KPK Tunggu Peran Kampus dalam Mengawal Agenda Antikorupsi UNAIR NEWS – Dalam Sidang Universitas sebagai puncak Dies Natalis Universitas Airlangga ke-62 yang jatuh pada 10 November 2016, Kamis kemarin, antara lain diisi dengan orasi ilmiah yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, Ph.D. Dalam orasi yang disampaikan di Aula Garuda Mukti, Gedung Pusat Manajemen UNAIR di Kampus C Mulyorejo itu, ditegaskan oleh Laode bahwa di dunia ini korupsi bukanlah hal baru. Bahkan di Indonesia, perihal korupsi ini sudah diingatkan sejak Wakil Presiden RI pertana, Moh. Hatta. “Wapres kita pada tahun 1961 dulu sudah mengingatkan bahwa korupsi jangan jadi budaya di Indonesia. Semoga kita bisa terlepas dari belenggu itu,” kata pria asal Makassar itu. Pada orasi yang berjudul “Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi Mengawal Agenda Antikorupsi”, alumnus Universitas Hasanuddin Makassar ini menjelaskan beragam korupsi yang terjadi di Indonesia, mulai dari jenis suap, pengadaan barang dan jasa, penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan negara, pungutan liar, hingga pencucian uang. Ironisnya, ditegaskan bahwa para pelaku korupsi itu pada umumnya mereka yang sudah pernah mengenyam pendidikan tinggi. “Jadi, korupsi itu bukan soal urusan kekurangan uang. Banyak koruptor itu bukan orang miskin. Mereka bahkan sudah pernah kuliah. Tapi itulah godaan,” tandasnya. Perihal korupsi yang banyak dilakukan oleh orang yang berpendidikan, alumnus Fakultas Hukum UNHAS ini mengingatkan pentingnya peran perguruan tinggi (terutama negeri/PTN) sedapat mungkin bisa mengawal agenda antikorupsi, sejak dini. ”PTN harus bisa lebih cepat dalam mengantisipasi perkembangan zaman, termasuk modus baru korupsi. Kita punya Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ini yang saya sayangkan, di kampus-kampus sangat sedikit yang membahas tentang korupsi,” paparnya. Laode M Syarif juga mengingatkan bahwa peran PTN agar sekurang-kurangnya bisa melakukan empat hal dalam mengawal agenda anti korupsi. Empat hal itu adalah, sebagai pusat penelitian anti korupsi, pool of expert, pusat pergerakan antikorupsi, dan pusat pengajaran antikorupsi. “Sejatinya KPK berharap ada keberpihakan dari kalangan PTN dalam antikorupsi ini,” tandasnya. Bentuk peran PTN itu, Laode menjelaskan, haruslah dimulai dari PTN itu sendiri. Misalnya dengan memberikan pengajaran antikorupsi sebagai mata kuliah. Ini yang masih jarang. Selain itu, penting juga untuk menginisiasi kegiatan mahasiwa yang berlandaskan integritas dan mendorong kampanye antikorupsi. “Tapi sebelum itu PTN harus berbenah terlebih dahulu. Agar tidak ditertawakan orang lain. PTN juga harus menjaga marwah dirinya untuk menjadi teladan dan guru bagi anak negeri,” pungkas pria yang mengaku murid Baharuddin Lopa, tokoh penggerak anti-korupsi itu. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor : Bambang Bes