Mewujudkan Keseimbangan yang Efisien Menuju Pertumbuhan yang Berkesinambungan Pidato Gubernur Bank Indonesia, Dr. Darmin Nasution Pada Pertemuan Tahunan Perbankan 2011 9 Desember 2011 Yang terhormat, Ketua MPR RI, Bpk M. Taufiq Kiemas Ketua DPD RI, Bpk Irman Gusman Yang saya hormati Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Para Pemimpin Perbankan di Tanah Air, Para pelaku dunia usaha, Hadirin sekalian yang berbahagia, Assalamu‘alaikum Wr. Wb, Selamat malam dan salam sejahtera bagi kita semua 1. Mengawali perbincangan kita malam ini, saya ingin mengajak kita semua untuk bersama-sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang masih memberikan kesempatan pada kita untuk bertemu dalam suasana yang baik, dalam acara Pertemuan Tahunan Perbankan tahun 2011 ini. 2. Berbeda dengan tradisi pertemuan tahunan perbankan sebelumnya yang diselenggarakan di awal tahun baru, kali ini kita selenggarakan di penghujung tahun. Ini tidak lain agar kita selain dapat melihat sejenak pada catatan-catatan perjalanan yang telah kita lewati, namun juga memiliki waktu lebih dini bagi kita untuk mendiskusikan harapan-harapan, risiko dan tantangan, serta menanamkan komitmen-komitmen. 1 Hadirin sekalian yang saya hormati, <Pengantar> 3. Rasanya kita cukup mahfum bahwa perubahan konstelasi ekonomi global sejak krisis 2008 lalu yang terasa begitu luas dan mendalam, telah memunculkan berbagai tantangan baru yang semakin komplek dalam pengelolaan stabilitas makroekonomi. Kejutan eksternal dan ketidakpastian seakan-akan adalah sebuah dimensi konstan yang terus menerus mengikuti langkah kita. 4. Di era globalisasi ini, setiap perumusan dan implementasi kebijakan ekonomi pasti akan berhadapan dengan keniscayaan tentang “kepastian dan ketidakpastian”. Hal yang pasti adalah bahwa setiap perekonomian yang terbuka seperti Indonesia akan menghadapi kejutan-kejutan eksternal dengan tipe, yang tidak selamanya sama-sebangun. Sedangkan, hal yang tidak pasti adalah tentang kapan kejutan eksternal tersebut akan terjadi, berapa besarnya, dan bagaimana bentuknya. 5. Di tengah berbagai ketidakpastian yang mewarnai dinamika global selama tahun 2011, patut disyukuri bahwa perekonomian nasional berkinerja lebih baik dibandingkan tahun lalu. Jalinan kerjasama yang erat selama ini telah menjadi elemen penting dalam mencapai keberhasilan pengelolaan perekonomian kita. 6. Untuk itu, sebelum saya menyampaikan pandangan mengenai substansi dalam pertemuan ini, perkenankan saya menyampaikan rasa penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat perbankan, jajaran Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, kalangan pengusaha, akademisi, pengamat, media massa dan berbagai pihak lain, yang telah memberikan dukungan kepada pelaksanaan tugas-tugas Bank Indonesia. 7. Saya merasakan bahwa perjalanan memimpin Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang menerima mandat memelihara stabilitas makro, adalah sebuah pengalaman yang sangat berharga. Pengalaman yang penuh dinamika dan warna, yang telah mengantarkan saya dapat menjadi lebih dalam memahami dinamika 2 perekonomian. Tentunya, mandat tersebut adalah sebuah kehormatan dan kesempatan untuk senantiasa memberikan bakti terbaik saya kepada bangsa. 8. Pada malam ini, tiba waktunya bagi saya melakukan refleksi atas apa-apa yang sudah saya jalankan di Bank Indonesia dan rencana langkah ke depannya. Saya berharap apa yang saya sampaikan, dapat menjadi sumbangan pemikiran agar kita dapat melangkah ke depan dengan lebih mantap. Terkait hal itu, tema perbincangan saya malam ini adalah “Mewujudkan Keseimbangan yang Efisien Menuju Pertumbuhan yang Berkesinambungan”. Hadirin sekalian yang berbahagia, 9. Dengan tema tersebut, saya ingin mencoba mengajak Bapak/Ibu sekalian untuk turut memikirkan, bagaimana mengatasi berbagai penyakit “inefisiensi” yang telah mengontrol perekonomian kita secara menahun sehingga menghambat ekonomi untuk tumbuh tinggi dan berkesinambungan. Hanya dengan pertumbuhan yang tinggi dan berkesinambungan, maka masalah kemiskinan dan pengangguran yang merupakan masalah riil di sekeliling kita dapat kita atasi bersama. 10. Secara teknis, pertumbuhan yang tinggi dan berkesinambungan mengacu pada angka pertumbuhan ekonomi potensial.1 Berdasarkan estimasi Bank Indonesia pertumbuhan potensial perekonomian Indonesia berada pada tingkat 7,0%, apabila ditopang pertumbuhan investasi minimal 12,0% setiap tahun. 11. Namun, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan terdapat dua pra-kondisi yang harus dipenuhi. Pertama, adanya elemen kontinuitas berupa lingkungan makroekonomi yang kondusif. Kedua, adanya pertumbuhan akumulasi kapital dan produktivitas (total factor productivity) sebagai elemen struktural agar perekonomian dapat meningkatkan kapasitasnya dan berdaya saing. Pertambahan akumulasi kapital dapat tercapai melalui peningkatan investasi, baik berupa mesin, bangunan pabrik, termasuk juga investasi yang bersifat intangible seperti riset dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM). 1 Pertumbuhan potential yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang konsisten dengan laju inflasi yang tidak terlalu tinggi dan sustainable serta penyerapan tenaga kerja yang mendekati natural full employment 3 12. Keberlangsungan kegiatan investasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya ekspektasi keuntungan, iklim investasi, dan yang tak kalah penting adalah ketersediaan pembiayaan. Untuk Indonesia, ketersediaan pembiayaan merupakan salah satu faktor yang menghambat (binding constraint) kegiatan investasi di dunia usaha. Hal ini terekam dalam beberapa hasil survei Bank Indonesia seperti Survei Pemetaan Sektor Ekonomi di Industri Nonmigas, serta Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Hasil survei mengungkap adanya kendala pembiayaan oleh dunia usaha terkait kesulitan dalam mengakses kredit ke bank, yang dikaitkan dengan tingginya suku bunga kredit, ketersediaan jaminan, dan persyaratan kredit yang terlalu rumit. 13. Dari gambaran survei tersebut saya ingin mengajak insan perbankan melakukan restrokpeksi bagaimana fungsi dan peran industri perbankan “seharusnya kita tempatkan” dalam mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, seperti yang saya sampaikan tadi. Industri perbankan kita sesungguhnya sudah berevolusi melalui berbagai krisis dan learning curve yang panjang, maka sudah sepantasnya menjelma menjadi industri perbankan yang didambakan masyarakat. 14. Masyarakat mendambakan perbankan yang tidak saja sehat dan kuat, tapi juga berperan secara efektif dan efisien dalam pembiayaan perekonomian. Terciptanya perbankan yang sehat dan kuat di satu sisi, dan perbankan yang dapat menjalankan fungsi intermediasinya secara efektif dan efisien di sisi lainnya, bukanlah dua hal yang dapat dipisahkan. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang menjadi satu kesatuan. 15. Kita tidak bisa berdiam diri, statis dan menganggap industri perbankan kita sudah mencapai kondisi keseimbangan (ekulibrium), sementara di negara Asia lain, industri perbankannya terus berbenah diri untuk menemukan keseimbangan yang sesungguhnya, yaitu industri perbankan yang sehat, kuat, dan berdaya saing. Apabila kita tidak berbenah meningkatkan daya saing, maka akan mempersulit kita dalam menghadapi tantangan yang sudah sangat nyata di depan kita, yaitu perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. 4 16. Ketika kita tidak mampu bersaing dalam era globalisasi, kita menjadi kurang kompatibel bagi negara lain. Akibatnya, di satu sisi kita menjadi kurang mampu untuk mengambil manfaat dari globalisasi tersebut, dan di sisi lain kita hanya menerima imbas mudaratnya. Hadirin sekalian yang saya hormati <Ekonomi Global 2011> 17. Di tengah arus globalisasi yang semakin kuat, saya melihat tahun 2011 ini adalah sebuah tahun yang menarik. Sebuah tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat dengan berbagai tantangan, yang menjadikan kita semakin matang dalam mengelola perekonomian. 18. Kita sudah mengetahui bersama, ketidakpastian atas resolusi krisis utang Eropa dan kecemasan yang meluas terhadap resesi global menjadi dua episentrum pemicu gejolak di pasar keuangan global selama 2011. Kita belum mengetahui sampai seberapa dalam dan lama krisis utang Eropa akan berlangsung karena dimensi permasalahannya yang sangat luas. Saat ini tengah terjadi suatu lingkaran buruk yang secara negatif saling mempengaruhi (adverse feedback loop) yaitu antara krisis utang pemerintah, kondisi perbankan yang merapuh, dan aktivitas ekonomi yang melambat, yang pada gilirannya dapat meng-eskalasi krisis lebih buruk dan berkepanjangan. 19. Sementara itu, proses pemulihan ekonomi AS tampak masih berjalan ditempat karena semakin terbatasnya manuver kebijakan fiskal untuk menstimulasi kegiatan ekonomi. Dengan kombinasi antara keterbatasan manuver kebijakan fiskal dan perlambatan ekonomi (deadly combination), pemulihan ekonomi AS menjadi hanya bertumpu pada the Federal Reserve. 20. Namun, dengan ruang penurunan suku bunga yang juga sudah sempit, bank sentral seperti the Fed dituntut untuk terus berkreasi menstimulasi ekonomi melalui kebijakan quantitative easing. Kita pun sebagai negara emerging market 5 menerima imbasnya dalam bentuk arus modal dua arah (two-way cross border capital flows) dengan pola pergerakan yang semakin sulit diantisipasi. 21. Dari pemahaman tersebut, saya tidak bermaksud untuk membuat kita menjadi pesimis dalam menatap masa depan, sebaliknya agar menjadikan kita waspada dan perlu bersiap diri menghadapi kondisi global tahun depan yang diperkirakan tidak akan lebih baik dari kondisi sekarang ini. Kita pun pada akhirnya harus melakukan penyesuaian-penyesuaian, realignment, atas berbagai perkiraan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Hadirin sekalian yang saya hormati, <ekonomi dan pasar keuangan domestik 2011> 22. Kita patut bersyukur, di tengah persistensi gejolak global, daya tahan sektor keuangan dan perekonomian nasional semakin teruji ketangguhannya. Selama tahun 2011 ini ekonomi Indonesia masih terisolasi dari dampak rambatan krisis Eropa melalui jalur perdagangan (trade channel), karena kuatnya basis permintaan domestik dalam struktur perekonomian. 23. Kita juga masih dapat menjaga integritas sistem keuangan di tengah besarnya tekanan rambatan krisis Eropa melalui jalur pasar keuangan (financial market channel). Bahkan rambatan krisis Yunani sudah kita rasakan sejak pertengahan 2010. Pada tahun 2011, optimisme yang tumbuh pada awal tahun atas prospek ekonomi global memudar ketika lembaga pemeringkat kredit Fitch menurunkan peringkat kredit utang Portugal dan Yunani di bulan April dan Mei 2011. 24. Pada awal September 2011 skala tekanan krisis meluas ke Italia dan Spanyol, memicu investor menilai ulang (repricing) risiko berinvestasi dan mereposisi portfolio pada asset emerging market, termasuk di Indonesia. Kita menyaksikan bagaimana rupiah mengalami tekanan dalam tiga bulan terakhir, di tengah kondisi pasokan valas yang tidak berimbang (ekses permintaan). 25. Bank Indonesia tetap menjaga laju depresiasi rupiah agar bergerak dalam skala yang terukur relatif terhadap mata uang regional. Kisaran fluktuasi nilai tukar yang 6 dicapai saat ini juga konsisten dengan keseimbangan internal dan eksternal makro, serta kondusif untuk memberikan kepastian bagi pelaku baik di sektor riil maupun keuangan. Hadirin sekalian yang berbahagia, 26. Terjaganya kestabilan nilai tukar dan kondisi makro secara umum, memberikan ruang bagi kita untuk dapat mengarahkan berbagai indikator ekonomi makro bergerak melaju pada jalurnya yang tepat (on-track). Pengeluaran konsumsi rumah tangga tetap resilien, sementara investasi dan ekspor terus meningkat. Namun, saya perlu memberikan catatan atas masih minimnya realisasi belanja modal fiskal, menyebabkan dampak multiplier operasi fiskal terhadap PDB masih terbatas. 27. Dengan investasi yang terus meningkat, rasio investasi terhadap PDB naik menjadi 31,3% dibandingkan 23,6% pada tahun 2005. Kenaikkan investasi ini juga tergambar dari meningkatnya impor barang modal terutama dalam bentuk mesin, tingginya pertumbuhan penyaluran kredit investasi, dan semakin besarnya penanaman modal langsung (Foreign Direct Investment). Meningkatnya peran investasi dan ekspor membentuk struktur pertumbuhan tahun 2011 tetap berimbang. Untuk tahun 2011 ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 6,5%, melampaui pencapaian tahun 2010 lalu sebesar 6,1%. 28. Sejalan dengan peningkatan investasi, industri pengolahan diperkirakan dapat tumbuh 6,1%(yoy), tertinggi sejak 2004. Ekspansi pada industri pengolahan ini sangat membesarkan hati karena disertai penyerapan angkatan kerja di sektor formal. Tingkat pengangguran turun menjadi 6,6% pada Agustus 2011 dari 7,1% pada Agustus 2010. 29. Potret keberhasilan kita dalam mempertahankan tingginya pertumbuhan ekonomi, menjadi lebih lengkap karena kita juga berhasil mengendalikan inflasi. Pada tahun 2011, inflasi IHK diperkirakan hanya 3,9% (yoy). Sementara itu, inflasi inti yang dalam tiga tahun stabil di sekitar 4,0% menunjukkan bahwa perekonomian masih beroperasi di bawah pertumbuhan potensialnya. 7 30. Saya melihat kecenderungan ini sebagai awal baik karena berarti mulai terjadi proses akumulasi kapital, yang dapat mendorong efektivitas ekspansi kapasitas produktif perekonomian. Reasesmen Bank Indonesia terkini terhadap rigiditas (kekakuan) sisi penawaran perekonomian menunjukkan bahwa tingkat sensitivitas kenaikan harga (inflasi inti) terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi cenderung menurun (membaik) dalam lima tahun terakhir. Hadirin sekalian yang berbahagia, 31. Di tengah lambatnya pemulihan ekonomi di negara maju dan koreksi harga komoditas di pasar global, ekspor Indonesia tetap solid. Ekspor selama 2011 tumbuh 28,2%. Kita dapat memanfaatkan meningkatnya intra-regional trade di kawasan Asia, sehingga dampak pelambatan ekonomi di negara maju dapat dikompensasikan dengan ekspor ke negara Asia yang pertumbuhan ekonominya masih tinggi seperti China dan India. 32. Di pihak lain, impor tetap tumbuh pesat (30,4%) sebagai konsekuensi dari akselerasi kegiatan ekonomi. Saya menilai kenaikan impor masih berada dalam batasan yang sehat karena lebih terkait dengan impor bahan baku dan barang modal, yang menunjang peningkatan kapasitas produksi. 33. Sementara itu, struktur aliran modal semakin berkualitas dengan meningkatnya penanaman modal langsung (FDI) melampaui investasi portofolio. Secara keseluruhan, di tahun 2011 neraca pembayaran membukukan surplus USD 12,6 miliar dan cadangan devisa meningkat menjadi USD 111,0 (7 Desember 2011) dibandingkan akhir 2010. Hadirin sekalian yang saya hormati, 34. Ketangguhan stabilitas sistem keuangan Indonesia juga teruji di tengah persistensi gejolak pasar keuangan global selama 2011. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia turun ke 1,68 (Oktober 2011) dari 1,75 pada awal 2011, atau jauh lebih rendah dari periode krisis 2008 sebesar 2,43. Ini tidak terlepas 8 dari kemampuan perbankan kita yang semakin baik dalam menyerap risiko instabilitas, dengan tetap dapat menjalankan fungsi intermediasinya. 35. Perbaikan kondisi permodalan dan konsistensi penerapan prinsip kehati-hatian bank tampaknya cukup efektif dalam menahan terjadinya pemburukan kondisi industri secara drastis. Kondisi ini tercermin dari rasio kredit bermasalah (NPL) yang secara gross tercatat hanya 2,7% (Oktober 2011), jauh dibawah indicative threshold sebesar 5%, sementara rasio kecukupan modal (CAR) cukup tinggi mencapai 17,2% (Oktober 2011). 36. Meskipun kondisi pasar valas di dalam negeri mengalami tekanan, hal itu tidak berpengaruh pada kondisi likuiditas rupiah di pasar uang antar bank (PUAB), sementara ketersediaan likuiditas perbankan juga cukup memadai. Dana Pihak Ketiga (DPK) pada tahun 2011 (Oktober 2011) tumbuh 19,0% yoy, sedangkan rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposits tetap terjaga pada level di atas 100% (182,0% Oktober 2011). 37. Fungsi intermediasi perbankan dapat berjalan sebagaimana yang direncanakan. Pada tahun 2011 pertumbuhan kredit mencapai 25,7% (Oktober 2011), sementara Loan to Deposit ratio (LDR) meningkat dari 75,5% pada akhir 2010 menjadi 81,4% pada Oktober 2011. Pertumbuhan kredit semakin berkualitas sejalan dengan meningkatnya penyaluran kredit kepada sektor produktif, tercermin dari pertumbuhan kredit investasi yang mencapai 31% (yoy) per Oktober 2011. 38. Disamping semakin tangguh dalam menyerap risiko, industri perbankan kita juga mampu meraup keuntungan yang sangat besar, bahkan paling besar diantara negara-negara ASEAN. Pada Oktober 2011, tingkat Return on Asset (ROA) industri perbankan mencapai 3,11%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang rata-rata hanya mencapai 1,14%. 39. Sementara itu, untuk perbankan syariah, menurut release BMB Islamic sebuah lembaga konsultan bisnis dan manajemen yang berbasis di London, industri 9 keuangan syariah Indonesia menduduki posisi ke-4 di dunia setelah Iran, Malaysia dan Arab Saudi. Ini suatu capaian yang menggembirakan. 40. Pada September 2011, total aset perbankan syariah mencapai Rp126,6 triliun atau 3,8% dari total aset perbankan nasional, tumbuh sebesar 47,8% (yoy) dan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Rata-rata CAR BUS dan Unit Usaha Syariah (UUS) sebesar 16%, sedangkan rata-rata CAR BPRS sebesar 24,7%. Di kelompok BPR, pada akhir Oktober 2011 secara year on year aset tumbuh 20,56%, kredit 20,96%, DPK 21,31%, dan jumlah rekening simpanan tumbuh 9,72%, serta rasio CAR pada akhir Oktober 2011 mencapai 28,58%. Hadirin sekalian yang berbahagia, <Respon Kebijakan> 41. Berbagai pencapaian positif pada kinerja perekonomian nasional di tahun 2011 saya sikapi sebagai buah dari hasil kerja keras dan jalinan kerjasama di antara semua pemangku kebijakan. Kerjasama tersebut didukung secara aktif oleh kalangan perbankan, para pelaku dunia usaha dan masyarakat secara luas. 42. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan beberapa langkah kebijakan yang telah ditempuh Bank Indonesia dalam menyikapi dinamika perekonomian nasional selama 2011. Di bidang moneter, kebijakan Bank Indonesia selama tahun 2011 pada dasarnya merupakan penguatan dari bauran kebijakan yang telah diimplementasikan pada tahun sebelumnya, namun “dikalibarasi” sesuai dengan dinamika tantangan ekonomi yang dihadapi selama tahun 2011. 43. Kebijakan suku bunga selama 2011 tetap diarahkan agar konsisten terhadap pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan, yaitu 5%±1% dan 4,5%±1% pada tahun 2011 dan 2012. Pada Februari 2011 Bank Indonesia menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,75% sebagai respon atas meningkatnya ekspektasi inflasi, yang dipengaruhi tingginya inflasi volatile food. 44. Sejak September 2011, stance kebijakan moneter mulai memberikan sinyal kuat memasuki fase longgar, dengan diturunkannya batas bawah koridor suku bunga 10 pasar uang antar bank (PUAB) O/Ndari 100 bps menjadi 150 bps. Selanjutnya, pada Oktober dan November 2011 Bank Indonesia menurunkan BI rate masingmasing 25 bps dan 50 bps sehingga BI Rate menjadi 6,0% saat ini. Keputusan tersebut didasari keyakinan kuat bahwa inflasi IHK akan semakin rendah, bahkan berpeluang melaju di bawah sasaran 5±1%. Di pihak lain, kita perlu memperkuat basis permintaan domestik sebagai langkah countercyclical dalam mengatisipasi risiko perlambatan ekonomi global. Sebagai catatan, pada tahun 2011 ini Bank Indonesia adalah merupakan bank sentral pertama di Asia yang menurunkan suku bunga kebijakan (ahead of the curve). 45. Kami memandang perekonomian nasional juga harus dipagari dari sumber-sumber instabilitas seperti lalu lintas modal jangka pendek dengan kebijakan manajemen lalu lintas modal. Di samping itu, struktur aliran modal perlu diperbaiki dengan menggesernya ke instrument yang lebih panjang. Oleh karena itu, pada 13 Mei 2011, masa tahan kepemilikan SBI diperpanjang menjadi 6 bulan (six month holding period) dari sebelumnya 1 bulan. Kebijakan ini efektif menghentikan arus masuk modal ke SBI dan menggeser penempatan modal asing ke pasar SBN. Untuk meningkatkan kehati-hatian bank dalam mengelola ULN valas, dilakukan pembatasan atas Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) Jangka Pendek Bank maksimal 30% dari Modal. Hadirin sekalian yang saya hormati, 46. Pengalaman menunjukkan bahwa penanganan krisis sering menelan biaya ekonomi dan sosial yang sangat besar serta waktu pemulihan yang lama. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga mematangkan manajemen pencegahan dan penanganan krisis atau Protokol Manajemen Krisis (PMK). Namun, ke depan PMK memerlukan adanya suatu pedoman dan payung hukum yang mengatur proses pencegahan dan penanganan krisis secara sistematis dan terintegrasi dalam skala nasional, melalui Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). 11 47. Krisis keuangan pada umumnya diawali dengan keketatan likuiditas di pasar antar bank, lonjakan suku bunga pasar, dan tekanan nilai tukar. Oleh karena itu, kami juga mengintensifkan monitoring terhadap transaksi di pasar keuangan, terutama untuk mencermati berbagai kerentanan yang menuju ke kondisi krisis sehingga dimitigasi sedini mungkin. Efektivitas monitoring akan menentukan kemampuan untuk mengidentifikasi kondisi waspada, siaga, dan krisis, yang merupakan tahapan dalam Protokol Manajemen Krisis. 48. Berdasarkan hasil monitoring terhadap tekanan pasar selama tiga bulan terakhir, telah menginisiasi kami untuk menempuh strategi operasi dengan melakukan stabilisasi di pasar valas dan SBN secara simultan. Hal ini karena terdapat keterkaitan yang erat antara dinamika harga di kedua pasar tersebut, dimana kepemilikan pihak asing dalam SBN cukup besar. Mekanismenya adalah Bank Indonesia memasok valas ke pasar dan membeli SBN di pasar sekunder. Strategi ini cukup efektif dalam menstabilkan nilai tukar dan harga SBN, sekaligus meningkatkan akumulasi SBN di Bank Indonesia yang dapat digunakan dalam rangka operasi moneter (Reverse Repo). 49. Dalam rangka mendukung terciptanya stabilitas nilai tukar dan pendalaman pasar valas, kita juga perlu mencari terobosan kebijakan struktural meskipun tetap dalam koridor rezim devisa bebas (UU No. 24 tahun 1999). Kebijakan perlu ditempuh untuk memperkuat ketersediaan pasokan valas yang lebih permanen. Hal ini mengingat sampai saat ini keseimbangan pasar valas domestik masih sangat tergantung pada pasokan valas yang bersumber dari investasi portofolio asing, yang rentan terhadap risiko pembalikan dalam skala besar dan mendadak. 50. Oleh karena itu, pada akhir September 2011 kami berinisiatif menerbitkan peraturan yang mewajibkan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) diterima melalui bank devisa di dalam negeri. Kebijakan ini berlaku efektif Januari 2012. Untuk memonitor pelaksanaannya, Bank Indonesia telah menempuh beberapa upaya, antara lain dengan menyempurnakan ketentuan pelaporan LLD bank dan pelaporan ULN, serta menyiapkan infrastruktur yang diperlukan guna mengakomodasi pelaporan tersebut. 12 51. Kebijakan ini tergolong lunak apabila dibandingkan dengan yang diberlakukan di Thailand dan Malaysia, yang sudah sejak puluhan tahun lalu mengatur secara ketat lalu lintas devisa terkait ekspor-impor. Saya berharap industri perbankan kita dapat memanfaatkan pemberlakuan kebijakan ini untuk meningkatkan sumber pendanaan valas. Untuk memanfaatkan peluang ini, tantangan yang harus dijawab adalah bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan DHE dan DULN di masing-masing bank. 52. Mempertimbangkan besarnya pengaruh inflasi yang bersumber dari sisi pasokan, Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan Pemerintah dengan memberi masukan atas kebijakan stabilisasi harga bahan pangan (volatile foods) dan kebijakan meminimalkan dampak kebijakan harga yang diatur pemerintah. Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan peran Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). 53. Kantor Bank Indonesia juga secara rutin menyusun Kajian Ekonomi Regional (KER) yang menjadi ujung tombak bagi pengayaan pemahaman Bank Indonesia terhadap aspek spasial perekonomian nasional. Sudut pandang daerah dalam melihat dinamika ekonomi makro akan semakin mempertajam kualitas proses perumusan kebijakan di Bank Indonesia. Di sisi lain, keberadaan KER yang secara komprehensif menelaah kemajuan dan berbagai tantangan perekonomian daerah merupakan wujud nyata peran Bank Indonesia dalam mendukung proses pembangunan ekonomi daerah. Hadirin sekalian yang berbahagia, 54. Di bidang perbankan, selama 2011 Bank Indonesia menempuh beberapa langkah kebijakan yang dibingkai oleh empat pilar, yaitu: a. Kebijakan untuk mendorong peran intermediasi perbankan, agar intermediasi dapat berjalan secara lebih efisien dan transparan, serta untuk lebih membuka akses masyarakat kecil terhadap jasa keuangan. Termasuk dalam kebijakan ini adalah kebijakan mengenai Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), serta kelanjutan program financial inclusion. 13 Saya sangat menaruh perhatian besar terhadap penguatan transparansi perbankan ini, yang diharapkan akan berujung pada efisiensi. Pertama, industri perbankan yang semakin transparan dapat mendorong kompetisi yang sehat melalui terciptanya market discipline yang lebih baik. Kedua, bank dapat lebih mengindentifikasi aspek-aspek yang mempengaruhi struktur biaya sehingga mendorong terwujudnya tingkat efisiensi yang lebih baik. b. Kebijakan untuk meningkatkan ketahanan perbankan, agar bank tetap kuat dan sehat dalam menghadapi persaingan, melalui pengelolaan yang lebih transparan dengan mengacu pada prinsip tata kelola yang baik. Kebijakan termasuk penyempurnaan perhitungan permodalan agar lebih sesuai risiko, serta mewajibkan bank menerapkan strategi anti fraud, prinsip kehati-hatian dalam melakukan alih daya, dan manajemen risiko dalam melakukan layanan nasabah prima. c. Kebijakan untuk penguatan fungsi pengawasan, yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan bank, terutama dalam hal kualitas early warning system. Oleh karena itu, dilakukan penyempurnaan ketentuan terkait pelaporan Bank kepada Bank Indonesia. Sementara itu, untuk meningkatkan efektivitas penyelesaian permasalahan bank, kami melalui peraturan “Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan” memberikan batas waktu untuk setiap status pengawasan bank d. Penguatan kebijakan makroprudensial. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memperkuat stabilitas sistem keuangan macropudential surveillance yang lebih baik. melalui pelaksanaan Termasuk dalam kebijakan ini adalah kenaikkan GWM Valas dan GWM-LDR. 55. Sementara itu kebijakan pengaturan perbankan syariah selama tahun 2011 masih dalam rangka harmonisasi ketentuan dengan perbankan konvensional, relaksasi ketentuan dan pelaksanaan amanah UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Beberapa ketentuan yang sudah kami keluarkan antara lain ketentuan mengenai kualitas aktiva bagi Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha 14 Syariah (UUS), dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), restrukturisasi pembiayaan dan penerapan manajemen risiko bagi BUS dan UUS. 56. Kami juga mendukung upaya penelitian, pelatihan dan fasilitasi pengembangan UMKM melalui kebijakan dan strategi “Meningkatkan akses UMKM kepada Bank” dan strategi “Mendorong Bank untuk membiayai UMKM”. Kebijakan ini diarahkan agar UMKM mampu meningkatkan elijibilitas dan kapabilitasnya sehingga mampu memenuhi persyaratan dari Bank (bankable), sekaligus mendorong peningkatan kapasitas ekonomi daerah. Sebaliknya di dalam mendorong bank untuk meningkatkan akses kepada UMKM, Bank Indonesia memberikan insentif bagi perbankan untuk menyalurkan kredit kepada UMKM melalui penerbitan ketentuan perbankan dan penguatan infrastruktur keuangan. 57. Sementara itu, sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, tantangan di bidang sistem pembayaran semakin kompleks. Misalnya, tantangan dalam pengembangan (National Payment Gateway) implementasi Gerbang Pembayaran Nasional dan standarisasi E-money. Tantangannya adalah selain terkait teknologi, juga faktor kompetisi antar penyelenggara dalam penyediaan infrastruktur Sistem Pembayaran, yang menyebabkan duplikasi dalam pengembangan infrastruktur, dan ini penyelenggara switching menimbulkan in-efisiensi. Selain itu antar yang ada belum terkoneksi satu sama lain, sehingga untuk dapat memberikan layanan yang seluas-luasnya kepada nasabahnya, bankbank harus menjadi anggota dan terkoneksi ke semua penyelenggara switching yang ada. 58. Dengan semakin meningkatnya transaksi pembayaran yang dilakukan melalui sistem BI-RTGS, BI-SSSS, SKNBI maupun saluran pembayaran lain seperti kartu kredit, kartu ATM/Debet, dan uang elektronik (e-money), kami telah menempuh beberapa kebijakan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang aman dan efisien. Kebijakan dan pengembangan sistem yang ditempuh oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 termasuk; (i) Standardisasi Kartu ATM/Debet Berbasis Chip, (ii) Tahapan Pengembangan 15 Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, (iii) Efisiensi Pengelolaan Rekening Pemerintah, dan (iv) Standarisasi Uang Elektronik Hadirin sekalian yang saya hormati, <Tantangan> 59. Perlu kiranya saya sampaikan bahwa kita tidak dapat dan tidak boleh berasumsi bahwa stabilitas makro kita kedepan akan terus berlanjut. Asumsi seperti itu dapat menyebabkan kita terjebak pada zona kenyamanan yang melunturkan kemampuan kita dapat mengantisipasi tantangan ke depan secara lebih dini. 60. Oleh karena itu, ijinkanlah saya pada bagian ini menguraikan pandanganpandangan tentang tantangan-tantangan terhadap perekonomian kita, yang menuntut kerja keras semua pihak untuk mengantisipasi dan mentuntaskannya di tahun 2012 nanti. 61. Tantangan eksternal dihadapan kita yang semakin menguat intensitasnya adalah terkait risiko kerentanan pemulihan ekonomi global, yang dapat lebih buruk dari perkiraan awal (downside risk). Ini mengingat kompleksitas krisis yang dihadapi Eropa dari jeratan utang, dapat cukup berpengaruh terhadap ekonomi global. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global di 2012 akan mencapai 4,0%. Namun, dengan skenario downside risk ini, IMF memperkirakan kemungkinan besar akan merosot di bawah 2,0%. Risks to the outlook remain large, and downside risks dominate upside risks. The probability of global growth below 2 percent is appreciably higher than in the April 2011 World Economic Outlook (WEO September 2011)” . 62. Dengan potret buram global tersebut, mesin pertumbuhan ekonomi nasional akan bergantung pada efektivitas daya serap sumber-sumber pertumbuhan domestik dan kemampuan memanfaatkan pasar domestik. Terkait hal ini, kemampuan untuk menjaga momentum pertumbuhan akan terbatas bila intermediasi perbankan dan penyerapan belanja fiskal berjalan secara sub-optimal. 16 63. Di pihak lain, kombinasi antara risiko pemburukan ekonomi global, tingkat suku bunga di negara maju yang sangat rendah, dan ekses likuiditas global berpotensi menggerakkan modal portofolio global dengan pola dua arah (two-way capital flows). Ini merupakan sumber instabilitas yang akan menjadi tantangan kebijakan bagi otoritas di negara emerging market dalam menjaga stabilitas makro dan sistem keuangannya. 64. Dari tantangan domestik, kita juga masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan, bahkan beberapa diantaranya merupakan beban bawaan yang kita tanggung dari tahun ke tahun dan melahirkan “inefisiensi” dalam perekonomian. Di pasar keuangan, industri perbankan nasional pasca krisis 1998 telah jauh lebih tangguh. Namun, kontribusinya dalam pembangunan ekonomi nasional masih sub-optimal. 65. Gambaran paradoksial dapat kita lihat pada fakta berikut ini. Rasio total aset industri perbankan terhadap PDB di Indonesia telah mencapai 47,2% (September 2011). Namun, rasio penyaluran kredit terhadap PDB hanya 29,0% (September 2011). Sebagai perbandingan, data Bank Dunia memperlihatkan rasio penyaluran kredit perbankan terhadap PDB di Malaysia, Thailand, dan China masing-masing 114,0%, 117,0%, dan 131,0%. Fakta ini menggambarkan demikian strategisnya perbankan di ketiga negara tersebut dalam menentukan denyut nadi perekonomian, meskipun pertumbuhan kreditnya lebih rendah dari Indonesia. 66. Prespektif dari dunia usaha memberikan gambaran yang searah. Dari hasil survei Bank Indonesia mengenai “pembiayaan perusahaan” pada tahun 2009 mengungkapkan fakta bahwa pangsa kredit bank dari total pembiayaan perusahaan sangat minim, yaitu untuk modal kerja hanya 25%, dan untuk investasi hanya 21%. Sebaliknya, dana internal merupakan sumber utama pembiayaan perusahaan, yaitu 61% untuk investasi dan 48% untuk modal kerja. 67. Dengan kata lain, tingginya aset industri perbankan kita tidak diikuti secara seimbang dengan peningkatan kontribusinya bagi perekonomian. Ini karena 17 terdapat bagian dari aset perbankan, yang dari perspektif makro tidak produktif, yaitu dalam bentuk ekses likuiditas yang ditempatkan dalam instrument moneter dan Surat Bendahara Negara (SBN). Ekses likuiditas tersebut juga menjadi fakta hubungan yang masih merenggang (decoupling) antara sektor perbankan dan sektor riil. 68. Kepemilikan bank pada SBN dan instrument moneter Rp245,97 triliun dan Rp415,48 triliun (Oktober 2011) atau sekitar 31,40% dari total kredit yang mencapai Rp2.106,2 triliun. Sekitar 60% instrument moneter Bank Indonesia dikuasai oleh 10 bank besar. Untuk mempertahankan total pendapatan bank tetap berada pada zona yang menguntungkan, sejumlah bank membebankan suku bunga kredit yang tinggi, sebagai kompensasi dari rendahnya perolehan pendapatan dari SBN dan instrument moneter tersebut. 69. Tingkat efisiensi industri perbankan yang masih rendah telah memberikan kontribusi pada penetapan suku bunga kredit yang tinggi. Rendahnya tingkat efisiensi tergambar dari rasio BOPO yang mencapai 86,44% (Oktober 2011). Sebagai perbandingan, rasio BOPO perbankan dikawasan ASEAN berada antara 40%-60%. 70. Meskipun fungsi intermediasi berjalan, ketidakefisienan operasional perbankan melahirkan biaya ekonomi tinggi, sehingga perekonomian menjadi kurang memiliki daya saing. Tingginya ongkos pembiayaan di Indonesia tercermin pada suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) yang masing-masing adalah 12,09%, 11,66% dan 13,40% (Oktober 2011), meskipun suku bunga kebijakan (BI Rate) sudah mencapai 6,0%. Sebagai perbandingan, di Malaysia dan Philipina dengan suku bunga kebijakan masingmasing pada tingkat 3,0% dan 4,5% (Reverse Repo), tingkat suku bunga kredit bank hanya 6,5% dan 5,7% (Oktober 2011). 71. Berbagai permasalahan struktural yang menyebabkan terjadinya keseimbangan semu pada industri perbankan saat ini tidak dapat diselesaikan hanya melalui mekanisme pasar. Perlu suatu kebijakan untuk mengkoreksi dan membawa 18 keseimbangan semu tersebut kepada keseimbangan perbankan yang sesungguhnya. 72. Di pasar barang, inefisiensi juga menimbulkan beban bagi perekonomian akibat lemahnya struktur mikro pasar, yang menghambat kemampuan pasar untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien. Dengan kelemahan ini, laju inflasi terutama inflasi barang pangan kebutuhan pokok cenderung mengalami gejolak dan sulit untuk dapat bergerak ke laju yang lebih rendah. Lemahnya struktur mikro pasar barang kebutuhan pokok terutama terkait dengan inefisiensi dan tidak efektifinya kebijakan pada tahap produksi maupun distribusi. 73. Pada tahap produksi, kurang efektifnya strategi pembangunan sektor pertanian di Indonesia, sebagai negara agraris dengan ketersediaan lahan yang luas, misalnya menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan konsumsi beras sebagai kebutuhan paling pokok. Impor menjadi jalan pintas untuk memenuhi kesenjangan produksi, yang seharusnya diatasi dengan langkah-langkah kebijakan struktural. 74. Pada tahap distribusi, lemahnya struktur mikro pasar terkait dengan beberapa kelemahan dalam hal (i) penyediaan jasa logistik, transportasi, dan infrastruktur transportasi bahan makanan, (ii) penyediaan informasi pasar yang simetris bagi produsen pemasok, pengumpul, dan retailer, serta (iii) kebijakan yang berpihak hanya pada pelaku pasar tertentu, sehingga muncul praktek oligopoli di pasar distribusi, serta aktivitas rent-seeking. Akibat kelemahan mikro struktural pada pasar distribusi ini, kita lihat kenaikkan harga cenderung terjadi di tingkat konsumen, bukan produsen. 75. Dalam perspektif jangka panjang, momentum pertumbuhan ekonomi yang tinggi sejak tahun 2010 akan dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan jika potensi permintaan yang besar di Indonesia direspons secara tepat. Hal ini ditempuh dengan mendorong sumber-sumber pertumbuhan jangka panjang (struktural) secara seimbang yaitu akumulasi kapital (K), baik modal fisik dan modal manusia (H), serta faktor produktivitas total (TFP). 19 76. Dari hasil kajian Bank Indonesia terhadap faktor-faktor produksi tersebut2, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun terakhir lebih banyak ditopang oleh kontribusi peningkatan modal fisik berupa sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan produksi. Sedangkan modal manusia dan faktor produktivitas total (TFP) dalam kecenderungan menurun. Menurunnya sumbangan TFP mencerminkan menurunnya tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi, baik kapital maupun tenaga kerja. Hal ini juga dikonfirmasi oleh meningkatnya (memburuknya) angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada periode pascakrisis (2000-2010). Hadirin sekalian yang saya hormati, <Prospek perekonomian 2012> 77. Luas dan dalamnya tantangan-tantangan yang kita hadapi kedepan tidak berarti bahwa prospek perekonomian tanpa optimisme. Optimisme yang sudah terbagun saat ini, stabilitas makro yang sudah kita genggam, momentum pertumbuhan ekonomi yang kuat, perlu terus kita pertahankan di masa yang akan datang. 78. Di tengah melambatnya ekonomi global, kami memperkirakan perekonomian nasional di tahun 2012 akan tumbuh 6,3% - 6,7%. Penguatan momentum ekonomi nasional masih dapat kita pertahankan selama basis-basis pertumbuhan domestik dapat semakin dimantapkan. 79. Kami optimis, menurunnya BI rate sejak Oktober 2011 lalu akan mampu menghidupkan sumber-sumber pembiayaan domestik, terutama yang berasal dari sektor perbankan. Dengan pertumbuhan ekonomi 6,3% - 6,7% memerlukan pembiayaan (termasuk credit channeling) minimal Rp 598 triliun atau setara dengan laju pertumbuhan kredit 26,9%(yoy). 80. Laju pertumbuhan investasi yang pada tahun 2011 tumbuh 7,7% diperkirakan masih akan meningkat ke 9,7%-10,1% pada tahun 2012. Dengan investasi yang meningkat pada gilirannya akan mampu menjaga kekuatan daya beli masyarakat, 2 Outlook Ekonomi Indonesia 2011 - 2016, Edisi Agustus 2011 (Bank Indonesia) 20 sehingga pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun 2012 dapat dipertahankan pada tingkat 4,7%-5,1%%. Sementara itu, peran faktor pendorong dari sisi fiskal kami perkirakan masih terbatas karena target defisit fiskal yang cenderung konservatif (1,5% dari PDB) serta masih besarnya beban alokasi anggaran untuk subsidi. 81. Tekanan inflasi pada 2012 tetap akan terkendali. Dalam kondisi ekonomi global yang melambat, perkembangan harga komoditas global yang melaju rendah, dan didukung kapasitas produksi di domestik yang memadai, kami memperkirakan inflasi pada 2012 akan stabil di tingkat sekitar 4,5%. Hal ini masih konsisten dengan sasaran inflasi 2012-2013 yaitu 4,5 ± 1%. Hadirin sekalian yang saya hormati, <Arah Kebijakan Moneter dan Perbankan > 82. Dengan memandang bahwa pengelolaan ekonomi makro kedepan masih harus berhadapan dengan risiko global dan kompleksitas permasalahan domestik yang begitu besar, arah kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2012 akan di arahkan dalam rangka: a. Mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global. b. Meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian, dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan. c. Meningkatkan efisiensi, kehandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri. d. Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan penanganan krisis (PMK). 21 e. Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat 83. Pada tahun 2012, kebijakan moneter akan diarahkan dalam rangka melanjutkan stabilisasi di sektor keuangan serta menjangkar BI Rate yang konsisten dengan upaya mengoptimalkan stimulus pada perekonomian, namun dengan tetap memperhatikan pencapaian sasaran inflasi. 84. Respon suku bunga akan diarahkan agar konsisten untuk pencapaian sasaran inflasi IHK sebesar 4,5 persen ± 1 persen pada tahun 2012 dan 2013, sekaligus untuk menjaga momentum penguatan ekonomi dan memitigasi risiko dari perlambatan ekonomi global. Kebijakan suku bunga ini akan dilengkapi dengan kebijakan makro prudensial, untuk memitigasi risiko kerentanan pada sektorsektor konsumtif yang pertumbuhannya tidak sustainable atau berpotensi mengalami pengelembungan harga aset (asset bubble). 85. Strategi operasi kebijakan moneter akan tetap diarahkan untuk menjaga kestabilan suku bunga di pasar uang rupiah, mendukung stabilitas nilai tukar, dan memelihara stabilitas pasar keuangan. Saya memandang, bentuk stabilitas tersebut perlu memberikan ruang yang lebih luas bagi pendalaman pasar keuangan nasional. 86. Oleh karena itu, operasi moneter akan bertumpu pada instrumen-instrumen yang secara langsung dapat menghidupkan aktifitas transaksi di pasar uang seperti, transaksi pasar uang rupiah antar bank (PUAB), Repurchase Agreement (Repo) dan swap. Dengan demikian, ini akan mendorong pengelolaan likuiditas perbankan secara lebih sehat dan efisien, tidak tergantung pada penempatan di instrument moneter. Kami juga melihat perlunya langkah-langkah untuk melanjutkan proses ‘re-alignment’ struktur suku bunga di pasar keuangan melalui berbagai penyempurnaan dalam mekanisme operasi pasar terbuka (OPT). 87. Kebijakan Bank Indonesia di nilai tukar akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dengan memperhatikan pencapaian keseimbangan internal 22 dan eksternal perekonomian, serta memberikan kepastian bagi seluruh pelaku ekonomi. Sejak Januari 2012, kebijakan stabilisasi nilai tukar akan didukung oleh implementasi kebijakan kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) di bank domestik. Bank Indonesia juga tengah me-review ketentuan-ketentuan untuk memperkaya instrument di pasar valas dalam rangka menghidupkan transaksi lindung nilai (hedging). 88. Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, kami akan mengoptimalkan fungsi Kantor Bank Indonesia (KBI) sebagai fasilitator dan katalisator percepatan pembangunan di daerah, terutama di wilayah timur Indonesia dimana disparitas pertumbuhannya masih cukup lebar. KBI akan didorong untuk menjalankan fungsinya secara efektif, dengan memperkuat jalinan hubungan dengan Pemerintah Daerah. Pelaksanaa tugas TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) ke depan perlu ditopang dengan sistem informasi harga barang strategis terutama mencakup informasi mengenai produksi dan stok secara nasional. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut memerlukan komitmen yang kuat dan dukungan dari banyak pihak termasuk dari kementerian terkait seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, termasuk dari Pemerintah Daerah Hadirin sekalian yang saya hormati, 89. Di bidang perbankan, kebijakan akan diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara peningkatan daya saing dan memperkuat ketahanan perbankan, dengan tetap mendorong intermediasi bank termasuk memperluas akses masyarakat ke layanan jasa perbankan berbiaya rendah. 90. Dalam rangka meningkatkan daya saing perbankan, kebijakan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) akan dilanjutkan untuk memastikan mekanisme pasar berjalan dengan baik sehingga sasaran kebijakan dapat tercapai. Sebagai tindak lanjut dari sisi pengawasan bank, akan ditingkatkan enforcement ketentuan dengan mewajibkan Rencana Bisnis Bank (RBB) mencantumkan target-target peningkatan efisiensi dan penurunan suku bunga kredit pada level yang wajar. Bank Indonesia juga tengah “mengkaji” praktek pemberian tingkat bunga 23 dana pihak ketiga (DPK) di atas tingkat bunga yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta mengkaji pembatasan pemberian hadiah bagi nasabah. 91. Kebijakan penguatan ketahanan perbankan dilakukan melalui peningkatan permodalan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi ke depan dan antisipasi perubahan siklus bisnis. Melalui kebijakan ini perbankan Indonesia akan lebih siap dalam mengantisipasi berbagai risiko karena dapat di-cover dengan permodalan yang mencukupi. 92. Saya melihat aspek perlindungan nasabah dan tata kelola perbankan juga merupakan dua aspek yang perlu memperoleh perhatian. Beberapa kasus fraud di perbankan yang menyita perhatian pada tahun 2011 memerlukan penataan kembali kebijakan terkait dengan kedua aspek di tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 2012 kami akan melanjutkan kebijakan untuk menyempurnakan aspek perlindungan nasabah dan calon nasabah. 93. Lebih lanjut, untuk peningkatan kualitas tata kelola perbankan, kami akan menyempurnakan ketentuan transparansi laporan keuangan, khususnya yang terkait laporan keuangan publikasi, dan pengaturan terhadap akuntan publik yang digunakan oleh perbankan. Kami juga terus mengkaji kebijakan kepemilikan di perbankan dan kebijakan multi-license seiring dengan semakin kompleksnya kegiatan usaha bank. Hadirin sekalian yang saya hormati, 94. Di luar aspek penguatan daya saing dan ketahanan perbankan, kami akan mendorong intermediasi perbankan melalui beberapa langkah sebagai berikut : a. Melanjutkan upaya mendukung perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat khususnya layanan perbankan bagi masyarakat pedesaan berbiaya rendah, termasuk peningkatan kualitas program Tabunganku, pengembangan edukasi keuangan, pelaksanaan Financial Identity Number dan pelaksanaan survei literacy. 24 b. Memfasilitasi intermediasi untuk mendukung pembiayaan di berbagai sektor potensial bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintah. Disamping itu, akan pula dikaji mengenai berbagai hambatan dalam pembiayaan untuk sektor-sektor yang tingkat pertumbuhan kreditnya masih relatif rendah. Terkait dengan kebutuhan pembiayaan sektor-sektor yang secara komersial tidak diminati oleh perbankan namun memiliki peran strategis dalam perekonomian, Bank Indonesia bersama-sama dengan pemerintah akan mengembangkan berbagai skim pembiayaan. 95. Upaya peningkatan daya saing dan tata kelola juga akan menjadi arah kebijakan perbankan Syariah. Selain itu akan didorong pengembangan produk dan aktivitas perbankan syariah. Strategi pengembangan BPRS ke depan diarahkan sesuai dengan karakteristik BPRS sebagai community bank yang sehat, kuat, produktif, serta fokus pada penyediaan pelayanan jasa keuangan kepada UMKM dan masyarakat setempat di daerah. 96. Seperti juga dengan industri perbankan yang kita harapkan dapat menurunkan biaya perekonomian, area jasa pembayaran (financial services) juga memiliki tujuan serupa. Area jasa pembayaran ini mencakup baik sistem pembayaran yang kita telah kenal, baik tunai dan non-tunai, serta setelmen (penyelesaian transaksi). 97. Bank Indonesia berketetapan untuk menentukan arah kebijakan mengambil posisi kepemimpinan dalam pengembangan jasa pembayaran ke depan. Koordinasi kebijakan antar instansi dan otoritas akan terus dibutuhkan, terlebih karena terdapat pengembangan jasa pembayaran yang melibatkan pihak di luar bank sentral. Pengembangan industri jasa pembayaran nasional ke depan akan dilakukan melalui sejumlah upaya yaitu : a. Pertama, peningkatan keamanan dan kehandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri jasa pembayaran nasional; 25 b. Kedua, peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara jasa pembayaran. c. Ketiga, peningkatan perlindungan konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan konsumen. 98. Berbagai program pengembangan jasa pembayaran nasional dituangkan dalam cetak biru, yang secara terpadu menjadi pedoman dalam mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, aman dan handal. Hadirin sekalian yang berbahagia, 99. Kami terus mengkaji berbagai kebijakan makro prudensial untuk memperkuat fungsi dan peran aktif Bank Indonesiaa sebagai systemic regulator menjaga stabilitas sistem keuangan. dalam Penguatan fungsi systemic regulator dirasakan sangat tepat paska disahkannya Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di mana fungsi pengaturan dan pengawasan bank yang sebelumnya dilakukan oleh Bank Indonesia akan beralih kepada OJK pada akhir 2013. 100. Ke depan Bank Indonesia akan tetap mengawal industri Perbankan dengan penerapan fungsi stabilitas sistem keuangan. Untuk kepentingan ini, Bank Indonesia akan melakukan surveillance baik kepada bank dan non bank, pemeriksaan kepada bank dalam rangka makro prudensial, mengawal berfungsinya intermediasi secara efisien, serta berkoordinasi dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. Fungsi dan tugas Bank Indonesia terkait dengan stabilitas sistem keuangan dan mengawal terciptanya efisiensi di industri perbankan ini menjadi bagian penting dalam amandemen UU BI yang telah menjadi agenda Program Legislasi Nasional 2012. 26 Hadirin sekalian yang saya hormati <Penutup> 101. Demikian yang dapat saya sampaikan pada malam ini. Melihat pada tantangan yang kita hadapi, kita semua menyadari bahwa tahun-tahun ke depan tidaklah lebih mudah dari tahun-tahun yang telah berlalu. Berbagai langkah untuk mencapai keberhasilan kebijakan Bank Indonesia, akan sangat membutuhkan dukungan dan kerjasama dari Bapak Ibu sekalian dalam pelaksanaannya nanti. 102. Sebagai penutup, saya ingin mengajak Bapak/Ibu sekalian dan seluruh masyarakat untuk "melepaskan bangsa ini dari segala bentuk inefisiensi, karena apabila tidak, kita hanya akan tergilas oleh globalisasi". Kita yakin bahwa Allah SWT senantiasa bersama kita untuk meridhoi dan meringankan langkah kita menuju masa depan yang lebih baik. Sekian dan terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. Jakarta, 9 Desember 2011 GUBERNUR BANK INDONESIA Dr. Darmin Nasution 27 KERANGKA PIKIR: “PERTEMUAN TAHUNAN PERBANKAN 2011” full employment, Nonaccelerated inflation Elemen struktural Pertumbuhan Ekonomi Potensial 7,0% Peningkatan Akumulasi Kapital & Produktivitas Infrastruktur Keseimbangan Internal Stabilitas Makro & Sistem Keuangan Elemen kontinuitas Investasi Inflasi Nilai Tukar Pembiayaan Mikro Struktur Pasar Mikro Struktur Pasar Perbankan Produksi Ekses Demand Valas Prudent, Profitable, tapi Tidak Efisien Distribusi Ekonomi biaya tinggi Short Term capital Flows Ketidaksempurnaan pasar dan inefisiensi 28 INDIKATOR UTAMA PERBANKAN INDONESIA Data/Indikator 2005 2006 2007 STABILITAS SISTEM KEUANGAN FSI 1.48 1.26 1.25 KETAHANAN PERBANKAN CAR (%) 19.3 21.3 19.3 NPL Gross (%) 7.6 6.1 4.1 LIKUIDITAS PERTUMBUHAN DPK (% YOY) 17.1 14.1 17.4 ALAT LIKUID THD NON CORE DEPOSIT (%) 243.5 262.6 240.6 INTERMEDIASI PERTUMBUHAN KREDIT (% YOY) 24.3 13.9 26.5 -KMK 22.4 17.0 28.6 -KI 13.2 12.5 23.2 -KK 36.8 9.5 24.9 LDR 61.7 61.6 66.3 PROFITABILITAS ROA (%) 2.6 2.6 2.8 EFISIENSI BOPO (%) 89.5 87.0 84.1 NIM (%) 5.6 5.8 5.7 SUKU BUNGA BANK SK BUNGA SEPOSITO 1 BULAN 12.0 9.0 7.2 SK BUNGA KREDIT RUPIAH (%) 16.3 15.8 13.9 -KMK 16.2 15.1 13.0 -KI 15.7 15.1 13.0 -KK 16.8 17.6 16.1 2008 2009 2010 Oct-11 2.10 1.91 1.75 1.68 16.8 3.2 17.4 3.3 17.2 2.6 17.2 2.7 16.1 188.1 12.5 179.7 18.5 184.4 19.0 182.0 30.5 28.4 37.4 29.9 74.6 10.0 2.7 16.4 19.0 72.9 22.8 25.2 17.0 22.9 75.5 25.7 24.7 31.1 23.8 81.4 2.3 2.6 2.9 3.1 88.6 5.7 86.6 5.6 86.1 5.7 86.4 6.0 10.7 14.8 14.6 14.0 15.8 6.8 13.9 13.3 12.6 15.8 6.6 12.7 12.4 11.9 13.8 6.8 12.4 12.1 11.7 13.4 29