BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Proyek dapat diartikan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum
Proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung
dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu yang
dimaksudkan untuk menghasilkan produk yang kriteria mutunya telah digariskan
dengan jelas. Dari pengertian diatas maka dapat terlihat adanya ciri pokok proyek
sebagai berikut:
a. Bertujuan menghasilkan lingkup (scope) tertentu berupa produk akhir atau
hasil kerja akhir.
b. jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai
tujuan diatas telah ditentukan.
c. Bersifat sementara, dalam arti umumnya dibatasi oleh selesai tugas, titik
awal dan akhirnya ditentukan dengan jelas.
d. Nonrutin, tidak berulang-ulang, jenis dan intensitas kegiatan berubah
sepanjang proyek berlangsung. (Soeharto,1997)
Pengendalian merupakan salah satu fungsi dari manajemen proyek yang
bertujuan agar pekerjaan-pekerjaan dapat berjalan mencapai sasaran tanpa banyak
penyimpangan. Pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi memerlukan suatu
pengendalian waktu yang baik karena apabila hal ini terabaikan, maka akan terjadi
keterlambatan dalam penyelesaian proyek. Keterlambatan dalam penyelesaian
proyek sangat merugikan bagi pelaksana proyek tersebut, karena seringkali
mengakibatkan
pelaksana
akan
mengeluarkan
biaya
tambahan
sebagai
kompensasi karena proyek yang dikerjakan tidak selesai sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan.
Metode konsep nilai hasil adalah konsep menghitung besarnya biaya yang
menurut anggaran sesuai dengan pekerjaan yang telah diselesaikan atau
dilaksanakan (budgeted cost of work performed).
4
2.2
Manajemen proyek
Definisi manajemen proyek menurut H. Kerzner (1982) (dikutip dari Buku
Manajemen Proyek, Iman Soeharto, 1999) yang melihatnya dari wawasan
manajemen berdasarkan fungsi dan bila digabungkan dengan pendekatan sistem
akan menjadi seperti berikut : “Manajemen proyek adalah merencanakan,
mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk
mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan”. Dari definisi diatas
terlihat bahwa konsep manajemen konstruksi mengandung hal-hal pokok :
a.
Menggunakan
pengertian
manajemen
berdasarkan
fungsinya,
yaitu
merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan sumber daya
perusahaan yang berupa manusia, dana dan material.
b.
Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasaran yang telah
digariskan secara spesifik. Untuk itu perlu teknik dan metode pengelolaan
yang khusus, terutama aspek perencanaan dan pengendalian.
Sesuai dengan definisi manajemen proyek menurut H. Kerzner fungsi
perencanaan dan pengendalian merupakan fungsi yang penting dari konsep
manajemen proyek.
2.3
Sasaran Proyek dan Tiga Kendala (Triple Constrain)
Di atas telah disebutkan bahwa tiap proyek memiliki tujuan khusus,
misalnya rumah tinggal, jembatan, atau instalasi pabrik. Di dalam proses
mencapai tujuan tersebut telah ditentukan batasan yaitu besar biaya (anggaran)
yang dialokasikan, jadwal dan mutu yang harus dipenuhi. Ketiga batasan di atas
disebut tiga kendala (triple constrain). Seperti diperlihatkan oleh gambar 2.1 ini
merupakan parameter penting bagi penyelenggaraan proyek yang sering
diasosiasikan sebagai sasaran proyek.
5
Gambar 2.1 Sasaran Proyek yang merupakan tiga kendala
Sumber : (Soeharto, 1997)
a. Anggaran
Proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran.
Untuk proyek-proyek yang melibatkan dana dalam jumlah besar dan jadwal
bertahun-tahun, anggarannya bukan hanya ditentukan untuk total proyek
tetapi dipecah bagi komponen-komponennya, atau perperiode tertentu
(misalnya per kwartal) yang jumlahnya disesuaikan dengan keperluan.
Dengan demikian, penyelesaian bagian-bagian proyek pun harus memenuhi
sasaran anggaran per periode
b. Jadwal
Proyek harus dekerjakan sesuai dengan kurun waktu dan tanggal akhir yang
ditentukan. Bila hasil akhir adalah produk baru, maka penyerahan tidak
boleh melewati batas waktu yang ditentukan.
c. Mutu
Produk atau hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan kriteria
yang dipersyaratkan. Sebagai contoh, bila hasil kegiatan proyek tersebut
berupa instalasi pabrik, maka kriteria yang harus dipenuhi adalah pabrik
harus mampu beroperasi secara memuaskan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.
Ketiga batasan tersebut
bersifat
tarik-menarik
artinya, jika
ingin
meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak maka umumya
harus diikuti dengan menaikkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada naiknya
6
biaya melebihi anggaran. Sebaliknya bila ingin menekan biaya, maka biasanya
harus berkompromi dengan mutu atau jadwal. (Soeharto, 1997)
2.4
Perencanaan Biaya
Biaya memegang peranan penting dalam penyelengaraan proyek. Untuk itu
perencanaan biaya memerlukan langkah yang tepat. Langkah tersebut termasuk
mempertimbangkan berbagai alternatif yang mungkin dapat menghasilkan biaya
yang paling ekonomis bagi kinerja atau material yang sebanding. Anggaran biaya
ini akan menjadi sarana bagi pengendalian proyek (Soeharto, 1999)
2.4.1
Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Yang dimaksud dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) suatu bangunan
atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan
dan upah, serta biaya- biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan
atau proyek tersebut. Anggaran Biaya merupakan harga dari bangunan yang
dihitung dengan teliti, cermat dan memenuhi syarat. Anggaran biaya pada
bangunan yang sama akan berbeda-beda antara daerah satu dengan daerah yang
lain. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga bahan dan upah tenaga kerja.
(Ibrahim, 1993)
Rencana Anggaran Biaya (RAB) dibagi menjadi dua, yaitu rencana
anggaran terperinci dan rencana anggaran biaya kasar.
a. Rencana Anggaran Biaya Kasar
sebagai pedoman dalam menyusun anggaran biaya kasar digunakan harga
satuan tiap meter persegi (m2) luas lantai. Anggaran biaya kasar dipakai
sebagai pedoman terhadap anggaran biaya yang dihitung secara teliti.
Walaupun namanya anggaran biaya kasar, namun harga satuan tiap m2 luas
lantai tidak terlalu jauh beda dengan harga yang dihitung secara teliti.
b. Rencana Anggaran Biaya Teliti
Yang dimaksud dengan angaran biaya teliti, ialah anggaran biaya bangunan
atau proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat, sesuai dengan ketentuan
dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya. Pada anggaran biaya kasar
sebagaimana diuraikan terdahulu, harga satuan dihitung berdasarkan harga
7
taksiran setiap luas lantai m2. Taksiran tersebut harus berdasarkan harga
yang wajar, dan tidak terlalu jauh beda dengan harga yang dihitung secara
teliti. Sedangkan penyusunan biaya yang dihitung dengan teliti, didasarkan
atau didukung oleh:

Bestek, gunanya untuk menentukan spesifikasi bahan dan syarat-syarat
teknis.

Gambar bestek, gunanya untuk menentukan atau menghitung besarnya
masing-masing volume pekerjaan.

Harga satuan pekerjaan, didapat dari harga satuan bahan dan harga
satuan upah berdasarkan perhitungan asalisis BOW.
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek mempunyai beberapa kegunaan,
pada taraf pertama dipergunakan untuk mengetahui berapa besar biaya yang
diperlukan untuk membangun proyek atau investasi, selanjutnya mempunyai
fungsi dengan spektrum yang amat luas yaitu merencanakan dan mengendalikan
sumber daya seperti : material, tenaga kerja, pelayanan, maupun waktu. Meskipun
kegunaannya sama, namun untuk masing-masing organisasi peserta proyek
mempunyai penekanannya yang berbeda-beda/ fungsi estimasi antara lain sebagai
berikut :
a. Bagi pemilik proyek (owner): adalah angka yang menunjukkan jumlah
perkiraan biaya yang akan menjadi salah satu patokan untuk menentukan
kelanjutan suatu investasi. Secara praktis di lapangan disebut dengan Owner
Estimation (OE).
b. Bagi konsultan: adalah angka yang diajukan kepada pemilik proyek (Owner)
sebagai usulan biaya yang terbaik untuk berbagai keguanaan sesuai
perkembangan proyek dan sampai derajat ketelitian tertentu, kredibilitasnya
terkait dengan kebenaran atau ketepatan angka-angka yang diusulkan. Harga
estimasi yang diajukan oleh konsultan disebut dengan Bill of Quantity (BQ).
c. Bagi kontraktor: adalah angka finansial yang diajukan dalam proses lelang
guna memperoleh pekerjaan dan memperhitungkan keuntungan, dimana
angka tersebut tergantung pada seberapa kecakapannya membuat perkiraan
biaya. Bila penawaran yang diajukan dalam proses lelang terlalu tinggi,
kemungkinan besar kontraktor yang bersangkutan akan mengalami
8
kekalahan dalam lelang. Sebaliknya bila memanangkan lelang dengan harga
yang terlalu rendah akan mengalami kesulitan di kemudian hari. Harga yang
diajukan oleh kontraktor ini disebut dengan Estimate Engineering (EE)
Komponen-komponen penyusun dari Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Proyek adalah sebagai berikut :
1. Biaya langsung (direct cost)
Biaya langsung adalah biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi
komponen permanen hasil akhir proyek. Biaya langsung terdiri dari :
a. Biaya bahan/material
Merupakan harga bahan atau material yang digunakan untuk proses
pelaksanaan konstruksi, yang sudah memasukan biaya angkutan, biaya
loading dan unloading, biaya pengepakkan, penyimpanan sementara di
gudang, pemeriksaan kualitas dan asuransi
b. Upah Tenaga Kerja
Biaya yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh dalam menyelesaikan
suatu jenis pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan keahliannya.
c. Biaya Peralatan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan sewa, pengangkutan, pemasangan
alat, memindahkan, membongkar dan biaya operasi, juga dapat
dimasukkan upah dari operator mesin dan pembantunya.
2. Biaya tidak langsung (indirect cost)
Adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisor, dan pembayaran
material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan menjadi
instalasi
atau
produk
permanen,
tetapi
diperlukan
dalam
proses
pembangunan proyek. Biaya tidak langsung meliputi antara lain:
a. Overhead kantor
Biaya untuk mejalankan usaha seperti sewa kantor dan fasilitasnya,
honor pegawai kantor dan ijin-ijin usaha.
b. Overhead proyek (lapangan)

Biaya personil dilapangan.

Fasilitas sementara diproyek seperti gudang, kantor, listrik, pagar,
konsumsi dan transport.
9

Bank garansi, bunga bank, ijin bangunan, dan pajak.

Peralatan kecil yang habis atau terbuang setelah proyek selesai.

Kontrol kualitas (Quality Control) seperti test mutu beton, baja dan
sondir.
c.

Rapat-rapat lapangan (site meeting).

Biaya-biaya pengukuran.
Profit
Merupakan keuntungan yang didapat oleh pelaksana kegiatan proyek
(kontraktor) sebagai nilai imbal jasa dalam proses pengadaan proyek
yang sudah dikerjakan. Secara umum keuntungan yang yang diset oleh
kontraktor dalam penawarannya berkisar antara 10 % sampai 12 % atau
bahkan lebih, tergantung dari keinginan kontrakor.
d.
Pajak
Berbagai macam pajak seperti PPN, PPh dan lainnya atas hasil operasi
perusahaan.
2.4.2
Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP)
Rencana anggaran pelaksanaan adalah penjabaran rencana anggaran
penawaran secara terperinci, sehingga akan nampak jumlah biaya yang diperlukan
untuk pembelian bahan, upah pekerja dan biaya operasi atau sewa alat yang
diperlukan untuk penyelesaian pekerjaan. Perhitungan estimasi biaya total pada
rencana anggaran pelaksanaan (RAP) harus lebih kecil nilainya dibandingkan
dengan rencana anggaran biaya (RAB). Oleh karena selisih tersebut merupakan
keuntungan bagi perusahaan
Apabila hasil evaluasi biaya setelah proyek selesai menunjukkan selisih
antara RAP dan realisasi biaya yang dikeluarkan selama masa pelaksanaan
pekerjaan tidak terlalu besar, maka dapat dikatakan estimasi atau rencana
anggaran pelaksanaan ini cukup tepat. Jadi fungsi RAP sangat penting dalam
menunjang keberhasilan sebuah proyek konstruksi. Fungsi lain RAP adalah :
a. Sebagai pedoman general kontraktor untuk melakukan perjanjian kontrak
dengan sub kontraktor.
10
b. Sebagai acuan untuk negosiasi harga antara general kontraktor dengan
mandor atau sub kontraktor.
c. Untuk mengetahui perkiraan keuntungan atau kerugian yang akan dialami
jika menggunakan suatu metode kerja.
d. Jika ternyata diperkiraan rugi maka kontraktor bisa mencari jalan agar
tetap untung.
e. Sebagai dasar untuk membuat jadwal pendatangan material dan tenaga
kerja.
f. Untuk membuat kurva s, namun jadwal ini biasanya dibuat khusus untuk
keperluan kontraktor, sedangkan untuk laporan ke konsultan pengawas
atau pemilik proyek tetap berpedoman pada RAB.
2.5
Perencanaan Waktu Proyek
Jadwal waktu proyek merupakan alat yang dapat menunjukan kapan
berlangsungnya setiap kegiatan, sehingga dapat digunakan pada waktu
merencanakan kegiatan-kegiatan maupun untuk mengendalikan pelaksanaan
proyek secara keseluruhan. Perencanaan waktu proyek biasanya menggunakan
metode bagan balok (bar chart) atau analisis jaringan kerja (network Planning).
(Dipohusodo, 1996)
2.5.1 Bar Chart
Bar chart adalah diagram alur pelaksanaan pekerjaan yang dibuat untuk
menentukan waktu penyelesaian pekerjaan yang dibutuhkan. Manajemen proyek
yang baik perlu diketahui posisi waktu setiap pekerjaan, sehingga pekerjaan
proyek dapat benar-benar dipantau agar tidak terjadi keterlambatan penyelesaian
proyek. (Soeharto, 2001)
Bagan balok disiapkan dengan tangan (manual) atau dengan menggunakan
computer, tersusun pada kordinat X dan Y. Di sumbu Y, dicatat pekerjaan atau
elemen atau paket pekerjaan dari hasil penguraian lingkup suatu proyek, dan
dilukis sebagai balok. Sedangkan di sumbu X, tertulis satuan waktu misalnya hari,
minggu, atau bulan. Di sini waktu mulai dan waktu akhir masing-masing
pekerjaan adalah ujung kiri dan kanan dari balok-balok yang bersangkutan, seperti
yang terlihat pada gambar 2.2. Pada waktu membuat bagan balok telah
11
diperhatikan urutan kegiatan, meskipun belum terlihat hubungan ketergantungan
antara satu dengan yang lain. (Soeharto, 1997)
Bagan balok sangat mudah dibuat dan dipahami. Sangat berfaedah sebagai
alat perencana dan komunikasi. Bila digabungkan dengan metode lain, misalnya
grafik “S” dapat dipakai untuk aspek yang lebih luas. Meskipun memiliki segisegi keuntungan tersebut, namun penggunaan metode bagan balok terbatas karena
kendala-kendala berikut
a. Tidak menunjukan secara spesifik hubungan ketergantungan antara satu
kegiatan dengan yang lain, sehingga sulit untuk mengetahui dampak yang
diakibatkan oleh keterlambatan satu kegiatan terhadap jadwal keseluruhan.
b. Sulit mengadakan perbaikan atau pembaharuan (updating), karena
umumnya harus dilakukan dengan membuat bagan balok baru, padahal
tanpa adanya pembaharuan segera menjadi “kuno” dan menurun daya
gunanya.
c. Untuk proyek berukuran sedang dan besar, lebih-lebih yang bersifat
kompleks, penggunaan bagan balok akan menghadapi kesulitan sedemikian
besar jumlah kegiatan yang mencapai puluhan ribu, dan memiliki
keterkaitan tersendiri di antara mereka, sehingga mengurangi kemampuan
penyajian secara sistematis.
Gambar 2.2 Tampilan Bar Chart
Sumber : (Dipohusodo, 1996)
2.5.2 Diagram Anak Panah (Arrow Diagram)
Diagram anak panah (Arrow Diagram) adalah visualisasi proyek
berdasarkan network planning, Diagram anak panah berupa jaringan kerja yang
12
berisi lintasan-lintasan kegiatan dan urutan-urutan peristiwa yang ada selama
penyelenggaraan proyek. Dengan diagram anak panah dapat segera dilihat kaitan
suatu kegiatan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, sehingga bila sebuah kegiatan
terlambat maka dengan segera dapat dilihat kegiatan apa saja yang dipengaruhi
oleh keterlambatan tersebut dan berapa besar pengaruhnya. Juga dengan diagram
anak panah dapat diketetahui kegiatan-kegiatan mana saja atau lintasan-lintasan
mana saja yang kritis, sehingga dengan mengetahui tingkat kekritisannya dapat
ditetapkan skala prioritas dalam menangani masalah-masalah yang timbul selama
penyelenggaraan proyek. Juga dapat diketahui peristiwa-peristiwa mana saja yang
kritis sehingga usaha-usaha segera dapat diarahkan dan dimulai sedini mungkin
untuk membuat peristiwa kritis tersebut terjadi pada saatnya. Dalam diagram anak
panah ada beberapa simbol yang digunakan yaitu :
a) Anak Panah
Anak panah melambangkan kegiatan. Sebuah anak panah hanya
melambangkan sebuah kegiatan demikian pula sebuah kegiatan hanya
dilambangkan oleh sebuah anak panah. Pada umumnya nama kegiatan
dicantumkan di atas anak panah dan lama (durasi) kegiatan ditulis dibawah
anak panah. Anak panah selalu digambarkan dengan ekor anak panah
disebelah kiri dan kepala anak panah di sebelah kanan. Ekor anak panah
selalu ditafsirkan sebagai kegiatan dimulai dan kepala anak panah
ditafsirkan sebagai kegiatan selesai
b) Lingkaran kecil (Node)
Melambangkan peristiwa atau kejadian. Lingkaran terbagi atas tiga ruang,
yaitu : ruang sebelah kiri merupakan tepat huruf yang menyatakan nomer
peristiwa, ruang sebelah kanan atas yang menyatakan nomor hari (untuk
satuan hari) yang merupakan saat paling awal (SPA) peristiwa yang
mungkin terjadi. Ruang sebelah kanan bawah menyatakan nomor hari
13
(untuk satuan hari) yang merupakan saat paling lambat (SPL) dari kegiatan
yang boleh terjadi.
c) Anak Panah terputus-putus
Anak panah terputus putus melambangkan hubungan antar peristiwa. Sama
halnya dengan anak panah yang melambangkan kegiatan, anak panah yang
terputus–putus ( dummy ) digambarkan selalu dengan ekor di sebelah kiri
dan kepala di sebelah kanan. Demikian pula dengan cara menggambarkan
anak panah teputus-putus sama dengan cara menggambarkan anak panah
biasa. Berbeda dengan kegiatan yang membutuhkan waktu, sumber daya dan
biaya, serta ruangan tempat kegiatan berlangsung. Hubungan antara kegiatan
(dummy) tidak membutuhkan waktu, sumber daya dan ruangan. Oleh karena
itu hubungan antara peristiwa tidak perlu diperhitungkan dan karenanya
tidak mempunyai nama dalam perhitungan waktu, lamanya dihitung sama
dengan nol. Meskipun tidak perlu diperhitungkan, hubungan antara kegiatan
harus ada ( bila diperlukan ) untuk menyatakan logika ketergantungan
kegiatan yang patut diperhatikan.
2.5.3 Kurva S
Grafik dibuat dengan sumbu-X sebagai nilai komulatif biaya atau jam-orang
yang telah digunakan atau persentase (%) penyelesaian pekerjaan, sedangkan
sumbu-Y menunjukan parameter waktu. Ini berarti menggambarkan kemajuan
volume pekerjaan yang diselesaikan sepanjang siklus proyek. Bila grafik tersebut
dibandingkan dengan grafik serupa yang disusun berdasarkan perencanaan dasar
(komulatif pengeluaran berdasarkan anggaran uang atau jam-orang) maka akan
segera terlihat jika terjadi penyimpangan.
Dengan memiliki sifat seperti tersebut dan pembuatannya yang relatif cepat
dan mudah, maka metode penyajian dengan grafik “S” dijumpai secara luas dalam
penyelenggaraan proyek. Grafik yang dibuat dengan sumbu vertikal sebagai nilai
komulatif biaya atau jam-orang atau penyelesaian pekerjaan dan sumbu horisontal
sebagai waktu kalender masing-masing dari angka 0 sampai 100 ini, umumnya
14
akan berbentuk huruf S. Ini disebabkan kegiatan proyek berlangsung sebagai
berikut:
a. Kemajuan pada awalnya bergerak lambat
b. Diikuti oleh kegiatan yang bergerak cepat dalam kurun waktu yang lebih
lama.
c. Akhir kecepatan tersebut menurun dan berhenti pada titik akhir
Grafik “S” sangat bermanfaat untuk dipakai sebagai laporan bulanan dan
laporan kepada pimpinan proyek maupun pimpinan perusahaan karena grafik ini
dapat dengan jelas menunjukan kemajuan proyek dalam bentuk yang mudah
dipahami. (Soeharto, 2001)
2.5.4 Metode Jalur Kritis
Pada metode jalur kritis atau CMP dikenal adanya jalur kritis, yaitu jalur
yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah
waktu terlama dan menunjukan kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat.
Jadi jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan
pertama sampai kegitan terakhir proyek. Maka jalur kritis penting bagi
pelaksanaan proyek, karena pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila
pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan proyek secara
keseluruhan, kadang-kadang dijumpai lebih dari satu jalur kritis dalam jaringan
kerja. (Soeharto, 1999)
Dalam proses identifikasi jalur kritis, dikenal beberapa terminologi dan
rumus-rumus perhitungan sebagai berikut:
1. TE = E
Waktu paling awal peristiwa (node/even) dapat terjadi (Earliest Time of
Occurance), yang berarti waktu paling awal suatu kegiatan yang berasal dari
node tersebut dapat dimulai, karena menurut aturan dasar jaringan kerja,
suatu kegiatan baru dapat dimulai bila kegiatan terdahulu telah selesai.
2. TL=L
Waktu
paling
even/Occorunce),
akhir
yang
peristiwa
berarti
boleh
waktu
terjadi
paling
(Latest
lambat
Allowable
yang
masih
diperbolehkan bagi suatu peristiwa terjadi.
15
3. ES
Waktu mulai paling awal suatu kegiatan (Earliest Start Time). Bila waktu
kegiatan dinyatakan atau berlangsung dalam jam, maka waktu ini adalah jam
paling awal kegiatan dimulai.
4. EF
Waktu selesai paling awal suatu kegiatan (Earliest Finish Time). Bila hanya
ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu merupakan
ES kegiatan berikutnya.
5. LS
Waktu paling akhir kegiatan boleh mulai (Latest Allowable Start Time),
yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat
proyek secara keseluruhan.
6. LF
Waktu paling akhir kegiatan boleh selesai (Latest Allowable Finish Time)
tanpa memperlambat penyelesaian proyek.
7. D
Adalah kurun waktu suatu kegiatan. Umumnya dengan satuan waktu hari,
minggu, bulan, dan lain-lain. (Soeharto, 1997)
2.5.5 PDM (precedence Diagram Methode)
PDM (precedence Diagram Methode) disebut juga Metode Preseden diagram
adalah jaringan kerja yang termasuk klasifikasi Activity On Node (AON) . Disini
kegiatan dituliskan dalam node yang umumnya berbentuk segi empat, sedangkan
anak panah hanya sebagai petunjuk hubungan antara kegiatan-kegiatan yang
bersangkutan. Dengan demikian, Dummy yang ada dalam CPM merupakan tanda
yang penting untuk menunjukkan hubungan ketergantungan, di dalam PDM tidak
diperlukan.
Aturan dasar CPM mengatakan bahwa suatu aktivitas boleh dimulai
setelah pekerjaan terdahulu (Predecessor) selesai, maka untuk proyek dalam
rangkaian kegiatan yang tumpang tindih (overlapping) dan berulang-ulang akan
memerlukan garis dummy yang banyak sekali, sehingga tidak praktis dan
kompleks. (Soeharto,1999).
16
Kegiatan dan peristiwa pada PDM ditulis dalam node yang berbentuk kotak
segi empat. Definisi kegiatan dan peristiwa sama seperti pada CPM. Hanya perlu
ditekankan di sini bahwa dalam PDM kotak tersebut menandai suatu kegiatan,
dengan demikian harus dicantumkan identitas kegiatan dan kurun waktunya.
Adapun peristiwa merupakan ujung-ujung kegiatan. Setiap node mempunyai dua
peristiwa yaitu peristiwa awal dan peristiwa akhir. Ruang dalam node dibagi
menjadi kompartemen-kompartemen kecil yang berisi keterangan spesifik dari
kegiatan dan peristiwa yang bersangkutan dan dinamakan atribut. Pengaturan
denah (layout) kompartemen dan macam serta jumlah atribut yang hendak
dicantumkan bervariasi sesuai keperluan dan keinginan pemakai. Beberapa atribut
yang sering dicantumkan diantaranya adalah kurun waktu kegiatan (D), identitas
kegiatan (nomor dan nama), mulai selesainya kegiatan (ES, LS, EF, LF, dan lainlain).
Pada precedence Diagram hubungan antar kegiatan berkembang menjadi
berapa kemungkinan berupa konstrain. Konstrain menunjukan hubungan antar
kegiatan dengan satu garis dari node terdahulu ke node berikutnya. Satu konstrain
hanya dapat menghubungkan dua lingkaran (node) karena setiap lingkaran (node)
hanya memiliki dua ujung, yaitu ujung awal atau mulai = (S) dan ujung akhir atau
selesai (F), maka ada empat macam konstrain, yaitu: awal ke mulai (SS), awal ke
akhir (SF), akhir ke akhir (FF), akhir ke awal (FS). Pada garis konstrain
dibubuhkan penjelasan mengenai waktu mendahului (lead) atau tertunda (lag).
Bila kegiatan (i) mendahului (j) dan satuan waktu adalah hari, maka penjelasan
lebih lanjut adalah sebagai berikut :
1. Konstrain selesai ke mulai (FS)
Dirumuskan sebagai FS (i-j) = a yang berati kegiatan (j) mulai a hari, setelah
kegiatan yang mendahuluinya (i) selesai. Jenis konstain ini identik dengan
kaidah utama jaringan kerja CPM yaitu suatu kegiatan dapat mulai bila
kegiatan yang mendahuluinya (predecessor) telah selesai.
Kegiatan (i)
Kegiatan (j)
FS(i-j)=a
17
2. Konstrain mulai ke mulai (SS)
Dirumuskan sebagai SS (i-j) b yang berati suatu kegiatan (j) mulai setelah b
hari kegiatan terdahulu (i) mulai. Konstrain semacam ini terjadi bila
sebelum kegiatan terdahulu selesai 100%, maka kegiatan (j) boleh dimulai.
Kegiatan (i)
SS(i-j) = b
Kegiatan (j)
3.
Konstrain selesai ke selesai (FF)
Dirumuskan sebagi FF (i-j) = c yang berati suatu kegiatan (j) selesai setelah
c hari kegiatan terdahulu (i) selesai. Konstrain semacam ini mencegah
selesainnya suatu kegiatan 100%, sebelum c hari kegiatan yang terdahulu
selesai.
Kegiatan (i)
FF(i-j) = c
Kegiatan (j)
4.
Konstrain mulai ke selesai (SF)
Dirumuskan sebagai sebagai FS (i-j) = d yang berati suatu kegiatan
terdahulu (i) selesai setelah d hari kegiatan (j) dimulai.
Kegiatan (i)
Kegiatan (j)
SF(i-j) = d
Kegiatan dan peristiwa pada PDM ditulis dalam node yang berbentuk segi
empat. Setiap node mempunyai dua peristiwa yaitu peristiwa awal dan peristiwa
akhir. Ruangan dalam node dibagi menjadi kompartemen-kompartemen kecil
yang berisi keterangan spesifik dari kegiatan dan peristiwa bersangkutan dan
18
dinamakan atribut. Pengaturan denah (layout) kompartemen dan macam serta
jumlah atribut yang hendak dicantumkan bervariasi sesuai keperluan dan
keinginan pemakai.
Contoh :
ID dan Nama Kegiatan
Tgl. Mulai : ES / LS
Durasi
Tgl. Selesai : EF / LF
Total Float
Progres Penyelesaian
Gambar 2.3 Denah yang lazim pada node PDM
Sumber : (Soeharto, 1999)
2.6
Fungsi dan Proses Pengendalian
Pengendalian adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang
sesuai
dengan
sasaran
perencanaan,
merencanakan
sistem
informasi,
membandingkan pelaksanaan dengan standar, menganalisa kemungkinan adanya
penyimpangan antara pelaksanaan dengan standar, kemudian mengambil tindakan
pembetulan yang diperlukan agar sumber daya yang digunakan efektif dan efisien
dalam rangka mencapai sasaran. (Soeharto, 1999)
Titik tolak dari definisi diatas, maka proses pengendalian proyek dapat
diuraikan menjadi langkah-langkah berikut :
2.6.1 Menentukan sasaran
Sasaran proyek adalah menghasilkan produk atau instalasi dengan batasan
anggaran, jadwal, dan mutu yang telah ditentukan. Sasaran ini dihasilkan dari
suatu perencanaan dasar dan menjadi salah satu faktor pertimbangan utama dalam
mengambil keputusan untuk melakukan investasi atau membangun proyek,
sehingga sasaran-sasaran tersebut merupakan tonggak tujuan dari kegiatan
pengendalian.
19
2.6.2 Lingkup Kegiatan
Untuk mempelajari sasaran maka lingkup proyek didefinisikan lebih lanjut,
yang mengenai ukuran, batas, dan jenis pekerjaan apa saja yang harus dilakukan
untuk menyelesaikan lingkup proyek secara keseluruhan.
2.6.3 Standar dan Kriteria
Dalam usaha mencapai sasaran secara efektif dan efisien, perlu disusun
suatu standar, kriteria atau spesifikasi yang dipakai sebagai tolak ukur untuk
membandingkan dan menganalisis hasil pekerjaan. Standar, kriteria dan patokan
yang dipilih dan ditentukan harus bersifat kuantatif, demikian pula metode
pengukuran dan perhitungannya harus dapat memberikan indikasi terhadap
pencapaian sasaran.
2.6.4 Merancang Sistem Informasi
Satu hal yang perlu ditekankan dalam proses pengendalian proyek adalah
perlunya suatu sistem informasi dan pengumpulan data yang mampu memberikan
keterangan yang cepat, tepat, akurat. Sistem ini diperlukan untuk memantau
prestasi pekerjaan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk informasi yang dapat
digunakan untuk tindakan pengambilan keputusan.
2.6.5 Mengkaji dan Menganalisis Hasil Pekerjaan
Pada tahap ini diadakan analisis berdasarkan indikator yang diperoleh dan
mencoba membandingkan dengan kriteria dan standar yang ditentukan. Hasil
analisis ini dipakai landasan dan dasar tindakan pembetulan. Oleh karena itu
metode yang digunakan harus tepat dan peka terhadap adanya kemungkinan
penyimpangan.
2.6.6 Mengadakan Tindakan Pembetulan
Apabila hasil analisa menunjukan adanya indikasi penyimpangan yang
cukup berarti, maka perlu diadakan langkah-langkah pembetulan, sehingga
rencana sasaran semula dapat tercapai. Hasil analisis dan pembentukan akan
berguna sebagai umpan balik perencanaan pekerjaan selanjutnya dalam rangka
mengusahakan tetap tercapainya sasaran semula.
20
2.7 Metode Pengendalian
Suatu sistem pengendalian di samping memerlukan perencanaan yang
terrealisasi sebagai tolak ukur pencapaian sasaran, juga harus di lengkapi dengan
teknik atau metode yang dapat segera mengungkapkan tanda-tanda terjadinya
penyimpangan dan dapat membuat prakiraan atau proyeksi keadaan masa depan
proyek. Ada beberapa metode pengendalian yang kita kenal diantaranya Analisis
Varians, Konsep Nilai Hasil (Earned Value Concept), dan Rekayasa Nilai (Value
Engineering). Metode yang digunakan dalam penulisan ini ada Konsep Nilai
Hasil ( Earned Value Concept).
2.7.1 Analisis Varians
Adalah metode pengendalian dengan cara membandingkan informasi status
akhir kemajuan proyek dengan perencanaan, atau dengan melihat catatan
penggunaan sumber daya, misalnya jam-orang dan membandingkannya dengan
anggaran. Yang memperlihatkan perbedaan antara hal-hal berikut :
a. Biaya pelaksanaan dengan anggaran.
b. Waktu pelaksanaan dengan jadwal.
c. Tanggal mulai pelaksanaan dengan rencana.
d. Tanggal akhir pekerjaan dengan rencana.
e. Angka kenyataan pemakaian tenaga kerja dengan anggaran.
f. Jumlah penyelesaian pekerjaan dengan rencana. (Soeharto, 1999)
Disamping menunjukan angka perbedaan komulatif antar rencana dan
pelaksanaan pada saat pelaporan, analisis varians juga mendorong untuk melacak
dan mengkaji dimana dan kapan telah terjadi varians yang paling dominan dan
kemudian mencari penyebabnya untuk dilakukan koreksi.
2.7.2 Metode Konsep Nilai Hasil
Metode Nilai Hasil adalah konsep menghitung besarnya biaya yang menurut
anggaran sesuai dengan pekerjaan yang telah diselesaikan atau dilaksanakan
(budgeted cost of works performed). Earned Value menghitung nilai pekerjaan
yang telah diselesaikan. Metode Earned Value mengkombinasikan biaya, jadwal
dan prestasi pekerjaan. Earned Value mengukur besarnya pekerjaan yang telah
diselesaikan pada suatu waktu dan menilai berdasarkan jumlah anggaran yang
21
disediakan untuk pekerjaan tersebut. Metode ini dapat mengungkapkan apakah
kemajuan pelaksanaan pekerjaan proyek senilai dengan pemakaian bagian
anggarannya. Dengan analisi konsep Earned Value dapat diketahui hubungan
antara apa yang sesungguhnya telah dicapai secara fisik terhadap jumlah anggaran
yang telah dikeluarkan. yang ditulis dengan rumus :
Nilai Hasil = (% penyelesaian) x (anggaran)
(2.1)
Keterangan :
- % penyelesaian yang dicapai pada saat pelaporan
- Anggaran yang dimaksud adalah real cost biaya proyek
Konsep Nilai Hasil merupakan perkembangan dari konsep analisis varians,
dimana dalam analisis varians hanya menunjukan perbedaan hasil kerja pada
waktu pelaporan dibandingkan dengan anggaran atau jadwalnya. Adapun
kelemahan dari metode analisis varians adalah hanya menganalisa varians biaya
dan jadwal masing-masing secara terpisah sehingga tidak dapat mengungkapkan
masalah kinerja kegiatan yang sedang dilakukan. Sedangkan dengan metode
konsep nilai hasil dapat diketahui kinerja kegiatan yang sedang dilakukan serta
dapat meningkatkan efektivitas dalam memantau kegiatan proyek.
A. Indikator –indikator yang dipergunakan
Konsep dasar nilai hasil dapat dipergunakan untuk menganalisis kinerja dan
membuat perkiraan pencapaian sasaran. Untuk itu di gunakan tiga indikator :
1.ACWP (Actual Cost of Work Performed)
Adalah jumlah biaya aktual pekerjaan yang telah dilaksanakan. Biaya ini
diperoleh dari data-data akutansi atau keuangan proyek pada tanggal
pelaporan (misalnya, akhir bulan), yaitu catatan segala pengeluaran biaya
aktual dari paket pekerjaan atau kode akuntasi termasuk perhitungan
overhead dan lain-lain. Jadi ACWP merupakan jumlah aktual dari
pengeluaran atau dana yang digunakan utuk melaksanakan pekerjaan pada
kurun waktu tertentu.
22
2. BCWP (Budgeted Cost Of Work Performed)
Indikator ini menunjukan nilai hasil dari sudut pandang nilai pekerjaan yang
telah selesai terhadap anggaran yang disediakan untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut. Bila angka ACWP dibandingkan dengan BCWP, akan
terlihat perbandingan antara biaya yang telah dikeluarkan untuk pekerjaan
yang telah terlaksanakan terhadap biaya seharusnya dikeluarkan untuk
maksud tersebut.
3. BCWS (Budgeted Cost Of Work Scheduled)
Angka ini menunjukan anggaran untuk suatu paket pekerjaan, tetapi
disusun dan dikaitkan dengan jadwal pelaksanaan. Di sini terjadi perpaduan
antara biaya, jadwal, dan lingkup kerja. Dimana pada setiap elemen
pekerjaan telah diberi alokasi biaya jadwal yang dapat menjadi tolak ukur
dalam pelaksanaan pekerjaan. (Soeharto, 2001)
Dengan menggunakan 3 indikator diatas dapat dihitung berbagai faktor yang
menunjukkan kemajuan dan kinerja pelaksanaan proyek, seperti:
a. Varians biaya (CV) dan Varians jadwal terpadu (SV).
b. Memantau perubahan varians terhadap angka standar.
c. Indeks produktivitas dan kinerja.
d. Prakiraan biaya penyelesaian proyek.
B. Varians Biaya dan Jadwal terpadu
Telah disebutkan sebelumnya bahwa menganalisis kemajuan proyek dengan
analisis varians sederhana dianggap kurang mencukupi, karena metode ini tidak
mengintegrasi aspek biaya dan jadwal. Untuk mengatasi hal tersebut maka metode
nilai hasil dengan berdasarkan indikator BCWS, ACWP, dan BCWP. (Soeharto,
2001)
Rumus varians biaya dan varians jadwal adalah sebagai berikut :
-
Varians Biaya (CV)= BCWP – ACWP
(2.2)
-
Varians Jadwal (SV) = BCWP – BCWS
(2.3)
23
C. Indeks Produktifitas dan Kinerja
Pengelola proyek sering kali ingin mengetahui efisiensi penggunaan sumber
daya, yang dapat dinyatakan sebagai indeks produktivitas atau indeks kinerja
(Soeharto, 2001).
Adapun rumus-rumusnya adalah sebagai berikut :
- Indeks Kinerja Biaya (CPI) = BCWP/ACWP
-
Indeks Kinerja Jadwal (SPI) = BCWP/BCWS
(2.4)
(2.5)
Bila angka indeks kinerja ditinjau lebih lanjut, akan terlihat hal-hal sebagai
berikut:
a.
Angka Indeks kinerja kurang dari satu berati pengeluaran lebih besar dari
anggaran atau waktu pelaksanaan lebih lama dari jadwal yang
direncanakan. Bila anggaran dan jadwal sudah dibuat secara realistis,
maka berati ada sesuatu yang tidak benar dalam pelaksanaan pekerjaan.
b. Angka indeks kinerja lebih dari satu, maka kinerja penyelenggaraan
proyek lebih baik dari perencanaan, dalam arti pengeluaran lebih kecil dari
anggaran atau jadwal lebih cepat dari rencana.
c. Semakin besar perbedaannya dari angka satu semakin besar penyimpangan
dari perencanaan dasar atau anggaran. Bahkan bila didapat angka yang
terlalu tinggi, yang berati prestasi pelaksanaan pekerjaan sangat baik, perlu
diadakan pengkajian apakah justru perencanaan atau anggarannya yang
tidak realistis. Seperti terlihat pada table 2.1
Tabel 2. 1 Analisis Varians Terpadu (1/2)
Varians Jadwal
Varians Biaya
SV = BCWP-BCWS
CV = BCWP-ACWP
Keterangan
Pekerjaan terlaksana lebih cepat
Positif
Positif
daripada jadwal dengan biaya lebih
kecil daripada anggaran.
Pekerjaan terlaksana sesuai jadwal
Nol
Positif
dengan biaya lebih rendah daripada
anggaran.
24
Tabel 2.1 Analisis Varians Terpadu (2/2)
Varians Jadwal
Varians Biaya
SV = BCWP-BCWS
CV = BCWP-ACWP
Positif
Nol
Nol
Nol
Keterangan
Pekerjaan terlaksana sesuai anggaran
dan selesai lebih cepat daripada jadwal.
Pekerjaan terlaksana sesuai jadwal dan
anggaran.
Pekerjaan selesai terlambat dan menelan
Negatif
Negatif
biaya lebih tinggi daripada anggaran.
Pekerjaan Terlaksana sesuai jadwal
Nol
Negatif
dengan menelan biaya lebih besar
daripada anggaran.
Negatif
Nol
Pekerjaan selesai terlambat dengan
biaya sesuai anggaran.
Pekerjaan selesai lebih cepat daripada
Positif
Negatif
jadwal dengan biaya lebih besar
daripada anggaran.
Sumber : Soeharto (2001)
2.8
Proyeksi Biaya dan Jadwal Akhir Proyek
Prakiraan bukanlah angka pasti, karena hanya berupa asumsi bahwa
kecenderungan yang terjadi pada masa pelaporan tidak berubah sampai akhir
proyek. Akan tetapi, prakiraan tersebut dapat bermanfaat untuk memberikan
peringatan mengenai hal yang akan terjadi di masa datang. Sehingga apabila
diperlukan, perbaikan masih dapat dilakukan untuk mengantisipasi hal yang tidak
diinginkan agar proyek berhasil diselesaikan. (Soeharto, 2001)
Persamaan yang digunakan dalam membuat proyeksi biaya dan jadwal akhir
proyek adalah sebagai berikut (Soeharto, 2001) :
1. Anggaran proyek keseluruhan = BAC
(2.6)
25
2. Anggaran untuk pekerjaan tersisa = BAC – BCWP
(2.7)
3. Indeks kinerja biaya (CPI) = BCWP/ACWP
(2.8)
Bila dianggap kinerja biaya pada pekerjaan tersisa seperti pada saat
pelaporan, maka perkiraan biaya untuk pekerja tersisa adalah :
ETC = (BAC-BCWP)/CPI
(2.9)
EAC = ACWP+ETC
(2.10)
Dari aspek waktu :
ETS = (Rencana – waktu Pelaporan)/SPI
(2.11)
EAS = Waktu pelaporan + ETS
(2.12)
Keterangan :
ETC = Prakiraan biaya untuk pekerjaan tersisa
EAC = Prakiraan biaya total proyek
ETS = Prakiraan waktu untuk pekerjaan tersisa
EAS = Prakiraan total waktu proyek
2.9 Penggunaan Microsoft Project
Dalam perkembangan selanjutnya, kemajuan pesat di bidang perangkat
computer telah meningkatkan kegunaan dan daya guna metode jaringan kerja,
yang pada dasarnya memang memerlukan dukungan suatu perangkat yang mampu
memproses data dan melakukan perhitungan-perhitungan dalam jumlah besar,
cepat dan akurat.salah satu perangkat lunak yang telah biasa digunakan adalah
Microsoft Project. Microsoft Project adalah suatu paket program komputer yang
membantu menyusun perencanaan dan pemantauan jadwal suatu proyek. ( Luthan
dan Syafriandi, 2006). Program ini menggunakan perhitungan network planning
dan menggunaan diagram bar chart atau gantt chart sebagai tampilan grafisnya
agar memudahkan pembacaan.
2.9.1 Mengelompokkan Pekerjaan
Hal ini disebut outlining agar lebih mudah menganalisa dan mengubah tugas
menjadi rincian (Sub Task). Untuk itu yang anda lakukan adalah :
1.
Lakukan pengeblokan baris pekerjaan yang akan dioutlining, misalkan baris
2 sampai 4.
26
2. Klik Menu project, outline, indent, atau klik icon indent sehingga baris ke 1
tampak tercetak tebal yang disebut Summary Task. Sedangkan baris 2 sampai
4 agak masuk kedalam disebut Subtask. Apabila anda melakukan kesalahan
dalam melakukan pengelompokan pekerjaan, kebalikan dari indent adalah
project, outline, outdent.
2.9.2 Membuat Hubungan Antar Tugas
Jika kita ingin menghubungkan antar pekerjaan dapat meng-klik icon link
dan jika ingin memutus klik icon unlink. Dalam MS Project ini dikenal adanya 4
hubungan tugas, yaitu :
a. FS = Finish to Start, artinya pekerjaan B baru dapat dimulai setelah pekerjaan
A selesi (jika urutan pekerjaan A-B)
b. FF = Finish to Finish, artinya pekerjaan A dan B harus selesai bersamaan.
c. SS = Start to Start, artinya pekerjaan A dan B dimulai secara bersamaan.
d. SF = Start to Finish, artinya pekerjaan A baru dapat diakhiri jika pekerjaan B
sudah dimulai.
2.9.3 Tenggang Waktu (Lag Time dan Lead Time)
Ketika masing-masing pekerjaan dihubungkan adakalanya terdapat tenggang
waktu, artinya setelah pekerjaan A selesai beberapa hari pekerjaan B baru dapat
dimulai. Tenggang waktu pekerjaan ini terdiri dari 2 macam, yaitu:
a. Lag Time, yaitu tenggang waktu dalam bentuk bilangan positif, yang ditulis
setelah penentuan hubungan pekerjaan contohnya : 6SF+2.
b. Lead Time, yaitu tenggang waktu dalam bentuk bilangan negatif, yang ditulis
setelah penentuan hubungan pekerjaan contohnya : 6SS-3.
2.10 Mempercepat Waktu Penyelesaian Proyek
Mempercepat waktu penyelesaian proyek adalah suatu usaha menyelesaikan
proyek lebih awal dari waktu penyelesaian dalam keadaan normal. Dengan
diadakannya percepatan proyek ini akan terjadi pengurangan durasi kegiatan yang
akan diadakan crash program. Dengan pengurangan durasi pada lingkup pekerjaan
yang sama akan membutuhkan penambahan waktu kerja per hari atau
penambahan sumber daya yang diperlukan. Dengan penambahan tersebut akan
27
menimbulkan tambahan biaya yang menyebabkan bertambahnya biaya total
proyek. Jadi tujuan yang ingin dicapai dalam program mempercepat waktu ini
adalah memperpendek jadwal penyelesaian kegiatan atau proyek dengan
tambahan biaya seminimal mungkin. Untuk itu perlu adanya identifikasi aktivitas
yang memiliki biaya paling minimum untuk dipercepat dan berapa besar biaya
yang timbul akibat pengurangan waktu. Informasi yang harus dimiliki untuk
mendapatkan akselerasi meliputi :
1. Estimasi biaya aktivitas di bawah durasi normal atau durasi dari aktivitas
yang diharapkan
2. Estimasi waktu untuk menyelesaikan aktivitas itu dengan crashing
maksimum yaitu aktivitas yang paling pendek
3. Estimasi biaya aktivitas dengan biaya akselerasi maksimum
Durasi crashing maksimum suatu aktivitas adalah durasi tersingkat untuk
menyelesaikan suatu aktivitas yang secara teknis masih mungkin dengan asumsi
sumber daya bukan merupakan hambatan (Soeharto, 1997). Durasi percepatan
maksimum dibatasi oleh luas atau lokasi kerja, namun ada empat faktor yang
dapat dioptimumkan untuk melaksanakan percepatan pada suatu aktivitas yang
meliputi jumlah tenaga kerja, penjadwalan kerja lembur, penggunan peralatan
berat dan penggunaan metode konstruksi di lapangan.
2.10.1 Pelaksanaan Penambahan Jam Kerja (lembur)
Mempercepat waktu pelaksanaan suatu kegiatan dengan penambahan jam
kerja atau kerja lembur merupakan salah satu usaha untuk menambah
produktivitas kerja sehingga dapat mempercepat waktu pelaksanaan suatu
kegiatan. Adapun rencana kerja yang akan dilakukan dalam mempercepat durasi
suatu pekerjaan dengan metode jam kerja lembur adalah:
a. Waktu kerja normal adalah 8 jam (08.00-17.00), sedangkan lembur
dilakukan setelah waktu kerja normal.
b. Harga upah pekerja untuk kerja lembur menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor KEP. 102/MEN/VI/2004 pasal 11 diperhitungkan
sebagai berikut:
28
1. Untuk jam kerja lembur pertama, harus dibayar upah lembur sebesar
1,5 (satu setengah) kali upah satu jam.
2. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah lebur
sebesar 2 (dua) kali upah satu jam.
Dari uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
Biaya lembur per hari = (jam kerja lembur pertama x 1,5 x upah sejam
normal) + (jam kerja lembur berikutnya x 2 upah sejam normal)
(2.13)
2.10.2 Produktivitas Kerja Lembur
Tempat waktu atau tidaknya suatu proyek dapat diselesaikan dan sangat
dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja yang dilibatkan. Secara rata-rata dapat
diperkirakan berapa jumlah tenaga kerja tersebut dapat langsung dipekerjakan. Ini
disebabkan terdapatnya kegiatan-kegiatan yang baru biasa dikerjakan jika
pekerjaan pendahulunya telah selesai dilaksanakan. Demikian juga fluktuasi
tenaga kerja yang besar membuat pengaturan tenaga kerja yang tidak efisien,
terutama untuk masalah mobilisasinya. Ada bebrapa faktor yang mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja lapangan dan dapat dikelompokan menjadi:
a. Kondisi fisik lapangan dan sarana bantu
b. Supervise, perencanaan, dan koordinasi
c. Komposisi kelompok kerja
d. Kerja lembur
e. Ukuran besar proyek
f. Kurva pengalaman/ Learning Curve
g. Pekerjaan langsung Versus sub kontraktor
h. Kepadatan tenaga kerja
Secara umum, produktifitas merupakan perbandingan antara output dan input.
Dibidang konstruksi, output dapat dilihat dari kuantitas pekerjaan yang telah
dilakukan seperti meter kubik galian atau timbunan, ataupun meter persegi untuk
plesteran.
Sedangkan
inputnya
merupakan
jumlah
sumber
daya
yang
dipergunakan seperti tenaga kerja, peralatan dan material. Karena peralatan dan
material biasanya bersifat standar, maka tingkat keahlian tenaga kerja merupakan
salah satu faktor penentu produktivitas.
29
Acap kali kerja lembur atau jam kerja lebih panjang dari kerja normal tidak
dapat dihindari, misalnya untuk mengejar sasaran jadwal, meskipun ini
merupakan efisiensi kerja. Grafik pada gambar 2.4 menunjukan indikasi
penurunan produktivitas, bila jam per hari dan hari per minggu bertambah
Gambar 2.4 Grafik indikasi menurunnya produktivitas karena kerja lembur
Sumber : (Soeharto,1997)
Dari uraian diatas dapat ditulis sebagai berikut:
1. Seleisih indeks produktifitas per jam = indeks produktivitas jam yang dicari –
indeks produktivitas jam sebelumnya
(2.14)
2. Prestasi kerja = selisih indeks prod. Per jam x jam lembur
(2.15)
3. Prosentase prestasi kerja = prestasi kerja x 100%
(2.16)
4. Koefisien pengurang produktivitas kerja lembur = 100% - prosentase prestasi
kerja
(2.17)
5. Produktivitas harian =
6. Produktivitas tiap jam =
(2.18)
(2.19)
7. Produktivitas harian akibat kerja lembur = ( a x b x prod. Tiap jam) (2.20)
Dimana : a = jumlah jam kerja lembur
b = koefisien penurunan produktivitas kerja lembur.
Produktivitas tenaga kerja akan sangat besar pengaruhnya terhadap total biaya
proyek, minimal pada aspek jumlah tenaga kerja dan fasilitas yang diperlukan
30
(Soeharto, 1997). Salah satu pendekan untuk mencoba mengukur hasil guna
tenaga kerja adalah dengan memakai parameter indeks produktivitas. Penurunan
produktivitas bila jumlah jam perhari dan hari perminggu bertambah dapat dilihat
pada gambar 2.4. Perhitungan penurunan produktivitas akibat kerja lembur untuk
2 jam adalah sebagai berikut:

Selisih indeks produktivitas per jam = 1,2 – 1,1
= 0,1
Dimana dapat dihitung selisih nilai indeks produktivitas sebesar 0,1 dalam setiap
jam. Perhitungan untuk lembur 2 jam :
Prestasi kerja = 0,1 x 2 jam = 0,2/jam
Prosentase prestasi kerja = 0,2 x 100% = 20%
Jadi koefisien pengurang produktivitas akibat kerja lembur
= 100% - 20%
= 80%
= 0,8
Untuk selanjutnya koefisien pengurangan produktivitas akibat kerja lembur dapat
dilihat pada Table 2.2
Tabel 2.2 Koefisien pengurangan produktivitas
Jam
Penurunan
Prestasi
Lembur
Indeks
Kerja
(Jama)
Produktivitas
(Per Jam)
A
B
C = B*A
Prosentase
Prestasi Kerja
(%)
D
Koefisien
Pengurangan
Produktivitas
E = 100% - D
1
0,1
0,1
10
0,9
2
0,1
0,2
20
0,8
3
0,1
0,3
30
0,7
4
0,1
0,4
40
0,6
Sumber : Hasil Analisis (2010)
2.10.3 Crashing
Salah satu cara mempercepat durasi proyek istilah asingnya adalah
Crashing. Terminologi proses crashing adalah mereduksi suatu pekerjaan yang
akan berpengaruh terhadap waktu penyelesaian proyek. Crashing adalah suatu
proses disengaja, sistematis dan analitik dengan cara melakukan pengujian dari
semua kegiatan dalam suatu proyek yang dipusatkan pada kegiatan yang berada
31
pada jalur kritis. Proses crashing adalah cara melakukan perkiraan dari variable
cost dalam menentukan pengurangan durasi yang paling maksimal dan paling
ekonomis
dari
suatu
kegiatan
yang
masih
mungkin
untuk
direduksi
(Ervianto,2004)
Untuk menganalisa lebih lanjut hubungan antara biaya dengan waktu suatu
kegiatan, dipakai defenisi sebagai berikut:
a. Kurun waktu normal/Normal Duration (ND) yaitu jangka waktu yang
diperlukan untuk melakukan kegeiatan sampai selesai dengan tingkat
produktivitas kerja yang normal, di luar pertimbangan kerja lembur dan
usaha lainnya seperti : menyewa peralatan yang lebih canggih.
b. Kurun waktu dipersingkat/Crashing Duration (CD) yaitu waktu tersingkat
untuk menyelesaikan suatu kegiatan secara teknis masih mungkin, seperti
dilakukan upaya penambahan sumber daya dengan jam kerja (lembur),
pembagian giliran kerja (shift), penambahan tenaga kerja dan penambahan
peralatan atau merubah metode kerja.
c. Biaya normal/Normal Cost (NC) yaitu biaya langsung yang diperlukan untuk
menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu normal.
d. Biaya untuk waktu dipersingkat/Crash Cost (CC) yaitu jumlah langsung
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kurun waktu yang tersingkat.
Gambar 2.5 Grafik hubungan waktu-biaya normal dan dipersingkat suatu kegiatan
Sumber : (Soeharto,1997)
32
Hubungan antara waktu dan biaya digambarkan seperti gambar 2.5 titik A
menunjukkan titik normal, sedangkan titik B adalah titik dipersingkat. Garis yang
menghubungkan titik A dengan titik B disebut kurva waktu-biaya. Pada umumnya
garis ini dapat dianggap garis lurus, bila tidak (misalnya, cekung) maka diadakan
perhitungan per segmen yang terdiri dari beberapa garis lurus. Seandainya
diketahuin bentuk kurva waktu-biaya suatu kegiatan, artinya dengan mengetahuin
berapa slope atau sudut kemiringannya, maka dapat dihitung berapa besar biaya
untuk mempersingkat waktu satu hari.
Penambahan biaya langsung (direct cost) untuk mempercepat suatu aktivitas
persatuan waktu disebut cost slope.
Dari uraian di atas dapat ditulis sebagai berikut:
a. Produktivitas harian sesudah crash
= (8 jam x prod.tiap jam) + (a x b x prod.tiap jam)
Dimana :
(2.21)
a = jumlah jam kerja lembur
b = koefisien penurunan produktivitas kerja lembur
b. Crash duration =
.
(2.22)
c. Normal cost pek. per jam = harga per satuan pek. x prod.tiap jam (2.23)
d. Normal cost pek. per hari = 8 jam x normal cost tiap jam
(2.24)
e. Normal cost = normal duration x normal cost pek. per hari
(2.25)
f. Crash cost pek = normal cost pek.per hari + biaya lembur per hari (2.26)
g. Crash cost = crash duration x crash cost pek.per jam
h. Cost slope =
(2.27)
(2.28)
2.11 Hubungan Biaya Terhadap Waktu
Biaya total proyek adalah penjumlahan dari biaya langsung dan biaya tidak
langsung yang digunakan selama pelaksanaan proyek. Besarnya biaya ini sangat
tergantung oleh lamanya waktu (durasi) penyelesaian proyek. Kedua-duanya
berubah sesaui dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat
diperhitungkan dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek
berjalan semakin tinggi komulatif biaya tak langsung yang diperlukan (Soeharto,
1997). Seperti yang terlihat dalam gambar 2.6 yang menunjukan hubungan biaya
33
langsung, biaya tak langsung dan biaya total dalah suatu grafik dan terlihat
bahawa biaya didapat dengan mencari total biaya proyek yang terkecil.
Gambar 2.6 Grafik hubungan waktu dengan biaya total, biaya langsung, dan biaya
tak langsung.
Sumber : (Soeharto,1997)
2.12 Pertukaran Biaya dan Waktu (Time Cost Trade Off)
Penyelesaian suatu aktivitas dalam suatu proyek memerlukan penggunaan
sejumlah daya tertentu dan waktu. Dengan penggunaan sumber daya yang
minimum dan waktu penyelesaian yang optimum, aktivitas akan dapat
diselesaikan dengan biaya normal dan durasi normal. Jika suatu saat diperlukan
peyelesaian yang lebih cepat, penambahan sumber daya memungkinkan
pengurangan durasi proyek dari suatu normalnya, tetapi biaya yang diperlukan
akan lebih besar lagi.
Dalam mempercepat penyelesaian suatu proyek dengan melakukan
kompresi durasi aktivitas, harus tetap diupayakan agar penambahan dari segi
biaya seminimal mungkin. Pengendalian biaya yang dilakukan adalah biaya
langsung, karena biaya inilah yang akan bertambah apabila dilakukan
pengurangan durasi. Kompresi ini dilakukan pada aktivitas-aktivitas yang berada
pada lintasan kritis.
Apabila kompresi dilakukan pada aktivitas-aktivitas yang tidak berada pada
lintasan kritis, maka waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan akan tetap.
Kompresi dilakukan lebih dahulu pada aktivitas-aktivitas yang mempunyai cost
slope terendah pada lintasan kritis.
34
1. Menyusun jaringan kerja proyek dengan menulis cost slope dari masingmasing aktivitas.
2. Melakukan kompresi pada aktivitas yang berada pada lintasan kritis dan
mempunyai cost slope terendah.
3. Menyusun kembali jaringan kerja.
4.Mengulangi langkah kedua. Langkah kedua akan berhenti bila terjadi
penambahan lintasan kritis dan bila terdapat lebih dari satu lintasan kritis,
maka langkah kedua dilakukan secara serentak pada semua lintasan kritis
dan perhitungan cost slope dijumlahkan.
5. Langkah keempat dihentikan bila terdapt salah satu lintasan kritis dimana
aktivitas-aktivitasnya telah jenuh seluruhnya (tidak mungkin dikompres
lagi) sehingga pengendalian biaya telah optimum.
35
Download