Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Bab 2 Orbit Dalam Ruang _____________________________________________________________________ Pada paragraf yang lalu telah diuraikan bahwa suatu lintasan di dalam ruang ditentukan oleh bentuk orbit dan orientasinya. Bentuk geometri suatu orbit dicerminkan oleh oleh dua unsur yaitu elemen geometri dan elemen orientasi. Elemen orientasi adalah sudut simpul naik, , argumen perihelium dan inklinasi i . Sedangkan elemen geometri ialah setengah sumbu panjang elips, a , eksentrisitas, e . Gambar 2- 1 Orbit anggota Tata Surya relatif terhadap bidang ekliptika dengan Matahari sebagai salah satu titik api lintasan berbentuk elips. Periode orbit, P dan saat terakhir melewati titik terdekat dengan titik fokus lintasannya yang berbentuk elips,T disebut elemen dinamik. Seandainya kala edar P diketahui maka masalah yang harus dipecahkan adalah bagaimana menyatakan koordinat polar benda langit sebagai fungsi waktu. Dari pengetahuan ini kita akan dapat menentukan posisi benda langit tersebut dalam koordinat ekuatorial, asensio rekta, dan deklinasi, . Untuk keperluan ini tinjaulah ilustrasi yang diragakan dalam Gambar. 2-2 FMIPA-ITB Page 2- 1 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Gambar 2- 2 Ilustrasi orbit elips dan lintasan bantu Kepler (lingkaran putus-putus dengan jejari , a) Andaikan m adalah Satelit (Planet) yang bergerak mengorbit Bumi (Matahari), m1 dan misalkan pula koordinat polar titik massa m pada saat t adalah (r,f). Dalam hal ini r, menyatakan jarak m terhadap m1 sedangkan f, adalah sudut yang dibentuk oleh radius vektor r terhadap sumbu referensi yang kita pilih. Selanjutnya definisikan besaran berikut; a) Anomali benar (true anomaly) f, adalah sudut yang diukur searah dengan gerak titik perige terhadap garis vektor yang menghubungkan m dengan m1. b) Anomali eksentrik (eccentric anomaly) E, yaitu sudut pada pusat lingkaran yang diukur dari perige dalam arah yang sama seperti halnya f. c) Anomali rata-rata (mean anomaly) M, dinyatakan sebagai sudut yang ditempuh oleh radius vektor r, rata-rata selama satu satuan waktu sejak meninggalkan titik perige. 2 t T nt T M (2-1) P Harga n dapat ditentukan dari kaedah hukum Kepler III yaitu ; n k 1 m 1/ 2 a 3 / 2 (2-2) Dalam hal ini : T = saat terakhir melewati perige/perihelium k = konstanta Gauss m = dinyatakan dalam massa Bumi/Matahari n = dalam radian persatuan waktu 2.1 Pernyataan persamaan lintasan Untuk membahas persamaan lintasan akan digunakan bantuan geometri seperti yang diperlihatkan dalam Gambar. 2-2. Kita lihat bahwa; FMIPA-ITB Page 2- 2 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit S2K : LK = b : a atau r sin f : a sin E Terlihat pula bahwa; S1K = r cos f = a cos E –ae dan S2K = r sin f = a 1 e2 sin E Dari kedua pernyatan ini dapat dihitung bahwa; (r cos f)2 +(r sin f)2 = a2( 1 – e2 ) sin 2E + ( a cos E – ae )2 Atau r = a ( 1 – e cos E ) (2-3) (2-4) (2-5) (2-6) (2-7) Dengan mengingat hubungan trigonometri, cos f = 1- 2 sin2 (f/2) dengan cara yang sama kita peroleh; f a 1 e 1 cos E 2 f 2r cos 2 a 1 e 1 cos E 2 2r sin 2 Atau tan f 1 e E tan 2 1 e 2 (2-8) Berdasarkan hukum Kepler III dapat juga diturunkan dengan cara berikut; yaitu pada saat T, m ada di titik terdekat dengan massa m1 selanjutnya terlihat pula bahwa; ab 1 2 1 Luas S1S2P = t T ab t T abM P 2 P 2 Disamping itu luas S1S2P dapat juga dihitung dengan cara yang lain yakni; Luas S1S2P = Luas KPS2 + Luas S1S2K 1 1 1 abM = ab cos E e sin E ab E sin E cos E , atau dapat ditulis 2 2 2 M = E –e sin E (2-9) Persamaan ini disebut dengan persamaan Kepler. Nilai E dapat dihitung dari persamaan Kepler bila M dan e diketahui. Bila eksentrisitas, e cukup kecil, dalam hal ini e < 0,2 seperti halnya orbit planet dan mayoritas satelit buatan, persamaan ini dapat diuraikan dalam deret Fourier yang bentuknya dinyatakan oleh persamaan berikut; 2 E M J k (ke) sin kM (2-10) k 1 k Dalam hal ini Jk adalah fungsi Bessel, contoh untuk k= 3 adalah; e2 1 E M e sin M sin 2M e3 (3sin 3M sin M ) 2 8 FMIPA-ITB (2-11) Page 2- 3 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Untuk keperluan praktis akan lebih mudah kalau persamaan Kepler diselesaikan dengan metoda numerik Newton-Raphson. Caranya diberikan dalam algoritma dan flowchart berikut; 2.2 Algoritma Newton-Raphson(f(E),f’(E),E0,, M dan E) 1. Berikan nilai pemula E0 untuk harga E f ( E0 ) 2. Hitung E E0 f '( E0 ) 3. Test apakah, E-E0 E0 bila ya proses dihentikan dan E adalah nilai yang memenuhi. Bila tidak ambil E0 = E kembali ke langkah 2 Simbol pada algoritma diatas adalah f E persamaan Kepler dan f E turunan pertamanya. Sedangkan adalah presesi yang kita inginkan dan E0 harga pendekatan awal anomali eksentrik yang kita ambil. Bila E telah dapat ditentukan maka r dan f dapat kita hitung dari persamaan (2-7) dan (2-6). Sewaktu menggunakan algoritma ini perlu diperhatikan nilai pemula E0 . Perlu dihindari titik stasioner yaitu titik dimana turunan pertama fungsi Kepler, f E0 = 0 dan titik belok, yaitu titik dimana terjadi peralihan dari cekung ke atas ke cekung ke bawah atau sebaliknya. Titik belok memenuhi syarat f E = 0, iterasi tidak akan pernah konvergen pada kedua titik ini. Untuk itu dalam program komputer perlu dibuat subroutine guna menghindari kedua kasus ini. Flowchart pada Gambar 2-.3 tidak meninjau kasus seperti ini. FMIPA-ITB Page 2- 4 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Start M,E0 dan E=E0 - f(E)/f’(E) E-E0 E0 = E ya E akar yang dicari Selesai Gambar 2- 3 Flowchart solusi persamaan Kepler. Dalam hal proses tidak konvergen ulangi proses dengan mengambil harga E0 yang berbeda. 2.3 Contoh Kasus Sebuah titik massa m, ”dilempar” dari planet Bumi dengan tujuan Mars. Andaikan dalam perjalanannya ke planet Mars, titik massa itu hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi Matahari. Tentukankanlah kordinat (r,f) titik massa tersebut, bila diketahui jarak Mars dari Matahari pada saat titik massa m dilemparkan adalah 1,38 SA . Penyelesaian : Deskripsi persoalan ini dijelaskan dengan diagram bantu seperti yang diragakan dalam Gambar 2-4 FMIPA-ITB Page 2- 5 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Gambar 2- 4 Diagram lintasan Mars, gerak wahana yang dianggap sebagai titik massa m dan orbit Bumi. Wahana berpindah orbit dari orbit lingkaran ke orbit lingkaran yang lebih besar. Perhatikan gambar diatas, untuk titik m berlaku; 1. Jarak Bumi-Mars pada saat itu merupakan sumbu panjang lintasan elips yang akan ditempuhnya, jadi 2a = 1 + 1,38 = 2,38 SA dengn demikian a = 1,19 SA 2. Periode P dapat dicari dari hukum Kepler III; n k 1 m 1/ 2 a 3 / 2 = 0,0172(1,19) -1,5 = 0,0132 rad/hari sehinggga P = 2/n = 476 hari 3. Menentukan eksentrisitas e; Posisi perihelion rp = a(1- e) = 1 SA Posisi aphelion ra = a(1+ e) = 1,38 SA Dengan demikian kita peroleh eksentrisitas e = 0,16 sehingga radius vektornya dapat dihitung dari ; a(1 e2 ) 1,16 r 1 e cos( ) 1 0,16cos f Untuk menentukan radius vektor r dan anomali benar f pada saat tertentu, kita harus mengetahui lebih dahulu posisi Bumi dan Mars pada saat yang bersangkutan konfigurasi umum ini diragakan pada Gambar 2-15 FMIPA-ITB Page 2- 6 Suryadi Siregar Gambar 2- 5 Mekanika Benda Langit Konfigurasi planet Mars (merah) dan Bumi (biru). Jarak Mars dari Bumi dapat dihitung dengan rumus kosinus ; 2 R2 r 2 2Rr cos Sebagai contoh, misalkan kita ingin mendaratkan wahana pada saat jarak Bumi dan Mars minimum yaitu sekitar tangggal 20 Agustus 1961. Jadi titik massa m harus kita luncurkan P/2 atau 238 hari sebelum 20 Agustus 1961 jadi tanggal 26 Desember 1960. Anomali benar dan jarak wahana dari Matahari untuk berbagai tanggal diberikan dalam Tabel 2-1 berikut. Tabel 2- 1 Jarak wahana dan anomali benar untuk berbagai saat pengamatan No Tanggal t-T M f r [1961] (hari) (Radian) (derajad) (SA) 1 Februari, 1 35 0,463 36,4 1,03 2 Maret ,1 64 0,847 64,6 1,09 3 April, 1 95 1,255 90,4 1,16 4 May, 1 125 1,655 112,6 1,24 5 Juni, 1 156 2,062 132,6 1,30 6 Juli, 1 186 2,460 150,8 1,35 7 Agustus, 1 217 2,872 168,6 1,37 Jika posisi wahana diketahui maka jarak wahana dari Bumi bisa dihitung, untuk itu paragraf berikut menjelaskan cara menghitung koordinat ekuatorial wahana tersebut FMIPA-ITB Page 2- 7 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Gambar 2- 6 Posisi m dalam sistem kartesis XYZ. m1 menyatakan matahari dan m, menunjukkan wahana. Dari gambar diatas kita lihat bahwa ; x = r cos b cos l y = r cos b sin l (2-12) z = r sin b atau dalam sistem koordinat yang baru dimana sumbu x’ dambil sebagai garis nodal, maka dapat dilihat bahwa; x’ = r cos b cos ( l - ) = r cos ( f + ) y’ = r cos b sin ( l - ) = r sin ( f + ) cos i (2-13) z’ = r sin b = r sin ( f + ) sin i Oleh sebab itu jika r,b,l dan diketahui maka x’,y’ dan z’ bisa dihitung. Selanjutnya dari pernyataan ini dapat diturunkan beberapa hal yaitu; menentukan hubungan koordinat ekuatorial heliosentrik dan elemen posisi wahana FMIPA-ITB Page 2- 8 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Gambar 2- 7 Lintasan titik massa m dalam ruang. Sumbu x mengarah pada titik vernal ekuinok (posisi matahari terbit tanggal 21 Maret). Dari pernyataan (2-13) dapat dilakukan beberapa kombinasi bila ini dilakukan maka dari pernyataan diatas kita lihat bahwa; tan ( l - ) = tan ( f + ) cos i (2-14) tan b = sin ( l - ) tan i (2-15) Pernyataan ini menunjukkan bahwa bila inklinasi, i = /2 maka tan ( l - ) = 0 atau l = , sedangkan b tidak dapat didefinisikan, demikian pula halnya apabila sin ( l - ) = 0 maka berakibat b =0. Jika m1 menyatakan Matahari dan kita ingin menentukan posisi m dalam tata koordinat ekuatorial, maka kedudukan m dengan koordinat (l,b) bila dilihat dari Bumi merupakan posisi m dalam koordinat ekuatorial heliosentrik. Untuk menentukan (,) bila dilihat dari Bumi dapat dicari dengan melakukan transformasi koordinat ekuatorial heliosentrik ke koordinat ekuatorial geosentrik; FMIPA-ITB Page 2- 9 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Gambar 2- 8 Konversi posisi ekuatorial heliosentrik ke tata koordinat ekuatorial geosentrik. Dalam gambar diatas P menyatakan planet atau benda langit lainnya sedangkan koordinat ekuatorial, (,) digunakan bila diamati dari Bumi dan (l,b) menyatakan kedudukan titik massa m bila dilihat dari Matahari. Selanjutnya E, menyatakan Bumi sebagai titik asal koordinat jadi posisinya adalah (0,0,0) dan S menyatakan Matahari dengan koordinat (X,Y,Z) dapat dilihat pada Nautical Almanac atau dihitung dengan menggunakan algoritma Meeus (1997). Andaikan bidang - adalah bidang ekuator Bumi, maka Matahari akan mempunyai koordinat (X,Y,Z). Kedudukan relatif P terhadap S adalah; = ’ + X = cos cos = ’ + Y = cos sin (2-16) = ’ + Z = sin Akibatnya kita mempunyai ; tan = dan sin = ( 2 + 2+ 2 ) -1/2 (2-17) Dengan demikian dan dapat kita tentukan. 2-4 Menentukan Elemen Orbit Menghitung orbit benda langit identik dengan menentukan elemen orbitnya yaitu: a, e, i, , dan T. Karena ada enam konstanta yang harus dihitung maka paling sedikit harus ada tiga pasang data pengamatan mengenai dan sebagai fungsi waktu. Misalkan (1,1) , (2,2) menyatakan posisi ekuatorial geosentrik planet tersebut pada FMIPA-ITB Page 2- 10 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit saat t1 dan t2 dan (,) adalah longitude dan latitude planet tersebut. Jarak planet ke Bumi dinyatakan sebagai maka dari pengetahuan tentang transformasi koordinat yang telah dipelajari pada Astronomi Bola, dapat ditunjukkan bahwa; sin = sin cos - cos sin sin cos sin = sin sin - cos cos sin cos cos = cos cos (2-18) Dalam hal ini untuk perhitungan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi dapat diambil nilai = 23027’ dengan demikian dari pernyataan diatas dapat dihitung ( 1, 1 ) dan ( 2, 2 ), yaitu nilai ( , ) pada saat t1 dan t2. Maka koordinat siku-siku ekliptika geosentrik adalah; Untuk waktu t1 x1 = 1 cos1 cos 1 y1 = 1 cos 1 sin 1 z1 = 1 sin 1 Untuk waktu t2 x2 = 2 cos 2 cos 2 y2 = 2 cos 2 sin 2 z2 = 2 sin 2 (2-19) Karena bidang orbit Bumi identik dengan bidang ekuator Matahari maka dapat dianggap latitude Matahari , B 0 Untuk waktu t1 X1 = R1 cos L1 Y1 = R1 sin L1 Z1 = 0 Untuk waktu t2 X2 = R2 cos L2 Y2 = R2 sin L2 (2-20) Z2 = 0 Dalam hal ini R dan L masing-masing adalah jarak Bumi-Matahari dan longitude geosentrik Matahari. Koordinat kartesis Matahari (X,Y,Z) dapat dilihat pada Nautical Almanac untuk setiap waktu t. Untuk lebih jelas perhatikanlah Gambar 2-8 dengan S,P,E dan r masing-masing menyatakan Matahari, Planet, Bumi dan jarak matahari ke Planet. FMIPA-ITB Page 2- 11 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Gambar 2- 9 Konversi koordinat ekliptika heliosentrik ke sistem koordinat ekliptika geosentrik. Dalam sistem baru ini l dan b adalah longitud dan latitude planet P dan ini adalah koordinat heliosentrik P. Kemudian jika (x0,y0,z0) menyatakan koordinat kartesis P didalam sistem heliosentrik, maka kita mempunyai; x0 = x – X = r cos b cos l y0 = y – Y = r cos b sin l (2-21) z0 = z – Z = r sin b Pada saat t1 kita dapatkan; x0(t1) = x1 – X1 = r1 cos b1 cos l1 y0(t1) = y1 – Y1 = r1 cos b1 sin l1 (2-22) z0(t1) = z1 – Z1 = r1 sin b1 Sedangkan untuk t2 kita peroleh; x0(t2) = x2 – X2 = r2 cos b2 cos l2 y0(t2) = y2 – Y2 = r2 cos b2 sin l2 (2-23) z0(t2) = z2 – Z2 = r2 sin b2 Substitusi persamaan (2-20) dan (2-21) pada pernyataan diatas maka kita peroleh; r1 cos b1 cos l1 = 1 cos 1 cos 1 – R1 cos L1 r1 cos b1 sin l1 = 1 cos 1 sin 1 – R1 sin L1 (2-24) r1 sin l1 = 1 sin 1 dan ; r2 cos b2 cos l2 = 2 cos 2 cos 2 – R2 cos L2 r2 cos b2 sin l2 = 2 cos 2 sin 2 – R2 sin L2 (2-25) r2 sin b2 = 2 sin 2 FMIPA-ITB Page 2- 12 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit dalam pernyataan ini harga R1, R2, L1, L2 ,atau X1, Y1, X2, Y2 dapat dilihat pada Nautical Almanac untuk saat t1 dan t2 . Selanjutnya nilai dan dapat kita hitung. Andaikan lintasan planet mengelilingi Matahari dalam bentuk lingkaran, dengan perkataan lain r1 = r2 jadi hanya satu besaran r yang perlu ditentukan. Selanjutnya , l dan b untuk t1 dan t2 dapat kita tentukan. Dengan mengambil kuadrat pernyataan r2 cos b2 sin l2 dan r2 cos b2 cos l2 dari persamaan (2-25) dan kemudian menjumlahkannya diperoleh; r22 = 22 + R22 -2 2 R2 cos 2 cos ( 2 –l2) (2-26) tetapi r1 = r2 akibatnya jika r1 diketahui maka 2 dapat dihitung dengan demikian pernyataan (2-23) dapat digunakan untk mencari l2 dan b2 . demikian pula jika 1 dapat ditaksir, r1 dapat ditentukan dengan begitu l1 dan b1 dapat dihitung. Sekarang kita harus melihat bagaimana besaran ini dapat dipergunakan untuk menentukan elemen orbit. Dalam Gambar 2-10, misalkan P1 dan P2 menyatakan posisi planet pada saat t1 dan t2 . Gambar 2-10 Kedudukan planet P1 dan P2 pada bola langit. Segitiga bola dan bidang ekliptika. Panjang busur A dapat dihitung dengan menggunakan sifat segitiga bola. Dengan menggunakan hukum kosinus untuk segitiga bola P1NP2 kita mempunyai hubungan; cos A = sin b1 sin b2 + cos b1 cos b2 cos (l2 – l1) (2-27) Dalam hal ini ; A adalah busur lingkaran yang ditempuh planet dalam interval waktu (t2 – t1). Jika koordinat (l1,b1) dan (l2,b2) diketahui maka A dapat juga dihitung dari hukum Kepler III; 2a3 / 2 , P dinyatakan dalam satuan hari k 1 m Massa planet dapat diabaikan karena ia jauh lebih kecil dari massa Matahari maka ; 2 k 3/ 2 P a Busur A ditempuh dalam waktu; P FMIPA-ITB (2-28) Page 2- 13 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit 2 t2 t1 A P Gabungkan (2-28) dan (2-29) diperoleh busur tempuhannya adalah; (2-29) t2 t1 (2-30) a Nilai A yang dihitung dengan persamaan (2-29) haruslah sesuai dengan pernyataan (2-30) dan ini hanya berlaku bila (l1,b1) dan (l2,b2) menunjukkan hasil yang benar. Jadi (2-29) dan (2-30) dapat kita gunakan untuk menentukan (l1, b1) dan (l2,b2) dengan cara iterasi numerik. Prosedurnya sebagai berikut; A 2.5 1. 2. 3. 4. k 3/ 2 Algoritma ( 0 , ti , i , i , Ri , Li ) i= 1,2 Berikan harga 0 sembarang pada 1 Tentukan (r1,l1,b1) dari pernyataan (2-24) Dari pernyataan (2-26) hitung 2 dalam hal ini r2 = r1 Gunakan (2-25) untuk menghitung l2 dan b2 Untuk menentukan i, , dan perhatikanlah segitiga bola yang diragakan pada Gambar 2-11 berikut. Gambar 2- 11 Aplikasi rumus Napier dalam segitiga bola untuk menghitung elemen orbit dan analoginya pada hubungan i, , dan suatu lintasan pada segitiga bola. Dengan kaedah Napier untuk saat t1 kita memperoleh; sin( l1 - ) = tan (900 – i ) tan b1 Hal yang sama untuk t2; FMIPA-ITB (2-21) Page 2- 14 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit sin ( l2 - ) = tan (900 – i ) tan b2 Selanjutnya gunakan cara berikut; (2-22) ( l2 - ) = ( l1 - )+ ( l2 – l1 ), maka pernyataan (2-22) dapat ditulis sebagai; tan i { sin ( l1 - ) cos ( l2 – l1 ) + cos (l1 - ) sin( l2 – l1 )} = tan b2 (2-23) Gabungkan (2-23) pada (2-21) maka kita peroleh; tan b1 {cos ( l1 - ) + tan i cos( l1 - ) sin( l2 – l1 )} = tan b2 (2-24) Substitusi (2-21) pada (2-24) maka kita peroleh hasil sebagai berikut; tan b1{cos( l2 – l1 ) + tan b1 tan i cos ( l1 - ) sin(l2 – l )} =tan b2 atau dapat juga sin l1 ditulis sebagai; tan l1 tan b1 sin l2 l1 tan b2 tan b1 cos l2 l1 (2-25) Dengan menggunakan kembali pada pernyataan (2-21) ataupun pada (2-22 ) nilai i dapat kita hitung. Harga dapat dicari dari pernyataan (lihat juga Gambar 2-11) sin cos i = sin ( l2 – ) cos b1 – cos ( l1 – )sin b1 cos 900 = sin ( l1 – ) cos b1 dan cos = cos ( l1 – ) cos b1 + sin ( l1 – ) sin b1 cos 900 = cos ( l1 – ) cos b1 Dari kedua persamaan diatas diperoleh; tan l1 tan (2-26) cos i Perlu diiingat bahwa dan (l1 – ) berada dalam kuadran yang sama. Jadi dengan proses diatas bila P diketahui maka i, dan dapat ditentukan. Selanjutnya tinjaulah kasus jika radius vektor sebuah objek diketahui pada tiga posisi di langit untuk waktu yang berbeda. Maka elemen lintasan dapat kita tentukan dengan cara berikut. Misalkan benda langit bergerak mengitari Matahari dengan lintasan elips, periodenya P andaikan pula posisi koordinat heliosentrik ekliptika diberikan oleh pernyataan; r1 x1 i y1 j z1 k pada saat t1 r2 x2 i y2 j z2 k pada saat t2 (2-27) r3 x3 i y3 j z3 k pada saat t3 FMIPA-ITB Page 2- 15 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Selanjutnya kita andaikan bahwa koordinat polar (l,b) pada tiga saat tersebut diketahui dengan demikian koordinat kartesis r1 , r2 dan r3 pada saat itu dapat ditentukan. Misalkan N1, N2 dan N3 vektor satuan seperti yang diperlihatkan pada Gambar. 2-9 N1 vektor satuan pada garis nodal dengan arah ke titik simpul naik N 2 vektor satuan yang tegak lurus pada N1 dan terletak pada bidang orbit N 3 vektor satuan yang tegak lurus N 2 dan N1 jadi N 3 = N1 × N 2 Dapat dilihat bahwa; N1 = (cos ) i +(sin ) j N 2 = (cos i sin ) i +(cos i cos ) j +(sin i) k (2-28) N 3 = (sin i sin ) i - (cos sin i) j +(cos i) k Dari vektor r1 dan r2 cari vektor satuan yang tegak lurus r1 dan r2 dengan cara sebagai berikut; r1 r2 A1 i +A2 j +A3 k (2-29) r1 r2 ® Vektor ini tegak lurus terhadap bidang orbit dan identik dengan N 3 , oleh sebab itu dapat ditulis; A1 = (sin i sin ) A2 = - (cos sin i) A3 = (cos i ) Dari sini kita peroleh; A i =arc cos (A3 ) dan = arc tan 1 A2 (2-30) (2-31) Jadi bila r1 , r2 dan r3 diketahui maka i, dapat kita hitung dan hanya berlaku bila r1 , r2 dan r3 non-collinear, persamaan lintasan dapat ditulis kembali sebagai; a(1 e2 ) a(1 e2 ) r 1 e cos f 1 e cos(u ) FMIPA-ITB (2-32) Page 2- 16 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Dalam hal ini f adalah anomali benar dan u sudut yang dibentuk dari titik simpul naik ke arah radius vektor pada bidang orbit, selanjutnya kita lihat bahwa bila dinyatakan dalam besaran skalar maka; e cos (r1 cos u1 – r2 cos u2 ) + e sin (r1 sin u1 – r2 sin u2 ) = r2 – r1 e cos (r1 cos u1 – r3 cos u3 ) + e sin (r1 sin u1 – r3 sin u3) = r3 – r1 (2-33) Tetapi r cos u = r N 1 dan r sin u = r N 2 (2-34) Oleh sebab itu persamaan (2-33 ) dapat ditulis sebagai; e cos r1 r2 N1 e sin r1 r2 N2 r2 r1 (2-35) e cos r1 r3 N1 e sin r1 r3 N 2 r3 r1 Karena dan i diketahui maka sistem persamaan linier ini dapat diselesaikan bila bentuk (e cos ) dan (e sin) telah ditentukan. Misalkan diketahui (e cos ) = 1 dan (e sin ) = 2 maka kita peroleh; dan tan 1 2 (2-36) 1 Karena e > 0, kuadran ditentukan oleh tanda aljabar dari besaran (e cos ) dan besaran (e sin ). Dari persamaan (2-32) setengah sumbu panjang elips dapat kita tentukan, yaitu; e 12 22 1 2 r r N 1 e cos r N 2 e sin a 1 e2 (2-37) Setiap harga r yang dipergunakan harus memberikan hal yang sama, karena tadi kita andaikan periode P diketahui maka dengan menggunakan kaedah hukum Kepler III, setengah sumbu panjang elips a, dapat ditentukan. Demikian pula sebaliknya bila P tidak diketahui maka a harus dihitung lebih dahulu. Saat melewati perihelion dapat dicari dengan bantuan pernyataan; r = a(1 – e ) dan persamaan Kepler M = E-esinE, dalam hal ini M dapat ditentukan pada setiap saat pengamatan t. Nilai T dapat diperoleh dari; 2 t T M (2-38) P Untuk mencari elemen orbit a, e, i, , dan T sebenarnya hanya diperlukan dua posisi dalam koordinat polar, dengan menggunakan konstanta luas dan persamaan yang diuraikan diatas nilai a,e, dan dapat diturunkan. Berikut diberikan sebuah contoh cara menentukan elemen orbit dari suatu benda langit. FMIPA-ITB Page 2- 17 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit 2-6 Ilustrasi Koordinat heliosentrik sebuah objek yang bergerak diberikan oleh Tabel 2-2 dibawah ini. Dari pengamatan diketahui gerak harian rata-rata objek adalah, 40,0923/hari. Pertanyaannya tentukanlah elemen orbit benda langit tersebut Tabel 2- 2 Posisi koordinat polar objek pada tahun 1960 No Tanggal l b r(SA) h 0 0 1 Juni, 1, 0 UT 142 45’ 40” 6 58’43” 0,34200 2 Juni 6, 0h UT 1660 37’ 56” 60 08’47” 0,37022 3 Juni 11, 0h UT 1860 58’ 43” 40 35’51” 0,39867 Dari pernyataan (2-22 ) transformasi koordinat polar ke koordinat kartesis kita peroleh harga x,y dan z untuk ketiga data pengamatan tersebut; Tabel 2- 3 Posisi kartesis objek pada tahun 1960 No Tanggal r(SA) x y z h 1 Juni, 1, 0 UT 0,34200 -0,27025 0,20542 0,0415 2 Juni 6, oh UT 0,37022 -0,35812 0,08510 0,03964 3 Juni 11, 0h UT 0,39867 -0,39444 -0,04828 0,03195 Jadi posisi benda langit dalam bentuk vektor adalah; r 1 0,27025 i 0,20542 j 0,04155 k r 2 0,35812 i 0,08510 j 0,03964 k r 3 0,39444 i 0,04828 j 0,03195 k Dengan demikian hasil kali vektor r1 dan r2 dan vektor satuannya adalah; i j k r1 r2 0,27025 0, 20542 0,04155 0.004607i 0.00417 j 0.050567k 0,35812 0,08510 0,03964 r1 r2 0,09023 i 0,08184 j 0,99254 k r1 r2 Jadi i =cos-1 (0,99254)=70 0’ 0, 09023 tan 1 470 47' , 6 0, 08184 (2-39) (2-40) Oleh sebab itu; N1 0,67181i 0,74072 j FMIPA-ITB (2-41) Page 2- 18 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit N2 0,73519i 0,66680 j 0,12187k N3 0,09023i 0,08184 j 0,99254k Kita lihat bahwa N3 identik pernyataan momentum sudut, sehingga: r1 r2 0,08787 i 0,12032 j 0,00191 k (2-42) r1 r3 0,12419 i 0,25370 j 0,00960 k Dari persaaman (2-41 ) dan (2-42 ) r1 r2 N1 0,14815 dan r1 r2 N 2 0,14815 (2-43) r1 r3 N1 0,27135 dan r1 r3 N 2 0,07904 Oleh sebab itu dengan melihat persamaan (2-35) kita peroleh; 0,14815 e cos + 0,01586 esin = 0,02822 (2-44) 0,27135 e cos + 0,07904 esin = 0,05667 Dengan menyelesaikan persamaan ini diperoleh; e sin = 0,09966 dan e cos = 0,17981, sehingga didapat; e = 0,2056 dan = 280 59’,8 Selanjutnya, gunakanlah data ini untuk menentukan r, E1 dan T . Setengah sumbu panjang a, dapat dihitung dari pernyataan (2-37). 0,34200 (0,02940)(0,17981) (0,34072)(0,09966) a= 1 0,04226 atau a = 0,38702 karena nilai e sudah diketahui maka, untuk tanggal Juni 1,0 r1 = a (1-e cos E1 ) atau 0,34200=0,38702(1-0,2056 cos E1 ) atau cos E1 = 0,56576 atau E1 = 550 32’,7 Dari persamaan Kepler diperoleh M1 (ingat E1 dinyatakan dalam radian). Jadi; M1 = E1 – e Sin E1 = 0,96944- (0,2056)(0,82457) = 0,79991 radian Oleh sebab itu dari persamaan diatas, kita peroleh 2 t T atau 0,79991 = 0,07142(t1 – T ) dengan demikian (t1 – T )= 11,200 M P Dan karena t = Juni 1,00 = “May 32,00 “ maka kita peroleh T= 1960 May 20,800 . Kesimpulan akhir diragakan dalam tabel berikut; Tabel 2- 4 Eleman orbit objek No Elemen orbit Data 1. Saat terakhir lewat perihelium, T 1960 May 20,800 FMIPA-ITB Page 2- 19 Suryadi Siregar 2. 3. 4. 5. 6. Mekanika Benda Langit Setengah sumbu-panjang elips, a Eksentrisitas, e Inklinasi, i Sudut simpul naik, Argumen perihelium, 0,38702 SA 0,2056 70 0’ 470 47’,6 280 59’,8 Untuk memeriksa apakah harga a yang kita peroleh sudah benar, dapat diuji dengan menggunakan hukum Kepler III; 3 2a 2 P k (1 m) 2 0,017202 3 P k k = 0,38712 SA Karena m << 1 maka a atau a = 2 n 0,07142 Dalam hal ini tampak sampai desimal ketiga hasil ini cukup signifikan dengan nilai setengah sumbu panjang a, yang diragakan dalam tabel diatas. Jadi dapat dikatakan setengah sumbu panjang elips adalah 0,387 SA 3 2 2-7 Orbit parabolik Dari pembahasan terdahulu. Bila kita mempunyai suatu sistem orbit yang berbentuk elips, maka pada lintasan tersebut berlaku; d 1. Konstanta Kepler h r 2 dt 2 Mm 1 2 2. Persamaan energi sistem E m2v 2 k dengan M = m1 + m2 dan 2 r m2 << m1 h2 3. Persamaan lintasan r dan k 2 M 1 e cos Apabila lintasan berubah menjadi parabola maka E = 0 atau dengan perkataan lain 2 M 1 2 v k , kemudian nyatakan v sebagai h/r dan untuk saat t = T misalkan r = q 2 r maka kita peroleh h k 2Mq , dengan demikian untuk mencari persamaan lintasan yang berbentuk parabola dapat dilakukan dengan mengganti h pada pernyataan elips, kita peroleh; 2q f r q sec 2 (2-45) 1 cos f 2 FMIPA-ITB Page 2- 20 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Dalam hal ini f disebut anomali benar, diukur dari perihelion, untuk lebih jelas perhatikan gambar berikut ini Gambar 2- 12 Ilustrasi komet yang melintasi Matahari dalam orbit parabola Selanjutnya dari konstanta luas (setelah mengganti dengan f) , kita peroleh; df f f f df f df h r2 q 2 sec4 q 2 sec2 sec2 tan 2 dt 2 2 2 dt 2 dt oleh sebab itu dapat ditulis; k 2M q 3 2 f f f dt sec 2 sec 2 tan 2 df 2 2 2 (2-46) Andaikan; 1. Pada saat T komet ada di perihelion (f = 0) 2. Pada saat t, komet ada di tempat lain (f0) Maka bila persamaan diatas diintegrasikan dari saat T ke t, ruas kanan harus kita integrasikan dari 0 sampai f, bila diselesaikan diperoleh; f 1 3 f M (2-47) tan tan k t T 2 3 2 2q 3 Pernyataan ini disebut persamaan Baker. Untuk menyederhanakannya misalkanlah; f f f tan 2 cot 2 w cot w tan w akibatnya, tan 3 3 tan cot 3 w tan 3 w 2 2 2 Substitusikan persamaan ini pada (2-47) dan ambillah M sebagai satuan maka kita peroleh; 3k t T (2-48) cot 3 w tan 3 w 2q 3 FMIPA-ITB Page 2- 21 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit 1 s 3 Misalkan lagi, cot w cot substitusi ke (2-48) diperoleh 2 3k t T 3k t T s 1 cot atau cot s (2-49) 3 1 3 2 2 2 cot s 2 q 2 q 2 Oleh sebab itu untuk menentukan f harus diselesaikan lebih dahulu tiga persamaan berikut secara berurutan. 3k t T 1. cot s 3 2q 2 1 s 3 2. cot w cot 2 f 3. tan 2 cot 2 w 2 Harap diingat, dalam hal massa matahari, M diambil sebagai satuan, maka nilai k adalah konstanta Gauss dan q dalam satuan astronomi 2.8 Hari Julian (Julian Day) Bilangan Julian atau lebih sering disebut Julian day (JD) adalah jumlah hari yang dihitung secara berkesinambungan sejak 4712 tahun sebelum Masehi (tahun -4712). JD dimulai pada saat tengah hari di Greenwich, oleh sebab itu tepat pada jam 12h siang GMT (Greenwich Mean Time) atau disebut juga Universal Time (UT). Jika JD diperlukan untuk waktu yang mendatang ataupun yang telah berlalu maka dia disebut waktu dinamis atau Ephemeris Time. Sehingga Julian Day (JD) dinyatakan sebagai Julian Day Ephemeris (JDE). Sebagai contoh misalnya untuk waktu yang sudah lewat; 1977 April 26,4 UT = JD 2443 259,9 1977 April 26,4 JD = JDE 2443 259,9 Sebagai catatan perlu diketahui bahwa: 1 JD = 1 hari Gregorian = 24 jam = 1440 menit = 86400 detik Dalam pembahasan selanjutnya, sebagai acuan diambil pada saat reformasi kalender Gregorian dimulai, yaitu tanggal 4 Oktober 1582 ditambah dengan sepuluh hari menjadi 15 Oktober 1582. Perubahan sistim kalender Gregorian pada waktu itu tidak serta merta diikuti oleh semua negara. Kerajaan Inggris baru mengadopsi pada tahun 1752 sedangkan negara Islam, Turki misalnya baru diawal tahun 1927. Dalam catatan sejarah, kalender Julian digunakan pada zaman kerajaan Romawi pada tahun – 45 M dan mencapai kesempurnaan pada tahun +8 M, waktu itu belum dikenal terminologi bulan Januari, Februari dan seterusnya, namun dengan sistim yang sekarang kita bisa mentransformasi FMIPA-ITB Page 2- 22 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit JD dan ternyata pada tanggal 28 bulan Agustus 1203 sebelum Masehi pernah terjadi gerhana Matahari. 2.9 Transformasi Kalender Gregorian ke Julian Day Jika 2002 Juli 22,09 ditulis dalam notasi dalam kalender Gregorian bentuknya adalah YYYYMMDD,dd Dalam hal ini YYYY= 2002 MM = 07 ( Bulan Juli) DD = 22 (hari bulan) 0,dd = fraksi hari ( contoh jam 12:00= 0.50) Algoritma (YYYYMMDD,dd) 1) Jika MM > 2 maka y =YYYY dan m =MM 2) Jika MM ≤ 2 maka y =YYYY-1 dan m =MM+ 12 3) Jika YYYYMMDD,dd ≥ 15821015 maka A = Int(y/100) dan B= 2- A + Int(A/4) 4) Jika YYYYMMDD,dd< 15821015 maka B=0 5) JD = Int(365,25y) + Int(30,6001(m+1) )+ DD,dd + 1720994,5 + B Konstanta 15821015 berkorelasi dengan keputusan Paus Gregory XIII yang mendeklarasikan pada tanggal 4 Oktober 1582 perlu ditambah 10 hari dalam kalender yang berlaku pada saat itu, sehingga tanggal 5 Oktober 1582 keesokan harinya haruslah dianggap sebagai tanggal 15 Oktober 1582. Dari algoritma diatas dapat dihitung bahwa tanggal 27 January 333 pada jam 12h siang Julian Day hari itu adalah, JD = 1842 713,0. FMIPA-ITB Page 2- 23 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Start YYYMMDD,dd yes MM > 2 y=YYY m=MM y=YYYY-1 m=MM+ 12 YYYYMMD D,dd≥15821 B=0 yes yes A=Int(y/100) B=2-A+Int(A/4) JD=Int(365,25y)+Int(30,6001(m+1))+DD,dd+1720994,5 + B Selesai Sebagai coba anda konversi tentukan penanggalan berapa jumlah hari yangDay telah lewati Gambarlatihan 2- 13 Flowchart Gregorian keanda Julian Day.sejak lahir sampai sekarang. FMIPA-ITB Page 2- 24 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit 2.10 Transformasi Penanggalan Julian Day ke Gregorian Day Definisikan; Format YYYYMMDD,dd = tahunbulanhari,fraksihari(kalender Gregorian) JD = Hari Julian (Julian Day) Algoritma (YYYYMMDD,dd) 1. Z = Int(JD+0,5) 2. F = Fraksi(JD+0,5) 3. W = Int((Z-1867216,25)/36524,5) 4. Jika Z <2299161 maka A = Z . Kalau tidak A= Z+1+W+Int(W/4) 5. B = A+1524 6. C = Int(B-122,1/365,25) 7. D = Int(365,25C) 8. E = Int((B-D)/30,6001) 9. j = B-D-Int(30,6001E)+F 10. Jika E<13,5, m = E-1. Kalau tidak m = E-13 11. Jika m > 2,5 maka a = C-4716. Kalau tidak a = C-4715 12. YYYYMMDD,dd = a+0,01(m+0,01j) Dalam hal ini format YYYYMMDD,dd adalah YYYY=Tahun yang merupakan empat angka pertama MM = Bulan merupakan angka ke lima dan ke enam DD = Hari dalam dua digit merupakan angka ke tujuh dan ke delapan dd = Rasio hari yaitu angka yang terdapat dibelakang titik desimal Nama hari dapat juga ditentukan dengan cara sebagai berikut; 1. Tentukan JD pada tanggal bersangkutan untuk jam 0h 2. Tambahkan 1,5 pada hasil dilangkah 1 3. Bagi dengan 7, hasil pada langkah 2 4. Sisa dari pembagian ini adalah ; 0 = Minggu, 1 = Senin, 2 = Selasa, 3 = Rabu, 4 = Kamis, 5 = Jumat dan 6 = Sabtu Contoh : Komet Halley melewati perihelium pada tanggal 16 November 1835 dan 20 April 1910. Berapakah interval waktu antara kedua titik perhelium ini ? Jawab: Jika tidak diberikan waktu yang eksak jam berapa komet itu lewat perihelium, orang menganggap jam 12h siang sebagai waktu acuan; 16 November 1835 = JD 2391 598,5 ( hari Senin) 20 Aprill 1910 = JD 2418 781,5 (hari Rabu) FMIPA-ITB Page 2- 25 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Jadi beda waktu antara dua perihelium tersebut adalah 27183 hari = 74, 4 tahun. Ini sekaligus menginformasikan bahwa periode orbit komet Halley adalah 74,4 tahun FMIPA-ITB Page 2- 26 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Start JD Z=Int(DJ+0,5) F=Fract(DJ+0,5 ) yes Z<2299161 A=Z A=Z+1+W +Int(W/4) B = A +1524 C = Int ((B-122,1)/365,25) yes m=E1 E < 13,5 M = E -13 M < 2,5 a = C - 4715 yes a = C - 4716 YYYYMMDD,dd = a + 0,01 (m + 0,01 j ) Selesai Gambar 2- 14 Flowchart konversi penanggalan Julian Day ke Gregorian Day. FMIPA-ITB Page 2- 27 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit 2.11 Ilustrasi Studi Kasus 1. Komet dalam orbit parabola Bongkahan es raksasa datang dari awan Oort dan bergerak mengelilingi Matahari, ketika mendekati Jupiter orbitnya diganggu sehingga menjadi parabola. Sesaat setelah melewati Matahari bongkahan es tadi mencair dan kandungan gas beku menguap ke dalam ruang antar planet, selanjutnya benda terlihat sebagai komet Persoalannya (a) hitung kecepatan lingkaran benda tersebut V0 pada jarak 2 tahun cahaya dari Matahari (b) hitung kecepatan komet di titik A(lihat gambar), ketika ia berjarak rA= 2SA dan ketika ia berada di perihelion, rP = 1SA (c) tentukan persamaan r = r() dalam kasus geraknya parabola Penyelesaian (a) untuk orbit lingkaran; jarak komet ke matahari r = 2 tahun cahaya= 2×9,5 1015 = 191015 meter 1/ 2 йGM щ ъ = 84 m/det VC = к кл r ъ ы (b) Gambar 2- 15 Lintasan parabola sebuah komet, P titik perihelion sedangkan A titik sembarang pada orbit, p menyatakan lotus rectum, q jarak perihelion dan hubungannya adalah p=2q Persamaan energi yang berlaku adalah; 1 1 D EK = D EP ® mVA2 - mV02 = 2 2 ro т rA r0 йGMm щ GMm к ъ dr = кл r ы ъ r2 rA Karena 1) r0 = 2 ly merupakan jarak yang jauh lebih besar dibandingkan dengan rA= 2 SA FMIPA-ITB Page 2- 28 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit 2) V0 << VA maka dapat ditulis 2GM o GM o V 2 VA 30 km/det rA r rA 2 A 2GM o GM o V 2 VP 42, 4 km/det rP r rP 2 P (c) persamaan irisan kerucut; p a(1 e2 ) q(1 e) r 1 e cos 1 e cos 1 e cos Untuk lintasan parabola berlaku, e=1, jadi diperoleh bentuk; r 2q 1 cos 2q 2q q sec 2 2 1 cos 2 sin 2 2 cos 2 2 2 Atau secara singkat ; r q sec 2 2 Dalam hal ini q titik terdekat komet (perihelium) 2 Studi Kasus 2. Menentukan massa bintang ganda visual Pendekatan two-body problem dapat digunakan untuk menentukan massa bintang ganda visual, bila magnitudo bolometrik (magnitudo untuk seluruh panjang gelombang ) diketahui. Untuk itu dalam mempelajari dinamika system bintang berdua visual ada beberapa pernyataan yang dapat digunakan untuk menghitung jarak dan massa bintang. 1. Paralak dinamik Tinjau hukum harmonik; P2 4 2 a 3 G M1 M 2 Untuk bintang ganda visual M1 dan M2 hampir sama besarnya, massa bintang yang satu tidak bisa diabaikan terhadap massa yang lain, selain itu setengah sumbu panjang orbit, a dinyatakan dalam detik busur dan jarak dinyatakan dalam parsek sedangkan massa dalam satuan massa Matahari. Karena paralak p=1/d dalam detik busur, maka a pada pernyataan diatas harus dinyatakan dalam detik busur dengan cara sebagai berikut; FMIPA-ITB Page 2- 29 Suryadi Siregar 4 2 a3 P P2 G M1 M 2 p 2 Mekanika Benda Langit 3 4 2 G M1 M 2 Jika P dalam tahun, massa dalam satuan massa matahari maka bentuk pernyataan diatas ini menjadi p 3 P 2 M1 M 2 Pernyataan diatas, dikenal sebagai paralak dinamik dalam hal ini; p- paralak dalam detik busur dan setengah sumbu panjang, dalam detik busur P-periode revolusi dinyatakan dalam tahun Mi massa bintang ke- i dalam satuan massa matahari 2. Magnitude bolometric versus paralak M b mb 5 5Logp Mb – magnitude absolute bolometric mb – magnitude semu bolometrik p –paralak 3. Hubungan massa-luminositas Log M = 0,1× (4,6 - Mb ) bila 0 < Mb < 7,5 Log M = 0,145 ×(5,2 - Mb ) bila 7,5 < Mb < 11 Dalam hal ini M – massa bintang Sebagai contoh akan dihitung massa dan jarak bintang ganda visual ADS 1733 dengan elemen orbit sebagai berikut; Tabel 2- 5 Informasi tentang bintang ganda visual ADS 1733 FMIPA-ITB Page 2- 30 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Elemen Orbit Luminositas mb1=8,1 magnitude semu bolometrik bintang primer = 1”,673 e = 0,426. mb2=9,1 magnitude semu bolometrik bintang sekunder P = 168,303 tahun. Dalam nomenklatur simbol setengah sumbu panjang orbit elips, umumnya diganti dengan a. Hasil iterasi diperlihatkan dalam tabel berikut; Tabel 2- 6 Iterasi untuk mencari paralak, magnitude absolut bolometric dan massa bintang berdua ADS 1733. Proses dihentikan ketika presesi relative dicapai pada decimal kedua. Iterasi M1 + M2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 1,593243 1,358145 1,219344 1,13605 1,085478 1,054529 1,035489 1,023737 1,016466 1,011963 p 0,04356 0,04699 0,049559 0,051372 0,052598 0,053402 0,05392 0,054248 0,054455 0,054585 0,054665 1M b 6,305457 6,470037 6,585597 6,66363 6,714845 6,747805 6,768743 6,781931 6,790193 6,795352 6,798566 2M b 7,305457 7,470037 7,585597 7,66363 7,714845 7,747805 7,768743 7,781931 7,790193 7,795352 7,798566 M1 0,691367 0,654402 0,629634 0,613442 0,603042 0,596442 0,592287 0,589685 0,58806 0,587049 0,586419 M2 0,495118 0,468646 0,450909 0,439313 0,431865 0,427138 0,424163 0,422299 0,421136 0,420411 0,41996 Dalam tabel diatas sebagai nilai awal diambil M1 + M2 = 2. Pada iterasi ke sepuluh konvergensi sudah dicapai.Untuk nilai awal bisa juga dimulai dengan mengambil p sebagi awal iterasi. Kesimpulan 1. Paralak dinamik bintang ganda tersebut adalah 0”,054 atau jaraknya d =18,52 parsek 2. Massa dari bintang ganda tersebut adalah M1 = 0,58 M0 dan M2 = 0,42 M0 3. Magnitudo absolut bolometrik bintang tersebut adalah 1Mb = 6,79 dan 2Mb = 7,79 Studi Kasus 3. Menentukan periode dari luas daerah yang disapu Diketahui sebuah planet bergerak dalam orbit elips, dengan F adalah posisi Matahari seperti gambar berikut ini, busur BPB’ ditempuh dalam waktu 2T1. Sedangkan untuk busur B’AB, diperlukan waktu 2T2 FMIPA-ITB Page 2- 31 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Pertanyaannya, buktikan bahwa e T1 2 T2 e 2 Bukti Tinjau lintasan setengah elips BPB’ Menurut hukum Kepler : Dua kali luas daerah yang disapu persatuan waktu adalah tetap yaitu sebesar h (momentum sudut) dengan; d GMa( 1 e 2 ) dt ae Luas BFB’ = ( 2b ) abe 2 h r2 1 h p ab - abe = (2T1 ) = hT1 2 2 1 h Luas daerah BFB’A = Sisa luas daerah = p ab + abe = (2T2 )= hT2 2 2 Luas daerah PBFB’ adalah: Luas BPB’ – Luas BFB’ = Rasio luas kedua daerah tersebut(PBFB’/BFB’A) adalah ; 1 ab abe e T1 2 2 T2 1 ab abe e 2 2 Oleh sebab itu jika T1 dan T2 diketahui maka setengah periode orbit,T dapat dicari, yaitu T= T1 + T2 atau periode P=2T Studi Kasus 4. Menentukan definisi 1 satuan astronomi pada saat asteroid mendekati Bumi Beberapa dekade yang lalu Eros mendekati Bumi, banyak informasi yang dapat dipelajari tatkala ada benda langit yang mendekati Bumi. Pada saat oposisi dilakukan pengamatan Eros dari dua observatorium A dan B yang terpisah sejauh 1519 kilometer, masing-masing observatorium mengamati Eros dan bintang standard yang sama (lihat gambar). Sudut diantara dua objek tadi adalah SAE= 6 sedangkan sudut EBS= 8. Ketika pengamatan dilakukan Eros dan Bumi sedang berada diperihelium. Andaikan Bumi dan Eros adalah co-planar hitunglah paralak harian Eros. Selain itu definisi satuan FMIPA-ITB Page 2- 32 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit astronomi juga bisa direvisi kembali dengan datangnya Eros. Jika Eros mempunyai periode P= 642 hari dan eksentrisitasnya, e = 0,223 tentukanlah jarak Bumi ke Matahari pada saat Eros diamati dalam satuan kilometer dan bandingkan hasilnya dengan data sebelumnya Penyelesaian a) Jarak Eros; Gambar 2- 16 Untuk mengukur jarak Eros ditentukan sudut SAE dan sudut SBE dengan satu bintang standar, S, dan bintang akan terlihat sejajar baik dari titik A maupun titik B Pendekatan yang dilakukan 1. jarak AB bisa diabaikan terhadap jarak Eros-Bumi 2. bintang yang sama terlihat sejajar dari A dan B dengan demikian; tan AEB' = tan AEB=AB'/ B'E=AB/BE dalam hal ini BE adalah jarak eros ke Bumi, d dengan demikian, sudut AEB= 6"+8"=14" d AB 1519 22380000 kilometer=22,38 106 km tan14" tan14" Besaran ini merupakan jarak minimum Eros ke Bumi, sehingga paralaknya menjadi maksimum yaitu; R p arc sin 58,8" d 2 a3 3 1 a P 1, 457 SA (b) dari hukum Kepler: P2 Pada saat Eros di perihelion dan Bumi di aphelion berlaku; Jarak Matahari-Eros: SE=a(1-e)=1,457(1-0,223)=1,470,777=1,132 SA Jarak Matahari-Bumi:SB=a(1+e)=1 (1+0,0167)=1,0167 SA Jarak Eros ke Bumi = SE-SB22,38 106 km= 0,149 SA FMIPA-ITB Page 2- 33 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Sehingga ; definisi 1 SA = 22,38×106 / 0,149 = 150,2 106 km 150 106 kilometer Pesan dari soal ini adalah, ternyata dengan mengamati asteroid orang bisa merevisi kembali definisi satu satuan astronomi. Gambar 2- 17 Geometri posisi Bumi dan Eros pada saat pengamatan dalam hal ini S menyatakan Matahari, B-Bumi dan E- Eros Studi Kasus 5. Menentukan paralak trigonometri dari dua tempat di Bumi Pada tanggal 13 April 2029, sebuah asteroid 99942-Apophis mendekati Bumi, pada saat itu jaraknya adalah 0,10 LD (lunar distance = jarak rerata Bumi-Bulan). Sekelompok astronom akan mengukur paralak asteroid tersebut dari Observatoire de Paris dan Naval Observatory Washington, secara simultan. Posisi geografi kedua observatorium tersebut adalah; Observatoire de Paris(France): 1 = 2o20’14 Timur = - 2o20’14 dan 1 = 48o50’11 Utara = + 48o50’11 Naval Observatory Washington(USA); 2 = 77o03’56 Barat = +77o03’56 dan 2 = 38o55’17 Utara = +38o55’17 Pertanyaannya:Hitunglah jarak linier kedua observatorium tersebut dan berapakah paralak asteroid tersebut bila dihitung ? Penyelesaian Jika koordinat geografi, longitude(bujur), dan latitude(lintang), dua titik di permukaan Bumi maka jarak sudut keduanya d, dapat dihitung dari; cos d sin 1 sin 2 cos 1 cos 2 cos(1 2 ) Jarak liniernya dapat dihitung dari; Rd S 180 FMIPA-ITB Page 2- 34 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit R, jari-jari Bumi yaitu 6371 kilometer dan d dalam derajad maka S dalam kilometer Jika d dalam radian maka S Rd dalam hal ini S dalam kilometer Dengan memasukkan data diatas diperoleh jarak Washington-Paris adalah, S= 6181,6 km Jarak asteroid d = 0,1 LD = 0,1384400 km = 38440 km Gambar 2- 18 Efek projeksi kedudukan asteroid pada bola langit relatif terhadap bintang latar belakang. Paralak asteroid , dapat dihitung dari; 360o 180o 180o 6181,6 = 9o,21 S 2 d 38440 38440 jadi paralaknya adalah = 9o,21 2.12 Ragam Soal Latihan 1) Planet Mars mempunyai elongasi 1= 600 dan pada saat bersamaan sebuah asteroid tampak dengan sudut phase = 300 dan elongasi 2 = 450. Jika jarak Mars-Matahari 1,5 Satuan Astronomi dan kamu sekarang berumur 17 tahun, namun sejak lahir kamu tinggal di Mars berapakah umurmu sekarang dalam penanggalan Mars ? Selanjutnya hitunglah. a) jarak asteroid itu dari Matahari (r1 ) b) jarak Mars dari Bumi (r2) c) jarak asteroid dari Mars (r3 ) d) tempo yang diperlukan asteroid untuk kembali ke posisi semula relatif terhadap bintang latar belakang 2) Orbit Parabola FMIPA-ITB Page 2- 35 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit a. Energi Total, Et, sistem dua benda yang bergerak mengitari pusat massanya dapat dinyatakan dalam pernyataan: Ek + Ep = Et Dalam hal ini Ek dan Ep masing-masing menyatakan energi kinetis dan energi potensial. Energi total dapat berharga negatif, nol dan positif. Deskripsikan kriteria energi sistem untuk lintasan elips, parabola dan hiperbola! Uraikan jawab saudara! b. Komet periode panjang dianggap mempunyai lintasan parabola. Anomali benar f komet tersebut dapat dicari dari persamaan Baker: M f 1 f tan tan 3 k (t T ) 2q 3 2 3 2 sedangkan jaraknya ke Matahari dihitung dari pernyataan: f r = q sec 2 2 Ingat, jika massa Matahari, M, diambil sebagai satuan, jarak dalam satuan astronomi (SA), waktu dalam tahun (year), maka konstanta Gauss k, nilainya adalah, k = 0,01720209895 Pertanyaannya: Seandainya komet X berada di perihelium pada tanggal 6 Januari 2009 pada pukul 24:00 dengan jarak q =1,2 SA, berapakah jaraknya ke Matahari dan anomali benar komet tersebut pada tanggal 8 Januari 2009 pada jam yang sama? Untuk menjawab pertanyaan ini, gunakan metoda numerik! Lengkapi prosedur perhitungan dengan diagram alir (flowchart)! 3) Sebuah asteroid bergerak mengelilingi Matahari dengan periode 4,5 tahun dan mempunyai setengah sumbu pendek lintasannya yang berbentuk elips 3,2 SA. Bila eksentrisitas asteroid itu e = 0,4 . Berapakah luas daerah yang telah disapu oleh asteroid itu selama 1,5 tahun. Seandainya asteroid itu beroposisi pada tanggal 31 Juli 2006, tanggal berapakah ia akan beroposisi kembali? 4) Sebuah asteroid bergerak dengan orbit elips, jika eksentrisitasnya adalah e buktikan bahwa rasio kecepatan kuadrat di aphelion terhadap kecepatan kuadrat di perihelion adalah; Va Vp 1 e 2 1 e 2 2 5) Sekelompok peneliti cuaca meluncurkan roket dari titik A yang terletak di ekuator menuju pulau kecil B(300LU) yang ada diatasnya. Jika tempo yang dibutuhkan untuk tiba di pulau B tersebut adalah 10 menit. Pertanyaannya, apakah roket itu akan jatuh di pulau B itu ?, jika tidak dimanakah ia jatuh ? Ambil untuk Bumi, jejari, R = 6378 km dan periode rotasi = 24 jam FMIPA-ITB Page 2- 36 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit 6) Berikut diberikan data bintang ganda visual; Tabel 2- 7 Informasi tentang bintang ganda visual Centauri, Cas dan Hyd Bintang Visual Centauri m1 -0.04 m2 1.38 P [tahun] 79.9 a [] 17.58 Spectrum S1 S2 G2 K5 p [] 0. 751 Cas 3.47 7.22 480.0 11.99 G0 M0 0. 176 Hyd 3.7 4.8 15.0 0.21 G0 ? 0. 014 Ingat dalam fotometri, jika kita ingin menggunakan hubungan massa-luminositas magnitude visual harus dinyatakan dulu dalam magnitude bolometrik. Pertanyaannya; a. Jika kita menggunakan iterasi perlukah dilakukan koreksi terhadap magnitude semu ?. b. Hitunglah massa masing-masing bintang dengan 2 cara; 1. sebagai tebakan awal ambil M1+M2 = 1 2. sebagai nilai awal paralak dinamik ambil p = 0.1 c. Hitunglah galat relatif paralak dinamik tiap bintang jika sebagi acuan diambil data paralak yang dipercaya orang selama ini, Centauri = 0.”751 Cas = 0.”176 Hyd = 0.”014 7) (Danby J.M.A, Celestial Mechanics, 1989, p.147) Tunjukkan bahwa untuk komet yang bergerak dalam lintasan parabola jika jaraknya ke Matahari r dinyatakan dalam satuan astronomi maka kecepatannya dalam meter/detik memenuhi pernyataan ; 26,175 V= r 8) (Danby J.M.A, Celestial Mechanics, 1989, p.147) Suatu komet bergerak pada bidang ekliptika dengan orbit parabola mempunyai jarak perihelium q = 0,287 45 au. Dengan mengandaikan anggota Tata Surya berikut bergerak dalam bidang ekliptika dan mempunyai orbit lingkaran dengan jejari a. Hitunglah berapa lama (dalam hari surya rata-rata, mean solar days) dia berada dalam orbit: a) Bumi, b) Mars, c) Jupiter, dan d) Pluto 9) (Danby J.M.A, Celestial Mechanics, 1989, p.147) Untuk komet dalam soal 8) tentukanlah kecepatannya di perihelium, dan jumlah hari sesudah ia melewati perihelium dengan kecepatan 90, 80, dan 50 persen dari kecepatannya di perihelium. Tentukan pula FMIPA-ITB Page 2- 37 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit waktu yang ia lewati bila kecepatannya 30 km/det. Hitung anomali benar pada ke empat posisi ini. 10) (Danby J.M.A, Celestial Mechanics, 1989, p.136) Jarak perihelium komet yang bergerak dalam orbit parabola q < 1 SA. Andaikan komet bergerak dalam bidang ekliptika, tunjukkan jika t dinyatakan dalam tahun sideris maka interval waktu selama komet berada dalam orbit Bumi adalah; 1 t 1 2q 2 2q 3 11) (Danby J.M.A, Celestial Mechanics, 1989, p.136) Tentukan interval waktu, t yang dibutuhkan selama komet dengan orbit parabolik bergerak dari titik-titik ujung latus rectum dinyatakan dalam jarak perihelium, q. Selanjutnya jika q = 6×107 miles tunjukkan t = 114 hari 12) Setengah sumbu panjang komet yang bergerak dalam orbit ellips, a dan eksentrisitasnya e. Andaikan komet bergerak dalam bidang ekliptika, jika t dinyatakan dalam tahun sideris berapakah interval waktu t, selama komet berada dalam orbit Bumi ? Daftar Isi Bab 2 ................................................................................................................................... 1 Orbit Dalam Ruang ............................................................................................................. 1 2.1 Pernyataan persamaan lintasan .................................................................................... 2 2.2 Algoritma Newton-Raphson(f(E),f’(E),E0,, M dan E) ................................................ 4 2.3 Contoh Kasus ............................................................................................................... 5 2-4 Menentukan Elemen Orbit.......................................................................................... 10 2.5 Algoritma ( 0 , ti , i , i , Ri , Li ) i= 1,2 ............................................................. 14 2-6 Ilustrasi ....................................................................................................................... 18 2-7 Orbit parabolik ............................................................................................................ 20 2.8 Hari Julian (Julian Day) ............................................................................................. 22 2.9 Transformasi Kalender Gregorian ke Julian Day ...................................................... 23 2.10 Transformasi Penanggalan Julian Day ke Gregorian Day ................................... 25 2.11 Ilustrasi ............................................................................................................... 28 Studi Kasus 1. Komet dalam orbit parabola ................................................................. 28 Studi Kasus 2. Menentukan massa bintang ganda visual ............................................. 29 Studi Kasus 3. Menentukan periode dari luas daerah yang disapu ............................... 31 Studi Kasus 4. Menentukan definisi 1 satuan astronomi pada saat asteroid mendekati Bumi .............................................................................................................................. 32 FMIPA-ITB Page 2- 38 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Studi Kasus 5. Menentukan paralak trigonometri dari dua tempat di Bumi ................ 34 2.12 Ragam Soal Latihan ............................................................................................... 35 Daftar Gambar Gambar 2- 1 Orbit anggota Tata Surya relatif terhadap bidang ekliptika dengan Matahari sebagai salah satu titik api lintasan berbentuk elips. ....................................... 1 Gambar 2- 2 Ilustrasi orbit elips dan lintasan bantu Kepler (lingkaran putus-putus dengan jejari , a) ................................................................................................................. 2 Gambar 2- 3 Flowchart solusi persamaan Kepler. Dalam hal proses tidak konvergen ..... 5 Gambar 2- 4 Diagram lintasan Mars, gerak wahana yang dianggap sebagai titik massa m dan orbit Bumi. Wahana berpindah orbit dari orbit lingkaran ke orbit lingkaran yang lebih besar. ................................................................................................................................... 6 Gambar 2- 5 Konfigurasi planet Mars (merah) dan Bumi (biru). Jarak Mars dari Bumi dapat dihitung dengan rumus kosinus ; 2 R2 r 2 2Rr cos ..................................... 7 Gambar 2- 6 Posisi m dalam sistem kartesis XYZ. m1 menyatakan matahari dan m, menunjukkan wahana.......................................................................................................... 8 Gambar 2- 7 Lintasan titik massa m dalam ruang. Sumbu x mengarah pada titik vernal ekuinok (posisi matahari terbit tanggal 21 Maret). ............................................................. 9 Gambar 2- 8 Konversi posisi ekuatorial heliosentrik ke tata koordinat ekuatorial geosentrik. ......................................................................................................................... 10 Gambar 2- 9 Konversi koordinat ekliptika heliosentrik ke sistem koordinat ekliptika geosentrik. ......................................................................................................................... 12 Gambar 2-10 Kedudukan planet P1 dan P2 pada bola langit. Segitiga bola dan bidang ekliptika. Panjang busur A dapat dihitung dengan menggunakan sifat segitiga bola. ...... 13 Gambar 2- 11 Aplikasi rumus Napier dalam segitiga bola untuk menghitung elemen orbit dan analoginya pada hubungan i, , dan suatu lintasan pada segitiga bola. ....... 14 Gambar 2- 12 Ilustrasi komet yang melintasi Matahari dalam orbit parabola ................. 21 Gambar 2- 13 Flowchart konversi penanggalan Gregorian Day ke Julian Day. .............. 24 Gambar 2- 14 Flowchart konversi penanggalan Julian Day ke Gregorian Day. ............. 27 Gambar 2- 15 Lintasan parabola sebuah komet, P titik perihelion sedangkan A titik sembarang pada orbit, p menyatakan lotus rectum, q jarak perihelion dan hubungannya adalah p=2q ...................................................................................................................... 28 Gambar 2- 16 Untuk mengukur jarak Eros ditentukan sudut SAE dan sudut SBE dengan satu bintang standar, S, dan bintang akan terlihat sejajar baik dari titik A maupun titik B ........................................................................................................................................... 33 FMIPA-ITB Page 2- 39 Suryadi Siregar Mekanika Benda Langit Gambar 2- 17 Geometri posisi Bumi dan Eros pada saat pengamatan dalam hal ini S menyatakan Matahari, B-Bumi dan E- Eros ................................................................... 34 Gambar 2- 18 Efek projeksi kedudukan asteroid pada bola langit relatif terhadap bintang latar belakang. ................................................................................................................... 35 Daftar Tabel Tabel 2- 1 Jarak wahana dan anomali benar untuk berbagai saat pengamatan .................. 7 Tabel 2- 2 Posisi koordinat polar objek pada tahun 1960 ................................................. 18 Tabel 2- 3 Posisi kartesis objek pada tahun 1960 ............................................................. 18 Tabel 2- 4 Eleman orbit objek ....................................................................................... 19 Tabel 2- 5 Informasi tentang bintang ganda visual ADS 1733 ........................................ 30 Tabel 2- 6 Iterasi untuk mencari paralak, magnitude absolut bolometric dan massa bintang berdua ADS 1733. Proses dihentikan ketika presesi relative dicapai pada decimal kedua. ................................................................................................................................ 31 Tabel 2- 7 Informasi tentang bintang ganda visual Centauri, Cas dan Hyd......... 37 Daftar Index Anomali benar, 2, 10, 52 Anomali eksentrik, 2 Anomali rata-rata, 2 bola langit, 51 deret Fourier, 4 eksentrisitas, 1, 4, 9, 53 elemen orientasi, 1 elemen dinamik, 1 elemen geometri, 1 Eros, 47, 48, 49, 57 Greenwich Mean Time, 32 hukum Kepler III, 2, 4, 9, 18, 25, 29 Julian day, 32 Julian Day Ephemeris, 32 kalender Gregorian, 33, 36 FMIPA-ITB konstanta Gauss, 3, 32, 52 koordinat ekuatorial geosentrik, 13, 57 koordinat ekuatorial heliosentrik, 12, 13 latitude, 14, 15, 50 longitude, 14, 15, 50 magnitudo bolometrik, 42 Newton-Raphson, 5, 7, 55 orbit parabola, 30, 40, 54, 55, 56, 57 persamaan Kepler, 25 persamaan Baker, 31, 52 persamaan Kepler, 4, 5, 7, 28, 56 radius vektor, 2, 9, 22, 24 rumus Napier, 20, 57 two-body problem, 42 Page 2- 40