BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu yang dimaksudkan untuk menghasilkan produk yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Dari pengertian diatas maka dapat terlihat adanya ciri pokok proyek sebagai berikut: a. Bertujuan menghasilkan lingkup (scope) tertentu berupa produk akhir atau hasil kerja akhir. b. jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan diatas telah ditentukan. c. Bersifat sementara, dalam arti umumnya dibatasi oleh selesai tugas, titik awal dan akhirnya ditentukan dengan jelas. d. Nonrutin, tidak berulang-ulang, jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. (Soeharto,1997) Pengendalian merupakan salah satu fungsi dari manajemen proyek yang bertujuan agar pekerjaan-pekerjaan dapat berjalan mencapai sasaran tanpa banyak penyimpangan. Pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi memerlukan suatu pengendalian waktu yang baik karena apabila hal ini terabaikan, maka akan terjadi keterlambatan dalam penyelesaian proyek. Keterlambatan dalam penyelesaian proyek sangat merugikan bagi pelaksana proyek tersebut, karena seringkali mengakibatkan pelaksana akan mengeluarkan biaya tambahan sebagai kompensasi karena proyek yang dikerjakan tidak selesai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Metode konsep nilai hasil adalah konsep menghitung besarnya biaya yang menurut anggaran sesuai dengan pekerjaan yang telah diselesaikan atau dilaksanakan (budgeted cost of work performed). 4 2.2 Manajemen proyek Definisi manajemen proyek menurut H. Kerzner (1982) (dikutip dari Buku Manajemen Proyek, Iman Soeharto, 1999) yang melihatnya dari wawasan manajemen berdasarkan fungsi dan bila digabungkan dengan pendekatan sistem akan menjadi seperti berikut : “Manajemen proyek adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan”. Dari definisi diatas terlihat bahwa konsep manajemen konstruksi mengandung hal-hal pokok : a. Menggunakan pengertian manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan yang berupa manusia, dana dan material. b. Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasaran yang telah digariskan secara spesifik. Untuk itu perlu teknik dan metode pengelolaan yang khusus, terutama aspek perencanaan dan pengendalian. Sesuai dengan definisi manajemen proyek menurut H. Kerzner fungsi perencanaan dan pengendalian merupakan fungsi yang penting dari konsep manajemen proyek. 2.3 Sasaran Proyek dan Tiga Kendala (Triple Constrain) Di atas telah disebutkan bahwa tiap proyek memiliki tujuan khusus, misalnya rumah tinggal, jembatan, atau instalasi pabrik. Di dalam proses mencapai tujuan tersebut telah ditentukan batasan yaitu besar biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal dan mutu yang harus dipenuhi. Ketiga batasan di atas disebut tiga kendala (triple constrain). Seperti diperlihatkan oleh gambar 2.1 ini merupakan parameter penting bagi penyelenggaraan proyek yang sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek. 5 Gambar 2.1 Sasaran Proyek yang merupakan tiga kendala Sumber : (Soeharto, 1997) a. Anggaran Proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran. Untuk proyek-proyek yang melibatkan dana dalam jumlah besar dan jadwal bertahun-tahun, anggarannya bukan hanya ditentukan untuk total proyek tetapi dipecah bagi komponen-komponennya, atau perperiode tertentu (misalnya per kwartal) yang jumlahnya disesuaikan dengan keperluan. Dengan demikian, penyelesaian bagian-bagian proyek pun harus memenuhi sasaran anggaran per periode b. Jadwal Proyek harus dekerjakan sesuai dengan kurun waktu dan tanggal akhir yang ditentukan. Bila hasil akhir adalah produk baru, maka penyerahan tidak boleh melewati batas waktu yang ditentukan. c. Mutu Produk atau hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang dipersyaratkan. Sebagai contoh, bila hasil kegiatan proyek tersebut berupa instalasi pabrik, maka kriteria yang harus dipenuhi adalah pabrik harus mampu beroperasi secara memuaskan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Ketiga batasan tersebut bersifat tarik-menarik artinya, jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak maka umumya harus diikuti dengan menaikkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada naiknya 6 biaya melebihi anggaran. Sebaliknya bila ingin menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan mutu atau jadwal. (Soeharto, 1997) 2.4 Perencanaan Biaya Biaya memegang peranan penting dalam penyelengaraan proyek. Untuk itu perencanaan biaya memerlukan langkah yang tepat. Langkah tersebut termasuk mempertimbangkan berbagai alternatif yang mungkin dapat menghasilkan biaya yang paling ekonomis bagi kinerja atau material yang sebanding. Anggaran biaya ini akan menjadi sarana bagi pengendalian proyek (Soeharto, 1999) 2.4.1 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Yang dimaksud dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya- biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut. Anggaran Biaya merupakan harga dari bangunan yang dihitung dengan teliti, cermat dan memenuhi syarat. Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan berbeda-beda antara daerah satu dengan daerah yang lain. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga bahan dan upah tenaga kerja. (Ibrahim, 1993) Rencana Anggaran Biaya (RAB) dibagi menjadi dua, yaitu rencana anggaran terperinci dan rencana anggaran biaya kasar. a. Rencana Anggaran Biaya Kasar sebagai pedoman dalam menyusun anggaran biaya kasar digunakan harga satuan tiap meter persegi (m2) luas lantai. Anggaran biaya kasar dipakai sebagai pedoman terhadap anggaran biaya yang dihitung secara teliti. Walaupun namanya anggaran biaya kasar, namun harga satuan tiap m2 luas lantai tidak terlalu jauh beda dengan harga yang dihitung secara teliti. b. Rencana Anggaran Biaya Teliti Yang dimaksud dengan angaran biaya teliti, ialah anggaran biaya bangunan atau proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat, sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya. Pada anggaran biaya kasar sebagaimana diuraikan terdahulu, harga satuan dihitung berdasarkan harga 7 taksiran setiap luas lantai m2. Taksiran tersebut harus berdasarkan harga yang wajar, dan tidak terlalu jauh beda dengan harga yang dihitung secara teliti. Sedangkan penyusunan biaya yang dihitung dengan teliti, didasarkan atau didukung oleh: Bestek, gunanya untuk menentukan spesifikasi bahan dan syarat-syarat teknis. Gambar bestek, gunanya untuk menentukan atau menghitung besarnya masing-masing volume pekerjaan. Harga satuan pekerjaan, didapat dari harga satuan bahan dan harga satuan upah berdasarkan perhitungan asalisis BOW. Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek mempunyai beberapa kegunaan, pada taraf pertama dipergunakan untuk mengetahui berapa besar biaya yang diperlukan untuk membangun proyek atau investasi, selanjutnya mempunyai fungsi dengan spektrum yang amat luas yaitu merencanakan dan mengendalikan sumber daya seperti : material, tenaga kerja, pelayanan, maupun waktu. Meskipun kegunaannya sama, namun untuk masing-masing organisasi peserta proyek mempunyai penekanannya yang berbeda-beda/ fungsi estimasi antara lain sebagai berikut : a. Bagi pemilik proyek (owner): adalah angka yang menunjukkan jumlah perkiraan biaya yang akan menjadi salah satu patokan untuk menentukan kelanjutan suatu investasi. Secara praktis di lapangan disebut dengan Owner Estimation (OE). b. Bagi konsultan: adalah angka yang diajukan kepada pemilik proyek (Owner) sebagai usulan biaya yang terbaik untuk berbagai keguanaan sesuai perkembangan proyek dan sampai derajat ketelitian tertentu, kredibilitasnya terkait dengan kebenaran atau ketepatan angka-angka yang diusulkan. Harga estimasi yang diajukan oleh konsultan disebut dengan Bill of Quantity (BQ). c. Bagi kontraktor: adalah angka finansial yang diajukan dalam proses lelang guna memperoleh pekerjaan dan memperhitungkan keuntungan, dimana angka tersebut tergantung pada seberapa kecakapannya membuat perkiraan biaya. Bila penawaran yang diajukan dalam proses lelang terlalu tinggi, kemungkinan besar kontraktor yang bersangkutan akan mengalami 8 kekalahan dalam lelang. Sebaliknya bila memanangkan lelang dengan harga yang terlalu rendah akan mengalami kesulitan di kemudian hari. Harga yang diajukan oleh kontraktor ini disebut dengan Estimate Engineering (EE) Komponen-komponen penyusun dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek adalah sebagai berikut : 1. Biaya langsung (direct cost) Biaya langsung adalah biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi komponen permanen hasil akhir proyek. Biaya langsung terdiri dari : a. Biaya bahan/material Merupakan harga bahan atau material yang digunakan untuk proses pelaksanaan konstruksi, yang sudah memasukan biaya angkutan, biaya loading dan unloading, biaya pengepakkan, penyimpanan sementara di gudang, pemeriksaan kualitas dan asuransi b. Upah Tenaga Kerja Biaya yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh dalam menyelesaikan suatu jenis pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan keahliannya. c. Biaya Peralatan Biaya yang diperlukan untuk kegiatan sewa, pengangkutan, pemasangan alat, memindahkan, membongkar dan biaya operasi, juga dapat dimasukkan upah dari operator mesin dan pembantunya. 2. Biaya tidak langsung (indirect cost) Adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisor, dan pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam proses pembangunan proyek. Biaya tidak langsung meliputi antara lain: a. Overhead kantor Biaya untuk mejalankan usaha seperti sewa kantor dan fasilitasnya, honor pegawai kantor dan ijin-ijin usaha. b. Overhead proyek (lapangan) Biaya personil dilapangan. Fasilitas sementara diproyek seperti gudang, kantor, listrik, pagar, konsumsi dan transport. 9 Bank garansi, bunga bank, ijin bangunan, dan pajak. Peralatan kecil yang habis atau terbuang setelah proyek selesai. Kontrol kualitas (Quality Control) seperti test mutu beton, baja dan sondir. c. Rapat-rapat lapangan (site meeting). Biaya-biaya pengukuran. Profit Merupakan keuntungan yang didapat oleh pelaksana kegiatan proyek (kontraktor) sebagai nilai imbal jasa dalam proses pengadaan proyek yang sudah dikerjakan. Secara umum keuntungan yang yang diset oleh kontraktor dalam penawarannya berkisar antara 10 % sampai 12 % atau bahkan lebih, tergantung dari keinginan kontrakor. d. Pajak Berbagai macam pajak seperti PPN, PPh dan lainnya atas hasil operasi perusahaan. 2.4.2 Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) Rencana anggaran pelaksanaan adalah penjabaran rencana anggaran penawaran secara terperinci, sehingga akan nampak jumlah biaya yang diperlukan untuk pembelian bahan, upah pekerja dan biaya operasi atau sewa alat yang diperlukan untuk penyelesaian pekerjaan. Perhitungan estimasi biaya total pada rencana anggaran pelaksanaan (RAP) harus lebih kecil nilainya dibandingkan dengan rencana anggaran biaya (RAB). Oleh karena selisih tersebut merupakan keuntungan bagi perusahaan Apabila hasil evaluasi biaya setelah proyek selesai menunjukkan selisih antara RAP dan realisasi biaya yang dikeluarkan selama masa pelaksanaan pekerjaan tidak terlalu besar, maka dapat dikatakan estimasi atau rencana anggaran pelaksanaan ini cukup tepat. Jadi fungsi RAP sangat penting dalam menunjang keberhasilan sebuah proyek konstruksi. Fungsi lain RAP adalah : a. Sebagai pedoman general kontraktor untuk melakukan perjanjian kontrak dengan sub kontraktor. 10 b. Sebagai acuan untuk negosiasi harga antara general kontraktor dengan mandor atau sub kontraktor. c. Untuk mengetahui perkiraan keuntungan atau kerugian yang akan dialami jika menggunakan suatu metode kerja. d. Jika ternyata diperkiraan rugi maka kontraktor bisa mencari jalan agar tetap untung. e. Sebagai dasar untuk membuat jadwal pendatangan material dan tenaga kerja. f. Untuk membuat kurva s, namun jadwal ini biasanya dibuat khusus untuk keperluan kontraktor, sedangkan untuk laporan ke konsultan pengawas atau pemilik proyek tetap berpedoman pada RAB. 2.5 Perencanaan Waktu Proyek Jadwal waktu proyek merupakan alat yang dapat menunjukan kapan berlangsungnya setiap kegiatan, sehingga dapat digunakan pada waktu merencanakan kegiatan-kegiatan maupun untuk mengendalikan pelaksanaan proyek secara keseluruhan. Perencanaan waktu proyek biasanya menggunakan metode bagan balok (bar chart) atau analisis jaringan kerja (network Planning). (Dipohusodo, 1996) 2.5.1 Bar Chart Bar chart adalah diagram alur pelaksanaan pekerjaan yang dibuat untuk menentukan waktu penyelesaian pekerjaan yang dibutuhkan. Manajemen proyek yang baik perlu diketahui posisi waktu setiap pekerjaan, sehingga pekerjaan proyek dapat benar-benar dipantau agar tidak terjadi keterlambatan penyelesaian proyek. (Soeharto, 2001) Bagan balok disiapkan dengan tangan (manual) atau dengan menggunakan computer, tersusun pada kordinat X dan Y. Di sumbu Y, dicatat pekerjaan atau elemen atau paket pekerjaan dari hasil penguraian lingkup suatu proyek, dan dilukis sebagai balok. Sedangkan di sumbu X, tertulis satuan waktu misalnya hari, minggu, atau bulan. Di sini waktu mulai dan waktu akhir masing-masing pekerjaan adalah ujung kiri dan kanan dari balok-balok yang bersangkutan, seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Pada waktu membuat bagan balok telah 11 diperhatikan urutan kegiatan, meskipun belum terlihat hubungan ketergantungan antara satu dengan yang lain. (Soeharto, 1997) Bagan balok sangat mudah dibuat dan dipahami. Sangat berfaedah sebagai alat perencana dan komunikasi. Bila digabungkan dengan metode lain, misalnya grafik “S” dapat dipakai untuk aspek yang lebih luas. Meskipun memiliki segisegi keuntungan tersebut, namun penggunaan metode bagan balok terbatas karena kendala-kendala berikut a. Tidak menunjukan secara spesifik hubungan ketergantungan antara satu kegiatan dengan yang lain, sehingga sulit untuk mengetahui dampak yang diakibatkan oleh keterlambatan satu kegiatan terhadap jadwal keseluruhan. b. Sulit mengadakan perbaikan atau pembaharuan (updating), karena umumnya harus dilakukan dengan membuat bagan balok baru, padahal tanpa adanya pembaharuan segera menjadi “kuno” dan menurun daya gunanya. c. Untuk proyek berukuran sedang dan besar, lebih-lebih yang bersifat kompleks, penggunaan bagan balok akan menghadapi kesulitan sedemikian besar jumlah kegiatan yang mencapai puluhan ribu, dan memiliki keterkaitan tersendiri di antara mereka, sehingga mengurangi kemampuan penyajian secara sistematis. Gambar 2.2 Tampilan Bar Chart Sumber : (Dipohusodo, 1996) 2.5.2 Diagram Anak Panah (Arrow Diagram) Diagram anak panah (Arrow Diagram) adalah visualisasi proyek berdasarkan network planning, Diagram anak panah berupa jaringan kerja yang 12 berisi lintasan-lintasan kegiatan dan urutan-urutan peristiwa yang ada selama penyelenggaraan proyek. Dengan diagram anak panah dapat segera dilihat kaitan suatu kegiatan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, sehingga bila sebuah kegiatan terlambat maka dengan segera dapat dilihat kegiatan apa saja yang dipengaruhi oleh keterlambatan tersebut dan berapa besar pengaruhnya. Juga dengan diagram anak panah dapat diketetahui kegiatan-kegiatan mana saja atau lintasan-lintasan mana saja yang kritis, sehingga dengan mengetahui tingkat kekritisannya dapat ditetapkan skala prioritas dalam menangani masalah-masalah yang timbul selama penyelenggaraan proyek. Juga dapat diketahui peristiwa-peristiwa mana saja yang kritis sehingga usaha-usaha segera dapat diarahkan dan dimulai sedini mungkin untuk membuat peristiwa kritis tersebut terjadi pada saatnya. Dalam diagram anak panah ada beberapa simbol yang digunakan yaitu : a) Anak Panah Anak panah melambangkan kegiatan. Sebuah anak panah hanya melambangkan sebuah kegiatan demikian pula sebuah kegiatan hanya dilambangkan oleh sebuah anak panah. Pada umumnya nama kegiatan dicantumkan di atas anak panah dan lama (durasi) kegiatan ditulis dibawah anak panah. Anak panah selalu digambarkan dengan ekor anak panah disebelah kiri dan kepala anak panah di sebelah kanan. Ekor anak panah selalu ditafsirkan sebagai kegiatan dimulai dan kepala anak panah ditafsirkan sebagai kegiatan selesai b) Lingkaran kecil (Node) Melambangkan peristiwa atau kejadian. Lingkaran terbagi atas tiga ruang, yaitu : ruang sebelah kiri merupakan tepat huruf yang menyatakan nomer peristiwa, ruang sebelah kanan atas yang menyatakan nomor hari (untuk satuan hari) yang merupakan saat paling awal (SPA) peristiwa yang mungkin terjadi. Ruang sebelah kanan bawah menyatakan nomor hari 13 (untuk satuan hari) yang merupakan saat paling lambat (SPL) dari kegiatan yang boleh terjadi. c) Anak Panah terputus-putus Anak panah terputus putus melambangkan hubungan antar peristiwa. Sama halnya dengan anak panah yang melambangkan kegiatan, anak panah yang terputus–putus ( dummy ) digambarkan selalu dengan ekor di sebelah kiri dan kepala di sebelah kanan. Demikian pula dengan cara menggambarkan anak panah teputus-putus sama dengan cara menggambarkan anak panah biasa. Berbeda dengan kegiatan yang membutuhkan waktu, sumber daya dan biaya, serta ruangan tempat kegiatan berlangsung. Hubungan antara kegiatan (dummy) tidak membutuhkan waktu, sumber daya dan ruangan. Oleh karena itu hubungan antara peristiwa tidak perlu diperhitungkan dan karenanya tidak mempunyai nama dalam perhitungan waktu, lamanya dihitung sama dengan nol. Meskipun tidak perlu diperhitungkan, hubungan antara kegiatan harus ada ( bila diperlukan ) untuk menyatakan logika ketergantungan kegiatan yang patut diperhatikan. 2.5.3 Kurva S Grafik dibuat dengan sumbu-X sebagai nilai komulatif biaya atau jam-orang yang telah digunakan atau persentase (%) penyelesaian pekerjaan, sedangkan sumbu-Y menunjukan parameter waktu. Ini berarti menggambarkan kemajuan volume pekerjaan yang diselesaikan sepanjang siklus proyek. Bila grafik tersebut dibandingkan dengan grafik serupa yang disusun berdasarkan perencanaan dasar (komulatif pengeluaran berdasarkan anggaran uang atau jam-orang) maka akan segera terlihat jika terjadi penyimpangan. Dengan memiliki sifat seperti tersebut dan pembuatannya yang relatif cepat dan mudah, maka metode penyajian dengan grafik “S” dijumpai secara luas dalam penyelenggaraan proyek. Grafik yang dibuat dengan sumbu vertikal sebagai nilai komulatif biaya atau jam-orang atau penyelesaian pekerjaan dan sumbu horisontal sebagai waktu kalender masing-masing dari angka 0 sampai 100 ini, umumnya 14 akan berbentuk huruf S. Ini disebabkan kegiatan proyek berlangsung sebagai berikut: a. Kemajuan pada awalnya bergerak lambat b. Diikuti oleh kegiatan yang bergerak cepat dalam kurun waktu yang lebih lama. c. Akhir kecepatan tersebut menurun dan berhenti pada titik akhir Grafik “S” sangat bermanfaat untuk dipakai sebagai laporan bulanan dan laporan kepada pimpinan proyek maupun pimpinan perusahaan karena grafik ini dapat dengan jelas menunjukan kemajuan proyek dalam bentuk yang mudah dipahami. (Soeharto, 2001) 2.5.4 Metode Jalur Kritis Pada metode jalur kritis atau CMP dikenal adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukan kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jadi jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan pertama sampai kegitan terakhir proyek. Maka jalur kritis penting bagi pelaksanaan proyek, karena pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan, kadang-kadang dijumpai lebih dari satu jalur kritis dalam jaringan kerja. (Soeharto, 1999) Dalam proses identifikasi jalur kritis, dikenal beberapa terminologi dan rumus-rumus perhitungan sebagai berikut: 1. TE = E Waktu paling awal peristiwa (node/even) dapat terjadi (Earliest Time of Occurance), yang berarti waktu paling awal suatu kegiatan yang berasal dari node tersebut dapat dimulai, karena menurut aturan dasar jaringan kerja, suatu kegiatan baru dapat dimulai bila kegiatan terdahulu telah selesai. 2. TL=L Waktu paling even/Occorunce), akhir yang peristiwa berarti boleh waktu terjadi paling (Latest lambat Allowable yang masih diperbolehkan bagi suatu peristiwa terjadi. 15 3. ES Waktu mulai paling awal suatu kegiatan (Earliest Start Time). Bila waktu kegiatan dinyatakan atau berlangsung dalam jam, maka waktu ini adalah jam paling awal kegiatan dimulai. 4. EF Waktu selesai paling awal suatu kegiatan (Earliest Finish Time). Bila hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu merupakan ES kegiatan berikutnya. 5. LS Waktu paling akhir kegiatan boleh mulai (Latest Allowable Start Time), yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek secara keseluruhan. 6. LF Waktu paling akhir kegiatan boleh selesai (Latest Allowable Finish Time) tanpa memperlambat penyelesaian proyek. 7. D Adalah kurun waktu suatu kegiatan. Umumnya dengan satuan waktu hari, minggu, bulan, dan lain-lain. (Soeharto, 1997) 2.5.5 PDM (precedence Diagram Methode) PDM (precedence Diagram Methode) disebut juga Metode Preseden diagram adalah jaringan kerja yang termasuk klasifikasi Activity On Node (AON) . Disini kegiatan dituliskan dalam node yang umumnya berbentuk segi empat, sedangkan anak panah hanya sebagai petunjuk hubungan antara kegiatan-kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian, Dummy yang ada dalam CPM merupakan tanda yang penting untuk menunjukkan hubungan ketergantungan, di dalam PDM tidak diperlukan. Aturan dasar CPM mengatakan bahwa suatu aktivitas boleh dimulai setelah pekerjaan terdahulu (Predecessor) selesai, maka untuk proyek dalam rangkaian kegiatan yang tumpang tindih (overlapping) dan berulang-ulang akan memerlukan garis dummy yang banyak sekali, sehingga tidak praktis dan kompleks. (Soeharto,1999). 16 Kegiatan dan peristiwa pada PDM ditulis dalam node yang berbentuk kotak segi empat. Definisi kegiatan dan peristiwa sama seperti pada CPM. Hanya perlu ditekankan di sini bahwa dalam PDM kotak tersebut menandai suatu kegiatan, dengan demikian harus dicantumkan identitas kegiatan dan kurun waktunya. Adapun peristiwa merupakan ujung-ujung kegiatan. Setiap node mempunyai dua peristiwa yaitu peristiwa awal dan peristiwa akhir. Ruang dalam node dibagi menjadi kompartemen-kompartemen kecil yang berisi keterangan spesifik dari kegiatan dan peristiwa yang bersangkutan dan dinamakan atribut. Pengaturan denah (layout) kompartemen dan macam serta jumlah atribut yang hendak dicantumkan bervariasi sesuai keperluan dan keinginan pemakai. Beberapa atribut yang sering dicantumkan diantaranya adalah kurun waktu kegiatan (D), identitas kegiatan (nomor dan nama), mulai selesainya kegiatan (ES, LS, EF, LF, dan lainlain). Pada precedence Diagram hubungan antar kegiatan berkembang menjadi berapa kemungkinan berupa konstrain. Konstrain menunjukan hubungan antar kegiatan dengan satu garis dari node terdahulu ke node berikutnya. Satu konstrain hanya dapat menghubungkan dua lingkaran (node) karena setiap lingkaran (node) hanya memiliki dua ujung, yaitu ujung awal atau mulai = (S) dan ujung akhir atau selesai (F), maka ada empat macam konstrain, yaitu: awal ke mulai (SS), awal ke akhir (SF), akhir ke akhir (FF), akhir ke awal (FS). Pada garis konstrain dibubuhkan penjelasan mengenai waktu mendahului (lead) atau tertunda (lag). Bila kegiatan (i) mendahului (j) dan satuan waktu adalah hari, maka penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut : 1. Konstrain selesai ke mulai (FS) Dirumuskan sebagai FS (i-j) = a yang berati kegiatan (j) mulai a hari, setelah kegiatan yang mendahuluinya (i) selesai. Jenis konstain ini identik dengan kaidah utama jaringan kerja CPM yaitu suatu kegiatan dapat mulai bila kegiatan yang mendahuluinya (predecessor) telah selesai. Kegiatan (i) Kegiatan (j) FS(i-j)=a 17 2. Konstrain mulai ke mulai (SS) Dirumuskan sebagai SS (i-j) b yang berati suatu kegiatan (j) mulai setelah b hari kegiatan terdahulu (i) mulai. Konstrain semacam ini terjadi bila sebelum kegiatan terdahulu selesai 100%, maka kegiatan (j) boleh dimulai. Kegiatan (i) SS(i-j) = b Kegiatan (j) 3. Konstrain selesai ke selesai (FF) Dirumuskan sebagi FF (i-j) = c yang berati suatu kegiatan (j) selesai setelah c hari kegiatan terdahulu (i) selesai. Konstrain semacam ini mencegah selesainnya suatu kegiatan 100%, sebelum c hari kegiatan yang terdahulu selesai. Kegiatan (i) FF(i-j) = c Kegiatan (j) 4. Konstrain mulai ke selesai (SF) Dirumuskan sebagai sebagai FS (i-j) = d yang berati suatu kegiatan terdahulu (i) selesai setelah d hari kegiatan (j) dimulai. Kegiatan (i) Kegiatan (j) SF(i-j) = d Kegiatan dan peristiwa pada PDM ditulis dalam node yang berbentuk segi empat. Setiap node mempunyai dua peristiwa yaitu peristiwa awal dan peristiwa akhir. Ruangan dalam node dibagi menjadi kompartemen-kompartemen kecil yang berisi keterangan spesifik dari kegiatan dan peristiwa bersangkutan dan 18 dinamakan atribut. Pengaturan denah (layout) kompartemen dan macam serta jumlah atribut yang hendak dicantumkan bervariasi sesuai keperluan dan keinginan pemakai. Contoh : ID dan Nama Kegiatan Tgl. Mulai : ES / LS Durasi Tgl. Selesai : EF / LF Total Float Progres Penyelesaian Gambar 2.3 Denah yang lazim pada node PDM Sumber : (Soeharto, 1999) 2.6 Fungsi dan Proses Pengendalian Pengendalian adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merencanakan sistem informasi, membandingkan pelaksanaan dengan standar, menganalisa kemungkinan adanya penyimpangan antara pelaksanaan dengan standar, kemudian mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan agar sumber daya yang digunakan efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran. (Soeharto, 1999) Titik tolak dari definisi diatas, maka proses pengendalian proyek dapat diuraikan menjadi langkah-langkah berikut : 2.6.1 Menentukan sasaran Sasaran proyek adalah menghasilkan produk atau instalasi dengan batasan anggaran, jadwal, dan mutu yang telah ditentukan. Sasaran ini dihasilkan dari suatu perencanaan dasar dan menjadi salah satu faktor pertimbangan utama dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi atau membangun proyek, sehingga sasaran-sasaran tersebut merupakan tonggak tujuan dari kegiatan pengendalian. 19 2.6.2 Lingkup Kegiatan Untuk mempelajari sasaran maka lingkup proyek didefinisikan lebih lanjut, yang mengenai ukuran, batas, dan jenis pekerjaan apa saja yang harus dilakukan untuk menyelesaikan lingkup proyek secara keseluruhan. 2.6.3 Standar dan Kriteria Dalam usaha mencapai sasaran secara efektif dan efisien, perlu disusun suatu standar, kriteria atau spesifikasi yang dipakai sebagai tolak ukur untuk membandingkan dan menganalisis hasil pekerjaan. Standar, kriteria dan patokan yang dipilih dan ditentukan harus bersifat kuantatif, demikian pula metode pengukuran dan perhitungannya harus dapat memberikan indikasi terhadap pencapaian sasaran. 2.6.4 Merancang Sistem Informasi Satu hal yang perlu ditekankan dalam proses pengendalian proyek adalah perlunya suatu sistem informasi dan pengumpulan data yang mampu memberikan keterangan yang cepat, tepat, akurat. Sistem ini diperlukan untuk memantau prestasi pekerjaan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk informasi yang dapat digunakan untuk tindakan pengambilan keputusan. 2.6.5 Mengkaji dan Menganalisis Hasil Pekerjaan Pada tahap ini diadakan analisis berdasarkan indikator yang diperoleh dan mencoba membandingkan dengan kriteria dan standar yang ditentukan. Hasil analisis ini dipakai landasan dan dasar tindakan pembetulan. Oleh karena itu metode yang digunakan harus tepat dan peka terhadap adanya kemungkinan penyimpangan. 2.6.6 Mengadakan Tindakan Pembetulan Apabila hasil analisa menunjukan adanya indikasi penyimpangan yang cukup berarti, maka perlu diadakan langkah-langkah pembetulan, sehingga rencana sasaran semula dapat tercapai. Hasil analisis dan pembentukan akan berguna sebagai umpan balik perencanaan pekerjaan selanjutnya dalam rangka mengusahakan tetap tercapainya sasaran semula. 20 2.7 Metode Pengendalian Suatu sistem pengendalian di samping memerlukan perencanaan yang terrealisasi sebagai tolak ukur pencapaian sasaran, juga harus di lengkapi dengan teknik atau metode yang dapat segera mengungkapkan tanda-tanda terjadinya penyimpangan dan dapat membuat prakiraan atau proyeksi keadaan masa depan proyek. Ada beberapa metode pengendalian yang kita kenal diantaranya Analisis Varians, Konsep Nilai Hasil (Earned Value Concept), dan Rekayasa Nilai (Value Engineering). Metode yang digunakan dalam penulisan ini ada Konsep Nilai Hasil ( Earned Value Concept). 2.7.1 Analisis Varians Adalah metode pengendalian dengan cara membandingkan informasi status akhir kemajuan proyek dengan perencanaan, atau dengan melihat catatan penggunaan sumber daya, misalnya jam-orang dan membandingkannya dengan anggaran. Yang memperlihatkan perbedaan antara hal-hal berikut : a. Biaya pelaksanaan dengan anggaran. b. Waktu pelaksanaan dengan jadwal. c. Tanggal mulai pelaksanaan dengan rencana. d. Tanggal akhir pekerjaan dengan rencana. e. Angka kenyataan pemakaian tenaga kerja dengan anggaran. f. Jumlah penyelesaian pekerjaan dengan rencana. (Soeharto, 1999) Disamping menunjukan angka perbedaan komulatif antar rencana dan pelaksanaan pada saat pelaporan, analisis varians juga mendorong untuk melacak dan mengkaji dimana dan kapan telah terjadi varians yang paling dominan dan kemudian mencari penyebabnya untuk dilakukan koreksi. 2.7.2 Metode Konsep Nilai Hasil Metode Nilai Hasil adalah konsep menghitung besarnya biaya yang menurut anggaran sesuai dengan pekerjaan yang telah diselesaikan atau dilaksanakan (budgeted cost of works performed). Earned Value menghitung nilai pekerjaan yang telah diselesaikan. Metode Earned Value mengkombinasikan biaya, jadwal dan prestasi pekerjaan. Earned Value mengukur besarnya pekerjaan yang telah diselesaikan pada suatu waktu dan menilai berdasarkan jumlah anggaran yang 21 disediakan untuk pekerjaan tersebut. Metode ini dapat mengungkapkan apakah kemajuan pelaksanaan pekerjaan proyek senilai dengan pemakaian bagian anggarannya. Dengan analisi konsep Earned Value dapat diketahui hubungan antara apa yang sesungguhnya telah dicapai secara fisik terhadap jumlah anggaran yang telah dikeluarkan. yang ditulis dengan rumus : Nilai Hasil = (% penyelesaian) x (anggaran) (2.1) Keterangan : - % penyelesaian yang dicapai pada saat pelaporan - Anggaran yang dimaksud adalah real cost biaya proyek Konsep Nilai Hasil merupakan perkembangan dari konsep analisis varians, dimana dalam analisis varians hanya menunjukan perbedaan hasil kerja pada waktu pelaporan dibandingkan dengan anggaran atau jadwalnya. Adapun kelemahan dari metode analisis varians adalah hanya menganalisa varians biaya dan jadwal masing-masing secara terpisah sehingga tidak dapat mengungkapkan masalah kinerja kegiatan yang sedang dilakukan. Sedangkan dengan metode konsep nilai hasil dapat diketahui kinerja kegiatan yang sedang dilakukan serta dapat meningkatkan efektivitas dalam memantau kegiatan proyek. A. Indikator –indikator yang dipergunakan Konsep dasar nilai hasil dapat dipergunakan untuk menganalisis kinerja dan membuat perkiraan pencapaian sasaran. Untuk itu di gunakan tiga indikator : 1.ACWP (Actual Cost of Work Performed) Adalah jumlah biaya aktual pekerjaan yang telah dilaksanakan. Biaya ini diperoleh dari data-data akutansi atau keuangan proyek pada tanggal pelaporan (misalnya, akhir bulan), yaitu catatan segala pengeluaran biaya aktual dari paket pekerjaan atau kode akuntasi termasuk perhitungan overhead dan lain-lain. Jadi ACWP merupakan jumlah aktual dari pengeluaran atau dana yang digunakan utuk melaksanakan pekerjaan pada kurun waktu tertentu. 22 2. BCWP (Budgeted Cost Of Work Performed) Indikator ini menunjukan nilai hasil dari sudut pandang nilai pekerjaan yang telah selesai terhadap anggaran yang disediakan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Bila angka ACWP dibandingkan dengan BCWP, akan terlihat perbandingan antara biaya yang telah dikeluarkan untuk pekerjaan yang telah terlaksanakan terhadap biaya seharusnya dikeluarkan untuk maksud tersebut. 3. BCWS (Budgeted Cost Of Work Scheduled) Angka ini menunjukan anggaran untuk suatu paket pekerjaan, tetapi disusun dan dikaitkan dengan jadwal pelaksanaan. Di sini terjadi perpaduan antara biaya, jadwal, dan lingkup kerja. Dimana pada setiap elemen pekerjaan telah diberi alokasi biaya jadwal yang dapat menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan pekerjaan. (Soeharto, 2001) Dengan menggunakan 3 indikator diatas dapat dihitung berbagai faktor yang menunjukkan kemajuan dan kinerja pelaksanaan proyek, seperti: a. Varians biaya (CV) dan Varians jadwal terpadu (SV). b. Memantau perubahan varians terhadap angka standar. c. Indeks produktivitas dan kinerja. d. Prakiraan biaya penyelesaian proyek. B. Varians Biaya dan Jadwal terpadu Telah disebutkan sebelumnya bahwa menganalisis kemajuan proyek dengan analisis varians sederhana dianggap kurang mencukupi, karena metode ini tidak mengintegrasi aspek biaya dan jadwal. Untuk mengatasi hal tersebut maka metode nilai hasil dengan berdasarkan indikator BCWS, ACWP, dan BCWP. (Soeharto, 2001) Rumus varians biaya dan varians jadwal adalah sebagai berikut : - Varians Biaya (CV)= BCWP – ACWP (2.2) - Varians Jadwal (SV) = BCWP – BCWS (2.3) 23 C. Indeks Produktifitas dan Kinerja Pengelola proyek sering kali ingin mengetahui efisiensi penggunaan sumber daya, yang dapat dinyatakan sebagai indeks produktivitas atau indeks kinerja (Soeharto, 2001). Adapun rumus-rumusnya adalah sebagai berikut : - Indeks Kinerja Biaya (CPI) = BCWP/ACWP - Indeks Kinerja Jadwal (SPI) = BCWP/BCWS (2.4) (2.5) Bila angka indeks kinerja ditinjau lebih lanjut, akan terlihat hal-hal sebagai berikut: a. Angka Indeks kinerja kurang dari satu berati pengeluaran lebih besar dari anggaran atau waktu pelaksanaan lebih lama dari jadwal yang direncanakan. Bila anggaran dan jadwal sudah dibuat secara realistis, maka berati ada sesuatu yang tidak benar dalam pelaksanaan pekerjaan. b. Angka indeks kinerja lebih dari satu, maka kinerja penyelenggaraan proyek lebih baik dari perencanaan, dalam arti pengeluaran lebih kecil dari anggaran atau jadwal lebih cepat dari rencana. c. Semakin besar perbedaannya dari angka satu semakin besar penyimpangan dari perencanaan dasar atau anggaran. Bahkan bila didapat angka yang terlalu tinggi, yang berati prestasi pelaksanaan pekerjaan sangat baik, perlu diadakan pengkajian apakah justru perencanaan atau anggarannya yang tidak realistis. Seperti terlihat pada table 2.1 Tabel 2. 1 Analisis Varians Terpadu (1/2) Varians Jadwal Varians Biaya SV = BCWP-BCWS CV = BCWP-ACWP Keterangan Pekerjaan terlaksana lebih cepat Positif Positif daripada jadwal dengan biaya lebih kecil daripada anggaran. Pekerjaan terlaksana sesuai jadwal Nol Positif dengan biaya lebih rendah daripada anggaran. 24 Tabel 2.1 Analisis Varians Terpadu (2/2) Varians Jadwal Varians Biaya SV = BCWP-BCWS CV = BCWP-ACWP Positif Nol Nol Nol Keterangan Pekerjaan terlaksana sesuai anggaran dan selesai lebih cepat daripada jadwal. Pekerjaan terlaksana sesuai jadwal dan anggaran. Pekerjaan selesai terlambat dan menelan Negatif Negatif biaya lebih tinggi daripada anggaran. Pekerjaan Terlaksana sesuai jadwal Nol Negatif dengan menelan biaya lebih besar daripada anggaran. Negatif Nol Pekerjaan selesai terlambat dengan biaya sesuai anggaran. Pekerjaan selesai lebih cepat daripada Positif Negatif jadwal dengan biaya lebih besar daripada anggaran. Sumber : Soeharto (2001) 2.8 Proyeksi Biaya dan Jadwal Akhir Proyek Prakiraan bukanlah angka pasti, karena hanya berupa asumsi bahwa kecenderungan yang terjadi pada masa pelaporan tidak berubah sampai akhir proyek. Akan tetapi, prakiraan tersebut dapat bermanfaat untuk memberikan peringatan mengenai hal yang akan terjadi di masa datang. Sehingga apabila diperlukan, perbaikan masih dapat dilakukan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan agar proyek berhasil diselesaikan. (Soeharto, 2001) Persamaan yang digunakan dalam membuat proyeksi biaya dan jadwal akhir proyek adalah sebagai berikut (Soeharto, 2001) : 1. Anggaran proyek keseluruhan = BAC (2.6) 25 2. Anggaran untuk pekerjaan tersisa = BAC – BCWP (2.7) 3. Indeks kinerja biaya (CPI) = BCWP/ACWP (2.8) Bila dianggap kinerja biaya pada pekerjaan tersisa seperti pada saat pelaporan, maka perkiraan biaya untuk pekerja tersisa adalah : ETC = (BAC-BCWP)/CPI (2.9) EAC = ACWP+ETC (2.10) Dari aspek waktu : ETS = (Rencana – waktu Pelaporan)/SPI (2.11) EAS = Waktu pelaporan + ETS (2.12) Keterangan : ETC = Prakiraan biaya untuk pekerjaan tersisa EAC = Prakiraan biaya total proyek ETS = Prakiraan waktu untuk pekerjaan tersisa EAS = Prakiraan total waktu proyek 2.9 Penggunaan Microsoft Project Dalam perkembangan selanjutnya, kemajuan pesat di bidang perangkat computer telah meningkatkan kegunaan dan daya guna metode jaringan kerja, yang pada dasarnya memang memerlukan dukungan suatu perangkat yang mampu memproses data dan melakukan perhitungan-perhitungan dalam jumlah besar, cepat dan akurat.salah satu perangkat lunak yang telah biasa digunakan adalah Microsoft Project. Microsoft Project adalah suatu paket program komputer yang membantu menyusun perencanaan dan pemantauan jadwal suatu proyek. ( Luthan dan Syafriandi, 2006). Program ini menggunakan perhitungan network planning dan menggunaan diagram bar chart atau gantt chart sebagai tampilan grafisnya agar memudahkan pembacaan. 2.9.1 Mengelompokkan Pekerjaan Hal ini disebut outlining agar lebih mudah menganalisa dan mengubah tugas menjadi rincian (Sub Task). Untuk itu yang anda lakukan adalah : 1. Lakukan pengeblokan baris pekerjaan yang akan dioutlining, misalkan baris 2 sampai 4. 26 2. Klik Menu project, outline, indent, atau klik icon indent sehingga baris ke 1 tampak tercetak tebal yang disebut Summary Task. Sedangkan baris 2 sampai 4 agak masuk kedalam disebut Subtask. Apabila anda melakukan kesalahan dalam melakukan pengelompokan pekerjaan, kebalikan dari indent adalah project, outline, outdent. 2.9.2 Membuat Hubungan Antar Tugas Jika kita ingin menghubungkan antar pekerjaan dapat meng-klik icon link dan jika ingin memutus klik icon unlink. Dalam MS Project ini dikenal adanya 4 hubungan tugas, yaitu : a. FS = Finish to Start, artinya pekerjaan B baru dapat dimulai setelah pekerjaan A selesi (jika urutan pekerjaan A-B) b. FF = Finish to Finish, artinya pekerjaan A dan B harus selesai bersamaan. c. SS = Start to Start, artinya pekerjaan A dan B dimulai secara bersamaan. d. SF = Start to Finish, artinya pekerjaan A baru dapat diakhiri jika pekerjaan B sudah dimulai. 2.9.3 Tenggang Waktu (Lag Time dan Lead Time) Ketika masing-masing pekerjaan dihubungkan adakalanya terdapat tenggang waktu, artinya setelah pekerjaan A selesai beberapa hari pekerjaan B baru dapat dimulai. Tenggang waktu pekerjaan ini terdiri dari 2 macam, yaitu: a. Lag Time, yaitu tenggang waktu dalam bentuk bilangan positif, yang ditulis setelah penentuan hubungan pekerjaan contohnya : 6SF+2. b. Lead Time, yaitu tenggang waktu dalam bentuk bilangan negatif, yang ditulis setelah penentuan hubungan pekerjaan contohnya : 6SS-3. 2.10 Mempercepat Waktu Penyelesaian Proyek Mempercepat waktu penyelesaian proyek adalah suatu usaha menyelesaikan proyek lebih awal dari waktu penyelesaian dalam keadaan normal. Dengan diadakannya percepatan proyek ini akan terjadi pengurangan durasi kegiatan yang akan diadakan crash program. Dengan pengurangan durasi pada lingkup pekerjaan yang sama akan membutuhkan penambahan waktu kerja per hari atau penambahan sumber daya yang diperlukan. Dengan penambahan tersebut akan 27 menimbulkan tambahan biaya yang menyebabkan bertambahnya biaya total proyek. Jadi tujuan yang ingin dicapai dalam program mempercepat waktu ini adalah memperpendek jadwal penyelesaian kegiatan atau proyek dengan tambahan biaya seminimal mungkin. Untuk itu perlu adanya identifikasi aktivitas yang memiliki biaya paling minimum untuk dipercepat dan berapa besar biaya yang timbul akibat pengurangan waktu. Informasi yang harus dimiliki untuk mendapatkan akselerasi meliputi : 1. Estimasi biaya aktivitas di bawah durasi normal atau durasi dari aktivitas yang diharapkan 2. Estimasi waktu untuk menyelesaikan aktivitas itu dengan crashing maksimum yaitu aktivitas yang paling pendek 3. Estimasi biaya aktivitas dengan biaya akselerasi maksimum Durasi crashing maksimum suatu aktivitas adalah durasi tersingkat untuk menyelesaikan suatu aktivitas yang secara teknis masih mungkin dengan asumsi sumber daya bukan merupakan hambatan (Soeharto, 1997). Durasi percepatan maksimum dibatasi oleh luas atau lokasi kerja, namun ada empat faktor yang dapat dioptimumkan untuk melaksanakan percepatan pada suatu aktivitas yang meliputi jumlah tenaga kerja, penjadwalan kerja lembur, penggunan peralatan berat dan penggunaan metode konstruksi di lapangan. 2.10.1 Pelaksanaan Penambahan Jam Kerja (lembur) Mempercepat waktu pelaksanaan suatu kegiatan dengan penambahan jam kerja atau kerja lembur merupakan salah satu usaha untuk menambah produktivitas kerja sehingga dapat mempercepat waktu pelaksanaan suatu kegiatan. Adapun rencana kerja yang akan dilakukan dalam mempercepat durasi suatu pekerjaan dengan metode jam kerja lembur adalah: a. Waktu kerja normal adalah 8 jam (08.00-17.00), sedangkan lembur dilakukan setelah waktu kerja normal. b. Harga upah pekerja untuk kerja lembur menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP. 102/MEN/VI/2004 pasal 11 diperhitungkan sebagai berikut: 28 1. Untuk jam kerja lembur pertama, harus dibayar upah lembur sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah satu jam. 2. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah lebur sebesar 2 (dua) kali upah satu jam. Dari uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut: Biaya lembur per hari = (jam kerja lembur pertama x 1,5 x upah sejam normal) + (jam kerja lembur berikutnya x 2 upah sejam normal) (2.13) 2.10.2 Produktivitas Kerja Lembur Tempat waktu atau tidaknya suatu proyek dapat diselesaikan dan sangat dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja yang dilibatkan. Secara rata-rata dapat diperkirakan berapa jumlah tenaga kerja tersebut dapat langsung dipekerjakan. Ini disebabkan terdapatnya kegiatan-kegiatan yang baru biasa dikerjakan jika pekerjaan pendahulunya telah selesai dilaksanakan. Demikian juga fluktuasi tenaga kerja yang besar membuat pengaturan tenaga kerja yang tidak efisien, terutama untuk masalah mobilisasinya. Ada bebrapa faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja lapangan dan dapat dikelompokan menjadi: a. Kondisi fisik lapangan dan sarana bantu b. Supervise, perencanaan, dan koordinasi c. Komposisi kelompok kerja d. Kerja lembur e. Ukuran besar proyek f. Kurva pengalaman/ Learning Curve g. Pekerjaan langsung Versus sub kontraktor h. Kepadatan tenaga kerja Secara umum, produktifitas merupakan perbandingan antara output dan input. Dibidang konstruksi, output dapat dilihat dari kuantitas pekerjaan yang telah dilakukan seperti meter kubik galian atau timbunan, ataupun meter persegi untuk plesteran. Sedangkan inputnya merupakan jumlah sumber daya yang dipergunakan seperti tenaga kerja, peralatan dan material. Karena peralatan dan material biasanya bersifat standar, maka tingkat keahlian tenaga kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas. 29 Acap kali kerja lembur atau jam kerja lebih panjang dari kerja normal tidak dapat dihindari, misalnya untuk mengejar sasaran jadwal, meskipun ini merupakan efisiensi kerja. Grafik pada gambar 2.4 menunjukan indikasi penurunan produktivitas, bila jam per hari dan hari per minggu bertambah Gambar 2.4 Grafik indikasi menurunnya produktivitas karena kerja lembur Sumber : (Soeharto,1997) Dari uraian diatas dapat ditulis sebagai berikut: 1. Seleisih indeks produktifitas per jam = indeks produktivitas jam yang dicari – indeks produktivitas jam sebelumnya (2.14) 2. Prestasi kerja = selisih indeks prod. Per jam x jam lembur (2.15) 3. Prosentase prestasi kerja = prestasi kerja x 100% (2.16) 4. Koefisien pengurang produktivitas kerja lembur = 100% - prosentase prestasi kerja (2.17) 5. Produktivitas harian = 6. Produktivitas tiap jam = (2.18) (2.19) 7. Produktivitas harian akibat kerja lembur = ( a x b x prod. Tiap jam) (2.20) Dimana : a = jumlah jam kerja lembur b = koefisien penurunan produktivitas kerja lembur. Produktivitas tenaga kerja akan sangat besar pengaruhnya terhadap total biaya proyek, minimal pada aspek jumlah tenaga kerja dan fasilitas yang diperlukan 30 (Soeharto, 1997). Salah satu pendekan untuk mencoba mengukur hasil guna tenaga kerja adalah dengan memakai parameter indeks produktivitas. Penurunan produktivitas bila jumlah jam perhari dan hari perminggu bertambah dapat dilihat pada gambar 2.4. Perhitungan penurunan produktivitas akibat kerja lembur untuk 2 jam adalah sebagai berikut: Selisih indeks produktivitas per jam = 1,2 – 1,1 = 0,1 Dimana dapat dihitung selisih nilai indeks produktivitas sebesar 0,1 dalam setiap jam. Perhitungan untuk lembur 2 jam : Prestasi kerja = 0,1 x 2 jam = 0,2/jam Prosentase prestasi kerja = 0,2 x 100% = 20% Jadi koefisien pengurang produktivitas akibat kerja lembur = 100% - 20% = 80% = 0,8 Untuk selanjutnya koefisien pengurangan produktivitas akibat kerja lembur dapat dilihat pada Table 2.2 Tabel 2.2 Koefisien pengurangan produktivitas Jam Penurunan Prestasi Lembur Indeks Kerja (Jama) Produktivitas (Per Jam) A B C = B*A Prosentase Prestasi Kerja (%) D Koefisien Pengurangan Produktivitas E = 100% - D 1 0,1 0,1 10 0,9 2 0,1 0,2 20 0,8 3 0,1 0,3 30 0,7 4 0,1 0,4 40 0,6 Sumber : Hasil Analisis (2010) 2.10.3 Crashing Salah satu cara mempercepat durasi proyek istilah asingnya adalah Crashing. Terminologi proses crashing adalah mereduksi suatu pekerjaan yang akan berpengaruh terhadap waktu penyelesaian proyek. Crashing adalah suatu proses disengaja, sistematis dan analitik dengan cara melakukan pengujian dari semua kegiatan dalam suatu proyek yang dipusatkan pada kegiatan yang berada 31 pada jalur kritis. Proses crashing adalah cara melakukan perkiraan dari variable cost dalam menentukan pengurangan durasi yang paling maksimal dan paling ekonomis dari suatu kegiatan yang masih mungkin untuk direduksi (Ervianto,2004) Untuk menganalisa lebih lanjut hubungan antara biaya dengan waktu suatu kegiatan, dipakai defenisi sebagai berikut: a. Kurun waktu normal/Normal Duration (ND) yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan kegeiatan sampai selesai dengan tingkat produktivitas kerja yang normal, di luar pertimbangan kerja lembur dan usaha lainnya seperti : menyewa peralatan yang lebih canggih. b. Kurun waktu dipersingkat/Crashing Duration (CD) yaitu waktu tersingkat untuk menyelesaikan suatu kegiatan secara teknis masih mungkin, seperti dilakukan upaya penambahan sumber daya dengan jam kerja (lembur), pembagian giliran kerja (shift), penambahan tenaga kerja dan penambahan peralatan atau merubah metode kerja. c. Biaya normal/Normal Cost (NC) yaitu biaya langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu normal. d. Biaya untuk waktu dipersingkat/Crash Cost (CC) yaitu jumlah langsung untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kurun waktu yang tersingkat. Gambar 2.5 Grafik hubungan waktu-biaya normal dan dipersingkat suatu kegiatan Sumber : (Soeharto,1997) 32 Hubungan antara waktu dan biaya digambarkan seperti gambar 2.5 titik A menunjukkan titik normal, sedangkan titik B adalah titik dipersingkat. Garis yang menghubungkan titik A dengan titik B disebut kurva waktu-biaya. Pada umumnya garis ini dapat dianggap garis lurus, bila tidak (misalnya, cekung) maka diadakan perhitungan per segmen yang terdiri dari beberapa garis lurus. Seandainya diketahuin bentuk kurva waktu-biaya suatu kegiatan, artinya dengan mengetahuin berapa slope atau sudut kemiringannya, maka dapat dihitung berapa besar biaya untuk mempersingkat waktu satu hari. Penambahan biaya langsung (direct cost) untuk mempercepat suatu aktivitas persatuan waktu disebut cost slope. Dari uraian di atas dapat ditulis sebagai berikut: a. Produktivitas harian sesudah crash = (8 jam x prod.tiap jam) + (a x b x prod.tiap jam) Dimana : (2.21) a = jumlah jam kerja lembur b = koefisien penurunan produktivitas kerja lembur b. Crash duration = . (2.22) c. Normal cost pek. per jam = harga per satuan pek. x prod.tiap jam (2.23) d. Normal cost pek. per hari = 8 jam x normal cost tiap jam (2.24) e. Normal cost = normal duration x normal cost pek. per hari (2.25) f. Crash cost pek = normal cost pek.per hari + biaya lembur per hari (2.26) g. Crash cost = crash duration x crash cost pek.per jam h. Cost slope = (2.27) (2.28) 2.11 Hubungan Biaya Terhadap Waktu Biaya total proyek adalah penjumlahan dari biaya langsung dan biaya tidak langsung yang digunakan selama pelaksanaan proyek. Besarnya biaya ini sangat tergantung oleh lamanya waktu (durasi) penyelesaian proyek. Kedua-duanya berubah sesaui dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat diperhitungkan dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek berjalan semakin tinggi komulatif biaya tak langsung yang diperlukan (Soeharto, 1997). Seperti yang terlihat dalam gambar 2.6 yang menunjukan hubungan biaya 33 langsung, biaya tak langsung dan biaya total dalah suatu grafik dan terlihat bahawa biaya didapat dengan mencari total biaya proyek yang terkecil. Gambar 2.6 Grafik hubungan waktu dengan biaya total, biaya langsung, dan biaya tak langsung. Sumber : (Soeharto,1997) 2.12 Pertukaran Biaya dan Waktu (Time Cost Trade Off) Penyelesaian suatu aktivitas dalam suatu proyek memerlukan penggunaan sejumlah daya tertentu dan waktu. Dengan penggunaan sumber daya yang minimum dan waktu penyelesaian yang optimum, aktivitas akan dapat diselesaikan dengan biaya normal dan durasi normal. Jika suatu saat diperlukan peyelesaian yang lebih cepat, penambahan sumber daya memungkinkan pengurangan durasi proyek dari suatu normalnya, tetapi biaya yang diperlukan akan lebih besar lagi. Dalam mempercepat penyelesaian suatu proyek dengan melakukan kompresi durasi aktivitas, harus tetap diupayakan agar penambahan dari segi biaya seminimal mungkin. Pengendalian biaya yang dilakukan adalah biaya langsung, karena biaya inilah yang akan bertambah apabila dilakukan pengurangan durasi. Kompresi ini dilakukan pada aktivitas-aktivitas yang berada pada lintasan kritis. Apabila kompresi dilakukan pada aktivitas-aktivitas yang tidak berada pada lintasan kritis, maka waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan akan tetap. Kompresi dilakukan lebih dahulu pada aktivitas-aktivitas yang mempunyai cost slope terendah pada lintasan kritis. 34 1. Menyusun jaringan kerja proyek dengan menulis cost slope dari masingmasing aktivitas. 2. Melakukan kompresi pada aktivitas yang berada pada lintasan kritis dan mempunyai cost slope terendah. 3. Menyusun kembali jaringan kerja. 4.Mengulangi langkah kedua. Langkah kedua akan berhenti bila terjadi penambahan lintasan kritis dan bila terdapat lebih dari satu lintasan kritis, maka langkah kedua dilakukan secara serentak pada semua lintasan kritis dan perhitungan cost slope dijumlahkan. 5. Langkah keempat dihentikan bila terdapt salah satu lintasan kritis dimana aktivitas-aktivitasnya telah jenuh seluruhnya (tidak mungkin dikompres lagi) sehingga pengendalian biaya telah optimum. 35