prinsip transparansi adalah (1) Hasil keuangan dan operasi (2) Tujuan perusahaan (3) Kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberian suara (4) Anggota dewan komisaris dan eksekutif kunci (5) Isu material yang berkaitan dengan pekerja dan stakeholder. 2) Akuntabilitas Akuntabilitas merupakan sistem organisasi, fungsi, dan penanggung jawab atas organ perusahaan yang diperlihatkan secara jelas sehingga sistem pengelolaan perusahaan dapat berjalan secara efektif tanpa adanya tumpang tindih. 3) Pertanggung jawaban Pertanggungjawaban ini adalah pertanggung jawaban perusahaan kepeda seluruh pihak yang berkaitan dengan perusahaan mengenai setiap keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan juga harus bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat dalam mematuhi segala peraturan yang berlaku di lingkungan sosial. 4) Kemandirian 25 Independensi dalam prinsip corporate governance ini berarti bahwa perusahaan dalam keadaan tidak dipengaruhi oleh pihak manapun atau aturan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga perusahaan dikelola secara profesional. 5) Kesetaraan Kesetaraan dalam hal ini diartikan bahwa perusahaan menerapkan sistem yang adil dalam pengambilan keputusan dan perlakuan yang adil dan setara kepada hak-hak stakeholder sesuai dengan perjanjian serta peraturan/hukum yang berlaku. 2.7 Corporate Governance Perception Index (CGPI) Masyarakat transparansi Indonesia dengan para tokoh masyarakat dan pelaku bisnis membentuk lembaga independen yang mendorong pelaku bisnis yang etis dan bermartabat. Hal ini dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998. The Indonesian Institute for Corporate Governance resmi berdiri pada tanggal 2 Juni 2000 sebagai lembaga kajian pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan implementasi tata-kelola korporasi yang mempunyai tujuan menyebarluaskan konsep, praktik, dan manfaat corporate governance (http://www.iicg.org/). Penentuan skor CGPI dilakukan berdasarkan rata-rata tertimbang bobot masing-masing aspek seperti: 26 Tabel 2.1 Aspek dan Bobot CGPI No Aspek Bobot (%) 1 Komitmen terhadap tata kelola perusahaan 15 2 Hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan kunci 20 3 Perlakuan yang setara terhadap semua pemegang saham 15 4 Peran stakeholder dalam tata kelola perusahaan 15 5 Pengungkapan dan transparansi 15 6 Tanggung jawab dewan komisaris dan dewan direksi 20 Sumber : Laporan CGPI 2014 Tahapan proses riset dalam pemeringkatan corporate governance yang dilakukan oleh IICG dalam CGPI ada empat tahapan yaitu sebagai berikut : 1) Self-assessment. Pada tahap ini perusahaan akan mengisi kuisioner selftassessment sesuai dengan penerapan konsep CG pada perusahaannya. 2) Pengumpulan dokumen perusahaan. Tahap ini perusahaan diwajibkan untuk mengumpulkan dokumen yang mendukung penerapan CG di perusahaannya. 3) Penyusunan makalah dan presentasi. Perusahaan harus membuat laporan mengenai kejelasan kegiatan dalam perusahaan yang menerapkan prinsipprinsip CG. 4) Observasi ke perusahaan. Tahap ini adalah tahap terakhir yaitu tim peneliti dari CGPI akan mendatangi perusahaan peserta untuk memastikan penerapan prinsip-prinsip CG. 27 IICG melakukan pembobotan nilai pada masing-masing tahapan dengan nilai bobot yang berbeda. Empat tahapan tersebut dinilai dengan bobot sebagai berikut : Tabel 2.2 Pembobotan melalui Empat Tahapan Tahapan Bobot (%) No 1 Self-assessment 21 2 Pengumpulan dokumen perusahaan 27 3 Penyusunan makalah dan presentasi 25 4 Observasi ke perusahaan 27 Sumber : Laporan CGPI 2014 Pemeringkatan skor pada penilaian penerapan CG dapat dibagi menjadi tiga level, yaitu sebagai berikut : Tabel 2.3 Pemeringkatan corporate governance Skor Level/ Kategori 55-69 Cukup terpercaya 70-84 Terpercaya 85-100 Sangat terpercaya Sumber : Laporan CGPI 2014 2.8 Profitabilitas Brigham dan Daves (2010) menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan suatu 28 perusahaan dalam memperoleh keuntungan (Kasmir, 2013:196). Tandelilin (2010:372) juga berpendapat bahwa profitabilitas menggambarkan sejauh mana aset-aset yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan laba. Mamduh dalam bukunya (2008:42) juga mengatakan profitabilitas sebagai alat ukur perusahaan dalam mendapatkan keuntungan yang dilihat dari aset, penjualan, dan modal saham tertentu. Profitabilitas juga memberikan tingkat ukuran efektivitas pengelolaan manajemen pada perusahaan, pengukuran ini dapat dilakukan dalam beberapa periode agar dapat melihat perkembangan perusahaan dalam periode waktu tertentu, hasilnya akan digunakan sebagai alat evaluasi kinerja manajemen (Kasmir, 2013:197). Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan mengurangi hutang, hal ini disebabkan oleh besarnya pengalokasian keuntungan pada laba di tahan sehingga perusahaan lebih mengandalkan dana internal (Nuswandari, 2013). Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi memiliki peluang kebangkrutan yang rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki profitabilitas yang rendah. Pengelolaan terhadap kekayaan perusahaan yang efisien juga cerminan dari meningkatnya profitabilitas suatu perusahaan. Terdapat beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan (Sartono, 2010), diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Gross profit margin (GPM) Gross profit margin digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian keuntungan kotor terhadap penjualan bersihnya. Jika nilai GPM mendekati satu, maka semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk penjualan dan 29 semakin besar tingkat keuntungannya. GPM dapat dirumuskan sebagai berikut: πΊπππ π ππππππ‘ ππππππ = 2) Net profit margin (NPM) πππππ’ππππ − π»ππππ πππππ πππππ’ππππ πππππ’ππππ Net profit margin berfungsi untuk mengukur tingkat pengembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Nilai NPM yang mendekati satu berarti bahwa semakin efisien biaya yang dikeluarkan dan semakin besar tingkat pengembalian keuntungan bersihnya. πππ‘ ππππππ‘ ππππππ = 3) Return On Assets (ROA) πΏπππ π΅πππ πβ πππ‘πππβ πππππ πππππ’ππππ Return on assets berfungsi untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan suatu keuntungan dengan menggunakan aktiva yang dimilikinya. ROA juga disebut dengan return oninvestment (ROI). π ππ‘π’ππ ππ π΄π π ππ‘π = 4) Return on equity (ROE) πΏπππ π΅πππ πβ π ππ‘ππβ πππππ πππ‘ππ π΄π π ππ‘π Return on equity adalah tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan. Return on equity berfungsi untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. π ππ‘π’ππ ππ πΈππ’ππ‘π¦ 5) Earning per share (EPS) πΏπππ π΅πππ πβ π ππ‘πππβ πππππ πΈππ’ππ‘ππ 30 Earning per share digunakan untuk mengukur kemampuan perlembar saham perusahaan dalam menghasilkan laba. πΈππ = πΏπππ π΅πππ πβ πππ‘πππβ πππππ − π·ππ£ππππ ππβππ ππππππππ π½π’πππβ ππβππ ππππ π π¦πππ πππππππ Sartono (2011:122) profitabilitas dapat diukur dengan rasio-rasio penjualan dan investasi. Penelitian ini menggunakan return on asset (ROA) sebagai proksi untuk mengukur profitabilitas karena rasio ini adalah rasio yang menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba dari setiap aset yang digunakan (Brigham dan Houston, 2011:148). Prastowo (2014:91) juga menyatakan return on asset digunakan untuk pengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. Fahmi (2012:98) berpendapat return on asset sering juga disebut dengan return on investmet, karena ROA menggambarkan pengembalian atas investasi yang dilakukan perusahaan. Profitabilitas diketahui mempunyai hubungan dengan corporate governance dan struktur modal. Profitabilitas yang diperoleh perusahaan akan mempengaruhi kualitas dari pengungkapan corporate governance. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka kualitas atas pengungkapan corporate governance harus lebih ditingkatkan agar dapat mengatasi masalah keagenan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pratiwi dan Saftiana, 2015) yang menyatakan profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap corporate governance. Bubbico et al. (2012), dan Al-Hadded et al. (2014) juga menemukan hasil yang sama profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap 31 corporate governance. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Agyei dan Owusu (2014) yang menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap corporate governance. Hal ini dikarenakan perusahaan yang mengalami penurunan profitabilitas memilih melakukan lebih banyak pengungkapan untuk menjaga nilai perusahaan. Profitabilitas juga berhubungan dengan struktur modal karena semakin besar profitabilitas yang diperoleh maka perusahaan memiliki keuntungan yang tinggi sehingga mampu membiayai kegiatannya. Perusahaan dengan keuntungan yang semakin tinggi akan berkewajiban untuk membagikan keuntungan tersebut berupa dividen kepada para pemegang saham. Perusahaan memiliki kebijakan menggunakan keuntungan untuk dibagikan atau membiayai investasi. Perusahaan dengan prospek yang cerah tentu akan memilih sebagian keuntungannya untuk berinvestasi. Investasi yang dilakukan tentu membutuhkan dana yang besar sehingga dana internal cenderung tidak mencukupi. Perusahaan tetap membutuhkan dana eksternal untuk membiayai kegiatan dan investasi, shingga memiliki hubungan yang positif dengan struktur modal perusahaan. Hal ini sesaui dengan penelitian oleh Aurangzeb and Anwar (2012) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap struktur modal. Kouki dan Said (2012) menemukan hasil yang sama yaitu profitabilitas berpengaruh positif terhadap struktur modal. Akinlo (2011) menemukan hasil yang berbeda yaitu profibilitas berpengaruh negatif dengan leverage. Perusahaan yang memperoleh keuntungan yang besar akan memiliki dana internal yang besar untuk membiayai operasional 32 sehingga akan mengurangi hutang perusahaan. Hal ini sesuai dengan pecking order Theory yang menyatakan perusahaan memilih dana dari hasil operasi terlebih dahulu sebelum menggunakan hutang. Penelitian yang dilakukan oleh Sheikh et al. (2011), Umer (2014), dan Lim (2014) mendukung pernyataan bahwa, profitabilitas yang tinggi akan mengurangi penggunaan hutang perusahaan. 2.9 Pertumbuhan Aktiva Kasmir (2013:76) menyatakan aktiva adalah harta atau aset yang dimiliki perusahaan. Aktiva adalah sumber daya atau sarana ekonomik yang mempunyai suatu kesatuan yang nilai kewajarannya harus diukur secara objektif (Munawir, 2010:30). Aktiva dapat dibedakan menjadi dua yaitu, aktiva lancar dan aktiva tetap. Fahmi (2012:31) menyatakan aktiva lancar adalah aset yang memiliki tingkat perputaran yang tinggi dan paling cepat dicairkan dengan periode waktu satu (1) tahun, sedangkan aktiva tetap adalah aset yang memiliki nilai guna lebih dari satu tahun, seperti gedung dan kendaraan (Raharjaputra, 2009:08). Total aktiva adalah jumlah keseluruhan dari kekayaan perusahaan yang terdiri dari seluruh aktiva baik aktiva lancar maupun aktiva tetap, yang nilainya seimbang dengan total kewajiban dan ekuitas. Total aktiva yang mengalami perubahan peningkatan karena tingginya tingkat produksi perusahaan disebut dengan pertumbuhan aktiva. Pertumbuhan aktiva adalah cerminan dari keberhasilan investasi di periode masa lalu dan akan dijadikan prediksi untuk pertumbuhan perusahaan di masa 33 yang akan datang, serta menjadi indikator bagi permintaan dalam dunia industri (Sambharakresna, 2010). Brigham dan Houston (2011:189) menyebutkan perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang terus meningkat harus lebih mengandalkan sumber dana eksternal. Perusahaan dengan daya saing yang tinggi akan menyebabkan perusahaan tersebut memiliki struktur biaya yang efisien dan berpeluang untuk meningkatkan volume penjualan. Kesempatan pertumbuhan perusahaan adalah kesempatan perusahaan untuk lebih berkembang dan untuk melakukan investasi di masa yang akan datang (Nuswandari, 2013). Pertumbuhan perusahaan yang meningkat akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk mendapatkan laba yang lebih besar di masa yang akan datang. Peluang pertumbuhan aktiva perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan untuk berkembang dimasa yang akan datang dengan melakukan investasi yang maksimal untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pertumbuhan aktiva yang semakin pesat mengindikasikan manajer telah berhasil mengelola aset-aset perusahaan yang telah diinvestasikan untuk kegiatan operasional perusahaan saat ini dan juga untuk di masa depan. Pertumbuhan aktiva perusahaan dapat menjadi sinyal positif bagi perusahaan di masa mendatang karena dapat menarik investor untuk melakukan investasi (Manuaba, 2014). Investor cenderung memilih melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. Dana internal perusahaan cenderung tidak cukup untuk melakukan suatu investasi pada aktiva, karena kesempatan investasi yang semakin meningkat akan membutuhkan pembiayaan yang sangat besar, maka perusahaan harus 34 memperoleh dana dari pihak eksternal. Perusahaan harus tetap menstabilkan penjualan bila perlu penjualan harus ditingkatkan untuk mempermudah perolehan dana dari pihak luar perusahaan. Para investor juga akan lebih percaya menginvestasikan dana kepada perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang stabil. Pertumbuhan yang semakin tinggi akan mengindikasikan perusahaan untuk membutuhkan dana yang lebih besar sehingga memerlukan dana eksternal untuk membiayai operasionalnya. Penggunaan sumber dana dari eksternal biasanya dalam bentuk hutang. Hal ini berarti pertumbuhan aktiva memiliki hubungan yang searah dengan struktur modal perusahaan. Salehi et al. (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal. Fauzi et al. (2013) dan Alzomaia (2014) juga menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Aurangzeb dan Anwar (2012) dan Glenn (2011) menyatakan pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Pertumbuhan aktiva yang tinggi menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Semakin tinggi pertumbuhan maka diperlukan pendanaan yang memadai. Pendanaan internal biasaya tidak mencukupi, sehingga diperlukan pendanaan sumber eksternal yaitu hutang. Penggunaan hutang untuk pembiayaan kegiatan perusahaan harus secara optimal dan sesuai dengan kesepakatan manajer sebagai agen dan pemegang saham sebagai prinsipal. Perusahaan dituntut untuk dapat mengelola keuangan dengan adil dan transparan bagi semua pihak sehingga, perusahaan harus meningkatkan kualitas penerapan corporate governance. 35 Dengan demikian, pertumbuhan aktiva yang semakin besar akan mempengaruhi kualitas corporate governance perusahaan. Black et al (2006) dan Khatab et al. 2011 mendukung pernyataan bahwa pertumbuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap corporate governance. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Pamungkas (2012) dan Sulistyowati, dkk (2010) yang menyatakan governance. pertumbuhan aktiva tidak berpengaruh terhadap corporate