BAB I - Universitas Wijaya Putra

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh setiap perusahaan didasarkan pada
strategi pemasaran yang ditetapkan untuk mencapai sasaran pasar yang dituju.
Oleh karena itu, pasar perusahaan perlu dikaji, sehingga dapat ditentukan sasaran
yang tepat.
Dalam menentukan sasaran pasar yang tepat, perlu diteliti dan dikaji motif,
perilaku, dan kebiasaan pembeli. Karena masing-masing pembeli mempunyai
motif, perilaku, dan kebiasaan membeli yang berbeda, maka perlu dilakukan
pendekatan dalam pengkajiannya, sehingga analisis yang dilakukan lebih berguna
dan tepat untuk pengambilan keputusan (Assauri, 2009:120).
Perilaku konsumen berkaitan dengan proses pemilihan produk yang akan
dibeli, yang terdapat dalam proses pembelian. Teori perilaku konsumen dalam
pembelian atas dasar pertimbangan ekonomi, menyatakan bahwa keputusan
seseorang untuk melaksanakan pembelian merupakan hasil perhitungan ekonomis
rasional yang sadar, sehingga mereka akan memilih produk yang dapat
memberikan kegunaan yang paling besar, sesuai dengan selera, dan biaya secara
relative (Saputri, 2012)
(Lamb, Hair, dan McDaniel, 2001:237) mengatakan bahwa perilaku
konsumen menggambarkan bagaimana para konsumen membuat keputusankeputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan membuang
produk-produk yang mereka gunakan.
1
2
Aktivitas membuat keputusan pembelian kadang disadari atau tidak disadari
oleh konsumen, sebab dalam kehidupan sehari-hari konsumen banyak
menemukan situasi yang tidak pasti. Aktivitas membeli yang dilakukan oleh
konsumen memang merupakan hal yang kompleks, karena melibatkan kegiatan
mental dan fisik. (Rifky Anugrah, 2011)
Bagi konsumen yang orientasi dirinya bertumpu pada prinsip, dalam
mengambil
keputusan
membeli
berdasarkan
keyakinannya.
Sehingga
keputusannya untuk membeli bukan hanya karena ikut-ikutan atau sekedar untuk
mengejar gengsi., dapat dikatakan tipe ini lebih rasional. Sedangkan yang
bertumpu pada emosional, keputusannya dalam membeli di dominasi oleh
konsumen lain. Produk-produk branded (bermerek) cenderung menjadi pilihannya
dan tidak berpikir lebih lanjut akan manfaatnnya.
Dari ketiga dasar segmentasi pasar yang telah diuraikan akan diteliti
segmentasi pasar berdasarkan perilaku atau keputusan membeli pada konsumen
dan segmentasi pasar bedasarkan demografi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan membeli yaitu ada pengaruh internal dan pengaruh eksternal. Pengaruh
internal terdari dari persepsi, learning, memori, motif, kepribadian, gaya hidup
(lifestyle), konsep diri, emosi serta sikap. Pengaruh eksternal terdari dari budaya,
sub-budaya, demografi, status sosial, kelompok refrensi, keluarga, dan aktivitas
marketing (Hawkins, Best & Coney, 2004). Demografi diantaranya ialah usia,
ukuran, keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, pengasilan, pekerjaan,
pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan dan kelas sosial (Kotler &
Keller, 2007).
3
Adapun pengertian keputusan membeli adalah ketika individu berada pada
pilihan antara membeli atau tidak membeli, memilih antara merek X atau merek
Y, atau memilih membelanjakan barang A atau barang B, maka individu tersebut
dapat dikatakan dalam keadaan proses mengambil keputusan. Sementara itu
consumer behavior is defined as the behavior that consumers display in searching
for, purchasing, using, evaluating and disposing of products and services that will
expect will satisfy they need.
Artinya bahwa perilaku konsumen merupakan
perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat
memuaskan
konsumen
untuk
dapat
memuaskan
kebutuhannya
dengan
mengkonsumsi produk atau jsa yang ditawarkan. Dengan demikian konsumen
akan mengembangkan sejumlah alternatif untuk sampai kepada keputusan
membeli atau tidak membeli suatu produk atau jasa (Schiffman dan Katuk, 2007).
Konsumen dalam memilih suatu produk akan memilih berdasarkan pada apa
yang paling dibutuhkan dan apa yang paling sesuai dengan dirinya. Banyak faktor
yang mempengaruhi konsumen dalam berperilaku, beberapa diantaranya adalah
merek dan gaya hidup. Merek (brand) memang bukan sekedar nama, istilah
(term), tanda (sign), simbol atau kombinasinya. Lebih dari itu, merek adalah
„janji‟ perusahaan untuk secara konsisten memberikan feature, benefits, dan
services kepada pelanggan. „Janji‟ inilah yang membuat masyarakat mengenal
merek tersebut, lebih daripada merek yang lain (Futrell dan Stanton, 1989 ;
Keagan et. al., 1995 ; David A. Aaker, 1997). Pelanggan memperoleh informasi
tentang merek berasal dari sumber pribadi, komersial, umum dan pengalaman
4
masa lampau (Kotler, 1992). Kesemua sumber informasi ini dikumpulkan secara
bersama-sama oleh pelanggan (Muafi dan Effendi, 2011).
Merek berfungsi mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang atau
sekelompok penyaji dan membedakannya dari produk sejenis dari penyaji lain
(Kotler, 2000). Selain itu, merek adalah sesuatu yang dibentuk dalam pikiran
pelanggan dan memiliki kekuatan membentuk kepercayaan pelanggan (Peter dan
Olson, 1996). Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat di pikiran
pelanggan melalui strategi pemasaran yang tepat, perusahaan akan mampu
membangun mereknya (Astuti dan Cahyadi, 2007).
Gaya hidup (Lifestyle) merupakan salah satu indikator dari faktor pribadi
yang turut berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Jika diartikan, gaya hidup
merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan
pendapat seseorang. Gaya hidup menggambarkan seseorang secara keseluruhan
yang berinteraksi dengan lingkungan. Juga mencerminkan sesuatu di balik kelas
sosial seseorang dan menggambarkan bagaimana mereka menghabiskan waktu
dan uangnya.
Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang yang pada akhirnya
menentukan pola konsumsi seseorang. Menurut Kotler dan Keller (2008:224)
gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas,
minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang
yang berinteraksi dengan lingkungannya.
Gaya hidup ini tergantung dari berbagai faktor diantaranya demografi,
yaitu tingkat pendidikan, usia, tingkat penghasilan, dan jenis kelamin. Oleh karena
itu, keputusan wanita dalam membeli sesuatu merupakan penguatan dari proses
5
gaya hidup mereka. Hal ini sangat berhubungan dengan pengambilan keputusan
dalam pembelian yang dilakukan oleh wanita.
Gaya hidup juga sangat berkaitan erat dengan perkembangan zaman yang
dan teknologi. Dalam arti lain, gaya hidup dapat memberikan pengaruh positif
atau negatif bagi yang menjalankannya. Setiap manusia pasti ingin mendapatkan
pengakuan dari lingkungan sosialnya, banyak cara yang dapat ditempuh untuk
mendapatkan pengakuan tersebut, salah satunya dengan memiliki barang-barang
yang dianggap berkelas dan mahal.
Jika kita memperhatikan secara cermat, pergerakan perempuan belakangan
ini memang tengah menjadi tren. Emansipasi wanita dapat dilihat dari berbagai
peran aktif wanita pada berbagai bidang. Politikus wanita sudah biasa, begitupun
dalam bidang ekonomi, wanita berperan aktif sebagai praktisi maupun sebagai
partisipan penggerak ekonomi. Banyak pakar yang kemudian mengatakan bahwa
peran wanita kedepannya akan semakin dominan, termasuk dalam lanskap bisnis.
Perubahan ini, telah menghasilkan tantangan, peran serta pengaruh wanita
dalam keputusan pembelian. Kini keputusan pembelian cenderung dilakukan oleh
wanita, baik wanita mandiri yang menggunakan pendapatannya sendiri, maupun
ibu rumah tangga yang mengelola keuangan rumah tangganya.
Pada konteks ini, melirik wilayah teritorial Indonesia, terkhusus Kota
Surabaya misalnya, sebuah pakaian muslim dibutik hadir sebagai perwujudan
pergeseran paradigma masyarakat akan maknanya. Bahwa pakaian muslim, saat
ini tidaklah dianggap kuno dan ketinggalan zaman, justru akan menjadikan wanita
muslim terlihat indah, anggun, dan cantik.
6
Pasalnya, pada perkembangannya kini, persepsi penggunaan pakaian muslim
tidak lagi sederhana. Kini diinterpretasikan berdasarkan subjektifitas individu.
Misalnya banyak yang memahami pakaian muslim sebagai perintah agama dan
sebuah keharusan, sugesti, dan ada pula yang menganggap sebagai sebuah fashion
belaka. Melalui tren ini, pilihan pakaian muslim perempuan Surabaya menjadi
lebih variatif.
Moshaict adalah butik pakaian muslim yang berada di bilangan Raden
Saleh 55, Jakarta Pusat, dimiliki oleh Shinta Dewi Dhiah Sekar Tanjung yang
merupakan lulusan sekolah akuntansi di Jakarta. Tanpa memiliki kemampuan
dalam mendesain pakaian, wanita kelahiran Tanjung Pinang, 1 Juni 1976 ini
memberanikan diri memulai bisnis dalam industri kreatif fesyen
dengan
bermodalkan naluri bisnis plus keingginannya untuk syiar melalui fashion muslim
yang sangat berpeluang besar dalam dunia bisnis ini. Usaha fesyen muslim ini
dirintis
sejak
tahun
2004,
yang
diawali
dengan
membuka
butik
pakaian wedding muslim bermerek Naura dan juga pakaian pesta muslim.
Berhubung pakaian tersebut sangat segmented, maka dikembangkan lagi
butik tersebut dengan menjual pakaian muslim sehari-hari dan membuka cabang
di Surabaya yang bertempatkan di Rungkut. Dan berubah menjadi butik Moshaict
yang berisikan pakaian muslim pada awal tahun 2011. Usaha ini membidik
pasaran usia 20-an tahun sampai 35 tahun agar mereka memiliki alternatif dalam
memilih busana muslim. Dan juga untuk menghilangkan kesan seperti „ibu-ibu‟
apabila mengenakan pakaian muslim. Moshaict pun mendobrak anggapananggapan tersebut. Siapa pun yang mengenakan pakaian muslim tetap bisa
bergaya. Disamping itu, anak muda yang ingin mencari pakaian-pakaian muslim
7
tidak kesulitan. Tak ayal butik Moshaict mendapat sambutan hangat dari berbagai
kalangan. Terlebih, butik berisikan desainer-desainer muda yang paham akan
trend busana muslim. Terdiri dari Ria Miranda, Jenahara, Kami Idea, Gda‟s,
Mainland Heritage, Kivitz, Delisha Hijab, Miss Marina, Nonieq, Monel, Ambu,
Deuisgeulis, Aluyya, Zemma dll.
Persaingan bisnis dibidang fashion yang terus berkembang dengan pesat.
Berkembangnya konsep budaya belanja masayarakat yang semakin kuat
menyebabkan banyak pebisnis muda terus mengembangkan diri. Begitu
antusianya setiap pebisnis menjadikan persaingan yang ketat antar pebisnis kian
terlihat dengan menjamurnya butik di kota Surabaya. Pada penelitian ini,
digunakan B u t i k
Moshaict yang menawarkan beragam produk pakaian
m u s l i m wanita. Keunikan yang dimiliki oleh industri fashion membuat para
tenaga pemasaran harus mampu berpikir secara kreatif untuk memenangkan
persaingan
Dengan melihat persaingan yang ketat di industri fashion yang terjadi
dan masih minimnya penelitian mengenai merek dan gaya hidup, maka penulis
ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Merek dan Lifestyle
Terhadap Keputusan Konsumen Dalam Membeli Busana Muslim Pada
Butik Moshaict Surabaya”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
8
1. Apakah merek dan lifestyle secara simultan berpengaruh terhadap keputusan
pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya?
2. Apakah merek dan lifestyle secara parsial berpengaruh terhadap keputusan
pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui merek dan lifestyle secara simultan berpengaruh terhadap
keputusan pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya?
2. Mengetahui merek dan lifestyle secara parsial berpengaruh terhadap keputusan
pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya?
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan diatas maka penulisan ini memberikan manfaat kepada
beberapa pihak :
1. Manfaat Praktis :
a. Bagi Universitas Wijaya Putra
Agar dapat digunakan sebagai suatu dokumentasi perpustakaan guna
sebagai Studi banding di masa yang akan datang.
b. Bagi Instansi
Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan gagasan pemikiran
dan bahan masukan dalam pengambilan keputusan perusahaan.
9
c. Bagi Penulis
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan
dan
memperluas wawasan penulis pada bidang ilmu pemasaran, khususnya
mengenai masalah yang diteliti.
2. Manfaat Teoritis
Hasil pemikiran ini diharapkan dapat berguna dan memberikan
sumbangan pemikiran bagi yang akan mengadakan penelitian lebih jauh
dan sebagai bahan bacaan yang diharapkan akan menambah wawasan
pengetahuan bagi yang membacanya, terutama mengenai masalah
Lifestyle dan merek terhadap keputusan pembelian.
10
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Merek
Merek (brand) memang bukan sekedar nama, istilah (term), tanda (sign),
simbol atau kombinasinya. Lebih dari itu, merek adalah „janji‟ perusahaan untuk
secara konsisten memberikan feature, benefits, dan services kepada pelanggan.
Dan „janji‟ inilah yang membuat masyarakat mengenal merek tersebut, lebih
daripada merek yang lain (Futrell dan Stanton, 1989 ; Keagan et. al., 1995 ; David
A. Aaker, 1997).
American Marketing Association (Shimp, 2003) mendefinisikan merek
sebagai nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi keseluruhannya yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari penjualnya atau
sekelompok penjual, agar dapat dibedakan dari kompetitornya.
Kenyataanya, sekarang ini karakteristik unik dari pemasaran modern
bertumpu pada penciptaan merek-merek yang bersifat membedakan (different)
sehingga dapat memperkuat brand image perusahaan (Muafi dan Effendi, 2001).
Untuk mengkomunikasikan brand image kepada stakeholders (termasuk
pelanggan) dapat dilakukan melalui iklan, promo, publisitas, distribusi, dan harga
suatu produk atau jasa yang ditawarkan (Keagan et. al., 1992), sedangkan
pelanggan memperoleh informasi tentang merek berasal dari sumber pribadi,
komersial, umum dan pengalaman masa lampau (Kotler, 1994). Kesemua sumber
informasi ini dikumpulkan secara bersama-sama oleh pelanggan. Ketika brand
10
11
image kuat, dapat digunakan oleh perusahaan untuk mempertinggi a person‟s self
image terhadap suatu merek (Keagan et. al., 1992).
Merek berfungsi mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang atau
sekelompok penyaji dan membedakannya dari produk sejenis dari penyaji lain
(Kotler, 2000). Selain itu, merek adalah sesuatu yang dibentuk dalam pikiran
pelanggan dan memiliki kekuatan membentuk kepercayaan pelanggan (Peter dan
Olson, 1996). Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat di pikiran
pelanggan melalui strategi pemasaran yang tepat, perusahaan akan mampu
membangun mereknya (Astuti dan Cahyadi, 2007).
Menurut (Sumarwan, 2003:303) merek adalah nama penting bagi sebuah
produk atau jasa. Merek adalah simbol dan indikator kualitas dari sebuah produk.
Merek-merek produk yang sudah lama dikenal oleh konsumen telah menjadi citra
bahkan simbol status bagi produk tersebut. Maka tidaklah mengherankan jika
merek seringkali dijadikan kriteria dalam mengevaluasi suatu produk.
Merek memiliki karakteristik yang lebih luas daripada produk yaitu citra
pengguna produk, country of origin, asosiasi perusahaan, brand persobalit,
simbol-simbol dan hubungan merek/pelanggan. Selain itu merek juga dapat
menghantarkan manfaat tambahan seperti manfaat ekspesi diri pengguna dan
manfaat emosional.
(Herman, 2003) dari Herman Strategik Consulting yang dikutip oleh
(Ferrinadewi, 2008, hal. 138) menyatakan bahwa pandangan di atas dalam satu
definisi menjadi : ”A Brand is the anticipation of consumers feel, toward a
spesific benefit toward about to be derived fron a idebtified source (a product, a
12
service, and so forth) aften asssociated with a standardized set of symbolic
representations (name, logo,emblem, calor, togline, tagline, image etc)”.
Berdasarkan definisi merek di atas menekankan bahwa mereka erat
kaitannya dengan alam pikir manusia. Alam pikir manusia meliputi semua yang
eksis dalam pikiran konsumen terhadap merek seperi perasaan, pengalaman, citra,
persepsi, keyakinan, sikap sehingga dapat dikatakan mereka adalah sesuatu yang
sifatnya immaterial. Merek merubah atau menstransformasi hal yang sifatnya
tangible menjadi sesuatu yang bernilai. Proses transformasi ini sepenuhnya
menjadi wewenang konsumen untuk melanjutkan atau menghentikannya.
Merek memberi banyak manfaat bagi konsumen diantaranya membantu
konsumen dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk.
Konsumen lebih mempercayai produk dengan merek tertentu daripada produk
tanpa merek meskipun manfaat yang ditawarkan serupa.
(Ferrinadewi, 2008:139) merek menawarkan 2 jenis manfaat yaitu manfaat
fungsional dan manfaat emosional. Manfaat fungsional mengacu pada
kemampuan fungsi produk yang ditawarkan. Sedangkan manfaat emosional
adalah kemampuan merek untuk membuat penggunaannya merasakan sesuatu
selama proses pembelian atau selama konsumsi.
(Heggelson & Suphelen, 2004) yang dikutip oleh (Ferrinadewi, 2008:139)
manfaat lain yang ditawarkan merek kepada konsumen adalah manfaat simbolis
mengacu pada dampak psikologi yang akan diperoleh konsumen ketika ia
menggunakan merek tersebut artinya merek tersebut akan mengkomunikasikan
siapa dan apa konsumen pada konsumen lain. Ketika konsumen menggunakan
merek tertentu maka ia akan terhubung dengan merek tersebut artinya konsumen
akan membawa serta citra dari pengguna sekaligus karakteristik merek itu sendiri.
13
Merek bertumpu pada pemahaman psikologis konsumen. Bagaimana
konsumen berpikir dan bertindak. Carl Jung yang dikutip oleh (Ferrinadewi,
2008:140) dalam karyanya menunjukkan bahwa terdapat 4 fungsi dari alam pikir
yaitu:
1. Pemikiran
Bagian ”berpikir” dalam otak kita berhubungan dengan rasionalitas dan
logika. Seringkali disebut sebagai aktivitas otak kiri. Kegiatan rasional seperti
analisa, berhitung terjadi disini. Bagi sejumlah konsumen rasionalitas dan
logika dapat menjadi perayu yang kuat karena memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian.
2. Perasaan
Perasaan juga merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempengaruhi
konsumen. Melalui iklan dan aktivitas promosi untuk menstimulasi perasaan
konsumen. Perasaan diatur oleh otak kanan yang biasanya berhubungan
dengan emosi, rasa bahagia, rasa takut, marah atau sedih bahkan cinta. Iklan
yang menanyakan rasa bahagia akan mampu menarik keinginan konsumen
untuk melakukan pembelian karena keinginan untuk mendapatkan rasa
bahagia yang serupa.
3. Sensasi
Sensasi berkaitan erat dengan sentuhan, rasa, suara, bau, dan penghilatan.
Semuanya merupakan fungsi otak kanan. Pemasar dapat menstimulasi sensasi
ini melalui aktivitas promosi seperti penyediaan tester. Sensasi berhubungan
dengan emosi dan perasaan sehingga menjadi pengaruh yang signifikan
terhadap keputusan pembelian.
14
4. Intuisi
Intuisi dapat dikatakan sebagai penyimpangan dari rasionalitas dan logika dan
seringkali muncul sebagai tindakan impulsif.
Bagi pemasar, tantangan dalam membangun merek yang kuat adalah
dengan memastikan bahwa konsumen mendapatkan pengalaman yang tepat
dengan produk dan jasa agar hasrat, pemikiran, perasaan, citra, keyakinan,
persepsi dan opini mereka terhubung dengan merek.
(Kotler dan Amstrong, 2004), “Brand equity is the positive differential
effect that knowing the brand name has on customer response to the product or
service” (p 292). Artinya ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang
dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa. Jadi brand equity
adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari
brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap baranng
atau jasa yang dijual.
Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat
diukur berdasarka 7 indikator, yaitu :
1. Leadership : Kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun
atribut non-harga.
2. Stability : Kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.
3. Market : Kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor
4. Internationality : Kemampuan merek umtuk keluar dari area geografisnya atau
masuk ke Negara atau daerah lain.
5. Trend : Merek menjadi semakin penting dalam industry.
6. Support : Besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengkomunikasikan merek.
15
7. Proctection : Merek tersebut mrmpunyai legalitas (p. 147)
2.1.2
Lifestyle (Gaya Hidup)
(Menurut Kotler dan Keller, 2007) menyatakan bahwa gaya hidup
adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktifitas, minat
dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang
berinteraksi dengan lingkungannya.
Sependapat
dengan
(Setiadi,
2008)
gaya
hidup
secara
luas
diindentifikasikan sebagai cara hidup yang diindentifikasikan oleh bagaimana
orang menghabiskan waktu mereka (aktifitas) apa yang mereka anggap
penting dalam lingkungannya (ketertarikan / minat) dan apa yang mereka
pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat).
Sementara itu menurut Hawkins (dalam Munandar, 2001) adalah “it is
the product you buy, how tou use them, and what you think about them. It is
the manifestations pf your self image or self concept, a total image you have
of ypur self as a result of the culture you live in and the individual situations
and experiences that comprise your daily existence. It is the sum of your past
decisions and future plans.”
Gaya hidup subjek adalah fungsi dari ciri-ciri dari dalam dari individu
yang terbentuk melalui interaksi sosial sewaktu subjek bergerak melalui daur
hidupnya. Jadi gaya hidup sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam diri
individu dan faktor-faktor luar individu seperti budaya, status sosial,
kelompok acuan, dan keluarga. Perubahan gaya hidup suatu masyarakat akan
16
berbeda dengan masyarakat lainnya. Bahkan dari masa ke masa gaya hidup
suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gaya hidup
adalah pola tingkah laku individu dalam membeli suatu produk, bagaimana
menggunakannya, dan apa yang dipikirkan konsumen tentang produk yang
dimiliki dan berhubungan dengan bagaimana subjek menghabiskan waktu
(kegiatan), lingkungan mana yang mereka anggap penting (minat), dan
bagaimana mereka melihat diri dan sekelilingnya (pendapat).
2.1.2.1 Pengukuran Gaya Hidup
Terdapat tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengukur gaya
hidup, yaitu yang dikemukakan oleh Nas dan v.d Sande; Activities,
Interest, Opinion (AIO); Value and Lifestyle (VALS). Untuk lebih
jelasnya akan dijabarkan dibawah ini :
1. Nas dan v.d Sande
Hasil penelitian yang dilakukan Nas dan v.d Sande (1985) dalam
Susianto (1993) yang dikutip dalam Lusprenty (2009) membagi gaya
hidup ke dalam lima dimensi, yaitu :
a. Dimensi Mortologis
Dimensi ini merujuk pada aspek lingkungan dan demografis. Dari
dimensi ini ingin diketahui sejauh mana individu menggunakan
kota dan fasilitasnya dalam aktivitas-aktivitas mereka.
b. Dimensi Hubungan Sosial
Dimensi ini menggali pola hubungan sosial individu. Seberapa
luaskan hubungan sosial individu.
17
c. Dimensi Dominan
Melalui dimensi dominan ini diperoleh informasi mengenai pola
aktivitas individu.
d. Dimensi Makna
Dimensi ini berkaitan erat dengan dimensi hubungan sosial.
Dimensi ini menggali bagaimana individu memberi makna pada
kegiatan-kegiatan. Setiap individu memiliki kegiatan yang sama,
tetapi dapat memberikan makna yang berbeda pada kegiatan
tersebut.
e. Dimensi Gaya
Dimensi ini merujuk pada aspek lahiriah dari gaya hidup tanpa
simbol-simbol yang digunakan dan nilai simboliknya yang
diberikan oleh individu. Dimensi ini juga ingin melihat pentingnya
gaya bagi individu.
2. AIO (Activity, Interest, Opinion)
Psikografik merupakan istilah yang sering digunakan bergantian
dengan pengukuran AIO, atau pernyataan untuk menggambarkan
aktifitas, minat, dan opini konsumen. Beberapa peniliti menggunakan
A sebagai Attitude (sikap), tetapi aktifitas merupakan pengukuran gaya
hidup yang lebih baik karena mengukur apa yang orang lakukan.
Reynolds dan Darden dalam Engel, Blackwell & Miniard (1995)
memberikan gambaran tentang komponen AIO sebagai berikut :
Activities (kegiatan) adalah tindakan yang nyata seperti menonton
suatu medium, berbelanja di toko, atau menceritakan kepada tetangga
18
mengenai pelayanan yang baru. Walaupun tindakan ini biasanya dapat
diamati, alasan untuk tindakan tersebut jarang dapat diukur secara
langsung. Interest (minat) akan semacam objek peristiwa, atau topik
dalam tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun
terus-menerus kepadanya. Opinion (opini) adalah “jawaban” lisan atau
tertulis yang orang berikan sebagai repons terhadap situasi stimulasi
dimana semacam “pertanyaan” diajukan. Opini juga digunakan untuk
mendeskripsikan penafsiran, harapan, dan evaluasi serta kepercayaan
mengenal maksud orang lain, antisipasi, sehubungan dengan peristiwa
masa datang dan penimbangan konsekuensi yang memberi ganjaran
atau menghukum dari jalannya tindakan alternatif (Engel, 1995).
Tabel 2.1
Dimensi Gaya Hidup AIO
AKTIVITAS
MINAT
OPINI
Bekerja
Keluarga
Diri Sendiri
Hobi
Rumah
Isu-isu Sosial
Kegiatan Sosial
Pekerjaan
Politik
Liburan
Kemasyarakatan
Bisnis
Hiburan
Rekreasi
Ekonomi
Kenggotaan Klub
Mode
Pendidikan
Komunitas
Makanan
Produk
Belanja
Media
Masa Depan
Olahraga
Prestasi
Budaya
Sumber : Joseph T. Plummer dalam Engel, Blackwell, Miniard (1995),
Consumer Behavior.
. The Dryden Press, USA.
3. VALS (Value and Lifestyle)
Aplikasi yang paling populer dari penelitian psikografik oleh manajer
pemasaran
adalah
program
VALS
SRI
Consulting
Business
19
Intelligence’s (SRIC-BI). Di kenalkan pada tahun 1978 dan di revisi
pada tahun 1989. VALS menyediakan klasifikasi yang sistematik pada
orang Amerika dewasa ke delapan segmen yang berbeda. VALS yang
diperbarui mempunyai dasar-dasar psikologis yaitu aktivitas dan minat
(Hawkins, Best, Coney, 2004)
(Luspentry, 2009) menyatakan ada beberapa cara melihat gaya hidup
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Tabel 2.2
Kelebihan dan Kekurangan Pengukuran Gaya Hidup
Teknik
Kelebihan
Kekurangan
Nas dan v.d Dapat
menghasilkan  Tidak memberikan aturan ketat
Sande
gaya
deskripsi
hidup
mengenai bagaimana bermacam-
yang sangat terpirinci
macam dimensi dapat dirangkum.
kelompok  Penggunaan
mengenai
subjek.
metode
kualitatif
melalui biografi, sangat menyita
waktu dan tenaga.
VALS 1 dan Teknik
VALS 2
banyak
ini
paling  Walaupun VALS sangat populer,
digunakan
tetapi system ini sedikit sekali di
karena segmentasi yang
evaluasi oleh kalangan akademis
dihasilkan
karena
dipercaya
formula
bersifat universal dan
mendapatkan
dapat ditetapkan pada
merupakan rahasia dagang.
populasi untuk produk  Sulit
apa saja.
untuk
tipologi
digunakan
ini
untuk
meramalkan perilaku konsumen.
 VALS dapat digunakan untuk
peramalan
tetapi
tidak
dapat
digunakan untuk pemahaman.
AIO
AIO
memiliki  Hanya dapat ditentukan dengan
20
kemampuan
untuk
statistik
dan
tidak
dapat
mendefinisikan kegiatan
menerangkan bagaimana tipe-tipe
dan minat yang sangat
saling berkaitan.
tepat dan juga opini  Dikembangkan untuk mencari
mengenai target pasar.
pemahaman
konsumen
dan
peramalan
yang
kaitannya
tentang produk tertentu, tetapi
tidak
dapat
memberikan
dipakai
untuk
insight
diluar
konteks tersebut.
2.1.3
Keputusan Pembelian
2.1.3.1 Pengertian Keputusan Pembelian
Pembuatan keputusan atau decision making ialah proses memilih
atau menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak
pasti. Pembuatan keputusan terjadi di dalam situasi-situasi yang meminta
subjek harus membuat prediksi dan memilih salah satu diantara dua
pilihan (Suharnan, 2005)
Pengambilan keputusan juga dapat diartikan sebagai proses
pengintegrasian
yang
mengkombinasikan
pengetahuan
untuk
mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu
diantarannya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan
(choice), yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berprilaku
(Setiadi, 2008).
Sedangkan menurut (Schiffman dan Kanuk, 2007) menyatakan
bahwa keputusan membeli adalah ketika individu berada pada pilihan
antara membeli atau tidak membeli, memilih antara merek X atau merek
21
Y, atau memilih membelanjakan barang A atau barang B, maka individu
tersebut dapat dikatakan dalam keadaan proses pengambil keputusan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan
membeli merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan
individu dalam pemilihan alternatif perilaku yang sesuai dari dua alternatif
perilaku atau lebih dan dianggap sebagai tindakan yang paling tepat dalam
membeli dengan terlebih dahulu melalui tahapan proses pengambilan
keputusan.
2.1.3.2 Jenis-jenis Keputusan Membeli
Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya
semakin banyak pertimbangan untuk membeli. Asseal dalam Kotler yang
dikutip dalam (Simamora, 2008) membedakan empat jenis perilaku
konsumen berdasarkan derajat keterlibatan pembeli dan derajat perbedaan
anatar berbagai merek. Keempat perilaku tersebut diperlihatkan dalam
tabel. :
Tabel 2.3
Jenis-jenis Keputusan Membeli
Perbedaan merek
yang signifikan
Keterlibatan Tinggi
Keterlibatan Rendah
Perilaku membeli
Perilaku membeli
kompleks
mencari variasi
Sedikit perbedaan
Perilaku membeli
Perilaku membeli
merek
mengurangi disonasi /
menurut kebiasaan
ketidakcocokan
22
a. Perilaku Membeli Kompleks
Merupakan model perilaku membeli yang mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut : terdapat keterlibatan mendalam oleh konsumen dalam
memilih produk yang akan dibeli dan adanya perbedaan pandangan
yang signifikan terhadap merek yang satu dengan merek yang lain.
Konsumen menerapkan perilaku “membeli yang kompleks” ketika
mereka benar-benar terlibat dalam membeli dan mempunyai
pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain.
Keterlibatan konsumen mencerminkan bahwa produk yang akan dibeli,
dan sangat menonjolkan ekspresi diri konsumen yang bersangkutan.
Misalnya, seseorang yang akan membeli sebuah komputer pribadi
mungkin tidak mengetahui atribut-atribut apa yang harus dicari. Oleh
karena itu, mereka sangat terlibat dalam proses membeli.
b. Perilaku Membeli Mengurangi Ketidakcocokan
Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan
keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang
dirasakan diantara merek. Tingkat laku membeli yang mengurangi
ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam membeli
barang yang mahal, jarang dibeli dan beresiko tetapi melihat sedikit
perbedaan di antara merek. Contohnya membeli karpet merupakan
keutusan dengan melibatkan yang tinggi karena harganya yang mahal
dan merupakan suatu barang yang memberikan ekspresi diri. Namun
pembeli mungkin menganggap kebanyakan merek karpet dalam suatu
tingkat harga tertentu memiliki kualitas yang aman.
23
c. Perilaku Membeli Mencari Variasi
Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan di bawah ini kondisi
keterlibatan konsumen yang rendah dan perbedaan merek yang
dirasakan besar. Konsumen nampaknya mempunyai keterlibatan yang
rendah dengan kebanyakan produk yang mempunyai harga murah dan
sering dibeli. Dalam hal ini, tingkah laku konsumen tidak diteruskan
lewat urutan keyakinan – sikap – tingkah laku yang biasa. Konsumen
tidak mencari informasi secara ekstensive mengenai merek mana yang
akan dibeli. sebaliknya, mereka secara pasif menerima informasi
ketika menonton televisi atau membaca majalah.
Pengulangan iklan menciptakan pengenalan akan merek bukan
keyakinan pada merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat
terhadap merek, mereka memilih merek karena sudah dikenal. Karena
keterlibatan mereka dengan produk tidak tinggi, konsumen mungkin
tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah membeli. Jadi proses
membeli
melibatkan
keyakinan
merek
yang
dibentuk
oleh
pembelajaran pasif, diikuti dengan tingkah laku membeli, yang
mungkin diikuti arau tidak dengan evaluasi. Karena pembeli tidak
memberikan komitmen yang kuat pada suatu merek, pemasar produk
yang kurang terlibat pada beberapa perbedaan merek seringkali
menggunakan harga dan promosi penjualan untuk merangsang
konsumen agar mau mencoba produk.
24
d. Perilaku Membeli Menurut Kebiasaan
Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi
dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah, tetapi
perbedaan merek dianggap tidak berarti. Dalam kategori produk
seperti ini, strategi pemasaran mungkin berbeda untuk merek yang
menjadi pemimpin pasar dan untuk merek yang kurang ternama.
Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan
harga rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang
menunjukkan alsan untuk mencoba sesuatu yang baru.
Sementara itu (Engel dkk, 1995) menjelaskan tipe pengambilan
keputusan lebih terperinci dengan menggolongkan pengambilan keputusan
menjadi 3 golongan yaitu :
1. Pengambilan Keputusan Diperluas (Extended Problem Solving)
Pada pengambilan keputusan ini diperluas, konsumen terbuka pada
informasi dari berbagai sumber dan termotivasi untuk membuat pilihan
yang tepat. Keenam tahapan proses pengambilan keputusan diikuti
meskipun tidak berurutan dan akan banyak alternatif yang dievaluasi.
Maka keputusan ditunjukkan dalam bentuk rekomendasi pada orang
lain dan keinginan untuk membeli kembali. Pada pengambilan
keputusan ini, konsumen akan sangat peduli pada kualitas produk.
2. Pengambilan Keputusan Menengah (Midrange Problem Solving)
Pengambilan keputusan ini berada diantara kedua titik ekstrim yaitu
pengambilan keputusan diperluas dan pengambilan keputusan terbatas.
25
Tahap pencarian informasi dan evaluasi alternatif dilakukan juga oleh
konsumen tetapi intensitasnya terbatas.
3. Pengambilan Keputusan Terbatas (Limited Problem Solving)
Pada tahap ini konsumen menyederhanakan proses dan mengurangi
jumlah dan variasi dari sumber informasi alternatif dan kriteria yang
digunakan untuk evaluasi. Pilihan biasanya dibuat dengan mengikuti
aturan yang sederhana seperti membeli merek yang dikenal atau
membeli yang termurah atau keinginan untuk mencoba yang baru
sehingga mengarah pada ganti-ganti merek. Hanya sedikit pencarian
informasi dan evaluasi sebelum pembelian atau dengan kata lain
pengenalan kebutuhan mengarah pada tindakan pembelian. Pencarian
yang ekstensif dan evaluasi alternatif dihindari karena proses
pembelian diasumsikan sebagai hal tidak penting bagi konsumen.
2.1.3.3 Tahap-tahap Pengambilan Keputusan Pembelian
Pengenalan
Kebutuhan
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Membeli
Perilaku
Pasca
Membeli
Sumber : Simamora, 2008
Gambar 2.1
Tahapan Proses Keputusan Pembelian
Dalam melaksanakan suatu proses pengambilan keputusan
membeli, biasanya konsumen akan membeli beberapa tahapan, yaitu :
tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan membeli dan perilaku setelah membeli.
Proses pengambilan keputusan menurut (Engel, Blackwell dan
Miniard, 1995) dalam (Ginting dan Sianturi, 2005) pada jurnal yang
26
berjudul pengambilan keputusan membeli ditinjau dari gaya hidup dan
value minded meliputi 6 hatapan, yaitu :
1. Pengenalan Kebutuhan
Proses pengambilan keputusan dimulai dengan pengenlan kebutuhan
yang didefinisikan sebagai perbedaan atau ketidaksesuaian antara
keadaan yang diinginkan dengan keadaan sebenarny, yang akan
membangkitkan dan mengatifkan proses keputusan.
2. Pencarian Infromasi
Setelah kebutuhan dikenali, selanjutnya adalah pencarian internal ke
memori untuk menentukan solusi
yang memungkinkan. Jika
pemecahannya tidak diperoleh melalui pencarian internal, maka proses
pencarian difokuskan pada stimulasi eksternal yang revelan dalam
menyelesaikan masalah (pencarian eksternal). Informasi tersebut dapat
berupa :

Sumber pribadi (sikap dari teman, kenalan dan keluarga)

Sumber bebas seperti kelompok (konsumen dan badan pemerintah)

Sumber pemasaran (karyawan penjualan dan iklan)

Sumber pengalaman langsung (mencoba langsung produk)
3. Evaluasi Alternatif
Setelah konsumen mengumpulkan informasi tentang jawaban alternatif
terhadap
suatu
kebutuhan
yang
dikenali,
maka
konsumen
mengevaluasi pilihan serta menyempitkan pilihan pada alternatif yang
diinginkan.
27
4. Pembelian
Konsumen melakukan pembelian berdasarkan alternatif yang telah
dipilih.
5. Konsumsi
Pada tahap ini, konsumen menggunakan alternatif dalam pembelian.
Biasanya tindakan pembelian diikuti oleh tindakan mengkonsumsi atau
menggunakan produk.
6. Evaluasi Alternatif Setelah Pembelian
Proses pengambilan keputusan tiak berhenti pada pengkonsumsian,
melainkan berlanjut ke evaluasi produk yang dikonsumsi, yang
mengarah pada respon puas atau tidak puas. Setelah melakukan
pembelian, konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih
memenuhi kebutuhan dan harapan segera sesudah digunakan.
Beberapa konsumen akan mengalami keraguan atau kecemasan
tentang keputusan pembeliannya, yamg dikenal sebagai pertentangan
pasca pembelian atau post purchase dissonance (Munandra, 2001).
2.1.2.4 Peran Individu Dalam Keputusan Pembelian
Kegiatan membeli yang nyata hanyalah merupakan salah satu
tahap keseluruhan proses mental dan kegiatan fisik lainnya yang terjadi
dalam proses membeli pada suatu periode tertentu dan pemenuhan
kebutuhan tertentu. Dalam keputusan membeli barang konsumen
seringkali ada lebih dari dua pihak yang terlibat dalam proses pertukaran
atau membeli. Umumnya ada lima macam peranan yang dapat dilakukan
28
oleh subjek. Kita dapat membedakan lima peran yang dimainkan orang
dalam keputusan pembelian, menurut (Kotler, 2004:202) :
1. Pencetus : Seseorang yang pertama kali mengusulkan gagagsan untuk
membeli suatu produk atau jasa.
2. Pemberi Pengaruh : Seseorang yang pandangan atau sarannya
mempengaruhi konsumen.
3. Pengambil Keputusan : Seseorang yang mengambil keputusan untuk
setiap komponen keputusan pembelian. Apakah membeli, tidak
membeli, bagaimana membeli, dan dimana akan membeli.
4. Pembeli : Orang yang melakukan pembelian yang sesusngguhnya.
5. Pemakai : Seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk
atau ajsa yang bersangkutan.
2.2
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu antara lain :
Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu
No
1
Peneliti dan
Tahun
Hardian
Hanggadhika
(2010)
Judul
Penelitian
Analisi
pengaruh ekuitas
merek terhadap
keputusan
pembelian
konsumen pada
Variabel
Independen :
Kesadaran
merek,
Persepsi
kualitas,
Asosiasi
Metode
Hasil Penelitian
Analisis
Regresi Hasil penelitian
berganda menunjukkan
bahwa seluruh
variabel independen
berpengaruh positif
terhadap keputusan
29
2
3
2.3
Rifky
Anugrah
(2011)
Novian
Rezka M
(2011)
produk
handphone
merek nokia di
Semaranag
(Studi pada
dealer Suzuki
indomadiun kota
Madiun)
Pengaruh sikap
terhadap produk
dan gaya hidup
brand minded
terhadap
keputusan
membeli
smartphone
blackberry
(Studi pada
siswa SMA AlAzhar Bumi
Serpong Damai)
Analisis
pengaruh harga,
motivasi
konsumen dan
tempat terhadap
keputusan
pembelian (studi
pada
pengunjung
pujasera “jaya
makmur” di
Semarang)
merek,
Loyalitas
merek.
Dependen :
Keputusan
pembelian
konsumen
Independen:
Sikap
(kognitif,
afektif,
konasi), Gaya
hidup
(aktivitas,
minat, opini),
Demografi
(pendapatan,
orang tua,
uang saku).
Dependen :
Keputusan
membeli
Independen :
Harga,
Motivasi
konsumen,
Lokasi/
tempat
pembelian
konsumen baik
secara parsial
(individu) maupun
secara simultan
(bersama-sama).
Regresi
berganda
dan ChiSquare
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa variabel
seluruh independen
berpengaruh positif
terhadap keputusan
membeli.
Regresi Hasil penelitian
linier
menunjukkan
berganda bahwa variabel
seluruh independen
berpengaruh positif
terhadap keputusan
membeli.
Dependen :
Keputusan
pembelian
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual mengenai pengaruh merek dan lifestyle terhadap
keputusan pembelian konsumen dapat digambarkan sebagai berikut :
30
Merek
H1
(X1)
Keputusan Pembelian
(Y)
Lifetyle
(X2)
H2
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Mardalis (2002), di terangkan bahwa yang dimaksud dengan
suatu hipotesis adalah jawaban sementara atau suatu kesimpulan yang diambil
untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Sehubungan
dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut :
1) Bahwa variabel merek dan lifestyle mempunyai pengaruh simultan terhadap
keputusan pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya.
2) Bahwa variabel lifestyle berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelian
konsumen pada Butik Moshaict Surabaya.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terencana dan
sistematis untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan masalah terhadap
fenomnena-fenomena tertentu. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan, maka jenis penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu
penelitian yang menjelaskan hubungan kasual dan adanya pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat melalui pengujian hipotesis. (Arikunto,
2002)
3.2. Diskripsi Populasi dan Penentuan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi ialah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kausalitas dan karakteristik tertentu yang diteteapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009).
Sebagai Populasi dalam Penelitian ini adalah seluruh pengunjung dan konsumen
yang membeli pakaian muslim di Butik Muslim Moshaict Surabaya mulai awal
bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2013 dan diperoleh jumlah pembeli
sebanyak 215 orang, jadi jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 215
orang.
3.2.2. Sampel
Sampel merupakan sebagian elemen-elemen populasi yang terpilih untuk
diteliti (Kristiningsih et al, 2010). Sampel adalah sebagian atau wakil dari
31
32
populasi (Arikunto,2002;109). Karena dalam penelitian ini adanya keterbatasan
waktu, tenaga, dan biaya maka tidak memungkinkan peneliti meneliti seluruh
pengguna yang ada di Surabaya. Oleh karena itu peneliti hanya mengambil
sampel dengan menyebarkan kuesioner pada pelanggan di Butik Muslim
Moshaict Surabaya yang dirasa sudah cukup mewakili dari populasi yang ada.
Sedangkan responden yang akan dijadikan sebagai sampel dalam
penelitian ini adalah konsumen yang jumlahnya tidak terbatas, maka jumlah
sampel yang diperlukan adalah paling sedikit 4 atau 5 kali jumlah item yang
diteliti (Malhotra,2000). Karena jumlah item yang diteliti adalah sebanyak 11 item
maka jumlah sampel yang ditetapkan sebanyak (5 x 11) atau 55 responden, dan
hal ini dianggap sudah mewakili karena sesuai dengan standar minimal.
Sedangkan cara pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik insidental. Menurut Mardalis (2002) bahwa
teknik ini juga disebut dengan insidental sampling yaitu di lakukan dengan cara
memperoleh sampel dari sekumpulan populasi, yang memperoleh data untuk
sampel tersebut di peroleh secara kebetulan saja dengan tanpa menggunakan
perencanaan tertentu.dan juga bila orang yang kebetulan ditemui itu dipandang
cocok sebagai sumber data. Dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan
kuesioner kepada responden yang kebetulan bertemu di Butik Muslim Moshaict
Surabaya.
3.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.3.1. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis
33
variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Adapun rincian dari masing masing jenis variabel tersebut adalah :
1.
Variabel Bebas (X)
Variabel bebas adalah variabel mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah :
a. Merek (X1)
b. Lifestyle (X2)
2.
Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan atau dipengaruhi
oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah : Keputusan
Pembelian (Y)
3.3.2. Definisi Operasional Variabel
Dalam definisi operasional ini ada dua variabel yang diteliti yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Sedangkan penjelasan definisi operasional variabel
untuk masing-masing variabel dan indikatornya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1.
Definisi Operasional Variabel
Variabel
Merek (X1)
Definisi
Merek adalah sesuatu yang dibentuk dalam
pikiran pelanggan dan memiliki kekuatan
membentuk kepercayaan pelanggan. Menurut
Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (Brand
equity) mencakup tentang :
1. Leadership yaitu kemampuan untuk
mempengaruhi pasar, baik harga maupun
non-harga.
2. Stability yaitu kemampuan untuk
mempertahankan loyalitas pelanggan.
3.
Market yaitu kekuatan merk untuk
meningkatkan kinerja toko atau
distributor.
4. Internationality yaitu kemampuan merk
untuk keluar dari area geografisnya atau
masuk ke negara maupun daerah lain.
5. Trend yaitu merk menjadi semakin
penting dalam industri.
Indikator
1. Leadership.
2. Stability
3. Market.
4. Internationality
5. Trend
6. Suport
7. Protection
(Soehadi, 2005),
Pengukuran
TS skor 1
KS skor 2
CS skor 3
S skor 4
SS skor 5
34
6.
Lifestyle
(X2)
Keputusan
Pembelian
(Y)
3.3.3
Suport yaitu besarnya dana yang
dikeluarkan untuk mengkomunikasikan
merek
7. Protection yaitu merk tersebut mempunyai
legalitas. (Soehadi, 2005)
Lifestyle (gaya hidup) adalah perilaku
seseorang yang pada akhirnya menentukan pola
konsumsi seseorang. Menurut Kotler dan
Keller (2008:224) gaya hidup adalah pola
hidup seseorang di dunia yang terungkap pada
aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan keseluruhan diri seseorang.
Keputusan pembelian adalah proses
merumuskan berbagai alternatif tindakan guna
menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif
tertentu untuk melakukan pembelian (Engel et
al. dalam Salsabila, 2011). Keputusan
pembelian, adalah tahap dalam proses
pengambilan keputusan pembeli di mana
konsumen benar-benar membeli (Kotler &
Armstrong dalam Zoeldhan (2012).
-Aktivitas
-Minat
-Opini
Kotler dan Keller
(2008)
TS skor 1
KS skor 2
CS skor 3
S skor 4
SS skor 5
1. Kemantapan
membeli
2. Pertimbangan
dalam membeli
3. Kesesuaian
atribut
dengan
keinginan
dan
kebutuhan
4. Intensitas
pembelian
(Kotler & Armstrong
dalam Zoeldhan
(2012)
TS skor 1
KS skor 2
CS skor 3
S skor 4
SS skor 5
Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu :
1.
Data Primer
Data primer merupakan data yang di dapat dari sumber pertama, misalnya
dari individu/perseorangan, seperti hasil wawancara atau hasil pengisian
kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti.
2.
Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data ini umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan.
35
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk dapat menganalisis dan mengintepretasikan data yang valid dan
reliabel, agar hasil yang diperoleh mengandung kebenaran. Dalam penelitian ini
prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Studi Dokumentasi
Peneliti berusaha mengkaji dan mengumpulkan dokumen atau arsip yang
representative dengan masalah yang diajukan sebagai bukti otentik yang
bersumber dari buku, jurnal maupun beberapa hasil penelitian terdahulu.
2. Teknik Kuesioner
Teknik Kuesioner yaitu dengan menyebarkan atau menyampaikan pertanyaan
secara tertulis. Dalam kuesioner peneliti ini hanya dipergunakan jenis
pertanyaan secara tertutup (Closed question), yaitu pertanyaan yang tidak
memberikan kemungkinan pada responden untuk menjawab secara panjang
lebar menurut jalan pikirannya sendiri, sebab jawaban sudah disediakan oleh
peneliti, sehingga responden tinggal memilih saja salah satu alternatif
jawaban yang dikehendaki oleh responden.
Indikator-indikator pengukuran variabel diukur dengan menggunakan
skala Likert, untuk mendapatkan sakal yang lebih jelas dan mudah dipahami
oleh semua responden (Sugiyono, 2009). Adapun ketentuannya adalah
sebagai berikut :
Alternatif jawaban “a”
diberikan skor 5
Alternatif jawaban “b”
diberikan skor 4
Alternatif jawaban “c”
diberikan skor 3
Alternatif jawaban “d”
diberikan skor 2
Alternatif jawaban “e”
diberikan skor 1
36
3.5
Teknik Keabsahan Data
Pengujian hipotesis tidak akan menghasilkan kesimpulan yang benar,
akurat dan obyektif. Untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang diajukan
melalui progarm SPSS. Maka alat ukur yang digunakan sebagi berikut:
3.5.1
Uji Validitas
Uji validitas menunjukan sebarapa bagus sebuah instrumen yang
digunakan untuk mengukur (sebuah konsep tertentu) yang harus diukur (Sekaran
dalam Kristiningsih et al, 2010). Cara mengukur validitas bisa menggunakan
konsistensi internal (internal consistency) yaitu dengan metode korelasi product
moment Pearson. Jika hasil korelasi antara tiap-tiap pertanyaan dengan skor total
menunjukkan hasil yang signifikan (signifikansi < 0,05 dan korelasi > 0,4), maka
item pertanyaan tersebut valid yang berarti memiliki validitas konstruk
(Singarimbun dalam Kristiningsih et al, 2010).
3.5.2
Uji Reliabilitas
Pengukuran reliabilitas dapat menggunakan koefisien cronbach alpha (α)
yang menunjukan seberapa bagus item pertanyaan berhubungan positif dengan
item pertanyaan lain. Pengukuran tersebut juga menunjukan apakah responden
menjawab dengan stabil/konsisten faktor-faktor atau item-item pertanyaan yang
berada pada 1 konstruk. Jika koefisien cronbach alpha sebesar 0,7 atau lebih,
maka instrumen itu dapat diterima (Sekaran dalam Kristiningsih et al, 2010).
Selain iti menurut Hair et al dalam Kristiningsih et al (2010), corrected item-total
correlation minimal sebesar 0,3 supaya item pertanyaan tersebut bisa digunakan
dalam pengolahan data selanjutnya.
37
3.6
Teknik Analisis Data
3.6.1 Uji Normalitas
Uji normalitas atau kehormatan digunakan untuk mendeteksi apakah
distribusi variabel-variabel bebas danterikat adalah normal. Menurut Santoso
(2000 : 16) normalitas dapat dideteksi dengan melihat sebaran data (titik) pada
sumbu diagonaal dari grafik normal P – Plot of Regression Standarized Residual.
Suatu model
diaktakan memenuhi asumsi normalitas apabila data menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Cara lain untuk menguji normalitas data dapat pula dilakukan dengan
menggunakan uji chi square dimana nilai signifikan α < 0,05 (5%) maka data
terdistribusi secara normal dan jika sebaliknya maka terdistribusi tidak normal.
(Santoso, 2000 : 18)
3.6.2 Uji Asumsi Klasik
Beberapa uji asumsi klasik berikut ini harus dipenuhi dalam menggunakan
suatu model regresi, yaitu :
1. Uji Autokorelasi
Asumsi autokorelasi didefinisikan sebagai terjadinya korelasi diantara data
pengamatan, dimana munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya
(Gujarati : 1999). Adanya suatu autokorelasi bertentangan dengan salah satu
asumsi dasar dari regresi berganda yaitu tidak adanya korelasi diantara galat
acaknya. Artinya jika ada autokorelasi maka dapat dikatakan bahwa koefisien
korelasi yang diperoleh kurang akurat.
2. Uji Heteroskedastisitas
Penyimpangan asumsi klasik yang kedua adalah adanya
heteroskedastisitas. Artinya varians vriabel dalam model tidak sama
38
(konstan). Konsekuensi adanya heteroskedastisitas dalam model regresi
adalah penaksiran (estimator) yang diperoleh tidak efisien baik dalam
sampel kecil maupun dalam sampel besar, walaupun penaksiran yang
diperoleh menggambarkan populasinya (tidak bias) dan bertambahnya
sampel yang digunakan akan mendekati nilai sebenarnya (konsisten). Ini
disebabkan oleh variansnya yang tidak minimum (tidak efisien).
Diagnosis adanya heteroskedastisitas secara kuantitatif dalam
suatu regresi dapat dilakukan dengan melakukan pengujian korelasi Rank
Spearman.
Pengujian
ini
menggunakan
distribusi
apabila
nilai
signifikansi (p value) kurang dari nilai α (0,05) maka asumsi adanya
kejala heteroskedastisitas dapat terpenuhi.
3. Uji Multikolinieritas
Konsekuensi
yang sangat
penting bagi
model
regresi
yang
mengandung multikolinieritas adalah bahwa kesalahan standar estimasi akan
cenderung meningkat dengan bertambahnya variabel independent, tingkat
signifikansi yang digunakan untuk menolak hipotesis nol akan semakin sebsar
dan probabilitas menerima hipotesis yang salah (kesalahan β) juga akan
semakin besar. Akibatnya model regresi yang diperoleh tidak sahih (valid)
untuk menaksirkan nilai variabel independen.
Diagnosis sederhana terhadap adanya multikolinieritas dalam model
regresi adalah sebagai berikut (Algifari, 2000).
a. Melalui nilai thitung, R2, dan F ratio. Jika R2 tinggi, nilai Fratio tinggi
sedangkan sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak
39
signifikan (nilai thitung sangat rendah), maka kemungkinan terdapat
multikolinieritas.
b. Menentukan koefisien korelasi antara variabel independen yang satu
dengan variabel independen yang lain. Jika antara dua variabel memiliki
korelasi yang spesifik (misalnya koefisien korelasi yang tinggi antara
variabel independen atau tanda koefisien korelasi variabel independen
berbeda
dengan
tanda
koefisien
regresinya),
maka
terdapat
multikolinieritas.
c. Membuat persamaan regresi antara variabel independen. Jika koefisien
regresinya signifikan, maka terdapat multikolinieritas.
Jika terjadi gejala multikol antara variabel bebas, maka dapat diatasi dengan
jalan menghilangkan salah satu atau beberapa variabel yang mempunyai
korelasi tinggi dari model regresi (mengeluarkan variabel bebas yang
menyebabkan terjadinya multikolinieritas).
Diagnosis secara sederhana terhadap adanya multikolinieritas di dalam regresi
adalah dengan melihat VIF (Variance Inflation Factor). Variabel-variabel
yang memiliki nilai VIF melebihi nilai 5 dipastikan terjadi multikolinieritas
(Santoso, 2000).
3.6.3 Analisis Regresi Linier Berganda
Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi linier
berganda dengan shofware statistik SPSS, hal tersebut digunakan dengan tujuan
untuk mempermudah proses analisis dan hasil yang akurat. Model regresi linier
berganda digunakan untuk menjelaskan pengaru merek (X1) dan lifestyle (X2)
40
terhadap keputusan pembelian (Y) busana muslim di Butik Muslim Moshaict
Surabaya, dimana persamaan operasional yang digunakan adalah :
Y = α + a1X1 + a2X2 + e
Dimana :
Y
:
α
:
a1,a2
:
X1
:
X2
:
e
:
3.6.4
Keputusan pembelian
Konstanta
Koefisien regresi linier berganda
Merek
Lifestyle
Variabel pengganggu
Koefisien Determinasi Berganda (R2)
Interpretasi terhadap koefisien regresi dan koefisien determinasi (R2) dari
model regresi berganda adalah perlu. Dalam uji statistik masih diperlukan untuk
mengetahui besarnya koefisien determinasi (R2) guna mengukur atau untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Koefisien determinasi berganda (R2) digunakan untuk mengukur besarnya
pengaruh merek (X1) dan lifestyle (X2) terhadap keputusan pembelian pakaian
muslim (Y) di Butik Muslim Moshaict Surabaya.
Rumus :
R2 
SSreg
TotalSS
Keterangan :
R2
=
koefisien determinasi berganda
Ssreg = sum of squares regression (jumlah regresi kuadrat)
SS
= sum of squares (jumlah kuadrat)
3.7 Pengujian Hipotesis
1.
Uji F (Uji Simultan)
Untuk menguji adanya pengaruh secara simultan atau bersama-sama
variabel merek (X1) dan lifestyle (X2) terhadap keputusan pembelian (Y)
41
busana muslim di Butik Muslim Moshaict Surabaya, dimana pengujian
hipotesis yang digunakan adalah uji statistik yaitu Uji-F dengan langkahlangkah sebagai berikut :
a. Merumuskan hipotesa secara statistik
Ho : b1 = b2 = 0, berarti
variabel
bebas
secara
serempak
tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel tergantung.
Hi : b1 ≠ b2 ≠ 0, bararti variabel bebas secara serempak mempunyai
pengaruh terhadap variabel tergantung.
b. Menggunakan level of confidence sebesar 95 % dan tingkat level of
signifikan (α) sebesar 5%. Untuk menentukan F tabel dengan cara
mengetahui derajat kebebasan yaitu :
Nomerator
= k-1
Denominator = n-k-1
Keterangan : k = total variabel bebas
n = banyaknya responden
c. Menentukan daerah penerimaan dan penolakan yaitu :
Ho ditolak dan Hi diterima, bila = F hitung ≥ F tabel
2.
Uji t (Uji Parsial Variabel)
Sedangkan untuk menguji kebenaran pengaruh secara parsial dari
masing-masing variabel merek (X1) dan lifestyle (X2) terhadap keputusan
pembelian (Y) busana muslim di Butik Muslim Moshaict Surabaya, dimana
pengujian hipotesis dilakukan uji statistik yaitu uji t, dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
42
a. Merumuskan hipotesa secara statistik.
Ho : bi = 0, berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh terhadap
variabel tergantung.
Hi : bi ≠ 0, berarti variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap
variabel tergantung.
b. Menggunakan level of confidence sebesar 95% dan tingkat level of
signifikan (α) sebesar 5%. Untuk menentukan t tabel dengan derajat
kebebasan.
df = n-k-1
Dimana :
n
= banyaknya responden,
K
= total variabel bebas,
t tabel = (n-k-1 ; α/2)
c. Menentukan daerah penerimaan dan penolakan yaitu :
Ho ditolak dan Hi diterima, bila = t hitung ≥ t tabel
Ho diterima dan Hi ditolak, bila = t hitung < t tabel
Download