1-23 1 PENGARUH POLITIK ORGANISASIONAL

advertisement
Jurnal Manajemen dan Inovasi
Vol.7, No. 1, Februari 2016: 1-23
PENGARUH POLITIK ORGANISASIONAL PADA KEPUASAN KERJA:
KEPERCAYAAN DAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI PEMODERASI
FAIRUZZABADI
MURKHANA
MULIA PUSPITA AYU
Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
This study investigates the complexities in the relationship between
perceptions of organizational politics and job satisfaction by examining the
moderating effect of trust and social support on that relationship. Data were
collected from 84 Aceh's provincial secretariat employees, chosen randomly. The
Moderate Regression Analysis showed that organizational politic positively affect
employee’s job satisfaction. The Moderate Regression Analysis (MRA) showed
that trust and social support moderate the relationship of organizational politics
on job satisfaction of Aceh's provincial secretariat employees.
Keywords : Job Satisfaction, Organizational Politic, Trust, Social Support
PENDAHULUAN
Kepuasan kerja telah lama menjadi topik penting bagi para peneliti
maupun praktisi, terutama sejak pengetahuan (knowledge assets) yang dimiliki
para pegawai sebagai sumber utama kekuatan
untuk bersaing dan
mempertahankan keunggulan bersaingnya (Philips, 2009). Di samping itu,
konstruk kepuasan kerja juga menjadi menarik untuk diteliti karena banyak hasil
penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan
efisiensi dan keefektifan organisasional (Beck &Wilson, 2000), dan berhubungan
positif dengan kinerja tugas (job performance) (Hunter & Thatcher, 2007).Ketika
seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya
semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan tugas pekerjaannya.
1
2
Di dalam menjelaskan kepuasan kerja, salah satu pertanyaan yang masih
belum terjawab adalah bagaimana proses dan faktor-faktor apasaja yang
menentukan atau menjadi anteseden bagi variabel ini (Cohen, 2003; Meyer &
Herscovitch, 2001). Berdasarkan hasil telaah literatur dan metaanalisis yang
dilakukan oleh banyak peneliti, ada banyak faktor yang teridentifikasi berperan
sebagai antesenden, seperti pengalaman kerja, faktor organisasional dan faktor
individual (Allen & Meyer, 1990; Eby, Freeman, Rush, & Lance, 1999; Meyer &
Allen, 1997). Namun, dari berbagai penelitian yang telah dilakukan tersebut,
sangat sedikit yang telah menguji faktor organisasional sebagai anteseden bagi
kepuasan kerja. Cohen (2003) mengatakan bahwa sangat penting bagi organisasi
untuk mempertimbangkan berbagai faktor organisasional sebagai variabel
anteseden, karena kepuasan kerja pegawai sangat ditentukan oleh keseimbangan
baik faktor individual maupun dukungan organisasi. Gadot dan Talmud (2010)
mengatakan salah satu faktor organisasi yang menjadi prediktor utama kepuasan
kepuasan kerja adalah politik organisasional persepsian. Hal ini juga didukung
oleh para peneliti lainnya seperti Ferris dan Kacmar (1992); Kacmar, Bozeman,
Carlson dan Anthony (1999); serta Gadot dan Drory (2006) yang mengatakan
bahwa politik organisasional persepsian sebagai prodiktor kepuasan kerja.
Banyak peneliti yang mendefinisikan politik organisasional dengan cara
yang berbeda, seperti Pfefer (1981) dengan sangat umum mendefinisikan politik
organisasional sebagai “the study of power in action”. Sementara peneliti lain
mendefinisikan politik organisasional dengan cara yang lebih luas, seperti Witt et
al. (2000) yang menjelaskan politik sebagai “sebuah fenomena dimana anggota
organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung mencoba mempengaruhi
anggota yang lain dengan cara-cara yang formal maupun nonformal dengan tujuan
mencapai tujuan individu ataupun kelompoknya”. Hal ini juga sesuai dengan
pendapat Ferris, Russ dan Fandt (1989) di dalam Fitriasari (2009) yang
mendefinisikan politik organisasional sebagai perilaku yag secara strategis dibuat
untuk mengoptimalkan kepentingan individu, walaupun bertentangan dengan
tujuan bersama organisasi atau kepentingan individu lainnya.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
3
Lebih lanjut, menurut Cheng dan Fang (2008) mengatakan bahwa perilaku
politik akan meningkat ketika adanya kelangkaan sumber daya yang bernilai di
organisasi. Drory dan Romm (1990) mengatakan jika organisasi mengalami
keterbatasan sumber daya, maka secara seketika politik organisasi akan terjadi.
Hasilnya, politik organisasional akan meningkatkan ketidakharmonisan dan
konflik di tempat kerja karena tiap-tiap anggota organisasi lebih mementingkan
pemenuhan kebutuhan pribadi atau kelompoknya dan merusak kepentingan
anggota yang lain atau bahkan tujuan individu.
Namun demikian, Fitriastuti (2009) dalam Fairuzzabadi, dkk (2011)
menyatakan bahwa politik organisasional memungkinkan untuk menghasilkan
kerja yang positif maupun negatif. Hasil yang positif berupa peningkatan karier,
pengakuan dan status, meningkatkan kekuasaan dan kedudukan, penyelesaian
tujuan pribadi, meningkatkan sense of control dan kesuksessan. Sementara, hasil
yang negatif berupa kehilangan strategic power dan kredibilitas kedudukan,
perasaan negatif pada orang lain, perasaan bersalah dan kinerja yang buruk.
Outcomes ini telah ditunjukkan oleh beberapa penelitian sebelumnya yang
menemukan hubungan negatif antara persepsi politik organisasional dan outcomes
seperti kepuasan kerja, komitmen organisasional, keinginan organisasional,
keinginan untuk keluar dan kesuksesan karir (Ferris & Kacmar 1992; Randal et
al., 1999; Valle & Perrewe 2000; Witt et al., 2002).
Banyak hasil penelitian juga menyatakan bahwa efek negatif politik
ditempat kerja akan kurang mempengaruhi pegawai, ketika pegawai memahami
dan mengendalikan berbagai peristiwa yang terjadi ditempat kerja. Untuk itu,
mereka melibatkan diri langsung dalam politik itu sendiri yang tujuannya untuk
mengurangi ambiguitas dan mencoba untuk mendapatkan kendali atas lingkungan
yang tidak pasti, sehingga dapat mengurangi atau dapat merubah hubungan
negatif pengaruh persepsi politik organisasional pada kepuasan kerja (Witt, et al.,
2004). Berbagai pendapat ini juga diperkuat oleh pendapat Ferris, et al., (1989)
yang mengatakan bahwa paling tidak ada tiga respon utama anggota organisasi
menghadapi politik orgainisasional, yaitu pegawai akan menarik diri keluar atau
keluar dari organisasi, anggota organisasi akan tetap bersama organisasi dan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
4
melibatkan diri secara aktif didalam aktifitas perpolitikkan organisasi. Bagi
mereka yang tidak senang dengan perpolitikan, maka mereka akan melihat politik
sebagai sesuatu yang membuat stress, muncul nya ambiguitas, serta frustasi.
Sementara bagi mereka yang melibatkan diri didalam akifitas politik, mereka akan
berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan kontrol terhadap lingkungan
organisasinya (Greenberger dan Strasser, 1991).
Bagi pegawai yang tidak senang dengan aktifitas perpolitikan, banyak
dari mereka yang tidak mungkin mengundurkan diri dari organisasi, dikarenakan
kebutuhan hidup mereka yang harus terpenuhi. Maka dengan cara melibatkan diri
didalam aktifitas politik agar mereka mampu tetap bertahan didalam organisasi.
Pegawai harus mampu memahami kondisi politik yang ada didalam organisasi
agar mereka mampu untuk memahami situasi yang ada. Bagi mereka yang
bergabung dalam politik, mereka harus memilih teman sekerja yang dapat
dipercaya dan mereka juga harus mendapat dukungan dari orang sekitar. Apabila
teman sekerja dan orang sekitar
memberikan dukungan dan mempercayakan
mereka untuk bergabung didalam dunia politik, maka mereka akan merasa puas
dengan pekerjaan yang mereka jalani, karena salah satu bentuk perilaku politik
yang berpengaruh dalam kepuasan kerja adalah tingkat kepercayaan dan
dukungan sosial dari pegawai terhadap sesama maupun terhadap organisasi itu
sendiri.
Sebagaimana yang dikatakan oleh whitenner (1998) bahwa kepercayaan
adalah kunci untuk memfungsikan organisasi secara baik. Sedangkan Kerfoot
(1998) menyatakan ide kepercayaan merupakan faktor penting dalam kesuksesan
organisasi. Ia berargumen bahwa kolaborasi sosial dan profesionalisme
merupakan faktor penting untuk mendatangkan hasil positif dalam organisasi,
kesuksesan hal ini dapat terjadi apabila terdapat kepercayaan yang melibatkan
beberapa pihak. Ia menyatakan lebih lanjut bahwa tingkat kepercayaan merupakan
dasar pembentukan kesuksesan finansial dan kualitas suatu organisasi.
Kepercayaan juga memiliki hubungan positif dan signifikan dengan beberapa
variabel organisasional seperti: komunikasi, kinerja, perilaku dan kerjasama
anggota organisasi (Mishra & Morrisey, 1990; costigan, et al., 1996)
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
5
Dukungan sosial (social support) merupakan suatu hal yang bisa menjadi
sumber-sumber positif yang ada di sekitar individu. Dikarenakan dukungan sosial
dapat mengurangi beban atau permasalahan yang dihadapi seseorang sehingga
dapat dikatakan bahwa dukungan sosial merupakan model dukungan yang
dihasilkan dari interaksi pribadi yang melibatkan salah satu atau lebih aspek
emosi, penilaian, informasi, dan instrumen sehingga dapat mereduksi beban yang
diterima individu. Menurut House (1981) dalam Deeter dan Ramsey (1997),
seseorang memiliki dukungan sosial yang baik maka dia dapat meredam stress
yang terjadi dalam pekerjaan mereka. Sehingga apabila seorang karyawan
memiliki dukungan sosial yang tinggi maka akan dapat mengelola stres kerja yang
dihadapinya dengan baik dan memandang stres kerja dengan cara yang berbeda
dalam berkomitmen dalam organisasi sehingga dapat memberikan dampak yang
positif terhadap sesama karyawan, atasan maupun organisasi yang di jalankannya.
Parasuraman, Greenhouse dan Gransrose (1992) mengartikan dukungan
sosial sebagai tersedianya hubungan sosial, baik yang berasal dari atasan, rekan
kerja maupun keluarga. Dukungan sosial diperlukan pegawai untuk mengurangi
terjadinya kurangnya kerja pegawai terhadap organisasi yang dihadapinya ketika
bekerja. Dukungan sosial dapat berasal dari lingkungan kerja itu sendiri, yaitu
rekan kerja dan atasan, serta berasal dari luar lingkungan kerja seperti keluarga
dan juga teman.
Dalam penelitian ini, kepercayaan dan dukungan sosial merupakan
variabel pemoderasi yang akan mempengaruhi hubungan langsung antara politik
organisasional dengan kepuasan kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ilan Talmud dalam Eran Vigoda-Gadot (2006) yang menyatakan
bahwa temuan ini didasarkan pada efek interaksi yang mendukung hipotesis
bahwa kepercayaan dan dukungan sosial merupakan moderator yang baik dari
hubungan politik organisasional dengan komitmen organisasional.
Di samping itu, penelitian ini juga di dasarkan dan didukung oleh isu
praktis yang terjadi khususnya di lingkungan pegawai sekretariat daerah Aceh,
yang mana politik organisasional tidak bisa dipisahkan dan mempengaruhi
kehidupan organisasional. Sekretariat Daerah Aceh sebagai sebuah organisasi,
tentu memiliki banyak karakteristik berbeda pada diri setiap anggota organisasi,
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
6
dimana hal itu membawa dampak potensial pada adanya perbedaan pendapat.
Perbedaan pendapat dapat terjadi antara sesama pimpinan organisasi atau antar
anggota organisasi ketika menghadapi suatu masalah maupun proses pengambilan
keputusan organisasi, oleh karena itu di sini akan muncul banyak perbedaan
pendapat yang bisa mendorong pada perilaku individu-individu yang menjurus
pada upaya pemenuhan kepentingan pribadi atau kelompok tanpa memperhatikan
pihak lain maupun tujuan organisasi atau yang sering disebut dengan kegiatan
politik organisasional.
Dalam hal kepuasan kerja, Sekretariat Daerah Aceh termasuk sebuah
organisasi yang perlu memperhatikan dan melakukan pengawasan lebih terhadap
kepuasan kerja pegawainya. Hal tersebut juga didukung oleh fenomena yang
terjadi, dimana pegawai sering tidak masuk kantor, karena ada beberapa pegawai
yang merasa kurang nyaman berada di kantor sehingga mereka tidak merasa puas
ketika berkerja dan ingin cepat-cepat pulang. Selain itu pada Sekretariat Daerah
Aceh kepercayaan dan dukungan sosial sangat berpengaruh, di karenakan isu-isu
politik yang terjadi membuat beberapa pegawai yang merasa tidak ingin terlibat di
politik. Dengan adanya kepercayaan yang di berikan oleh atasan dan teman
sekerja, serta dukungan yang didapatkan maka pegawai tersebut akan mampu
melupakan politik-politik yang terjadi di organisasi tersebut. Berdasarkan
berbagai fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
politik organisasional pada kepuasan kerja, dengan kepercayaan dan dukungan
sosial sebagai variabel pemoderasi.
STUDI KEPUSTAKAAN DAN HIPOTESIS
Kepuasan Kerja
Secara umum job satisfaction atau kepuasan kerja dapat dilihat sebagai
perasaan individu terhadap pekerjaan atau sikap terhadap berbagai macam aspek
yang berbeda dari pekerjaannya. Kepuasan kerja berkaitan erat dengan reaksi
individu terhadap lingkungan kerjanya (Glover et al., 1996) serta merefleksikan
keadaan emosi dari individu yang merupakan hasil penilaian terhadap
pekerjaannya, dalam hal ini individu dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi
akan memiliki sikap positif terhadap pekerjaanya. Sebaliknya, inidvidu dengan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
7
tingkat kepuasan kerja yang rendah, cenderung untuk memiliki sikap negatif
terhadap pekerjaannya.
Spector et al (1997) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja yang berkaitan dengan pekerjaan, yaitu : upah, promosi, supervisi
atau kepuasan terhadap atasan langsung, fasilitas tambahan berupa kepuasan
terhadap fasilitas yang diberikan oleh organisasi (selain upah), penghargaan,
kondisi operasional atau kepuasan terhadap peraturan dan prosedur yang berlaku,
rekan kerja, pekerjaan yang dilakukan, dan komunikasi berupa kepuasan terhadap
komunikasi dalam organisasi.
Kesembilan aspek tersebut di atas merupakan hal-hal yang dijumpai
individu dalam pekerjaan sehari-hari. Bisa saja terjadi situasi dimana individu
merasa puas akan aspek tertentu, namun tidak puas dengan aspek-aspek yang lain
dari pekerjaan seperti upah, kebijakan promosi yang tidak adil, hubungan dengan
rekan kerja yang tidak jujur, kepercayaan kepada supervisor yang rendah.
Sejalan dengan teori yang dikembangkan oleh peneliti lainnya, Koh dan
Boo (2001) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai hasil persepsi pegawai
terhadap seberapa baik pekerjaan mereka mampu menyediakan segala sesuatu
yang mereka anggap penting. Oleh karena itu, kepuasan akan lahir ketika sebuah
pekerjaan mampu memenuhi atau membantu pegawai memenuhi nilai-nilai
individualnya, harapan dan standar. Sebaliknya ketidakpuasan akan muncul ketika
pegawai mempersepsikan pekerjaan tersebut sebagai penghalang dalam
pemenuhan harapan mereka.
Kepuasan kerja memiliki beberapa dimensi yang mencakup emosi atau
respon terhadap kondisi kerja. Kepuasan kerja dinyatakan dengan perolehan hasil
yang sesuai bahkan melebihi harapan, dan dinyatakan dalam sikap. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Koh & Boo (2001) terdapat beberapa dimensi dari
kepuasan kerja. Yang pertama adalah
job, yaitusejauh apa tugas dinyatakan
menarik bagi pegawai dan sejauh apa pekerjaan memberikan kesempatan untuk
pembelajaran dan menerima tanggungjawab. Pegawai cenderung menyukai
pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan kemampuan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
8
dan keahlian yang dimiliki serta pemberian feedback yang sesuai. Hal tersebut
membuat pekerjaan terasa menantang untuk mereka. Pekerjaan yang dirasakan
kurang menantang akan menimbulkan kebosanan, sebaliknya pekerjaan yang
tantangannya terlalu berat akan menimbulkan frustasi dan stres. Tantangan dalam
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan karyawa akan dapat menimbulkan
kepuasan kerja.
Kedua, satisfaction with pay yang mengacu pada jumlah imbalan yang
diterima, serta persepsi equity atau keadilan distribusi imbalan tersebut. Pegawai
menginginkan sistem pengupahan yang adil dan disesuaikan dengan tingkat
kemampuan, keahlian, karakteristik pekerjaan, upah standar di industri sejenis.
Bila hal ini dipersepsikan adil oleh pegawai, maka pegawai cenderung merasa
puas.
Ketiga, promotion opportunities adalah kesempatan untuk promosi
mengacu pada ketersediaan kesempatan untuk melakukan pengembangan karir.
Kesempatan untuk medapatkan promosi disesuaikan dengan kemampuan dan
keahlian inidividual pegawai.
Keempat, supervison adalah kemampuan penyelia atau supervisor untuk
dapat menunjukkan perhatian terhadap
pegawai.
Atasan
yang mampu
menunjukkan perhatian pada tugas dan kendala yang dialami pegawai cenderung
mendapatkan tanggapan yang serupa dari pegawai, karena pegawai merasa
dihargai dalam melaksanakan tugasnya, sehingga pegawai dapat merasakan
kepuasan dari pekerjaannya.
Kelima, co-wokers (work groups)
yang berarti pengaruh rekan kerja
mengacu pada sejauh mana rekan kerja menunjukkan kerjasama yang diinginkan.
Pegawai sangat memperhatikan kondisi kerja dan lingkungan kerja serta rekan
kerjanya. Untuk sebagian besar pegawai bekerja juga merupakan upaya untuk
memenuhi kebutuhan interaksi sosialnya. Rekan kerja yang mendukung dan dapat
bekerjasama dengan baik akan menciptakan kepuasan kerja bagi pegawai.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
9
Politik Organisasional
Politik merupakan realita kehidupan organisasional, karena dalam banyak
organisasi pertimbangan politik hampir selalu menjadi bagian dalam proses
evaluasi, dibanding pertimbangan rasional. Menurut Ferris dan Kacmar (1992),
para peneliti memandang politik organisasi sebagai fenomena perseptual, bukan
sebagai perilaku politik objektif. Artinya perilaku dinilai politis atau non politis
adalah tergantung orang yang mengamati dan merasakannya.
Definisi persepsi politik organisasional pertama kali diperkenalkan oleh
Ferris et al., (1989) sebagai perilaku yang secara strategis dirancang untuk
memaksimalkan kepentingan diri walaupun kontradiktif dengan kepentingan dan
tujuan organisasi dan kepentingan individu lainnya. Definisi ini diperoleh dari
penelitian yang dilakukan pertama kali oleh Madison et al., (1980) yang
mengamati individu ketika ditanya untuk menggambarkan politik organisasi
ditempat kerja, mereka secara khusus menyusun berbagai perilaku yang
dinyatakan politis yaitu memanipulasi aktivitas yang dipersepsikan tidak secara
positif. Penelitian selanjutnya yang mengembangkan konsep ini adalah Andrews
dan Kacmar (2001), Cropanzano dan Kacmar (1995), Ferris dan Kacmar (1992)
yang menemukan bahwa politik di tempat kerja dipersepsikan sebagai perilaku
mementingkan diri sendiri untuk mencapai kepentingan diri sendiri, mengambil
kesempatan, keuntungan dengan mengorbankan kepentingan yang lain dan
kadang-kadang bertentangan dengan kepentingan organisasi atau unit kerja.
Perilaku ini seringkali dihubungkan dengan manipulasi, fitnah, subversif dan cara
yang haram dari kekuasaan untuk mencapai tujuanya.
Selanjutnya Ferris dan Kacmar (1992) melakukan penelitian tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
persepsi
pegawai
terhadap
organisasional. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa
politik
politik
organisasional dipengaruhi oleh tiga anteseden, yaitu 1) pengaruh organisasi, yang
terdiri dari struktur organisasi sebagai bagian dari karakteristik konfigurasi disain
organisasi seperti sentralisasi, formalisasi, tingkat hirarki, jangkauan pengawasan.
(2) lingkungan kerja yang terdiri dari otonomi kerja, keragaman kerja, umpan
balik, meningkatnya, kesempatan, dan interaksi dengan rekan kerja dan atasan;
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
10
dan (3) pengaruh personal atau individual yaitu pengaruh alami yang ditimbulkan
oleh faktor demografis, karakteristik, kepribadian serta masalah yang berkaitan
dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Kepercayaan
Kepercayaan dapat juga diartikan sebagai keinginan untuk bergantung
kepada pihak lain membalas apabila pihak tersebut bekerja sama. Kemampuan
atau berkompetisi yang dilihat adalah penting bagi kepercayaan dalam hubungan
antara pemimpin dan karyawan di dalam organisasi karena karyawan tidak
mungkin membangun kepercayaan terhadap organisasi yang mereka geluti
mereka kecuali jika mereka percaya bahwa oraganisasi tersebut mampu
memenuhi peran dan keinginan dari para karyawan.
Deutsch (1973) dalam S. Pantja Djati et al., (2004) mendefinisikan
kepercayaan sebagai keyakinan suatu pihak yang akan menemukan apa yang
diinginkan dari pihak lain bukan apa yang ditakutkan dari pihak lain. Mayer,
Davis dan Schoorman (1995) setuju bahwa kepercayaan adalah kemauan dari
salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable) atas tindakan pihak
lainnya. Sementara Barney dan Hansen (1994) berpendapat bahwa kepercayaan
merupakan keyakinan mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak
akan memanfaatkan kelemahan pihak lain. Kepercayaan juga merupakan konsep
yang memfokuskan diri pada masa depan, yang memberikan suatu jaminan bahwa
agar patner termotivasi untuk tidak beralih dalam konteks pertukaran dengan
pihak lain ( Gurviez dan Korchia., 2003)
Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah suatu transaksi interpersonal yang melibatkan
affirmation (bantuan) dalam bentuk dukungan emosi, dukungan penilaian,
dukungan informasi, dan dukungan instrumen yang diterima individu sebagai
anggota jaringan sosial (House dan Wells, 1978 dalam Fadhilah, 2010). Bantuan
yang diperoleh dalam hubungan interpersonal dibutuhkan dalam menunjang
kelancaran organisasi.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
11
Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan orang lain untuk
dapat memenuhi kebutuhannya. Di lingkungan pekerjaan, hubungan antar
karyawan dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas. Buhnis, et. al., dalam Erni
(1995) yang dikutip Afina Murtiningrum (2006) mengemukakan dua alasan
penting keberadaan dukugan sosial. Pertama, individu membutuhkan bantuan
orang lain bila mana tujuan atau aktivitas pekerjaan demikian luas dan kompleks
sehingga tidak dapat menyelesaikan sendiri. Kedua, hubungan antara karyawan
itu mempunyai nilai sebagai tujuan yaitu pekerjaan yang menuntut hubungan
saling membantu.
Pengaruh Persepsi Politik Organisasional terhadap Kepuasan Kerja
Politik organisasi merupakan fenomena yang tidak disukai, tetapi juga
tidak
secara
tegas
dilarang
organisasi.
Meningkatnya
persepsi
politik
organisasional akan berakibat negatif terhadap berbagai outcomes organisasi.
Kacmar dan Baron (1999) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keluaran
yang seringkali di uji dalam penelitian politik organisasional (Ferris & Kacmar,
1992; Parker et al., 1995; Cropanzano et al., 1997; Randal et al., 1999; Kacmar,
1999; Valle & Perrewr, 2000; Witt et al., 2000). Hal ini dapat dianalisis bahwa
dampak merugikan yang ditimbulkan politik organisasional diperoleh dari
pelanggaran kontrak sosial (Keeley, 1988) antara atasan dan bawahan yang sesuai
dengan pertukaran sosial dan ekonomi. Pertukaran ini menjadi tidak seimbang
bila diantara pihak yang terkait terdapat unsur ketidakadilan pada salah satu
dimensi kepuasan kerja yang biasa nya terjadi pada pihak yang memiliki peran
lebih tinggi dalam pengambilan keputusan dan politik organisasional sangat
berhubungan dengan area pengambilan keputusan.
Proses pengambilan keputusan yang didasari oleh ketidakadilan yang
disebabkan oleh bentuk hubungan atasan bawahan yang mementingkan
kepentingan sendiri dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan terhadap atasan
dan hubungan dengan rekan kerja yang tidak jujur akan menimbulkan lingkungan
politis karena tidak sesuai dengan standard dan harapan bawahan. Bawahan yang
mempersepsikan lingkungan kerjanya tidak sesuai harapan dan prinsip keadilan
akan merasa tidak dihargai, prestasi yang telah dicapai akan sia-sia karena
penilaian prestasi tidak didasarkan oleh system yang jujur, tetapi karena ada intrik
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
12
di dalamnya yang pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja karyawan (Luthan
et al., 1998). Keputusan organisasional tersebut mungkin dipersepsikan bawahan
tidak mencerminkan prinsip keadilan, rasional, keprofesionalan.
Selain itu lingkungan kerja yang dirasa politis akan mengurangi minat
bawahan. Untuk menikmati pekerjaan, individu menjadi kurang merespons
tantangan kerja melalui peningkatan berbagai macam keterampilan kerja sehingga
bawahan memfokuskan perhatian pada hal-hal yang berada di luar jalur kariernya.
Oleh karena itu, secara psikologis politik organisasional berdampak pada
merosotnya kemampuan pada pekerjaan dan tidakmenjadikan pekerjaan sebagai
pusat identitas bagi bawahan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jika pekerja mempersepsikan
adanya politik organisasi, maka kepuasan kerjanya akan turun, hal ini sejalan
dengan beberapa penelitian sebelumnya yang telah menemukan bahwa kepuasan
kerja dipengaruhi dan berhubungan negatif dengan politik organisasional (Ferris
& Kacmar, 1992; Parker et al., 1995; Cropanzano et al., 1997; Randal et al., 1999;
Kacmar, 1999; Valle& Perrewe, 2000; Witt et al., 2000)
Kepercayaan Memoderasi Pengaruh Politik Organisasional terhadap
Kepuasan Kerja
Kepercayaan pada rekan kerja sering dibahas, efek yang kuat dari
hubungan antara anggota tim tampaknya menjadi salah satu syarat untuk
membentuk tingkat kepercayaan. Kerangka teoritis yang disarankan oleh Ferris et
al. (2002) menyebutkan hubungan ini, mengembangkan secara teoritis
berdasarkan argumen pertukaran sosial -yaitu, teori pemimpin - pertukaran
anggota - tapi tidak menguji mereka dengan studi lapangan. Selain itu, menurut
pemikiran yang disajikan pada Model Ferris dkk, Untuk persepsi politik
organisasional
dan
kepercayaan
hanyalah
hasil
dari
persepsi
politik
organisasional.
Baru-baru ini, Hochwarter et. al., (2003) menemukan bahwa dukungan
organisasi yang dirasakan seorang karyawan merupakan moderator yang baik
terhadap persepsi politik organisasional antara satu set hasil pekerjaan, yang
meliputi kepuasan kerja, komitmen organisasi, ketegangan, dan prestasi kerja.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
13
Namun, Hochwarter et. al.,. (2003) membangun model yang lebih sederhana dari
interaksi antara struktur sosial, jaringan sosial, dan hubungan sosial dapat
membantu memperjelas hubungan antara politik dan hasil kerja.
Mengingat studi tersebut, maka dapat dipertanyakan tentang kebijaksanaan
konvensional dengan hubungan persepsi politik organisasional secara langsung
dengan hasil-kerja, yang menunjukkan bahwa faktor sosial dari kepercayaan
merupakan hubungan pemoderasi yang baik dan unik. Pada kenyataannya, baik
struktur sosial maupun persepsi politik organisasional memberikan dasar bagi
persepsi karyawan tentang keadilan dan kesetaraan di dalam organisasi.
Ide bahwa politik dan keadilan saling berkaitan telah dicatat oleh Ferris,
Russ, dan Fandt (1989) dan telah digunakan secara luas dalam studi selanjutnya
(Vigoda-Gadot & Drory, 2006). Menurut pendekatan ini, keputusan dimotivasi
oleh kepentingan pribadi atau pertimbangan politik yang tidak memperhitungkan
tujuan kolektif dari unit kerja atau organisasi secara keseluruhan yang cenderung
dilihat negatif oleh karyawan. Selanjutnya, karyawan melihat keputusan semacam
itu mencerminkan kecenderungan yang lebih besar terhadap ketidakadilan,
ketidaksetaraan, dan bias dalam distribusi sumber daya.
Cropanzano, Prehar, dan Chen (2002) menunjuk teori pertukaran sosial
sebagai penjelasan yang mungkin untuk keadilan dan pemerataan dalam
organisasi, sehingga menunjukkan kegunaan variabel pertukaran sosial (yaitu,
kepercayaan, dukungan sosial, timbal balik sosial, membantu perilaku) dalam
memahami politik di tempat kerja. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa
karyawan cenderung melihat lingkup kerja sebagai sesuatu yang lebih adil dan itu
hanya dalam kasus-kasus di mana ikatan sosial dapat mendukung kepentingan dan
ambisi mereka. Individu dengan akumulasi ikatan sosial mungkin merasa yakin
bahwa mereka memiliki perisai melawan tirani atau dominasi dari pihak lain yang
mungkin berpengaruh dan terlibat dalam permainan kekuasaan dan politik di
dalam organisasi. Oleh karena itu, keadilan dan kesetaraan yang dirasakan
karyawan mungkin berasal dari kontak tim, hubungan sosial yang intensif, dan
jaringan sosial yang kuat atau modal sosial. Demikian juga, itu dapat
mengakibatkan perubahan dalam sikap kerja dan hasil kerja.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
14
Sistem sosial yang kuat sebagian besar merupakan akibat dari kontak
sosial karyawan dengan teman sebaya dan rekan kerja dan juga kepercayaan yang
dibangun dari waktu ke waktu di antara mereka. Hal ini tercermin dari sikap
karyawan terhadap energi dan sumber daya dalam membangun kontak sosial
dengan membangun hubungan kerpercayaan. Demikian pula, persepsi politik
organisasional yang mencerminkan dimensi persepsi terhadap kualitas lingkungan
kerja, beberapa di antaranya ditentukan oleh ikatan sosial dan ketahanan jaringan
pengamanan sosial. Persepsi ini mungkin menjadi sangat tergantung (dependen),
yang pada gilirannya, aset sosial berakumulasi di tempat kerja dari waktu ke
waktu, dan menemukan kecocokan umum pada sifat yang positif antara individu
dan organisasi (i.e., individual-organizational fit; see Bretz & judge, 1994).
Dengan demikian, sikap kerja yang dihasilkan oleh karyawan merupakan hasil
yang sebelumnya telah dibentuk oleh kepercayaan, dan hubungan tim.
Karyawan dengan koneksi sosial yang banyak dan beragam mungkin merasa
bahwa organisasi menawarkan mereka peluang yang adil untuk kemajuan,
promosi, atau manfaat lainnya. Oleh karena itu, persepsi mereka tentang keadilan
dan kesetaraan lingkungan diharapkan menjadi lebih positif daripada individu
yang tidak memiliki jaringan sosial yang solid. Memang, yang terakhir mungkin
bereaksi lebih negatif terhadap tingginya tingkat politik dalam organisasi dari
karyawan yang dilindungi (secara fisik, kognitif, dan emosional) oleh kalangan
sosial yang kuat dan kaya akan modal sosial.
Dukungan Sosial Memoderasi Pengaruh Politik Organisasional terhadap
Kepuasan Kerja
Dukungan sosial di tempat kerja sering dibahas sebagai bagian dari konsep
yang lebih umum dari struktur sosial, hubungan jaringan sosial, dan modal sosial.
Modal sosial tiap-tiap perusahaan adalah setiap elemen dari struktur sosial
perusahaan yang membawa hasil positif (Coleman, 1988, 1994). Ini mencakup
setiap alat kontrol perusahaan tertanam dalam hubungan sosial, sehingga
membantu organisasi dalam memaksimalkan aset internal dan sumber daya untuk
mendapatkan Keuntungan yang lebih dan menekan tingkat kerugian, yang
merupakan hasil dari operasi modal sosial pada perusahaan, ini didefinisikan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
15
sebagai "setiap keuntungan atau surplus yang dibuat oleh alam atau struktur sosial
selama periode waktu tertentu" (Sorensen, 1996, hal 134.) . Sebagai keuntungan
perusahaan yang dapat dijelaskan oleh kapasitas yang berbeda dari organisasi
adalah untuk menciptakan, mempromosikan, dan mengambil keuntungan dari
dukungan sosial dalam organisasi (Nahapiet & Ghoshal, 1998; Sorensen, 2000).
Informasi bisnis baru yang sensitif menjadi peluang yang dapat
ditingkatkan melalui kontak kohesif (Aldrich & Zimmer, 1986; Gilad, Kaish, &
Ronen, 1989). Selain itu, Krackhardt (1992), Podolny (1994), dan Gabbay (1997)
menunjukkan pentingnya jaringan intra-organisasi dan ekstra-organisasi yang
tertutup untuk mengelola ketidakpastian organisasi. Tampaknya, sesuai, bahwa
tidak ada hal seperti struktur jaringan universal yang optimal (padat atau jarang).
Sebaliknya, hubungan sosial yang harus ditafsirkan berdasarkan konteks tertentu
dari hubungan kepercayaan di antara rekan kerja dan dukungan sosial secara
keseluruhan dapat dituangkan ke dalam kelompok (Coleman, 1994).
Cropanzano, Kacmar, dan Bozeman (1995) mencatat bahwa pengaturan
sosial di tempat kerja bermakna dalam konteks ini dikarenakan iklim sosial dan
dukungan sosial yang diberikan oleh anggota tim mungkin memiliki efek pada
sikap kerja dan kinerja yang berasal dari politik organisasional.Akhirnya,
dukungan sosial dapat dianggap sebagai aset dari individu (Burt, 1992; Leana &
Van Buren, 1999; Lin, 2001). Di tingkat individu, hubungan sosial tidak merata.
Beberapa karyawan memiliki hubungan yang lebih bermanfaat daripada yang lain,
dan ada kemungkinan bahwa manfaat utama yang masih harus dibayar langsung
dari kontak-kontak yang lebih besar (Leana & Van Buren, 1999). Karyawan yang
memiliki hubungan sosial yang kuat dan lebih heterogen lebih cenderung untuk
belajar tentang peluang baru untuk maju, promosi, dan alternatif untuk
pemenuhan diri di tempat kerja (Burt, 1992; Hansen, 1999; Podolny &
Castellucci, 1999). Mereka lebih sadar akan risiko dan tantangan dalam
lingkungan kerja, mereka mengembangkan strategi untuk mengatasi dan
memajukan organisasi. Kasus di mana politik organisasi mendominasi kehidupan
organisasi, karyawan yang telah membangun tingkat saling percaya yang tinggi,
memiliki keyakinan pada orang lain, dan telah membentuk hubungan dengan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
16
teman sebaya dan beberapa manajer akan lebih mudah pada keadaan badai
sekalipun.
Berdasarkan berbagai tinjauan teoritis dan hasil penelitian dari beberapa
penelitian sebelumnya maka kerangka pemikiran teoritis dapat disusun sebagai
berikut:
Dukungan
Sosial
Politik
Organisasional
Kepuasan
Kerja
Kepercayaan
Diadopsi dari : Vigoda-Gadot, Talmud, 2010
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada Sekretariat Daerah Aceh dengan objek
penelitian adalah pengaruh politik organisasional pada kepuasan kerja:
kepercayaan dan dukungan sosial sebagai variabel pemoderasi.Penelitian ini
menggunakan analisis pada level individual, sehingga populasi penelitian ini
adalah pegawai Sekretariat Daerah Aceh yang berjumlah 589 orang. Namun,
penelitian ini tidak menggunakan keseluruhan anggota populasi, karena untuk
mengeneralisasikannya cukup diwakili oleh sebagian anggota populasi yang
disebut sampel ( Cooper & Schindler, 2006 ). Dikarenakan semua populasi dari
penelitian ini teridentifikasi maka desain sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah probability sampling yaitu besarnya peluang atau probabilitas elemen
populasi untuk terpilih sebagai subjek sampel diketahui (Sakaran, 2006).
Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (Suliyanto, 2006: 100)
sebagai berikut :
n=
N
N (e ) 2 + 1
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
17
Keterangan :
N = Ukuran populasi
n = Ukuran sampel
e = Persentase kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan
sampel
Dengan menggunakan tingkat kelonggaran pengambilan sampel sebesar
7,5%, maka jumlah pegawai yang menjadikan sampel minimal yang diambil
penelitian ini adalah sebanyak 137 responden/pegawai.
Untuk mengetahui hubungan dan berapa besar pengaruh antar variabel
yang diteliti, maka digunakanlah Moderated Regression Analysis (MRA) (Sharma
et al., 1981), dengan persamaan sebagai berikut:
Y = α + ߚଵ X + ߚଶ ܸ‫ܱܯ‬ଵ + ߚଷ ܸ‫ܱܯ‬ଶ + e (Persamaan 1)
Y = α + ߚଵ X + ߚଶ ܸ‫ܱܯ‬ଵ + ߚଷ ܸ‫ܱܯ‬ଶ + ߚସ X.ܸ‫ܱܯ‬ଵ + ߚହ ܺ. ܸ‫ܱܯ‬ଶ + e
(Persamaan2)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh politik organisasional
trhadap kepuasan kerja yang dimoderasi oleh kepercayaan dan dukungan sosial.
Untuk membuktikan hal tersebut, analisis regresi moderasian digunakan. Tabel 1
menunjukkan menunjukkan bahwa persepsi politikorganisasional berpengaruh
positifpada kepuasan kerja (β= 0,675; t = 4,222ρ < 0,05). Temuan ini tidak
konsisten
dengan
penelitian–penelitian
sebelumnya
yangmenjadi
dasar
pengembangan hipotesis (Ferris & Kacmar, 1992; Valle & Perrewe, 2000; Witt et
al., 2000). Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi lingkungan politis
yang dipersepsikan bawahan, maka semakin tinggi pula kepuasan kerja yang
dirasakan bawahan. Temuan ini menjadi menarik karena pegawai akan puas
dengan berbagai dimensi kepuasan kerja jika mereka mendapatkannya dengan
berperilaku politik, khususnya jika mereka terlibat langsung dan memiliki peran
yang tinggi di dalam proses pengambilan keputusan.Tingkat kepuasan kerja biasa
terjadi pada pihak yang memiliki peran lebih tinggi dalam pengambilan keputusan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
18
dan politik organisasional sangat berhubungan dengan area pengambilan
keputusan. Seseorang yang mampu atau telah berhasil melibatkan diri dalam
politik organisasional, berarti orang tersebut secara tidak langsung ikut dilibatkan
oleh atasannya dalam setiap proses pengambilan keputusan. Hal ini sejalan
dengan pendapatnya Fitriastuti (2009) dalam Fairuzzabadi, dkk (2011) yang
menyatakan bahwa politik organisasional memungkinkan untuk menghasilkan
hasil kerja yang positif. Hasil yang positif tersebut berupa peningkatan karir,
pengakuan dan status, meningkatkan kekuasaan dan kedudukan, penyelesaian
tujuan pribadi, meningktanya sense of control dan kesuksesan. Dari hasil positif
tersebut, secara langsung dapat meningkatkan kepuasan kerja. Karena dengan
berpolitik, orang tersebut mampu meningkatkan karir, mendapatkan pengakuan
dan status, meningkatkan kekuasaan dan kedudukannya.
Tabel 1. Hasil Uji Moderate Regression Analysis (MRA)
Model
1 (constant)
Politik Organisasional
Kepercayaan
Dukungan Sosial
1
(constant)
Politk Organisasional
Kepercayaan
Dukungan Sosial
Politik Organisasional * Kepercayaan
Politik Organisasional * Dukungan Sosial
Unstandardized
Coefficient
Standar
B
Error
1,182
,498
,750
,046
-,093
,178
,065
,153
-10,059
4,588
3,735
1,777
1,073
-,441
-,326
1,209
,832
,496
,213
,135
Standardized
Coefficients
Sig.
Beta
,020
,675
,065
-,097
,000
,478
,546
,031
3,363
2,516
1,117
-2,653
-2,231
,003
,036
,034
,042
,018
*Signifikan pada tingkat p < 0,05
Kepercayaan berpengaruh positifdan tidak signifikan terhadap kepuasan
kerja (β = 0,065 ; t = 0,713ρ > 0,05). Dukungan sosial berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap kepuasan kerja (β = -0,097 ; t = -0,607ρ > 0,05).
Artinya kedua variabel tidak memiliki pengaruh langsung atau menjadi prediktor
bagi kepuasan kerja, tetapi menjadi variabel pemoderasi murni (pure moderation)
(Sharma et al, 1981). Hal ini terlihat di dalam model 2 yang menunjukkan bahwa
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
19
kepercayaan dan dukungan sosial memoderasi pengaruh persepsi politik
organisasional pada kepuasan kerja (β = -2,653 ; t = -2,072ρ < 0,05) dan (β = 2,231 ; t = -2,415ρ < 0,05).Artinya, semakin tingginya persepsi politik
organisasional maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan kerja pegawai
Sekretariat Daerah Aceh. Sementara untuk menguji efek pemoderasian, hasil
pengujian menunjukkan bahwa kepercayaan dan dukungan sosial memoderasi
pengaruh persepsi politik organisasional pada kepuasan kerja. Namun efek
moderasinya bukan saling memperkuat (sinergistic), namun saling memperlemah.
Artinya bahwa kepercayaan dan dukungan sosial memperlemah hubungan antara
politik organisasional terhadap kepuasan kerja, atau dengan kata lain pengaruh
politik organisasional terhadap kepuasan kerja akan berkurang ketika kepercayaan
dan dukungan sosial meningkat. Hasil penelitian menjadi sangat menarik, hal ini
dikarenakan ternyata dukungan sosial dan kepercayaan menjadi mekanisme
kontrol sosial atau katalisator yang mampu mengurangi perilaku-perilaku
counterproductiveberupa perilaku politik rekan kerjanya untuk mendapatkan
kepuasan di dalam kerja kerjanya, terutama dalam peningkatan karir, pengakuan
dan status, meningkatkan kekuasaan dan kedudukan, penyelesaian tujuan pribadi,
meningkatnya sense of control dan kesuksesan dengan cara-cara yang tidak wajar.
Hal ini sesuai dengan pendapatnyaWhitenner (1998) yang mengatakan bahwa
kepercayaan adalah kunci untuk memfungsikan organisasi secara baik. Sedangkan
Kerfoot (1998) menyatakan ide kepercayaan merupakan faktor penting dalam
kesuksesan
organisasi.
Ia
berargumen
bahwa
kolaborasi
sosial
dan
profesionalisme merupakan faktor penting untuk mendatangkan hasil positif
dalam organisasi, kesuksesan hal ini dapat terjadi apabila terdapat kepercayaan
yang melibatkan beberapa pihak. Ia menyatakan lebih lanjut bahwa tingkat
kepercayaan merupakan dasar pembentukan kesuksesan finansial dan kualitas
suatu organisasi. Kepercayaan juga memiliki hubungan positif dan signifikan
dengan beberapa variabel organisasional seperti: komunikasi, kinerja, perilaku
dan kerjasama anggota organisasi (Mishra & Morrisey, 1990; costigan, et al.,
1996).
Begitu juga halnya dengan dukungan sosial (social support) yang
merupakan suatu hal yang bisa menjadi sumber-sumber positif yang ada di sekitar
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
20
individu.
Dikarenakan
dukungan
sosial dapat
mengurangi beban
atau
permasalahan yang dihadapi seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa dukungan
sosial merupakan model dukungan yang dihasilkan dari interaksi pribadi yang
melibatkan salah satu atau lebih aspek emosi, penilaian, informasi, dan instrumen
sehingga dapat mereduksi beban yang diterima individu. Menurut House (1981)
dalam Deeter dan Ramsey (1997), seseorang memiliki dukungan sosial yang baik
maka dia dapat meredam stress yang terjadi dalam pekerjaan mereka. Sehingga
apabila seorang karyawan memiliki dukungan sosial yang tinggi maka akan dapat
mengelola stres kerja yang dihadapinya dengan baik dan memandang stres kerja
dengan cara yang berbeda dalam berkomitmen dalam organisasi sehingga dapat
memberikan dampak yang positif terhadap sesama karyawan, atasan maupun
organisasi yang di jalankannya.
PENUTUP
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Semakin tingginya persepsi politik organisasional maka akan semakin
tinggikepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Aceh.
2.
Kepercayaan tidak berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja, melainkan
murni menjadi variabel moderasi. Namun efek moderasinya bukan saling
memperkuat (sinergistic), namun saling memperlemah. Artinya pengaruh
politik organisasional terhadap kepuasan kerja akan berkurang ketika
kepercayaan meningkat.
3.
Dukungan sosial juga tidak berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja,
melainkan murni menjadi variabel moderasi. Namun efek moderasinya bukan
saling memperkuat (sinergistic), namun saling memperlemah. Artinya
pengaruh politik organisasional terhadap kepuasan kerja akan berkurang
ketika dukungan sosial meningkat.
1.
Dukungan sosial dan kepercayaan menjadi mekanisme kontrol sosial yang
mampu mengurangi perilaku-perilaku counterproductive berupa perilaku
politik rekan kerjanya untuk mendapatkan kepuasan di dalam kerja kerjanya,
terutama dalam peningkatan karir, pengakuan dan status, meningkatkan
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
21
kekuasaan dan kedudukan, penyelesaian tujuan pribadi, meningkatnya sense
of control dan kesuksesan dengan cara-cara yang tidak wajar. Untuk itu,
Sekretariat Daerah Aceh perlu meningkatkan kepercayaan dan dukungan
sosial yang terjadi di kalangan pegawainya, agar dapat menciptakan kepuasan
kerja bagi pegawai Sekretariat Daerah Aceh.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Alfina Murtiningrum. 2006. Analisis Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga
Terhadap Stress
Kerja dengan Dukungan Sosial Sebagai Variabel
Moderasi. Tesis Program Studi
MM
Pascasarjana
Universitas
Diponegoro Semarang.
Ahmad, M.A. Roshidi. 1999. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan
Kerja dan
Kinerja
Dengan
Komitmen
Organisasi
Sebagai
VariabelIntervening. Skripsi Manajemen
Universitas
Diponegoro
Semarang.
Andrews, M. C., & Kacmar, M. K. 2001. Discriminating Among Organizational
Politics,
Justice, and Support. Journal of Organizational Behavior.
Vol.22,No.4, pp.347-366.
As’ad, Mohammad. 1987, Psikologi Industri edisi ke-empat. Yogyakarta :
Liberty.
Bavendam, J. 2000. Managing Job Satisfaction. Special Report. Bavendam
Research
Incorporated.
Vol
6.
Mercer
island.http://www.bavendam.com
Cooper & Schindler. 2006. Marketing Research. New York : The McGraw – Hill
Companies, Inc.
Crammer, D. 1996. Job Satisfaction and Organizational ContinuanceCommitment
: A Two
Ware Panel Study. Journal of OrganizationalBehavior.
Vol.16, No.2, pp.25-32
Cropanzo, R., Prehar, C. A., & Chen, P. Y. 2002. Using Social Exchange Theory
to
DistinguishProceduralfrom
InteractionalJustice.Group
andOrganization
Management. Vol.27, No.3, pp.324-351.
Davis, Keith, John W. Newstrom. 1985. Human Behavior at Work :
Organizational
Behavior, New York : McGraw-Hill.
Djati, S. pantja, et.al. 2004. Pentingnya Karyawan dalam Pembentukan
Kepercayaan Konsumen Terhadap Perusahaan Jasa. Jurnal Manajemen
& Kewirausahawan. Vol.6, No.2, pp.114-122.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
22
Drory, A. 1993. Perceived Political Climate and Job Attitudes. Organization
Studies. Vol.14,
No.4, pp.59-71.
Drory, A. & Romm, T. 1990. The Definition of Organizational Politics : A
Review.Human
Relation. Vol.43, No.11, pp.1133-1154.
Fairuzzabadi, Nurhalis, Farid. 2011. Pengaruh Politik Organisasional Persepsian
Pada Komitmen Afektif dan Kepuasan Kerja : Ingrasiasi Sebagai
Variabel Pemoderasi. Laporan Penelitian Dosen Muda. Lembaga
PenelitianUnsyiah.
Ferris, G. R., Fedor, D. B., Chachere, J. G., & Pondy, L. R. 1989. Myths and
Politics in
Organizational Contexts. Group and Organizational
Studies.Vol.14, No.6, pp.83-103
Ferris, G. R., & Kacmar, K. M. 1992. Perception of Organizational
Politics.Journal of
Management. Vol.3, No.18, pp.93-116.
Ferris, G. R., Adams, G., Kolodinsky, R. W., Hochwarter, W., & Ammeter, A. P.
2002. Perceptions of organizational politics: Theory and research
directions.
Fitriasari. 2009. Analisis pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja
dengandukungan
sosial sebagai variabel moderasi. Skripsi
ManajemenSemarang.
Ghiselli, EE. 1963. Dampak Moderating dan Reliabilitas dan ValiditasDiferensial.
Jurnal Psikologi Terapan. Vol.47, No.3, pp.81-86.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivatiate dengan Program SPSS.
Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gurviez, Patricia and Michaël Korchia.
MultidimensionalBrand Trust Scale.
2003.
Proposal
for
a
Greenberg, J. & Baron R. A. 1990. Behavior in Organizational:
Understandingand
Managing The Human Side of Work. 3 thed. Allyn
and Bacon. Boston.
Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E., & Tatham, R.L. (2006).
Multivariate Data Analysis. 6th edition. New Jersey : Pearson Education.
Handoko, Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta : BPFE
Hochwarter, W. A., Kacmar, C., Perrewé, P. L., & Johnson, D. 2003. Perceived
Organizational Support As a Mediator of The Relationship
BetweenPolitics
Perceptions and Work Outcomes. Journal of
OrganizationalBehavior. Vol.63, No.3,
pp.438-456.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
23
Kim, D. J., Ferrin, D. L., dan Rao, H. R., 2007. Antecedents of Consumer Trust in
B-to-C Electronic Commerce, Proceedings of Ninth Americas Conference
onInformation Systems.
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi, (Alih Bahasa V.A Yuwono, dkk),Edisi
Bahasa Indonesia, Yogyakarta: ANDI.
Ma’aruf, Jasman J. 2005. Riset Perilaku Konsumen : Niat Beli Melalui Internet.
Banda Aceh:Penerbit Program Magister Manajemen
Madison, D. L., Allen, R. W., Porter, L. W., Renwick, P. A., & Mayes, B. T.1980.
Organizational Politics : An Exploration of Managers Perceptions. Human
Relations.
Vol.33, No.2, pp.79-100.
Martoyo, Susilo. 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta.
BPFEUGM.
Mishra, A.,K. 1996. Organizational Responses to Crisis: The Centrality of Trust,
in
Kramer,R.,M., & Tyler, T.,(Eds), journal Trust in
organizations:Frontiersof
Theory and Research, Thousand Oaks: CA,
Sage. Vol.33,No.2, pp.261-287
Muhammad Fauzan Baihaqi. 2010. Pengaruh Gaya Kepemimpinan
TerhadapKepuasan Kerja
dan Kinerja Dengan Komitmen Organisasi
SebagaiVariabel Intervening.Skripsi manajemen
Sumber
Daya
ManusiaSemarang.
Parasuraman, Saroj, Jeffrey H. Greenhaus, Cherlyn Skromme Granrose.1992.
Role Stressors,Social Support, And Well-Being Among Two-Career
Couples.Journal of Organizational Behavior. Vol.13, No.4, pp.339.
Pfeffer, J. 1981. Power In Organizations. Marshall, VA : Pitman.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke12Jakarta:
Salemba Empat.
Sekaran, (2006). Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat.
Darwito.2008. Analisis Pengaruh Kinerja Organisasi,Komitmen Organisasi,dan
Kompensasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Tesis Magister
Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
S. Pantja Djati dan M. Khusaini. 2003. “Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi,
Komitmen
Organisasi, dan Prestasi Kerja”, jurnal Manajemen dan
Kewirausahawan. Vol.5,
No.1, pp.25-41.
Vigoda-Gadot, E., & Drory, A. (Eds.). 2006. Handbook of organizational.
Witt, L. A., Andrew, M. C., & Kacmar, K. M. 2000. The role of participative
decision
making politics. Cheltenham, UK: Edward Elgar.
Jurnal Manajemen dan Inovasi, Vol 7, No.1, Februari 2016
Download