Definisi Multiple Sclerosis penyakit demyelinating yang mengenal serebelum,saraf optikus dan medula spinalis (terutama mengenai traktus kortikospinalis dan kolumna posterior), secara patologi memberi gambaran plak multipel di susunan saraf pusat khususnya periventrikuler subtansia alba. Etiologi Penyebab MS adalah suatu autoimmun yang menyerang myelin dan myelin forming sel pada otak dan medula spinalis, akan tetapi pada MS sebenarnya bukan suatu autoimmun murni oleh karena tidak adanya antigen respon immun yang abnormal. Kausa MS terdiri dari: Patofisiologi a. b. Virus : infeksi retrovirus akanmenyebabkan kerusakan oligodendroglia Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsangan heat shock protein c. d. sehingga menyebabkan pelepasan sitokin Defek pada oligodendroglia Diet : berhubungan dengan komposisi membran, fungsi makrofag, e. sintesa prostaglandin Genetika : penurunan kontrol respon immune Plak MS terbentuk akibat proses aktivasi T-sel perifer yang melekat pada post kapiler venule susunan saraf pusat. T sel melewati sel endotel untuk bermigrasi ke parenkin periventrikuler akibat adanya proses inflamasi maka terjadi kerusakan lapisan myelin dalam dan oligodenroglia. Proses inflamasi akan mereda dalam waktu 2-6 minggu. Relaps pada MS biasanya dipicu oleh infeksi virus, pada 1/3 kasus infeksi saluran nafas atas akan menyebabkan eksaserbasi akut (Panisch, 1991). Proses relaps ini akibat adanya aktivasi sistim immun. Trauma dan stress diduga dapat menyebabkan MS atau menyebabkan eksaserbasi walau hubungan stress dan trauma belum pasti. Sembuh dan relaps berhubungan dengan immun-mediated. Pada lession experimental alergic encephalomyelitis, inhibitory cytokin, immunoglobulin, profile sitokin selama eksaserbasi dan sembuh pada MS adalah identik. Tanda dan gejala 1. Kelemahan umum : biasanya muncul setelah aktivitas minimal, kelemahan bertambah berat dengan adanya peningkatan suhu tubuh dan kelembapan tinggi, yang disebut sebagai Uht holff fenomena (pada akson yang mengalami demylisasi). Kelemahan seperti ini dapat dosertai kekakuan pada ekstermitas sampai drop foot 2. Gangguan sensoris : baal, kesemutan, perasaan seperti diikat, ditusuk jarum, dingin pada tungkai dan tangan, pada pemeriksaan fisik dengan test lhermitte biasa + (30%) hal ini akibat adanya plek pada kolumna servikal posterior yang kemudian meiritasi dan menekan medula spinalis. 3. Nyeri : pada kebanyakan pasien MS akan mengalami nyeri (Clifford & Troter), nyeri bersifat menahun. Nyeri pada MS berbentuk: a. Nyeri kepala relatif sering didapatkan (27%) b. Nyeri neurolgia trigeminal: pada orang muda dan bilateral c. (Jensen, 1982) relatif jarang (5%) Nyeri akibat peradangan nervus optikus akibat penekanan dura sekitar nervus optikus d. Nyeri visceral berupa spasme kandung kemih, konstipasi 4. Gangguan Blader : pada 2/3 kasus MS akan mengalami gangguan hoperreflek blader oleh karena gangguan spincter, pada fase awal areflek dan 1/3 hiporelek dengan gejala impoten. 5. Gangguan serebelum : 50% kasus memberi gejala intension tremor, ataksia, titubasi kepala, disestesia, dan dikenal sebagai trias dari Charcott: nistagmus, gangguan bicara, intension tremor 6. Gangguan batang otak : lesi pada batang otak akan mengganggu saraf intra aksonal, nukleus, internuklear, otonom dan motorik, sensorik sepanjang traktus-traktus. a. Lesi N III-IV menyebabkan diplopia, parese otot rektus medial yang b. c. menyebabkan internuklear ophtalmoplegi (INO) patognomonis untuk MS Lesi N VII menyebabkan Bell palsy Lesi N VIII menyebabkan vertigor (sering), hearing loss (jarang) 7. Gangguan N Optikus (Neuritis optika) : terutama pada pasien muda (Reder, 1997) sebanyak 31%, gejala berupa, penurunan ketajaman penglihatan, skotoma sentral, gangguan persepsi warna, nyeri pada belakang bola mata, visus akan membaik setelah 2 minggu onset neuritis optika kemudian sembuh dalam beberapa bulan. Penambahan suhu tubuh akan memperbesar gejala (uht holff) 8. Gangguan fungsi luhur : fungsi luhur umunya masih dalam batas normal, akan tetapi pada pemeriksaan neuropsikologi didapatkan perlambatan fungsi kognisi sampai sedang atau kesulitan menemukan kata (Rao, 1991). Diagnosis Karena tidak ada yang spesifik untuk MS, maka diagnosa terutama berdasarkan adanya remisi dan relaps pada orang muda, dengan lesi multifocal dan asimetrik pada traktus subtansia alba. a. Clinically definite MS Terbukti dari riwayat penyakit dan pemeriksaan neurologi terdapat lebih dari satu lesi atau dua episode gejala dari satu lesi dan bukti lesi b. pada MRI atau evoked Laboratory supported definite MS Terbuktinya ada dua lesi adri riwayat penyakit dan pemeriksaan jika hanya saru lesi yang terbukti maka lesi lain terbukti dari MRI atau c. evoked potensial dan kadar Ig G abnormal Clinically probable MS Jika hanya dari pemeriksaan atau anamnesa dan bukan dari keduanya, terbukti ada lebih dari satu lesi. Jika hanya satu lesi terbukti dari anamnesa dan hanya satu dari pemeriksaan neurologik, evoked potensial atau adanya bukti pada MRI lebih lesi dan pemeriksaan IgG d. CSF normal. Laboratory supported probable Kriteria yang dipakai pada MS ada dua yaitu kriteria Schumacher dan Poser, tetapi yang banyak adalah kriteria poser. Laboratorium a. Pemeriksaan CSF 1. Jumlah sel Pada keadaan normal jumlah sel <5/mm3, pada 50% clinically MS dengan jumlah sel >5mm3 Jumlah sel 5-35/mm3 Jumlah sel > 25/ mm3 sangat jarang untuk MS (1%) 2. Pemeriksaan isoelektrik oligoclonal IgG bands Pemeriksaan ini sangat membantu diagnosa,akan tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik untuk MS oleh karena kadarnya juga meningkat pada 1/3 kasus dengan penyakit inflamasi susunan saraf pusat, infeksi susunan saraf pusat 3. Deteksi gangguan blood brain barrier (BBB) Study tentang CSF dapat menerangkan gangguan BBB berupa adanya peningkatan immunoglobulin G abnormal antara CSFSSP dapat menunjang diagnosa MS. Pada 7% clinically defenite MS mempunyai IgG>0,7 4. Pemeriksaan protein Peningkatan albumin quosien (CSF albumin/serum albumin) ditemukan pada 10-15 % pasien clinically definite MS. Jumlah b. protein dapat normal atau meningkat (jarang>100 mg/dl). Pemeriksaan evoked potensial Visual evoked respon sangat sensitif untuk menentukan adanya plak pada N optikus, kiasma, traktus, respon abnormal terdapat pada clinically definite MS (85%) Brainstem auditory: digunakan untuk menentukan lesi di pons. Respon abnormal didapati pada 64% definite MS dan 41% probable MS Somatosensory: digunakan untuk mengetahui gangguan sensorial pada pasien MS yang pada pemeriksaan klinik normal. Respon abnormal terdapat pada 77% definite MS, 67% c. probable MS. MRI Pada pemeriksaan MRI terjadi peningkatan low intensitas signal T2weighted, hal ini disebabkan oleh karena reaksasimolekul air yang di fasilitasi dengan berbagai protein pada selubung myelin. Pada MS terjadi kerusakan myelin sehingga molekul air terbebas dari komperment, dengan ada air bebas maka relaksasi time lebih lama sehingga menyebabkan peningkatan signal T2-weighted. Sayangnya pemeriksaan MRI tidak spesifik untuk MS. Penatalaksanaa n 1) Relaps akut: Metyl prednisolon per infus 1 gram/hari selama 7-10 hari, kemudian po(per oral) prednison 80 mg selama 4 hari kemudian 2) tapering off 40,20,10 mg masing-masing 4 hari Pencegahan relaps Inferon B: efektif untuk mencegah relaps pada MS, cara pemberian injeksi subkutan, obat ini untuk penderita 2 atau lebih serangan pada 2 tahun pertama. Sekarang digunakan intarvenous IgG dengan dosis 0,4 gr/koagulan.hari 3) selama 5 hari, kemudian dibooster 0,4 gr/koagulan/hari setiap 2 bulan dalam 2 tahun. Kronik progresif Dapat diberikan immunosupresan misalnya azahioprin, methotrexate, cyclophosphamide tetapi sayang hasilnya tidak memuaskan