1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh setiap perusahaan didasarkan pada strategi pemasaran yang ditetapkan untuk mencapai sasaran pasar yang dituju. Oleh karena itu, pasar perusahaan perlu dikaji, sehingga dapat ditentukan sasaran yang tepat. Dalam menentukan sasaran pasar yang tepat, perlu diteliti dan dikaji motif, perilaku, dan kebiasaan pembeli. Karena masing-masing pembeli mempunyai motif, perilaku, dan kebiasaan membeli yang berbeda, maka perlu dilakukan pendekatan dalam pengkajiannya, sehingga analisis yang dilakukan lebih berguna dan tepat untuk pengambilan keputusan (Assauri, 2009:120). Perilaku konsumen berkaitan dengan proses pemilihan produk yang akan dibeli, yang terdapat dalam proses pembelian. Teori perilaku konsumen dalam pembelian atas dasar pertimbangan ekonomi, menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk melaksanakan pembelian merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar, sehingga mereka akan memilih produk yang dapat memberikan kegunaan yang paling besar, sesuai dengan selera, dan biaya secara relative (Saputri, 2012) (Lamb, Hair, dan McDaniel, 2001:237) mengatakan bahwa perilaku konsumen menggambarkan bagaimana para konsumen membuat keputusankeputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan membuang produk-produk yang mereka gunakan. 1 2 Aktivitas membuat keputusan pembelian kadang disadari atau tidak disadari oleh konsumen, sebab dalam kehidupan sehari-hari konsumen banyak menemukan situasi yang tidak pasti. Aktivitas membeli yang dilakukan oleh konsumen memang merupakan hal yang kompleks, karena melibatkan kegiatan mental dan fisik. (Rifky Anugrah, 2011) Bagi konsumen yang orientasi dirinya bertumpu pada prinsip, dalam mengambil keputusan membeli berdasarkan keyakinannya. Sehingga keputusannya untuk membeli bukan hanya karena ikut-ikutan atau sekedar untuk mengejar gengsi., dapat dikatakan tipe ini lebih rasional. Sedangkan yang bertumpu pada emosional, keputusannya dalam membeli di dominasi oleh konsumen lain. Produk-produk branded (bermerek) cenderung menjadi pilihannya dan tidak berpikir lebih lanjut akan manfaatnnya. Dari ketiga dasar segmentasi pasar yang telah diuraikan akan diteliti segmentasi pasar berdasarkan perilaku atau keputusan membeli pada konsumen dan segmentasi pasar bedasarkan demografi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli yaitu ada pengaruh internal dan pengaruh eksternal. Pengaruh internal terdari dari persepsi, learning, memori, motif, kepribadian, gaya hidup (lifestyle), konsep diri, emosi serta sikap. Pengaruh eksternal terdari dari budaya, sub-budaya, demografi, status sosial, kelompok refrensi, keluarga, dan aktivitas marketing (Hawkins, Best & Coney, 2004). Demografi diantaranya ialah usia, ukuran, keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, pengasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan dan kelas sosial (Kotler & Keller, 2007). 3 Adapun pengertian keputusan membeli adalah ketika individu berada pada pilihan antara membeli atau tidak membeli, memilih antara merek X atau merek Y, atau memilih membelanjakan barang A atau barang B, maka individu tersebut dapat dikatakan dalam keadaan proses mengambil keputusan. Sementara itu consumer behavior is defined as the behavior that consumers display in searching for, purchasing, using, evaluating and disposing of products and services that will expect will satisfy they need. Artinya bahwa perilaku konsumen merupakan perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jsa yang ditawarkan. Dengan demikian konsumen akan mengembangkan sejumlah alternatif untuk sampai kepada keputusan membeli atau tidak membeli suatu produk atau jasa (Schiffman dan Katuk, 2007). Konsumen dalam memilih suatu produk akan memilih berdasarkan pada apa yang paling dibutuhkan dan apa yang paling sesuai dengan dirinya. Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam berperilaku, beberapa diantaranya adalah merek dan gaya hidup. Merek (brand) memang bukan sekedar nama, istilah (term), tanda (sign), simbol atau kombinasinya. Lebih dari itu, merek adalah „janji‟ perusahaan untuk secara konsisten memberikan feature, benefits, dan services kepada pelanggan. „Janji‟ inilah yang membuat masyarakat mengenal merek tersebut, lebih daripada merek yang lain (Futrell dan Stanton, 1989 ; Keagan et. al., 1995 ; David A. Aaker, 1997). Pelanggan memperoleh informasi tentang merek berasal dari sumber pribadi, komersial, umum dan pengalaman 4 masa lampau (Kotler, 1992). Kesemua sumber informasi ini dikumpulkan secara bersama-sama oleh pelanggan (Muafi dan Effendi, 2011). Merek berfungsi mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang atau sekelompok penyaji dan membedakannya dari produk sejenis dari penyaji lain (Kotler, 2000). Selain itu, merek adalah sesuatu yang dibentuk dalam pikiran pelanggan dan memiliki kekuatan membentuk kepercayaan pelanggan (Peter dan Olson, 1996). Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat di pikiran pelanggan melalui strategi pemasaran yang tepat, perusahaan akan mampu membangun mereknya (Astuti dan Cahyadi, 2007). Gaya hidup (Lifestyle) merupakan salah satu indikator dari faktor pribadi yang turut berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Jika diartikan, gaya hidup merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Gaya hidup menggambarkan seseorang secara keseluruhan yang berinteraksi dengan lingkungan. Juga mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial seseorang dan menggambarkan bagaimana mereka menghabiskan waktu dan uangnya. Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang yang pada akhirnya menentukan pola konsumsi seseorang. Menurut Kotler dan Keller (2008:224) gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup ini tergantung dari berbagai faktor diantaranya demografi, yaitu tingkat pendidikan, usia, tingkat penghasilan, dan jenis kelamin. Oleh karena itu, keputusan wanita dalam membeli sesuatu merupakan penguatan dari proses 5 gaya hidup mereka. Hal ini sangat berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam pembelian yang dilakukan oleh wanita. Gaya hidup juga sangat berkaitan erat dengan perkembangan zaman yang dan teknologi. Dalam arti lain, gaya hidup dapat memberikan pengaruh positif atau negatif bagi yang menjalankannya. Setiap manusia pasti ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosialnya, banyak cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan pengakuan tersebut, salah satunya dengan memiliki barang-barang yang dianggap berkelas dan mahal. Jika kita memperhatikan secara cermat, pergerakan perempuan belakangan ini memang tengah menjadi tren. Emansipasi wanita dapat dilihat dari berbagai peran aktif wanita pada berbagai bidang. Politikus wanita sudah biasa, begitupun dalam bidang ekonomi, wanita berperan aktif sebagai praktisi maupun sebagai partisipan penggerak ekonomi. Banyak pakar yang kemudian mengatakan bahwa peran wanita kedepannya akan semakin dominan, termasuk dalam lanskap bisnis. Perubahan ini, telah menghasilkan tantangan, peran serta pengaruh wanita dalam keputusan pembelian. Kini keputusan pembelian cenderung dilakukan oleh wanita, baik wanita mandiri yang menggunakan pendapatannya sendiri, maupun ibu rumah tangga yang mengelola keuangan rumah tangganya. Pada konteks ini, melirik wilayah teritorial Indonesia, terkhusus Kota Surabaya misalnya, sebuah pakaian muslim dibutik hadir sebagai perwujudan pergeseran paradigma masyarakat akan maknanya. Bahwa pakaian muslim, saat ini tidaklah dianggap kuno dan ketinggalan zaman, justru akan menjadikan wanita muslim terlihat indah, anggun, dan cantik. 6 Pasalnya, pada perkembangannya kini, persepsi penggunaan pakaian muslim tidak lagi sederhana. Kini diinterpretasikan berdasarkan subjektifitas individu. Misalnya banyak yang memahami pakaian muslim sebagai perintah agama dan sebuah keharusan, sugesti, dan ada pula yang menganggap sebagai sebuah fashion belaka. Melalui tren ini, pilihan pakaian muslim perempuan Surabaya menjadi lebih variatif. Moshaict adalah butik pakaian muslim yang berada di bilangan Raden Saleh 55, Jakarta Pusat, dimiliki oleh Shinta Dewi Dhiah Sekar Tanjung yang merupakan lulusan sekolah akuntansi di Jakarta. Tanpa memiliki kemampuan dalam mendesain pakaian, wanita kelahiran Tanjung Pinang, 1 Juni 1976 ini memberanikan diri memulai bisnis dalam industri kreatif fesyen dengan bermodalkan naluri bisnis plus keingginannya untuk syiar melalui fashion muslim yang sangat berpeluang besar dalam dunia bisnis ini. Usaha fesyen muslim ini dirintis sejak tahun 2004, yang diawali dengan membuka butik pakaian wedding muslim bermerek Naura dan juga pakaian pesta muslim. Berhubung pakaian tersebut sangat segmented, maka dikembangkan lagi butik tersebut dengan menjual pakaian muslim sehari-hari dan membuka cabang di Surabaya yang bertempatkan di Rungkut. Dan berubah menjadi butik Moshaict yang berisikan pakaian muslim pada awal tahun 2011. Usaha ini membidik pasaran usia 20-an tahun sampai 35 tahun agar mereka memiliki alternatif dalam memilih busana muslim. Dan juga untuk menghilangkan kesan seperti „ibu-ibu‟ apabila mengenakan pakaian muslim. Moshaict pun mendobrak anggapananggapan tersebut. Siapa pun yang mengenakan pakaian muslim tetap bisa bergaya. Disamping itu, anak muda yang ingin mencari pakaian-pakaian muslim 7 tidak kesulitan. Tak ayal butik Moshaict mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan. Terlebih, butik berisikan desainer-desainer muda yang paham akan trend busana muslim. Terdiri dari Ria Miranda, Jenahara, Kami Idea, Gda‟s, Mainland Heritage, Kivitz, Delisha Hijab, Miss Marina, Nonieq, Monel, Ambu, Deuisgeulis, Aluyya, Zemma dll. Persaingan bisnis dibidang fashion yang terus berkembang dengan pesat. Berkembangnya konsep budaya belanja masayarakat yang semakin kuat menyebabkan banyak pebisnis muda terus mengembangkan diri. Begitu antusianya setiap pebisnis menjadikan persaingan yang ketat antar pebisnis kian terlihat dengan menjamurnya butik di kota Surabaya. Pada penelitian ini, digunakan B u t i k Moshaict yang menawarkan beragam produk pakaian m u s l i m wanita. Keunikan yang dimiliki oleh industri fashion membuat para tenaga pemasaran harus mampu berpikir secara kreatif untuk memenangkan persaingan Dengan melihat persaingan yang ketat di industri fashion yang terjadi dan masih minimnya penelitian mengenai merek dan gaya hidup, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Merek dan Lifestyle Terhadap Keputusan Konsumen Dalam Membeli Busana Muslim Pada Butik Moshaict Surabaya”. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 8 1. Apakah merek dan lifestyle secara simultan berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya? 2. Apakah merek dan lifestyle secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui merek dan lifestyle secara simultan berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya? 2. Mengetahui merek dan lifestyle secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya? 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan diatas maka penulisan ini memberikan manfaat kepada beberapa pihak : 1. Manfaat Praktis : a. Bagi Universitas Wijaya Putra Agar dapat digunakan sebagai suatu dokumentasi perpustakaan guna sebagai Studi banding di masa yang akan datang. b. Bagi Instansi Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan gagasan pemikiran dan bahan masukan dalam pengambilan keputusan perusahaan. 9 c. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan penulis pada bidang ilmu pemasaran, khususnya mengenai masalah yang diteliti. 2. Manfaat Teoritis Hasil pemikiran ini diharapkan dapat berguna dan memberikan sumbangan pemikiran bagi yang akan mengadakan penelitian lebih jauh dan sebagai bahan bacaan yang diharapkan akan menambah wawasan pengetahuan bagi yang membacanya, terutama mengenai masalah Lifestyle dan merek terhadap keputusan pembelian. 10 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Merek Merek (brand) memang bukan sekedar nama, istilah (term), tanda (sign), simbol atau kombinasinya. Lebih dari itu, merek adalah „janji‟ perusahaan untuk secara konsisten memberikan feature, benefits, dan services kepada pelanggan. Dan „janji‟ inilah yang membuat masyarakat mengenal merek tersebut, lebih daripada merek yang lain (Futrell dan Stanton, 1989 ; Keagan et. al., 1995 ; David A. Aaker, 1997). American Marketing Association (Shimp, 2003) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi keseluruhannya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari penjualnya atau sekelompok penjual, agar dapat dibedakan dari kompetitornya. Kenyataanya, sekarang ini karakteristik unik dari pemasaran modern bertumpu pada penciptaan merek-merek yang bersifat membedakan (different) sehingga dapat memperkuat brand image perusahaan (Muafi dan Effendi, 2001). Untuk mengkomunikasikan brand image kepada stakeholders (termasuk pelanggan) dapat dilakukan melalui iklan, promo, publisitas, distribusi, dan harga suatu produk atau jasa yang ditawarkan (Keagan et. al., 1992), sedangkan pelanggan memperoleh informasi tentang merek berasal dari sumber pribadi, komersial, umum dan pengalaman masa lampau (Kotler, 1994). Kesemua sumber informasi ini dikumpulkan secara bersama-sama oleh pelanggan. Ketika brand 10 11 image kuat, dapat digunakan oleh perusahaan untuk mempertinggi a person‟s self image terhadap suatu merek (Keagan et. al., 1992). Merek berfungsi mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang atau sekelompok penyaji dan membedakannya dari produk sejenis dari penyaji lain (Kotler, 2000). Selain itu, merek adalah sesuatu yang dibentuk dalam pikiran pelanggan dan memiliki kekuatan membentuk kepercayaan pelanggan (Peter dan Olson, 1996). Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat di pikiran pelanggan melalui strategi pemasaran yang tepat, perusahaan akan mampu membangun mereknya (Astuti dan Cahyadi, 2007). Menurut (Sumarwan, 2003:303) merek adalah nama penting bagi sebuah produk atau jasa. Merek adalah simbol dan indikator kualitas dari sebuah produk. Merek-merek produk yang sudah lama dikenal oleh konsumen telah menjadi citra bahkan simbol status bagi produk tersebut. Maka tidaklah mengherankan jika merek seringkali dijadikan kriteria dalam mengevaluasi suatu produk. Merek memiliki karakteristik yang lebih luas daripada produk yaitu citra pengguna produk, country of origin, asosiasi perusahaan, brand persobalit, simbol-simbol dan hubungan merek/pelanggan. Selain itu merek juga dapat menghantarkan manfaat tambahan seperti manfaat ekspesi diri pengguna dan manfaat emosional. (Herman, 2003) dari Herman Strategik Consulting yang dikutip oleh (Ferrinadewi, 2008, hal. 138) menyatakan bahwa pandangan di atas dalam satu definisi menjadi : ”A Brand is the anticipation of consumers feel, toward a spesific benefit toward about to be derived fron a idebtified source (a product, a 12 service, and so forth) aften asssociated with a standardized set of symbolic representations (name, logo,emblem, calor, togline, tagline, image etc)”. Berdasarkan definisi merek di atas menekankan bahwa mereka erat kaitannya dengan alam pikir manusia. Alam pikir manusia meliputi semua yang eksis dalam pikiran konsumen terhadap merek seperi perasaan, pengalaman, citra, persepsi, keyakinan, sikap sehingga dapat dikatakan mereka adalah sesuatu yang sifatnya immaterial. Merek merubah atau menstransformasi hal yang sifatnya tangible menjadi sesuatu yang bernilai. Proses transformasi ini sepenuhnya menjadi wewenang konsumen untuk melanjutkan atau menghentikannya. Merek memberi banyak manfaat bagi konsumen diantaranya membantu konsumen dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk. Konsumen lebih mempercayai produk dengan merek tertentu daripada produk tanpa merek meskipun manfaat yang ditawarkan serupa. (Ferrinadewi, 2008:139) merek menawarkan 2 jenis manfaat yaitu manfaat fungsional dan manfaat emosional. Manfaat fungsional mengacu pada kemampuan fungsi produk yang ditawarkan. Sedangkan manfaat emosional adalah kemampuan merek untuk membuat penggunaannya merasakan sesuatu selama proses pembelian atau selama konsumsi. (Heggelson & Suphelen, 2004) yang dikutip oleh (Ferrinadewi, 2008:139) manfaat lain yang ditawarkan merek kepada konsumen adalah manfaat simbolis mengacu pada dampak psikologi yang akan diperoleh konsumen ketika ia menggunakan merek tersebut artinya merek tersebut akan mengkomunikasikan siapa dan apa konsumen pada konsumen lain. Ketika konsumen menggunakan merek tertentu maka ia akan terhubung dengan merek tersebut artinya konsumen akan membawa serta citra dari pengguna sekaligus karakteristik merek itu sendiri. 13 Merek bertumpu pada pemahaman psikologis konsumen. Bagaimana konsumen berpikir dan bertindak. Carl Jung yang dikutip oleh (Ferrinadewi, 2008:140) dalam karyanya menunjukkan bahwa terdapat 4 fungsi dari alam pikir yaitu: 1. Pemikiran Bagian ”berpikir” dalam otak kita berhubungan dengan rasionalitas dan logika. Seringkali disebut sebagai aktivitas otak kiri. Kegiatan rasional seperti analisa, berhitung terjadi disini. Bagi sejumlah konsumen rasionalitas dan logika dapat menjadi perayu yang kuat karena memiliki kemampuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian. 2. Perasaan Perasaan juga merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempengaruhi konsumen. Melalui iklan dan aktivitas promosi untuk menstimulasi perasaan konsumen. Perasaan diatur oleh otak kanan yang biasanya berhubungan dengan emosi, rasa bahagia, rasa takut, marah atau sedih bahkan cinta. Iklan yang menanyakan rasa bahagia akan mampu menarik keinginan konsumen untuk melakukan pembelian karena keinginan untuk mendapatkan rasa bahagia yang serupa. 3. Sensasi Sensasi berkaitan erat dengan sentuhan, rasa, suara, bau, dan penghilatan. Semuanya merupakan fungsi otak kanan. Pemasar dapat menstimulasi sensasi ini melalui aktivitas promosi seperti penyediaan tester. Sensasi berhubungan dengan emosi dan perasaan sehingga menjadi pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. 14 4. Intuisi Intuisi dapat dikatakan sebagai penyimpangan dari rasionalitas dan logika dan seringkali muncul sebagai tindakan impulsif. Bagi pemasar, tantangan dalam membangun merek yang kuat adalah dengan memastikan bahwa konsumen mendapatkan pengalaman yang tepat dengan produk dan jasa agar hasrat, pemikiran, perasaan, citra, keyakinan, persepsi dan opini mereka terhubung dengan merek. (Kotler dan Amstrong, 2004), “Brand equity is the positive differential effect that knowing the brand name has on customer response to the product or service” (p 292). Artinya ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa. Jadi brand equity adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap baranng atau jasa yang dijual. Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur berdasarka 7 indikator, yaitu : 1. Leadership : Kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun atribut non-harga. 2. Stability : Kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan. 3. Market : Kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor 4. Internationality : Kemampuan merek umtuk keluar dari area geografisnya atau masuk ke Negara atau daerah lain. 5. Trend : Merek menjadi semakin penting dalam industry. 6. Support : Besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengkomunikasikan merek. 15 7. Proctection : Merek tersebut mrmpunyai legalitas (p. 147) 2.1.2 Lifestyle (Gaya Hidup) (Menurut Kotler dan Keller, 2007) menyatakan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Sependapat dengan (Setiadi, 2008) gaya hidup secara luas diindentifikasikan sebagai cara hidup yang diindentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktifitas) apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan / minat) dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). Sementara itu menurut Hawkins (dalam Munandar, 2001) adalah “it is the product you buy, how tou use them, and what you think about them. It is the manifestations pf your self image or self concept, a total image you have of ypur self as a result of the culture you live in and the individual situations and experiences that comprise your daily existence. It is the sum of your past decisions and future plans.” Gaya hidup subjek adalah fungsi dari ciri-ciri dari dalam dari individu yang terbentuk melalui interaksi sosial sewaktu subjek bergerak melalui daur hidupnya. Jadi gaya hidup sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam diri individu dan faktor-faktor luar individu seperti budaya, status sosial, kelompok acuan, dan keluarga. Perubahan gaya hidup suatu masyarakat akan 16 berbeda dengan masyarakat lainnya. Bahkan dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola tingkah laku individu dalam membeli suatu produk, bagaimana menggunakannya, dan apa yang dipikirkan konsumen tentang produk yang dimiliki dan berhubungan dengan bagaimana subjek menghabiskan waktu (kegiatan), lingkungan mana yang mereka anggap penting (minat), dan bagaimana mereka melihat diri dan sekelilingnya (pendapat). 2.1.2.1 Pengukuran Gaya Hidup Terdapat tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengukur gaya hidup, yaitu yang dikemukakan oleh Nas dan v.d Sande; Activities, Interest, Opinion (AIO); Value and Lifestyle (VALS). Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan dibawah ini : 1. Nas dan v.d Sande Hasil penelitian yang dilakukan Nas dan v.d Sande (1985) dalam Susianto (1993) yang dikutip dalam Lusprenty (2009) membagi gaya hidup ke dalam lima dimensi, yaitu : a. Dimensi Mortologis Dimensi ini merujuk pada aspek lingkungan dan demografis. Dari dimensi ini ingin diketahui sejauh mana individu menggunakan kota dan fasilitasnya dalam aktivitas-aktivitas mereka. b. Dimensi Hubungan Sosial Dimensi ini menggali pola hubungan sosial individu. Seberapa luaskan hubungan sosial individu. 17 c. Dimensi Dominan Melalui dimensi dominan ini diperoleh informasi mengenai pola aktivitas individu. d. Dimensi Makna Dimensi ini berkaitan erat dengan dimensi hubungan sosial. Dimensi ini menggali bagaimana individu memberi makna pada kegiatan-kegiatan. Setiap individu memiliki kegiatan yang sama, tetapi dapat memberikan makna yang berbeda pada kegiatan tersebut. e. Dimensi Gaya Dimensi ini merujuk pada aspek lahiriah dari gaya hidup tanpa simbol-simbol yang digunakan dan nilai simboliknya yang diberikan oleh individu. Dimensi ini juga ingin melihat pentingnya gaya bagi individu. 2. AIO (Activity, Interest, Opinion) Psikografik merupakan istilah yang sering digunakan bergantian dengan pengukuran AIO, atau pernyataan untuk menggambarkan aktifitas, minat, dan opini konsumen. Beberapa peniliti menggunakan A sebagai Attitude (sikap), tetapi aktifitas merupakan pengukuran gaya hidup yang lebih baik karena mengukur apa yang orang lakukan. Reynolds dan Darden dalam Engel, Blackwell & Miniard (1995) memberikan gambaran tentang komponen AIO sebagai berikut : Activities (kegiatan) adalah tindakan yang nyata seperti menonton suatu medium, berbelanja di toko, atau menceritakan kepada tetangga 18 mengenai pelayanan yang baru. Walaupun tindakan ini biasanya dapat diamati, alasan untuk tindakan tersebut jarang dapat diukur secara langsung. Interest (minat) akan semacam objek peristiwa, atau topik dalam tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun terus-menerus kepadanya. Opinion (opini) adalah “jawaban” lisan atau tertulis yang orang berikan sebagai repons terhadap situasi stimulasi dimana semacam “pertanyaan” diajukan. Opini juga digunakan untuk mendeskripsikan penafsiran, harapan, dan evaluasi serta kepercayaan mengenal maksud orang lain, antisipasi, sehubungan dengan peristiwa masa datang dan penimbangan konsekuensi yang memberi ganjaran atau menghukum dari jalannya tindakan alternatif (Engel, 1995). Tabel 2.1 Dimensi Gaya Hidup AIO AKTIVITAS MINAT OPINI Bekerja Keluarga Diri Sendiri Hobi Rumah Isu-isu Sosial Kegiatan Sosial Pekerjaan Politik Liburan Kemasyarakatan Bisnis Hiburan Rekreasi Ekonomi Kenggotaan Klub Mode Pendidikan Komunitas Makanan Produk Belanja Media Masa Depan Olahraga Prestasi Budaya Sumber : Joseph T. Plummer dalam Engel, Blackwell, Miniard (1995), Consumer Behavior. . The Dryden Press, USA. 3. VALS (Value and Lifestyle) Aplikasi yang paling populer dari penelitian psikografik oleh manajer pemasaran adalah program VALS SRI Consulting Business 19 Intelligence’s (SRIC-BI). Di kenalkan pada tahun 1978 dan di revisi pada tahun 1989. VALS menyediakan klasifikasi yang sistematik pada orang Amerika dewasa ke delapan segmen yang berbeda. VALS yang diperbarui mempunyai dasar-dasar psikologis yaitu aktivitas dan minat (Hawkins, Best, Coney, 2004) (Luspentry, 2009) menyatakan ada beberapa cara melihat gaya hidup masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Pengukuran Gaya Hidup Teknik Kelebihan Kekurangan Nas dan v.d Dapat menghasilkan Tidak memberikan aturan ketat Sande gaya deskripsi hidup mengenai bagaimana bermacam- yang sangat terpirinci macam dimensi dapat dirangkum. kelompok Penggunaan mengenai subjek. metode kualitatif melalui biografi, sangat menyita waktu dan tenaga. VALS 1 dan Teknik VALS 2 banyak ini paling Walaupun VALS sangat populer, digunakan tetapi system ini sedikit sekali di karena segmentasi yang evaluasi oleh kalangan akademis dihasilkan karena dipercaya formula bersifat universal dan mendapatkan dapat ditetapkan pada merupakan rahasia dagang. populasi untuk produk Sulit apa saja. untuk tipologi digunakan ini untuk meramalkan perilaku konsumen. VALS dapat digunakan untuk peramalan tetapi tidak dapat digunakan untuk pemahaman. AIO AIO memiliki Hanya dapat ditentukan dengan 20 kemampuan untuk statistik dan tidak dapat mendefinisikan kegiatan menerangkan bagaimana tipe-tipe dan minat yang sangat saling berkaitan. tepat dan juga opini Dikembangkan untuk mencari mengenai target pasar. pemahaman konsumen dan peramalan yang kaitannya tentang produk tertentu, tetapi tidak dapat memberikan dipakai untuk insight diluar konteks tersebut. 2.1.3 Keputusan Pembelian 2.1.3.1 Pengertian Keputusan Pembelian Pembuatan keputusan atau decision making ialah proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti. Pembuatan keputusan terjadi di dalam situasi-situasi yang meminta subjek harus membuat prediksi dan memilih salah satu diantara dua pilihan (Suharnan, 2005) Pengambilan keputusan juga dapat diartikan sebagai proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantarannya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan (choice), yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berprilaku (Setiadi, 2008). Sedangkan menurut (Schiffman dan Kanuk, 2007) menyatakan bahwa keputusan membeli adalah ketika individu berada pada pilihan antara membeli atau tidak membeli, memilih antara merek X atau merek 21 Y, atau memilih membelanjakan barang A atau barang B, maka individu tersebut dapat dikatakan dalam keadaan proses pengambil keputusan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan membeli merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan individu dalam pemilihan alternatif perilaku yang sesuai dari dua alternatif perilaku atau lebih dan dianggap sebagai tindakan yang paling tepat dalam membeli dengan terlebih dahulu melalui tahapan proses pengambilan keputusan. 2.1.3.2 Jenis-jenis Keputusan Membeli Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak pertimbangan untuk membeli. Asseal dalam Kotler yang dikutip dalam (Simamora, 2008) membedakan empat jenis perilaku konsumen berdasarkan derajat keterlibatan pembeli dan derajat perbedaan anatar berbagai merek. Keempat perilaku tersebut diperlihatkan dalam tabel. : Tabel 2.3 Jenis-jenis Keputusan Membeli Perbedaan merek yang signifikan Keterlibatan Tinggi Keterlibatan Rendah Perilaku membeli Perilaku membeli kompleks mencari variasi Sedikit perbedaan Perilaku membeli Perilaku membeli merek mengurangi disonasi / menurut kebiasaan ketidakcocokan 22 a. Perilaku Membeli Kompleks Merupakan model perilaku membeli yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : terdapat keterlibatan mendalam oleh konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan terhadap merek yang satu dengan merek yang lain. Konsumen menerapkan perilaku “membeli yang kompleks” ketika mereka benar-benar terlibat dalam membeli dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Keterlibatan konsumen mencerminkan bahwa produk yang akan dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri konsumen yang bersangkutan. Misalnya, seseorang yang akan membeli sebuah komputer pribadi mungkin tidak mengetahui atribut-atribut apa yang harus dicari. Oleh karena itu, mereka sangat terlibat dalam proses membeli. b. Perilaku Membeli Mengurangi Ketidakcocokan Tingkah laku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek. Tingkat laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam membeli barang yang mahal, jarang dibeli dan beresiko tetapi melihat sedikit perbedaan di antara merek. Contohnya membeli karpet merupakan keutusan dengan melibatkan yang tinggi karena harganya yang mahal dan merupakan suatu barang yang memberikan ekspresi diri. Namun pembeli mungkin menganggap kebanyakan merek karpet dalam suatu tingkat harga tertentu memiliki kualitas yang aman. 23 c. Perilaku Membeli Mencari Variasi Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan di bawah ini kondisi keterlibatan konsumen yang rendah dan perbedaan merek yang dirasakan besar. Konsumen nampaknya mempunyai keterlibatan yang rendah dengan kebanyakan produk yang mempunyai harga murah dan sering dibeli. Dalam hal ini, tingkah laku konsumen tidak diteruskan lewat urutan keyakinan – sikap – tingkah laku yang biasa. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensive mengenai merek mana yang akan dibeli. sebaliknya, mereka secara pasif menerima informasi ketika menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan pengenalan akan merek bukan keyakinan pada merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap merek, mereka memilih merek karena sudah dikenal. Karena keterlibatan mereka dengan produk tidak tinggi, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah membeli. Jadi proses membeli melibatkan keyakinan merek yang dibentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti dengan tingkah laku membeli, yang mungkin diikuti arau tidak dengan evaluasi. Karena pembeli tidak memberikan komitmen yang kuat pada suatu merek, pemasar produk yang kurang terlibat pada beberapa perbedaan merek seringkali menggunakan harga dan promosi penjualan untuk merangsang konsumen agar mau mencoba produk. 24 d. Perilaku Membeli Menurut Kebiasaan Konsumen menjalani tingkah laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan konsumen rendah, tetapi perbedaan merek dianggap tidak berarti. Dalam kategori produk seperti ini, strategi pemasaran mungkin berbeda untuk merek yang menjadi pemimpin pasar dan untuk merek yang kurang ternama. Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang menunjukkan alsan untuk mencoba sesuatu yang baru. Sementara itu (Engel dkk, 1995) menjelaskan tipe pengambilan keputusan lebih terperinci dengan menggolongkan pengambilan keputusan menjadi 3 golongan yaitu : 1. Pengambilan Keputusan Diperluas (Extended Problem Solving) Pada pengambilan keputusan ini diperluas, konsumen terbuka pada informasi dari berbagai sumber dan termotivasi untuk membuat pilihan yang tepat. Keenam tahapan proses pengambilan keputusan diikuti meskipun tidak berurutan dan akan banyak alternatif yang dievaluasi. Maka keputusan ditunjukkan dalam bentuk rekomendasi pada orang lain dan keinginan untuk membeli kembali. Pada pengambilan keputusan ini, konsumen akan sangat peduli pada kualitas produk. 2. Pengambilan Keputusan Menengah (Midrange Problem Solving) Pengambilan keputusan ini berada diantara kedua titik ekstrim yaitu pengambilan keputusan diperluas dan pengambilan keputusan terbatas. 25 Tahap pencarian informasi dan evaluasi alternatif dilakukan juga oleh konsumen tetapi intensitasnya terbatas. 3. Pengambilan Keputusan Terbatas (Limited Problem Solving) Pada tahap ini konsumen menyederhanakan proses dan mengurangi jumlah dan variasi dari sumber informasi alternatif dan kriteria yang digunakan untuk evaluasi. Pilihan biasanya dibuat dengan mengikuti aturan yang sederhana seperti membeli merek yang dikenal atau membeli yang termurah atau keinginan untuk mencoba yang baru sehingga mengarah pada ganti-ganti merek. Hanya sedikit pencarian informasi dan evaluasi sebelum pembelian atau dengan kata lain pengenalan kebutuhan mengarah pada tindakan pembelian. Pencarian yang ekstensif dan evaluasi alternatif dihindari karena proses pembelian diasumsikan sebagai hal tidak penting bagi konsumen. 2.1.3.3 Tahap-tahap Pengambilan Keputusan Pembelian Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Membeli Perilaku Pasca Membeli Sumber : Simamora, 2008 Gambar 2.1 Tahapan Proses Keputusan Pembelian Dalam melaksanakan suatu proses pengambilan keputusan membeli, biasanya konsumen akan membeli beberapa tahapan, yaitu : tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan perilaku setelah membeli. Proses pengambilan keputusan menurut (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995) dalam (Ginting dan Sianturi, 2005) pada jurnal yang 26 berjudul pengambilan keputusan membeli ditinjau dari gaya hidup dan value minded meliputi 6 hatapan, yaitu : 1. Pengenalan Kebutuhan Proses pengambilan keputusan dimulai dengan pengenlan kebutuhan yang didefinisikan sebagai perbedaan atau ketidaksesuaian antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan sebenarny, yang akan membangkitkan dan mengatifkan proses keputusan. 2. Pencarian Infromasi Setelah kebutuhan dikenali, selanjutnya adalah pencarian internal ke memori untuk menentukan solusi yang memungkinkan. Jika pemecahannya tidak diperoleh melalui pencarian internal, maka proses pencarian difokuskan pada stimulasi eksternal yang revelan dalam menyelesaikan masalah (pencarian eksternal). Informasi tersebut dapat berupa : Sumber pribadi (sikap dari teman, kenalan dan keluarga) Sumber bebas seperti kelompok (konsumen dan badan pemerintah) Sumber pemasaran (karyawan penjualan dan iklan) Sumber pengalaman langsung (mencoba langsung produk) 3. Evaluasi Alternatif Setelah konsumen mengumpulkan informasi tentang jawaban alternatif terhadap suatu kebutuhan yang dikenali, maka konsumen mengevaluasi pilihan serta menyempitkan pilihan pada alternatif yang diinginkan. 27 4. Pembelian Konsumen melakukan pembelian berdasarkan alternatif yang telah dipilih. 5. Konsumsi Pada tahap ini, konsumen menggunakan alternatif dalam pembelian. Biasanya tindakan pembelian diikuti oleh tindakan mengkonsumsi atau menggunakan produk. 6. Evaluasi Alternatif Setelah Pembelian Proses pengambilan keputusan tiak berhenti pada pengkonsumsian, melainkan berlanjut ke evaluasi produk yang dikonsumsi, yang mengarah pada respon puas atau tidak puas. Setelah melakukan pembelian, konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera sesudah digunakan. Beberapa konsumen akan mengalami keraguan atau kecemasan tentang keputusan pembeliannya, yamg dikenal sebagai pertentangan pasca pembelian atau post purchase dissonance (Munandra, 2001). 2.1.2.4 Peran Individu Dalam Keputusan Pembelian Kegiatan membeli yang nyata hanyalah merupakan salah satu tahap keseluruhan proses mental dan kegiatan fisik lainnya yang terjadi dalam proses membeli pada suatu periode tertentu dan pemenuhan kebutuhan tertentu. Dalam keputusan membeli barang konsumen seringkali ada lebih dari dua pihak yang terlibat dalam proses pertukaran atau membeli. Umumnya ada lima macam peranan yang dapat dilakukan 28 oleh subjek. Kita dapat membedakan lima peran yang dimainkan orang dalam keputusan pembelian, menurut (Kotler, 2004:202) : 1. Pencetus : Seseorang yang pertama kali mengusulkan gagagsan untuk membeli suatu produk atau jasa. 2. Pemberi Pengaruh : Seseorang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi konsumen. 3. Pengambil Keputusan : Seseorang yang mengambil keputusan untuk setiap komponen keputusan pembelian. Apakah membeli, tidak membeli, bagaimana membeli, dan dimana akan membeli. 4. Pembeli : Orang yang melakukan pembelian yang sesusngguhnya. 5. Pemakai : Seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau ajsa yang bersangkutan. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu antara lain : Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu No 1 Peneliti dan Tahun Hardian Hanggadhika (2010) Judul Penelitian Analisi pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen pada Variabel Independen : Kesadaran merek, Persepsi kualitas, Asosiasi Metode Hasil Penelitian Analisis Regresi Hasil penelitian berganda menunjukkan bahwa seluruh variabel independen berpengaruh positif terhadap keputusan 29 2 3 2.3 Rifky Anugrah (2011) Novian Rezka M (2011) produk handphone merek nokia di Semaranag (Studi pada dealer Suzuki indomadiun kota Madiun) Pengaruh sikap terhadap produk dan gaya hidup brand minded terhadap keputusan membeli smartphone blackberry (Studi pada siswa SMA AlAzhar Bumi Serpong Damai) Analisis pengaruh harga, motivasi konsumen dan tempat terhadap keputusan pembelian (studi pada pengunjung pujasera “jaya makmur” di Semarang) merek, Loyalitas merek. Dependen : Keputusan pembelian konsumen Independen: Sikap (kognitif, afektif, konasi), Gaya hidup (aktivitas, minat, opini), Demografi (pendapatan, orang tua, uang saku). Dependen : Keputusan membeli Independen : Harga, Motivasi konsumen, Lokasi/ tempat pembelian konsumen baik secara parsial (individu) maupun secara simultan (bersama-sama). Regresi berganda dan ChiSquare Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel seluruh independen berpengaruh positif terhadap keputusan membeli. Regresi Hasil penelitian linier menunjukkan berganda bahwa variabel seluruh independen berpengaruh positif terhadap keputusan membeli. Dependen : Keputusan pembelian Kerangka Konseptual Kerangka konseptual mengenai pengaruh merek dan lifestyle terhadap keputusan pembelian konsumen dapat digambarkan sebagai berikut : 30 Merek H1 (X1) Keputusan Pembelian (Y) Lifetyle (X2) H2 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis Penelitian Menurut Mardalis (2002), di terangkan bahwa yang dimaksud dengan suatu hipotesis adalah jawaban sementara atau suatu kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Sehubungan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1) Bahwa variabel merek dan lifestyle mempunyai pengaruh simultan terhadap keputusan pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya. 2) Bahwa variabel lifestyle berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelian konsumen pada Butik Moshaict Surabaya. 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan masalah terhadap fenomnena-fenomena tertentu. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kasual dan adanya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat melalui pengujian hipotesis. (Arikunto, 2002) 3.2. Diskripsi Populasi dan Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi Populasi ialah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kausalitas dan karakteristik tertentu yang diteteapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Sebagai Populasi dalam Penelitian ini adalah seluruh pengunjung dan konsumen yang membeli pakaian muslim di Butik Muslim Moshaict Surabaya mulai awal bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2013 dan diperoleh jumlah pembeli sebanyak 215 orang, jadi jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 215 orang. 3.2.2. Sampel Sampel merupakan sebagian elemen-elemen populasi yang terpilih untuk diteliti (Kristiningsih et al, 2010). Sampel adalah sebagian atau wakil dari 31 32 populasi (Arikunto,2002;109). Karena dalam penelitian ini adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya maka tidak memungkinkan peneliti meneliti seluruh pengguna yang ada di Surabaya. Oleh karena itu peneliti hanya mengambil sampel dengan menyebarkan kuesioner pada pelanggan di Butik Muslim Moshaict Surabaya yang dirasa sudah cukup mewakili dari populasi yang ada. Sedangkan responden yang akan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah konsumen yang jumlahnya tidak terbatas, maka jumlah sampel yang diperlukan adalah paling sedikit 4 atau 5 kali jumlah item yang diteliti (Malhotra,2000). Karena jumlah item yang diteliti adalah sebanyak 11 item maka jumlah sampel yang ditetapkan sebanyak (5 x 11) atau 55 responden, dan hal ini dianggap sudah mewakili karena sesuai dengan standar minimal. Sedangkan cara pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik insidental. Menurut Mardalis (2002) bahwa teknik ini juga disebut dengan insidental sampling yaitu di lakukan dengan cara memperoleh sampel dari sekumpulan populasi, yang memperoleh data untuk sampel tersebut di peroleh secara kebetulan saja dengan tanpa menggunakan perencanaan tertentu.dan juga bila orang yang kebetulan ditemui itu dipandang cocok sebagai sumber data. Dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan kuesioner kepada responden yang kebetulan bertemu di Butik Muslim Moshaict Surabaya. 3.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.3.1. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis 33 variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Adapun rincian dari masing masing jenis variabel tersebut adalah : 1. Variabel Bebas (X) Variabel bebas adalah variabel mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah : a. Merek (X1) b. Lifestyle (X2) 2. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah : Keputusan Pembelian (Y) 3.3.2. Definisi Operasional Variabel Dalam definisi operasional ini ada dua variabel yang diteliti yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Sedangkan penjelasan definisi operasional variabel untuk masing-masing variabel dan indikatornya adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Variabel Merek (X1) Definisi Merek adalah sesuatu yang dibentuk dalam pikiran pelanggan dan memiliki kekuatan membentuk kepercayaan pelanggan. Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (Brand equity) mencakup tentang : 1. Leadership yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun non-harga. 2. Stability yaitu kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan. 3. Market yaitu kekuatan merk untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor. 4. Internationality yaitu kemampuan merk untuk keluar dari area geografisnya atau masuk ke negara maupun daerah lain. 5. Trend yaitu merk menjadi semakin penting dalam industri. Indikator 1. Leadership. 2. Stability 3. Market. 4. Internationality 5. Trend 6. Suport 7. Protection (Soehadi, 2005), Pengukuran TS skor 1 KS skor 2 CS skor 3 S skor 4 SS skor 5 34 6. Lifestyle (X2) Keputusan Pembelian (Y) 3.3.3 Suport yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengkomunikasikan merek 7. Protection yaitu merk tersebut mempunyai legalitas. (Soehadi, 2005) Lifestyle (gaya hidup) adalah perilaku seseorang yang pada akhirnya menentukan pola konsumsi seseorang. Menurut Kotler dan Keller (2008:224) gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang. Keputusan pembelian adalah proses merumuskan berbagai alternatif tindakan guna menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu untuk melakukan pembelian (Engel et al. dalam Salsabila, 2011). Keputusan pembelian, adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar membeli (Kotler & Armstrong dalam Zoeldhan (2012). -Aktivitas -Minat -Opini Kotler dan Keller (2008) TS skor 1 KS skor 2 CS skor 3 S skor 4 SS skor 5 1. Kemantapan membeli 2. Pertimbangan dalam membeli 3. Kesesuaian atribut dengan keinginan dan kebutuhan 4. Intensitas pembelian (Kotler & Armstrong dalam Zoeldhan (2012) TS skor 1 KS skor 2 CS skor 3 S skor 4 SS skor 5 Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : 1. Data Primer Data primer merupakan data yang di dapat dari sumber pertama, misalnya dari individu/perseorangan, seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data ini umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. 35 3.4. Teknik Pengumpulan Data Untuk dapat menganalisis dan mengintepretasikan data yang valid dan reliabel, agar hasil yang diperoleh mengandung kebenaran. Dalam penelitian ini prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Studi Dokumentasi Peneliti berusaha mengkaji dan mengumpulkan dokumen atau arsip yang representative dengan masalah yang diajukan sebagai bukti otentik yang bersumber dari buku, jurnal maupun beberapa hasil penelitian terdahulu. 2. Teknik Kuesioner Teknik Kuesioner yaitu dengan menyebarkan atau menyampaikan pertanyaan secara tertulis. Dalam kuesioner peneliti ini hanya dipergunakan jenis pertanyaan secara tertutup (Closed question), yaitu pertanyaan yang tidak memberikan kemungkinan pada responden untuk menjawab secara panjang lebar menurut jalan pikirannya sendiri, sebab jawaban sudah disediakan oleh peneliti, sehingga responden tinggal memilih saja salah satu alternatif jawaban yang dikehendaki oleh responden. Indikator-indikator pengukuran variabel diukur dengan menggunakan skala Likert, untuk mendapatkan sakal yang lebih jelas dan mudah dipahami oleh semua responden (Sugiyono, 2009). Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut : Alternatif jawaban “a” diberikan skor 5 Alternatif jawaban “b” diberikan skor 4 Alternatif jawaban “c” diberikan skor 3 Alternatif jawaban “d” diberikan skor 2 Alternatif jawaban “e” diberikan skor 1 36 3.5 Teknik Keabsahan Data Pengujian hipotesis tidak akan menghasilkan kesimpulan yang benar, akurat dan obyektif. Untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang diajukan melalui progarm SPSS. Maka alat ukur yang digunakan sebagi berikut: 3.5.1 Uji Validitas Uji validitas menunjukan sebarapa bagus sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur (sebuah konsep tertentu) yang harus diukur (Sekaran dalam Kristiningsih et al, 2010). Cara mengukur validitas bisa menggunakan konsistensi internal (internal consistency) yaitu dengan metode korelasi product moment Pearson. Jika hasil korelasi antara tiap-tiap pertanyaan dengan skor total menunjukkan hasil yang signifikan (signifikansi < 0,05 dan korelasi > 0,4), maka item pertanyaan tersebut valid yang berarti memiliki validitas konstruk (Singarimbun dalam Kristiningsih et al, 2010). 3.5.2 Uji Reliabilitas Pengukuran reliabilitas dapat menggunakan koefisien cronbach alpha (α) yang menunjukan seberapa bagus item pertanyaan berhubungan positif dengan item pertanyaan lain. Pengukuran tersebut juga menunjukan apakah responden menjawab dengan stabil/konsisten faktor-faktor atau item-item pertanyaan yang berada pada 1 konstruk. Jika koefisien cronbach alpha sebesar 0,7 atau lebih, maka instrumen itu dapat diterima (Sekaran dalam Kristiningsih et al, 2010). Selain iti menurut Hair et al dalam Kristiningsih et al (2010), corrected item-total correlation minimal sebesar 0,3 supaya item pertanyaan tersebut bisa digunakan dalam pengolahan data selanjutnya. 37 3.6 Teknik Analisis Data 3.6.1 Uji Normalitas Uji normalitas atau kehormatan digunakan untuk mendeteksi apakah distribusi variabel-variabel bebas danterikat adalah normal. Menurut Santoso (2000 : 16) normalitas dapat dideteksi dengan melihat sebaran data (titik) pada sumbu diagonaal dari grafik normal P – Plot of Regression Standarized Residual. Suatu model diaktakan memenuhi asumsi normalitas apabila data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Cara lain untuk menguji normalitas data dapat pula dilakukan dengan menggunakan uji chi square dimana nilai signifikan α < 0,05 (5%) maka data terdistribusi secara normal dan jika sebaliknya maka terdistribusi tidak normal. (Santoso, 2000 : 18) 3.6.2 Uji Asumsi Klasik Beberapa uji asumsi klasik berikut ini harus dipenuhi dalam menggunakan suatu model regresi, yaitu : 1. Uji Autokorelasi Asumsi autokorelasi didefinisikan sebagai terjadinya korelasi diantara data pengamatan, dimana munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya (Gujarati : 1999). Adanya suatu autokorelasi bertentangan dengan salah satu asumsi dasar dari regresi berganda yaitu tidak adanya korelasi diantara galat acaknya. Artinya jika ada autokorelasi maka dapat dikatakan bahwa koefisien korelasi yang diperoleh kurang akurat. 2. Uji Heteroskedastisitas Penyimpangan asumsi klasik yang kedua adalah adanya heteroskedastisitas. Artinya varians vriabel dalam model tidak sama 38 (konstan). Konsekuensi adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksiran (estimator) yang diperoleh tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar, walaupun penaksiran yang diperoleh menggambarkan populasinya (tidak bias) dan bertambahnya sampel yang digunakan akan mendekati nilai sebenarnya (konsisten). Ini disebabkan oleh variansnya yang tidak minimum (tidak efisien). Diagnosis adanya heteroskedastisitas secara kuantitatif dalam suatu regresi dapat dilakukan dengan melakukan pengujian korelasi Rank Spearman. Pengujian ini menggunakan distribusi apabila nilai signifikansi (p value) kurang dari nilai α (0,05) maka asumsi adanya kejala heteroskedastisitas dapat terpenuhi. 3. Uji Multikolinieritas Konsekuensi yang sangat penting bagi model regresi yang mengandung multikolinieritas adalah bahwa kesalahan standar estimasi akan cenderung meningkat dengan bertambahnya variabel independent, tingkat signifikansi yang digunakan untuk menolak hipotesis nol akan semakin sebsar dan probabilitas menerima hipotesis yang salah (kesalahan β) juga akan semakin besar. Akibatnya model regresi yang diperoleh tidak sahih (valid) untuk menaksirkan nilai variabel independen. Diagnosis sederhana terhadap adanya multikolinieritas dalam model regresi adalah sebagai berikut (Algifari, 2000). a. Melalui nilai thitung, R2, dan F ratio. Jika R2 tinggi, nilai Fratio tinggi sedangkan sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak 39 signifikan (nilai thitung sangat rendah), maka kemungkinan terdapat multikolinieritas. b. Menentukan koefisien korelasi antara variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain. Jika antara dua variabel memiliki korelasi yang spesifik (misalnya koefisien korelasi yang tinggi antara variabel independen atau tanda koefisien korelasi variabel independen berbeda dengan tanda koefisien regresinya), maka terdapat multikolinieritas. c. Membuat persamaan regresi antara variabel independen. Jika koefisien regresinya signifikan, maka terdapat multikolinieritas. Jika terjadi gejala multikol antara variabel bebas, maka dapat diatasi dengan jalan menghilangkan salah satu atau beberapa variabel yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi (mengeluarkan variabel bebas yang menyebabkan terjadinya multikolinieritas). Diagnosis secara sederhana terhadap adanya multikolinieritas di dalam regresi adalah dengan melihat VIF (Variance Inflation Factor). Variabel-variabel yang memiliki nilai VIF melebihi nilai 5 dipastikan terjadi multikolinieritas (Santoso, 2000). 3.6.3 Analisis Regresi Linier Berganda Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi linier berganda dengan shofware statistik SPSS, hal tersebut digunakan dengan tujuan untuk mempermudah proses analisis dan hasil yang akurat. Model regresi linier berganda digunakan untuk menjelaskan pengaru merek (X1) dan lifestyle (X2) 40 terhadap keputusan pembelian (Y) busana muslim di Butik Muslim Moshaict Surabaya, dimana persamaan operasional yang digunakan adalah : Y = α + a1X1 + a2X2 + e Dimana : Y : α : a1,a2 : X1 : X2 : e : 3.6.4 Keputusan pembelian Konstanta Koefisien regresi linier berganda Merek Lifestyle Variabel pengganggu Koefisien Determinasi Berganda (R2) Interpretasi terhadap koefisien regresi dan koefisien determinasi (R2) dari model regresi berganda adalah perlu. Dalam uji statistik masih diperlukan untuk mengetahui besarnya koefisien determinasi (R2) guna mengukur atau untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Koefisien determinasi berganda (R2) digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh merek (X1) dan lifestyle (X2) terhadap keputusan pembelian pakaian muslim (Y) di Butik Muslim Moshaict Surabaya. Rumus : R2 SSreg TotalSS Keterangan : R2 = koefisien determinasi berganda Ssreg = sum of squares regression (jumlah regresi kuadrat) SS = sum of squares (jumlah kuadrat) 3.7 Pengujian Hipotesis 1. Uji F (Uji Simultan) Untuk menguji adanya pengaruh secara simultan atau bersama-sama variabel merek (X1) dan lifestyle (X2) terhadap keputusan pembelian (Y) 41 busana muslim di Butik Muslim Moshaict Surabaya, dimana pengujian hipotesis yang digunakan adalah uji statistik yaitu Uji-F dengan langkahlangkah sebagai berikut : a. Merumuskan hipotesa secara statistik Ho : b1 = b2 = 0, berarti variabel bebas secara serempak tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel tergantung. Hi : b1 ≠ b2 ≠ 0, bararti variabel bebas secara serempak mempunyai pengaruh terhadap variabel tergantung. b. Menggunakan level of confidence sebesar 95 % dan tingkat level of signifikan (α) sebesar 5%. Untuk menentukan F tabel dengan cara mengetahui derajat kebebasan yaitu : Nomerator = k-1 Denominator = n-k-1 Keterangan : k = total variabel bebas n = banyaknya responden c. Menentukan daerah penerimaan dan penolakan yaitu : Ho ditolak dan Hi diterima, bila = F hitung ≥ F tabel 2. Uji t (Uji Parsial Variabel) Sedangkan untuk menguji kebenaran pengaruh secara parsial dari masing-masing variabel merek (X1) dan lifestyle (X2) terhadap keputusan pembelian (Y) busana muslim di Butik Muslim Moshaict Surabaya, dimana pengujian hipotesis dilakukan uji statistik yaitu uji t, dengan langkah-langkah sebagai berikut : 42 a. Merumuskan hipotesa secara statistik. Ho : bi = 0, berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel tergantung. Hi : bi ≠ 0, berarti variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel tergantung. b. Menggunakan level of confidence sebesar 95% dan tingkat level of signifikan (α) sebesar 5%. Untuk menentukan t tabel dengan derajat kebebasan. df = n-k-1 Dimana : n = banyaknya responden, K = total variabel bebas, t tabel = (n-k-1 ; α/2) c. Menentukan daerah penerimaan dan penolakan yaitu : Ho ditolak dan Hi diterima, bila = t hitung ≥ t tabel Ho diterima dan Hi ditolak, bila = t hitung < t tabel