Wira Indra Satya : Isu Gender…..... GENDER DAN PERANNYA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN BAGI ANAK DALAM PANDANGAN ISLAM Wira Indra Satya [email protected] Lector kepala, Universitas Terbuka Jakarta Abstract : Gender is a socio cultural phenomenon, gender as a social cultural issues, gender as a concept for analysis, guiender as a perspective for looking at reality. In line with the times, women today, especially those who live in big cities tend to play doubles even multi-functional because they've got the widest possible opportunity to develop themselves so that the position and important work in the community is no longer monopolized by men. Of course it will have an impact on the joints of social life, both positive and negative. And the mother's career can also take on the role of education as high, fill available jobs, pushing her career and led her children become educated and strong man physically. Abstrak : Gender merupakan suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. Sejalan dengan perkembangan zaman, kaum wanita dewasa ini khususnya mereka yang tinggal di kota-kota besar cenderung untuk berperan ganda bahkan ada yang multi fungsional karena mereka telah mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan diri sehingga jabatan dan pekerjaan penting di dalam masyarakat tidak lagi dimonopoli oleh kaum laki-laki. Sudah tentu hal itu akan berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan sosial, baik positif maupun negatif. Dan ibu karir dapat juga mengambil peran untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, mengisi lapangan kerja yang tersedia, mendorong karir suaminya serta menuntun anak-anaknya menjadi manusia yang terdidik dan kuat secara fisik. Kata Kunci : Gender, Ibu Karir, Kualitas, dan Pendidikan Pendahuluan Isu gender dalam kehidupan sosial masyarakat terus-menerus diperdebatkan, sayangnya sampai saat ini belum tampak hasil yang positif bagi jalan keluar dari persoalan kesetaraan tersebut, sehingga menjadi benang kusut tanpa solusi ideal dalam memberikan hak-hak pada jenis kelamin tertentu, terutama kesetaraan pada hak-hak kaum wanita antara memilih dan membina karir di dunia kerja dengan kewajiban sebagai ibu rumah-tangga yang mulia. Paradoks dalam memberikan hak-hak kaum wanita, adalah ketika mereka mengandung dan pada masa menyusui, serta pengabdian dan kesiapannya untuk masa asuh bagi anak-anak titipan sang pencipta untuk dididik dan dibentuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada allah SWT. Seiring dengan itu, sebagai wanita yang bekerja di Pemerintahan maupun pada perusahaan milik negara dan swasta mereka juga 97 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... dituntut untuk mematuhi peraturan kepegawaian yang berlaku, terutama dalam hal kehadiran dan pencapaian target-target kinerjanya1. Wakil presiden Yusuf kalla sempat melontarkan ide untuk mengurangi 2 dua jam kerja bagi para ibu rumah tangga, agar mereka memilki waktu yang cukup bagi keluarganya. Persoalan yang dihadapi oleh ibu karir tersebut tidak berhenti sampai disitu, pola asuh bagi anak-anak yang mereka lahirkan, terutama pada masa usia dini merupakan persoalan serius untuk dipikirkan bersama. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa usia dini merupakan fase penting bagi terbentuknya masa depan generasi berikutnya. Masalahnya tidak akan menjadi rumit, apabila terjadi pada sedikit anak-anak yang ibunya bekerja, teapi jika hal ini terjadi secara massif tentunya akan mempengaruhi pertahanan dan ketahanan bangsa di masa depan, kenapa demikian; jawabannya adalah sesungguhnya pada saat ini Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 250 juta lebih, memiliki struktur penduduk dengan pola Piramida populasi (population pyramid) yang menggambarkan jumlah populasi penduduk lebih besar berada pada usia 0-15 tahun, yaitu sebanyak lebih kurang 89 juta jiwa, itu berarti hampir sepertiga dari jumlah total penduduk Indonesia2. Menyadari hal tersebut di atas Indonesia mencanangkan program-program untuk mempersiapkan generasi emas dalam menyongsong 100 tahun usia kemerdekaan Republik ini, yaitu dengan memberikan kesadaran bagi seluruh instansi pemerintahan bahwa sesungguhnya kita memiliki modal sekaligus tantangan dalam mempersiapkan generasi emas tersebut, yaitu dengan mengarahkan program-program pembangunan sumber daya manusia, diharapkan peluang pada aspek demograhic divident dalam segmen usia dini yang sangat besar tersebut dapat dijadikan peluang bagi terbentuknya generasi-genrasi tangguh pada semua sektor pembangunan nasional, terutama dalam aspek pengembangan ilmu dan teknologi dan lahirnya pemimpin-pemimpin tangguh, bukan sebaliknya modal atau capital pada besarnya populasi penduduk usia muda tersebut justru menjadi bumerang bagi terciptanya bencana penduduk ( Demographic disorder). Pengertian Gender Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara lakilaki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini persoalan Gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif pria sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum laki-laki. Ada beberapa fenomena 1 Jusuf Irianto, Perempuan dalam Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jurnal Gender Vol .7 No.1 Tahun 2010), h. 17 2 Zulhaq Khomeini Siahaan, Analisis Sikap Terhadap Perempuan Sebagai Manajer: Studi Empiris Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Di Yogyakarta Zulhaq Khomeini Siahaan, Jurnal Gender Vol .7 No.1 Tahun 2010 98 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... yang sering kali muncul pada persoalan Gender3. Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku4. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.5 Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain6 . Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegaskan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. Engels (dalam fakih,) menjelaskan perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, melalui proses sosialisasi, penguatan, dan konstruksi sosial, kultural dan keagamaan, bahkan melalui kekuasaan negara. Oleh karena melalui proses yang begitu panjang itulah, maka lama-kelamaan perbedaan gender antara lakilaki dan perempuan menjadi seolah-olah ketentuan Tuhan atau kodrat yang tidak dapat diubah lagi7. Teori fungsionalis kontemporer memusatkan pada isu-isu mengenai stabilitas sosial dan harmonis. Perubahan sosial dilukiskan sebagai evolusi alamiah yang merupakan respons terhadap ketidakseimbangan antar fungsi sosial dengan struktur peran-peran sosial. Perubahan sosial secara cepat dianggap perubahan disfungsional. Hilary M. Lips dan S. A. Shield membedakan teori strukturalis dan teori fungsionalis. Teori strukturalis condong ke sosiologi, sedangkan teori fungsionalis lebih condong ke psikologis namun keduanya mempunyai kesimpulan yang sama8. Dalam teori itu, hubungan antara laki-laki dan perempuan lebih merupakan kelestarian, keharmonisan daripada bentuk persaingan (Talcott Parson dan Robert Bales). Sistem nilai senantiasa 3 Ruth Niken Setyaningtyas, Perbandingan Kemajuan Karir Antara Manajer Wanita Dan Manajer Pria Di Indonesia. Jurnal Gender Vol .7 No.1 Tahun 2010 4 John M. Echols, Theoretical Perspectives on Sex Gender, (Universitas Michigan, Mayfield Publ, 1998), h. 256 5 Hilary M. Lips, Sex & Gender: An Introduction , (Universitas Michigan, Mayfield Publ, 1993), h. 53 6 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010), h. 56 7 Ibid h. 67 8 Hilary M. Lips, Sex & Gender……..h.153 99 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... bekerja dan berfungsi untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat, misalnya laki-laki sebagi pemburu dan perempuan sebagai peramu. Perempuan dengan fungsi reproduksinya menuntut untuk berada pada peran domestik. Sedangkan laki-laki pemegang peran publik. Dalam masyarakat seperti itu, stratifikasi peran gender ditentukan oleh jenis kelamin (sex)9. Kritik terhadap aliran tersebut bahwa struktur keluarga kecil yang menjadi ciri khas keluarga modern menyebabkan perubahan dalam masyarakat. Jika dulu tugas dan tanggung jawab keluarga besar dipikul bersama-sama, dewasa ini fungsi tersebut tidak selalu dapat dilakukan. Sedangkan teori konflik diidentikkan dengan teori marxis karena bersumber pada tulisan dan pikiran Karl Marx. Menurut teori itu, perubahan sosial, terjadi melalui proses dialektika. Teori itu berasumsi bahwa dalam susunan masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Berdasarkan pendapat-pendapat pakar tersebut di atas pengertian gender haruslah dilihat dari aspek-aspek peran kemanusiaan dari masing-masing jenis kelamin tersebut; tidaklah rasional dan realistis jika hanya karena alasan kesetaraan gender lantas perempuan ingin melakukan apapun yang dapat dilakukan kaum laki-laki, tidak juga kemudian karena alasan kesetaraan gender itu lantas kaum perempuan ingin menafikan kodrat yang telah ditetapkan oleh penciptanya. Oleh sebab itu kita ingin mengulas dan megkaji peran-peran kaum wanita yang menuntut kesetaraan gender tersebut dalam berbagai aspek kajian, terutama dalam aspek sosiologis, agamis dan juga fakta-fakta empiris yang menjadi kendala dan gap antara tuntutan dan kenyataan yang terjadi di lapangan kehidupan nyata. Gender dalam tinjauan Sosiologi Teori fungsionalis kontemporer memusatkan pada isu-isu mengenai stabilitas sosial dan harmonis. Perubahan sosial dilukiskan sebagai evolusi alamiah yang merupakan respons terhadap ketidakseimbangan antar fungsi sosial dengan struktur peran-peran sosial. Perubahan sosial secara cepat dianggap perubahan disfungsional. Hilary M. Lips dan S. A. Shield membedakan teori strukturalis dan teori fungsionalis10. Teori strukturalis condong ke sosiologi, sedangkan teori fungsionalis lebih condong ke psikologis namun keduanya mempunyai kesimpulan yang sama. Dalam teori itu, hubungan antara laki-laki dan perempuan lebih merupakan kelestarian, keharmonisan daripada bentuk persaingan (Talcott Parson dan Robert Bales). Sistem nilai senantiasa bekerja dan berfungsi untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat, misalnya laki-laki sebagai pemburu dan perempuan sebagai peramu. Perempuan dengan fungsi reproduksinya menuntut untuk berada pada peran domestik. Sedangkan laki-laki pemegang peran publik. Dalam masyarakat seperti itu, stratifikasi peran gender ditentukan oleh jenis kelamin (sex). Sedangkan teori konflik diidentikkan dengan teori marxis karena bersumber pada tulisan dan pikiran Karl Marx. Menurut teori itu, perubahan sosial, terjadi melalui proses dialektika. Teori itu berasumsi bahwa dalam susunan masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling 9 UNDP, Governance For Sustanable Human Development, A UNDP Policy Document, (New York: UNDP. 1997), h. 2 10 Hilary M. Lips, Sex & Gender……..h. 89 100 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Friedrich Engels, melengkapi pendapat Marx bahwa perbedaan dan ketimpangan Gender tidak disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin (biologis), akan tetapi merupakan divine creation. Engels memandang masyarakat primitiv lebih bersikap egaliter karena ketika itu belum dikenal adanya surplus penghasilan. Mereka hidup secara nomaden sehingga belum dikenal adanya pemilikan secara pribadi. Rumah tangga dibangun atas peran komunitas. Perempuan memiliki peran dan kontribusi yang sama dengan laki-laki. Menurut Marxisme, penindasan perempuan dalam dunia kapitalis karena mendatangkan keuntungan. Pertama, eksploitasi wanita dalam rumah tangga akan meningkatkan produksi kerja laki-laki di pabrik-pabrik. Kedua, perempuan yang terlibat peran produksi menjadi buruh murah, memungkinkan dapat menekan biaya produksi, sehingga perusahaan lebih diuntungkan. Ketiga, masuknya perempuan sebagai buruh murah dan mengkondisikan buruh-buruh cadangan akan memperkuat posisi tawar pihak kapitalis, mengancam solidaritas kaum buruh. Ketiga, hal tersebut dapat mempercepat akumulasi kapital bagi kapitalis11 (Mansour Fakih,). Sedangkan Dahrendarf dan Randall Collins tidak sepenuhnya sependapat dengan Marx dan Engels. Menurutnya konflik tidak hanya terjadi pada perjuangan pekerja kepada pemilik modal, tetapi juga disebabkan oleh faktor kesenjangan antara anak dan orang tua, istri dengan suami, yunior dengan senior dan sebagainya. Dalam teori dan paradigma konflik peran gender, sosialisasi yang berlebihan dalam hal norma-norma maskulin, di tengah lingkungan yang seksis dan patrichitlah yang berperan dalam hal peran gender, diskriminasi terhadap wanita serta timbulnya sisi gelap perilaku yang di kaitkan dengan maskulin seperti kekerasan terhadap wanita, perkosaan, pelecehan seksual dan lain-lain. Konflik peran gender merupakan implikasi dari permasalahan-permasalahan kognitif, emosional, ketidak sadaran atau perilaku yang disebabkan oleh peran-peran gender yang dipelajari pada masyarakat yang seksis dan patriarchal. Teori pemilahan laki-laki dan Perempuan Teori alamiah ( nature theory ) Teori ini mengemukakan bahwa secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda. Perbedaan ini menghasilakn perbedaan perlakuan dan menghasilakan sistem nilai partiarkhi. Kodrat fisik yang berbeda ini berpengaruh pada kondisi psikis laki-laki dan perempuan. Laki-laki di asumsikan lebih kuat dari perempuan sehingga menciptakan perbedaan keberadaan dan kedudukan. - Teori kebudayaan ( nurture theory ) Teori ini mengemukakan bahwa faktor biologis tidak menyebabkan keunggulan laki-laki terhadap perempuan. Menurut teori ini terdapat usaha dari masyarakat untuk menbagi dua golongan manusia dalam peranan sosial mereka dan merupakan suatu tindakan politik yang di rencanakan dimana golongan yang lebih kuat melihat keunggulan alamiahnya sebagai faktor penting. Teori fungsional struktural 11 Mansour Fakih, Analisis Gender ……h.56 101 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... - - Teori ini memiliki pandangan bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkait dimana masing-masing bagian itu akan secara terus-menerus mencapai keseimbangan dan keharmonisan. Keluarga merupakan harmoni dan bagian terpenting dalam memberikan ketenangan dalam kehidupan bermasyarakat. Teori sosiobiologis Teori ini menemukakan bahwa faktor biologis maupun faktor sosio-budaya adalah perlu untuk menjelaskan semua aspek perilaku peranan jenis kelamin. Laki-laki dominan secara politik dalam masyarakat karena predisposisi biologis bawaan mereka dan laki-laki secara alamiah cenderung membentuk ikatan-ikatan sosial yang erat antara yang satu dengan yang lain sebagai bentuk strategi untuk mempertahankan diri dan kelompok. Teori materialistis Teori ini mengemukakan bahwa dalam evolusi sosial-budaya penurunan status kaum perempuan mempunyai korelasi denagn perkembangan produksi untuk tukar menukar dan harta milik pribadi. Maka terjadilah pembagian kerja dengan pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh perempuan pekerjaan produksi yang lebih besar dilakukan oleh laki-laki sehingga terciptalah kondisi yang memungkinkan kaum perempuan tergantung pada kaum laki-laki. Dampak Positif dan Negatif Wanita Karir Di masa lampau, wanita masih sangat terikat dengan nilai-nilai tradisional yang mengakar di tengah-tengah masyarakat. Sehingga jika ada wanita yang berkarir untuk mengembangkan keahliannya di luar rumah, maka mereka dianggap telah melanggar tradisi sehingga mereka dikucilkan dari pergaulan masyarakat dan lingkungannya. Dengan demikian mereka kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri di tengah-tengah masyarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman, kaum wanita dewasa ini khususnya mereka yang tinggal di kota-kota besar cenderung untuk berperan ganda bahkan ada yang multi fungsional karena mereka telah mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan diri sehingga jabatan dan pekerjaan penting di dalam masyarakat tidak lagi dimonopoli oleh kaum laki-laki. Sudah tentu hal itu akan berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan sosial, baik positif maupun negatif. Dampak Positif Diungkapkan oleh Abdullah Wakil bahwa kemudahan-kemudahan yang didapat wanita dalam melakukan tugas rumah tangga, telah menciptakan peluang bagi mereka untuk leluasa mencari kesibukan diluar rumah, sesuai dengan bidang keahliannya supaya dapat mengaktualisasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat sebagai wanita yang aktif berkarya. 1 ) Peningkatan Sumber Daya Manusia Kemajuan teknologi di segala bidang kehidupan menuntut sumber daya manusia yang potensial untuk menjalankan teknologi tersebut. Bukan hanya pria bahkan wanitapun dituntut untuk bisa dapat mengimbangi perkembangan teknologi yang makin kian pesat. Jenjang pendidikan yang tiada batas bagi wanita telah menjadikan mereka sebagai 102 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... sumber daya potensial yang diharapkan dapat mampu berpartisipasi dan berperan aktif dalam pembangunan, serta dapat berguna bagi masyarakat, agama, nusa dan bangsanya. 2 ) Percaya Diri dan Lebih Merawat Penampilan Biasanya seorang wanita yang tidak aktif di luar rumah akan malas untuk berhias diri, karena ia merasa tidak diperhatikan dan kurang bermanfaat. Dengan berkarir, maka wanita merasa dibutuhkan dalam masyarakat sehingga timbullah kepercayaan diri. Wanita karir akan berusaha untuk memercantik diri dan penampilannya agar selalu enak dipandang. Tentu hal ini akan menjadikan kebanggaan tersendiri bagi suaminya, yang melihat istrinya tampil prima di depan para relasinya. Jika dibandingkan dengan dampak negatif yang ditimbulkan, tentunya para wanita karir haruslah mempertimbangkan apakah manfaat yang ditimbulkan bagi bangsa dan Negara akan lebih besar apabila mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar jika dibandingkan apabila mereka lebih mengutamakan dan memprioritaskan waktu dan perhatiannya untuk keluarganya. Dampak Negatif Selain dampak positif menjadi wanita karir juga memiliki dampak negatif, diantaranya yaitu: - Terhadap Anak Seorang wanita karir biasanya pulang ke rumah dalam keadaan lelah setelah seharian bekerja di luar rumah, hal ini secara psikologis akan berpengaruh terhadap tingkat kesabaran yang dimilikinya, baik dalam menghadapi pekerjaan rumah tangga seharihari, maupun dalam menghadapi anak-anaknya. Jika hal itu terjadi maka sang Ibu akan mudah marah dan berkurang rasa pedulinya terhadap anak12. Survei yang dilakukan di negara-negara Barat menunjukkan bahwa banyak anak kecil yang menjadi korban kekerasan orangtua yang seharusnya tidak terjadi apabila mereka memiliki kesabaran yang cukup dalam mendidik anak. Berdasarkan data yang diperoleh dalam tindakan kekerasan terhadap anak (Child Abuse) setiap tahun cenderung meningkat seperti dilansir oleh KPAI bahwa pada tahun 1994 terdapat 172 kasus kemudian di tahun 1995 meningkat menjadi 421 kasus dan tahun 1996 menjadi 476 kasus13. Hal lain yang lebih berbahaya adalah terjerumusnya anak-anak kepada hal yang negatif, seperti hubungan seks bebas pada usia dini, dan tindak kriminal yang dilakukan sebagai akibat dari kurangnya kasih sayang yang diberikan orangtua, khususnya Ibu terhadap anak-anaknya. Selain itu, pendidikan anak juga akan terganggu dikarenakan kurangnya pendampingan orangtua terhadap prestasi belajar anak tersebut. Orangtua terutama ibu yang sibuk mungkin hanya datang ke sekolah untuk mengambil rapor tapi tidak mampu untuk mendampingi keseharian anaknya dalam belajar. Ini dapat mempengaruhi prestasi anak yang cenderung menurun. - Terhadap Suami 12 Sunarto Kolom, Gatra Nomor 41 Beredar Kamis, 23 Agustus 2007 Riant Nugroho, Gender & Administrasi Publik (SK ttg kualitas kesetaraan gender dlm AP INA pasca reformasi (1998-2002), 2002:23 103 13 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... Di kalangan para suami, wanita karir dapat menjadi suatu kebanggaan karena mereka memiliki istri yang pandai, aktif, kreatif, dan maju serta dibutuhkan masyarakat, Namun dilain sisi mereka mempunyai problem yang rumit dengan istrinya. Mereka juga akan merasa tersaingi dan tidak terpenuhi hak-haknya sebagai suami. Sebagai contoh, apabila suatu saat seorang suami memiliki masalah di kantor, tentunya ia mengharapkan seseorang yang dapat berbagi masalah dengannya, atau setidaknya ia berharap istrinya akan menyambutnya dengan wajah berseri sehingga berkuranglah beban yang ada. Hal ini tak akan terwujud apabila sang istri pun mengalami hal yang sama. Jangankan untuk mengatasi masalah suaminya, sedangkan masalahnya sendiripun belum tentu dapat diselesaikannya. Apabila seorang istri tenggelam dalam karirnya, pulang sangat letih, sementara suaminya di kantor tengah menghadapi masalah dan ingin menemukan istri di dalam rumah dalam keadaan segar dan memancarkan senyuman kemesraan, tetapi yang ia dapatkan hanyalah istri yang cemberut karena kelelahan. Ini akan menjadi masalah yang runyam dalam keluarga. Kebanyakan suami yang istrinya berkarir merasa sedih dan sakit hati, serta kesepian apabila istrinya yang berkarir tidak ada di tengah-tengah keluarganya pada saat keluarganya membutuhkan kehadiran mereka. Juga ada keresahan pada diri suami, khususnya pasangan-pasangan usia muda karena mereka selalu menunda kehamilan dan menolak untuk memiliki anak dengan alasan takut mengganggu karir yang tengah dirintis olehnya. - Terhadap Rumah Tangga Kemungkinan negatif lainnya yang perlu mendapat perhatian dari wanita karir yaitu rumah tangga. Kegagalan rumah tangga seringkali dikaitkan dengan kelalaian seorang istri dalam rumah tangga. Hal ini bisa terjadi apabila istri tidak memiliki keterampilan dalam mengurus rumah tangga, atau juga terlalu sibuk dalam berkarir, sehingga segala urusan rumah tangga terbengkalai. Untuk mencapai keberhasilan karirnya, seringkali wanita menomorduakan tugas sebagai ibu dan istri. Dengan demikian pertengkaran bahkan perpecahan dalam rumah tangga tidak bisa dihindarkan lagi. Gender dalam Tinjauan Islam Dalam klasifikasi ayat-ayat Al-Qur‟an, sebanyak 62 surat dan 72 ayat kata-kata wanita/perempuan tersebar. Malah Allah secara spesifik menjadikan Surat dalam AlQur‟an dengan nama An-Nisa‟ (Perempuan). Begitu mulianya perempuan dalam pandangan Islam. Dan beberapa ayat mencakup kesetaraan amal ibadah, pahala dan syurga kepada laki-laki dan perempuan. Seperti dalam surat Ar-Ra‟d ayat 23 dan surat An-Nahl ayat 97. 14 Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman. Begitupun 14 Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. 104 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... dengan ayat-ayat yang lain, karena pada dasarnya apapun pekerjaan kita di dunia, tiada lain untuk ibadah mencari keridhaan Allah. Sehingga tujuan akhir kita adalah sama yakni ketaqwaan kepada-Nya. Lalu bagaimana seharusnya wanita berkarier diantara tugas-tugas mengemban rumah tangga. Tanggung jawab mereka atas suami dan anak? Apa sebenarnya wanita karier itu? Wanita karier adalah wanita yang serius mendalami pekerjaannya. Dan wanita karier tidak hanya pada zaman-zaman sekarang. Pada masa Rasulullah Siti Khadijah AS istri beliau adalah disebut wanita karier. Namun kariernya Khadijah beda dengan kita-kita saat ini, beliau menjalankan bisnis dari rumah dan artinya tetap bisa menjaga keseimbangan “ekosistem” keluarga. Dengan alasan ekonomi terkadang sebagian perempuan mengambil langkah karier di luar rumah itulah yang menjadi motivasi wanita15, sehingga terkesan mengedepankan ego pribadi yang tidak puas dengan penghasilan laki-laki. Ekonomi memang merupakan kebutuhan dasar setiap manusia secara universal. Akan tetapi semua tahu bahwa ekonomi bukanlah satu-satunya tujuan kita hidup di dunia ini. Dan pada kenyataannya ekonomi hanyalah sarana untuk menopang sisi-sisi kehidupan yang lain. Berbeda dengan keluarga adalah tiang utama kehidupan. Karena adanya keluarga, orang bisa bekerja apa saja untuk menghidupi keluarga. Namun seperti yang saya sampaikan di atas, menghidupi keluarga tidak cukup dengan uang saja, akan tetapi dengan akhlak dan contoh-contoh yang baik sehari-hari dari kedua orang tua mereka dan lingkungannya. Tidak akan beguna kekayaan, jika kehidupan keluarga kita jauh dari agama. Keluarga adalah sebuah komunitas, peradaban dan budaya dibangun. Akan tetapi kekompakan kolektif (bapak dan ibu) tidak dapat terbangun tanpa adanya kekuatan individu pada anggota keluarga dan masyarakat. Disinilah peran pilar utama keluarga, ayah dan ibu mutlak diperlukan. Wanita selalu identik dengan keindahan, kelembutan dan mungkin kelemahan. Sifat-sifat ini terlihat jelas dari bentuk penciptaan fisiknya oleh Allah serta gerak dan suara mereka. Maka tak jarang identitas gen (gender) tersebut sering dijadikan „amunisi‟ utama distinguis laki-laki dan perempuan. Wanita karier berpikir, mereka kerja berangkat dari rumah pukul 06.00 dan kembali ke rumah pukul 16.00. anda bisa bayangkan bagaimana lelah dan capeknya setiba di rumah. Dalam keadaan seperti itu, dan adat ketimuran kita, mereka para wanita masih punya pekerjaan yang menanti, yakni masak dan melayani suami malam harinya. Mau-tidak mau, dengan bahasa setengah menolak, “bahwa itu adalah sebuah resiko” dari seorang wanita. Lalu berhubungan suami istri dalam keadaan salah satu tidak 15 Kajian The University of State of New York (dalam Killian, 1971: 29) menyatakan bahwa motivasi wanita bekerja adalah; (1) wanita menilai tinggi terhadap prestasi kepakaran dan berusaha memilih pekerjaan yang sesuai dengan kepakarannya; (2) wanita mencari pekerjaan untuk memenuhi keperluan sosialnya, untuk menghilangkan kebosanan dan melegakan kepenatan kerja rumah tangga; (3) wanita segan dengan pekerjaan yang ada hubungannya dengan pengurusan kepemimpinan, yang mementingkan diri, atau kegiatan pengorganisasian; dan (4) wanita kurang tertarik bekerja dengan alasan ekonomi, karena ia bekerja hanya sampingan, yaitu, menambah gaji suaminya; kecuali wanita dari golongan ekonomi lemah atau golongan rendah pendidikannya maka kerja adalah menjadi sasaran utamanya. 105 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... begitu fit tenaga terporsir bagaimana? Yang jelas Allah menjadikan wanita dan pria tentu berbeda dari segi fisik dan tenaga. Dan tidak jarang awal petaka rumah tangga dari sini. Jika dipersentase angka perceraian lebih banyak terjadi, karena pasangan terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Hal ini terjadi, tanpa mereka sadari karena „pelayanan‟ yang tidak memuaskan akibat capek kerja seharian, dan keterpaksaan dengan alasan resiko sebagai seorang istri. Menolak salah menerima juga tambah parah. Lalu bagaimana dampak/pengaruh terhadap keluarga? Tentu dalam melihat pengaruh kita tidak serta merta melihat dari dampak negatif (buruknya), namun juga dampak baik terhadap keluarga tentu saja ada sesuai sabda Rasulullah saw. Dari Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan kekuasaan mereka kepada seorang perempuan." ( HR. Bukhari ). Hadits di atas merupakan landasan dari beberapa ulama‟ yang melarang wanita untuk menjadi khalifah atau pemimpin suatu negara. Hal ini pulalah yang telah mengakibatkan beberapa pemikir-pemikir yang berasal dari barat untuk menyerang Islam lewat isu gender. Menurut pandangan penulis, perempuan yang dimaksud oleh Rasulullah SAW merupakan sifat seorang perempuan pada umumnya ketika Nabi SAW masih hidup. Perempuan yang disebut dalam hadits ini merupakan gambaran kelemahan dan ketergantungan seorang perempuan terhadap laki-laki. Hal inilah yang mengakibatkan Rasulullah SAW mengatakan bahwa tidak akan bahagia suatu kaum yang di pimpin oleh seorang perempuan yang tergantung terhadap laki-laki. Berdasarkan fakta empirik seorang pemimpin Inggris sekaliber Margaret Nah, yang digelari Iron woman tetap saja mengidolakan President amerika Clinton, sehingga kebijakan politik luar negeri mengekor kepada keputusan sang President amerika tersebut. Tetapi dalam makalah ini saya tidak terlalu membicarakan tentang kepemimpinan seorang perempuan dalam Islam, tapi peranan seorang perempuan yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum lelaki dalam persoalan amaliyah dan sosial kemasyarakatan. Isu gender dalam perspektif Islam merupakan isu yang menarik dibicarakan di kalangan akademisi, karena banyak hal yang dapat kita gali dan kita pelajari untuk lebih mengetahui nilai-nilai serta kandungan di balik isu yang berkembang tersebut lewat kacamata Al-Qur‟anul Karim dan hadits Nabi Muhammad SAW. Ketika isu gender di angkat, yang timbul dalam benak kita adalah diskriminasi terhadap wanita dan penghilangan hak-hak terhadap mereka. Gender yang telah diperjuangkan oleh beberapa kalangan, baik dari kalangan akademisi atau dari kalangan yang menganggap bahwa Islam adalah agama yang memicu kehadiran isu gender tersebut di dunia ini. Tentunya para orientalis yang berbasis misionarisme ini ingin mendiskreditkan umat Islam dengan mengangkat isu ini dalam berbagai tulisan dan buku atau artikel-artikel yang menyudutkan dan memberikan opini secara sepihak tentang islam dan gender. Islam tidak membedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada anatomi manusia, hak dan kewajiban itu selalu sama di mata Islam bagi kedua anatomi yang berbeda tersebut. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi siapun dan untuk siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka. Islam adalah agama yang telah membebaskan belenggu tirani perbudakan, persamaan hak dan tidak pernah mengedapankan dan menonjolkan salah satu komunitas anatomi saja. Islam hadir 106 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... sebagai agama yang menyebarkan kasih sayang bagi siapa saja. Rasulullah telah memberikan nasehat kepada para muslim agar menghormati dan menghargai perempuan seperti sabdanya : “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang terbaik di antara kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tak tahu budi”. ( HR. Abu Asakir ). Allah menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Kaum pria di berikan kelebihan oleh Allah subhanahu wata’ala baik fisik maupun mental atas kaum wanita sehingga pantas kaum pria sebagai pemimpin atas kaum wanita. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Kaum lelaki itu adalah sebagai pemimpin (pelindung) bagi kaum wanita.” (An Nisa‟: 35) Sehingga secara asal nafkah bagi keluarga itu tanggug jawab kaum lelaki. Asy syaikh Ibnu Baaz berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya, hingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya, mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya berarti ia menyia-nyiakan rumah berikut penghuninya. Hal tersebut berdampak terpecahnya keluarga baik hakiki maupun maknawi. (Khatharu Musyarakatil Mar‟ah lir Rijal fil Maidanil amal, hal. 5) Dalam perspektif Islam, semua yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kodratnya masingmasing. “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS. Al-Qamar: 49). Para pemikir Islam mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kudrat. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kudratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah SWT lebih menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah menganugerahkannya kepada laki-laki. Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang asal kejadian perempuan adalah firman Allah QS. An-Nisa‟ ayat 1 : ”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri (nafs) yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dalam ayat di atas yang dimaksud dengan nafs di sini menurut mayoritas ulama tafsir adalah Adam dan pasangannya adalah istrinya yaitu Siti Hawa. Pandangan ini kemudian telah melahirkan pandangan negatif kepada perempuan dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian laki-laki. Tanpa laki-laki perempuan tidak ada, dan bahkan tidak sedikit di antara mereka berpendapat bahwa perempuan (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk Adam. Kitab-kitab tafsir terdahulu hampir bersepakat mengartikan demikian. 107 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... Kalaupun pandangan di atas diterima yang mana asal kejadian Hawa dari rusuk Adam, maka harus diakui bahwa ini hanya terbatas pada Hawa saja, karena anak cucu mereka baik laki-laki maupun perempuan berasal dari perpaduan sperma dan ovum. Allah menegaskan hal ini dalam QS. Ali Imran: 195 : ”Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahankesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." Maksud dari sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain adalah sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya. Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak dapat disangkal karena memiliki kudrat masing-masing. Perbedaan tersebut paling tidak dari segi biologis. AlQuran mengingatkan: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. Ayat di atas mengisyaratkan perbedaan, dan bahwa masing-masing memiliki keistimewaan. Walaupun demikian, ayat ini tidak menjelaskan apa keistimewaan dan perbedaan itu. Namun dapat dipastikan bahwa perbedaan yang ada tentu mengakibatkan fungsi utama yang harus mereka emban masing-masing. Di sisi lain dapat pula dipastikan tiada perbedaan dalam tingkat kecerdasan dan kemampuan berfikir antara kedua jenis kelamin itu. Al-Quran memuji ulul albab yaitu yang berzikir dan memikirkan tentang kejadian langit dan bumi. Zikir dan fikir dapat mengantar manusia mengetahui rahasia-rahasia alam raya. Ulul albab tidak terbatas pada kaum laki-laki saja, tetapi juga kaum perempuan, karena setelah Al-Quran menguraikan sifat-sifat ulul albab ditegaskannya bahwa “Maka Tuhan mereka mengabulkan permintaan mereka dengan berfirman; “Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan”. (QS. Ali Imran: 195). Ini berarti bahwa kaum perempuan sejajar dengan laki-laki dalam potensi intelektualnya, mereka juga dapat berpikir, mempelajari kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka pikirkan dari alam raya ini. Jenis laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah. Memang ada ayat yang menegaskan bahwa “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri)” (QS. An-Nisa‟: 34), namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi Al-Quran memerintahkan untuk tolong menolong antara laki-laki dan perempuan dan pada sisi lain Al-Quran memerintahkan 108 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... pula agar suami dan istri hendaknya mendiskusikan dan memusyawarahkan persoalan mereka bersama. Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan derajat tingkat yang lebih tinggi dari perempuan. Bahkan ada ayat yang mengisyaratkan tentang derajat tersebut yaitu firmanNYA, “Para istri mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma‟ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu derajat/tingkat atas mereka (para istri)” (QS. Al-Baqarah: 228). Kata derajat dalam ayat di atas menurut Imam Thabary adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa lakilaki bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena itu, lakilaki yang memiliki kemampuan material dianjurkan untuk menangguhkan perkawinan. Namun bila perkawinan telah terjalin dan penghasilan manusia tidak mencukupi kebutuhan keluarga, maka atas dasar anjuran tolong menolong yang dikemukakan di atas, istri hendaknya dapat membantu suaminya untuk menambah penghasilan. Jika demikian halnya, maka pada hakikatnya hubungan suami dan istri, lakilaki dan perempuan adalah hubungan kemitraan. Dari sini dapat dimengerti mengapa ayat-ayat Al-Quran menggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan, suami dan istri sebagai hubungan yang saling menyempurnakan yang tidak dapat terpenuhi kecuali atas dasar kemitraan. Hal ini diungkapkan Al-Quran dengan istilah ba‟dhukum mim ba‟dhi – sebagian kamu (laki-laki) adalah sebahagian dari yang lain (perempuan). Istilah ini atau semacamnya dikemukakan kitab suci Al-Quran baik dalam konteks uraiannya tentang asal kejadian laki-laki dan perempuan (QS. Ali Imran: 195), maupun dalam konteks hubungan suami istri (QS. An-Nisa‟: 21) serta kegiatan-kegiatan sosial (QS. At-Taubah: 71). Kemitraan dalam hubungan suami istri dinyatakan dalam hubungan timbal balik: “Istri-istri kamu adalah pakaian untuk kamu (para suami) dan kamu adalah pakaian untuk mereka” (QS. Al-Baqarah: 187), sedang dalam keadaan sosial digariskan: “Orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan yang ma‟ruf) dan mencegah yang munkar” (QS. At-Taubah: 71).Pengertian menyuruh mengerjakan yang ma‟ruf mencakup segi perbaikan dalam kehidupan, termasuk memberi nasehat/saran kepada penguasa, sehingga dengan demikian, setiap laki-laki dan perempuan hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar mampu menjalankan fungsi tersebut atas dasar pengetahuan yang mantap. Mengingkari pesan ayat ini, bukan saja mengabaikan setengah potensi masyarakat, tetapi juga mengabaikan petunjuk kitab suci. Teori dan konsep Gender memang mudah nampaknya, namun aplikasinya bukan perkara gampang, butuh proses dan dukungan penuh serta partisipasi langsung dari masyarakat dunia, jika Gender memang menjadi pilihan utama untuk menyeimbangkan peran-peran individu dalam masyarakat global. Berpijak pada kasus diatas sebagai contoh paling mutakhir kesetaraan gender belum berjalan optimal di tengah-tengah masyarakat”Indonesia”, betapa indahnya gagasan ini jika telah berjalan optimal, tentu akan berimbas positif pada pembangunan mental individu-individu, elemen terpenting bangsa Indonesia. Di mulai dari lingkup diri pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan dunia. Menurut penulis persoalannya bukan semata ditinjau dari hak-hak gender 109 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... semata, tetapi juga harus dilihat dari sisi kewajiban yang melekat pada peran gender secara proporsional, jangan menjadi terbalik dan justru menyimpang dari kodratnya, ada beberapa pilihan yang sangat strategis bagi wanita untuk memperoleh hak-hak gender mereka , yaitu : mereka harus menyelesaikan pendidikannya setinggi-tingginya dan membina karir secara maksimal, dengan konsekuensi mereka akan mengabaikan kewajibannya sebagai ibu di rumahnya, mengabaikan hak-hak anak dan suaminya. Sehingga mengakibatkan dampak negatif bagi rumah tangga, masyarakat dan akhirnya bermuara pada lemahnya daya tahan kehidupan bernegara dan bangsa. mereka tetap mengambil peran untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, tetapi tidak mengambil peran di luar untuk mengisi lapangan kerja yang tersedia, dan memberi kesempatan lebih besar bagi laki-laki untuk bekerja, sementara mereka hanya mengisi waktunya untuk mendorong karir suami dan menuntun anak-anaknya menjadi manusia yang terdidik dan kuat secara fisik, selanjutnya mereka tetap memilih dan mengambil kesempatan untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, tetapi tetap memberdayakan dirinya sesuai keahliaanya dan sebagai pengejewantahan dari eksistensinya, namun secara sadar tetap membatasi dirinya pada tugas-tugas dan bidang pekerjaan yang mereka pilih melalui perencanaan matang agar tidak mengeksploitasi energi, waktu, dan harmoni bagi keberadaannya sebagai wanita, dan ibu dari anak-anak, serta isteri yang sholehah bagi suaminya. maka seyogianya mereka dapat saja memutuskan memilih profesi sebagai; guru, dosen, dokter, notaris, dan konsultan bisnis maupun sebagai wirausaha, yang dapat mereka lakukan dalam paruh waktu tertentu. Jika keputusan ini diambil dengan kesadaran penuh untuk memberdayakan dirinya, tetapi tetap memuliakan perannya sebagai isteri dan ibu bagi anak-anaknya, jika demikian maka kita dapat meruntuhkan image keliru dari sebagian besar masyarakat yang menuntut kiprah perempuan di ruang publik secara tidak rasional dan berlebihan, ditambah dengan adanya ajaran agama yang dipahami secara parsial dan tidak kaffah. Dengan demikian perdebatan isu-isu gender tersebut tidak perlu dibenturkan dengan interpretasi agama yang tendensius, kebijakan umum, peraturan perundangundangan yang bias gender, dan sistem serta aparatur hukum yang diskriminatif yang terus-menerus ditanamkan pada benak masyarakat, yang justru harus diwaspadai jangan-jangan hal ini adalah skenario terselubung bagi hegemoni negara-negara adidaya untuk menguasai dan mengeksploitasi serta menguasai sumber daya manusia dan alam yang terdapat di negara-negara berkembang. Tuntutan kesetaraan yang keliru dan berlebihan justru akan mengaburkan hak-hak dan peran mulia dari kaum wanita itu sendiri, yang akhirnya dapat menghambat tercapainya upaya keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk memuliakan kaum wanita itu semakin menjadi sulit tercapai. Simpulan Ketimpangan peran gender sebagai suatu permasalahan, serta sisi gelap perilaku-perilaku yang di kaitkan dengan maskulin tidak bisa hanya didekati melalui perspektif perempuan saja, namun juga harus secara empati melihatnya dari sisi pria, artinya apakah dengan menyetarakan peran wanita dalam semua lini kehidupan dapat 110 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... menyelesaikan persoalan yang dihadapi Bangsa dan Negara. Selanjutnya kesetaraan yang diberikan dapat menjadikan harmonisasi hubungan antara anak-anak dengan ibunya, isteri dengan suami, serta meningkatnya ketahanan sistem sosial budaya masyarakat dan bangsa. Gender jangan diartikan sebagai persamaan hak semata, tetapi harus dipertimbangkan dalam berbagai aspek sosial budaya, apabila dalam suatu kesempatan mengisi lapangan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan memiliki kapasitas dan kemampuan yang setara, manajemen harus mempertimbangakan dan memutuskan dampak jika memilih yang wanita justru akan menciptakan pengangguran dan mengorbankan seorang laki-laki yang kelak akan bertanggung jawab terhadap kebutuhan hidup isteri dan masa depan anak-anaknya. Dan yang paling penting Pemerintah tidak boleh terjebak dengan titipan dan intervensi asing terhadap programprogram pembangunannya dengan membuat 30 persen harus diisi wanita, tanpa mempertimbangkan keharmonisan kehidupan keluarga, masyarakat, yang berujung pada lemahnya ketahanan sitem sosial budaya Bangsa dan Negara. Maka untuk itu Pemerintah dapat menyusun program gender yang komprehensif dengan kajian dari berbagai aspek diantaranya aspek sosiologis, hukum dan agama. Daftar Pustaka Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. 2001, Indikator Pembangunan Gender, Provinsi, dan Kabupaten Kota. Jakarta : Kementeriaan Pemberdayaan Perempuan. ___________. 2001. Panduan Perencanaan Berperspektif Gender. Jakarta: Kementeriaan Pemberdayaan Perempuan. Jakarta. ___________. 2001. Pengarusutamaan Gender Suatu Strategi dalam Pembangunan Jakarta : Kementeriaan Pemberdayaan Perempuan. Jakarta. 111 Wira Indra Satya : Isu Gender…..... ___________. 2001. Panduan Perencanaan Berperspektif Gender. Jakarta : Kementeriaan Pemberdayaan Perempuan. Jakarta. ___________. 2002. Panduan Gender dalam Perencanaan Partisipatif. Jakarta : Kementeriaan Pemberdayaan Perempuan. Diperbanyak oleh Bappenas Provinsi Jawa Timur. Irianto, Jusuf, Perempuan Dalam Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia Jurnal Gender Vol .7 No.1 Tahun 2010 John M. Echols, 1998, Theoretical Perspectives on Sex Gender , Universitas Michigan, Mayfield Publ. Hilary M. Lips, 1993, Sex & Gender: An Introduction Universitas Michigan, Mayfield Publ. Mansour Fakih, 2010, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Nugroho, Riant, gender & administrasi publik (SK tentang kualitas kesetaraan gender dalam Administrasi Publik Indonesia pasca reformasi (1998-2002)) Riant Nugroho, Gender & Administrasi Publik (SK ttg kualitas kesetaraan gender dlm AP INA pasca reformasi (1998-2002), 2002:23 Setyaningtyas, Ruth Niken, Perbandingan Kemajuan Karir Antara Manajer Wanita Dan Manajer Pria di Indonesia. Jurnal Gender Vol .7 No.1 Tahun 2010 Siahaan, Zulhaq Khomeini, Analisis Sikap Terhadap Perempuan Sebagai Manajer: Studi Empiris Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Di Yogyakarta Zulhaq Khomeini Siahaan Jurnal Gender Vol .7 No.1 Tahun 2010 Skrekatiat Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintah, Tata Pemerintah Yang Baik Dari Kita Untuk Kita. UNDP, 2000 Sunarto Kolom, Gatra Nomor 41 Beredar Kamis, 23 Agustus 2007 UNDP, 1997, Governance For Sustanable Human Development, A UNDP Policy Document, New York: UNDP 112