(RM) Rumah Sakit Umum Dr. Pirng

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan survei awal didapat data dari Medical Record (RM) Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan 5 (lima) tahun terakhir dimulai dari tahun 2009
sebanyak 38 pasien penderita DM dengan penyulit gangren, 2010 sebanyak 40
pasien, 2011 sebanyak 45 pasien, 2012 sebanyak 54 pasien, 2013 sebanyak 59
pasien. Total jumlah kasus penderita DM dengan penyulit ganggren dari tahun
2009 sampai 2013 sebanyak 236 pasien, dan terjadi peningkatan kasus DM
tersebut setiap tahunnya. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan kebiasaan
pola makan, diet yang tidak teratur, kurangnya latihan jasmani, pemakaian obat
farmakologis tidak terkontrol serta kurangnya mendapatkan perawatan luka
Diabetes Mellitus di rumah sakit tersebut.
Diabetes Mellitus terus meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat
kemakmuran, berubahnya gaya hidup dan pola makanan, serta bertambahnya usia.
Penyakit Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang membutuhkan therapi
jangka panjang dan seumur hidup. Pasien yang tidak mendapatkan edukasi dengan
baik risiko terjadinya penyulit meningkat 100%, dari aspek medis diabetes
mellitus sering bersamaan dengan penyakit hipertensi dan banyak menimbulkan
penyulit Kardiovaskuler, kulit, sistem syaraf dan ginjal (Lanywati, 2007).
Penyakit DM adalah penyakit tidak menular dengan urutan nomor empat
terbanyak setelah setelah hipertensi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi Medan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Penyakit Tidak
1
Universitas Sumatera Utara
2
Menular Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012-2013, ada sekitar
170 pasien yang datang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan.
Dari 170 pasien ini, terdapat 104 pasien penderita lama dan 75 pasien penderita
baru, dengan jumlah pasien perempuan lebih banyak yaitu sebesar 100 pasien
dibanding pasien laki laki yang hanya berjumlah 70 pasien. Peran Asuhan
Keperawatan merupakan suatu tindakan kegiatan atau proses dalam praktek
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien untuk memenuhi
kebutuhan objektif pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
ilmu keperawatan (Yulia, 2002).
Asuhan Keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan pasien.
Dalam hal ini, Maslow (2009) menerangkan ada lima kebutuhan dasar manusia
yaitu: kebutuhan fisiologis meliputi nutrisi, dan oksigen, kebutuhan rasa aman dan
perlindungan, kebutuhan cinta saling memiliki, kebutuhan akan harga diri,
kebutuhan aktualisasi diri. Adapun tujuan dalam pemberian Asuhan Keperawatan
meliputi :
1. Membantu individu pasien untuk mandiri.
2. Mengajak individu masyarakat untuk berpartisipasi dalam bidang
kesehatan.
3. Membantu individu mengembangkan potensi dalam memelihara derajat
kesehatan secara optimal sehingga diharapkan tidak ketergantungan pada
pasien lain dalam memelihara kesehatannya.
4. Membantu individu mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Universitas Sumatera Utara
3
Ketika pasien memasuki sistem pelayanan kesehatan perawatan dengan
menggunakan langkah-langkah pada proses keperawatan mengumpulkan data,
mengidentifikasi masalah kebutuhan (diagnosa keperawatan) menetapkan tujuan,
mengidentifikasi hasil serta tujuan. Setelah intervensi dilakukan, perawatan
mengevaluasi efektivitas rencana keperawatan dalam mencapai hasil serta tujuan
yang diharapkan dengan menentukan apakah masalah-masalah telah teratasi atau
belum (Barbarate, 2013).
Pelayanan keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sudah pasti mempunyai kepentingan untuk menjaga
mutu pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah
Rumah Sakit di masyarakat, perlu adanya profesionalisme perawat pelaksana
maupun perawat pengelola dalam memberikan dan mengatur kegiatan asuhan
keperawatan kepada pasien, sehingga pengaruh yang optimal dalam mewujudkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas akan terwujud (Azwar, 1999).
Hasil dari pelayanan keperawatan yang baik akan mengurangi lama rawat
pasien dirumah sakit dengan berbagai kasus penyakit dan tentunya akan
menghemat biaya selama perawatan. Salah satu dari sekian banyak kasus yang
perlu mendapat perhatian adalah penyakit Diabetes Mellitus (Kartini, 2009).
Diabetes mellitus dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan, gejalanya sangat bervariasi, diabetes mellitus dapat
timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang lebih banyak, buang air yang lebih sering, ataupun
berat badan yang menurun, gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa
Universitas Sumatera Utara
4
diperhatikan, sampai pasien tersebut kemudian pergi kedokter dan diperiksa kadar
glukosa darahnya (Silvia, 1999).
Pengendalian diabetes mellitus harus benar-benar dipahami serta
dilaksanakan oleh penderita dengan dukungan keluarga. Penderita harus
memahami diet yang benar dan latihan jasmani dengan teratur (lapstail), terapi
farmakologis sesuai pengelolaan dan sering mendengar pendidikan kesehatan
yang berhubungan dengan diabetes.
Tujuan pengelolaan diabetes berdasarkan tujuan jangka pendek adalah
menghilangkan keluhan gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat
sedangkan untuk tujuan jangka panjang mencegah penyulit baik makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan
mortalitas DM (Soegondo, 2009).
Prevalensi diabetes mellitus akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya keadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Beberapa data yang
berkaitan dengan angka diabetes dan luka diabetes secara umum dan pada wanita
dan pria, dikemukakan di bawah ini :
1. Sebagaimana ditulis oleh Anja SuB - Burghat dari General Hospital MunichSchwabing (2000), Jerman berikut ini:
Pada tahun 2000 prevalensi diabetes semua kelompok umur di seluruh dunia
diperkirakan mencapai 2,8%. Angka tersebut di atas diprediksikan meningkat
menjadi 4,4% pada tahun 2030. Jumlah total penyandang diabetes
diproyeksikan meningkat dari 171 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta pada
tahun 2030. Peningkatan angka tersebut di atas sebagian besar disebabkan
Universitas Sumatera Utara
5
oleh peningkatan penduduk berusia di atas 65 tahun.
2. Riskesdas (2007), mencatat diabetes pada wanita menempati urutan pertama
penyebab kematian, yaitu sebesar 16,3% dan pada laki-laki menempati urutan
ke enam, yaitu sebesar 6%. Sementara mengemukakan: prevalensi diabetes
mellitus 1,1%,
meningkat menjadi 2,1%, prevalensi hipertensi 7,6%
meningkat menjadi 9,5% prevalensi stroke 8,3% meningkat menjadi 12,1%
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular berkaitan dengan berbagai
faktor risiko perilaku yang dapat dicegah. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun
2013 faktor risiko penyakit tidak menular tersebut antara lain: obesitas sentral
26,6%, sering makan makanan asin 26,2%, sering makan makanan berlemak
40,7%, sering mengkonsumsi makanan, minuman manis 53,1% kurang sayur
buah 93,5%, kurang aktivitas fisik 26,1%, perilaku sedentary (gaya hidup) > 6
jam sebesar 25%, gangguan mental emosional (stress psikologis) 6,0%,
perokok setiap hari 36,3%.
3. Griya (2001), Makasar, klinik luka yang diprakarsai perawat spesialis
perawatan luka di wilayah Sulawesi Selatan.
4. Waspadji (1999), melaporkan data tentang diabetik, sebagai berikut:
a. Di Indonesia prevalensi diabetik pada populasi jarang dilaporkan, namun
ada beberapa data sebagai berikut :
1) Di Jakarta :
Menurut Waspadji (1999), survei populasi tahun 1983 didapatkan
angka prevalensi ulkus diabetik sebesar 2%. Penelitian kaki diabetik
Universitas Sumatera Utara
6
pasca amputasi hasilnya tidak menggembirakan, dalam hal ini angka
survival kaki diabetik buruk, antara lain:
Dalam 1 tahun pasca amputasi 14,8% pasien meninggal dan dalam
pengamatan 3 tahun, meningkat menjadi 37%. Rata-rata pasien hanya
hidup sampai 23,8 bulan pasca amputasi.
2) Di Negara Amerika Serikat
Persoalan kaki diabetik juga merupakan sebab utama perawatan pasien
diabetes melitus di Amerika. Berikut ini, adalah beberapa data
mengenai prevalensi dan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
berkaitan dengan persoalan kaki diabetik.
Barbara (2000), dalam 2 tahun dilakukan penelitian, menemukan: 16%
perawatan diabetes melitus adalah akibat persoalan kaki diabetik, 23% dari total
hari perawatan adalah akibat persoalan kaki diabetik;
suatu saat dalam
kehidupannnya, sebanyak 15% pasien diabetes melitus diperkirakan akan
mengalami persoalan kaki; di negara ini, keberhasilan penanganan pengelolaan
ulkus diabetik berkisar 57 - 94%, namun juga tergantung pada besar-kecilnya
ulkus tersebut.
Berkaitan dengan amputasi di negara ini: Prevalensi ulkus diabetik pada
penduduk Amerika Serikat sekitar 2-10%, di negara ini sebagian besar ulkus
diabetik bisa diselamatkan dengan penanganan pengelolaan yang cermat, hanya
sebagian kecil persoalan ulkus kaki ini yang berlanjut sampai memerlukan
amputasi pada tungkai bawah (ekstremitas bawah); tentang amputasi kaki ini, di
Amerika Serikat, terdapat deklarasi yang mencanangkan tentang keberhasilan
Universitas Sumatera Utara
7
usaha penurunan angka amputasi kaki sampai 50% pada tahun 2000; dari total
amputasi kaki yang dilakukan di negara ini, 50% amputasi disebabkan oleh
diabetes melitus.
Sebelum melakukan tindakan amputasi, haruslah dipikirkan prognosa
pasien berbagai faktor diantaranya segi fisik, psikologis dan finansial, karena
nasib pasien yang telah diamputasi seringkali tidak menggembirakan, karena
adanya temuan sebagai berikut :
Di Amerika Serikat, yaitu tepatnya di California (2000) ditemukan bahwa 13%
dari seluruh pasien yang mengalami amputasi, dalam waktu 1 tahun kemudian
memerlukan tindakan amputasi lagi; di negara ini juga didapatkan data juga
bahwa dalam jangka waktu 1-3 tahun, sekitar 30-50% pasien yang telah
mengalami amputasi kaki memerlukan tindakan amputasi kaki kembali dalam
jangka waktu tersebut.
Yunir (2007), mengemukakan pada seminar di Jakarta 'evidence base on
wound management' (2008), bahwa 'setiap 30 detik, terjadi amputasi pada kaki
diabetik di seluruh dunia. Penelitian oleh Chen HF (yang dipublikasikan pada
Diabetes Care 2006,
melakukan studi selama 5 tahun tentang insidens non-
traumatik amputasi kaki diabetes (kaki diabetes yang dilakukan amputasi-non
traumatik) sebagai berikut (Kohort studi 5 tahun: 500.248 pasien diabetes) :
Insidens non-traumatik amputasi laki-laki dan perempuan: 410,3 vs 115,2 per
100.000 pasien per tahun;’ Kontrol: 44,4 vs 26,9; Hazard rasio relatif pada lakilaki: 9,22; Hazard rasio relatif pada wanita : 11,67.
Penelitian oleh Hambleton (2009) yang dipublikasikan pada Diabetes
Universitas Sumatera Utara
8
Care, dan Bild DE, et al, yang dipublikasikan pada Diabetes Care
1989,
didapatkan data-data sebagai berikut :
Angka harapan hidup dalam 5 tahun angka harapan hidup (82%);
angka
mortalitas/kematian pasca amputasi mayor per 1000 pasien per tahun: 273,9 (non
DM 36,4%); Angka mortalitas/kematian pasca amputasi minor per 1000 pasien
per tahun: 113,4 (non DM 36,4%); Angka amputasi pada diabetes 15 kali lebih
besar dari non DM.
Diabetes Mellitus dapat menyebabkan terjadinya penyulit kronik baik
mikroangiopati maupun makroangiopati. Penyulit kronik biasanya terjadi dalam
5-10 tahun setelah diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare, 2008). Penyulit DM
terjadi pada semua organ tubuh dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit
jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. Selain kematian, DM juga dapat
menyebabkan kecacatan. Sebanyak 30% pasien DM mengalami kebutaan akibat
penyulit retinopati dan 10% menjalani amputasi tungkai kaki (Medicastore, 2007).
Penyulit DM dapat dicegah, ditunda, atau diperlambat dengan mengendalikan
kadar gula darah.
Pengelolaan DM yang bertujuan mempertahankan kadar gula darah dalam
rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis dan
mengontrol HbAIc gula darah. Pengelolaan non farmakologis meliputi
pengendalian berat badan, olah raga, dan diet (Sudoyo, 2006). Terapi
farmakologis yaitu pemberian insulin dan obat hipoglikemik oral. Terapi
diberikan jika terapi non farmakologis tidak dapat mengendalikan kadar glukosa
darah dan dijalankan dengan tidak meninggalkan terapi non farmakologi yang
Universitas Sumatera Utara
9
telah diterapkan sebelumnya (Yunir dan Soebardi dalam Sudoyo, 2006).
Berdasarkan data Medical Record (RM) yang diperoleh dari RSUD
Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2014 terdapat 65 pasien penderita diabetes dengan
penyulit gangren. Pada pasien diabetes mellitus lebih mudah mengalami infeksi
berat seperti ganggren streptococcus. Keadaan ini ditandai dengan perluasan
selulitis dan timbulnya vesicular atau bula yang hemoragik. Dengan cepat jaringan
kulit yang menutupi mengalami nekrosis dan dalam beberapa hari proses ini
meluas. Pemberian anti biotika saja umumnya tidak mencukupi, oleh sebab itu
harus dilakukan eksisi yang luas bahkan mungkin amputasi. Mortalitas masuk
cukup tinggi (> 10%) dan belum mungkin amputasi. Mortalitas masuk cukup
tinggi (>10%) dan belum banyak berubah dalam era antibiotika ini. Bila ada
indikasi penggunaan antibiotika maka diberikan 18-21 juta unit penisilin/ per hari
dan vankonisin 1 gr/12 jam. Bila didapatkan insufisiensi ginjal dosis kedua obat
harus disesuaikan. Pada pasien diabetes mellitus infeksi berat terapi antibiotika
saja umumnya tidak cukup dan harus dibantu dengan debridement yang agresif.
Vaskularisasi yang kurang dan penyembuhan jaringan yang buruk seringkali
mengharuskan kita melakukan amputasi lebih proksimal dari jaringan yang
tampak. Trauma kecil pada jaringan yang mengalami insufisiensi vascular dapat
mengawali infeksi pada jaringan superficial. Selanjutnya neoropati sensorik
perifer penyembuhan luka kurang atau tidak terasa sakit dan hal ini menyebabkan
perawatan tertunda. Infeksi dapat berbentuk selulitis’ negrosis jaringan lunak,
sinusitis atau esteomielitis. Insufisiensi vascular sangat berperan dalam timbulnya
infeksi pada kaki. Pada diabetes mellitus infeksi merupakan faktor yang penting
Universitas Sumatera Utara
10
dalam fatogenesis ganggren aterosklerotik. Gangren didapatkan 53 dan lebih
banyak pada pasien diabetes mellitus pria dibanding dengan perempuan pada
peradangan adalah meningkatnya vaskularisasi sedang pada aterisklerosis respon
yang terjadi adalah thrombosis dan nekrosis. Diperkirakan juga ada hubungannya
antara insufisiensi vascular dengan infeksi saluran kemih.
Lamanya penyembuhan luka pada penderita Diabetes mellitus pada
umumnya tidak dapat diperkirakan, hal ini disebabkan oleh karena penyembuhan
luka amat berhubungan dengan glukosa darah. Moya J. Morison menyimpulkan
adanya korelasi yang bermakna antara prevalensi infeksi dan tingginya kadar
glukosa darah. Menurut hasil laporan perawatan Diabetes mellitus di RSUD
Dr.Pirngadi Medan lamanya penyembuhan luka gangren pada pasien diabetes
mellitus umumnya kurang lebih 1 bulan yang diikuti dengan pengaturan intake
diet pasien keadaan luka pasien pascah penyembuhan biasanya meninggalkan
suatu jaringan parut yang berkelok dan penyembuhan tidak sempurna serta
tampak permukaan kulit agak kehitaman dan bukan merupakan nekrotik.
Latihan jasmani dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu
selama ½ jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continious, Rhytimical, Interval,
Progressive, Endurance training). Latihan dilakukan terus-menerus tanpa
berhenti. Otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang seling antara
gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat
secara bertahap dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah
jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung (Basuki, 2007).
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai
Universitas Sumatera Utara
11
olahraga sebelum makan, memakai sepatu dengan ukuran yang tepat dan harus
didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu
membawa permen membawa tanda pengenal sebagai pasien diabetes mellitus
dalam pengobatan dan memeriksakan kaki secara cermat sebelum olahraga.
Senam kaki dapat membantu memperbaiki peredaran darah yang terganggu dan
memperkuat otot-otot kecil kaki pada pasien diabetes dengan neuropati. Jika
pasien melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur tetapi
kadar gula darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakain obat
berkhasiat hipoglikemik oral, suntikan (Smeltzer, 2004).
Menurut Suminarti (2002) bahwa penyakit DM merupakan salah satu
penyakit keturunan, sehingga penderita pesimis dan merasa rendah diri. Pola
makan penderita DM dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam diri
penderita DM maupun dari luar diri penderita DM mengutip pendapat menurut
Rowley (1999). Pola makan bagi penderita DM merupakan salah satu wujud nyata
dari perilaku kesehatan menurut Sarwono (2003).
Hasil penelitian Rachmawati (2005) menemukan bahwa lebih dari 50%
penderita DM tipe 2 tidak mengetahui penyakit dan penyulit lanjut sehingga
datang ke rumah sakit dengan glukosa darah yang tinggi disertasi penyulit. Hasil
penelitian Soebadri (2003) menemukan bahwa 75% penderita DM tidak mentaati
diet yang dianjurkan dan 50% mempunyai kontrol gula darah yang buruk.
Hasil penelitian Juleka (2005) DM terjadi akibat tidak seimbangnya
asupan energi, karbohidrat dan protein. Hasil penelitian Soegondo (2004) bahwa
faktor risiko utama yang mempengaruhi terjadinya DM adalah akibat pola makan
Universitas Sumatera Utara
12
yang tidak sehat, dimana mereka cenderung secara terus-menerus mengkonsumsi
karbohidrat dan makanan sumber glukosa secara berlebihan, ditambah lagi kurang
aktivitas fisik.
Hasil penelitian Bustan (2000), mengemukakan faktor risiko secara utama
terhadap kejadian DM adalah meliputi umur, jenis kelamin dan genetik dan
kebiasaan atau pola makan, kebiasaan merokok. Terdapat banyak penelitian
sejenis pada pasien DM namun peneliti belum menemukan penelitian khusus yang
berhubungan dengan peran asuhan keperawatan dalam penyembuhan luka DM
dengan gangren di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penyembuhan
luka gangren dapat dipengaruhi oleh diet, latihan jasmani, olahraga fisik,
perawatan luka, pengobatan, pengaturan diet yang dapat memengaruhi latihan
jasmani. Penyembuhan luka sebagai berikut: diet adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang yaitu mengandung karbohidrat (46-60%), protein (1020%), dan lemak (20-25%) jumlah kalori yang disesuaikan dengan pertumbuhan
status gizi. Selain memperhatikan pola makan sehari-hari, penderita harus
melakukan olahraga atau latihan fisik. Olahraga bagi penderita diabetes terutama
untuk membakar kalori tubuh sehingga glukosa darah bisa terpakai untuk energi.
Dengan demikian kadar gula menjadi turun. Untuk perawatan luka diperlukan dari
stadium luka 1,2,3,4,5 jika stadiumnya naik: tidak baik, jika stadiumnya turun:
maka baik. Terapi farmakologi untuk menormalkan kadar glukosa, lemak, insulin
didalam darah serta memberikan pengobatan penyakit kronis. Obat-obatan
Universitas Sumatera Utara
13
hipoglikemia oral: Solfonilurea untuk merangsang pankreas menghasilkan insulin
dan mengurangi resistensi terhadap insulin, terapi insulin.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pengaruh
.
pemberian diet terhadap penyembuhan luka
gangren.
2. Menganalisis pengaruh
olahraga fisik terhadap penyembuhan luka
gangren.
3. Menganalisis pengaruh
perawatan luka terhadap penyembuhan luka
gangren.
4. Menganalisis pengaruh pengobatan pemberian insulin (dokter) terhadap
penyembuhan luka gangren.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh pemberian diet, olahraga fisik, perawatan luka, pengobatan
pada pasien DM selama 12 minggu terhadap penyembuhan luka gangren yang
dilihat dari kadar gula darah, ukuran luka.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan acuan kepada perawat khususnya di Rumah Sakit Umum
Dr.Pirngadi
Medan.
Dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan
dalam
pengendalian diabetes, dengan penyulit gangren untuk lebih meningkatkan serta
memperhatikan mutu asuhan keperawatan pasien DM (masyarakat).
Universitas Sumatera Utara
14
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diperolehnya informasi tentang pelaksanaan riset keperawatan bagi
mahasiswa sebagai bahan acuan yang penting untuk pengembangan program.
3. Bagi Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan
kualitas pemberian asuhan keperawatan pasien DM khususnya sebagai landasan
dalam menentukan intervensi, tindakan keperawatan yang paling efektif dan juga
memberikan peningkatan dari pengembangan ilmu pengetahuan untuk terus
mencari solusi yang lebih baik lagi dalam meminimalkan perawatan
penyembuhan luka pada penderita DM, kemudian membantu perawat, dokter, ahli
penyakit dalam melakukan upaya inovatif untuk mencegah penyulit DM lebih
lanjut dapat timbul akibat dari pasien menjalani rekomendasi pengobatan.
4. Keilmuan
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam praktek keperawatan dan
memberikan pengaruh terhadap pengembangan profesionalisme.
1.6 Novelty Penelitian
Pada penelusuran kepustakaan belum ada ditemukan generalisasi peranan
asuhan keperawatan dalam penyembuhan luka gangren pada penderita DM
melalui pengaturan diet, olahraga senam kaki, perawatan luka dan pengobatan.
Diet dimulai dari asupan makanan dan jenis makanan standar diet, daftar makanan
satuan penukarannya, hubungan menu diet 1700 kalori dapat menurunkan
hambatan dimulai dari pengetahuan prasangka, kebiasaan, kesukaan ekonomi.
Pola makan pada penderita diabetes harus benar-benar diperhatikan. Baik jadwal,
Universitas Sumatera Utara
15
jumlah, maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Mengingat bahwa penderita
diabetes biasanya memiliki kecenderungan kandungan gula darah yang tidak
terkontrol. Pemilihan jenis makanan bagi penderita penyakit diabetes ini berkaitan
dengan naik turunnya kadar gula darah. Karena asupan gula ke dalam tubuh
berasal dari makanan yang dikonsumsi. Indeks glikemik adalah angka yang
menunjukkan kecepatan makanan dalam meningkatkan/menaikkan kadar gula
dalam darah. Semakin tinggi indeks glikemik maka kenaikan gula darah setelah
mengkonsumsi makanan semakin cepat.
Pada area luka gangren lebih baik basah atau lembab dari pada kering
untuk penyembuhan luka gangren. Mengontrol ukuran luka dilihat dari stadium
luka 2, 3, 4, 5 Naik: tidak baik, turun: baik kembali ke stadium I apabila kondisi
luka ada kemajuan dilihat dari panjang lebar dalam, luka kering, kulit kembali
normal tanda insfeksi tidak terjadi, granulasinya timbul warnanya merah muda.
Perawatan luka umumnya dilakukan dengan mengganti balutan setiap hari
dan membersihkan luka memakai cairan NaCl 0,9%, diberi metronidazole
dibiarkan basah/lembab ditutup dengan kain kasa steril (yang tipis). Perlakuan ini
dapat diterapkan sebagai model peranan asuhan keperawatan pada kasus-kasus
luka gangren dengan DM di Rumah Sakit.
Universitas Sumatera Utara
Download