BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan fasilitas kesehatan publik di tahun 1970 dan 1980. Namun gaya hidup tidak sehat masih dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Di Indonesia terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes mellitus dan kanker. Bahkan penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi penyebab dari 30 persen kematian di Jawa dan Bali. (Peningkatan Keadaan Kesehatan Indoensia, 2010). Penyakit merupakan suatu fenomena yang kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacammacam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia makin rentan akibat meningkatnya kemungkinan konsumsi obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Perilaku masyarakat juga sering tidak mendukung hidup bersih dan sehat. Hal ini dapat terlihat dari meluasnya kebiasaan merokok, dan pola makan yang tidak sehat. Lingkungan di Ibu Kota yang tidak sehat serta kemacetan yang melanda dapat menjadi pencetus stres yang menimbulkan penyakit serta tekanan psikologi juga dapat memperparah penyakit (Rekiaddin, 2012). World Health Organization (WHO) atau organisasi kesehatan dunia pada tahun 1975 mendefinisikan kesehatan sebagai suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial (fkm.unair, 2011). Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi dimana penyakit tidak menular meningkat drastis. Tetapi fenomenanya sekarang penyakit dipicu oleh sejumlah faktor seperti stress, kebiasaan merokok, obat-obatan tertentu, atau infeksi virus yang membuat penyakit makin parah dan harus di operasi (Indonesia Policy Briefs). World Health Organization menyatakan bahwa lebih dari 234 juta prosedur operasi besar dilakukan di seluruh dunia setiap tahunnya (William, 2010). Penelitian membuktikan di Negara berkembang tingkat kematian disebabkan karena operasi mayor adalah 5-10 %, dan tingkat kematian dikarenakan obat bius dilaporkan tinggi. Infeksi dan komplikasi pada pasca operasi lainnya juga menjadi perhatian diseluruh dunia (WHO guidelines, 2009). Banyak sekali penyakit yang memerlukan tindakan pembedahan atau operasi. Misalnya saja penyakit usus buntu, hernia, tumor, kuning, patah tulang, dan batu ginjal. Operasi merupakan jenis pengobatan kanker yang paling tua dan paling penting. Pembedahan atau yang lebih dikenal orang awam dengan istilah operasi menawarkan tingkat kesembuhan yang paling tinggi dibanding pengobatan kanker jenis lainnya, khususnya jika sel-sel kanker belum menyebar ke bagian tubuh lain. Operasi di Indonesia sudah semakin maju ditunjang dengan teknologi peralatan medis kedokteran yang semakin lengkap dan modern. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam dunia kesehatan semakin meningkat dan mudah dengan adanya Teknologi kedokteran terhadap kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Dengan semakin majunya teknik pembedahan, tingkat keberhasilannya pun semakin meningkat. Kini pembedahan diupayakan menimbulkan luka seminimal mungkin, sehingga penderita tetap dapat beraktivitas senormal mungkin. Operasi dipandang mengerikan bagi banyak orang dan menjadi pilihan terakhir dalam penyembuhan. Masyarakat lebih cenderung mendatangi dukun atau pengobatan alternatif untuk penyembuhan berbagai penyakit tanpa operasi. Namun pada akhirnya bila kesanggupan dukun tanpa operasi ini tidak membawa hasil, mereka akan datang lagi ke dokter tetapi dengan keadaan yang sudah terlambat yang semestinya dilakukan operasi sedari dini. Masyarakat Indonesia kini sudah cukup cermat dan pintar dalam memandang ilmiah kedokteran. Meskipun kebudayaan Indonesia sangat kuat akan kepercayaan- kepercayaan ghaib dan pengobatan dukun, namun karena pengaruh modernisasi kini masyarakat Indonesia mulai mengurangi dan menghilangkan kepercayaan tersebut. Ada pernyataan dalam US Congress Library bahwa generasi ini di Indonesia kehilangan minat terhadap kemampuan berhubungan dengan hal yang ghaib. (Walcott, 2004). Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pasien yang dioperasi meningkat dari sekitar 400.000 orang pada tahun 1984 sampai 8,3 juta jiwa di tahun 2000 (Hancox dkk, 2004). Keberhasilan operasi tidak menghilangkan persepsi risiko pada masyarakat. Salah satu persepsi resiko operasi terbesar adalah kematian. Kematian dapat disebabkan kelalaian dokter, penyakit yang tidak bisa disembuhkan, dan pemberian anestesi (obat bius). Sikap terhadap persepsi operasi juga dipengaruhi oleh spesialisasi dokter, apakah dokter yang menangani operasi tersebut ahli dalam bidangnya atau tidak. Persepsi risiko lainnya yaitu takut operasi tidak menyembuhkan, takut tidak sanggup menanggung biaya operasi, efek samping dari operasi, takut menjadi cacat, takut menjadi sorotan sosial, dan takut alat operasi tertinggal di dalam tubuh (Yottabaca, 2011). Persepsi masyarakat tidak hanya mengenai bahaya dan risiko dari operasi, melainkan juga persepsi keuntungan dari operasi itu sendiri. Masyarakat yang sudi untuk dioperasi berpersepsi jika operasi meningkatkan mobilitas, kapabilitas fungsi organ tubuh, dan kualitas hidup. Masyarakat juga yakin pada operasi yang akan dijalani jika mereka mempersepsikan dokter yang menangani berpengalaman dan direkomendasikan (Dekoven,et al 2012). Ketidakpastian muncul ketika peristiwa yang akan dijalani memiliki banyak kemungkinan-kemungkinan, yang berhubungan dengan risk atau benefits dari operasi. Salah satu penyebab ketidakpastian pada operasi adalah kurangnya komunikasi antara dokter dan pasien. Terkadang dokter tidak menjelaskan penyakit pasien secara rinci, prosedur operasi yang akan dijalani dan perawatan setelah operasi sehingga ada ketidakpastian akan apa yang terjadi jika operasi dilakukan (Neuman, 2012). Sikap pasien terhadap operasi juga bisa disebabkan oleh beberapa hal. Kapasitas kognitif mengenai apa itu operasi dan akibat dari operasi menyebabkan sikap pasien terhadap operasi pada setiap orang berbeda. Pencarian informasi mengenai operasi tiap pasien berbeda-beda sehingga persepsi mereka pun berbeda. Maka dari itu penelitian ini ingin melihat prediksi persepsi ketidakpastian terhadap sikap pasien terhadap operasi. Kurangnya pengetahuan dan informasi pasien mengenai penyakit, tidak jelasnya diagnosis, prognosis, dan gejala-gejala yang akan muncul setelah operasi juga menjadi penyebab persepsi ketidakpastian mengenai hasil operasi yang akan dijalani (Madeo, dkk, 2012). Begitu juga kejadian tak terduga pada efek samping pada treatment operasi dan gangguan hubungan sosial pasien dengan kerabat sekitar membuat ketidakpastian pada pasien yang akan dioperasi (Stewart, et al., 2011). Peran struktur internal dalam diri manusia, menjadi peran yang mendukung dalam mengatasi ketidakpastian. Persepi ketidakpastian seseorang akan mengakibatkan sikap yang positif atau negatif pada seseorang. Struktur internal diri yang diteliti dalam penelitian ini adalah Identitas ego. Identitas ego berarti definisi ego berdasarkan atribut atau trait yang membedakan diri dengan orang lain dan hubungan personal yang dimilikinya. Setiap individu memiliki identitas ego yang berbeda sesuai dengan latar belakang budaya, nilai-nilai diri, kepercayaan, tujuan masa depan dan cara kita mendefinisikan diri bergantung pula pada situasi dan konteks sosial. Perkembangan identitas ego terbukti menjadi prediktor yang penting bagi tingkat rasa keingintahuan individu (Jones & Hartmann dalam Dumas, 2012). Gagasan “Krisis dan komitmen Identitas” muncul sebagai fenomena modern yang banyak terjadi di abad ini (Baumeister, 2012). Identitas ego tidak hanya terjadi pada remaja, namun identitas ego merupakan suatu struktur internal yang dapat terjadi di masa dewasa. Identitas bias berkembang, dijaga, dan berubah sepanjang rentang usia. Istilah krisis identitas diciptakan oleh Erikson pada tahun 1940an. Erikson bergagasan bahwa hampir setiap individu mengalami krisis identitas pada masa remaja, meskipun di berbagai kasus individu tidak menyadari kalau ia mengalami krisis identitas. Sementara individu di masa middle ages, kebanyakan sudah mengalami fase komitmen pada identitas egonya. Individu yang mengalami krisis identitas, akan mengeksplor hal-hal yang berada di sekitarnya, termasuk mengambil risiko (Bernard, dalam Baumeister, 2012). Salah satu layanan yang ada di Rumah Sakit adalah layanan pengobatan melalui operasi. Operasi merupakan tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikologisnya misalnya harga diri, gambaran diri, dan identitas ego. Kecemasan selalu dihindari, oleh karena itu, operasi yang dinatakan memiliki tingkat kecemasan tinggi, masyarakat cenderung menghindarinya karena dapat menjadi suatu ancaman berbahaya bagi fisik dan psikologis seperti identitas egonya (Thomas & Hardy, 1997). Dikatakan oleh Mishel (2006) bahwa sikap seseorang pada penyakitnya, ditentukan oleh persepsi ketidakpastian mereka yang didukung dengan pengetahuan masing-masing individu. Oleh karena itu akan diteliti apakah identitas ego dan persepsi ketidakpastian seseorang akan memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis atau tidak. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah identitas ego dan persepsi ketidakpastian secara bersama mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi? 2. Apakah identitas ego memprediksikan persepsi ketidakpastian tentang operasi? 3. Apakah persepsi ketidakpastian memprediksikan sikap pasien pada operasi medis? 1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan 1. Untuk mengetahui prediksi identitas ego dan persepsi ketidakpastian terhadap sikap pasien pada operasi medis 2. Untuk mengetahui prediksi identitas ego terhadap persepsi ketidakpastian 3. Untuk mengetahui prediksi persepsi ketidakpastian pada sikap pasien terhadap operasi medis 1.3.2 Manfaat 1. Manfaat bagi pasien-pasien yang harus di operasi agar mengetahui cara bersikap pada operasi dilihat dari persepsi ketidakpastiannya. 2. Manfaat bagi mahasiswa untuk memberikan pemahaman wawasan mengenai hubungan antara identitas ego, persepsi, dan sikap, juga untuk panduan penelitian selanjutnya 3. Manfaat bagi pihak kedokteran di Indonesia memberikan pemahaman mengenai persepsi ketidakpastian pasien terhadap operasi dan diharapkan dapat mengambil tindakan dari persepsi mereka dan menjalankan prosedur lebih maksimal