BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Rumah Sakit
Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.1.2
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit umum
mempunyai fungsi:
1. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna.
3. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
10
11
4. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.2
Sumber Daya Manusia
SDM rumah sakit terdiri atas petugas medis dan nonmedis. Tenaga medis
secara khusus telah diposisikan sesuai tugas dan fungsi dengan mempertimbangkan
disiplin ilmu atau latar belakang pendidikan mereka, namun dapat saja tugas dan
fungsi administrasi tidak dijabat oleh orang yang tepat sesuai kriteria yang ditentukan
(Hafizurrachman, 2009).
Menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003,h9 dalam Adi dkk, 2012), Sumber
Daya Manusia (SDM) adalah potensi yang merupakan asset yang berfungsi sebagai
modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat mewujudkan
menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi
organisasi. Hal – hal pokok yang di pelajari dalam Sumber Daya Manusia adalah
perencanaan
(human
resources
planning),
pengorganisasian,
pengarahan,
pengendalian, pengadan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan,
kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan.
Sumber Daya Manusia mempunyai peranan yang penting dan dominan
didalam suatu perusahaan. Oleh karena itu tenaga kerja yang telah dimiliki perusahaan
perlu dipelihara dan dikembangkan kualitasnya. Pada prinsipnya tujuan orang bekerja
adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Septyawati, 2010).
Menurut Hasibuan (2009) sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu
dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan
12
oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh
keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Menurut Hendrayanti (2008), fokus
perencanaan sumber daya manusia adalah langkah-langkah tertentu yang diambil oleh
manajemen guna lebih menjamin bahwa bagi organisasi tersedia tenaga kerja yang
tepat pada waktu yang tepat dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran
yang telat ditetapkan.
Minimal ada empat kebijaksanaan pokok dalam upaya peningkatan sumber
daya manusia (SDM), yaitu : (1) Peningkatan kualitas hidup yang meliputi baik
kualitas manusianya seperti rohani, jasmani, dan kejuangan maupun kualitas
kehidupannya seperti perumahan dan pemukiman yang sehat ; (2) peningkatan kualitas
SDM yang produktif dan upaya pemerataan penyebarannya ; (3) Peningkatan kualitas
SDM yang berkemampuan dalam memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai
iptek yang berwawasan lingkungan; (4) Pengembangan pranata yang meliputi
kelembagaan dan perangkat hukum yang mendukung upaya peningkatan kalitas SDM
(S.Mulyadi h2, 2003).
2.3
Kinerja
Kinerja (performance) adalah kuantitas dan atau kualitas hasil kerja individu
atau sekelompok di dalam organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi
yang berpedoman pada norma, standar operasional prosedur, kriteria dan ukuran yang
telah ditetapkan atau berlaku dalam organisasi (Ariyani, 2013).
Terdapat beberapa pandangan oleh pakar mengenai kinerja yang dikemukakan
oleh (Wibowo 2011 dalam Sitorus 2012). Diantaranya adalah Bacal (1999) memiliki
pandangan kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus
13
dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsung. Proses komunikasi ini
meliputi kegiatan dalam membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai
pekerjaan yang dilakukan. Proses komunikasi ini merupakan suatu system yang
memiliki sejumlah bagian yang seharusnya diikutsertakan apabila kinerja hendak
memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan.
Sementara itu, Schwarts (1999) memandang kinerja sebagai gaya manajemen
yang dasarnya adalah komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan yang
menyangkut penetapan tujuan, memberikan umpan balik baik manajer kepada
karyawan maupun sebaliknya dari karyawan kepada manajer, demikian pula dengan
penilaian kinerja. Dari sini terlihat bahwa Schwartz melihat kinerja hanya sebagai
suatu gaya manajemen, namun dalam substansinya mirip dengan pandangan Bacal
sebagai proses komunikasi.
Castello (1994) mengatakan bahwa kinerja merupakan dasar dan kekuatan
pendorong yang berada di belakang semua keputusan organisasi, usaha kerja, dan
alokasi sumber daya. Menurut Notoadmojo (1992) mengatakan bahwa kinerja adalah
status kemampuan yang dapat diukur berdasarkan pelaksanaan tugas sesuai dengan
uraian tugasnya.
Pendapat lain menurut Stolovitch dan Keep (1992) kinerja merupakan
seperangkat hasil yang dicapai untuk merujuk pada tindakan pencapaian serta
pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. Kinerja merupakan suatu fungsi dari dari
motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus
memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan
keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa
pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakan
(Hersey and Blanchard 1993).
14
Dari beberapa pengertian dan kinerja yang disampaikan oleh para ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh
individu sesuai dengan peran atau tugasnya dalam periode tertentu, yang dihubungkan
dengan ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi tempat individu tersebut
bekerja (Ariyani, 2013).
2.3.1
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja sangatlah penting artinya dikarenakan dalam kehidupan
berorganisasi, SDMnya ingin mendapatkan penghargaan dan perlakuan yang adil dari
pimpinannya. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi individu
karyawan untuk mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku
yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan oleh organisasi (Mulyadi dan John Setyawan, 1999). Penilaian kinerja
dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk
merangsang serta menegakan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan
balik hasil kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat
intrinsik maupun ekstrinsik.
Menurut Hall (1986) dalam buku Yaslis (2002) mengatakan bahwa penilaian
kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personal
dan usaha untuk memperbaiki unjuk kerja personal dalam organisasi. Selanjutnya
menurut Certo (1984), penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi
personal pada masa tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap
pencapaian sasaran sistem manajemen.
15
Oleh karena itu, penilaian kinerja dapat didefinisikan sebagai alat ukur untuk
menganalisis,
mengevaluasi,
dan
menginterpretasikan
keberhasilan
maupun
kegagalan dalam pencapaian kinerja serta memberikan umpan balik untuk keseuaian
tingkat kinerja. Penilaian kinerja juga mencakup faktor-faktor antara lain : (1)
pengamatan, proses menilai perilaku yang ditentukan oleh system pekerjaan, (2)
Ukuran, mengukur prestasi kerja seseorang lalu dibandingkan dengan uraian pekerjaan
yang sudah ditetapkan (3) pengembangan, bertujuan untuk memotivasi personal dalam
mengatasi kekurangannya dan mendorong untuk mengembangkan kemampuan
dirinya.
Penilaian kinerja sering dilaksanakan setahun sekali, namun beberapa
perusahaan yang bergerak cepat menyukai mengadakan penilaian kinerja triwulan
(Sitorus, 2012).
2.4
Faktor-Faktor Kinerja Karyawan
Indikator dan faktor-faktor untuk mengukur kinerja karyawan yaitu (Robbins,
2006:260).
1. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan
karyawan.
2. Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu
yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
16
4. Efektivitas merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga,
uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil
dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat
menjalankan fungsi kerjanya komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana
karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab
karyawan terhadap kantor.
Kinerja adalah penampilan hasil kegiatan yang meliputi aspekaspek sebagai berikut
(Sumiyati, 2006):
1. Kualitas (Quality) artinya derajat dimana proses atau hasil yang membawa
suatu aktivitas mendekati atau menuju kesempurnaan, menyangkut
pembentukan aktivitas yang ideal atau mengintensifkan suatu aktivitas menuju
suatu tujuan
2. Kuantitas (Quantify) artinya jumlah produksi atau output, yang dihasilkan bisa
dalam bentuk suatu uang, unit barang atau aktivitas yang terselesaikan sesuai
dengan standar.
3. Ketepatan Waktu (Timeliness) yaitu suatu derajat dimana aktivitas yang
terselesaikan atau produk yang dihasilkan pada suatu waktu yang paling tepat,
atau lebih awal khususnya antara koordinasi dengan keluaran yang lain dan
sebisa mungkin memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.
4. Efektifitas Daya (Cost effectiviness) yaitu derajat dimana penggunaan sumber
daya yang ada diorganisasi dapat untuk menghasilkan keuntungan yang paling
tinggi atau pengurangan kerugian
17
5. Kebutuhan supervisi (Need for supervision) yaitu derajat dimana kinerja dapat
membawa suatu fungsi kerja tanpa mengulang kembali seperti dengan bantuan
supervisi atau membutuhkan intervensi supervisor untuk mencegah terjadinya
hal yang tidak diinginkan.
6. Pengaruh hubungan personal (Impersonal impact) yaitu derajat dimana kinerja
mampu mengekspresikan kepercayaan diri, kemauan baik, itikat baik,
kerjasama sesama karyawan maupun bagian sub ordinatnya. Kinerja
mempunyai dampak terhadap hubungan personal dengan pegawai maupun
pimpinan.
Menurut Bernardin dan Russel (1993, p. 382) terdapat enam kriteria untuk menilai
kinerja karyawan, yaitu:
1. Quality adalah tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal
di dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai harapan.
2. Quantity adalah jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang,
jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah diselesaikan.
3. Timeliness adalah tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu
yang lebih cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada
untuk aktifitas lain.
4. Cost effectiveness adalah tingkatan dimana penggunaan sumber daya
perusahaan berupa manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk
mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.
5. Need for supervision adalah tingkatan dimana seorang karyawan dapat
melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari
atasannya.
18
6. Interpersonal impact adalah tingkatan di mana seorang karyawan merasa
percaya diri, punya keinginan yang baik, dan bekerja sama di antara rekan
kerja.
Menurut A. Dale Timple (dalam Anwar Prabumangkunegara, 2006) faktor kinerja
terdiri dari faktor internal dan eksternal.
1. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifatsifat seseorang.
2. Fakor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang
berasal dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan bawahan ataupun
rekan kerja, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
2.5
Faktor-Faktor Karakteristik Individu yang Mempengaruhi Kinerja
1. Faktor Internal

Kecerdasan
Inteligensi atau kecerdasan menurut Dusek (dalam Wuryanto, 2010) dapat
didefinisikan melalui dua jalan yaitu secara kuantitatif ada;ah proses
belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes
inteligensi, dan secara kualitatif suatu cara berpikir dalam membentuk
konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar
yang disesuaikan dengan dirinya. Howard Gardner (Agus Efendi, 2005)
kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan
sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan Munzert, 2010
mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan
19
memberikan jawaban, penyelesaian, dan kemampuan menyelesaikan
masalah.

Jenis Kelamin
Jenis kelamin menurut Mowday dalam Wuryanto (2010) yang
menyebutkan bahwa wanita sebagai kelompok cenderung memiliki
komitmen terhadap organisasi lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
Wanita pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan dalam
mencapai posisi mereka dalam organisasi sehingga keanggotaan dalam
organisasi menjadi lebih penting bagi mereka. Sedangkan menurut Dyne
dan Graham (2005) menyatakan bahwa pada umumnya wanita menghadapi
tantangan lebih besar dalam mencapai karirnya, sehingga komitmennya
lebih tinggi. Hal ini disebabkan pegawai wanita merasa bahwa tanggung
jawab rumah tangganya ada di tangan suami mereka, sehingga gaji atau
upah yang diberikan oleh organisasi bukanlah sesuatu yang sangat penting
bagi dirinya.

Usia
Pengertian usia menurut Nitisemito dalam Wuryanto (2010) yang
menyebutkan bahwa pegawai yang lebih muda cenderung mempunyai fisik
yang kuat dan pada umumnya mereka belum berkeluarga atau bila sudah
berkeluarga anaknya relatif masih sedikit sehingga diharapkan dapat
bekerja keras dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Sedangkan
menurut Robbins (2003) menyatakan bahwa, semakin tua usia pegawai
maka semakin tinggi komitmennya terhadap organisasi, hal ini disebabkan
karena kesempatan individu untuk mendapat pekerjaan lain menjadi lebih
20
terbatas sejalan dengan meningkatnya usia. Keterbatasan tersebut dipihak
lain dapat meningkatkan persepsi yang lebih positif mengenai atasan
sehingga dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap organisasi.

Pendidikan
Douglas dalam Swastika (2010) yang menyebutkan bahwa tingkat
pendidikan karyawan dengan rasio akademik lebih banyak akan
memudahkan dalam menerima serta mengembangkan pengetahuan dan
teknologi. Semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi keinginan untuk
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan.

Pengalaman Kerja
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1984), pengalaman kerja
didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh
seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pendapat lain dari Trijoko (1980), menyatakan bahwa pengalaman kerja
adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai
seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan
selama beberapa waktu tertentu.

Sifat Fisik
Sifat fisik atau kepribadian menurut GW. Allport (2006) adalah suatu
organisasi yang dinamis dari sistem psikofisis individu yang menentukan
tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Kepribadian juga
merupakan jumlah total kecenderungan bawaan atau herediter dngan
berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan, yang membentuk
21
kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya terhadap
kehidupan.
2. Faktor Eksternal

Peraturan Ketenagakerjaan
Menurut
Imam
Sopomo
(2003),
menyatakan
bahwa
peraturan
ketenagakerjaan adalah suatu himpunan, baik tertulis maupun tidak tertulis
yang berkenaan dengan kejadian saat seorang bekerja pada orang lain
dengan menerima upah. Menurut Malenaar (2003), menyatakan bahwa
peraturan ketenagakerjaan adalah bagian segala hal yang berlaku, yang
pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara
tenaga kerja dengan tenaga kerja.

Kepemimpinan
Kepemimpinan
menurut
Kreitner
dan
Kinicki
(2005)
bahwa
kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengaruh social
dimana pemimpin mengusahakan partisipasi sukarela dari para bawahan
dalam suatu usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Siagian
(2002) kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain, dalam hal ini para bawahannya, sehingga orang lain mau
melakukan kehendak pemimpin.

Sistem Upah
Sistem upah menurut Mokijat (2002) menjelaskan bahwa upah adalah
imbalan jasa atau uang yang dibayarkan, atau yang ditentukan untuk
dibayarkan kepada seseorang pada jarak-jarak waktu yang teratur untuk
jasa-jasa yang diberikan. Sedangkan Thomas H. Stone (dalam Mokijat,
22
2002) menjelaskan bahwa karyawan yang dibayar tiap bulan, tiap setengah
bulan, atau tiap minggu menerima upah/gaji.

Lingkungan Kerja
Menurut Alex S. Nitisemito (2000) mendefinisikan lingkungan kerja
sebagai segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan.
Menurut Sedarmayati (2009), definisi lingkungan kerja adalah keseluruhan
alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana
seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik
sebagai perseorangan maupun sebagai komplek.

Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi atau status sosial ekonomi menurut Mayer (dalam
Soekanto, 2007), berarti kedudukan atau kondisi suatu individu dan
keluarga berdasarkan unsur-unsur ekonomi. Menurut FS. Chapin (Kaare,
1989), status sosial ekonomi merupakan posisi yang ditempati individu
atau keluarga yang berkenaan dengan ukuran rata-rata yang umum berlaku
tentang kepemilikan, kultur, pendapat efektif, pemilikan barang dan
partisipasi dalam aktifitas kelompok dari komunitasnya.
3. Jabatan
Pengertian
jabatan
penempatan/jabatan
menurut
adalah
Melayu
calon
S.P
karyawan
Hasibuan
yang
(2004:63),
diterima
pada
jabatan/pekerjaan yang membutuhkan dan sekaligus mendelegasikan authority
kepada
orang
tersebut.
Menurut
Marihot
Tua
Efendi
(2002:156)
penempatan/jabatan merupakan proses penugasan/pengisian jabatan atau
penugasan kembali pegawai pada tugas/jabatan baru atau jabatan berbeda.
23
4. Status Kepegawaian
Pengertian status kepegawaian menurut Ghiseli dan Brown dalam Danu (2012)
yang menyebutkan bahwa pegawai dengan pekerjaan yang mendasarkan pada
perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut memberikan
kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya maka sedikit banyaknya
akan dapat mengubah prilaku dan perasaan pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaannya menjadi lebih baik.
5. Masa Kerja atau Lama Bekerja
Masa kerja menurut Siagian (2008) menyatakan bahwa, masa kerja adalah
seberapa lama seorang individu bekerja pada masing-masing pekerjaan atau
jabatan di suatu instansi atau perusahaan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2004)
masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa
betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah
beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai
akan merasa nyaman dengan pekerjaan lainnya. Penyebab lain juga
dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan
hidup di hari tua.
2.6
Gambaran Kinerja Karyawan di Rumah Sakit dari Beberapa Penelitian
1. Hartati, dkk (2013). dalam penelitiannya yang berjudul “Gambaran Kinerja
Perawat Dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Di Instalasi Rawat Inap
Lontara RSUP. Dr.Wahidin Sudirohusodo”. Penelitian bertujuan untuk
mendeskripsikan kinerja perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di
Instalasi Rawat Inap Lontara RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo. Jenis penelitian
24
yang digunakan adalah survei deskriptif. Populasi penelitian ini adalah perawat
yang bertugas di Instalasi rawat inap Lontara RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
yang berjumlah 235 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 69 orang metode
sampel dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis Univariat dan Bivariat. Penyajian data berupa
tabel dan narasi. Pengumpulan data primer menggunakn kuesioner untuk
responden. Hasil dari penelitian ini adalah Hasil penelitian tentang kinerja
perawat rawat Inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2013, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut Kemampuan perawat dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap Lontara Dari 69 responden yang
memiliki kemampuan baik sebesar 52,2% dan yang memiliki kemampuan
kurang baik sebesar 47,8%, Motivasi perawat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan di Instalasi Rawat Inap Lontara Dari 69 responden yang memiliki
motivasi tinggi sebesar 56,5 % dan yang memiliki motivasi rendah sebesar
43,5%, Supervisi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di Instalasi Rawat
Inap Lontara Dari 69 responden yang berasumsi Supervisi baik sebesar 53,6 %
dan yang menganggap supervisi kurang baik sebesar 46,4%, Pendapatan/
Kompensasi perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di Instalasi
Rawat Inap Lontara Dari 69 responden yang berasumsi pendapatan baik
sebesar 66,7 % dan yang kurang baik sebesar 33,3%, Kemampuan perawat
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di Instalasi Rawat Inap Lontara Dari
69 responden yang berasumsi kepemimpinan sudah baik sebesar 60,9 % dan
yang kurang baik sebesar 39,1%.
25
2. Biki, (2015). Dalam penelitiannya yang berjudul “Gambaran Kinerja Perawat
Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Di Ruang Interna RSUD Prof. DR.
Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2015”. Penelitian bertujuan untuk
menggambarkan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian survei dengan pendekatan
deskriptif. Penentuan sampel penelitian ini menggunakan metode Exhaustive
Sampling sehingga sampel adalah seluruh perawat yang bertugas di ruang
Interna RSUD Prof. DR. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2015. Dari hasil
penelitian, secara keseluruhan peneliti menemukan bahwa kinerja perawat di
Ruang Interna sebagian besar responden telah melaksanakan proses pengkajian
baik yaitu 22 orang (52,4%), demikian juga dengan proses diagnosis sebanyak
23 orang (54,8%), dengan proses perencanaan yang berkategori cukup
sebanyak 25 orang (59, 5%). Pada tahapan proses implementasi sebagian besar
perawat telah melaksanakannya dengan baik yaitu 21 orang (50%). Namun
masih berkategori cukup pada proses evaluasi yaitu sebanyak 22 orang
(52,4%).
Download