25 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 2.1. Pengertian dan Karakteristik

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.
2.1. Pengertian dan Karakteristik Jasa
Jasa pada saat ini merupakan sektor ekonomi yang sangat besar dan tumbuh
dengan pesat. Jasa adalah berbagai kegiatan atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh
suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, dan tidak
menghasilkan kepemilikan (Kotler dan Keller, 2007). Sedangkan definisi jasa yang
dikemukakan oleh Swastha (2002) adalah produk tidak kentara yang dilaksanakan
dan bukan diproduksi. Nilai dan keuntungan dari suatu jasa dapat berbeda-beda
diantara pemakaianya karena sebagian sumber (input) untuk melaksanakan jasa
berasal dari pembeli. Menurut Parasuraman, et al. dalam Lovelock dan Wright
(2007), jasa memiliki empat karakteristik utama yang sangat mempengaruhi
rancangan program pemasaran yaitu tidak berwujud (intangible), tidak terpisahkan
(inseparability), bervariasi (variability), dan mudah lenyap (perishability).
2.2. Kualitas Jasa
Persaingan yang terus meningkat menyebabkan kualitas jasa menjadi begitu
penting keberadaanya dalam setiap kegiatan bisnis, baik bisnis manufaktur maupun
bisnis berbasis jasa. Bearden et al. (2007) mendefinisikan kualitas jasa sebagai
penilaian menyeluruh, yaitu keseluruhan evaluasi pelanggan terhadap suatu jasa.
Parasuraman et al. (1988) berpendapat bahwa kualitas jasa ditentukan oleh perbedaan
25
antara harapan konsumen terhadap penyedia jasa dan hasil evaluasi dari jasa yang
diterima. Lebih lanjut Parasuraman et al. (1988) juga mengemukakan ada tiga hal
yang mendasari penelitian tentang kualitas jasa, yaitu :
1. Kualitas jasa lebih sulit dievaluasi oleh konsumen daripada kualitas barang
2. Persepsi kualitas jasa dihasilkan dari perbandingan antara harapan konsumen
dengan kinerja jasa sebenarnya.
3. Evaluasi kualitas jasa tidak hanya dilakukan atas hasil jasa namun juga mencakup
evaluasi terhadap proses penyampaian jasa.
Kinerja jasa (service performance) dapat menjawab permasalahan yang muncul
dalam menentukan kualitas jasa karena bagaimanapun konsumen akan bisa menilai
kualitas yang mereka terima dari suatu produsen tertentu bukan pada persepsi mereka
atas kualitas jasa pada umumnya. Kinerja jasa merupakan kinerja dari jasa yang
diterima konsumen itu sendiri dan bagaimana konsumen menilai kualitas dari jasa
yang benar-benar mereka rasakan (Kurtz dan Clow, 1998).
Konsep kualitas jasa merupakan perbedaan antara harapan dan kenyataan yang
dirasakan pelanggan terhadap suatu jasa, di mana kualitas jasa merupakan komponen
dari kepuasan jasa (Parasuraman et al., dalam Lovelock dan Wright, 2007). Faktor
penting dalam menentukan kualitas jasa adalah perceived quality yaitu tingkatan
kualitas jasa yang dirasakan oleh pengguna, di mana kualitas jasa yang dirasakan
pengguna dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman jasa sebelumnya (Cronin dan
Taylor, 2002). Nilai kualitas yang dirasakan (perceived value) adalah pendekatan
menyeluruh dari utilitas suatu produk jasa berdasarkan persepsi terhadap apa yang
26
dirasakan atau nilai trade off antara manfaat dengan biaya yang dirasakan (Kurtz dan
Clow, 1998).
2.3. Dimensi Kualitas Jasa
Kualitas jasa (service quality) merupakan salah satu faktor dari harapan
pelanggan, mempunyai beberapa elemen. Menurut Parasuraman, et al. (1988),
terdapat lima faktor yang menentukan kualitas jasa yaitu :
1)
Keberwujudan (Tangible), yaitu penampilan fasilitas fisik, perlengkapan,
karyawan, dan bahan komunikasi.
2)
Kehandalan (Reliability), adalah kemampuan melaksanakan jasa yang
dijanjikan secara meyakinkan dan akurat.
3)
Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kesediaan membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat.
4)
Jaminan
(Assurance),
pengetahuan
dan
kesopanan
karyawan
serta
kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
5)
Empati (Empathy), kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan
khusus kepada masing-masing pelanggan.
Dimensi model SERVQUAL dalam menilai kualitas jasa juga dikemukakan oleh
Zeithaml et al dalam Kotler dan Keller(2007), Mowen dan Minor (2002), dan Walker
et al. (2006) yang juga terdiri atas keberwujudan (tangible), keandalan (reliability),
daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy).
27
Berdasarkan kelima dimensi SERVQUAL tersebut, dimana setiap dimensi
memiliki atribut skala SERVQUAL seperti tertera pada Tabel 2.1 dan mencatat
adanya wilayah toleransi atau kisaran dimana persepsi tentang dimensi kualitas jasa
akan dianggap memuaskan yang diberi batas oleh tingkat minimum yang ingin
diterima konsumen dan tingkat yang diyakini konsumen dapat dan harus diserahkan.
Tabel. 2.1 Skala Atribut Dimensi Kualitas Jasa
Dimensi Kualitas Jasa
Skala Atribut
1
Keberwujudan
(Tangible)
2
3
4
1
Kehandalan
(Reliability)
2
3
4
1
Daya Tanggap
(Responsiveness)
2
3
4
Bank-bank yang sangat baik akan memiliki peralatan
yang terlihat modern.
Fasilitas fisik pada bank yang sangat baik akan terlihat
menarik.
Karyawan bank yang sangat baik akan terlihat rapi.
Bahan-bahan yang terkait dengan jasa akan terlihat
menarik pada bank yang sangat baik.
Apabila bank yang sangat baik berjanji untuk
menyelesaikan sesuatu dalam waktu tertentu, mereka
akan menepatinya.
Apabila pelanggan menghadapi masalah, bank yang
sangat baik akan menaruh perhatian yang tulus untuk
memecahkanya.
Bank yang sangat baik akan memberikan jasa saat itu
juga.
Bank yang sangat baik akan selalu bersedia membantu
pelanggan.
Karyawan bank yang sangat baik akan memberitahukan
kepada pelanggan dengan tepat kapan jasa akan
dilakukan.
Karyawan bank yang sangat baik akan memberikan jasa
yang segera kepada pelanggan.
Karyawan bank yang sangat baik akan selalu bersedia
membantu pelanggan
Karyawan bank yang sangat baik tidak akan pernah
terlalu sibuk untuk menanggapi permintaan pelanggan
28
Dimensi Kualitas Jasa
Skala Atribut
1
Jaminan
(Assurance)
2
3
4
1
2
Empati
(Empathy)
3
4
Perilaku karyawan bank yang sangat baik akan
menanamkan kepercayaan dalam diri pelanggan.
Pelanggan bank yang sangat baik akan merasa aman
dengan transaksinya.
Karyawan bank yang sangat baik akan bersikap sopan
terus menerus kepada pelanggan.
Karyawan bank yang sangat baik akan tahu menjawab
pertanyaan pelanggan.
Bank yang sangat baik akan memberikan perhatian
khusus kepada pelanggan
Bank yang sangat baik akan memiliki jam operasi yang
sesuai untuk semua pelanggan.
Bank yang sangat baik akan memiliki karyawan yang
memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan.
Bank yang sangat baik akan memehami kebutuhan
khusus pelanggan.
Sumber : Parasuraman et al., dalam Lovelock dan Wright, 2007
2.4. Kepuasan
Terciptanya kualitas pelanggan akan memberi manfaat kepada perusahaan
karena pembeli merasa terpenuhi keinginannya dan kebutuhan akan membeli ulang
(repeat buying) dan akan menyebarkan berita baik dan memberikan rekomendasi
kepada teman disekitarnya untuk menggunakan jasa tersebut dan menguntungkan
perusahaan. Kepuasan tinggi atau amat senang menimbulkan ikatan emosional
dengan merek dan perusahaan penyedia jasa tersebut.
Tjiptono (2006) menyatakan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah
respon pelanggan terhadap evaluasi ketidakpuasan (disconfirmation) yang dirasakan
29
antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah
pemakaiannya. Secara konseptual kepuasan pelanggan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan
Keinginan Pelanggan
Produk
Harapan Pelanggan
Terhadap Produk
Nilai Produk
Bagi Pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Gambar 2.1
Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber : Tjiptono (2006)
Kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi atau kesan terhadap kinerja atau hasil suatu
produk dan harapan-harapannya (Kotler dan Keller, 2007). Kepuasan merupakan
fungsi dan persepsi/kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah
harapan, maka pelanggan tidak puas (dissatisfied). Jika kinerja memenuhi harapan,
maka pelanggan akan merasa puas (satisfaction). Jika kinerja melebihi harapan, maka
30
pelanggan
akan
sangat
puas,
sehingga
kepuasan
pelanggan
memerlukan
keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan dengan apa yang diberikan (given).
2.5. Hubungan Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan
Kualitas jasa berkontribusi besar pada kepuasan pelanggan. Tingkat persepsi
kualitas total suatu jasa tidak hanya ditentukan oleh tingkat dimensi kualitas teknis
dan fungsional semata, namun dipengaruhi oleh gap antara kualitas yang diharapkan
dan kualitas yang dialami (Gronroos dalam Tjiptono, 2006). Pada Gambar 2.2
ditunjukkan hubungan antara harapan, kepuasan pelanggan, dan kualitas jasa yang
dipahami atau dipersepsikan.
Jasa yang
diharapkan
Keunggulan jasa
yang dipahami
atau dipersepsikan
Jasa yang
diinginkan
Ukuran-ukuran
kualitas jasa
Jasa yang
memadai
Memadainya jasa
yang dipahami
Jasa yang
dipahami
Jasa yang
diperkirakan
Kepuasan
Gambar 2.2
Hubungan Antara Harapan, Kepuasan Pelanggan, dan Kualitas Jasa yang Dipahami
atau Dipersepsikan
Sumber : Parasuraman et al. dalam Lovelock dan Wright (2007)
31
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa sebelum pelanggan membeli suatu jasa,
mereka memiliki harapan tentang kualitas jasa yang didasarkan pada kebutuhankebutuhan pribadi, pengalaman sebelumnya, rekomendasi dari mulut ke mulut, dan
iklan penyedia jasa. Lovelock dan Wright (2007) mengemukakan bahwa pelanggan
membandingkan apa yang mereka harapkan untuk diterima dengan apa yang benarbenar mereka terima selama tahap pasca pembelian dalam proses pembelian jasa.
Setelah membeli dan menggunakan jasa tersebut, pelanggan membandingkan
kualitas dan harapan dengan apa yang benar-benar mereka terima. Kinerja jasa yang
mengejutkan dan menyenangkan pelanggan, yang berada pada tingkat atas jasa yang
mereka inginkan, akan dipandang memiliki kualitas yang lebih tinggi. Jika
penyerahan jasa berada dalam zona toleransi, mereka akan merasa jasa ini memadai.
Namun apabila kualitas jasa sebenarnya berada di bawah tingkat jasa yang memadai
dengan yang diharapkan pelanggan, perbedaan atau kesenjangan kualitas akan
muncul antara kinerja jasa dan harapan pelanggan.
Cronin dan Taylor (2002) dalam penelitiannya tentang konsep pengukuran
kualitas jasa dan hubungan antara kualitas jasa, kepuasan pelanggan, dan niat
pembelian pada industri jasa, mengemukakan bahwa kualitas jasa adalah selisih
antara kinerja dan harapan, dimana selisih positif menyebabkan kepuasan pelanggan
dan selisih negatif menyebabkan keluhan pelanggan. Penelitian menguji hubungan
antara kualitas jasa, kepuasan pelanggan, dan niat pembelian, dan ditemukan bahwa :
(1) Pengukuran atas dasar kinerja dan kualitas jasa dapat meningkatkan rata-rata
ukuran dari konstruk kualitas jasa, (2) Kualitas jasa merupakan awal dari kepuasan
32
pelanggan, (3) Kepuasan pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap niat
pembelian, dan (4) kualitas jasa memiliki pengaruh yang lebih lemah terhadap
pembelian daripada kepuasan pelanggan.
2.6. Word of Mouth
Secara sederhana word of mouth merupakan informasi apapun terkait produk
dapat disebarkan dari orang yang satu ke orang yang lain. Brown (2005)
mendefinisikan word of mouth sebagai informasi tentang suatu target objek yang
dipindahkan dari satu individu ke individu lain yang dilakukan secara langsung atau
tidak
langsung
melalui
media
komunikasi..
Steffes
dan
Burgee
(2008)
mengemukakan bahwa word of mouth adalah segala macam bentuk komunikasi
informal yang diarahkan pada konsumen konsumen lain mengenai kepemilikan,
penggunaan atau karakteristik barang barang tertentu dan juga penjualannya.
Sweeney et al. (2006) mengemukakan bahwa pada intinya word of mouth adalah
proses pengaruh personal antara pengirim dan penerima dalam komunikasi
interpersonal yang mana dapat mengubah perilaku maupun pikiran si penerima.
Adapun Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan word of mouth sebagai suatu
komunikasi interpersonal tentang produk diantara pembeli dan orang-orang yang ada
di sekitarnya. Word of mouth diyakini memiliki efektifitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan iklan biasa, karena word of mouth berasal dari informan yang
lebih dipercaya oleh konsumen dan kebanyakan berasal dari kelompok orang-orang
terdekatnya. Word of mouth menjadi bagian penting dalam suatu studi pemasaran
33
mengingat bahwa komunikasi dalam word of mouth mampu mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen (Brown, 2006). Kekuatan word of mouth juga
bertambah mengingat bahwa manusia adalah makhluk social yang senang
berinteraksi dan berbagi dengan sesamanya, termasuk masalah preferensi pembelian.
Word of mouth mampu menyebar begitu cepat bila individu yang menyebarkannya
juga memiliki jaringan yang luas. Bahkan menurut Harrison dan Walker (2001)
pelanggan yang paling berharga itu bukanlah pelanggan yang paling banyak membeli,
melainkan pelanggan yang paling banyak beraktivitas word of mouth dan mampu
membawa pelanggan yang lain untuk membeli di perusahaan kita, tanpa
memperhatikan banyaknya pembelian yang pelanggan tersebut lakukan sendiri.
Suprapti (2010 : 248) mengemukakan bahwa bila pemasar ingin mendorong
word of mouth yang positif mengenai produknya, maka pemasar harus paham tentang
beberapa hal berikut :
(1.) Jenis word of mouth yang terjadi.
Terdapat tiga jenis word of mouth yang terjadi, yaitu berita informasi tentang
produk, pemberian nasehat, dan pengalaman pribadi. Berita produk adalah
suatu informasi tentang produk yang meliputi fiturnya, keunggulan, atau
atribut-atribut kinerjanya. Pemberian nasehat melibatkan ekspresi opini
tentang produk itu atau nasehat tentang model mana yang sebaiknya dibeli.
Pengalaman pribadi berkaitan dengan komentar tentang kinerja produk itu
atau tentang alasan seseorang membelinya. Word of mouth memiliki dua
fungsi, yaitu memberikan informasi dan mempengaruhi.
34
(2.) Proses terjadinya word of mouth.
Proses word of mouth digambarkan sebagai komunikasi yang mengalir dari
para pemimpin opini kepada pengikutnya. Hal paling penting dari aliran
komunikasi tersebut adalah apakah informasi yang disampaikan bersifat
positif atau negatif. Hawkins dan Beast. (2007) mengemukakan bahwa dalam
word of mouth terdapat dua model aliran komunikasi, yaitu aliran komunikasi
dua tahap dan aliran multi tahap.
Pada aliran dua tahap, informasi mengalir dari media massa kepada pemimpin
opini, dan selanjutnya dari pemimpin opini kepada pengikutnya, yang dapat
dilihat pada Gambar 2.3 berikut.
Media Massa
Pemimpin Opini
Pengikut
Gambar 2.3
Model Aliran Dua Tahap dalam Word of Mouth
Sumber : Suprapti (2010)
Berikutnya dalam model multi tahap, media massa bisa menjangkau para
penjaga
pintu
dan
pemimpin
opini
secara
langsung,
tapi
kecil
kemungkinannya mampu mencapai para pengikut (yang ditunjukkan oleh
garis putus-putus). Penjaga pintu mungkin lebih banyak menyampaikan
informasi kepada pemimpin opini daripada pengikut, dan para pemimpin
35
opini berkomunikasi dalam dua arah kepada pengikutnya. Demikian pula para
penjaga pintu, bisa melakukan komunikasi dua arah dengan para pengikut,
tetapi tidak sebanyak atau seintensif yang dilakukan oleh pemimpin opini dan
pengikutnya. Model aliran multi tahap dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Penjaga Pintu
Media Massa
Pemimpin Opini
Pengikut
Gambar 2.4
Model Aliran Multi Tahap dalam Word of Mouth
Sumber : Suprapti (2010)
(3.) Kondisi untuk komunikasi word of mouth
Komunikasi getok tular (word of mouth) bukanlah faktor dominan dalam
setiap situasi. Bila misalnya konsumen telah memiliki kesan yang kuat
terhadap suatu produk atau produk itu memiliki informasi yang negatif, maka
komunikasi getok tular tidak lagi menjadi penting. Komunikasi getok tular
menjadi penting apabila kelompok referensi menjadi sumber informasi dan
sumber paengaruh.
36
2.7. Hubungan Kualitas Jasa dan Word of Mouth
Ketika seorang konsumen mengeluarkan uang untuk mengkonsumsi suatu
produk atau jasa, ia secara langsung juga mengkonsumsi sebuah pengalaman, yang
kemudian memberi efek persepsi yang akan menghasilkan sebuah word of mouth
yang mungkin sering muncul tanpa sengaja. Menurut Sweeney et al., (2006), kualitas
jasa merupakan sesuatu yang mutlak agar sebuah usaha word of mouth berjalan
dengan baik. Produsen dapat melakukan usaha word of mouth yang baik dengan
menciptakan pengalaman yang baik bagi pelanggan dalam hal jasa. Selain itu, Babin,
et al (2005) dalam studinya mengenai restoran di Korea, juga menyebutkan bahwa
suatu perusahaan dalam mempertimbangkan penerapan kualitas jasa berhubungan
dengan bagaimana perusahaan tersebut memposisikan dirinya dalam memahami nilai
dasar pelanggan, dan kualitas jasa berpengaruh positif bagi kinerja word of mouth.
Pengaruh positif kualitas jasa terhadap komunikasi word of mouth juga dikemukakan
oleh Harrison dan Walker (2001).
2.8. Hubungan Kepuasan Pelanggan dan Word of Mouth
Produsen berharap bahwa kepuasan pelanggan menciptakan perilaku pelanggan
yang dapat membantu perusahaan menciptakan komunikasi yang lebih efektif.
Menurut Brown (2005) kepuasan konsumen akan membentuk word of mouth yang
positif bagi perusahaan, dan. hal ini dapat mengurangi biaya perusahaan untuk
menarik konsumen baru. Dengan kata lain, biaya pemasaran untuk menarik
konsumen baru dapat ditekan dengan semakin tingginya kepuasan.
37
Steffes dan Burgee (2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
pengalaman baik positif ataupun negatif dari pemakaian suatu produk barang atau
jasa dengan kepuasan konsumen, yang akhirnya dapat mendorong word of mouth
baik positif atau negatif. Kotler dan Keller (2007) juga menjelaskan bahwa salah satu
manfaat dari terciptanya kepuasan konsumen adalah memicu adanya word of mouth
yang positif. Penelitian Setyawati (2009) terhadap pasien Rawat Jalan RS. Bhakti
Wira Tamtama Semarang juga menunjukkan bahwa kepuasan pasien berpengaruh
positif dan signifikan terhadap word of mouth.
38
Download