58 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Fasies Metamorfisme Daerah Penelitian Fasies metamorfisme didasarkan atas dominasi mineral penyusunnya yang ditentukan pada salah satu mineral penyusun yang tetap pada kondisi metamorfisme tertentu. Dengan kata lain terbentuk pada kondisi tekanan dan temperatur metamorfisme tertentu yang bekerja selama proses metamorfisme (Eskola, 1915 dalam Mason, 1990). Hubungan antara keberadaan fasies metamorf berdasarkan kondisi tekanan dan temperatur pembentukannya tidak memiliki batasan yang jelas. Hal ini disebabkan karena sulitnya menentukan besarnya tekanan dan juga temperatur yang telah bekerja secara pasti. Pembuatan skema fasies metamorf ditentukan oleh mineral penyusun batuan yang memiliki persentase yang lebih besar, sebagaimana halnya dengan batuan sedimen dan batuan beku. Penamaan fasies metamorf didasarkan atas stabilitas batuan metamorf yang dimiliki (seperti greenschist dan eklogit) dan pada beberapa bagian akan diketahui setelah mineral-mineral penyusunnya telah diketahui. Klasifikasi fasies metamorf adalah penyajian proses metamorfisme sebagai suatu proses dalam satu bagian kondisi tekanan dan temperatur yang telah dikemukakan oleh Bucher and Frey (1994) yang menguraikan hubungan antara kondisi tekanan dan temperatur pada proses metamorfisme, reaksi-reaksi 58 59 metamorfisme dan kumpulan mineral penyusunnya, sehingga dikenal 6 jenis fasies metamorfisme, yang meliputi: fasies subgreenschist, fasies greenschist, fasies amfibolit, fasies granulit, fasies sekis biru, dan fasies eklogit untuk metamorfisme regional. Sedangkan pada metamorfisme kontak dijumpai fasies albit epidot hornfles, fasies hornblende hornfles, fasies piroksin hornfles dan fasies sanidinit. Salah satu klasifikasi fasies metamorfisme adalah yang dikemukakan oleh Bucher and Frey, (1994) (Tabel 5.1). Klasifikasi ini terdiri atas 6 jenis fasies metamorfisme, yang meliputi fasies sub sekis hijau, fasies sekis hijau, fasies amfibolit, fasies granulit, fasies sekis biru, dan fasies eklogit. Tabel 5.1 Urutan-urutan fasies metamorfisme beserta kumpulan mineral pencirinya (Bucher and Frey, 1994). Fasies Subgreenschist Diagnostic minerals and assemblages Laumontite, prehnite + pumpellyite, prehnite + actinolite, pumpellyite + actinolite, pyrophyllite Greenschist Actinolite + chlorite + epidote + albite ± kuarsa Chloritoid Amfibolit Hornblende + plagioclase Staurolite Granulite Orthopyroxene + clinopyroxene + plagioclase, sapphirine, osumilite, kornerupine no staurolite, no muscovite Blueschist Glaucophane, lawsonite, jadeitic pyroxene, aragonite Mg-Fe-carpholite no biotite Eclogit Omphacite + garnet no plagioclase Fasies metamorfisme daerah penelitian ditentukan atas dasar dominasi kumpulan mineral-mineral penyusun dari batuan metamorf, yang dapat mengindikasikan temperatur dan tekanan pembentukannya. Berdasarkan hal tersebut, 60 serta mengacu pada klasifikasi fasies metamorfisme yang digunakan, yaitu klasifikasi yang dikemukakan oleh (Bucher dan Frey, 1994), maka fasies metamorfisme yang berkembang pada daerah penelitian termasuk dalam fasies sekis hijau, sekis biru dan eklogit. (Gambar 5.1) 5.1.1 Fasies Sekis Hijau Berdasarkan atas hasil analisis petrografi yang dilakukan pada nomor sampel ST BM 01, ST BM 07, ST BM 10 dan ST BM 12 litologi sekis yang terdapat pada daerah penelitian terdiri atas kumpulan mineral-mineral yang mengindikasikan fasies sekis hijau (Bucher and Frey, 1994) (Tabel 5.2), yaitu terdiri atas mineral klorit, aktinolit dan kuarsa serta mineral penyerta lainnya seperti epidot, glaukopan, muskovit, biotit, phengit dan garnet. Tabel 5.2 Kumpulan mineral penyusun fasies sekis hijau pada daerah penelitian dan persentasenya berdasarkan hasil pengamatan petrografis. Nama Mineral Persentase per stasiun (%) ST BM01 ST BM07 ST BM 10 ST BM12 Actinolite 15 - - 10 Chlorite 35 - - - Kuarsa 15 - 35 5 Epidote 25 30 20 25 Glaucophane 10 - - - Muscovite - 60 25 25 Phengite - 5 - - Biotite - 5 5 - Garnet - - 15 35 Berdasarkan pengamatan di lapangan dengan nomor sampel ST BM01, litologi yang dijumpai berupa sekis hijau yang memiliki ciri fisik berupa warna hijau keabu-abuan bila dalam kondisi segar, dan memperlihatkan warna kehitaman jika 61 dalam keadaan lapuk, tekstur lepidoblastik, struktur berfoliasi (schistose) dengan jurus foliasi antara N10oE dan kemiringan foliasi 35o, komposisi mineral klorit, nama batuan Sekis Klorit (Travis, 1955) (foto 5.1) Kenampakan petrografis sekis klorit dengan nomor sayatan ST BM01, pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, warna interferensi putih kecoklatan, tekstur lepidoblastik, bentuk mineral hypidioblastik xenoblastik, ukuran mineral < 0.2 – 0.7 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral klorit (35%), epidot (25%), aktinolit (15%), kuarsa (15%) dan glaukopan (10%). Nama batuan : Sekis Klorit – Epidot (Travis, 1955) (foto 5.2). Foto 5.1. Kenampakan singkapan sekis klorit yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo pangkejene difoto relatif ke arah N 320oE pada stasiun BM01. 62 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A A B B C C D D E E F F G G H H 1 Foto 5.2 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Mikrofotograf sekis klorit – epidot STBM01 dengan komposisi mineral klorit (Chl), aktinolit (Act), kuarsa (Qtz), epidot (Ep) dan glaukopan (Gln) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang. Kenampakan lapangan dari sekis hijau STBM07, dalam keadaan segar memperlihatkan warna hijau keabu - abuan, lapuk berwarna abu – abu kecoklatan, tekstur lepidoblastik, struktur berfoliasi (schistose) dengan jurus foliasi N350oE dan kemiringan foliasi 63o, komposisi mineral muskovit dan biotit, nama batuan Sekis Muskovit (Travis, 1955). (foto 5.3). Kenampakan petrografis dari sekis muskovit dengan nomor sayatan STBM07, pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, warna interferensi hijau keabu – abuan, tekstur lepidoblastik, bentuk mineral hypidioblastik - xenoblastik, ukuran mineral < 0.25 – 1 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral muskovit (60%), epidot (30%), phengit (5%) dan biotit (5%). Nama batuan : Sekis Muskovit – Epidot (Travis, 1955) (foto 5.4). 63 Foto 5.3. Kenampakan singkapan sekis muskovit yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N80oE pada stasiun BM07. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A A B B C C D D E E F F G G H H 1 Foto 5.4 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Mikrofotograf sekis muskovit – epidot ST BM07 dengan komposisi mineral muskovit (Ms), phengit (Phg), epidot (Ep) dan biotit (Bt) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang. 64 Kenampakan lapangan sekis hijau ST BM10, dalam keadaan segar memperlihatkan warna hijau keabu-abuan, lapuk warna kecoklatan, tekstur nematoblastik, struktur berfoliasi jurus foliasi N 340o E dan kemiringan foliasi antara 60o-67o, komposisi mineral muskovit dan garnet, nama batuan: Sekis Muskovit (Travis, 1955) (foto 5.5). Kenampakan petrografis dari sayatan ST BM10, pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, pada nikol silang memperlihatkan warna abu-abu kecoklatan - kehijauan, tekstur lepidoblastik, bentuk mineral hypidioblastik - xenoblastik, ukuran mineral < 0.25 – 1mm, struktur schistose, tersusun oleh kuarsa (35%), muskovit (25%), epidot (20%), garnet (15%) dan biotit (5%). Nama Batuan: Sekis Kuarsa – Muskovit (Travis, 1955) (foto 5.6). Foto 5.5. Kenampakan singkapan sekis klorit yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N220oE pada stasiun BM10. 65 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A A B B C C D D E E F F G G H H 1 Foto 5.6 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Mikrofotograf sekis kuarsa – muskovit STBM10 dengan komposisi mineral muskovit (Ms), kuarsa (Qz), biotit (Bt), garnet (Grt) dan epidot (Ep) pada kenampakan nikol silang dengan perbesaran 50 kali. Kenampakan lapangan sekis mika ST BM12, dalam keadaan segar memperlihatkan warna abu – abu kehijauan, lapuk berwarna abu – abu kecoklatan, tekstur lepidoblastik, struktur berfoliasi (schistose) dengan jurus foliasi N 350o E dan kemiringan foliasi 63o, komposisi mineral muskovit, nama batuan Sekis Muskovit (Travis, 1955). (foto 5.7). Kenampakan petrografis sekis muskovit dengan nomor sayatan ST BM12, pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, warna interferensi hijau keabu – abuan, tekstur lepidoblastik, bentuk mineral hypidioblastik - xenoblastik, ukuran mineral < 0.1 – 3 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral garnet (35%), muskovit (25%), epidot (25%), aktinolit (10%), dan kuarsa (5%). Nama batuan: Sekis Garnet – Muskovit (Travis, 1955) (foto 5.8). 66 Foto 5.7. Kenampakan singkapan sekis muskovit yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N 200oE pada stasiun BM12. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A A B B C C D D E E F F G G H H 1 Foto 5.8 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Mikrofotograf sekis garnet – muskovit STBM12 dengan komposisi mineral garnet (Grt), aktinolit (Act), epidot (Ep) muskovit (Ms) dan kuarsa (Qz) dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang. 67 5.1.2 Fasies Sekis Biru Berdasarkan atas hasil analisis petrografi yang dilakukan pada nomor sampel ST BM13, ST BM14 dan ST BM16. Litologi sekis yang terdapat pada daerah penelitian terdiri atas kumpulan mineral-mineral yang mengindikasikan fasies sekis biru (Bucher and Frey, 1994) (Tabel 5.3), yaitu terdiri atas mineral glaukopan, jadeit dan lawsonit, serta mineral penyerta lainnya seperti staurolit dan gernet. Tabel 5.3 Kumpulan mineral penyusun fasies sekis biru pada daerah penelitian dan persentasenya berdasarkan hasil pengamatan petrografis. Nama Mineral Persentase per stasiun (%) ST BM13 ST BM14 ST BM16 Glaucophane 20 15 35 Jadeit 40 25 - Lawsonite 30 20 15 - - 30 10 40 20 Staurolit Garnet Kenampakan lapangan sekis muskovit STBM13, dalam keadaan segar memperlihatkan warna abu-abu, lapuk warna abu-abu kecoklatan, tekstur nematoblastik, struktur berfoliasi jurus foliasi antara N340oE dan kemiringan foliasi 60o, komposisi mineral glaukopan nama batuan: Sekis Glaukopan (Travis, 1955) (foto 5.9). Kenampakan petrografis dari sekis biru STBM13, pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur nematoblastik, warna interferensi hijau kecoklatan, bentuk mineral hypidioblastik, ukuran mineral 0.03 – 0.6 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral jadeit (40%), lawsonit (30%), 68 glaukopan (20%) dan garnet (10%) dan Nama Batuan: Sekis Jadeit – Lawsonit (Travis, 1955) (foto 5.10) Foto 5.9. Kenampakan singkapan sekis glaukopan yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N170oE pada stasiun BM13. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A A B B C C D D E E F F G G H H 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Foto 5.10 Mikrofotograf sekis jadeit – lawsonit STBM13 dengan komposisi mineral glaukopan (Gln), lawsonit (Lws), garnet (Grt), dan jadeit (Jdt) dengan perbesaran 50x pada kenampakan nikol silang. 69 Kenampakan lapangan sekis biru STBM14, dalam keadaan segar memperlihatkan warna abu-abu kebiruan, lapuk berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur nematoblastik, struktur berfoliasi jurus foliasi N340oE dan kemiringan foliasi 64o, komposisi mineral glaukopan, nama batuan: Sekis Glaukopan (Travis, 1955) (foto 5.11). Kenampakan petrografis dari sekis biru STBM14, pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, tekstur nematoblastik, warna interferensi hijau kecoklatan, bentuk mineral hipidioblastik, ukuran mineral 0.05 – 3 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral garnet (40%), jadeit (25%), lawsonit (20%) dan glaukopan (15%) Nama Batuan: Sekis Garnet – Jadeit (Travis, 1955) (foto 5.12). Foto 5.11. Kenampakan singkapan sekis glaukophan yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N 190oE pada stasiun BM14. 70 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A A B B C C D D E E F F G G H H 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Foto 5.12 Mikrofotograf sekis garnet – jadeit STBM14 dengan komposisi mineral glaukopan (Gln), lawsonit (Lws), garnet (Grt) dan jadeit (Jdt) dengan perbesaran 50x pada kenampakan nikol silang. Kenampakan lapangan sekis glaukopan STBM16, dalam keadaan segar memperlihatkan warna abu-abu kebiruan, lapuk warna abu-abu kecoklatan, tekstur nematoblastik, struktur berfoliasi jurus foliasi N340oE dan kemiringan foliasi 64o, komposisi mineral glaukopan nama batuan: Sekis Glaukopan (Travis, 1955) (foto 5.13). Kenampakan petrografis dari sekis glaukopan STBM16, pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, tekstur nematoblastik, warna interferensi hijau kecoklatan, bentuk mineral hipidioblastik, ukuran mineral 0.05 – 0,4 mm, struktur schistose, tersusun oleh mineral glaukopan (35%), staurolit (30%), garnet (20%) dan lawsonit (15%.) Nama Batuan: Sekis Glaukopan – Staurolit (Travis, 1955) (foto 5.14). 71 Foto 5.13. Kenampakan singkapan sekis glaukopan yang memperlihatkan struktur foliasi pada salo Pateteyang difoto relatif ke arah N 200oE pada stasiun BM16. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A A B B C C D D E E F F G G H H 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Foto 5.14 Mikrofotograf sekis glaukopan – staurolit STBM16 dengan komposisi mineral glaukopan (Gln), staurolit (Str), garnet (Grt) dan lawsonit (Lws), dengan perbesaran 10x pada kenampakan nikol silang. 72 5.1.3 Fasies Eklogit Berdasarkan atas hasil analisis petrografi yang dilakukan pada nomor sampel STBM17. Litologi sekis yang terdapat pada daerah penelitian terdiri atas kumpulan mineral-mineral yang mengindikasikan fasies eklogit (Bucher and Frey, 1994) (Tabel 5.4), yaitu terdiri atas mineral garnet dan ompasit, serta mineral penyerta lainnya seperti glaukopan, rutil, jadeit, dan klorit. Tabel 5.4 Kumpulan mineral penyusun fasies eklogit pada daerah penelitian dan persentasenya berdasarkan hasil pengamatan petrografis. Nama Mineral Persentase per stasiun (%) ST BM 17 Garnet 40 Glaucophane 20 Jadeit 10 Rutil 10 Klorit 5 Omphasite 15 Kenampakan lapangan dari batuan metamorf STBM17, dalam keadaan segar memperlihatkan warna hijau kebiruan, lapuk berwarna kehitaman, tekstur porfiroblastik, struktur non – foliasi, dijumpai dalam bentuk blok – blok eklogit. Komposisi mineral garnet, ompasit dan glaukopan, nama batuan Eklogit (Travis, 1955). Dalam keadaan segar dijumpai pada bagian hilir sungai Pateteyang, dan pada bagian tengah salo Pateteyang (foto 5.15). Kenampakan petrografis dari eklogit dengan nomor sayatan ST BM17, pada kenampakan nikol sejajar memperlihatkan warna kuning kecoklatan, warna interferensi hijau kebiruan, tekstur granoblastik, bentuk mineral hypidioblastik, ukuran mineral < 0.03 – 2 mm, struktur porfiroblastik, tersusun oleh mineral garnet 73 (35%), ompasit (20%), glaukopan (20%), jadeit (10%), rutil (10%) dan klorit (5%). Nama Batuan : Eklogit (Travis, 1955) (foto 5.16). Foto 5.15. Kenampakan blok-blok eklogit yang tersingkap pada salo Pateteyang yang difoto relatif ke arah N 300oE pada stasiun BM17. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A A B B C C D D E E F F G G H H 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Foto 5.16. Mikrofotograf eklogit STBM17, dengan komposisi mineral ompasit (Omp), glaukopan (Gln), jadeit (Jdt), rutil (Rtl) dan klorit (Chl) pada kenampakan nikol sejajar dengan perbesaran 50 kali. Gambar 5.1 Peta Sebaran Fasies 74 75 5.2 Hubungan Fasies Metamorfisme Terhadap Temperatur dan Tekanan Berdasarkan hasil analisis petrografi pada sayatan nomor sampel ST BM01, STBM07, STBM10 dan STBM12, dapat diinterpretasikan bahwa sayatan – sayatan batuan tersebut menujukkan fasies metamorfisme greenschist (metabasic rock) yang yang dipengaruhi oleh temperatur sekitar 350oC – 510oC pada tekanan sekitar 2 - 9 kbar. Untuk sayatan nomor sampel STBM13, STBM14 dan STBM16, menunjukkan bahwa sayatan batuan ini termasuk dalam fasies metamorfisme blueschist (metabasic rock) yang dipengaruhi oleh temperatur sekitar 250oC – 470oC pada tekanan sekitar 6-17 kbar. Sedangkan untuk sayatan dengan nomor sampel ST BM17, dapat diinterpretasikan bahwa sayatan menujukkan fasies metamorfisme eclogite (metabasic rock) yang dipengaruhi oleh temperatur sekitar 550oC – 900oC pada tekanan sekitar 13-17 kbar (Gambar 5.2). (Yardley, 1989 dalam Graha,1987). Tabel 5.5 Fasies batuan metamorf pada daerah salo Pateteyang beserta kumpulan mineral pencirinya. Fasies Sekis hijau Kumpulan Mineral Penciri Aktinolit + klorit + epidot + kuarsa Glaukopan, muskovit, phengit, biotit dan garnet Sekis biru Glaukopan, lawsonit, jadeit Staurolit, garnet Eklogit Ompasit + garnet Glaukopan, jadeit, rutil, klorit Berdasarkan kumpulan mineral - mineral yang menyusun batuan metamorf ini, maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini termasuk dalam metamorfisme regional yang dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur yang bekerja secara bersamasama sehingga memungkinkan terbentuknya penjajaran mineral (foliasi) yang jelas 76 pada batuan (tabel 5.5). Berdasarkan pada identifikasi mineral-mineral yang ada pada batuan metamorf lokasi penelitian, didapatkan mineral-mineral klorit, mika, aktinolit, glaukopan, epidot, omphasit dan garnet yang menunjukkan bahwa mineral tersebut terbentuk pada zona mesozone hingga katazone dengan suhu pembentukan 350oC – 1200oC. Tabel 5.6 Pembagian zona pada proses metamorfisme regional berdasarkan tekanan dan temperaturnya (Bucher & Frey, 1994). Zona Epizone (zona teratas) Mesozone (zona sedang) Katazone (zona bawah) Tekanan Hidrostatik Terarah (stress) Kadang-kadang Rendah dapat sangat tinggi Rendah – Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi Rendah Temperatur Rendah – Sedang 350oC. Sedang o (350 C – 500oC) Sangat tinggi (500oC – 1200oC) Gambar 5.2. Gambar yang memperlihatkan hubungan antara temperatur dan tekanan pada pembentukan fasies metamorfisme daerah Sungai Pateteyang. 77 5.3 Tatanan Tektonik dan Metamorfisme Daerah Penelitian Pada zaman Trias terjadi proses subduksi dimana lempeng oseanik menunjam di bawah lempeng kontinen. Pada zona konvergen ini, merupakan awal mula terjadinya proses metamorfisme, yang dimulai dengan pembentukan fasies sekis hijau pada temperatur sekitar 350oC – 510oC pada tekanan sekitar 2 - 9 Kbar membentuk kumpulan mineral aktinolit, klorit, kuarsa, epidot, glaukophan, muskovit, phengit, biotit dan garnet. Proses subduksi terus berlanjut mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan sekitar 6 – 17 Kbar pada suhu sekitar 250oC – 470oC membentuk fasies sekis biru dengan kumpulan mineral glaukophan, lausonit, staurolit, jadeit dan garnet. Oleh karena lempeng oseanik terus bergerak masuk mendekati lapisan astenosfer, dimana pada daerah ini terjadi peningkatan suhu pada fasies sekis biru yaitu sekitar 500oC – 900oC dan membentuk fasies eklogit, yang dicirikan oleh kumpulan mineral garnet, glaukopan, jadeit, rutil, klorit, dan ompasit. Pada zaman Miosen Atas terjadi proses tektonik berupa overthrusting, yang mengakibatkan terjadinya pengangkatan batuan metamorf ke permukaan diindikasikan oleh adanya proses prograde pada batuan metamorf fasies sekis hijau, yang dicirikan oleh hadirnya mineral glaukopan pada stasiun BM01 yang kemungkinan terbentuk akibat peningkatan temperatur pada daerah zona sesar. Sedangkan pada batuan fasies eklogit ini menunjukkan batuan metamorf tekanan tinggi yang diikuti oleh retrogresif secara intensif. Retrogradasi ini direkam pada mineral ompasit disekitar garnet porfiroblast, hal ini menegaskan penurunan stabilitas dari fasies eklogit yang dicirikan oleh kehadiran mineral hydrous yang mengalami reaksi rim dalam garnet (klorit, phengit, epidot dan glaukopan). Vein 78 mineral tekanan rendah berupa klorit memotong garnet, juga ditemukan rutil dalam inklusi garnet yang mengindikasikan terjadinya proses retrogradasi. Reaksi replecement ini dapat dilihat oleh reaksi sebagai berikut (Gao et al. 1999 dalam Maulana, 2009): Reaksi Retgrogradasi Glaukopan + Ompasit + Garnet + H2O (Na2Mg3Al2(Si8O22) (OH)2 + (CaMg) (NaAl) (Si2O6)2 + Fe3Al2 (SiO4)3 + H2O Barroisite + Albit + Klorit (Ca,Na)Mg3AlFe+3Si7AlO22 (OH)2 + NaAlSi3O8 + (Mg,Fe+2)5 Al (Si3Al) O10 (OH)8