BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Manalu (2007) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemasaran Relasional terhadap Kepuasan Nasabah Tabungan BritAma pada PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, Cabang Iskandar Muda di Medan”. Tujuan dalam penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemasaran relasional yang terdiri dari memahami harapan nasabah dan kerjasama dengan nasabah terhadap kepuasan nasabah tabungan BritAma pada PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, Cabang Iskandar Muda di Medan. 2) Untuk mengetahui variabel pemasaran relasional yang dominan mempengaruhi kepuasan nasabah tabungan PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, Cabang Iskandar Muda Medan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalan teori Manajemen Pemasaran yang berhubungan dengan pemasaran relasional dan kepuasan nasabah. Metode penelitian dengan pendekatan deskriptif kuantitatif dimana variabel diukur dengan skala likert. Sifat penelitian ini adalah penelitian eksplanatory dengan jenis penelitian studi kasus yang didukung oleh survey. Teknik pengumpulan data primer dengan daftar pertanyaan, didukung dengan wawancara. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 responden dan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda. Pada koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang diteliti mampu menjelaskan 61,3% terhadap kepuasan nasabah, sementara sisanya sebesar 38,7% dijelaskan oleh variabel-variabel bebas 6 Universitas Sumatera Utara lainnya yang tidak diteliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Secara serempak memahami harapan nasabah dan kerjasama dengan nasabah berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan, 2) Secara parsial kerjasama dengan nasabah berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan. Penelitian tentang pemasaran relasional juga dilakukan oleh Syarif dengan judul penelitian “Pengaruh Pemasaran Relasional terhadap Kepuasan Pelanggan pada Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang Medan”. Masalah yang dirumuskan dari latar belakang ini adalah: sejauh mana pengaruh pemasaran relasional yang teridiri dari: komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan terhadap kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 (AJB) 1912 Cabang Medan. Pemasaran relasional, yaitu prinsip pemasaran yang menekankan dan berusaha untuk menarik dan menjaga hubungan baik jangka panjang dengan pelanggan, suplier maupun distributor. Pemasaran relasional sendiri dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, salah satu ada bentuk yang menggunakan 4 variabel yang mencakup variabel komitmen, empati, timbal balik dan kepercayaan. Teori yang digunakan adalah tiori Manajemen Pemasaran yang berhubungan pemasaran relasional dan tiori Keppuasan Pelanggan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawacara, koesener ,dan studi dokumentasi. Model analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Pengujian Hipotesis secara simultan maupun parsial dilakukan dengan menggunakn software SPSS versi 15. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Universitas Sumatera Utara pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputra 1912 Cabang Medan yang berjumlah 3.912 orang. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 98 orang pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputra 1912 Cabang Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independen yang terdiri dari komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan secara serempak memiliki pengaruh sangat signifikan terhadap kepuasan pelanggan, dan secara parsial hanya satu variabel independen saja, yaitu kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. Koefisien determinasi (R 2) nilainya 73.3%, dan sisanya 23,7% dijelaskan oleh variabel independen lainnya yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. 2.2. Teori dan Proses Pemasaran Relasional Pemasaran relasional menunjukkan hubungan antara perusahaan dengan nasabah terpilih terbangun dalam hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan. Leverin (2006) menyatakan bahwa Relation marketing is the process of attracting, maintaining and enhancing relationship with the key people. Berdasarkan pada pengertian di atas maka pemasaran relasional dapat dikatakan memiliki makna, sebagai proses dalam menarik, memelihara dan meningkatkan hubungan dengan orang-orang kunci atau yang memiliki pengaruh terhadap perusahaan. Pengertian pemasaran relasional berkembang dari dasar pemikiran pemasaran yang awalnya bersifat transaksional menjadi transaksi yang ditujukan untuk tercipta Universitas Sumatera Utara dan terbinanya hubungan jangka panjang antara nasabah, pemasok dan pemasar berlandaskan pada kepercayaan dan komitmen. Kotler dan Amstrong (2001): “Relationship marketing: The process of creating maintaining, and enhancing strong, value-laden relationship with customers and other stakeholders”. Bruhn (2003) menyatakan bahwa pemasaran relasional sebagai semua tindakan menganalisis, merencanakan, merealisasikan dan mengendalikan ukuran yang memprakarsai, menyetabilkan, meningkatkan dan mengaktivasi hubungan bisnis dengan stakeholder perusahaan, terutama nasabah, untuk tujuan saling menciptakan nilai masing-masing. Chan (2003) menyatakan bahwa: ”Pemasaran relasional sebagai pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan”. Hal ini diperkuat oleh Kotler (2000) menyatakan bahwa pemasaran relasional adalah proses menciptakan, mempertahankan dan meningkatkan hubungan yang kuat, bernilai tinggi dengan nasabah dan pihak yang berkepentingan lain. Inti dari pemikiran relasional adalah segala sesuatu yang memberikan pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan nasabah untuk menggunakan produk perbankan. Mulai dari pandangan nasabah, keinginan, kebutuhan, opini yang berkembang dari mulut ke mulut dan pengalaman terdahulu dengan produk dan akhirnya bagaimana semua itu diterimanya. Pada akhirnya nilai produk/jasa yang diterima oleh nasabah merupakan nilai superior produk/jasa dibandingkan pesaing menurut nasabah. Universitas Sumatera Utara Menurut Kotler (2000) diperlukan investasi besar untuk mengembangkan hubungan relasional dengan nasabah. Dikatakan terdapat lima tahapan untuk membangun hubungan relasional dengan nasabah: 1) Basic marketing: The salesperson simply sells the produc, 2) Reactive marketing: The salesperson sells the product and encourages the customer to call if he or she have questions, comment, or complaint. 3) Accountable marketing: The salesperson phones and the customer short time after the sale to check whether the product is meeting expectations. The salesperson also ask the customer for any specific disappointment. This information helps the company continuously improve its performance, 4) Proaktive marketing: The company salesperson contact the customer from time to time suggestions about improved product uses or helpful new product, 5) Partnership marketing: The company work continuously with the customer to discover ways to perform better. Pemasaran dasar adalah menjual produk, kemudian penjual mendorong nasabah untuk menghubungi jika ada pertanyaan, komentar atau komplain. Sebagai wujud dari pemasaran yang bertanggung jawab, setelah transaksi perusahaan penjual menghubungi nasabah apakah produk sesuai dengan harapan. Informasi dari nasabah sangat berguna sebagai koreksi bagi perusahaan untuk mengetahui produk seperti apa yang sebenarnya yang diinginkan nasabah. Pada akhirnya perusahaan dan nasabah bekerja sama untuk menciptakan penilaian yang lebih baik dari kedua belah pihak yaitu perusahaan dan nasabah. Pengembangan pemasaran relasional pada prinsipnya berkaitan dengan keseluruhan proses untuk mengintegrasikan pelanggan kedalam proses rancangan produk bukan saja cocok untuk kebutuhan nasabah tetapi dapat juga cocok dengan strategi–strategi dari perusahaan. Universitas Sumatera Utara 2.2.1. Memahami Harapan Nasabah (Understanding Customer Expectations) Harapan nasabah yaitu memperoleh nilai yang terkandung didalam produk dan layanan yang mereka gunakan. Nilai yang diinginkan nasabah terkandung dalam produk dan jasa secara sederhana dapat dijelaskan dalam tiga dimensi, yaitu (Tenner dan Detora, 1992): 1) Dimensi waktu: menggambarkan seberapa lebih cepat (faster), lebih mudah atau lebih sesuai, 2) Dimensi biaya untuk menggambarkan seberapa mahal biaya lebih murah (cheaper) yang dikeluarkan, 3) Dimensi kualitas menggambarkan lebih baik (better), lebih banyak memilki karakteristik. Salah satu penentu keberhasilan perusahaan perbankan dalam menjalin hubungan dengan nasabah adalah dengan memenuhi harapan-harapan atau keinginan nasabah. Nasabah selalu mengingat kualitas akan produk atau jasa yang mereka terima, yang selanjutnya akan mereka bandingkan antara pengalaman aktual dari kualitas produk atau jasa yang mereka terima dengan harapan mereka. Untuk menerangkan harapan nasabah menurut Tenner dan Detora (1992) dapat dilakukan dengan menjawab empat pertanyaan: 1. 2. 3. 4. What product/service characteristics do customers want? What performance level is needed to satisfy their expectations? What is the relative importance of each characteristic? How satisfied are consumers with performance at the current level? Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan diatas akan memberikan jalan terhadap kita untuk menjawab apa sebenarnya harapan nasabah akan produk/jasa. Menurut Zeithal dalam Tjiptono dan Candra (2005): harapan nasabah merupakan keyakinan nasabah sebelum mencoba atau membeli suatu produk. Harapan nasabah dikelompokkan dalam 9 kelompok yang disusun dalam sebuah hierarki Universitas Sumatera Utara ekspektasi (harapan) dari yang tertinggi hingga terendah (Santos dan Boote dalam Tjiptono dan Candra: 2005) yaitu : 1. Ideal expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima nasabah. Standar ideal identik dengan excelence, yakni standar sempurna yang membentuk ekspektasi terbesar nasabah. 2. Normative (should) expectation, tingkat kinerja yang dirasakan nasabah seharusnya mereka dapatkan dari produk yang dikonsumsi. Ekspektasi normatif lebih rendah dibandingkan ekspektasi ideal, karena biasanya ekspektasi normatif dibentuk oleh pemasok atau penyedia jasa. 3. Desired expectation, yaitu tingkat kinerja yang diinginkan nasabah dapat diberikan produk atau jasa tertentu atau dengan kata lain mencerminkan tingkat kinerja yang diinginkan atau diharapkan diterima nasabah. 4. Predicted expectation, tingkat kinerja yang diantisipasi atau diperkirakan nasabah akan diterimanya. Tipe ekspektasi ini bisa didefinisikan sebagai tingkat kinerja yang bakal atau mungkin terjadi pada interaksi berikutnya antara nasabah dan perusahaan, standar ini terbentuk berdasarkan pengalaman masa lalu. 5. Deserved expectation, yaitu evaluasi subyektif nasabah terhadap investasi produknya. Tipe ekspektasi ini berkenaan dengan apa yang setidaknya harus terjadi pada interaksi atau service encounter berikutnya, yakni layanan yang dinilai sudah selayaknya didapatkan nasabah. 6. Adequate expectation, yaitu tingkat ekspektasi batas bawah dalam ambang batas kinerja produk atau jasa yang diterima nasabah. Universitas Sumatera Utara 7. Minimum tolerable expectation, yaitu tingkat kinerja terendah yang bisa diterima atau ditolerir nasabah. 8. Intolerable expectation, yakni serangkaian ekspektaksi menyangkut tingkat kinerja yang tidak bakal ditolerir atau diterima nasabah. 9. Worst imaginable expectation, yaitu skenario terburuk mengenai kinerja produk yang diketahui dan atau terbentuk melalui kontak dengan media, seperti TV, radio, koran atau internet. Diantara sembilan ekspektasi diatas, hanya predicted expectation, yang paling banyak digunakan dalam literatur kualitas jasa dan kepuasan nasabah, dan dikategorikan sebagai core expectation, sedangkan tingkat ekspektasi lainnya sebagai peripheral expectation. Namun demikian core expectation bisa saja sama pentingnya dengan tipe peripheral expectation manapun, tergantung pada pengalaman sendiri sebelumnya, pengalaman orang lain atau Frame of mind dan mood nasabah selama transaksi. 2.2.2. Kerjasama dengan Nasabah (Building Service Partnerships) Praktek layanan nasabah yang baik mencakup sikap ramah dan bersahabat, khususnya ketika menghadapi nasabah yang bermasalah. Keramahan hanyalah proses, sedangkan yang diinginkan nasabah adalah hasil. Jadi sikap ramah saja tidak cukup. Menurut Kotler (2000) partnership marketing lebih menekankan kepada adanya kerjasama yang berkesinambungan antara perusahaan dengan nasabahnya untuk menemukan jalan dalam meningkatkan perform pelayanan menjadi lebih baik. Universitas Sumatera Utara Pembinaan hubungan dengan nasabah yang berkelanjutan melalui pemasaran relasional adalah merupakan filosofi berbisnis dan suatu orientasi strategik yang lebih difokuskan pada upaya mempertahankan dan memperbaiki hubungan dengan nasabah yang telah ada, dari pada mencari nasabah baru. Pemasaran relasional pada dasarnya adalah hubungan jangka panjang antara produsen dan nasabah, pemasok dan pelaku lainnya. Menurut Kotler dan Amstrong (2001), biaya untuk menarik nasabah baru lima kali lebih banyak, dari pada biaya untuk mempertahankan nasabah yang ada agar tetap puas. Perusahaan perbankan harus menyadari bahwa kehilangan seorang nasabah berarti kehilangan lebih dari satu kali transaksi: hal tersebut berarti kehilangan seluruh aliran transaksi yang akan dilakukan nasabah selama hidup berlangganannya (nilai seumur-hidup nasabah). Menurut Rickard (2005) ada lima alasan utama untuk menguatkan hubungan dengan nasabah: 1) Kompetisi yang sengit, jika tidak menjaga nasabah maka pesaing akan mengambilnya, 2) Teknologi yang meningkat dengan cepat, 3) Nasabah yang edukatif, 4) Pencapaian hubungan dapat menjadi dasar untuk arus pendapatan jangka panjang, 5) Secara signifikan adalah lebih murah untuk memberi dukungan kepada seorang nasabah dari pada menemukan nasabah yang baru. Hubungan bisnis jangka panjang adalah dasar yang akan berungkali memberikan nilai terhadap pelayanan yang diberikan karena akan terus beradaptasi dengan keinginan nasabah pada periode waktu yang tidak terbatas. Pada dasarnya nasabah dalam mencari nilai (value) lebih suka mempertahankan hubungan atau membina hubungan jangka panjang dengan suatu Universitas Sumatera Utara organisasi atau bank dari pada terus menerus harus pindah dari satu orgabisasi ke organisasi lain atau dari satu bank ke bank lain (Iswari:1999). 2.3. Teori Kepuasan Nasabah 2.3.1. Pengertian Kepuasan Nasabah Kepuasan lebih banyak didefenisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Dengan demikian kepuasan dapat diartikan sebagai hasil dari penilaian (persepsi) konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan di mana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang. Tingkat kenikmatan yang dimaksud disini adalah kesesuaian antara apa yang dirasakan oleh konsumen dari pengalaman konsumsinya dengan apa yang diharapkannya. Dalam pengertian di atas yang terpenting adalah persepsi, bukan kondisi actual. Dengan demikian, bisa terjadi bahwa secara actual, suatu produk atau jasa mempunyai potensi untuk memenuhi harapan pelanggan tetapi ternyata hasil dari persepsi pelanggan tidak sama dengan apa yang diinginkan oleh produsen. Ini bisa terjadi karena adanya gap antara apa yang dipersepsikan oleh produsen (perusahaan) dengan apa yang dipersepsikan oleh pelanggan. Seorang pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan nilai dari produsen atau penyedia jasa. Nilai ini bisa berasal dari produk, pelayanan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi. Kalau pelanggan mengatakan bahwa value adalah produk yang berkualitas, maka kepuasan terjadi kalau pelanggan menda- patkan Universitas Sumatera Utara produk yang berkualitas. Kalau value bagi pelanggan adalah kenyamanan maka kepuasan akan datang apabila pelayanan yang diperoleh benar-benar nyaman. Swan dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa: “kepuasan nasabah sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk bersangkutan cocok atau tidak cocok dengan tujuan pemakaian”. Kotler dan Amstrong (2001) menyatakan bahwa: “Kepuasan nasabah adalah sejauh mana kinerja yang diberikan oleh sebuah produk sepadan dengan harapan pembeli. Jika kinerja produk kurang dari yang diharapkan itu, pembelinya tidak puas”. Harapan nasabah melatar belakangi mengapa dua organisasi pada jenis bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh nasabahnya. Dalam konteks kepuasan nasabah, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan nasabah tentang apa yang akan diterimanya. Harapan mereka dibentuk oleh pengalaman transaksi terdahulu, komentar teman dan kenalannya serta janji dari perusahaan perbankan tersebut. Harapan-harapan inilah yang akhirnya berkembang seiring dengan semakin bertambahnya pengalaman nasabah. Dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, pada akhirnya akan bermuara pada nilai yang akan diberikan kepada nasabah yang akan menimbulkan kepuasan. Menurut Tjiptono (2005) kepuasan nasabah merupakan indikator kesuksesan bisnis di masa yang akan datang. Ukuran-ukuran kinerja lainnya (seperti penjualan dan pangsa pasar) merupakan ukuran kesuksesan historis. Ukuran-ukuran seperti ini hanya memberikan informasi mengenai kinerja perusahaan dimasa lampau, namun tidak Universitas Sumatera Utara berbicara banyak untuk kinerja masa depan. Ukuran kepuasan nasabah lebih prediktif untuk kinerja masa depan dari pada data akuntansi saat ini. Pemasaran relasional berfokus pada kepuasan nonekomis, seperti layanan waktu pengiriman produk, kepastian mengenai kesinambungan pasokan. Pemasaran relasional mengutamakan peluang untuk menjalin hubungan yang saling menguntungkan atas dasar kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Setiap perusahaan jasa yang ingin sukses harus memprioritaskan kepuasan nasabah karena hal ini berkaitan dengan keberhasilan pemasaran jasa. Untuk mencapai tingkat kepuasan nasabah yang tinggi, diperlukan pemahaman tentang keinginan dan kebutuhan nasabah. Menurut Supranto (2001) menyatakan bahwa, kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan harapan dengan kinerja atau hasil yang dirasakannya. Kemudian Rangkuti (2003) menyatakan bahwa, kepuasan sebagai respon nasabah terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Untuk menciptakan pelayanan yang sesuai dengan harapan pelanggan, perusahaan berpedoman pada suatu keyakinan yang menyatakan kualitas pelayanan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam mendengarkan suara customer. Kepuasan nasabah merupakan evaluasi atau penilaian dari nasabah terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, dimana penilaian tersebut karena adanya kemampuan perusahaan memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan. Berdasarkan defenisi tersebut di atas, berarti kepuasan nasabah adalah perbandingan antara kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan dengan harapan Universitas Sumatera Utara para nasabah. Seorang nasabah jika merasa puas dengan nilai yang diberikan, sangat besar kemungkinannya untuk menjadi nasabah yang loyal. Menurut Umar (2003), “faktor yang mempengaruhi kepuasan nasabah adalah mutu produk dan pelayanannya, kegiatan penjualan, pelayanan setelah penjualan dan nilai-nilai perusahaan”. Variabel utama yang menentukan kepuasan nasabah yaitu yang diharapkan (expextations) dan kinerja (perceived performance). Apabila kinerja (perceived performance) lebih besar dari yang diharapkan (expextations), maka nasabah akan puas, tetapi bila sebaliknya maka nasabah akan merasa tidak puas. Pengaruh kinerja (perceived performance) tersebut lebih kuat dari pada yang diharapkan (expextations) didalam penentuan kepuasan nasabah. Oleh karena itu kepuasan akan menimbulkan loyalitas nasabah, maka loyalitas sebagai variabel endogenouss disebabkan oleh suatu kombinasi dari kepuasan, rintangan pengalihan (switching barrier) pemasok dan keluhan. Menurut Irawan (2004), “kepuasan nasabah ditentukan oleh persepsi nasabah atas performance jasa dalam memenuhi harapan nasabah. Nasabah merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika harapan nasabah terlampaui”. Ada lima penggerak utama kepuasan nasabah di Indonesia. Pertama, adalah kualitas jasa. Nasabah akan puas setelah menggunakan jasa tersebut, bila kualitas jasa yang diberikan adalah baik. Kedua, harga adalah hal yang sangat sensitif untuk nasabah, biasanya harga yang murah adalah sumber kepuasan yang penting, karena nasabah akan mendapatkan value for money yang tinggi. Ketiga, service quality yang sangat tergantung pada tiga hal, yaitu sistem, teknologi dan manusia. Faktor manusia memegang kontribusi sekitar 70%, oleh karena itu kepuasan terhadap kualitas Universitas Sumatera Utara pelayanan sulit ditiru. Keempat, emotional factor yaitu rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, bagian dari kelompok orang penting, merupakan contoh emotional value yang mendasari kepuasan nasabah. Kelima, kemudahan untuk mendapatkan jasa tersebut. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan pelayanan. Selanjutnya Tjiptono (2005) mengemukakan kepuasan nasabah juga berpotensi memberikan sejumlah manfaat spesifik, di antaranya: 1. Berdampak positif terhadap loyalitas nasabah. 2. Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, terutama melalui pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling. 3. Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan, terutama biaya komunikasi pemasaran, penjualan, dan layanan nasabah. 4. Menekan resiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa depan. 5. Meningkatkan toleransi harga, terutama kesediaan nasabah untuk membayar harga premium dan nasabah cendrung tidak mudah tergoda untuk beralih pemasok. 6. Menumbuhkan rekomendasi getok tular positif. 7. Nasabah cendrung lebih reseptif terhadap product-line extensions, brand extensions dan new add-on services yang ditawarkan perusahaan. 8. Meningkatkan bargaining power relatif perusahan terhadap jaringan pemasok, mitra bisnis dan saluran distribusi. Universitas Sumatera Utara 2.3.2. Elemen-elemen Kepuasan Nasabah Kepuasan nasabah (customer satisfication) menjadi salah satu unsur penting yang harus diperhatikan, sebab kepuasan nasabah telah menjadi ukuran agar nasabah tetap mau menjadi mitra dalam mengembangkan bisnisnya dan menjadi benteng dalam memenangkan persaingan. Kepuasan nasabah dapat menjadikan nasabah setia (loyal) terhadap perusahaan. Didalam mencapai kepuasan nasabah tersebut, kualitas pelayanan (sikap, perhatian dan tindakan) menjadi kunci utama yang harus dikedepankan oleh perusahaan. Salah satu cara utana yang dipakai oleh perusahaan jasa dalam membedakan dirinya sendiri adalah dengan memberikan kualitas pelayanan yang lebih tinggi secara konsisten ketimbang yang dilakukan pesain. Menurut Kotler dan Amstrong (2001), bahwa membuat nasabah tetap bertahan mungkin merupakan ukuran terbaik untuk kualitas dan kemampuan perusahaan jasa untuk mempertahankan nasabahnya tergantung pada seberapa konsisten peruasahaan menyampaikan nilai kepada nasabah. Mowen dan Minor (2002) memberikan tujuh langkah menuju sistem layanan nasabah yang sukses dalam rangka mempertahankan nasabah, yaitu: 1. Komitmen manajemen total 2. Kenalilah nasabah anda 3. Kembangkan standar kinerja layanan yang berkualitas 4. Pekerjakan, latih dan berilah penghargaan kepada karyawan yang baik 5. Berilah penghargaan atas penyelesaian layanan 6. Tetaplah dekat ke nasabah Universitas Sumatera Utara 7. Bekerjalah menuju perbaikan yang berkesinabungan. Program layanan nasabah tidak bisa sukses tanpa ada komitmen dari manajemen puncak perusahaan. Sampai tingkat managing director, kepala eksekutif bahkan pemilik perusahaan sendiri harus mengembangkan konsep yang jelas dan visi layanan yang terarah bagi perusahaan. Kemudian manajemen harus mengkomunikasikan visinya kepada seluruh karyawan, sehingga karyawan dapat mengerti dan dapat melaksanakannya. Perusahaan tidak hanya perlu mengenali nasabahnya tetapi juga harus memahami nasabah secara menyeluruh. Perusahaan perlu mengetahui apa yang disukai nasabah, apa yang tidak disukai, perubahan apa yang diinginkan, bagaimana mnasabah menginginkan perusahaan tersebut, kebutuhan apa yang nasabah perlukan dan apa harapan-harapan nasabah. Layanan nasabah bukankah konsep yang tidak dapat dilihat. Setiap usaha memiliki kegiatan usaha yang khas serta dapat dikembangkan. Sebagai contoh, berapa kali telepon berdering sebelum seseorang mengangkatnya, berapa lama pemrosesan suatu pesanan dan lain-lain. Jika standar ditetapkan untuk kegiatan usaha yang teratur, maka karyawan juga akan menunjukkan kinerja yang superior. Melayani nasabah dengan baik dan melakukan program untu mempertahankan keefektifan nasabah, dapat dilakukan hanya oleh orang yang berkompeten dan mampu. Layanan yang diberikan oleh perusahaan haruslah seprofesional orang yang memberikannya. Jika perusahaan ingin tampak baik di mata nasabah, maka harus memperkerjakan orang yang baik pula. Selanjutnya karyawan tersebut harus dilatih Universitas Sumatera Utara agar memberikan hasil terbaik dalam layanan dan program mempertahankan nasabah. Perusahaan sebaiknya memberikan penghargaan kepada setiap karyawan, karena karyawanlah yang berhadapan langsung dengan nasabah. Perusahaan seharusnya menyediakan penghargaan materi maupun psikologis secara intensif bagi karyawannya. Kemudian perusahaan juga sebaiknya memberikan penghargaan kepada nasabah yang berperilaku baik. Memberi perhatian kepada nasabah akan menjadikan mereka bertahan dan akan memberikan rujukan kepada orang lain. Tetap menjaga hubungan baik dengan nasabah, dan sebaiknya dilakukan riset yang berkesinabungan untuk mempelajari mereka. Hubungan perusahaan dengan nasabah dimulai setelah transaksi selesai. Dalam hal ini perusahaan harus menjalankan program mempertahankan nasabah dan nasabah akan mengetahui sejauh mana perusahaan memperhatikan mereka. Perusahaan harus menyadari bahwa suatu sistem layanan nasabah tidak ada yang sempurna, oleh karena itu perusahaan harus tetap bekerja untuk mengevaluasi setiap sistem yang diterapkannya. Tujuan perusahaan harus diarahkan untuk tetap membuat nasabah merasa nyaman dan aman menggunakan produk jasa perbankan yang ditawarkan. Dalam hal ini perusahaan harus menyadari bahwa nasabah saat ini lebih terdidik daripada sebelumnya. Mereka lebih berhati-hati dalam setiap menggunakan jasa perbankan yang ditawarkan oleh perusahaan. Nasabah menginginkan nilai yang sebanding dengan uang yang dikeluarkannya. Nasabah juga Universitas Sumatera Utara menginginkan layanan yang baik dan mengeluarkan biaya lebih untuk dapat menikmati layanan tersebut. 2.3.3. Faktor Pembentuk dan Ukuran Kepuasan Zethalm dan Bitner (2000) menyatakan bahwa kepuasan nasabah dipengaruhi oleh persepsi nasabah terhadap kualitas jasa, kualitas produk, harga dan oleh faktor situasi dan personal dari nasabah. Konsep kepuasan tidak hanya sekedar penilaian kualitas pelayanan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Sebagai mana terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini: KUALITAS PELAYANAN FAKTOR SITUASI KUALITAS BARANG KEPUASAN NASABAH LOYALITAS NASABAH HARGA FAKTOR PRIBADI Sumber: Zethaml dan Bitner (2000) Gambar 2.1. Model Hubungan Kualitas Jasa dan Kepuasan Konsumen Perusahaan yang bergerak dibidang jasa sangat tergantung pada kualitas jasa yang diberikan. Jasa terdiri dari lima dimensi (Tjiptono: 2005), yaitu: 1) Keandalan (reliability): kemampuan untuk memberikan pelayanan yang telah dijanjikan secara akurat, dapat dipercaya dan dapat diandalkan atau sejauh mana penyedia jasa mampu memberikan apa yang telah dijanjikannya kepada nasabah, 2) Responsif (Responsiveness): kesediaan karyawan untuk membantu nasabah serta memberikan pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan nasabah, 3) Keyakinan (assurance): mencakup Universitas Sumatera Utara pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, keramahan, kesopanan dan sifat yang dapat dipercaya yang diniliki karyawan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan, 4) Dimensi berwujud (tangible): Tampilan fisik penyedia jasa seperti gedung, tata letak peralatan, interior dan eksterior serta penampilan fisik dari karyawan penyedia jasa, 5) Empati (empathy): meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan nasabah. Kualitas pelayanan yang diberikan bersama-sama dengan pelayanan akan mempengaruhi persepsi nasabah terhadap pelayanan yang diterima. Semakin baik kualitas barang akan meningkatkan kepuasan nasabah terhadap pelayanan yang diterima. Sebaiknya produk yang kurang berkualitas akan merusak kepuasan nasabah. Pembeli biasanya memandang harga sebagai indikator dari kualitas suatu jasa, terutama untuk jasa yang memiliki kondisi dimana kualitasnya sulit untuk dideteksi sebelum jasa tersebut di konsumsi. Nasabah cenderung untuk menggunakan harga sebagai dasar untuk menduga kualitas barang dan berasumsi harga yang lebih tinggi mewakili kualitas yang lebih tinggi. Faktor situasi atau lingkungan dan pribadi mempengaruhi tingkat kepuasan seorang terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya. Faktor situasi seperti kondisi dan pengalaman akan menuntun nasabah untuk datang kepada suatu penyedia jasa perbankan, hal ini akan mempengaruhi harapan atau ekspektasi terhadap produki layanan perbankan yang akan digunakan. Efek yang sama terjadi karena faktor personel seperti emosi nasabah. Dan menurut Tjiptono (2005), bahwa tehnik untuk mengukur kepuasan nasabah dapat menggunakan pengukuran secara langsung dengan Universitas Sumatera Utara pertanyaan atau pernyataan mengenai seberapa besar mengharapkan suatu atribut tertentu dari seberapa besar yang dirasakan, responden menilai kesesuaian antara apa yang diharapkan dan apa yang didapatkan dari pelayanan perusahaan. 2.4. Teori Loyalitas Nasabah Loyalitas secara harfiah diartikan sebagai kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. Menurut Gremler dan Brown dalam Hasan (2009) loyalitas pelanggan adalah pelanggan yang tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain untuk membeli. Selanjutnya, menurut Engel dalam Hasan (2009) mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan merupakan kebiasaan perilaku pengulangan pembelian, keterkaitan dan keterlibatan yang tinggi pada pilihannya, dan bercirikan dengan pencarian informasi eksternal dan evaluasi alternatif. Menurut Sutisna (2003) menyatakan bahwa loyalitas nasabah dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu loyalitas merek dan loyalitas toko (perusahaan). Loyalitas merek didefenisikan sebagai sikap menyenangi terhadap suatu merek yang dipresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. Menurut Peter dan Olson (2000) menyatakan, dari sudut pandang strategi pemasaran, loyalitas merek adalah suatu konsep yang sangat penting. Khususnya pada kondisi pasar dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah. Namun tingkat persaingan sangat ketat, keberadaan nasabah yang loyal sangat dibutuhkan agar Universitas Sumatera Utara perusahaan dapat bertahan hidup dan upaya untuk mempertahankan loyalitas ini sering menjadi strategi yang jauh lebih efektif ketimbang upaya menarik nasabah-nasabah baru. Konsep tentang loyalitas merek perlu diperjelas sebelum pengembangan metode operasional (pengukuran) dilakukan secara memadai. Klarifikasinya melibatkan ide yang berkaitan dengan pendekatan attitudinal sebagai komitmen psikologis dan pendekatan behaviorral yang tercermin pada perilaku beli aktual. Sutisna (2003) menyatakan 4 (empat) hal yang menunjukkan kecenderungan nasabah yang loyal, adalah sebagai berikut: a. Nasabah yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap pilihannya. b. Nasabah yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat risiko yang lebih tinggi dalam pembeliannya. c. Nasabah yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap perusahaan. d. Kelompok nasabah yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek. Oleh karena itu menurut Sutisna (2003), jika nasabah menjadi loyal terhadap merek tertentu disebabkan oleh kualitas produk yang memuaskan, dalam loyalitas perusahaan, penyebabnya adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengelola dan karyawan perusahaan tersebut. Hasan (2009) mengemukakan ada beberapa manfaat loyalitas pelanggan bagi perusahaan, antara lain: Universitas Sumatera Utara 1. Mengurangi biaya pemasaran Pelanggan setia dapat mengurangi biaya pemasaran. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa biaya untuk mendapatkan pelanggan baru enam kali lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk mempertahankan pelanggan yang ada. Biaya iklan dan bentuk-bentuk promosi lain dikeluarkan dalam jumlah besar, belum tentu dapat menarik pelanggan baru, karena tidak gampang membentuk sikap positif terhadap merek. 2. Trade Leverage Loyalitas terhadap merek menyediakan trade leverage bagi perusahaan. Sebuah produk yang memiliki pelanggan setia akan menarik para distributor untuk memberi ruang yang lebih besar dibanding dengan merek lain di toko yang sama. Merek yang memiliki citra kualitas yang tinggi, akan memaksa konsumen membeli secara berulang-ulang merek yang sama bahkan mengajak konsumen lain untuk membeli produk tersebut. 3. Menarik pelanggan baruan merek yang dibelinya dapat mempengaruhi konsumen lain. Pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan ketidakpuasanya kepada 8 hingga 10 orang. Sebaliknya, bila puas akan menceritakan bahkan merekomendasikan kepada orang lain untuk memilih produk yang telah memberikan kepuasan. Universitas Sumatera Utara 4. Merespon ancaman pesaing Loyalitas terhadap merek memungkinkan perusahaan memiliki waktu untuk merespon tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pesaing. Jika pesaing mengembangkan produk yang lebih superior, perusahaan memiliki kesempatan untuk membuat produk yang lebih baik dalam jangka waktu tertentu, karena bagi pesaing relatif sulit untuk mempengaruhi pelanggan-pelanggan yang setia. Mereka butuh waktu yang relatif lama. Karena pentingnya loyalitas pelanggan, maka loyalitas pelanggan terhadap merek dianggap sebagai aset perusahaan dan berdampak besar terhadap pangsa pasar serta profitabilitas perusahaan. 5. Nilai kumulatif bisnis berkelanjutan Upaya mempertahankan (retensi) pelanggan dan loyal pada produk perusahaan sepanjang lifetime value, dengan cara menyediakan produk yang konstan dibutuhkan secara teratur dengan harga per unit yang lebih rendah. Cara ini akan mengakibatkan : a. Perusahaan dapat berbisnis dengan pelanggan tertentu untuk pereriode yang lebih panjang. b. Pelanggan tetap setia lebih lama. c. Pelanggan membeli lebih banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk-produk yang ada. d. Memberi perhatian yang lebih sedikit kepada merek-merek dan iklan-iklan pesaing serta peka terhadap harga. Universitas Sumatera Utara e. Biaya pelayanannya lebih kecil dibandingkan biaya pelayanan pelanggan baru, karena transaksi yang sudah rutin. Kondisi itulah yang dapat menghasilkan laba yang jauh lebih besar dari pada pembelian individual. 6. Word of mouth communication Pelanggan yang memiliki loyalitas terhadap produk akan bersedia bercerita hal-hal baik (positive word of mount) tentang perusahaan dan produknya kepada orang lain, teman dan keluarga yang jauh lebih persuasif daripada iklan. 2.5. Kerangka Konseptual Persaingan antara bank untuk memperebutkan nasabah penabung semakin marak baik di pasar domestik (nasional) maupun dipasar internasional/global dan menjadikan nasabah mempunyai banyak pilihan untuk menjadikan bank sebagai tempat penyimpanan dananya. Intensitas persaingan secara domestik menuntut pergeseran-pergeseran dalam dunia bisnis. Dimana untuk menciptakan keuntungan tidak lagi hanya dari penciptaan produk yang baru, melainkan dengan penciptaan atau penambahan nilai. Keuntungan tidak lagi menjadi tujuan utama dari setiap tindakan melainkan akibat dari suatu tindakan. Menurut Kotler (2000) bahwa dasar dari suatu tindakan pemasaran relasional ialah upaya penciptaan dan penambahan nilai, artinya pemasar dan nasabah saling bekerja sama untuk menciptakan nilai dan manfaat yang saling menguntungkan. Upaya menghasilkan laba melalui penciptaan dan penambahan nilai dapat dilakukan dengan memberikan perhatian terhadap transaksi yang sedang berlangsung dan Universitas Sumatera Utara memanfaatkannya sebagai dasar untuk hubungan pemasaran yang berkelanjutan di masa depan. Pemasaran relasional menekankan perubahan paradigma pemasaran di dalam perusahaan sebagai fungsi yang tidak semata-mata menjadi peran dan tanggung jawab bagian pemasaran melainkan menjadi lintas fungsi manajemen didalam perusahaan yang menjalankan prinsip-prinsip pemasaran pada berbagai fungsi manajemen. Harapan nasabah merupakan keyakinan nasabah sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk (Tjiptono: 2005). Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) telah dicapai konsensus bahwa harapan nasabah memainkan peran penting sebagai standar perbandingan dalam mengevaluasi kualitas maupun kepuasan (Tjiptono: 2005). Kepuasan adalah kunci untuk menjaga hubungan yang saling menguntungkan antara nasabah dan perusahaan. Tanpa kepuasan nasabah, nasabah tidak akan setia pada produk perusahaan. Sikap positif dari pemasaran relasional adalah adanya komitmen dari perusahaan untuk terus memberikan kepuasan kepada nasabah dan sikap positif sebagai dampak dari kepuasan yang dirasakan nasabah adalah adanya transaksi berulang atau kesetiaan nasabah pada produk dan layanan perusahaan. Nasabah akan setia pada suatu perusahaan apabila nilai yang diterima dari perusahaan lebih besar dari yang diharapkan dan nasabah juga akan lebih mungkin setia pada suatu hubungan ketika mendapatkan mutu, kepuasan dan manfaat manfaat spesifik (Zeithaml dan Bitner: 2003). Melalui hubungan yang baik dengan nasabah, Universitas Sumatera Utara perusahaan akan mendapatkan kontribusi keuntungan karena nasabah akan setia pada produk atau layanan perusahaan. Pemasaran Relasional menghendaki adanya jalinan hubungan yang baik antara perusahaan dan nasabah, dan masing-masing mendapatkan keuntungan dari hubungan yang diciptakan. Konsep pemasaran relasional yang menurut Chan (2003) memiliki sumber masukan yang terdiri dari: 1) Understanding Customer Ekspectations (Memahami harapan pelanggan) yaitu mempersempit perbedaan yang terjadi antara apa yang diinginkan nasabah terhadap produk/jasa yang ditawarkan. Serta bagaimana mengatasi perbedaan antara apa yang diketahui produsen mengenai keinginan nasabah dengan kebutuhan nasabah yang sebenarnya, 2) Building Service Partnership (Kerjasama dengan mitra) yaitu terjalin ketika terjadi kedekatan secara terus-menerus antara produsen dan pelanggan dalam menemukan dan meningkatkan jasa pelayanan yang ditawarkan. Kerjasama yang kuat dengan nasabah mensyaratkan produsen agar mendengarkan dan mengingat apa yang diinginkan oleh nasabah. Hubungan dengan nasabah pada akhirnya membantu pihak produsen untuk lebih berorientasi pada apa yang diinginkan nasabah, lebih mengerti nasabah sehingga dapat melayani nasabah dengan baik, 3) Total Quality Management (Melakukan manajemen kualitas total) yaitu keinginan untuk terus menerus menciptakan dan menemukan peningkatan kualitas jasa yang ditawarkan kepada nasabah melalui proses-proses aktivitas kegiatan pemberian jasa melalui tenaga profesional, terdidik, terlatih dan dapat dipercaya dalam memberikan informasi–informasi dalam pengembangan proses kerja, 4) Empowering Employee (Pemberian wewenang kepada para karyawan) yaitu kemampuan daya Universitas Sumatera Utara kreatif para karyawan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh nasabah tanpa merugikan perusahaan. Sebagai keluaran dari konsep ini adalah: 1. Mencapai kepuasan nasabah 2. Membentuk loyalitas nasabah 3. Meningkatkan keuntungan usaha 4. Meningkatkan kualitas produk/jasa dengan kualitas terbaik melalui pemberdayaan karyawan. Dalam Penelitian ini sebagai keluaran dari model pemasaran relasional, hanya akan diukur melalui kepuasan nasabah dengan alasan bahwa nasabah yang puas akan loyal dengan kualitas jasa yang disediakan dan mengakibatkan kenaikan laba usaha. Kepuasan akan menimbulkan loyalitas nasabah. Menurut Kotler dan Amstrong (2001) nasabah yang puas cenderung akan menjadi nasabah yang setia. Sehingga paradigma kerangka berpikirnya adalah seperti digambarkan pada Gambar 2.2: Memahami Harapan Nasabah Kepuasan Nasabah Loyalitas Nasabah Kerjasama dengan Nasabah Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Universitas Sumatera Utara 2.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Pemasaran relasional yang terdiri dari: memahami harapan nasabah dan kerjasama dengan nasabah berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Taplus pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., Kantor Cabang Gunungsitoli di Pulau Nias. 2. Kepuasan nasabah berpengaruh terhadap loyalitas nasabah Taplus pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., Kantor Cabang Gunungsitoli di Pulau Nias. Universitas Sumatera Utara