analisis kesesuaian syariah dalam penerbitan, pelaksanaan, dan

advertisement
 ANALISIS KESESUAIAN SYARIAH DALAM PENERBITAN, PELAKSANAAN, DAN
EVENTS OF DEFAULT DALAM INVESTASI SUKUK KORPORASI IJARAH
(STUDI KASUS PADA PT X)
Ahmad Adi P dan Evony Silvino V.
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian syariah dalam penerbitan, pelaksanaan,
dan kondisi default dalam investasi sukuk ijarah pada PT X, salah satu korporasi yang
menerbitkan ijarah di Indonesia. Kasus default pada sukuk ijarah PT X ini merupakan kasus
default pada sukuk pertama di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menjadikan Fatwa DSNMUI, Peraturan Bapepam-LK, dan tinjauan literatur terkait sebagai acuan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerbitan sukuk ijarah telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI dan
Peraturan Bapepam-LK. Akan tetapi, dalam masa pelaksanaan dan kebijakan yang diambil
pasca-default belum sesuai dengan beberapa prinsip syariah.
Kata kunci: sukuk, ijarah, default, prinsip syariah, Fatwa DSN-MUI, Peraturan Bapepam-LK
Sharia Compliance Analysis on the Issuance, Implementation, and Events of Default
Treatment for Ijarah Sukuk Investment: A Case Study on X Corp.
Abstract
This study aims to explain and analyze the sharia compliance of the issuance, execution, and
events of default default in the ijarah sukuk issued by X Corp., one of the corporation that issue
ijarah sukuk in Indonesia. Events of default in the X Corp. ijarah sukuk is the first ijarah sukuk
default case in Indonesia. This study was conducted through applying Fatwa DSN-MUI,
Peraturan Bapepam-LK, and related literature study review as a reference. The results suggested
that the ijarah sukuk issuance had been held in accordance to Fatwa DSN-MUI and Peraturan
Bapepam-LK. However, the implementation after issuance and post-default decision that taken
by corporation is had not been held in accordance with some Islamic principles.
Key Words: sukuk, ijarah, default, sharia principle, Fatwa DSN-MUI, Peraturan Bapepam-LK
Pendahuluan
Keuangan syariah meliputi banyak sektor, salah satunya adalah sukuk. Sukuk atau
dikenal dengan obligasi syariah pada dasarnya berbeda dengan obligasi konvensional. Dalam
obligasi konvensional, akad yang digunakan adalah akad utang-piutang, sedangkan dalam
obligasi syariah akad yang digunakan adalah investasi. Berdasarkan The Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) Sharia Standards No. 17
tentang Investasi Sukuk, definisi sukuk adalah “certificate of equal value representing undivided
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
shares in ownership of tangible assets, usufruct and services or (in the ownership of) the assets
of particular projects or special investment activity”. Obligasi syariah adalah sertifikat investasi
(bukti kepemilikan) atas suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial title) yang menjadi
underlying asset nya.
Menurut penilaian dari Global Islamic Finance Report tahun 2013, Indonesia menempati
peringkat kelima dalam negara yang memiliki potensi, dan kondusif dalam pengembangan
industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia, dan Saudi Arabia. Pasar dunia untuk sukuk saat
ini diperkirakan mencapai US$110 miliar. penerbitan sukuk dunia mengalami titik terendah di
tahun 2008. Penerbitan sukuk di tahun 2008 adalah sebesar US$24,264 miliar, menurun cukup
signifikan dibandingkan dengan penerbitan sebesar US$50,041 miliar di tahun 2007. Pada tahun
2010 penerbitan sukuk mengalami peningkatan dengan penjualan sebesar US$ 52,978 miliar.
Kemudian pada tahun 2011, penjualan sukuk mencapai angka US$92,403 miliar dan di tahun
2013 penerbitan sukuk secara global mencapai US$ 110,000 miliar. Sehingga jika di total dari
tahun 2001 sampai tahun 2013, maka total penerbitan sukuk mencapai US$ 571,690 miliar.
Di Indonesia, sukuk pertama kali diterbitkan di tahun 2002 oleh PT Indosat Tbk. Sukuk
yang diterbitkan menggunakan prinsip mudharabah dengan dasar perhitungan pendapatan yang
dibagi hasilkan adalah pendapatan satelit dan pendapatan internet. Perusahaan lain yang turut
menerbitkan sukuk adalah PLN dan PTPN 7. Selanjutnya, pemerintah Indonesia juga
menerbitkan sukuk dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) di tahun 2008.
Berdasarkan penerbitnya, sukuk dapat dibagi menjadi dua, yaitu Sukuk Korporasi dan
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) - (Direktorat Pasar Modal Yyariah, Otoritas Jasa
Keuangan, 2013). Penerbitan obligasi syariah (sukuk) korporasi di pasar modal Indonesia
dimulai pada tahun 2002 melalui penerbitan Obligasi Syariah Mudharabah Indosat Tahun 2002
senilai Rp 175 miliar. Pada tahun berikutnya, jumlah emisi sukuk meningkat pesat masingmasing sebanyak lima emisi pada tahun 2003 dan tujuh emisi pada tahun 2004 dengan nilai
masing-masing sebesar Rp 565 miliar dan Rp 684 miliar. Akan tetapi, pada tahun-tahun
berikutnya hingga pada Agustus 2012 mengalami fluktuasi dimana mencapai level penerbitan
tertinggi pada tahun 2009 dengan empat belas emisi sukuk dengan nilai mencapai Rp 1,52 triliun
kemudian terus menurun hingga mencapai level terendah pada tahun 2011 dimana hanya
terdapat satu emisi sukuk dengan nilai Rp 100 miliar. Sampai dengan Agustus 2012, total emisi
sukuk mencapai 52 sukuk yang diterbitkan oleh 28 emiten dengan nilai mencapai Rp 9.390,4
miliar. Secara akumulasi, hingga September 2013, total jumlah emisi sukuk mencapai 61 sukuk
dengan nilai mencapai Rp 11.415 miliar.
Pertumbuhan ini mempresentasikan pencapaian yang luar biasa, tetapi juga menimbulkan
beberapa tantangan-tantangan baru untuk investor, pembuat kebijakan, konsumen, dan lembaga
keuangan syariah sendiri. Perkembangan sukuk sebagai instrumen keuangan syariah yang tidak
mengenal bunga juga turut meningkatkan isu-isu terkini mengenai proses penerbitan dan
investasi sukuk.
Serangkaian kasus default pada sukuk terjadi di Gulf Corporation Countries (GCCs)
seperti Dar Investment di Kuwait, Sukuk Nakheel Dubai World di Dubai pada tahun 2008,
Sukuk Saad Group pada tahun 2009, serta Sukuk East Cameron di Amerika Serikat. Malaysia
juga telah mencatat beberapa kasus default pada sukuk seperti Johor Corporation, Ingress Sukuk
Berhad, Tracoma Holdings Berhad, dan Nam Fatt Corporation Berhad.
Di Indonesia, satu-satunya dan untuk pertama kalinya, kasus default pada sukuk terjadi
pada sukuk korporasi ijarah yang diteritkan oleh perusahaan yang bergerak di bidang
transportasi laut dalam bentuk kargo muatan cair. Masalah default pada sukuk menjadi sangat
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
penting karena mempengaruhi kesejahteraan para pemangku kepentingan. Identifikasi risiko
default pada sukuk sangat diperlukan untuk tujuan pengawasan dan manajemen risiko. Kepastian
berkaitan dengan proses dan kebijakan sukuk pasca-default diperlukan karena risiko default ada
di semua jenis sukuk.
Mulai maraknya penerbitan sukuk oleh korporasi juga turut meningkatkan isu-isu terkini
mengenai proses penerbitan dan investasi sukuk. Penerbitan sukuk oleh perusahaan sebagai salah
satu sarana untuk sumber pembiayaan namun tidak memenuhi semua prinsip syariah menjadi
salah satu fokus dalam penelitian ini.
Isu pemenuhan kesesuaian prinsip syariah dalam sukuk yang ada di Indonesia mendorong
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) untuk mengeluarkan fatwa
terkait obligasi syariah. Keluarnya fatwa ini dimaksudkan untuk dapat menjadi pedoman
penerbitan sukuk agar sesuai dengan prinsip syariah. DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa untuk
dua jenis obligasi syariah yaitu sukuk ijarah dan sukuk mudharabah.
Ketentuan syariah penerbit sukuk ijarah diatur dalam Fatwa DSN-MUI terkait Pasar
Modal Syariah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Fatwa Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah
Fatwa Nomor: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Fatwa Nomor: 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah
Fatwa Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk
Reksa Dana Syariah
5. Fatwa Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
6. Fatwa Nomor: 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang
Menunda-nunda Pembayaran
Selain itu, juga terdapat beberapa peraturan di Bapepam-LK yang berkaitan dengan
proses penerbitan sukuk dan obligasi. Peraturan-peraturan tersebut khususnya mengacu pada Bab
IX mengenai Emiten dan Perusahaan Publik pada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun
1995. Namun demikian, dalam penelitian ini, identifikasi difokuskan pada peraturan-peraturan
yang secara langsung berkaitan dengan penawaran umum khususnya dalam penerbitan obligasi
dan sukuk. Peraturan-peraturan tersebut di antaranya adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Peraturan IX.A.1 tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan Pendaftaran
Peraturan IX.A.2 tentang Tata Cara Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum
Peraturan IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
Peraturan IX.A.14 tentang Akad-akad yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah
Peraturan IX.C.1 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran
Dalam Rangka Penawaran Umum
6. Peraturan IX.C.2 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka
Penawaran Umum
7. Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
Skripsi ini akan menganalisis kesesuaian syariah pelaksanaan penerbitan dan investasi
sukuk ijarah yang diterbitkan oleh PT X yang pada tanggal 27 Januari 2012 dinyatakan default
dan dilakukan restrukturisasi sukuk sebagai solusi atas kondisi default. PT X tercatat dua kali
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
menerbitkan sukuk ijarah yaitu Sukuk Ijarah PT X Tahun 2007 dan Sukuk Ijarah II Tahun
2009.
Pada tanggal 5 Juli 2007, PT X menerbitkan Sukuk Ijarah I senilai Rp 200 miliar. Sukuk
ijarah tersebut tidak dijamin dengan agunan khusus, berjangka waktu 5 (lima) tahun, dan akan
jatuh tempo pada tanggal 5 Juli 2012. Sukuk ini ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan
PT X untuk membayar kepada pemegang sukuk ijarah sejumlah cicilan imbalan ijarah sebesar
Rp 20.600 juta per tahun.
Pada tanggal 29 Mei 2009, PT X menerbitkan Sukuk Ijarah II senilai Rp 100 miliar yang
terdiri dari:
a. Sukuk Ijarah Seri A dengan jumlah pokok sebesar Rp 45 miliar yang jatuh tempo tanggal
28 Mei 2012 dimana para pemegang sukuk ijarah berhak atas suatu jumlah cicilan
imbalan ijarah sebesar Rp 155 juta per tahun untuk setiap nilai nominal Rp 1 miliar.
b. Sukuk Ijarah Seri B dengan jumlah pokok sebesar Rp 55 miliar yang jatuh tempo tanggal
28 Mei 2014, dimana para pemegang berhak atas suatu jumlah cicilan imbalan ijarah
sebesar Rp 162,5 juta per tahun untuk setiap nilai nominal Rp 1 miliar.
Permasalahan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kesesuaian pelaksanaan penerbitan sukuk ijarah di PT X dengan prinsipprinsip syariah dengan menggunakan Fatwa DSN-MUI dan Peraturan Bapepam-LK?
2. Bagaimana kesesuaian pelaksanaan investasi sukuk ijarah di PT X dengan prinsip-prinsip
syariah dengan menggunakan Fatwa DSN-MUI dan Peraturan Bapepam-LK sebagai
acuan?
3. Bagaimana kesesuaian pelaksanaan penyelesain perdamaian dan restrukturisasi sukuk
ijarah PT X pasca-default dengan prinsip-prinsip syariah dengan menggunakan Fatwa
DSN-MUI dan Peraturan Bapepam-LK sebagai acuan?
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis kesesuaian pelaksanaan penerbitan sukuk ijarah di PT X dengan Fatwa
DSN-MUI, Bapepam-LK, dan prinsip-prinsip syariah.
2. Menganalisis kesesuaian pelaksanaan investasi sukuk ijarah di PT X dengan Fatwa DSNMUI, Bapepam-LK, dan prinsip-prinsip syariah.
3. Menganalisis kesesuaian pelaksanaan penyelesain perdamaian dan restrukturisasi sukuk
ijarah PT X pasca-default.
Tinjauan Pustaka
Sukuk adalah kata jamak dari Sakk, yang berarti dokumen legal, akta, atau cek.
Merupakan istilah dalam bahasa arab untuk sertifikat finansial atau dapat dilihat sebagai obligasi
konvensional yang islami (International Islamic Financial Market, 2010). Berdasarkan AAOFI
No. 17 tahun 2010 tentang Investasi Sukuk, Sukuk didefinisikan sebagai sertifikat bernilai sama
yang merupakan bukti atas bagian kepemilikan yang tak terbagi terhadap suatu aset, hak
manfaat, dan jasa-jasa, atau atas kepemilikan suatu proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Sebuah sukuk, dikatakan memenuhi kriteria syariah, setidaknya harus memenuhi 3
kriteria (Godlewski, Turk-Ariss, & Weill, 2013). Kriteria pertama adalah sertifikat dari sukuk
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
harus merepresentasikan kepemilikian atas aset berwujud, hak pakai atau jasa atas penghasil
pendapatan perusahaan. Kriteria kedua adalah pembayaran kepada investor harus merupakan
keuntungan setelah pajak. Kriteria ketiga adalah nilai yang dibayarkan saat masa jatuh tempo
harus merefleksikan nilai pasar dari underlying asset, bukan nilai pokok investasi.
Di sisi lain, IFSB 7 menguraikan tentang dua jenis asset-based sukuk. Pertama, paythrough sukuk yaitu sukuk yang memanfaatkan purchase undertaking dari emiten penerbit
sukuk. Jenis asset-based sukuk ini dikenal dengan istilah unsecured asset-based sukuk. Kedua,
pass-through sukuk yaitu sukuk dengan jaminan dari penerbit dalam hal ketika emiten penerbit
sukuk mengalami default. Jenis asset-based sukuk ini dikenal dengan istilah secured asset-based
sukuk.
Dengan kata lain, asset-backed sukuk mencakup transfer penuh kepemilikan atas aset
yang mendasari sukuk sementara asset-based sukuk hanya mencakup hak untuk menuntut ke
penerbit sukuk namun tidak atas aset yang mendasari sukuk.
Dalam asset-backed sukuk, pemegang sukuk adalah pemilik dari aset dan kinerja aktual
dari aset akan menentukan besarnya return kepada pemegang sukuk. Jika penerbit sukuk
menghadapi kebangkrutan sementara aset masih tetap berkinerja, pembayaran kepada pemegang
sukuk tidak akan terganggu. Jika aset tidak berkinerja, pemegang sukuk harus menerima
konsekuensi tersebut karena mereka adalah pemilik dari aset. Dengan kata lain, sebagai pemilik
aset, selain risiko kredit, pemegang sukuk juga akan terkena risiko pasar dari aset.
Untuk asset-based sukuk, aset hanya digunakan untuk membuat struktur transaksi agar
sesuai dengan prinsip syariah daripada difokuskan sebagai sumber pembayaran kepada
pemegang sukuk. Oleh karena itu, penilaian risiko kredit biasanya akan diarahkan kepada entitas
penerbit sukuk, bukan pada aset yang menjadi sumber pembayaran atas sukuk. Hal ini membuat
kualitas kredit dari entitas penerbit sukuk yang akan menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas
kredit dan peringkat sukuk, bukan kualitas kredit dari aset yang menjadi objek sukuk.
Asset-backed sukuk, di sisi lain, mencerminkan penerbitan saham di ruang konvensional
dimana pemegang sukuk adalah pemilik aset dan kinerja aset merupakan sumber pembayaran
kepada pemegang sukuk.
Asset-based sukuk, di sisi lain, mencerminkan penerbitan obligasi di ruang konvensional
dimana pemegang sukuk merupakan kreditur bagi penerbit sukuk. Pemegang sukuk dari
unsecured asset-based sukuk tidak mempunyai jaminan apapun atas aset, sedangkan pemegang
sukuk dari secured asset-based sukuk mempunyai jaminan atas aset dari penerbit sukuk tersebut.
Akan tetapi, hak pemegang sukuk dalam jaminan ini hanya sebagai security interest bukan
ownership interest.
Ijarah adalah perjanjian (akad) antara pihak pemberi sewa/pemberi jasa (mu’jir) dan
pihak penyewa/pengguna jasa (musta’jir) untuk memindahkan hak guna (manfaat) atas suatu
objek Ijarah yang dapat berupa manfaat barang dan/atau jasa dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa dan/atau upah (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan objek
ijarah itu sendiri.
Dalam AAOIFI, ijarah diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu:
1. Operating Ijarah
adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) antara perusahaan pembiayaan
sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa disertai dengan
pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa
2. Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan
sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan
hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
Himpunan Skema Sukuk (Sukuk Mudharabah dan Ijarah) Bapepam, 2011 menjelaskan
sebagai berikut:
Sumber: Himpunan Skema Sukuk (Sukuk Mudharabah dan Ijarah) Bapepam, 2011
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dimana penelitian dilakukan
dengan menjelaskan suatu permasalahan. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yaitu
dengan mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan penerbitan dan investasi Sukuk Ijarah PT
X dibandingkan dengan Fatwa DSN-MUI, Peraturan Bapepam-LK, dan tinjauan literatur terkait..
Penelitian ini dilaksanakan di kantor pusat DSN-MUI dalam rangka mendapatkan
penjelasan terkait Fatwa DSN-MUI, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kantor
kuasa hukum Bank CIMB Niaga selaku Wali Amanat Sukuk PT X, dan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (FEUI)
Data dalam penelitian ini meliputi:
1. Data Primer
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara berupa tanya
jawab langsung dengan beberapa pihak terkait yaitu satu orang dari pihak kuasa hukum
Bank CIMB Niaga selaku Wali Amanat Sukuk PT X, satu orang dari pihak DSN-MUI,
satu orang dari pihak OJK, dan satu orang dari pihak Bank Indonesia. Hasil wawancara
ditulis dalam bentuk transkrip dan dianalisis pada bab pembahasan.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Laporan Tahunan PT X;
2. Laporan Keuangan PT X;
3. Prospektus Sukuk Ijarah PT X;
4. Akad-akad terkait Sukuk Ijarah PT X;
5. Perjanjian Perwaliamanatan terkait Sukuk Ijarah PT X;
6. Opini Tim Pendamping Restrukturisasi Sukuk Ijarah PT X dari DSN MUI;
7. Pengumuman Perpanjangan Pencatatan Obligasi dan Sukuk Hasil Restrukturisasi PT
X;
8. Fatwa DSN-MUI;
• Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah;
• Fatwa DSN-MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
• Fatwa DSN-MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah;
• Fatwa DSN-MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan
Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;
• Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal;
• Fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah
Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran;
9. Peraturan Bapepam-LK;
a. Peraturan IX.A.1 tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan
Pendaftaran;
b. Peraturan IX.A.2 tentang Tata Cara Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran
Umum;
c. Peraturan IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah;
d. Peraturan IX.A.14 tentang Akad-akad yang Digunakan Dalam Penerbitan
Efek Syariah;
e. Peraturan IX.C.1 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan
Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum;
f. Peraturan IX.C.2 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus
Dalam Rangka Penawaran Umum;
g. Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah;
10. PSAK 110;
11. dan berbagai buku serta jurnal ilmiah.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data secara analisis deskriptif kualitatif.
Tujuan dari teknik analisis ini agar dapat menjelaskan permasalahan sesuai dengan temuan fakta
di lapangan. Analisis dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan data yang didapat. Hasil
wawancara dan data yang didapat dianalisis secara komparatif dengan membandingkan
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
kesesuaian syariah pelaksanaan penerbitan dan investasi Sukuk Ijarah PT X dibandingkan
dengan Fatwa DSN-MUI, Peraturan Bapepam-LK, dan tinjauan literatur terkait.
Gambaran Umum PT X
PT X adalah perusahaan yang bergerak di bidang transportasi laut dalam bentuk kargo
muatan cair. Pada tahun 1990, PT X menjadi perusahaan pelayaran pertama di Indonesia yang
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Dengan lingkup usaha pelayaran berskala
internasional, maka pada tanggal 30 Oktober 2006, PT X mencatatkan sahamnya pada Singapore
Exchange Securities Trading Limited (SGX) dan menjadi perusahaan Indonesia pertama yang
melakukan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia dan Singapura (dual listed).
Pada tanggal 5 Juli 2007, PT X menerbitkan Sukuk Ijarah I senilai Rp 200 miliar. Sukuk
ijarah tersebut tidak dijamin dengan agunan khusus, berjangka waktu 5 (lima) tahun, dan akan
jatuh tempo pada tanggal 5 Juli 2012. Sukuk ini ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan
PT X untuk membayar kepada pemegang sukuk ijarah sejumlah cicilan imbalan ijarah sebesar
Rp 20.600 juta per tahun.
Pada tanggal 29 Mei 2009, PT X menerbitkan Sukuk Ijarah II senilai Rp 100 miliar yang
terdiri dari:
a. Sukuk Ijarah Seri A dengan jumlah pokok sebesar Rp 45 miliar yang jatuh tempo tanggal
28 Mei 2012 dimana para pemegang sukuk ijarah berhak atas suatu jumlah cicilan
imbalan ijarah sebesar Rp 155 juta per tahun untuk setiap nilai nominal Rp 1 miliar.
b. Sukuk Ijarah Seri B dengan jumlah pokok sebesar Rp 55 miliar yang jatuh tempo tanggal
28 Mei 2014, dimana para pemegang berhak atas suatu jumlah cicilan imbalan ijarah
sebesar Rp 162,5 juta per tahun untuk setiap nilai nominal Rp 1 miliar.
Sukuk Ijarah PT X
Gambar 3.2 Skema Sukuk Ijarah PT X
Sumber: Prospektus Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan II Tahun 2009
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Di dalam skema Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan II Tahun 2009, terdapat dua akad yang
digunakan yaitu akad ijarah dan wakalah,
1. PT X menerbitkan sukuk ijarah dengan nilai tertentu yang didasarkan pada objek
ijarah tertentu, dan pada saat yang bersamaan Pemegang Sukuk Ijarah menyerahkan
sejumlah dana sebesar nilai sukuk ijarah kepada PT X.
2. Atas penerbitan sukuk ijarah tersebut, PT X mengalihkan manfaat objek ijarah kepada
Pemegang Sukuk Ijarah. Pemegang Sukuk Ijarah yang diwakili Wali Amanat Sukuk
menerima manfaat objek ijarah (berupa fixed asset yang sudah ada dengan jenis aset
dan spesifikasi yang jelas) dari PT X.
3. Pemegang Sukuk Ijarah yang diwakili Wali Amanat Sukuk memberikan kuasa (akad
wakalah) kepada PT X untuk menyewakan objek ijarah tersebut kepada pihak ketiga.
4. PT X selaku penerima kuasa dari Pemegang Sukuk Ijarah bertindak sebagai mu’jir
(pemberi sewa) menyewakan objek ijarah tersebut kepada pihak ketiga sebagai
musta’jir (penyewa).
5. Atas objek ijarah yang disewa tersebut, pihak ketiga memberikan pembayaran sewa
kepada PT X.
6. PT X meneruskan pembayaran sewa yang diterima dari pihak ketiga kepada Wali
Amanat Sukuk. Selanjutnya, Wali Amanat Sukuk akan membagikan kepada Pemegang
Sukuk Ijarah berupa cicilan fee ijarah secara periodik sesuai dengan waktu yang
diperjanjikan serta sisa fee ijarah pada saat jatuh tempo sukuk.
Akad Ijarah
Berdasarkan akad ijarah sehubungan dengan Penawaran Umum Sukuk Ijarah I Tahun
2007 dan Sukuk Ijarah II Tahun 2009, PT X bermaksud untuk mengalihkan manfaat serta
memberikan hak untuk menggunakan dan/atau menyewakan kembali kepada pihak ketiga aras
objek ijarah kepada wali amanat dengan rincian sebagai berikut:
1. Sukuk pertama yang diterbitkan adalah Sukuk Ijarah I PT X Tahun 2007,
Nama
Sukuk Ijarah I PT X Tahun 2007
Nilai Emisi
Rp 200.000.000.000,Fee Ijarah
Rp 20,6 miliar per tahun
Jangka Waktu
5 tahun
Tanggal Penerbitan
5 Juli 2007
Tanggal Jatuh Tempo
5 Juli 2012
Pembayaran Fee Ijarah Setiap 3 bulan
Objek Ijarah
Kapal tanker FPSO (Floating Production Storage Offloading)
dengan nama FPSO Brotojoyo, yang pada saat prospektus sukuk ini
diterbitkan, kapal sedang disewa oleh Joint Operation Body
Pertamina dan Petro China yang dimiliki oleh PT X baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui anak perusahaan PT X.
Wali Amanat
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Akan tetapi, pada tanggal 18 Desember 2007, para pemegang
obligasi setuju untuk mengganti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
sebagai wali amanat dan menunjuk PT Bank CIMB Niaga Tbk
sebagai wali amanat yang baru.
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
2. Sukuk kedua yang diterbitkan adalah Sukuk Ijarah II PT X Tahun 2009 yang terdiri dari
Seri A dan seri B,
Nama
Nilai Emisi
Fee Ijarah
Jangka Waktu
Tanggal Penerbitan
Tanggal Jatuh Tempo
Pembayaran Fee Ijarah
Objek Ijarah
Wali Amanat
Sukuk Ijarah II PT X
Tahun 2009 Seri A
Rp 45.000.000.000,Rp 150.000.000,per miliar sukuk ijarah
per tahun
3 tahun
28 Mei 2009
28 Mei 2012
Sukuk Ijarah II PT X Tahun 2009
Seri B
Rp 55.000.000.000,Rp 162.500.000,per miliar sukuk ijarah per tahun
5 tahun
28 Mei 2009
28 Mei 2014
Setiap 3 bulan
Kapal MT Gas Sumbawa yang dimiliki oleh PT X
PT Bank CIMB Niaga Tbk
Akad Wakalah
Selanjutnya, berdasarkan akad wakalah yang dilangsungkan antara PT X dan wali amanat
sukuk yang mewakili pemegang sukuk, selaku muwakkil (penerima objek ijarah), wali amanat
memberikan kuasa khusus kepada PT X sebagai wakil untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Membuat dan melangsungkan perjanjian/kontrak dengan pihak ketiga sebagai pengguna
objek ijarah tersebut untuk kepentingan pemegang sukuk sebagai penerima objek ijarah
berdasarkan akad ijarah dan apabila diperlukan, membuat perubahan atas
perjanjian/kontrak yang sudah ditandatangani oleh wakil dan pihak ketiga tersebut
sepanjang perubahan tersebut sesuai dengan praktek industri yang berlaku umum dan
wajar; dan
b. Mewakili segala kepentingan muwakkil dalam rangka pelaksanaan perjanjian dengan
pihak ketiga sebagai pengguna objek ijarah, termasuk akan tetapi tidak terbatas untuk
melakukan penagihan dan tanpa mengesampingkan ketentuan di bawah ini, menerima
seluruh hasil pemanfaatan objek ijarah dari pihak ketiga.
c. Mewakili kepentingan muwakkil dalam mencari pengganti pihak ketiga untuk
memanfaatkan objek ijarah.
d. Mewakili kepentingan muwakkil dalam rangka pelaksanaan penggantian objek ijarah
dengan objek ijarah pengganti, termasuk akan tetapi tidak terbatas untuk membuat dan
melangsungkan perjanjian/kontrak dengan pihak ketiga sebagai pengguna objek ijarah
pengganti serta untuk melakukan penagihan menerima seluruh pemanfaatan objek ijarah
pengganti dari pihak ketiga.
PT X sebagai wakil berjanji untuk membayar cicilan imbalan ijarah dan sisa imbalan
ijarah dari hasil pemanfaatan objek ijarah kepada pemegang sukuk sesuai dengan nilai dan tata
cara pembayaran yang diatur dalam Perjanjian Perwaliamanatan Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan
II Tahun 2009.
Penggunaan Dana
Dalam prospektus Sukuk Ijarah I Tahun 2007 tidak secara detail menjelaskan rencana
penggunaan dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum Sukuk Ijarah I. Dalam prospektus
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
hanya dijelaskan bahwa seluruh dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum Sukuk Ijarah I
ini yaitu sebesar Rp200.000.000.000,- setelah dikurangi biaya-biaya emisi akan digunakan untuk
tambahan modal kerja sebagai penambah likuiditas PT X dan/atau anak perusahaannya.
Akan tetapi, dalam prospektus Sukuk Ijarah II Tahun 2009, dijelaskan bahwa PT X
menggunakan dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum Sukuk Ijarah I untuk membiayai
pembelian armada baru (sekitar 67%) dan menambah modal kerja untuk menyewa kapal dan
pengembangan bisnis keagenan, pendanaan piutang usaha dan peningkatan likuiditas perusahaan
(sekitar 33%).
Dalam Perjanjian Perwaliamanatan dan Prospektus Sukuk Ijarah II Tahun 2009, seluruh
dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum Sukuk Ijarah II yaitu sebesar
Rp100.000.000.000,- setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan digunakan untuk:
1. Sekitar 48% atau lebih kurang Rp 48 miliar akan digunakan untuk pembelian kapal.
2. Sekitar 10% atau lebih kurang Rp 10 miliar akan digunakan untuk modal kerja.
3. Sekitar 42% atau lebih kurang Rp 42 miliar digunakan untuk pendanaan kembali
sehubungan dengan penerapan UU no.17
Timeline Sukuk Ijarah PT X
Sukuk Ijarah I Tahun 2007
Pada tanggal 25 Juni 2007 PT X memperoleh pernyataan efektif dari Ketua Bapepam-LK
dengan surat No. S-3117/BL/2007 untuk melakukan Penawaran Umum Obligasi III PT X tahun
2007 sebesar Rp 700 miliar dengan suku bunga tetap dan Obligasi Sukuk Ijarah tahun 2007
sebesar Rp 200 miliar.
Pada tanggal 5 Juli 2007, PT X menerbitkan Sukuk Ijarah I senilai Rp 200 miliar.
Obligasi tersebut tidak terjamin, berjangka waktu 5 (lima) tahun dan akan jatuh tempo pada
tanggal 5 Juli 2012. Obligasi ini ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan PT X untuk
membayar kepada Pemegang Sukuk Ijarah sejumlah Cicilan Imbalan Ijarah sebesar Rp 20.600
juta per tahun.
• 5 Juli 2007, PT X menerbitkan sukuk ijarah senilai Rp 200 miliar. Obligasi tersebut tidak
terjamin, berjangka waktu 5 (lima) tahun dan akan jatuh tempo pada tanggal 5 Juli 2012.
Obligasi ini ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan PT X untuk membayar
kepada Pemegang Sukuk Ijarah sejumlah Cicilan Imbalan Ijarah sebesar Rp 20.600 juta
per tahun.
• Para pemegang sukuk ijarah mempunyai hak pari-passu tanpa hak preferen dengan hakhak kreditur PT X lainnya. Setiap saat setelah lewat satu tahun sejak tanggal emisi,
Perusahaan dari waktu ke waktu dapat melakukan pembelian kembali sesuai dengan nilai
pasar yang berlaku. Seluruh sukuk ijarah dijual sebesar nilai nominal dan tercatat di BEI
(dahulu Bursa Efek Surabaya) dengan Mandiri sebagai wali amanatnya.
• 18 Desember 2007, para Pemegang Obligasi setuju untuk mengganti Mandiri sebagai
wali amanat dan menunjuk PT Bank CIMB Niaga Tbk sebagai wali amanat yang baru.
• 17 Maret 2008, PT Bank CIMB Niaga Tbk sebagai wali amanat mengeluarkan
pemberitahuan terhadap kegagalan Perusahaan untuk memenuhi salah satu covenant
dalam perjanjian wali amanat, dimana harus mempertahankan rasio utang bersih terhadap
ekuitas tidak lebih dari 2,5:1.
• 4 Juli 2008, para pemegang obligasi setuju untuk merubah covenant rasio utang bersih
terhadap ekuitas pada perjanjian wali amanat dari 2,5:1 menjadi 4,5:1 untuk tahun yang
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
•
•
•
berakhir pada tanggal 31 Desember 2008 dan 3,5:1 untuk periode setelah 31 Desember
2008 berdasarkan laporan keuangan Perusahaan yang disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan di Indonesia.
4 April 2008, berdasarkan pemeringkatan yang diterbitkan oleh PT Pefindo, peringkat
obligasi adalah idA(sy)+.
13 April 2009, berdasarkan pemeringkatan yang diterbitkan oleh PT Pefindo, peringkat
obligasi adalah idA(sy).
28 Februari 2012, berdasarkan pemeringkatan yang diterbitkan oleh PT Pefindo,
peringkat obligasi adalah idD.
Sukuk Ijarah II Tahun 2009
Pada tanggal 15 Mei 2009, Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Ketua
Bapepam-LK dengan surat No. S-3908/BL/2009 untuk melakukan Penawaran Umum Obligasi
IV PT X tahun 2009 sebesar Rp 400 miliar dan Obligasi Sukuk Ijarah II tahun 2009 sebesar Rp
100 miliar.
Pada tanggal 29 Mei 2009, PT X menerbitkan Sukuk Ijarah II senilai Rp 100 miliar yang
terdiri dari:
a. Sukuk Ijarah Seri A dengan jumlah pokok sebesar Rp 45 miliar yang jatuh tempo tanggal
28 Mei 2012 dimana para pemegang sukuk ijarah berhak atas suatu jumlah Cicilan
Imbalan Ijarah sebesar Rp 155 juta per tahun untuk setiap nilai nominal Rp 1 miliar.
b. Sukuk Ijarah Seri B dengan jumlah pokok sebesar Rp 55 miliar yang jatuh tempo tanggal
28 Mei 2014, dimana para pemegang berhak atas suatu jumlah Cicilan Imbalan Ijarah
sebesar Rp 162,5 juta per tahun untuk setiap nilai nominal Rp 1 miliar.
Obligasi sukuk ijarah tersebut tidak dijamin dengan agunan khusus dan hak pemegang
obligasi adalah pari-passu tanpa hak preferen dengan hak-hak kreditur PT X lainnya. Setelah
lewat satu tahun sejak tanggal emisi, PT X dari waktu ke waktu dapat melakukan pembelian
kembali atas obligasi tersebut.
PT X harus memenuhi covenant tertentu antara lain rasio hutang terhadap ekuitas sebesar
3,5:1, berdasarkan laporan keuangan PT X yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia. Seluruh obligasi dijual sebesar nilai nominal, tercatat di BEI dengan PT
Bank CIMB Niaga Tbk bertindak sebagai wali amanat.
• Berdasarkan pemeringkatan yang diterbitkan oleh PT Pefindo tanggal 13 April 2009
peringkat obligasi adalah idA(sy).
• Berdasarkan pemeringkatan yang diterbitkan oleh PT Pefindo tanggal 28 Februari 2012
peringkat obligasi adalah idD.
Peringkat Sukuk Ijarah PT X
Berdasarkan pemeringkatan yang diterbitkan oleh PT Pefindo tanggal 4 April 2008
peringkat obligasi adalah idA(sy)+.
• 13 April 2009, Pefindo memberikan peringkat idA (stable outlook) untuk obligasi dalam
prospektus.
§ 22 Juli 2011, Pefindo merevisi outlook menjadi negatif dari stabil dikarenakan masalah
arus kas sambil tetap mempertahankan peringkat idA-.
§ 17 Januari 2012, menurunkan peringkat menjadi idBBB- dikarenakan large debt yang
jatuh tempo sedangkan bisnis perkapalan belum membaik.
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
§
§
§
§
§
§
26 Januari 2012, rating jatuh ke idCCC sebagai akibat potensi default utang PT X
meningkat. Pefindo akan semakin mengurangi peringkat ke idD jika PT X tidak bisa
membayar kupon dan principle.
14 Februari 2012, PT X memperoleh peringkat IDSD karena ketidakmampuan untuk
membayar pinjaman bank luar negeri dan sewa guna usaha. Meskipun demikian, Pefindo
mempertahankan peringkat obligasi di idCCC.
16-Jan-12
idBBB- / Creditwatch with Negative Implications
25-Jan-12
idCCC / Creditwatch with Negative Implications
14-Feb-12
idSD / Selective Default
28 Februari 2012, PT X memperoleh peringkat idD / Default setelah benar-benar tidak
bisa membayar pembayaran bunga dan kupon ijarah yang jatuh tempo.
Events of Default dan Rencana Perdamaian
Pada tanggal 31 Desember 2011, PT X mengklasifikasikan semua utang obligasi menjadi
liabilitas jangka pendek karena PT X gagal memenuhi covenant rasio keuangan sesuai dengan
perjanjian wali amanat. Akan tetapi, PT X belum membebankan biaya transaksi utang obligasi
sebesar US$ 450 ribu. Biaya transaksi tersebut dibebankan pada tahun 2012.
Pada tanggal 27 Januari 2012, wali amanat menyatakan events of default atas Obligasi III
PT X, Obligasi IV PT X, Sukuk Ijarah I, dan Sukuk Ijarah II sehubungan dengan pemberitahuan
PT X mengenai debt standstill pada tanggal 26 Januari 2012.
Sehubungan dengan events of default masing-masing kreditur menyampaikan klaim
dalam PKPU. Terkait dengan hal PKPU ini, PT X mengajukan rencana perdamaian untuk
merestrukturisasi obligasi.
Hasil Restrukturisasi Sukuk Ijarah PT X
Nama Sukuk Ijarah
Sukuk Ijarah I PT X Tahun 2007
Nilai Emisi
Rp200.000.000.000,-
Fee Ijarah Sebelum Restrukturisasi Rp 20,6 miliar per tahun
Fee Ijarah Setelah Restrukturisasi
a. Cicilan Imbalan Ijarah setelah tanggal Perjanjian
Perdamaian adalah sebesar Rp10.000.000.000,per tahun pada tahun ke-1 sampai dengan tahun
ke-3, Rp14.000.000.000,- per tahun pada tahun
ke-4 sampai dengan tahun ke-7 dan
Rp18.000.000.000,- per tahun pada tahun ke-8
sampai dengan ke-10. Cicilan Imbalan Ijarah
tersebut belum memperhitungkan besarnya
Cicilan Imbalan Ijarah yang dikapitalisasi
berdasarkan
ketentuan
dalam
Perjanjian
Perdamaian;
b. Seluruh Cicilan Imbalan Ijarah tertunggak dan
tidak terbayar sebelum tanggal 1 Juli 2012
dihapuskan;
c. Cicilan Imbalan Ijarah dikapitalisasi sejak
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Tanggal Penerbitan
tanggal 1 Juli 2012 sampai dengan 31 Maret
2015;
d. Mengacu pada Perjanjian Perdamaian apabila
terdapat kekurangan kas untuk membayar
Imbalan Ijarah atau Tes Loan To Value (LTV)
tidak
terpenuhi,
Imbalan
Ijarah
akan
dikapitalisasi dan akan dibayarkan pada saat kas
cadangan mengizinkan sesuai dengan Prinsip
Cash Waterfall sebagaimana tercantum dalam
Perjanjian Perdamaian.
5 Juli 2007
Tanggal Jatuh Tempo Sebelum
Restrukturisasi
5 Juli 2012
Tanggal Jatuh Tempo Setelah
Restrukturisasi
31 Maret 2023
Pembayaran Fee Ijarah
Setiap 3 bulan
Tanggal Pembayaran Fee Ijarah
Pertama Setelah Restrukturisasi
30 Juni 2015
Nama Sukuk Ijarah
Sukuk Ijarah II PT X Tahun 2009 Seri A
Nilai Emisi
Rp45.000.000.000,-
Fee Ijarah Sebelum Restrukturisasi Rp150.000.000,- per miliar sukuk ijarah per tahun
Fee Ijarah Setelah Restrukturisasi
a. Cicilan Imbalan Ijarah setelah tanggal Perjanjian
Perdamaian adalah sebesar Rp2.250.000.000,per tahun pada tahun ke-1 sampai dengan tahun
ke-3, Rp3.150.000.000,- per tahun pada tahun ke4
sampai
dengan
tahun
ke-7
dan
Rp4.050.000.000,- per tahun pada tahun ke-8
sampai dengan ke-10. Cicilan Imbalan Ijarah
tersebut belum memperhitungkan besarnya
Cicilan Imbalan Ijarah yang dikapitalisasi
berdasarkan
ketentuan
dalam
Perjanjian
Perdamaian;
b. Seluruh Cicilan Imbalan Ijarah tertunggak dan
tidak terbayar sebelum tanggal 1 Juli 2012
dihapuskan;
c. Cicilan Imbalan Ijarah dikapitalisasi sejak
tanggal 1 Juli 2012 sampai dengan 31 Maret
2015;
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Tanggal Penerbitan
d. Mengacu pada Perjanjian Perdamaian apabila
terdapat kekurangan kas untuk membayar
Imbalan Ijarah atau Tes Loan To Value (LTV)
tidak
terpenuhi,
Imbalan
Ijarah
akan
dikapitalisasi dan akan dibayarkan pada saat kas
cadangan mengizinkan sesuai dengan Prinsip
Cash Waterfall sebagaimana tercantum dalam
Perjanjian Perdamaian.
28 Mei 2009
Tanggal Jatuh Tempo Sebelum
Restrukturisasi
28 Mei 2012
Tanggal Jatuh Tempo Setelah
Restrukturisasi
31 Maret 2023
Pembayaran Fee Ijarah
Setiap 3 bulan
Tanggal Pembayaran Fee Ijarah
Pertama Setelah Restrukturisasi
30 Juni 2015
Nama Sukuk Ijarah
Sukuk Ijarah II PT X Tahun 2009 Seri B
Nilai Emisi
Rp55.000.000.000,-
Fee Ijarah Sebelum Restrukturisasi Rp162.500.000,- per miliar sukuk ijarah per tahun
Fee Ijarah Setelah Restrukturisasi
a. Cicilan Imbalan Ijarah setelah tanggal Perjanjian
Perdamaian adalah sebesar Rp2.750.000.000,per tahun pada tahun ke-1 sampai dengan tahun
ke-3, Rp3.850.000.000,- per tahun pada tahun ke4
sampai
dengan
tahun
ke-7
dan
Rp4.950.000.000,- per tahun pada tahun ke-8
sampai dengan ke-10. Cicilan Imbalan Ijarah
tersebut belum memperhitungkan besarnya
Cicilan Imbalan Ijarah yang dikapitalisasi
berdasarkan
ketentuan
dalam
Perjanjian
Perdamaian;
b. Seluruh Cicilan Imbalan Ijarah tertunggak dan
tidak terbayar sebelum tanggal 1 Juli 2012
dihapuskan;
c. Cicilan Imbalan Ijarah dikapitalisasi sejak
tanggal 1 Juli 2012 sampai dengan 31 Maret
2015;
d. Mengacu pada Perjanjian Perdamaian apabila
terdapat kekurangan kas untuk membayar
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Tanggal Penerbitan
Imbalan Ijarah atau Tes Loan To Value (LTV)
tidak
terpenuhi,
Imbalan
Ijarah
akan
dikapitalisasi dan akan dibayarkan pada saat kas
cadangan mengizinkan sesuai dengan Prinsip
Cash Waterfall sebagaimana tercantum dalam
Perjanjian Perdamaian.
28 Mei 2009
Tanggal Jatuh Tempo Sebelum
Restrukturisasi
28 Mei 2014
Tanggal Jatuh Tempo Setelah
Restrukturisasi
31 Maret 2023
Pembayaran Fee Ijarah
Setiap 3 bulan
Tanggal Pembayaran Fee Ijarah
Pertama Setelah Restrukturisasi
30 Juni 2015
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dimana penelitian dilakukan
dengan menjelaskan suatu permasalahan. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yaitu
dengan mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan penerbitan dan investasi Sukuk Ijarah PT
X dibandingkan dengan Fatwa DSN-MUI, Peraturan Bapepam-LK, dan tinjauan literatur terkait.
Penelitian ini dilaksanakan di kantor pusat DSN-MUI dalam rangka mendapatkan
penjelasan terkait Fatwa DSN-MUI, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kantor
kuasa hukum Bank CIMB Niaga selaku Wali Amanat Sukuk PT X, dan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (FEUI).
Data dalam penelitian ini meliputi:
3. Data Primer
Penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara berupa tanya
jawab langsung dengan beberapa pihak terkait yaitu satu orang dari pihak kuasa hukum
Bank CIMB Niaga selaku Wali Amanat Sukuk PT X, satu orang dari pihak DSN-MUI,
satu orang dari pihak OJK, dan satu orang dari pihak Bank Indonesia. Hasil wawancara
ditulis dalam bentuk transkrip dan dianalisis pada bab pembahasan.
4. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Laporan Tahunan PT X;
2. Laporan Keuangan PT X;
3. Prospektus Sukuk Ijarah PT X;
4. Akad-akad terkait Sukuk Ijarah PT X;
5. Perjanjian Perwaliamanatan terkait Sukuk Ijarah PT X;
6. Opini Tim Pendamping Restrukturisasi Sukuk Ijarah PT X dari DSN MUI;
7. Pengumuman Perpanjangan Pencatatan Obligasi dan Sukuk Hasil Restrukturisasi PT
X;
8. Fatwa DSN-MUI;
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
§
§
§
§
Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah;
Fatwa DSN-MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
Fatwa DSN-MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah;
Fatwa DSN-MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan
Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;
§ Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman
Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal;
§ Fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah
Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran;
9. Peraturan Bapepam-LK;
• Peraturan IX.A.1 tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan Pendaftaran;
• Peraturan IX.A.2 tentang Tata Cara Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran
Umum;
• Peraturan IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah;
• Peraturan IX.A.14 tentang Akad-akad yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek
Syariah;
• Peraturan IX.C.1 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan
Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum;
• Peraturan IX.C.2 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus Dalam
Rangka Penawaran Umum;
• Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah;
10. PSAK 110;
11. dan berbagai buku serta jurnal ilmiah.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data secara analisis deskriptif kualitatif.
Tujuan dari teknik analisis ini agar dapat menjelaskan permasalahan sesuai dengan temuan fakta
di lapangan. Analisis dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan data yang didapat. Hasil
wawancara dan data yang didapat dianalisis secara komparatif dengan membandingkan
kesesuaian syariah pelaksanaan penerbitan dan investasi Sukuk Ijarah PT X dibandingkan
dengan Fatwa DSN-MUI, Peraturan Bapepam-LK, dan tinjauan literatur terkait.
Pembahasan
Analisis Kesesuaian Syariah Sukuk Ijarah PT X dengan Fatwa DSN-MUI No. 41/DSNMUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah
Pelaksanaan penerbitan Sukuk Ijarah PT X telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No.
41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Akan tetapi, menurut penulis, terdapat
celah dalam Fatwa DSN-MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah ini.
Ketentuan khusus nomor 5 dalam fatwa ini dapat dijadikan celah bagi penerbit sukuk untuk
menerbitkan sukuk dengan struktur asset-based karena ketentuan tersebut menjelaskan bahwa
pemegang sukuk dapat berposisi sebagai pemilik aset atau hanya sebagai pemilik manfaat dari
objek ijarah.
Analisis Kesesuaian Syariah Sukuk Ijarah PT X dengan Peraturan Bapepam dan LK
Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Pelaksanaan penerbitan Sukuk Ijarah PT X telah sesuai dengan Peraturan Bapepam dan
LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah namun dengan beberapa catatan
berdasarkan temuan penulis.
Di dalam prospektus dijelaskan informasi bahwa Wali Amanat sukuk mempunyai pejabat
penanggungjawab dan/atau tenaga ahli di bidang perwaliamanatan dalam penerbitan Sukuk yang
mengerti kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
Akan tetapi, dalam kenyataannya, Wali Amanat yang secara langsung menangani Sukuk Ijarah I
PT X Tahun 2007 dan Sukuk Ijarah II PT X Tahun 2009 adalah Wali Amanat yang sama dengan
Wali Amanat yang menangani obligasi konvensional dan tidak terdapat pejabat
penanggungjawab dan/atau tenaga ahli di bidang syariah. Informasi ini diungkapkan oleh kuasa
hukum Wali Amanat. Transkrip wawancara dengan kuasa hukum Wali Amanat terlampir dalam
skripsi ini.
Analisis Kesesuaian Syariah Akad-Akad dalam Skema Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan
Sukuk Ijarah II Tajun 2009 Sebelum Restrukturisasi
Analisis Akad Ijarah antara Anak Perusahaan PT X dengan PT X Sehubungan dengan
Pengalihan Manfaat serta Hak untuk Menggunakan dan/atau Menyewakan Kembali Aset
sebagai Objek Ijarah
1. Akad ijarah antara PT Emerald Maritime yang merupakan anak perusahaan PT X dengan
PT X yang bermaksud untuk mengalihkan manfaat serta hak untuk menggunakan
dan/atau menyewakan kembali kapal tanker FPSO Brotojoyo kepada pihak lain. Kapal
tanker FPSO Brotojoyo merupakan objek ijarah Sukuk Ijarah I Tahun 2007.
2. Akad ijarah antara Gas Sumbawa Maritime Pte Ltd yang merupakan anak perusahaan PT
X dengan PT X yang bermaksud untuk mengalihkan manfaat serta hak untuk
menggunakan dan/atau menyewakan kembali kapal MT Gas Sumbawa kepada pihak lain.
Kapal MT Gas Sumbawa merupakan objek ijarah Sukuk Ijarah II Tahun 2009.
Di dalam akad ijarah ini, tidak diatur berapa ujrah yang harus dibayarkan PT X sebagai
penyewa atau musta’jir kepada PT Emerald Maritime dan Gas Sumbawa Maritime Pte Ltd
sebagai pemilik objek ijarah atau mu’jir. Akad ijarah ini hanya mencantumkan nilai pengalihan
objek ijarah sebesar 200 milyar rupiah untuk Sukuk Ijarah I tahun 2007 dan 100 milyar rupiah
untuk Sukuk Ijarah II tahun 2009. Berdasarkan Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.14 tentang
Akad-Akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal nomor 2 tentang
ijarah ayat (d) poin 1, dijelaskan bahwa “besarnya harga sewa atau upah (ujrah) serta waktu
dan cara pembayarannya ditetapkan secara tertulis dalam ijarah”.
Menurut opini penulis, berdasarkan wawancara dan hasil diskusi dengan beberapa
narasumber, PT X seharusnya tetap membayar ujrah walaupun hanya Rp 1,00 (satu rupiah)
kepada PT Emerald Maritime dan Gas Sumbawa Maritime Pte Lt selaku mu’jir dan pemilik dari
kapal. Hal ini dikarenakan meskipun PT Emerald Maritime dan Gas Sumbawa Maritime Pte Ltd
adalah anak perusahaan PT X, PT X tidak bisa langsung mengakui bahwa kapal tanker FPSO
Brotojoyo dan kapal MT Gas Sumbawa milik anak perusahaannya itu adalah miliknya secara
langsung dan digunakan sebagai objek ijarah sukuk yang akan ditawarkan ke investor.
Walaupun status PT Emerald Maritime dan Gas Sumbawa Maritime Pte Ltd adalah anak
perusahaan PT X, mereka berbeda badan hukum.
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Dalam akad ijarah tersebut seharusnya tetap dijelaskan mengenai kewajiban PT X selaku
musta’jir untuk membayar ujrah kepada PT Emerald Maritime dan Gas Sumbawa Maritime Pte
Ltd selaku mu’jir meskipun PT X hanya membayar ujrah sebesar Rp 1,00 (satu rupiah) karena
pada dasarnya, ijarah merupakanjual beli manfaat yang mengharuskan adanya timbal balik
antara penyewa dan pemilik objek yang disewakan yaitu dengan cara membayar ujrah.
Objek ijarah dalam Sukuk Ijarah I Tahun 2007 adalah kapal tanker FPSO Brotojoyo
milik PT Emerald Maritime dan objek ijarah dalam Sukuk Ijarah II Tahun 2009 adalah MT Gas
Sumbawa milik Gas Sumbawa PE Ltd. PT X adalah induk kedua anak perusahaan yang memiliki
kapal-kapal tersebut. Meskipun dibawah satu grup manajemen, untuk memindahkan hak
kepemilikan baik kepemilikan riil maupun kepemilikan manfaat, PT X harus melakukan suatu
perbuatan hukum antara PT X dengan dua anak perusahaannya itu agar ada alas hak yang jelas
saat perpindahan hak milik maupun hak manfaat.
Pengalihan hak manfaat kapal dari anak perusahaannya kepada PT X adalah dengan
menggunakan akad ijarah yang kemudian kapal-kapal tersebut dijadikan sebagai objek ijarah
dalam sukuk ijarah. Apabila akad ini yang digunakan pada saat pengalihan hak manfaat objek
ijarah, maka akan timbul konsekuensi berupa hak kepemilikan manfaat bagi penyewa dan hak
atas kepemilikan upah bagi pemilik atau pihak yang menyewakan objek ijarah. Berdaarkan
konsekuensi ini, PT X harus membayar sewa atau ujrah sebagai akibat atas akad ijarah yang
disepakati antara PT X dengan PT Emerald Maritime dan Gas Sumbawa PE Ltd. PT X
diharuskan membayar ujrah karena PT X mendapat hak manfaat. Hal ini kembali kepada konsep
bahwa ijarah adalah jual beli manfaat. Akan tetapi, dalam akad ijarah ini tidak diatur mengenai
pembayaran sewa atau ujroh. Padahal dalam akad ijarah harus ada pembayaran sewa atau ujrah.
Jika akad ini hanya ada pengalihan hak manfaat dari PT. Emerald Maritime dan Gas Sumbawa
PE Ltd kepada PT X, akad ini tidak bisa disebut sebagai akad ijarah melainkan merupakan akad
ariyah (pinjam-meminjam).
Konsekuensi lain dari penggunaan akad ijarah ini adalah apakah diperbolehkan sebuah
benda yang disewa oleh musta’jir bisa disewakan kembali. Para ulama dari semua mazhab
sepakat untuk memperbolehkan menyewakan kembali suatu objek ijarah dikarenakan tidak ada
dalil yang tegas balik dalam Al Qur’an dan Sunnah yang melarang praktek ini. Pendapat ulama
mengenai hal ini yaitu penyewaan kembali barang yang di-ijarah-kan harus dengan
sepengetahuan pemilik sewa (Mu’jir). Selain itu, ada pendapat bahwa sewa yang dibebankan
dari sub penyewa lebih tinggi dari sewa yang dibebankan diperbolehkan oleh para ulama. Hal ini
juga disetujui oleh mazhab Hambali. Di sisi lain, Imam Abu Hanifah memandang bahwa
penyewa yang barangnya disewakan kembali tidak bisa mendapatkan surplus tersebut,
melainkan dana surplus tersebut digunakan untuk dana kebajikan.
Analisis Akad Ijarah antara PT X Dengan Wali Amanat Sukuk Ijarah Sehubungan dengan
Penawaran Umum Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan Sukuk Ijarah II Tahun 2009
1. Akad ijarah sehubungan dengan penawaran umum Sukuk Ijarah I Tahun 2007 antara PT
X dengan pemegang Sukuk Ijarah I Tahun 2007 yang diwakili Bank Mandiri sebagai
Wali Amanat.
2. Akad ijarah sehubungan dengan penawaran umum Sukuk Ijarah II Tahun 2009 antara
PT X dengan pemegang Sukuk Ijarah II Tahun 2009 yang diwakili Bank CIMB Niaga
sebagai Wali Amanat.
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Akad ijarah ini merupakan akad inti dari Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan Sukuk Ijarah II
Tahun 2009. Akad ini hanya terdiri dari satu akad ijarah. Akad ini mengatur perpindahan dan
penalihan hak manfaat objek ijarah antara PT X dengan Wali Amanat dengan nilai sebesar 200
milyar untuk Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan 100 milyar untuk Sukuk Ijarah II tahun 2009. Jika
maksud akad ijarah ini adalah pengalihan hak dengan cara melakukan jual beli hak manfaat
objek ijarah antara PT X dengan Wali Amanat, PT X sebagai pemegang hak manfaat
memberikan hak manfaat objek ijarah yaitu kapal FPSO Brotojoyo dan MT Gas Sumbawa
kepada Wali Amanat dan Wali Amanat membayar hak manfaat objek ijarah tersebut.
Penggunaan konsep ini dalam akad ijarah tidak menyalahi aturan karena ijarah pada dasarnya
adalah jual beli manfaat antara penyewa dengan pemilik sewa. Akan tetapi, setelah hak manfaat
objek ijarah berpindah dari PT X kepada Wali Amanat, tidak ada lagi pengaturan mengenai
bagaimana hak manfaat objek ijarah disewakan kembali dari Wali Amanat sebagai pemilik sewa
(Mu’jir) atas hak manfaat ijarah kepada PT X sebagai penyewa (Musta’jir). Selain itu, tidak ada
ketentuan yang tercantum dalam akad mengenai berapa cicilan imbalan ijarah dan sisa imbalan
ijarah yang harus dibayarkan. Jika hanya ada satu akad ijarah, skema sukuk ijarah menjadi
gharar karena akad ijarah ini hanya mengalihkan hak manfaat dari PT X kepada Wali Amanat
sehingga konsekuensinya adalah Wali Amanat yang akan membayar ujrah kepada PT X dan
pembayaran biaya sewa atau ujrah yang dilakukan oleh PT X kepada Wali Amanat tidak
mempunyai alas hukum.
Apabila yang dipakai adalah konsep sale and lease back, maka PT X sebagai emiten
penerbit sukuk harus menjual asetnya kepada pemegang sukuk dan kepemilikan aset baik
kepemilikan beralih menjadi milik pemegang sukuk ijarah. Setelah itu, pemegang sukuk ijarah
menyewakan aset tersebut sebagai objek ijarah kepada emiten. Oleh karena itu, tidak cukup jika
hanya satu akad ijarah untuk skema sukuk ijarah ini. Jika memakai konsep sale and lease back,
harus ada dua akad ijarah yang menjadi alas hak. Pertama, akad ijarah untuk jual beli hak
manfaat objek ijarah antara PT X dengan Wali Amanat sehingga beralih kepemilikan atas objek
ijarah tersebut kepada Wali Amanat. Kedua, akad ijarah untuk menyewakan kembali objek
ijarah tersebut oleh Wali Amanat sebagai pemilik kepada PT X. Setelah itu, PT X akan
membayar pembayaran biaya sewa (ujrah) kepada Wali Amanat dan pada akhir masa akad
ijarah, kepemilikan hak manfaat bisa dialihkan kembali kepada PT X dengan cara akad jual beli
(al ba’i).
Analisis Akad Wakalah antara Wali Amanat Pemegang Sukuk Ijarah dimana PT Bank
Mandiri Tbk untuk Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan PT Bank CIMB Niaga Tbk untuk
Sukuk Ijarah Tahun 2009 dengan PT X
Akad ini termasuk wakalah khusus karena ditujukan untuk kegiatan khusus yaitu
mewakili segala kepentingan muwakkil sebagai pemilik hak manfaat untuk membuat kontrak
kepada pihak ketiga dalam rangka menyewakan kembali hak manfaat objek ijarah dan menerima
pembayaran atas hak manfaat objek ijarah. Selain itu, akad wakalah ini termasuk akad wakalah
muqayyadah dimana Wakil harus melaksanakan apa yang dikuasakan sesuai dengan syaratsyarat yang telah dibuat oleh muwakkil selaku pemilik hak manfaat objek ijarah. Jika wakil
melanggar ketentuan dalam akad, akad ini bisa batal dengan sendirinya maupun di batalkan
secara hukum (Fasakh).
Pasal 2 di dalam akad wakalah ini mengatur bahwa wakil tidak diperkenankan untuk
memberi kuasa kepada pihak lain untuk melaksanakan perbuatan hukum dalam hal mewakili
kepentingan muwakkil untuk melangsungkan perjanjian dan pelaksanaan perjanjian dengan pihak
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
ketiga. Padahal, dalam kenyataannya, PT X sebagai wakil mewakilkan kembali kepada anak
perusahaannya untuk melangsungkan perjanjian dan pelaksanaan perjanjian dengan pihak ketiga.
Wakalah bersifat khusus atau terikat dengan ketentuan memiliki definisi bahwa wakil harus
melakukan sendiri dan tidak boleh mewakilkannya kepada pihak lain untuk melakukan apa yang
telah diwakilkan kepadanya. Ulama Syafi’iah dan Ulama Hanabilah berpendapat bahwa tidak
boleh mewakilkan kepada orang lain tanpa izin dari muwakkil jika dia mampu melaksanakan apa
yang telah diwakilkan tersebut. Apabila dia tidak mampu melakukan semua apa yang diwakilkan
kepadanya, dia baru boleh mewakilkannya kepada orang lain dan wakil kedua dengan wakil
pertama adalah wakil dari muwakkil. Oleh karena itu, akad wakalah ini menjadi cacat apabila PT
X mewakilkan kembali kepada anak perusahaannya karena ada larangan bagi PT X sebagai
wakil untuk mewakilkan kembali apa yang telah diwakilkan kepada pihak ketiga termasuk
kepada anak perusahaannya sendiri. Pemberian wakalah dari PT X kepada anak perusahaannya
ini tidak mempunyai alas hukum sehingga membuat akad wakalah yang merupakan salah satu
skema dalam skema besar Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan Sukuk Ijarah II Tahun 2009 ini
menjadi cacat.
Analisis Akad Kafalah antara PT X dengan PT Bank CIMB Niaga Tbk sebagai Wali
Amanat Pemegang Sukuk Ijarah Tahun 2009
Akad kafalah ini hanya ada dalam skema Sukuk Ijarah Tahun 2009. Akad kafalah harus
jelas apakah ini akad kafalah bin nafs (kafalah dengan jaminan perseorangan) atau kafalah bin
mal (kafalah dengan jaminan harta benda). Apabila akad kafalah menggunakan konsep kafalah
bin nafs, seharusnya yang menjaminkan adalah pihak ketiga diluar PT X. Pihak ketiga tersebut
akan bertindak sebagai penjamin bahwa PT X akan melunasi pembayaran sisa imbalan ijarah
dan cicilan imbalan ijarah karena PT X mempunyai posisi sebagai pihak yang berutang. Jika
maksud dari akad ini adalah kafalah bin nafs (kafalah dengan jaminan perseorangan/corporate
guarantree), harus ada pihak ketiga diluar pihak yang memiliki utang. Oleh karena itu,
penggunaan akad kafalah dalam Sukuk Ijarah II Tahun 2009 kurang tepat apabila digunakan
untuk mendapatkan jaminan dari PT X untuk kepastian pembayaran atas sisa imbalan ijarah dan
cicilan imbalan ijarah.
Dalam akad ini, PT X sebagai emiten penerbit sukuk ijarah menjamin untuk membayar
kewajiban atas pembayaran sisa imbalan ijarah dan cicilan imbalan ijarah kepada Wali Amanat.
Akad ini bukanlah akad kafalah karena jika penjaminan melalui kafalaah bin nafs, seharusnya
yang menjadi pihak penjamin adalah pihak diluar PT X sebagai pihak yang mempunyai
kewajiban. Akan tetapi, dalam akad kafalah ini, yang menjadi penjamin adalah PT X sendiri.
Selain itu, jika akad kafalah ini adalah kafalah bin mal, harus ada barang yang dijadikan jaminan
namun dalam akad kafalah ini tidak ada barang dari pihak PT X yang dijadikan jaminan. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa akad kafalah yang merupakan salah satu skema dalam skema besar
Sukuk Ijarah II Tahun 2009 ini kurang tepat.
Analisis Kesesuaian Syariah Akad-Akad dalam Skema Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan
Sukuk Ijarah II Tahun 2009 Setelah Restrukturisasi
Akad Ijarah antara Chembulk Trading II LLC dengan PT X Sehubungan dengan
Pengalihan Manfaat serta Hak untuk Menggunakan dan/atau Menyewakan Kembali Aset
sebagai Objek Ijarah Pengganti
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Dalam proses restrukturisasi Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan Sukuk Ijarah II Tahun
2009, PT X selaku emiten penerbit sukuk melakukan dua akad ijarah sebagai berikut:
1. Akad ijarah tertanggal 16 Desember 2013 antara Chembulk Trading II LLC dengan
PT X yang bermaksud untuk mengalihkan manfaat serta memberikan hak untuk
menggunakan dan/atau menyewakan kembali kapal Chembulk Minneapolis kepada
pihak ketiga. Kapal Chembulk Minneapolis merupakan objek ijarah pengganti untuk
Sukuk Ijarah I Tahun 2007.
2. Akad ijarah tertanggal 16 Desember 2013 antara Chembulk Trading II LLC dengan
PT X yang bermaksud untuk mengalihkan manfaat serta memberikan hak untuk
menggunakan dan/atau menyewakan kembali kapal MT Chembulk Kings Point
kepada pihak ketiga. Kapal MT Chembulk Kings Point merupakan objek ijarah
pengganti untuk Sukuk Ijarah II Tahun 2009.
Di dalam akad ijarah ini, tidak diatur berapa ujrah yang harus dibayarkan PT X sebagai
penyewa atau musta’jir kepada Chembulk Trading II LLC sebagai pemilik objek ijarah atau
mu’jir. Akad ijarah ini hanya mencantumkan nilai pengalihan objek ijarah sebesar 200 milyar
rupiah untuk Sukuk Ijarah I tahun 2007 dan 100 milyar rupiah untuk Sukuk Ijarah II tahun
2009. Berdasarkan Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.14 tentang Akad-Akad yang Digunakan
dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal nomor 2 tentang ijarah ayat (d) poin 1,
dijelaskan bahwa “besarnya harga sewa atau upah (ujrah) serta waktu dan cara
pembayarannya ditetapkan secara tertulis dalam ijarah”.
Konsekuensi dari akad ijarah adalah adanya pembayaran ujrah. Jika hanya ada
pengalihan hak manfaat saja, akad ini tidak termasuk akad ijarah melainkan akad ariyah (pinjam
meminjam). Oleh karena itu, akad ijarah ini cacat dan bisa dibatalkan (fasakh) karena akad
ijarah ini tidak mengatur mengenai ujrah dan sewa.
Menurut opini penulis, berdasarkan wawancara dan hasil diskusi dengan beberapa
narasumber, PT X seharusnya tetap membayar ujrah walaupun hanya Rp 1,00 (satu rupiah)
kepada Chembulk Trading II LLC selaku mu’jir dan pemilik dari kapal karena pada dasarnya,
ijarah merupakanjual beli manfaat yang mengharuskan adanya timbal balik antara penyewa dan
pemilik objek yang disewakan yaitu dengan cara membayar ujrah.
Saat hak manfaat objek ijarah beralih kepada PT X, PT X sebagai penyewa (musta’jir)
boleh mengalihkan kembali hak manfaat tersebut kepada Pemegang Sukuk Ijarah. Ditinjau dari
fikih muamalah, Sheikh Sayyid Sabiq mengatakan bahwa penyewa boleh menyewakan kembali
dengan harga yang sama pada saat dia menyewa dengan porsi harga sewa lebih banyak atau
sedikit. Oleh karena itu, tidak menjadi masalah ketika pengalihan hak manfaat ini menggunakan
akad ijarah namun dengan tetap memenuhi semua rukun dan syarat ijarah.
Analisis Akad Ijarah antara PT X dengan PT Bank CIMB Niaga Tbk sebagai Wali
Amanat Sukuk Ijarah I dan II Sehubungan dengan Pelaksanaan Perjanjian Perdamaian
dan Perubahan dan Pernyataan Kembali Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan Sukuk Ijarah II
Tahun 2009
Akad ini hanya terdiri dari satu akad ijarah. Akad ini mengatur perpindahan dan
pengalihan hak manfaat objek ijarah antara PT X dengan Wali Amanat dengan nilai sebesar 200
milyar untuk Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan 100 milyar untuk Sukuk Ijarah II tahun 2009. Jika
maksud akad ijarah ini adalah pengalihan hak dengan cara melakukan jual beli hak manfaat
objek ijarah antara PT X dengan Wali Amanat, PT X sebagai pemegang hak manfaat
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
memberikan hak manfaat objek ijarah pengganti yaitu kapal Chembulk Minneapolis dan kapal
MT Chembulk Kings Point dan Wali Amanat membayar hak manfaat objek ijarah tersebut.
Penggunaan konsep ini dalam akad ijarah tidak menyalahi aturan karena ijarah pada dasarnya
adalah jual beli manfaat antara penyewa dengan pemilik sewa. Akan tetapi, setelah hak manfaat
objek ijarah berpindah dari PT X kepada Wali Amanat, tidak ada lagi pengaturan mengenai
bagaimana hak manfaat objek ijarah disewakan kembali dari Wali Amanat sebagai pemilik sewa
(Mu’jir) atas hak manfaat ijarah kepada PT X sebagai penyewa (Musta’jir). Selain itu, tidak ada
ketentuan yang tercantum dalam akad mengenai berapa cicilan imbalan ijarah dan sisa imbalan
ijarah yang harus dibayarkan. Jika hanya ada satu akad ijarah, skema sukuk ijarah menjadi
gharar karena akad ijarah ini hanya mengalihkan hak manfaat dari PT X kepada Wali Amanat
sehingga konsekuensinya adalah Wali Amanat yang akan membayar ujrah kepada PT X dan
pembayaran biaya sewa atau ujrah yang dilakukan oleh PT X kepada Wali Amanat tidak
mempunyai alas hukum.
Apabila yang dipakai adalah konsep sale and lease back, maka PT X sebagai emiten
penerbit sukuk harus menjual asetnya kepada pemegang sukuk dan kepemilikan aset baik
kepemilikan beralih menjadi milik pemegang sukuk ijarah. Setelah itu, pemegang sukuk ijarah
menyewakan aset tersebut sebagai objek ijarah kepada emiten. Oleh karena itu, tidak cukup jika
hanya satu akad ijarah untuk skema sukuk ijarah ini. Jika memakai konsep sale and lease back,
harus ada dua akad ijarah yang menjadi alas hak. Pertama, akad ijarah untuk jual beli hak
manfaat objek ijarah antara PT X dengan Wali Amanat sehingga beralih kepemilikan atas objek
ijarah tersebut kepada Wali Amanat. Kedua, akad ijarah untuk menyewakan kembali objek
ijarah tersebut oleh Wali Amanat sebagai pemilik kepada PT X. Setelah itu, PT X akan
membayar pembayaran biaya sewa (ujrah) kepada Wali Amanat dan pada akhir masa akad
ijarah, kepemilikan hak manfaat bisa dialihkan kembali kepada PT X dengan cara akad jual beli
(al ba’i).
Analisis Akad Wakalah antara PT Bank CIMB Niaga Tbk sebagai Wali Amanat Sukuk
Ijarah I dan II dengan PT X
Akad ini termasuk wakalah khusus karena ditujukan untuk kegiatan khusus yaitu
mewakili segala kepentingan muwakkil sebagai pemilik hak manfaat untuk membuat kontrak
kepada pihak ketiga dalam rangka menyewakan kembali hak manfaat objek ijarah dan
menerima pembayaran atas hak manfaat objek ijarah. Selain itu, akad wakalah ini termasuk akad
wakalah muqayyadah dimana Wakil harus melaksanakan apa yang dikuasakan sesuai dengan
syarat-syarat yang telah dibuat oleh muwakkil selaku pemilik hak manfaat objek ijarah. Jika
wakil melanggar ketentuan dalam akad, akad ini bisa batal dengan sendirinya maupun di
batalkan secara hukum (Fasakh).
Berbeda dengan akad wakalah pada skema awal Sukuk Ijarah I dan II, dalam akad
wakalah baru yang dibuat sebagai salah satu akad dalam skema restrukturisasi sukuk ijarah ini
mengatur bahwa wakil diperkenankan untuk memberi kuasa kepada pihak lain untuk
melaksanakan perbuatan hukum dalam hal mewakili kepentingan muwakkil untuk
melangsungkan perjanjian dan pelaksanaan perjanjian dengan pihak ketiga. Hal ini berdasarkan
pasal 2 dalam akad wakalah yang berbunyi Wakil berjanji untuk melaksanakan perbuatan hukum
yang dikuasakan kepadanya, dan selain kepada Wakil dan anak perusahaannya. Jadi, jika PT X
mewakilkan lagi kepada anak perusahaannya dalam hal apa yang diwakilkan kepada PT X, hal
ini diperbolehkan.
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Analisis Akad Kafalah antara PT X dengan PT Bank CIMB Niaga Tbk sebagai Wali
Amanat Sukuk Ijarah Tahun 2009
Akad kafalah hanya ada dalam skema Sukuk Ijarah II Tahun 2009. Dalam sebuah akad
kafalah, harus jelas apakah ini akad kafalah bin nafs (kafalah dengan jaminan perseorangan) atau
kafalah bin mal (kafalah dengan jaminan harta benda). Apabila akad kafalah menggunakan
konsep kafalah bin nafs, seharusnya yang menjaminkan adalah pihak ketiga diluar PT X. Pihak
ketiga tersebut akan bertindak sebagai penjamin bahwa PT X akan melunasi pembayaran sisa
imbalan ijarah dan cicilan imbalan ijarah karena PT X mempunyai posisi sebagai pihak yang
berutang. Jika maksud dari akad ini adalah kafalah bin nafs (kafalah dengan jaminan
perseorangan/corporate guarantree), harus ada pihak ketiga diluar pihak yang memiliki utang.
Oleh karena itu, penggunaan akad kafalah dalam Sukuk Ijarah II Tahun 2009 kurang tepat
apabila digunakan untuk mendapatkan jaminan dari PT X mengenai kepastian pembayaran atas
sisa imbalan ijarah dan cicilan imbalan ijarah. Akad ini bukanlah akad kafalah, melainkan
hanya pernyataaan untuk membayar cicilan imbalan ijarah.
Analisis Tinjauan Kritis Kesesuaian Syariah Sukuk Ijarah PT X dengan Tinjauan
Literatur
Stuktur Sukuk Ijarah PT X
Dilihat dari sisi risiko, investor pada asset-based sukuk sebenarnya mempunyai tingkat
risiko yang sama dengan utang tanpa jaminan (unsecured), sedangkan investor pada assetbacked sukuk mempunyai hak tagih atas aset riil yang telah dipisahkan kepemilikannya dari
emiten penerbit sukuk.
Hak pemegang sukuk untuk akses dan menjual aset yang mendasari sukuk merupakan
sebuah poin yang sangat penting dan menjadi perhatian utama para ahli syariah mengenai sukuk.
Sukuk selalu dikatakan dapat memberikan perlindungan tambahan bagi investornya. Pembatasan
dalam hak untuk akses dan menjual aset yang mendasari sukuk dalam unsecured asset-based
sukuk tidak memberikan perlindungan terhadap para pemegang sukuk. Sejumlah sukuk yang
bermasalah seperti Investment Dar, Golden Belt, dan Nakheel adalah unsecured asset-based
sukuk. Sebagai akibat dari tidak adanya hak untuk akses dan menjual aset yang mendasari sukuk,
kita dapat melihat bagaimana mereka mempengaruhi industri keuangan Islam secara
keseluruhan.
Menurut Dusuki dalam penelitiannya di tahun 2010 yang berjudul Critical Appraisal of
Shariah Issues on Ownership in Asset-Based Sukuk as Implemented in the Islamic Debt Market,
untuk mengidentifikasi peran sebenarnya dari aset yang mendasari sukuk ditinjau dari perspektif
syariah dan hukum, kita hanya perlu menjawab dua pertanyaan sederhana,
1. Jika terjadi default, apakah pemegang sukuk dapat menjual aset yang mendasari sukuk
tersebut?
2. Jika ada masalah dengan aset yang mendasari sukuk, apakah pembayaran kepada
pemegang sukuk akan terganggu?
Jika jawaban kedua pertanyaan di atas adalah tidak, struktur sukuk yang digunakan adalah assetbased sukuk. Jika jawaban kedua pertanyaan di atas adalah iya, struktur sukuk yang digunakan
adalah asset-backed sukuk.
Jika dikaitkan dengan Sukuk Ijarah I Tahun 2007 dan Sukuk Ijarah II yang diterbitkan
PT X yang dibahas dalam penelitian ini, akan didapat fakta sebagai berikut:
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
1. Jika terjadi default, apakah pemegang sukuk dapat menjual aset yang
mendasari sukuk tersebut?
2. Jika ada masalah dengan aset yang mendasari sukuk, apakah pembayaran
kepada pemegang sukuk akan terganggu?
Tidak
Tidak
Jadi, dapat disimpulkan bahwa struktur sukuk ijarah yang diterbitkan oleh PT X adalah assetbased sukuk. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Ketua Tim Pendamping Restrukturisasi
Sukuk Ijarah PT X dari DSN-MUI saat diwawancara oleh penulis. Transkip wawancara
terlampir dalam bagian lampiran skripsi ini.
Ketika dianalisis lebih detail, dalam IFSB 7 juga diuraikan tentang dua jenis asset-based
sukuk. Pertama, pay-through sukuk yaitu sukuk yang memanfaatkan purchase undertaking dari
emiten penerbit sukuk. Jenis asset-based sukuk ini dikenal dengan istilah unsecured asset-based
sukuk. Kedua, pass-through sukuk yaitu sukuk dengan jaminan dari penerbit dalam hal ketika
emiten penerbit sukuk mengalami default. Jenis asset-based sukuk ini dikenal dengan istilah
secured asset-based sukuk.
Dalam Prospektus dan Perjanjian Perwaliamanatan, dijelaskan bahwa baik Sukuk Ijarah I
Tahun 2007 maupun Sukuk Ijarah II Tahun 2009, tidak dijaminkan dengan agunan khusus serta
tidak dijamin oleh pihak manapun. Jadi, kembali dapat disimpulkan bahwa struktur sukuk ijarah
yang diterbitkan oleh PT X baik Sukuk Ijarah I Tahun 2007 maupun Sukuk Ijarah II Tahun
2009 adalah unsecured asset-based sukuk. Hal ini berarti pemegang sukuk tidak mempunyai
jaminan apapun atas aset seperti yang dijelaskan Dusuki dalam penelitiannya di tahun 2010 yang
berjudul Critical Appraisal of Shariah Issues on Ownership in Asset-Based Sukuk as
Implemented in the Islamic Debt Market halaman 23 berikut ini,
“In most unsecured asset-based sukuk, the sukuk-holders cannot dispose of the asset to
third parties. This restriction is not mentioned in the shariah document or agreement (i.e.
ijarah, musyarakah, murabahah, etc.), but is mentioned in the purchase undertaking, risk
section and enforcement clause.”
Dalam unsecured asset-based sukuk, pemegang sukuk tidak mempunyai kepentingan dan
kontrol apapun terhadap aset yang mendasari sukuk. Dalam secured asset-based sukuk,
pemegang sukuk mempunyai security interest yaitu jaminan atas aset, tetapi bukan sebagai
pemilik dari aset tersebut. Pemegang sukuk hanya dapat melakukan klaim sejumlah nilai sukuk
yang mereka miliki dan surplus yang timbul dari penjualan atas aset harus dikembalikan kepada
emiten penerbit sukuk. Jika hasil penjualan atas aset yang mendasari sukuk tersebut tidak
mencukupi, pemegang sukuk memiliki skala prioritas yang sama dengan kreditur tanpa jaminan
lainnya di mata emiten penerbit sukuk (Dusuki and Mokhtar, 2010: 19, 23). Oleh karena itu,
permasalahan syariah dalam asset-based sukuk adalah status kepemilikan pemegang sukuk atas
aset yang mendasari sukuk yang sangat terbatas.
Pelanggaran Perjanjian Perwaliamanatan
PT X melakukan beberapa pelanggaran terkait dengan beberapa poin perjanjian yang ada
di dalam Perjanjian Perwaliamanatan antara lain:
Perjanjian Perwaliamanatan
1.
Memenuhi kewajiban keuangan.
Pelanggaran
Pada tanggal 17 Maret 2008, Bank
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
CIMB Niaga sebagai Wali Amanat
Memelihara perbandingan antara mengeluarkan pemberitahuan
kewajiban keuangan bersih dengan terhadap kegagalan Perusahaan untuk
modal tidak lebih dari 2,5:1
memenuhi salah satu covenant dalam
Perjanjian Perwaliamanatan dimana
harus mempertahankan rasio utang
bersih terhadap ekuitas tidak lebih
dari 2,5:1
2
Mempertahankan hasil
pemeringkatan sukuk ijarah tidak
lebih rendah dari ketentuan yang ada
di PerjanjianvPerwaliamanatan.
a.
Sukuk Ijarah I Tahun 2007
Mempertahankan hasil
pemeringkatan sukuk ijarah tidak
lebih rendah dari idBBB (triple B)
sampai dengan tanggal pelunasan
atau tanggal jatuh tempo dan
Pada tanggal 17 Januari 2012, dimana
masih dalam masa pembayaran
cicilan imbalan ijarah dan sisa
imbalan ijarah atas Sukuk Ijarah I
Tahun 2007 dan Sukuk Ijarah II
Tahun 2009, Pefindo menurunkan
peringkat
menjadi
idBBBdikarenakan large debt yang jatuh
tempo, sedangkan bisnis perkapalan
belum membaik.
Mempertahankan hasil
pemeringkatan sukuk ijarah tidak
lebih rendah dari idA (single A
minus) setelah tanggal pelunasan
atau tanggal jatuh tempo.
b.
Sukuk Ijarah II Tahun 2009
Mempertahankan hasil
pemeringkatan sukuk ijarah tidak
lebih rendah dari idA- (single A
minus) sampai dengan taggal
pelunasan atau tanggal jatuh tempo
dan
Mempertahankan hasil
pemeringkatan sukuk ijarah tidak
lebih rendah dari idA- (single A
minus) setelah tanggal pelunasan
atau tanggal jatuh tempo.
3.
Memberikan
jaminan
ketika
peringkat sukuk ijarah lebih rendah
dari ketentuan yang ada di
Perjanjian Perwaliamanatan.
Atas penurunan peringkat tersebut,
PT X seharusnya berkewajiban untuk
memberikan jaminan sesuai dengan
ketentuan yang telah tercantum di
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
dalam Perjanjian Perwaliamanatan
dan Prospektus. Akan tetapi, dalam
kenyataannya,
PT
X
tidak
memberikan jaminan apapun atas
kondisi ini hingga memperoleh
peringkat idD (Default) oleh Pefindo
pada tanggal 28 Februari 2012 setelah
benar-benar tidak bisa membayar
pembayaran cicilan imbalan ijarah
dan sisa imbalan ijarah yang akan
jatuh tempo di tahun 2012.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:
1. Struktur sukuk ijarah yang diterbitkan oleh PT X baik Sukuk Ijarah I Tahun 2007
maupun Sukuk Ijarah II Tahun 2009 adalah unsecured asset-based sukuk. Hal ini berarti
pemegang sukuk sebenarnya tidak mempunyai jaminan dan hak apapun atas aset yang
menjadi objek ijarah.
Struktur asset-based sukuk seperti yang digunakan PT X dalam menerbitkan
sukuk ijarah sangat populer digunakan oleh emiten dalam menerbitkan sukuk karena
struktur asset-based sukuk memungkinkan emiten untuk meningkatkan dana tanpa
jaminan. Emiten tidak harus memisahkan aset dari buku mereka untuk mendapatkan
uang. Sebaliknya, dalam asset-backed sukuk, jual putus menurut perspektif hukum harus
diambil. Hal ini akan mengarah pada de-recognition aset dari buku emiten penerbit
sukuk. De-recognition berarti bahwa emiten penerbit sukuk bukan lagi pemilik aset.
Pemilik aset adalah pemegang sukuk. Isu mengenai masalah ini adalah apakah emiten
sebenarnya bersedia untuk berpisah dengan aset mereka atau apakah emiten sebenarnya
masih ingin mengakui aset tersebut dan meningkatkan pendanaan tanpa jaminan dengan
aset yang sama.
Idealnya, dalam asset-backed sukuk, uji kelayakan dan kapabilitas terkait
kemampuan aset yang mendasari sukuk untuk dapat membayar semua cicilan imbalan
ijarah dan sisa imbalan ijarah saat jatuh tempo dilakukan sebelum memasuki akad dan
perjanjian sukuk. Hal ini dikarenakan selain menjadi sumber pembayaran kepada
pemegang sukuk, aset yang mendasari sukuk akan menjadi satu-satunya solusi ketika
default. Jika Wali Amanat menjual aset dan tidak memiliki cukup uang untuk membayar
para pemegang sukuk, mereka tidak bisa mengejar emiten penerbit sukuk. Jika aset
tersebut tidak mencukupi, maka pemegang sukuk selaku investor harus menerima
konsekuensi.
Selain perlindungan terhadap investor, penulis melihat asset-backed sukuk
memberikan transparansi yang lebih. Investor memahami risiko apa yang mereka ambil
dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang ada. Namun, tidak semua investor
akan menginginkan risiko ini.
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
2. Akad-akad dalam skema yang membentuk sukuk ijarah PT X masih terdapat
ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini mempengaruhi kesesuaian syariah
atas sukuk ijarah tersebut.
Peraturan dan pengawasan terhadap korporasi terkait banyaknya obligasi
konvensional dan obligasi syariah yang diterbitkan harus lebih diperketat. Jangan sampai
korporasi hanya fokus pada penggunaan obligasi syariah sebagai salah satu sumber
pendanaan mereka namun kesesuaian syariah terkait obligasi syariah tersebut tidak
dipenuhi secara maksimal. Hal ini akan berdampak pada kemampuan dan keputusan
korporasi dalam memenuhi kewajibannya kepada investor, apalagi jika terjadi default.
3. Phak manajemen PT X terlalu ambisius dalam mengambil keputusan terkait kebijakan
peusahaan dimana senang sekali melakukan leverage tanpa mempertimbangkan
kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.
Meskipun korporasi sedang dalam keadaan krisis finansial/default, selama aset
yang mendasari obligasi syariah (dalam penelitian ini adalah sukuk ijarah) masih tetap
bisa beroperasi dan menghasilkan revenue, maka kewajiban kepada investor (dalam
penelitian ini adalah pemegang sukuk ijarah) berupa cicilan imbalan ijarah dan sisa
imbalan ijarah harus tetap dibayarkan.
4. SOP dan flow chart yang mengatur mengenai pendaftaran sebuah emiten untuk
melakukan penawaran obligasi syariah di Indonesia harus diperbaiki. DSN-MUI dan
Otoritas Jasa Keuangan harus lebih kolaboratif dalam melakukan pengawasan terkait
kinerja emiten penerbit sukuk dan perlindungan terhadap investor.
5. Ada sebuah kebutuhan untuk bergerak menuju asset-backed sukuk yang lebih banyak di
pasar sukuk di Indonesia. Emiten yang ingin meningkatkan pendanaan melalui sukuk
harus siap untuk berpisah dengan aset mereka dan investor yang ingin berinvestasi di
sukuk harus siap untuk mengambil risiko aset.
Selanjutnya, penulis akan melihat melalui perspektif pemegang sukuk sebagai
investor. Kondisi dalam pasar saat ini adalah bahwa pemegang sukuk tidak menginginkan
asset risk. Pemegang sukuk ingin seperti pemegang obligasi dan memiliki purely credit
risk (Dusuki, 2010). Pemegang sukuk menyediakan modal dan pada saat jatuh tempo
mereka berharap untuk mendapatkan kembali modal mereka. Namun, ketika masalah
muncul, mereka menuntut untuk mengambil alih aset yang mendasari sukuk.
Jika pemegang sukuk adalah pemilik aset, hal ini berarti bahwa pemegang sukuk
akan terkena risiko atas aset. Jika aset yang pemegang sukuk ambil alih dari emiten
penerbit sukuk tidak cukup untuk membayar nilai investasi mereka, pemegang sukuk
tidak bisa mengejar emiten penerbit sukuk agar menanggung nilai investasi dalam sukuk
yang belum terbayar. Pertanyaan mengenai apakah pemegang sukuk sebagai investor siap
atas kondisi ini dan apakah ini yang pemegang sukuk inginkan harus terjawab dari sudut
pandang pemegang sukuk. Dalam assset-based sukuk, tidak ada uji kelayakan yang
secara rinci dilakukan pada kapabilitas dan kemampuan aset untuk membayar pemegang
sukuk.
Mayoritas sukuk yang diterbitkan di pasar sukuk adalah asset-based sukuk. Salah
satu alasannya adalah keengganan emiten penerbit sukuk untuk menanggung dan
mengeluarkan biaya hukum tambahan untuk menyempurnakan pengalihan kepemilikan
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
aset secara hukum kepada Wali Amanat dan yang lebih penting adalah melepaskan
kontrol atas aset kepada Wali Amanat. (Dusuki, 2010). Hal ini berlawanan dengan tujuan
cost-efficient financing dari sisi emiten penerbit sukuk. Selain itu, uji kelayakan dan
metodologi pemeringkatan yang dilakukan pada asset-backed sukuk lebih detail dan ketat
yang dapat mengakibatkan nilai peringkat sukuk yang lebih rendah dibandingkan ketika
menggunakan struktur asset-based sukuk.
Sebagai kesimpulan, dapat kita lihat bahwa ada banyak perdebatan masalah
syariah timbul dalam asset-based sukuk. Pembatasan hak untuk mengakses dan menjual
aset yang mendasari sukuk menimbulkan keraguan serius apakah asset-based sukuk
benar-benar sesuai dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa
asset-backed sukuk jelas memenuhi prinsip syariah dan menghilangkan semua isu yang
telah kita bahas.
Saran
Bagi PT X dan perusahaan lainnya:
1. Menerapkan mekanisme pelaksanaan sukuk ijarah sebagaimana yang
direkomendasikan secara lengkap.
2. Memanfaatkan sukuk sebagai salah satu alternatif pembiayaan dalam ekspansi usaha
dengan tetap memenuhi ketentuan syariah mengenai sukuk.
Bagi Regulator dan Dewan Syariah Nasional MUI:
1. Fatwa-fatwa terkait sukuk ijarah yang ada saat ini baru mengatur hal-hal umum
dalam akad dan tata cara pelaksanaan. Perlu tambahan ketentuan yang mengatur
pelaksaan sukuk ijarah dengan lebih detail agar tidak bisa dijadikan celah oleh
penerbit sukuk seperti pada ketentuan khusus nomor 5 dalam Fatwa DSN-MUI No.
41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
2. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan sukuk ijarah yang telah beredar di
pasar terkait dengan kesesuainnya dengan prinsip-prinsip syariah.
3. Melakukan uji kelayakan dan kapabilitas terkait kemampuan aset yang mendasari
sukuk untuk dapat membayar semua cicilan imbalan ijarah dan sisa imbalan ijarah
saat jatuh tempo sebelum memasuki akad dan perjanjian sukuk secara lebih
komprehensif dan kolaboratif antara dua institusi ini. Hal ini dikarenakan selain
menjadi sumber pembayaran kepada pemegang sukuk, aset yang mendasari sukuk
akan menjadi satu-satunya solusi ketika default.
Bagi Masyarakat Umum dan Investor:
1. Menjadikan sukuk sebagai salah satu intrumen dalam berinvestasi.
2. Turut mengawasi akad dan pelaksanaan sukuk-sukuk yang telah beredar di pasar
terkait kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip syariah.
Bagi Penelitian Selanjutnya:
1. Melanjutkan penelitian terkait akad dan pelaksanaan sukuk ijarah yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
Daftar Referensi
AAOIFI. (2010). Accounting, Auditing, and Governance Standards for International Financial
Institution.
Abdullah, A. K., 2012. Asset Backed Vs Asset-Based Sukuk, Kuala Lumpur: International
Institute of Advanced Islamic Studies (IAIS) Malaysia.
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Akad Ijarah terkait Sukuk Ijarah I PT X Tahun 2007
Akad Ijarah terkait Sukuk Ijarah II PT X Tahun 2009
Bapepam-LK. (2009). Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal.
Bapepam-LK. (2011). Himpunan Skema Sukuk (Sukuk Mudharabah & Sukuk Ijarah)
Dusuki, A. W. (2010). Do equity-based Sukuk structures in Islamic capital markets manifest the
objectives of Shariah? Journal of Financial Services Marketing
Dusuki, A.W and Mokhtar, S, (2010). Critical Appraisal of Shariah Issues on Ownership in
Asset Based Sukuk as Implemented in the Islamic Debt market. ISRA Research paper,
Volume 8.
Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah
Fatwa DSN-MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Fatwa DSN-MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah
Fatwa DSN-MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk
Reksa Dana Syariah
Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
Fatwa DSN-MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang
Menunda-nunda Pembayaran
Laporan Keuangan PT X Tahun 2008
Laporan Keuangan PT X Tahun 2009
Laporan Keuangan PT X Tahun 2010
Laporan Keuangan PT X Tahun 2013
Laporan Tahunan PT X Tahun 2008
Laporan Tahunan PT X Tahun 2009
Laporan Tahunan PT X Tahun 2010
Laporan Tahunan PT X Tahun 2012
Opini Tim Pendamping Restrukturisasi Sukuk Ijarah PT X
Otoritas Jasa Keuangan. (2013). Statistik Pasar Modal Syariah, Sukuk.
Pengumuman Perpanjangan Pencatatan Obligasi dan Sukuk Hasil Restrukturisasi PT X
Peraturan Bapepam-LK No. IX.A.1 tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan Pendaftaran
Peraturan Bapepam-LK No. IX.A.2 tentang Tata Cara Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran
Umum
Peraturan Bapepam-LK No. IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
Peraturan Bapepam-LK No. IX.A.14 tentang Akad-akad yang Digunakan Dalam Penerbitan
Efek Syariah
Peraturan Bapepam-LK No. IX.C.2 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus
Dalam Rangka Penawaran Umum
Peraturan Bapepam-LK No. II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
Perjanjian Perwaliamanatan Sukuk Ijarah I PT X Tahun 2007
Perjanjian Perwaliamanatan Sukuk Ijarah II PT X Tahun 2009
Prospektus Sukuk Ijarah I PT X Tahun 2007
Prospektus Sukuk Ijarah II PT X Tahun 2009
Putusan Nomor: 27/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Rencana Perdamaian PT X
Analisis kesesuaian…, Ahmad Adi Pranoto, FE UI, 2014
Download