BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai proteksi kerusakan sel-sel ginjal. Bawang putih diperoleh dari Superindo dan diekstraksi di Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM dengan teknik maserasi. Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Prinsip yang dipakai di sini adalah difusi dimana cairan penyari akan masuk ke dalam sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) terhadap kerusakan histologis ginjal mencit yang diinduksi Parasetamol dosis toksik dan perbedaan daya proteksi Bawang Putih terhadap ginjal dengan dosis yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti menilai kerusakan sel ginjal berdasarkan jumlah kerusakan inti sel sesuai sengan parameter yang pernah dilakukan oleh Price dan Wilson (2004) dengan melihat gambaran kerusakan inti sel meliputi : piknosis, karioreksis, dan kariolisis. 57 58 Hasil uji One-Way ANOVA pada penelitian ini didapatkan nilai p sebesar 0,000 (p < 0,05) sehingga H0 ditolak, artinya paling tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari nilai mean jumlah kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal pada dua kelompok. Untuk mengetahui letak perbedaan diantara kelompok, data selanjutnya diuji dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons. Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok KK-KP1, KK-KP2, KK-KP3, KK-KP4, KP1- KP2 , KP1- KP3 , dan KP1-KP4. Sedangkan pada kelompok KP2-KP3, KP2-KP4, dan KP3-KP4 tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Hasil uji statistik data penelitian dapat dilihat pada lampiran 4. Pada penelitian ini digunakan Kelompok Kontrol (KK) yang diberi perlakuan berupa akuades saja sebagai pembanding terhadap kelompok Perlakuan (KP1,KP2, KP3, KP4). Pengamatan pada kelompok kontrol juga terlihat gambaran inti piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Hal ini terjadi karena adanya proses apoptosis (kematian sel terprogam) yang secara fisiologis dialami oleh semua sel normal. Setiap sel dalam tubuh akan selalu mengalami penuaan yang diakhiri kematian sel dan digantikan oleh sel baru yang sama fungsinya melalui proses regenerasi (Mitchell dan Cotran, 2007). Gambaran preparat Kelompok Kontrol (KK) didapatkan rata-rata presentase kerusakan sel ginjal yang paling rendah dalam penelitian ini yaitu 10.34 % atau sejumlah 5,17 sel. Hasil Uji LSD menunjukkan adanya perbedaan bermakna dari jumlah ratarata kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal antara kelompok KK dan kelompok KP1. Dalam hasil penelitian didapatkan jumlah kerusakan sel pada KP1 lebih banyak 59 daripada KK. Pada penelitian ini kelompok perlakuan 1 (KP1) diberi perlakuan berupa pemberian Parasetamol dengan dosis 5 mg. Gambaran preparat KP1 didapatkan banyak tubulus yang sudah rusak dan sebaran sel yang tidak merata. Pada perbesaran yang lebih besar, terlihat kerusakan inti sel berupa piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Rata-rata presentase kerusakan yang terjadi pada KP1 52,34 % atau sejumlah 26,17 sel. Hasil tersebut sebagai presentase yang paling tinggi mengalami kerusakan pada penelitian ini. Hal tersebut mengindikasikan induksi Parasetamol yang diberikan memiliki efek toksik pada penelitian. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Parasetamol dosis toksik mampu menginduksi kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal akibat NAPQI yang reaktif dan toksik. NAPQI akan berikatan secara kovalen dengan makromolekul sel seperti lipid, protein, dan DNA (Burke et al., 2006). Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul akan memacu terbentuknya Reaktive Oxigen Species (ROS). ROS yang berlebihan dapat menyebabkan stress oksidatif. Stres oksidatif adalah keadaan di mana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi total antioksidan dalam tubuh untuk menetralisirnya. Efek stres oksidatif yang ringan dapat dengan mudah diatasi oleh sel. Stres oksidatif yang lebih berat dapat menyebabkan kematian sel (Rubin et al., 2005; Winarsi, 2007). KP2, KP3, KP4 berbeda bermakna dengan KP1 dimana jumlah kerusakan sel pada KP2, KP3, dan KP4 lebih sedikit daripada KP1. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian Ekstrak Bawang Putih dapat mencegah kerusakan ginjal akibat paparan Parasetamol dosis toksik. Secara teori, terdapat banyak mekanisme cara kerja ekstrak 60 Bawang Putih dalam mencegah kerusakan sel ginjal yang diakibatkan oleh stress oloksidatif. Komponen fitokimia yang bekerja dalam mekanisme ini antara lain Allicin, S-Allylcystein (SAC), Flavonoid, dan Vitamin C. Salah satu antioksidan utama yang terdapat dalam ekstrak bawang putih adalah S-Allylcystein (SAC). Senyawa ini mempunyai tiga mekanisme sebagai antioksidan yaitu, scavenge reactive oxygen (ROS) dan nitrogen (RNS) species, meningkatkan kadar antioksidan enzimatis dan antioksidan non-enzimatis, dan menghambat beberapa enzim prooxidant (xanthine oxidase, cyclooxygenase, dan NADPH oxidase) (Kim et al., 2000; Borek, 2001). Pada perbandingan secara statistik antara KP2 dan KP3, KP2 dan KP4, serta KP3 dan KP4 menunjukkan hasil adanya perbedaan yang tidak bermakna. Jumlah kerusakan sel pada KP2, KP3, dan KP4 berturut-turut semakin berkurang namun tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis Ekstrak Bawang Putih dari dosis I hingga dosis III tidak meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan akibat paparan Parasetamol. Hasil ini dapat terjadi kemungkinan karena variasi peningkatan dosis yang diujikan kurang sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi yang lebih beragam dalam dosis dan jumlah kelompok perlakuan. Uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara KK dan KP2, KK dan KP3, KK dan KP4, dimana jumlah kerusakan sel pada KP2, KP3, KP4 lebih banyak dari pada KK. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Bawang Putih dosis I, II, dan III dapat mencegah kerusakan sel tetapi gambarannya 61 belum sampai seperti pada gambaran kelompok kontrol. Hal ini kemungkinan dikarenakan durasi dan besarnya dosis pemberian Ekstrak Bawang Putih belum dapat untuk melindungi sampai ke kondisi yang nomal. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis dan ukuran yang lebih bervariasi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang berarti pada pemberian Ekstrak Bawang Putih terhadap pencegahan kerusakan ginjal yang diinduksi Parasetamol dosis toksik (p = 0.000). Hal ini sejalan dengan penelitian Kim et al (2000) dan Borek et al (2001). Dalam penelitian tersebut Bawang Putih terbukti signifikan mengurangi stres oksidatif yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dengan aktivitas antioksidan dari komponen SAC, Allicin dan flavonoid. Hasil studi lain menunjukkan bahwa Bawang Putih mampu menurunkan lipid peroksidasi dan Nitrit Oxyde (NO) yang berperan dalam menyebabkan kerusakan ginjal. Peranan Antioksidan dalam Bawang Putih sangat penting hal ini diperkuat oleh Schwartz (2002) dan Mikaili et al (2013) yang menyatakan bahwa antioksidan memiliki aktivitas ROS scavenging dan dapat melindungi membran lipid dan makromolekul terhadap kerusakan oksidatif. Hasil tersebut juga dapat memperkuat beberapa penelitian sebelumnya salah satunya yang dilakukan oleh Hasan et al (2009) yang meneliti pengaruh pemberian Bawang Putih terhadap kerusakan hepar dan ginjal tikus dengan induksi Natrium Nitrat (NaNO2). Pada penelitian tersebut sel ginjal mencit yang diinduksi NaNO2 didapatkan perubahan: hepatotoksik, terjadinya respon inflamasi dalam sel, kerusakan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan. Dosis 62 Bawang Putih yang diberikan 5 mg/ 20 gram BB, 10mg/20 gram BB, dan 20 mg/20 gram BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bawang Putih terbukti signifikan mengurangi stres oksidatif tetapi pada pemberian dosis Bawang Putih yang semakin tinggi pada penelitian ini belum dapat memberikan efek proteksi yang signifikan terhadap kerusakan sel ginjal.