aplikasi multibeam echosounder, side scan sonar - Repository

advertisement
TUGAS AKHIR – RG 091536
APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE
SCAN SONAR, DAN SUB-BOTTOM PROFILER
UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA
SALURAN PIPA BAWAH LAUT
I MADE DWIVA SATYA NUGRAHA
NRP 3510 100 054
Dosen Pembimbing
Ir. Yuwono, MT
JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2014
FINAL ASSIGNMENT – RG 091536
MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE SCAN SONAR,
AND SUB-BOTTOM PROFILER APPLICATION FOR
SUBSEA PIPELINE FREE SPAN DETECTION
I MADE DWIVA SATYA NUGRAHA
NRP 3510 100 054
Supervisor
Ir. Yuwono, MT
GEOMATICS ENGINEERING DEPARTMENT
Faculty of Civil Engineering and Planning
Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya 2014
APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE
SCAN SONAR, DAN SUB-BOTTOM PROFILER
UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA
SALURAN PIPA BAWAH LAUT
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Jurusan S-1 Teknik Geomatika
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh:
I MADE DWIVA SATYA NUGRAHA
NRP. 3510 100 054
Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir:
Ir. Yuwono, MT
NIP. 1959 0124 1985 02 1001
SURABAYA, JULI 2014
v
APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE
SCAN SONAR, DAN SUB-BOTTOM PROFILER
UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA
SALURAN PIPA BAWAH LAUT
Nama Mahasiswa
NRP
Jurusan
Dosen Pembimbing
: I Made Dwiva Satya Nugraha
: 3510 100 054
: Te knik Geomatika FTSP-ITS
: Ir. Yuwono, MT
Abstrak
Saluran pipa bawah laut sebagai salah satu sistem
distribusi dalam industri minyak dan gas harus selalu
diperhatikan kondisinya agar terhindar dari risiko kerugian
material maupun dampak terhadap lingkungan. Salah satu yang
harus diperhatikan yakni bentang bebas (free span) atau bagian
pipa yang tidak tertumpu. Informasi panjang dan tinggi free span
dapat diperoleh melalui survei inspek si dengan memanfaatk an
instrumen hidroak ustik, seperti Multibeam Echosounder, Side
Scan Sonar, dan Sub-Bottom Profiler.
Pada penelitian ini dilakukan pengolahan dan interpretasi
ketiga data instrumen tersebut guna mendapatk an dimensi free
span yang dibutuhkan. Ditemukan sebanyak 119 indik asi free
span pada citra Side Scan Sonar dengan panjang dan tinggi yang
bervariasi. Akan tetapi, terdapat selisih posisi horisontal pipa
dengan yang terlihat pada data Multibeam Echosounder. Selisih
posisi horisontal juga terjadi pada citra Sub-Bottom Profiler
dengan data Multibeam Echosounder. Dimensi free span hasil
interpretasi citra Side Scan Sonar juga memiliki perbedaan
dengan yang diperoleh dari citra Sub-Bottom Profiler.
Analisis dilakukan terhadap perbedaan posisi, panjang,
dan tinggi free span dari ketiga data dan diketahui bahwa posisi
horisontal yang dapat diandalkan adalah posisi pipa dari
Multibeam Echosounder. Hal ini disebabk an perambatan
v
kesalahan yang sangat mungkin terjadi pada sistem towing yang
diterapkan pada Side Scan Sonar dan data navigasi citra SubBottom Profiler yang belum dikoreksi karena keterbatasan data.
Citra Sub-Bottom Profiler kurang baik bila dijadik an
sebagai data utama dalam penentuan dimensi free span, k ecuali
ak uisisi datanya dilakuk an dengan spasi yang rapat sehingga
dapat diperoleh data top of pipe yang lebih banyak. Dalam hal
ini, data yang digunakan adalah citra Side Scan Sonar
dik arenak an mampu memberikan informasi kenampak an
permuk aan dasar laut yang cukup jelas sehingga sangat baik
digunak an untuk interpretasi panjang dan tinggi free span.
Ketiga instrumen hidroakustik ini dapat saling mendukung
dengan kelebihan dan kek urangannya masing-masing dalam
pendeteksian pipa dan free span-nya. Terutama untuk
pendeteksian pipa tertanam yang tidak mampu dilakuk an oleh
Side Scan Sonar dan Multibeam Echosounder, dapat
mengandalkan Sub-Bottom Profiler yang memiliki kemampuan
penetrasi menembus dasar laut sehingga memungk ink an
pendeteksian indikasi pipa atau obyek lainnya yang tertanam.
Kata Kunci: Free Span, Multibeam Echosounder, Pipa Bawah
Laut, Side Scan Sonar, Sub-Bottom Profiler
vi
MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE SCAN SONAR,
AND SUB-BOTTOM PROFILER APPLICATION FOR
SUBSEA PIPELINE FREE SPAN DETECTION
Name
NRP
De partment
Supervisor
: I Made Dwiva Satya Nugraha
: 3510 100 054
: Te knik Geomatika FTSP-ITS
: Ir. Yuwono, MT
Abstract
Subsea pipeline as one of distribution systems in oil and
gas industry should always be inspected to avoid the risk of
material loss and the impact on the environment. One of many
aspects that should be a concern is free span or the distance
between pipe that is not supported. The information of free span
length and height can be obtained by using hydroacoustic
instrument, such as Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar,
and Sub-Bottom Profiler.
This thesis had done the processing and interpreting of
these three kind of data in order to obtain the free span
dimensions. Found that there are 119 free span indications on
Side Scan Sonar imageries with varying length and height.
However, their horizontal positions are different with pipeline
exposed by Multibeam Echosounder. The horizontal position
differences also occur in Sub-Bottom Profiler imagery compared
with Multibeam Echosounder data. The free spans dimensions
obtained from Side Scan Sonar imageries also have differences
with those obtained from Sub-Bottom Profiler imageries.
Some analysis were performed on these free span position
and dimensions differences and it is known that the reliable
horizontal position is the pipe position from Multibeam
Echosounder data. This is due to the error propagation that might
be occured in towing system applied on Side Scan Sonar and the
vii
navigation data of Sub-Bottom Profiler imageries that haven’t
corrected yet due to data limitations.
Sub-Bottom Profiler imagery is not good enough to used as
primary data in the determination of free span dimensions, unless
the acquisition was done with short-spacing crossline to obtain
more top of pipe data. In this case, Side Scan Sonar imagery is
used because it is able to provide information better due to the
appearance of seabed condition is quite clear, so that the
interpretation of free span length and height can be done better.
All of these instruments can support each other with their
advantages and disadvantages in detection of pipeline and its free
span. Especially for detecting the buried pipeline, that Side Scan
Sonar and Multibeam Echosounder are not capable of, SubBottom Profiler can do its best with the ability to penetrate into
the bottom, thus allowing the detection of buried pipe indication
or other buried objects.
Keywords: Free Span, Multibeam Echosounder, Subsea
Pipeline, Side Scan Sonar, Sub-Bottom Profiler
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas rahmat-Nya sehingga Tugas Akhir yang berjudul
“Aplikasi Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar, dan SubBottom Profiler untuk Mendeteksi Free Span pada Saluran Pipa
Bawah Laut” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Selama pelaksanaan penelitian, banyak pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan baik secara moral maupun
material yang diterima penulis. Untuk itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Muhammad Taufik selaku Ketua Jurusan Teknik
Geomatika ITS.
2. Ir. Yuwono, MT selaku dosen pembimbing.
3. PT. Mahakarya Geo Survey sebagai pihak penyedia data
penelitian.
4. Mas Aga dan Mas Lukman selaku mentor selama di MGS.
5. Bu Illiah, Pak Henky, Pak Erikson, Pak Deni, Pak Pance, Pak
Didin, Mbak Handa, Mbak Vidia, dan Mas Rifki.
6. Orang tua dan keluarga besar atas doa dan dukungannya.
7. Senior dan teman-teman angkatan Geomatika 2010.
8. Teman-teman angkatan TPKH 2010 atas semangatnya.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di
dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Karenanya, penulis
mengharapkan
saran dan kritik yang membangun sebagai
pembelajaran bagi penulis untuk lebih baik kedepannya. Akhir
kata, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat.
Surabaya, 7 Juli 2014
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................. i
ABSTRAK............................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... ix
KAT A PENGANTAR .............................................................. xi
DAFT AR ISI..........................................................................xiii
DAFT AR GAMBAR..............................................................xvii
DAFT AR TABEL.................................................................. xxi
DAFT AR LAMPIRAN.......................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................... 2
1.3 Batasan Masalah.............................................................. 2
1.4 Tujuan ........................................................................... 3
1.5 Manfaat.......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN P USTAKA ................................................. 5
2.1 Survei Hidrografi............................................................. 5
2.1.1 Definisi Survei Hidrografi............................................ 5
2.1.2 Standard IHO untuk Survei Hidrografi (S-44)................. 6
2.2 Survei Batimetri .............................................................. 8
2.2.1 Definisi Survei Batimetri ............................................. 8
2.2.2 Penentuan Kedalaman ................................................. 8
2.3 Multibeam Echosounder................................................... 9
2.3.1 Prinsip....................................................................... 9
2.3.2 Aplikasi ................................................................... 10
2.3.3 Sistem ..................................................................... 11
2.3.4 Instalasi ................................................................... 12
2.3.5 Cakupan Dasar Laut .................................................. 13
2.3.6 Kalibrasi .................................................................. 15
2.3.6.1 Latensi Posisi dan Kedalaman................................ 15
2.3.6.2 Kalibrasi Roll ...................................................... 16
2.3.6.3 Kalibrasi Pitch ..................................................... 17
2.3.6.4 Kalibrasi Yaw ...................................................... 18
2.3.6.5 Kalibrasi Cepat Rambat Gelombang Suara .............. 19
2.4 Pasang Surut................................................................. 20
2.4.1 Definisi Pasang Surut ................................................ 20
xiii
2.4.2 Faktor Penyebab Pasang Surut ................................... 20
2.4.3 Tipe Pasang Surut..................................................... 21
2.4.4 Tujuan Pengamatan Pasang Surut ............................... 22
2.4.5 Kedudukan Permukaan Air Laut ................................. 22
2.5 Penentuan Posisi ........................................................... 23
2.5.1 Global Positioning System ......................................... 23
2.5.2 Metode Penentuan Posisi dengan GPS......................... 24
2.6 Side Scan Sonar ............................................................ 25
2.6.1 Teori Operasi ........................................................... 26
2.6.1.1 Geometri ............................................................ 28
2.6.1.2 Rekaman ............................................................ 29
2.6.2 Instalasi................................................................... 31
2.6.2.1 Ditarik dari Buritan .............................................. 31
2.6.2.2 Dipasang pada Kapal............................................ 33
2.6.2.3 Metode Lainnya................................................... 34
2.6.3 Stabilitas Sonar Fish ................................................. 34
2.6.4 Interpretasi Citra Side Scan Sonar............................... 35
2.6.4.1 Reflektivitas dan Bayangan ................................... 35
2.6.4.1 Dimensi Kontak Side Scan Sonar........................... 37
2.7 Sub-Bottom Profiler....................................................... 38
2.7.1 Aplikasi................................................................... 38
2.7.2 Teori Operasi ........................................................... 39
2.7.2.1 Geometri ............................................................ 39
2.7.2.1 Sub-Bottom Profile .............................................. 40
2.7.3 Instalasi................................................................... 41
2.7.3.1 Konstruksi Tetap ................................................. 42
2.7.3.2 Ditarik dari Buritan .............................................. 43
2.8 Pemosisian Bawah Air dengan USBL .............................. 43
2.9 Pipa Bawah Laut ........................................................... 44
2.9.1 Definisi Pipa Bawah Laut .......................................... 44
2.9.2 Free Span ................................................................ 45
2.10 Penelitian Terdahulu ...................................................... 46
BAB III METODOLOGI ......................................................... 49
3.1 Lokasi Penelitian........................................................... 49
3.2 Peralatan dan Bahan ...................................................... 49
3.2.1 Peralatan ................................................................. 49
3.2.2 Bahan ..................................................................... 49
xiv
3.3 Metodologi Penelitian .................................................... 50
3.3.1 Tahap Pelaksanaan.................................................... 50
3.3.2 Tahap Pengolahan Data ............................................. 52
3.3.2.1 Tahap Pengolahan Data Side Scan Sonar................. 52
3.3.2.2 Tahap Pengolahan Data Multibeam Echosounder ..... 53
3.3.2.3 Tahap Pengolahan Data Sub-Bottom Profiler ........... 55
3.3.2.4 Tahap Komparasi Posisi Pipa SSS dan MBES ......... 56
3.3.2.5 Tahap Komparasi Posisi Pipa MBES dan SBP ......... 57
3.3.2.6 Tahap Komparasi Panjang dan Tinggi Free Span SSS
dan SBP.............................................................. 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................... 61
4.1 Data dan Hasil Penelitian................................................ 61
4.1.1 Batimetri ................................................................. 61
4.1.2 Citra Side Scan Sonar ................................................ 62
4.1.3 Sub-Bottom Profile ................................................... 63
4.1.4 Perbedaan Posisi Pipa dari Data SSS dan MBES ........... 64
4.1.5 Perbedaan Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP .......... 66
4.1.6 Perbedaan Panjang Span dari Data SSS dan SBP .......... 67
4.1.7 Perbedaan Tinggi Span dari Data SSS dan SBP ............ 68
4.1.8 Free Span yang Terdeteksi......................................... 69
4.1.9 Pipeline Support yang Terdeteksi................................ 74
4.2 Pembahasan .................................................................. 75
4.2.1 Analisis Perbedaan Posisi Pipa dari Data SSS dan MBES
............................................................................... 75
4.2.2 Analisis Perbedaan Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP
............................................................................... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................... 85
5.1 Kesimpulan .................................................................. 85
5.2 Saran ........................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14
Gambar 2.15
Gambar 2.16
Gambar 2.17
Gambar 2.18
Gambar 2.19
Gambar 2.20
Gambar 2.21
Gambar 2.22
Gambar 2.23
Prinsip Kerja Multibeam Echosounder ............... 10
MBES Diputar pada Sudut 45° untuk Pekerjaan
Inspeksi ........................................................... 11
Instalasi di Samping dan Depan Kapal ............... 13
Footprint untuk Sektor Sudut Datang yang Berbeda
(30°, 90°, 60°, 5°) ............................................. 14
Cakupan MBES: Penyesuaian Jalur (1), Perubahan
Topografi Dasar Laut (2), Gerakan Roll dari Kapal
(3) ................................................................... 15
Latency Error versus Positioning Error pada
Kecepatan Survei yang Berbeda ........................ 16
Penentuan Roll Offset........................................ 17
Penentuan Pitch Offset ...................................... 18
Penentuan Yaw Offset ....................................... 19
Contoh Profil Kecepatan Suara dalam Air .......... 20
Segmen GPS .................................................... 24
Metode Penentuan Posisi Secara Diferensial....... 25
Diagram Penyerapan, Penghamburan, dan
Pemantulan Gelombang Suara ........................... 27
Penampang Melintang Sonar Fish ..................... 28
Sketsa yang Menggambarkan Kondisi Bawah
Permukaan Saat Perekaman............................... 29
Rekaman Sonar Merepresentasikan Situasi Dasar
........................................................................ 29
Side Scan Sonar yang Ditarik dari Buritan.......... 31
Posisi Sonar yang Tidak Benar Akibat Arus dari
Samping........................................................... 32
Posisi Sonar yang Tidak Benar Akibat
Melengkungnya Tow Cable............................... 32
Side Scan Sonar yang Dipasang di Kapal ........... 33
Ilustrasi Ketidakstabilan Sonar Fish................... 35
Bayangan Terjadi pada Cekungan dan Gundukan 37
Bayangan dari Obyek yang Menggantung .......... 37
xvii
Gambar 2.24 Tinggi Obyek Dapat Dihitung dari Slant Range dan
Tinggi Sonar.................................................... 38
Gambar 2.25 Tampilan Skematik Operasi SBP yang Dipasang di
Kapal............................................................... 40
Gambar 2.26 Rekaman Chirp, Danau Vättern, Sweden ........... 41
Gambar 2.27 Rekaman Pinger, Penampang Melintang Saluran
Pipa ................................................................. 41
Gambar 2.28 Contoh Konstruksi Tetap pada Bagian Samping
Kapal............................................................... 42
Gambar 2.29 Sistem Tarik untuk Instalasi SBP....................... 43
Gambar 2.30 Prinsip Ultra Short Baseline.............................. 44
Gambar 2.31 Tipe Umum Free Span Pipa Bawah Laut ........... 46
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (Bukan Lokasi Sebenarnya) .... 49
Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Pelaksanaan....................... 50
Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Data SSS................... 52
Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Data ASCII MBES .... 54
Gambar 3.5 Diagram Alir Pengolahan Data SBP .................. 55
Gambar 3.6 Diagram Alir Komparasi Posisi Pipa SSS dan
MBES ............................................................. 56
Gambar 3.7 Diagram Alir Komparasi Posisi Pipa MBES dan
SBP................................................................. 57
Gambar 3.8 Diagram Alir Komparasi Panjang dan Tinggi Free
Span SSS dan SBP ........................................... 58
Gambar 4.1 Profil Pasang Surut Air Laut ............................. 61
Gambar 4.2 Sebelum (Kiri) dan Sesudah (Kanan) Koreksi Slant
Range .............................................................. 62
Gambar 4.3 Sebelum (Kiri) dan Sesudah (Kanan) Koreksi TVG
....................................................................... 63
Gambar 4.4 Contoh Sonar Image yang Telah Dikoreksi ........ 63
Gambar 4.5 Contoh Sub-Bottom Profile yang Telah Dikoreksi
....................................................................... 64
Gambar 4.6 Free Span 9 ..................................................... 75
Gambar 4.7 Free Span 18.................................................... 75
Gambar 4.8 Free Span 21.................................................... 76
Gambar 4.9 Free Span 33.................................................... 76
xviii
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Gambar 4.14
Gambar 4.15
Gambar 4.16
Gambar 4.17
Gambar 4.18
Gambar 4.19
Gambar 4.20
Gambar 4.21
Gambar 4.22
Gambar 4.23
Gambar 4.24
Free Span 34.................................................... 76
Free Span 35.................................................... 76
Free Span 100, 101 dan 102 .............................. 76
Free Span 105 dan 106 ..................................... 76
Free Span 108 dan 109 ..................................... 76
Free Span 111 dan 112 ..................................... 76
Koordinat Top of Pipe yang Jumping pada Free
Span 99, 100, 101, dan 102 (Atas) dan Free Span
103 dan 106 (Bawah)........................................ 78
Free Span 103 dan 106 dengan Tinggi dari Data
SBP (Atas) dan Posisinya pada Citra SSS (Bawah)
........................................................................ 79
Free Span 108 dan 110 dengan Tinggi dari Data
SBP (Atas) dan Posisinya pada Citra SSS (Bawah)
........................................................................ 80
Top of Pipe dari Free Span 103 ......................... 81
Top of Pipe dari Free Span 106 ......................... 81
Top of Pipe dari Free Span 106 ......................... 81
Top of Pipe dari Free Span 108 ......................... 82
Top of Pipe dari Free Span 108 ......................... 82
Top of Pipe dari Free Span 110 ......................... 82
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Komparasi Posisi Free Span dari Data SSS dan MBES
............................................................................... 65
Tabel 4.2 Komparasi Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP ...... 67
Tabel 4.3 Komparasi Panjang Free Span dari Data SSS dan SBP
............................................................................... 67
Tabel 4.4 Komparasi Tinggi Free Span dari Data SSS dan SBP 68
Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X....... 70
Tabel 4.6 Pipeline Support yang Terdeteksi............................. 75
xxi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xxii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi adalah kebutuhan global yang tidak dapat
dipungkiri, terutama minyak dan gas (migas). Permintaan
terhadap migas terus meningkat seiring dengan
berkembangnya industri migas sehingga harus dibarengi
dengan distribusi yang tepat, khususnya pada area lepas
pantai. Pembangunan pipa bawah laut merupakan salah satu
sistem distribusi pengangkutan material tersebut. Namun,
saluran pipa ini memerlukan inspeksi secara berkala untuk
menghindari risiko kerugian material terhadap industri itu
sendiri dan juga dampaknya terhadap lingkungan, seperti
misalnya bila terjadi kerusakan atau kebocoran.
Pipa bawah laut merupakan saluran pipa yang sangat
panjang yang digunakan untuk pendistribusian material cair
maupun gas antar anjungan atau dari anjungan ke darat.
Banyak aspek yang harus diperhatikan dalam perancangan
saluran pipa bawah laut, antara lain tebal dinding, pemilihan
material, peninjauan rute, pemilihan rute, data lingkungan,
perlindungan katodik terhadap korosi, kestabilan pada
permukaan dasar laut, analisis tekuk, ekspansi termal,
analisis kelelahan, dan analisis terhadap bentang bebas (free
span) atau bagian pipa yang tidak tertumpu.
Dinamika di lautan, seperti erosi, sand wave, dan rock
beam dapat menyebabkan terjadinya free span. Panjang free
span ini sebaiknya dijaga dalam batas yang diizinkan pada
proses perancangan baik selama atau setelah instalasi dengan
cara memberikan support atau penopang. Untuk mendeteksi
free span tersebut dilakukan inspeksi secara berkala. Inspeksi
pipa membutuhkan informasi yang teliti mengenai kondisi
dasar laut. Survei inspeksi pada umumnya memanfaatkan
berbagai macam instrumen hidroakustik, seperti Multibeam
Echosounder (MBES), Side Scan Sonar (SSS), dan Sub-
1
2
bottom Profiler (SBP). Ketiga alat ini sama-sama
memanfaatkan gelombang akustik, namun memiliki prinsip
kerja yang berbeda.
MBES dimanfaatkan untuk survei batimetri, yaitu
survei yang dimaksudkan untuk mendapatkan data
kedalaman dan topografi dasar laut, termasuk lokasi dan
luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan (Pasek,
2011 dalam Subroto, 2012). SSS mampu membedakan besar
kecil partikel penyusun permukaan dasar laut, seperti batuan,
lumpur, pasir, kerikil, atau tipe-tipe dasar perairan lainnya
(Bartholoma, 2006 dalam Gustiawan, 2012). SBP dapat
menembus dasar laut untuk melihat struktur geologinya
(Ramdhani, 2011), yang dalam Tugas Akhir ini dibatasi pada
interpretasi indikasi pipa saja.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini antara lain:
1. Bagaimanakah perbandingan data MBES, SSS, dan SBP
dalam mendeteksi indikasi free span.
2. Apakah metode terbaik untuk mendeteksi panjang dan
tinggi indikasi free span.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini antara lain:
1. Data MBES, SSS, dan SBP yang digunakan merupakan
data yang diperoleh dari PT. Mahakarya Geo Survey
(MGS).
2. Pengolahan data SSS untuk menghasilkan citra dasar laut
yang baik untuk interpretasi pipa dan free span pipa.
3. Pengolahan data SBP untuk melihat indikasi pipa dan free
span pipa.
4. Pembuatan peta batimetri dari data MBES dan profil
memanjang saluran pipa untuk penyajian data kedalaman
dan morfologi dasar laut sepanjang pipa.
3
5. Analisis perbandingan data MBES, SSS, dan SBP untuk
merekomendasikan metode terbaik dalam pendeteksian
indikasi free span.
1.4 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah:
1. Menganalisis perbandingan data MBES, SSS, dan SBP
untuk mendeteksi indikasi free span.
2. Merekomendasikan metode terbaik untuk mendeteksi
panjang dan tinggi indikasi free span.
1.5 Manfaat
Manfaat dari tugas akhir ini adalah:
1. Memperoleh perbandingan data MBES, SSS, dan SBP
dalam pendeteksian free span.
2. Dapat merekomendasikan metode terbaik untuk
mendeteksi panjang dan tinggi indikasi free span.
4
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Surve i Hidrografi
2.1.1 De finisi Surve i Hidrografi
Istilah hidrografi pertama kali dikemukakan oleh
International Hydrographic Organization (IHO) pada
Special Publication Number 32 (SP-32) tahun 1970 dan
Group of Experts on Hydrographic Surveying and Nautical
Charting dalam laporannya pada Second United Nation
Regional Cartographic Conference for the Americas di
Mexico City tahun 1979. IHO mengemukakan bahwa
hidrografi yakni (Poerbandono, 2005 dalam Yuwono, 2005):
“that branch of applied science which deal with
measurement and description of physical feature of the
navigable portion of earth’s surface and joining coastal
areas, with special reference to their use for the purpose of
navigation”.
Dari definisi di atas, dapat diterjemahkan bahwa
hidrografi merupakan cabang ilmu terapan yang membahas
tentang pengukuran dan deskripsi atau uraian unsur bagian
permukaan bumi yang dikaitkan dengan daerah pantai
dengan acuan tertentu untuk keperluan navigasi. Terdapat
pula definisi tentang hidrografi yang dikemukakan oleh
Group of Experts on Hydrographic Surveying and Nautical
Charting bahwa definisi hidrografi adalah:
“the science of measuring, describing, and depecting nature
and configuration of the seabed, geographical relationship
to landmass, and characteristics and dynamics of the sea”.
Secara ringkas bahwa hidrografi merupakan ilmu
pengetahuan tentang pengukuran penjelasan, gambaran
5
6
alamiah dan konfigurasi dasar laut, keterkaitan massa bumi,
dan karakteristik serta dinamika laut.
Dalam perkembangannya, IHO mendefinisikan
kembali hidrografi sebagai berikut:
“that branch of applied science which deal with
measurement and description of the feature of the seas and
coastal areas for the primary purpose of navigation and all
other marine purpose and activities, including inter alia
offshore activities, research, protection of the environment,
and prediction services”.
Definisi tersebut lebih luas jangkauannya yakni bukan
sekedar pengukuran dan navigasi saja, akan tetapi sudah
sampai ke aktivitas lepas pantai dan proteksi terhadap
lingkungan. Salah satu kegiatannya adalah industri maritim
yang mana tentunya memerlukan kegiatan-kegiatan survei di
antaranya survei penentuan posisi, survei batimetri,
pengamatan pasang surut, pengamatan arus, pengamatan
gelombang, sedimen, temperatur, salinitas, survei seismik,
survei magnetik, serta survei gravimetri.
2.1.2 Standard IHO untuk Survei Hidrografi (S-44)
Berdasarkan S-44 dari IHO edisi ke-5 yang
dipublikasikan pada Februari 2008 berisi panduan yang lebih
jelas mengenai fitur dasar laut dan sejumlah bahasan tentang
kemampuan sistem untuk mendeteksi fitur dan karakteristik
fitur yang terdeteksi. Disimpulkan bahwa S-44 menetapkan
standard minimum survei yang dilakukan untuk keselamatan
navigasi. Penentuan karakteristik yang tepat dari fitur yang
terdeteksi maupun sistem dan prosedur tertentu untuk
mendeteksi fitur tersebut menjadi tanggung jawab dan
kewenangan dari setiap negara, relevan dengan organisasi
pemerintah yang menanganinya. Bahasan publikasi S-44
yakni:
1. Klasifikasi survei
7
Survei hidrografi dibedakan menjadi empat orde yang
berbeda, diantaranya:
 Orde khusus
Digunakan pada daerah kritis yang berpotensi
membahayakan kapal. Contohnya pelabuhan dan alur
masuknya.
 Orde 1a
Diperuntukkan bagi pelabuhan, alur navigasi, dan
daerah pantai dengan lalu lintas komersial yang padat
di mana kondisi dasar lautnya tidak begitu
membahayakan kapal (misalnya lumpur atau pasir).
Berlaku terbatas di perairan dengan kedalaman kurang
dari 100 meter.
 Orde 1b
Untuk perairan yang fitur dasar lautnya tidak
membahayakan kapal. Orde ini digunakan pada
perairan yang dalamnya kurang dari 100 meter yang
tidak termasuk orde khusus dan 1a.
 Orde 2
Digunakan pada daerah lepas pantai yang tidak disebut
dalam orde khusus, 1a, atau 1b di mana kedalamannya
lebih dari 100 meter.
2. Penentuan posisi
Posisi menggunakan kerangka referensi geosentrik
berdasarkan International Terrestrial Reference Frame
(ITRF), misalnya World Geodetic System (WGS84). Bila
menggunakan datum horisontal lokal, datum lokal
tersebut harus diikatkan pada kerangka referensi
geosentrik berdasarkan pada ITRF.
3. Kedalaman
Kedalaman hasil pengukuran memerlukan reduksi
terhadap variasi muka air sehingga diperlukan adanya
pengamatan pula terhadap pasang surut air laut yang
terjadi saat survei dilaksanakan. Kedalaman yang
direduksi adalah terhadap chart datum.
8
4. Pengukuran lainnya
Terdapat pula pengamatan lainnya yang diperlukan, tetapi
tidak dalam semua survei. Pengamatan tersebut antara
lain: pengambilan sampel dasar laut, koneksi dengan
datum di darat, prediksi pasang surut, dan pengamatan
aliran dan arus.
2.2 Surve i Batimetri
2.2.1 De finisi Surve i Batimetri
Survei batimetri merupakan survei untuk melakukan
pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh
gambaran (model) bentuk permukaan (konfigurasi) dasar
perairan (seabed surface). Bentuk permukaan yang dimaksud
hanya sebatas pada konfigurasinya saja, tidak sampai pada
kandungan materialnya ataupun biota yang tumbuh di
atasnya, semata-mata bentuk (Poerbandono, 1999).
Menurut IHO, survei batimetri adalah “measured or
charted depth of water or the measurement of such depth”
(IHO, 1970). Pengukuran kedalaman dilakukan secara
bersamaan dengan pengukuran posisi horisontalnya.
Kedalaman diukur dengan instrumen gelombang akustik,
sedangkan posisi horisontal didapatkan dari penentuan posisi
menggunakan Global Positioning System (GPS) dengan
metode diferensial atau DGPS. Pasang surut air laut juga
berpengaruh terhadap survei dikarenakan variasi muka laut
sehingga diperlukan pengamatan pasang surut untuk
mereduksi hasil survei terhadap dinamika air laut tersebut.
2.2.2 Penentuan Kedalaman
Pemeruman atau sounding merupakan salah satu
metode penentuan kedalaman dengan menggunakan prinsip
pantulan gelombang akustik (Yuwono, 2005). Alat yang
digunakan untuk kegiatan ini adalah perum gema atau
Echosounder. Pengukuran kedalaman menggunakan
Echosounder merupakan pengukuran kedalaman secara tidak
9
langsung dengan mengukur waktu tempuh pulsa gelombang
akustik yang dipancarkan oleh transduser ke dasar laut dan
kembali ke transduser. Interval waktu tempuh pulsa
gelombang akustik tersebut kemudian dikonversi menjadi
kedalaman dengan prinsip sebagai berikut.
= ( .
)
Di mana:
D
: kedalaman laut yang diukur (m)
V
: cepat rambat gelombang akus tik dalam air (m/s )
Δt : interval waktu antara gelombang yang dipancarkan dan
diterima (s)
2.3 Multibeam Echosounder
2.3.1 Prinsip
Multibeam Echosounder (MBES) digunakan untuk
mengukur banyak kedalaman dari suatu susunan transduser.
Kedalaman diukur sepanjang sapuan (swath) oleh transduser.
Multibeam Echosounder dicirikan oleh parameter berikut:
 Frekuensi, pada rentang 12 – 500 kHz.
 Lebar sapuan 90° – 180° (2 – 12 x kedalaman air).
Akurasinya umumnya berkurang dengan bertambahnya
lebar sapuan. Untuk pengukuran yang akurat, lebar
sapuan normalnya dibatasi 4 x kedalaman air atau 120°.
 Lebar sorotan (beam), pada rentang 0,5° – 3°.
 Range resolution, tergantung pada kedalaman, resolusi
terbaik 1 – 15 cm.
10
Gambar 2.1 Prinsip Kerja Multibeam Echosounder
(Lekkerkerk, 2006)
2.3.2 Aplikasi
Multibeam Echosounder digunakan dalam kebanyakan
cabang survei hidrografi, dengan setiap cabang
menggunakan MBES untuk tujuan yang berbeda yakni
(Lekkerkerk, 2006):
1. Pengerukan
Digunakan untuk mengontrol proyek konstruksi dan
proyek yang memerlukan resolusi tinggi dengan cakupan
100% diperlukan.
2. Lepas pantai
Digunakan untuk inspeksi pipa, proyek peletakan pipa,
serta inspeksi struktur dengan ROV.
3. Survei pra-desain terkait dengan jalur pipa dan kabel
Khususnya menetapkan jalur yang layak berdasarkan
hasil Multibeam Echosounder. Namun, pada laut yang
lebih dalam, resolusi MBES berkurang sehingga biasanya
didukung oleh AUV atau ROV.
4. Pemetaan
Digunakan di area di mana memerlukan 100% cakupan
dasar laut. Hal ini disyaratkan oleh IHO (SP 44) untuk
pelabuhan, alur masuk kapal, dan area dangkal dengan
kepadatan lalu lintas yang tinggi.
5. Pemerintahan
11
Inspeksi dam, tanggul, dan pelabuhan. Bila digunakan
untuk keperluan pekerjaan inspeksi, MBES sering
digunakan dalam mode surface-looking, yang berarti
sudut terluarnya dari satu sisi dari MBES diarahkan pada
permukaan air, menciptakan sedikitnya cakupan 90° dari
obyek yang diinspeksi.
Gambar 2.2 MBES Diputar pada Sudut 45° untuk Pekerjaan
Inspeksi
(Lekkerkerk, 2006)
2.3.3 Sistem
Dengan kriteria lingkungan seperti yang disebutkan di
atas, desain sitem MBES terdiri dari bagian-bagian berikut:
1. Prosesor data akustik
Prosesor harus memproses jumlah data yang sangat
banyak, contohnya Seabat 8125 memiliki ping rate
maksimum 40 sapuan/detik dan setiap sapuan terdiri dari
240 sorotan. Prosesor data Seabat ini didasarkan pada
chip Digital Signal Processing (DSP), yang kekuatannya
ekivalen kira-kira dengan 50 prosesor Pentium pada 500
MHz.
2. Tampilan kontrol
Untuk melakukan pengaturan dan menampilkan
pembacaan serta status dari MBES itu sendiri.
3. Transduser
12
Parameter transduser MBES antara lain frekuensi, jumlah
sorotan, sudut sorotan, dan penilaian kedalaman
maksimum. Menurut ukurannya, transduser MBES dapat
dibagi menjadi flat array dan round array.
Keuntungan utama dari transduser round array adalah
ada hubungan langsung antara posisi dari unsur-unsur
yang diterima oleh transduser dan jumlah sorotan. Bila
menggunakan flat array, pendeteksian fase digunakan
untuk mendeteksi secara elektronik jumlah sorotan
berdasarkan pada sinyal kembali. Proses ini juga disebut
focusing of the array. Karena panjang gelombang sinyal
bergantung pada frekuensi dan kecepatan suara,
pemeriksaan kecepatan suara (sound velocity probe)
digunakan untuk mengoreksi perbedaan kecepatan suara
pada receive head.
Tergantung pada tipe MBES, array yang dipancarkan dan
diterima dapat dipisah atau digabung.
4. Sistem pendukung
Guna mengoperasikan sistem MBES, jumlah minimum
sistem survei lainnya yang dibutuhkan:
 Sensor gerak untuk mengukur pengaruh heave, roll,
dan pitch.
 Gyro compass untuk mengukur sudut yaw.
 Positioning system.
 Perangkat lunak akuisisi.
 Sound velocity probe untuk mengukur kecepatan suara
pada kedalaman yang berbeda (sound velocity profile).
2.3.4 Instalasi
MBES atau yang sering disebut Swath Sounder
umumnya digunakan untuk membuat Digital Terrain Model
(DTM) dengan akurasi yang sangat tinggi. Persyaratan
instalasinya:
1. Sounder sebaiknya sejajar seakurat mungkin dengan
sumbu horisontal dan vertikal kapal survei. Jika tidak
13
2.
3.
4.
5.
memungkinkan, kemiringan posisi sesedikit mungkin (<
5°) guna meminimalisir multiple reflection dari kapal
survei.
Sounder sebaiknya ditempatkan sejauh mungkin dari
peralatan
yang
menimbulkan
noise.
Misalnya
Echosounder yang beroperasi pada frekuensi yang sama,
mesin, dll. Apabila MBES dipasang di haluan kapal,
pastikan MBES tersebut dipasang cukup dalam
(minimum 0,5 – 1 m di bawah muka air di inshore dan >
1 m di offshore.
Sounder sebaiknya memiliki penglihatan bebas pada
keseluruhan cakupan sorotan dan tidak terganggu oleh
badan kapal.
Posisi Swath Sounder terkait dengan sistem survei lainnya
sebaiknya ditentukan seakurat mungkin.
Walaupun pemasangan transduser umumnya ditentukan
oleh jenis survei, pertimbangan harus memperhatikan
penyusunan MBES tidak menggangu operasi kapal survei
yang normal/aman.
Gambar 2.3 Instalasi di Samping dan Depan Kapal
(Lekkerkerk, 2006)
2.3.5 Cakupan Dasar Laut
Pada peta batimetri umumnya, dari sebuah area yang
luas mungkin membutuhkan hanya 1 kedalaman per 25 m2 di
mana survei konstruksi membutuhkan 10 kedalaman per 1
m2 . Untuk memenuhi cakupan ini, diperlukan penyesuaian
kecepatan survei dan jarak jalur.
Cakupan yang didapat ketika menggunakan Swath
Sounder tergantung pada sensor yang digunakan. Parameter-
14
parameter sensor berikut ini mempengaruhi cakupan yang
diperoleh:
1. Sektor sapuan
Semakin lebar sektor sapuan, semakin lebar area yang
dapat dicakup dengan satu jalur survei batimetri.
2. Sudut sorotan
Untuk Multibeam Echosounder, tidak hanya sektor
sapuan yang menentukan cakupan maksimum, tetapi juga
sudut sorotan. Jumlah titik per meter persegi sebanding
dengan sudut datang dan sudut sorotan yang melalui
footprint seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.4 Footprint untuk Sektor Sudut Datang yang Berbeda
(30°, 90°, 60°, 5°)
(Lekkerkerk, 2006)
3. Cakupan dasar laut
Terpisah dari parameter khusus sensor ini, sejumlah
parameter eksternal juga dapat mempengaruhi cakupan
dasar laut yang diterima:
 Perubahan topografi dasar laut.
 Penyesuaian arah kapal survei terhadap jalur.
 Kesejajaran MBES.
 Gerakan kapal.
15
Gambar 2.5 Cakupan MBES: Penyesuaian Jalur (1), Perubahan
Topografi Dasar Laut (2), Gerakan Roll dari Kapal (3)
(Lekkerkerk, 2006)
2.3.6 Kalibrasi
Kualitas data MBES tergantung dari sensor-sensor
yang terintegrasi dengannya. Oleh karena itu, diperlukan
kalibrasi terhadap sistem ini untuk mendapatkan nilai
koreksinya. Kalibrasi terhadap sensor di sini menggunakan
metode patch test. Patch test adalah sebuah metode
menggunakan patch atau bidang yang khusus dari dasar laut
untuk menentukan kesejajaran Swath Sounder. Sebelum
melakukan kalibrasi MBES, semua sistem tambahan
sebaiknya dikalibrasi terlebih dahulu. Dan juga profil
kecepatan suara sebaiknya diukur di area di mana patch test
akan dilakukan. Parameter berikut ini dapat ditentukan
dengan patch test:
 Latensi atau delay antara positioning sytem dan Swath
Sounder.
 Roll offset dari Sounder.
 Pitch offset dari Sounder.
 Yaw offset dari Sounder.
2.3.6.1 Latensi Posisi dan Kedalaman
Sebuah delay dapat dideteksi seakuratnya 10 – 50
msec. Nilai latensi yang umum antara 0,2 – 1 detik,
menyebabkan kesalahan pemosisian yang mana tergantung
16
pada kecepatan survei, dapat berada di mana saja antara 0,3 –
5 m. Koreksi latensi diperlukan karena kebanyakan
positioning system membutuhkan waktu untuk menghitung
posisi dari pengukuran mentah (raw), berbeda dengan
Echosounder yang mengukur hampir seketika.
Gambar 2.6 Latency Error versus Positioning Error pada
Kecepatan Survei yang Berbeda
(Lekkerkerk, 2006)
Untuk menentukan latensi, pilih lereng (slope) dengan
sudut antara 1:2 dan 1:5. Berlayar pada jalur tegak lurus
dengan lereng ini dengan kecepatan yang berbeda, satu
dengan kecepatan survei dan lainnya dengan kecepatan
maksimum atau kecepatan di mana kapal dapat melakukan
manuver. Hal ini harus dilakukan dengan arah yang sama.
Perbedaan profil dari lereng ini mengindikasikan adanya
delay antara positioning system dan MBES.
2.3.6.2 Kalibrasi Roll
Roll adalah parameter yang sangat penting ketika
menggunakan Swath Sounder karena kebanyakan Swath
Sounder akan menyapu tegak lurus searah dengan
pergerakan kapal survei. Kesalahan ini akan dapat diabaikan
untuk sorotan pusat dan mencapai maksimumnya untuk
sorotan terluar.
Guna menentukan roll offset, pilih area sedatar
mungkin. Pada umumnya, semakin dalam dasar laut semakin
17
akurat penentuan kesalahan roll. Lakukan pada sebuah jalur
dengan arah yang berlawanan di atas dasar laut yang datar ini
dengan kecepatan yang sama. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar di bawah.
Gambar 2.7 Penentuan Roll Offset
(Lekkerkerk, 2006)
2.3.6.3 Kalibrasi Pitch
Pitch adalah parameter lain yang sangat penting ketika
melakukan sounding di laut dalam atau ketika sounding pada
lereng. Saat survei dasar laut yang datar, pitch offset akan
menciptakan dasar laut yang lebih dalam atau lebih dangkal
dari dasar laut yang sebenarnya tergantung pada arah offset.
Masalah lainnya dengan pitch offset adalah ketika sounding
pada lereng. Dikarenakan kesalahan pitch, lereng akan
ditemukan pada posisi yang berbeda dari sebenarnya.
Untuk menentukan pitch offset, pilih area yang
memiliki lereng antara 1:3 dan 1:5. Jika memungkinkan,
pilih lereng yang dikelilingi oleh dasar laut yang datar. Pada
umumnya, semakin curam lereng semakin akurat penentuan
kesalahan pitch. Lakukan pada sebuah jalur dengan arah
yang berlawanan di atas lereng dengan kecepatan yang sama.
18
Gambar 2.8 Penentuan Pitch Offset
(Lekkerkerk, 2006)
2.3.6.4 Kalibrasi Yaw
Yaw juga termasuk dalam parameter penting yang
perlu diketahui ketika sounding pada lereng atau obyek
sekitarnya. Ketika survei pada dasar laut yang datar, yaw
offset tidak akan menyebabkan perbedaan pada kedalaman
dasar laut. Begitu pula dengan saat melakukan survei pada
area dengan lereng, tidak akan ada kesalahan kedalaman,
yang ada hanya pergeseran posisi yang bervariasi sepanjang
jarak tersebut.
Untuk menentukan yaw offset, pilih area yang
memiliki lereng antara 1:3 dan 1:5 atau dengan obyek yang
berbeda-beda di dasarnya. Jika memungkinkan, pilih lereng
yang dikelilingi oleh dasar laut yang datar. Pada umumnya,
semakin curam lereng semakin akurat penentuan kesalahan
yaw. Lakukan pada dua jalur dengan arah yang sama di
samping obyek. Jarak antar jalur harus menciptakan
pertampalan (overlap) di tengah jalur tersebut dengan
kecepatan yang sama.
19
Gambar 2.9 Penentuan Yaw Offset
(Lekkerkerk, 2006)
2.3.6.5 Kalibrasi Cepat Rambat Gelombang Suara
Kecepatan gelombang suara dalam air dipengaruhi
oleh temperatur, salinitas, dan densitas air laut, sehingga
menjadikan nilainya tidak selalu sama untuk setiap daerah
survei. Profil kecepatan suara ini diambil menggunakan alat
CTD (Conductivity Temperature and Depth) atau dengan
SVP (Sound Velocity Profiler).
Data profil kecepatan suara ini didapatkan dengan cara
kapal melewati jalur survei sebanyak minimal dua kali
dengan relief dasar laut yang relatif datar. Kemudian pada
masing-masing titik dilakukan pengambilan data salinitas,
suhu, tekanan, dan kecepatan suara menggunakan SVP.
Pengambilan data ini bertujuan untuk mengetahui waktu
tempuh gelombang suara secara akurat (Hasanudin, 2009).
20
Gambar 2.10 Contoh Profil Kecepatan Suara dalam Air
(Beyer, 2005 dalam Hasanudin, 2009)
2.4 Pasang Surut
2.4.1 De finisi Pasang Surut
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut
(pasut) diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara
berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa
terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi.
Sedangkan menurut Dronkers (1964), pasang surut laut
merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh
kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari bendabenda astronomi terutama oleh matahari, bumi, dan bulan.
Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena
jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut
sangat mempengaruhi dalam proses survei hidrografi,
sehingga diperlukan koreksi pasang surut pada hasil survei
hidrografi.
2.4.2 Faktor Penyebab Pasang Surut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang
surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi
pada sumbunya, revolusi bulan terhadap bumi, dan revolusi
21
bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori
dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi
bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga
terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi
pasang surut di suatu perairan, seperti topografi dasar laut,
lebar selat, dan bentuk teluk, sehingga berbagai lokasi
memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik
gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah
dorongan ke arah luar pusat rotasi. Meskipun ukuran bulan
lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali
lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih
dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan
menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasional di laut.
Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi,
yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital
bulan dan matahari (Priyana,1994).
2.4.3 Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda
terhadap gaya pembangkit pasang surut sehingga terjadi tipe
pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers
(1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu:
1. Pasang surut diurnal
Yaitu bila dalam sehari terjadi satu kali pasang dan satu
kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. Pasang surut semi diurnal
Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut yang hampir sama tingginya.
3. Pasang surut campuran
Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi
khatulistiwa (deklinasi kecil), pasang surutnya bertipe
22
semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati
maksimum, terbentuk pasut diurnal.
2.4.4 Tujuan Pengamatan Pasang Surut
Tujuan pengamatan pasang surut secara umum adalah
sebagai berikut (Djaja, 1989 dalam Yuwono, 2005):
 Menentukan permukaan air laut rata-rata (MLR) dan
ketinggian titik ikat pasut (tidal datum plane) lainnya
untuk keperluan survei rekayasa dengan melakukan satu
sistem pengikatan terhadap bidang referensi tersebut.
 Memberikan data untuk peramalan pasut dan arus, serta
mempublikasikan data ini dalam tabel tahunan untuk arus
dan pasut.
 Menyelidiki perubahan kedudukan air laut dan
pergerakan kerak bumi.
 Menyediakan informasi yang menyangkut keadaan pasut
untuk proyek teknik.
 Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai
tertentu.
 Melengkapi informasi untuk penyelesaian masalah
hukum yang berkaitan dengan batas-batas wilayah yang
ditentukan berdasarkan pasut.
2.4.5 Ke dudukan Permukaan Air Laut
Ada beberapa kedudukan permukaan air laut, yaitu
(Djaja, 1989 dalam Yuwono, 2005):
 Mean Tide Level, yaitu kedudukan rata-rata permukaan
air laut untuk satu periode.
 Mean High Water Spring (MHWS), yaitu kedudukan
permukaan air pasang rata-rata selama satu tahun di mana
deklinasi bulan rata-rata adalah 23,5°.
 Mean Low Water Spring (MLWS), yaitu kedudukan
permukaan air surut rata-rata selama satu tahun di mana
deklinasi bulan rata-rata adalah 23,5°.
 Mean High Water Neaps.
23
 Mean Low Water Neaps.
 Mean Higher High Water (MHHW), yaitu tinggi rata-rata
dari dua air tinggi harian yang ada selama periode
tertentu. Apabila pasutnya mempunyai karakteristik
harian, harga MHHW biasanya dijelaskan sebagai
MHWS. Apabila hanya satu tinggi air yang terjadi selama
satu hari, maka besaran ini diambil sebagai Higher High
Water.
 Mean Lower Low Water (MLLW), yaitu tinggi rata-rata
dua air rendah harian selama periode tertentu. Untuk
pasut harian, nilai MLLW biasanya digunakan dari nilai
MLWS. Apabila hanya terdapat satu nilai rendah dalam
satu hari, besaran ini diambil sebagai Lower Low Water.
 Mean Sea Level (MSL), yaitu ketinggian rata-rata
permukaan air laut dalam jangka waktu tertentu. Paling
sedikit satu hari, misalnya satu bulan dan satu tahun.
Harga yang terbaik diperoleh dari pengamatan yang
dilakukan dalam waktu 18,6 tahun.
 Lowest Water of Ordinary Spring Tide (LWOST), yaitu
permukaan air laut yang terjadi akibat pengaruh gaya dan
penyusutan. Jadi, tidak didefinisikan secara pasti.
Untuk acuan atau referensi dasar tinggi dari hasil
pasut, dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan yang
diinginkan, misalnya MSL/MLR.
2.5 Penentuan Posisi
2.5.1 Global Pos itioning System
Global Positioning System (GPS) adalah sistem radio
navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Nama
formalnya adalah NAVSTAR GPS (Navigation Satellite
Timing and Ranging Global Positioning System). GPS
didesain untuk memberikan informasi posisi, kecepatan, dan
waktu. Pada dasarnya GPS terdiri atas 3 segmen utama,
yaitu:
1. Segmen angkasa (space segment)
24
Terdiri dari 24 satelit yang terbagi dalam 6 orbit dengan
inklinasi 55° dengan ketinggian 20.200 km dan periode
orbit 11 jam 58 menit.
2. Segmen sistem kontrol (control system segment)
Mempunyai tanggung jawab untuk memantau satelit GPS
agar satelit dapat tetap berfungsi dengan tepat. Misalnya
untuk sinkronisasi waktu, prediksi orbit, dan monitoring
“kesehatan” satelit.
3. Segmen pemakai (user segment)
Segmen pemakai merupakan pengguna, baik di darat,
laut, maupun udara, yang menggunakan receiver GPS
untuk mendapatkan sinyal GPS sehingga dapat
menghitung posisi, kecepatan, waktu, dan parameter
lainnya.
Gambar 2.11 Segmen GPS
(Abidin, 2007)
2.5.2 Metode Penentuan Posisi dengan GPS
Pada dasarnya konsep penentuan posisi dengan GPS
adalah reseksi (pengikatan ke belakang) dengan jarak, yaitu
dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit
GPS yang koordinatnya telah diketahui. Posisi yang
diberikan oleh GPS adalah posisi 3 dimensi (x, y, z atau , β,
h) yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic
25
System) 1984, sedangkan tinggi yang diperoleh adalah tinggi
ellipsoid. Secara garis besar penentuan posisi GPS dibagi
menjadi dua metode, yaitu:
1. Metode absolut
Dikenal dengan point positioning, menentukan posisi
hanya berdasarkan pada 1 pesawat penerima saja.
Ketelitian posisi dalam beberapa meter dan umumnya
hanya digunakan untuk navigasi saja.
2. Metode diferensial
Ketelitian
posisi secara absolut yang hanya
mengggunakan satu receiver GPS, dapat ditingkatkan
dengan menggunakan penentuan posisi secara diferensial
(relatif). Pada penentuan posisi diferensial, posisi suatu
titik ditentukan relatif terhadap titik lainnya yang telah
diketahui koordinatnya (titik referensi).
Gambar 2.12 Metode Penentuan Posisi Secara Diferensial
(Abidin, 2007)
2.6 Side Scan Sonar
Side Scan Sonar (SSS) digunakan untuk menghasilkan
citra dasar laut, yang mana diaplikasikan untuk investigasi
geologi dan pencarian obyek seperti bangkai kapal, ranjau,
dan pipa.
26
2.6.1 Teori Operasi
Side Scan Sonar adalah metode pencitraan bawah air
yang didasarkan pada prinsip akustik bawah air. Instrumen
ini sangat sensitif dan dapat mengukur fitur yang lebih kecil
dari 10 cm. Kegunaannya termasuk:
 Pendeteksian obyek (ranjau, kapal karam, pipa, pesawat
jatuh, kargo yang hilang).
 Klasifikasi dasar laut (tipe sedimen, lapisan batuan, riak
pasir).
 Inspeksi konstruksi bawah air (konstruksi lepas pantai,
wellhead, pipa minyak, jembatan, tiang pancang, dinding
pelabuhan).
Instrumen Side Scan Sonar ditarik di belakang atau
dipasang pada kapal dan sering disebut Tow Fish atau Sonar
Fish. Instrumen ini mengirim sinyal Sonar dengan pulsa
yang tegak lurus dengan arah Tow Fish. Sinyal suara tersebut
memantul di dasar laut dan kembali ke Sonar Fish. Sonar
Fish memiliki receiver yang sensitif yang disebut juga
sebagai hydrophone yang menerima sinyal kembali.
Guna memperoleh hasil terbaik yang dimungkinkan,
kebanyakan sistem adalah sistem dual frequency. Frekuensi
tinggi seperti 500 kHz – 1 MHz memberikan resolusi
bermutu tinggi, tetapi energi akustiknya hanya menjangkau
jarak yang pendek. Frekuensi yang lebih rendah seperti 50
kHz – 100 kHz memberikan resolusi yang lebih rendah, tapi
jarak yang dapat dijangkau lebih jauh.
Ketika pulsa suara mencapai dasar laut, sinyal suara
bisa saja diserap, dipantulkan seperti pada cermin, atau
dihamburkan ke berbagai arah yang berbeda. Suara yang
dihamburkan kembali ke arah Sonar Fish disebut
back scatter.
27
Gambar 2.13 Diagram Penyerapan, Penghamburan, dan
Pemantulan Gelombang Suara
(Lekkerkerk, 2006)
Seberapa banyak penghamburan, back scatter, dan
penyerapan yang terjadi tergantung pada sifat material.
Material keras, seperti batu, akan menghamburkan lebih
banyak suara dibandingkan material halus, seperti lumpur,
yang akan menyerap lebih banyak suara. Perbedaan jumlah
hamburan menyebabkan perbedaan jumlah sinyal suara yang
kembali ke Sonar Fish dan perbedaan citra dasar laut.
Data SSS yang merepresentasikan back scatter
diterima oleh Sonar Fish dari insonified region di dasar laut.
Backscatter akustik adalah sebagai fungsi:
 Sudut datang dari gelombang akustik di depan dasar laut.
 Kekasaran permukaan.
 Kontras impedance yang melewati antarmuka solid-water
(sedimen dasar laut yang lebih keras/lebih tegas atau
obyek yang menghasilkan back scatter yang lebih tinggi
dan muncul lebih gelap pada record final; karang dan
kerikil adalah reflektor yang lebih baik daripada lumpur
atau pasir).
 Topografi (lereng bagian atas yang menghadap Sonar
Fish adalah reflektor yang jauh lebih baik dibandingkan
lereng bagian bawah dikarenakan perbedaan pada sudut
datang).
Dengan citra SSS, back scatter yang tinggi
direpresentasikan oleh warna yang lebih gelap, back scatter
rendah oleh warna terang, back scatter nol direpresentasikan
dengan warna putih. Pada umumnya, area dengan
28
back scatter tinggi diasosiasikan dengan sedimen yang relatif
coarser-grained (berbutir kasar), hard substrata (substrat
keras), steep slopes (lereng curam), dan rough seabed (dasar
laut yang kasar). Area dengan back scatter rendah
sedimennya relatif finer-grained (berbutir lebih halus) yakni
dasar laut yang datar dan halus. Warna putih juga dikenal
sebagai shadow yang merupakan hasil dari acoustic
blank ing, ketika suatu obyek atau struktur menghalangi pulsa
suara dari SSS.
2.6.1.1 Geometri
Tipikal geometri dari operasi SSS adalah sebagai
berikut:
1. Slant range: jarak dari Sonar Fish ke titik-titik di dasar
laut. Slant range sama dengan jalan yang dilalui
gelombang suara dari Sonar ke titik tersebut dan kembali
lagi ke Sonar.
2. Horizontal range: jarak horizontal antara posisi, tepatnya
bagian bawah Sonar Fish dan titik yang sama di dasar.
Nilai horizontal range dapat dihitung dari tinggi Sonar
dan slant range dengan menggunakan teorema
pythagoras.
3. Maximum range: nilai maksimum dari slant range.
Adalah pengaturan sistem, mengatur seberapa jauh
pindaian Side Scan Sonar.
4. Insonified area: keseluruhan area yang tercakup oleh
sorotan Sonar.
Gambar 2.14 Penampang Melintang Sonar Fish
(Lekkerkerk, 2006)
29
2.6.1.2 Rekaman
Gambar yang disajikan di bawah ini merupakan
visualisasi bagaimana SSS mengakuisisi data dasar laut dan
juga hasil rekamannya.
Gambar 2.15 Sketsa yang Menggambarkan Kondisi Bawah
Permukaan Saat Perekaman
(Fish dan Carr, 1990 dalam Lekkerkerk, 2006)
Gambar 2.16 Rekaman Sonar Merepresentasikan Situasi Dasar
(Fish dan Carr, 1990 dalam Lekkerkerk, 2006)
30
Data rekaman di atas menunjukkan:
A. Pemicu pulsa suara atau tanda pertama dari pulsa akustik
pada sisi kiri dan kanan. Garis tipis menunjukkan jejak
Tow Fish.
B. Permukaan pertama yang ditangkap. Dalam kasus ini Tow
Fish berada lebih dekat ke permukaan daripada dasar laut.
Permukaan laut adalah reflektor yang baik dan mungkin
terlihat pada beberapa rekaman di mana jarak antara
Sonar dan permukaan sama dengan tingginya di atas
dasar.
C. Diketahui sebagai clutter yang disebabkan oleh pantulan
permukaan. Pada kasus ini clutter lebih terlihat pada
bagian kanan. Hal ini dikarenakan gelombang permukaan
adalah reflektor yang lebih baik pada bagian di bawah
angin daripada bagian di atas angin.
D. Adalah bagian dasar pertama yang ditangkap.
Pengecualian pada kondisi dasar yang sangat lembut.
Dasar pertama yang ditangkap adalah indikasi yang baik
dari tinggi Tow Fish. Rekaman memiliki bentang 75 m
pada kedua sisi, yang mana menghasilkan ketinggian Tow
Fish yang rendah sekitar 7,5 m. Ketinggian tersebut
seharusnya lebih baik tetap berada pada 10 – 15% dari
maximum range.
E. Merupakan area putih antara pulsa yang dipancarkan dan
dasar pertama yang ditangkap yang disebut dengan kolom
air.
F. Adalah target Sonar di dasar, pada contoh ini bangkai
kapal kecil.
G. Adalah bayangan akustik dari target. Karena target berada
di dasar laut, benda tersebut menghalangi bagian dari
energi akustik, menciptakan bayangan akustik di
belakangnya.
H. Merupakan informasi tambahan berupa tanda skala.
I. Merupakan informasi tambahan berupa pengaturan
operasional sistem.
31
2.6.2 Instalasi
Instalasi sistem Side Scan Sonar dapat dilakukan
dengan berbagai cara tergantung ruang lingkup survei dan
kondisi geografis dari area survei. Dalam pengoperasian dan
pemrosesan data Side Scan Sonar, ada dua persoalan yang
sangat penting, yakni citra Sonar harus sebaik mungkin dan
posisinya harus benar. Oleh karena itu dibutuhkan susunan
sistem yang terdiri dari:
 Sistem Side Scan Sonar, termasuk komputer, plotter, Tow
Fish, dan tow cable.
 Sistem pemosisian, di antaranya receiver GPS, komputer
untuk pemrosesan dan menampilkan data navigasi.
 Penghubung data antara dua sistem ini diperlukan pula
guna merekam data navigasi yang telah diproses pada
data Sonar.
2.6.2.1 Ditarik dari Buritan
Cara ini merupakan cara yang paling umum dalam
pengoperasian sistem Side Scan Sonar. Sederhana, murah,
dan handal. Dapat diterapkan pada hampir semua kapal tanpa
banyak melakukan modifikasi terhadap kapal itu sendiri.
Digunakan pada kedalaman dari yang hanya beberapa meter
hingga ribuan meter.
Gambar 2.17 Side Scan Sonar yang Ditarik dari Buritan
(Lekkerkerk, 2006)
32
Kekurangannya adalah untuk pekerjaan survei air
dangkal (< 20 m), ketika Tow Fish terlalu dekat dengan
permukaan air berakibat rentan terhadap noise permukaan
dan operasional kapal. Cara ini tidak menjadi masalah
apabila tow cable berada pada posisi lurus di belakang kapal.
Pada praktiknya masalah yang dapat muncul, yaitu:
1. Akibat dari adanya arus dari samping, Tow Fish dan
kabelnya menjauh. Sonar tidak terseret dalam garis lurus
dari kapal.
Gambar 2.18 Posisi Sonar yang Tidak Benar Akibat Arus dari
Samping
(Lekkerkerk, 2006)
2. Apabila depresor tidak digunakan, tow cable secara
normal akan melengkung.
Gambar 2.19 Posisi Sonar yang Tidak Benar Akibat
Melengkungnya Tow Cable
(Lekkerkerk, 2006)
Beberapa solusi untuk memperoleh posisi Tow Fish
yang benar antara lain:
33
 Solusi matematis: dengan mengukur sudut antara arah
kapal dan tow cable, koreksi dapat diperoleh.
 Akustik bawah air: dengan menggunakan USBL yang
terdiri dari transponder dan receiver. Alat ini berguna
untuk mengukur jarak dan sudut relatif dengan orientasi
kapal. USBL sensitif terhadap pantulan permukaan, maka
dari itu lebih baik digunakan untuk kedalaman lebih dari
20 m di bawah permukaan.
2.6.2.2 Dipasang pada Kapal
Metode ini diterapkan untuk perairan yang sangat
dangkal seperti jalur air pedalaman. Pastikan Sonar sejajar
dengan kapal sehingga keduanya memiliki arah yang sama.
Biasanya Sonar dipasang di bagian depan kapal, kira-kira 50
– 100 cm di bawah permukaan, tetapi untuk mencegah
kerusakan Sonar Fish, sebaiknya tidak lebih dalam dari
lambung kapal.
Gambar 2.20 Side Scan Sonar yang Dipasang di Kapal
(Lekkerkerk, 2006)
Kekurangannya adalah tidak dapat digunakan untuk
perubahan kedalaman dari beberapa meter menjadi puluhan
meter.
34
2.6.2.3 Metode Lainnya
1. Dipasang di ROV
Untuk inspeksi konstruksi lepas pantai, SSS bersama
dengan perekaman video diaplikasikan. Pada ROV,
beberapa instrumen dapat ditambahkan, seperti perekam
video, Side Scan Sonar, Vibrocore, dan Bottom Sampler.
Dan perlu diperhatikan pentingnya posisi ROV dan
parameter lainnya.
2. Dipasang di bawah pelampung
Survei di perairan dangkal dengan perahu kecil tidak
memungkinkan untuk Side Scan Sonar dipasang pada
perahu karena tidak cukup stabil. Pelampung digunakan
untuk towing Side Scan Sonar dan dengan kecepatan
perahu rendah.
2.6.3 Stabilitas Sonar Fish
Stabilitas Sonar di dalam air selama survei sangat
penting untuk citra Sonar yang baik dan pemosisian yang
akurat. Namun banyak faktor yang dapat menyebabkan
Sonar Fish tidak stabil. Terdapat beberapa jenis
ketidakstabilan Side Scan Sonar:
1. Heave dan Pitch
Walaupun merupakan gerakan yang berbeda, keduanya
sering terjadi bersamaan. Menyebabkan berkurang dan
bertambahnya ketinggian Sonar Fish. Hasilnya
berdampak pada degradasi citra karena citra
merepresentasikan target yang lurus dengan lengkungan.
Ketika periode heave sangat panjang, degradasi citra
menjadi terbatas.
Sedangkan pitch dibuktikan dengan garis terang pada
rekaman Sonar. Karena pitch, sorotan Sonar tidak selalu
mengarah ke sisi samping dasar tetapi juga ke depan dan
ke belakang. Hal ini mengurangi back scatter dan
intensitas echo yang kembali.
2. Roll
35
Efek dari roll pada citra Sonar mirip dengan heave dan
pitch. Namun tidak sering terlihat.
3. Yaw
Yaw adalah ketidakstabilan khusus yang disebabkan
malfungsi sirip Tow Fish, instalasi yang buruk, atau tow
cable yang terlalu panjang ditambah pula dengan
depresor yang tidak dipasang dengan benar. Yaw
menyebabkan Sonar memindai satu sisi lebih lama dari
seharusnya dan kemudian secara cepat bergerak maju dan
memindai sisi lainnya dengan periode yang lebih pendek.
Gambar 2.21 Ilustrasi Ketidakstabilan Sonar Fish
(Lekkerkerk, 2006)
2.6.4 Interpretasi Citra Side Scan Sonar
2.6.4.1 Reflektivitas dan Bayangan
Sebuah rekaman SSS menampilkan intensitas echo
yang kembali. Bagian gelap pada rekaman menunjukkan area
permukaan dengan reflektivitas tinggi. Bagian terang
menunjukkan area dengan reflektivitas rendah. Karena
interpretasi adalah sebuah proses kualitatif, rekaman dibahas
secara kualitatif. Umumnya intensitas berhubungan dengan:
1. Sangat gelap: kondisi permukaan dasar laut yang sangat
keras dan sangat kasar, seperti rock outcrop, rock -dump,
36
konstruksi, pipa logam, barel minyak, kontainer kargo,
dan bangkai kapal.
2. Gelap: kondisi permukaan yang keras dan kasar, seperti
kerikil dan pasir yang sangat kasar, tanah gambut, tanah
liat keras yang kasar, obyek buatan manusia yang
kemungkinan besar logam, plastik, dan kayu.
3. Menengah: kondisi permukaan menengah, seperti pasir.
Riak pasir kasar yang tidak terjadi pada permukaan
sedimen yang lebih halus.
4. Terang: kondisi permukaan yang lembut dan halus,
seperti tanah liat halus dan endapan lumpur.
5. Sangat terang: kondisi permukaan yang lembut dan
sangat halus, bayangkan sebuah dasar seperti cermin
dengan pantulan sempurna dan tanpa backscatter.
Ukuran dan bentuknya memberikan indikasi apakah
benda tersebut alamiah atau buatan manusia. Ukuran dan
bentuk dari sebuah kapal dapat dikenali dengan mudah.
Untuk membedakan antara drum minyak yang rusak dan
sebuah karang dengan ukuran yang sama akan lebih sulit dan
lebih merupakan masalah interpretasi. Sebuah area yang luas
dengan intensitas sama atau terdapat pola mengindikasikan
bahwa dasar laut tersebut memiliki sedimen permukaan yang
sama.
Variasi periodik pada reflektivitas mengindikasikan
perubahan periodik dari dasar laut. contoh terbaik dari hal ini
adalah riak pasir (sand ripples). Riak pasir bervariasi dalam
bentuknya dari beberapa centimeter sampai ratusan meter
dan disebabkan oleh arus. Adanya riak selalu berupa indikasi
bahwa pasir adalah sedimen permukaan yang dominan. Jenis
soil lainnya tidak membentuk riak yang dapat dideteksi.
Obyek atau struktur dasar laut pada umumnya dapat
menjadi reflektor yang kuat. Oleh karenanya, bayangan
akustik sering diikuti oleh area dengan reflektivitas yang
tinggi. Beberapa variasi posisi bayangan ditunjukkan pada
gambar berikut.
37
Gambar 2.22 Bayangan Terjadi pada Cekungan dan Gundukan
(Lekkerkerk, 2006)
Gambar 2.23 Bayangan dari Obyek yang Menggantung
(Lekkerkerk, 2006)
2.6.4.1 Dimensi Kontak Side Scan Sonar
Dimensi dari kontak Sonar adalah panjang, lebar, dan
tinggi. Ketika rekaman Sonar telah dikoreksi untuk
kecepatan
dan slant range, rekaman tersebut
menggambarkan citra 2 dimensi dasar laut. panjang dan
tinggi dari suatu obyek dapat diukur secara langsung dari
citra tersebut. Begitu pula dengan tinggi dari suatu obyek
juga dapat diperoleh dari rekaman Sonar. Panjang bayangan
merupakan kombinasi dengan range dan tinggi dari SSS
38
yang digunakan untuk menentukan tinggi obyek. Prinsip
yang sama digunakan untuk menghitung tinggi free span dari
pipa atau kabel. Panjang bayangan tersebut seharusnya
diganti dengan jarak antara benda bereflektivitas tinggi
tersebut dan bayangannya.
Gambar 2.24 Tinggi Obyek Dapat Dihitung dari Slant Range dan
Tinggi Sonar
(Lekkerkerk, 2006)
2.7 Sub-Bottom Profiler
2.7.1 Aplikasi
Karakteristik pulsa suara dari Sub-Bottom Profiler
(SBP) yakni tidak hanya memantul, tetapi juga mampu
berpenetrasi menembus dasar dan memantul pada batas
geologi di bawah dasar laut. SBP mencakup dua aplikasi
utama dalam industri survei antara lain:
1. Pemetaan struktur geologi di bawah dasar laut
 Proyek penelitian pasir untuk mengetahui ketebalan
dan luas lapisan pasir di dasar laut.
 Investigasi kondisi lapisan tanah untuk penempatan
platform minyak untuk mengetahui di manakah
lapisan paling atas yang dapat menahan berat
platform.
39
 Perencanaan rute, yaitu pemetaan kondisi permukaan
sebagaimana struktur sub-bottom merupakan hal
krusial untuk saluran pipa atau kabel yang terkubur.
2. Mendeteksi obyek yang tenggelam atau terkubur
 Inspeksi saluran pipa untuk tindakan pencegahan
keamanan, yang mana kebanyakan pipa yang terkubur
sebaiknya tidak terlalu dekat dengan dasar laut.
 Pencarian bangkai kapal atau obyek tenggelam yang
besar lainnya. Bangkai kapal yang tenggelam atau
obyek besar lainnya akan tampak pada rekaman SBP.
Karena SBP tidak mencakup area selayaknya MBES
atau SSS, obyek yang dicari harus cukup besar untuk
dapat terdeteksi.
2.7.2 Teori Operasi
SBP dapat dipasang pada kapal survei atau ditarik dari
kapal tergantung dari jenisnya. Instrumen ini memancarkan
gelombang suara dan hasilnya disebut rekaman seismik atau
sub-bottom profile. Penetrasi dan resolusi dari sistem SBP
sebagian besar bergantung pada bentuk dan frekuensi dari
pulsa suara. Namun, penetrasi tinggi hanya mungkin
dilakukan dengan frekuensi rendah. Sedangkan resolusi
tinggi diperoleh dengan frekuensi tinggi. Sistem SBP
menggunakan frekuensi antara 1,0 kHz – 200 kHz.
2.7.2.1 Geometri
Tampilan skematik dari operasi SBP ditunjukkan pada
gambar di bawah. Segera setelah pulsa suara dipancarkan
pada t = 0, sistem dapat mulai merekam. Pulsa suara akan
memantul di dasar laut dan kembali ke receiver. Garis hitam
mengindikasikan perjalanan pantulan yang direkam. Grafik
di sebelah kanan adalah rekaman dari sebuah tembakan.
Sumbu vertikal adalah waktu tempuh.
Pantulan dari sebuah pulsa atau tembakan tunggal
direkam sebagai sebuah grafik waktu, di mana intensitas
40
terekam ditampilkan sebagai fungsi dari waktu two-waytravel. Rangkaian dari grafik waktu ini membentuk sebuah
rekaman. Rekaman tersebut selalu berbasis waktu bukan
kedalaman. Kedalaman dan ketebalan dapat dihitung dengan
menggunakan prinsip kecepatan suara, yang mana berbeda di
dalam air dan sedimen. Beberapa sistem merekam nilai
absolut dari amplitudo, sistem lainnya merekam amplitudo
positif dan negatif.
Gambar 2.25 Tampilan Skematik Operasi SBP yang Dipasang di
Kapal
(Lekkerkerk, 2006)
2.7.2.1 Sub-Bottom Profile
Sub-Bottom Profiler menampilkan hasil perekaman
yang berturutan. Data rekaman yang terpisah ini memberikan
sebuah profil dari kondisi sub-bottom. Sumbu horisontal
pada profil adalah rute survei kapal. Sumbu vertikal
berhubungan dengan kedalaman air dan kedalaman
penetrasi. Di bawah ini contoh sub-bottom profile
menggunakan Chirp.
41
Gambar 2.26 Rekaman Chirp, Danau Vättern, Sweden
(geoacoustics.com)
Berikutnya adalah rekaman Pinger dari sebuah
penampang melintang saluran pipa bawah laut yang ditandai
oleh bagian atas kurva parabolik. Bentuk hiperbolik adalah
hasil dari side reflection dan mengindikasikan adanya strong
point atau line reflector seperti batu besar (boulder) atau
saluran pipa, walaupun benda tersebut terkubur di bawah
dasar laut. Ukuran dari bentuk parabolik tersebut tergantung
kekerasan reflektor, kedalaman, dan lebar beam SBP.
Gambar 2.27 Rekaman Pinger, Penampang Melintang Saluran
Pipa
(geoacoustics.com)
2.7.3 Instalasi
Sistem SBP dapat diinstalasi dalam beragam cara. Hal
ini tergantung pada tipe peralatan, kemungkinan teknis, dan
42
konstruksi kapal survei. Setiap metode memiliki kekurangan
dan kelebihannya masing-masing.
2.7.3.1 Konstruksi Tetap
Konstruksi tetap kebanyakan digunakan untuk sistem
SBP yang meggabungkan source dan receiver dalam satu
alat. Keuntungan dari konstruksi tetap yakni:
1. Sistem SBP dapat diletakkan pada kedalaman di bawah
permukaan air untuk mengurangi noise permukaan dan
menghindari side reflection yang tidak diinginkan.
2. Posisi sistem SBP dapat dikalkulasi secara akurat, yang
mana berhubungan secara ideal dengan posisi dari refleksi
yang direkam.
3. Swell permukaan pada rekaman SBP dapat difilter secara
mudah dengan heave compensator.
Gambar 2.28 Contoh Konstruksi Tetap pada Bagian Samping
Kapal
(Lekkerkerk, 2006)
Kekurangan sistem ini adalah noise yang diakibatkan
oleh kapal survei, maka hanya dapat diterapkan pada
kecepatan survei tertentu.
43
2.7.3.2 Ditarik dari Buritan
Sistem SBP yang ditarik kebanyakan digunakan untuk
source dan receiver yang terpisah. Hydrophone adalah alat
yang sensitif yang sebaiknya bebas di air dan harus relatif
dekat dengan sumber seismik. Hal ini tidak memungkinkan
konstruksi secara tetap dikarenakan kapal akan menjadi
sumber noise yang signifikan bagi hydrophone yang
berperan sebagai receiver. Namun, sistem ini juga memiliki
kekurangan, di mana pemosisian sistem SBP menjadi kurang
akurat.
Gambar 2.29 Sistem Tarik untuk Ins talasi SBP
(Lekkerkerk, 2006)
2.8 Pemosisian Bawah Air dengan USBL
Ultra Short Baseline (USBL) adalah sistem
pemosisian bawah air di mana baseline dibentuk dari
transduser di kapal survei dan transponder yang terpasang di
44
Sonar Fish ataupun ROV yang artinya sistem USBL
mengestimasi posisi transponder relatif terhadap posisi
transduser di kapal.
Gambar 2.30 Prinsip Ultra Short Baseline
(sonardyne.com)
Estimasi posisi alat dikalkulasi dengan mengukur
waktu yang dibutuhkan oleh sinyal yang dipancarkan ke
transponder hingga sinyal itu kembali lagi ke kapal. Secara
operasional, metode USBL sangat efisien sebagai pemosisian
akustik.
2.9 Pipa Bawah Laut
2.9.1 De finisi Pipa Bawah Laut
Saluran pipa atau pipeline merupakan alat untuk
mengalirkan fluida (zat cair dan gas) dari satu atau beberapa
titik ke satu atau beberapa titik lainnya. Pipa bawah laut
merupakan saluran pipa yang berlokasi di laut.
Pipa bawah laut digunakan untuk berbagai maksud
dalam pengembangan sumber daya hidrokarbon di lepas
pantai, termasuk pipa transportasi untuk diekspor, pipa
penyalur untuk mengangkut produksi dari suatu platform,
pipa pengalir untuk injeksi bahan kimia, pipa pengalir untuk
mengangkut produksi antar-platform, subsea manifolds dan
satellite well (sumur-sumur satelit), dan pipeline bundles
45
(Soegiono, 2007 dalam Dewi, 2011). Banyak aspek yang
harus diperhatikan dalam perancangan saluran pipa,
khususnya pipa bawah laut, antara lain:
 Tebal dinding.
 Pemilihan material.
 Peninjauan rute.
 Pemilihan rute.
 Data lingkungan.
 Perlindungan katodik terhadap korosi.
 Kestabilan pada permukaan dasar laut.
 Analisis tekuk.
 Ekspansi termal.
 Analisis kelelahan.
 Analisis terhadap bentang bebas (free span) atau bagian
pipa yang tidak tertumpu.
2.9.2 Free Span
Free span adalah bentang bebas, yang dalam
kaitannya dengan saluran pipa adalah rentang di mana
terdapat bagian pipa yang tidak tertumpu. Kondisi ini terjadi
ketika terdapat jarak (gap) akibat kontak antara pipa dengan
dasar laut hilang. Panjang span didefinisikan sebagai
panjang di mana terdapat gap yang terus-menerus. Penyebab
terjadinya bentang pada pipa bawah laut adalah sebagai
berikut:
 Topografi dasar laut yang tidak rata.
 Perubahan topologi dasar laut, seperti erosi atau sand
wave.
 Balok-balok tumpuan buatan.
46
Gambar 2.31 Tipe Umum Free Span Pipa Bawah Laut
(Pratama, 2007)
Panjang bentang sebenarnya yang melebihi panjang
bentang yang diizinkan akan menyebabkan kegagalan lelah
(fatigue failure) pada pipa dan menyebabkan retak (crack )
pada lapisan beton yang melapisi pipa (concrete coating).
Crack yang merambat dapat menyebabkan concrete coating
terlepas.
Panjang bentang yang diizinkan dibagi menjadi dua
kriteria, yaitu panjang bentang statik dan dinamik. Panjang
bentang statik dipengaruhi oleh tegangan maksimum yang
diizinkan yang erat hubungannya dengan berat pipa di bawah
laut (submerged weight), tekanan, dan tipe tumpuan.
Sedangkan panjang bentang dinamik dipengaruhi oleh
permulaan VIV (onset of Vortex-Induced Vibration) yang
erat kaitannya dengan kegagalan lelah pada pipa, di mana
gelombang dan arus sangat mempengaruhi VIV.
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai aplikasi Side Scan Sonar
sebelumnya pernah dilakukan oleh Sari (2009) untuk deteksi
dan interpretasi target dasar laut di perairan Aceh.
Pengambilan data menggunakan instrumen akustik C-Max
47
Side Scan Sonar dengan frekuensi 325 kHz. Perangkat lunak
pengolahan dan analisis data menggunakan MaxView dan
Matlab. Pengolahan dan analisis yang dilakukan adalah
berdasarkan nilai pantulan sinyal, koefisien refleksi,
perhitungan dimensi dari masing-masing obyek yang
terdeteksi, dan jenis substrat yang mendominasi. Diperoleh
hasil bahwa ada empat target yang terdeteksi, yaitu pipa,
substrat lumpur, lumpur berpasir, dan obyek yang tidak
diketahui.
Penelitian menggunakan Sub-Bottom Profiler pernah
dilakukan oleh Ramdhani (2011) yang meneliti pengaruh
frekuensi akustik terhadap penetrasi instrumen ini. Wilayah
penelitian terletak di antara Selat Makassar dan Laut Flores.
Data hasil akuisisi diolah dengan perangkat lunak Promax
dan Matlab untuk mengevaluasi dan menganalisis data, serta
Seisee untuk melihat tampilan digital data. Hasilnya terdapat
perubahan amplitudo gelombang sejak merambat dari daerah
permukaan, dasar laut, dan di bawah dasar laut terhadap
respon frekuensinya. Semakin dalam gelombang merambat
ke dasar sedimen, maka semakin lemah frekuensi tingginya.
Faktor lain yang mempengaruhi amplitudo gelombang
akustik yang dipantulkan adalah sudut datang gelombang
akustik pada bidang pantul, atenuasi dari gelombang akustik
oleh sedimen, kehilangan energi akustik yang disebabkan
oleh penyebarannya ke segala arah, serta kehilangan energi
akustik yang disebabkan penyebarannya oleh bidang-bidang
reflektor yang permukaannya tidak teratur. Penggunaan
frekuensi rendah akan mendapatkan penetrasi batuan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi tinggi.
Subroto (2012) melakukan pengolahan data
Multibeam Echosounder pada survei pra-pemasangan pipa
bawah laut di bagian timur Pulau Kalimantan. Pengolahan
datanya menggunakan perangkat lunak QINSy untuk
memproses seluruh data survei, yaitu pasut, kecepatan suara
dalam air, data MBES, dan data SBES. Hasil akhirnya
48
berupa gambaran dasar laut lokasi rencana peletakan pipa.
Didapat bahwa topografi dasar laut di wilayah ini memiliki
resiko natural hazards, seperti pockmark dan coral outcrop.
Kedalaman minimum sekitar 50 meter dan maksimum
berkisar antara 80 – 90 meter.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Lapangan X, Laut Jawa
(bukan lokasi sebenarnya). Detail lokasi studi kasus tidak
akan disebutkan di dalam penelitian ini demi privasi
perusahaan penyedia data.
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (Bukan Lokasi Sebenarnya)
(maps.google.com)
3.2 Peralatan dan Bahan
3.2.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Hardware
 Komputer
 Plotter
b. Software
 Microsoft Office 2007
 Coda GeoSurvey 4.0.7
 Fledermaus 7.3
 AutoCAD Land Desktop 2009
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
 Raw Data Side Scan Sonar
49
50
 Raw Data Sub-Bottom Profiler
 Vektor crossline survei Sub-Bottom Profiler
 Data ASCII Multibeam Echosounder
3.3 Metodologi Penelitian
Adapun tahapan pelaksanaan penelitian Tugas Akhir
ini terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu Tahap Persiapan,
Tahap Pengolahan dan Analisis Data, dan Tahap Akhir.
3.3.1 Tahap Pelaksanaan
Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Pelaksanaan
51
Penjelasan diagram alir tahap pelaksanaan di atas
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
 Identifikasi Masalah
Topik yang diangkat pada penelitian ini adalah studi
aplikasi Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar,
dan Sub-Bottom Profiler untuk interpretasi pipa dan
free span-nya serta melakukan analisis terhadap
perbandingan ketiga data tersebut.
 Studi Literatur
Tahap ini merupakan proses mendapatkan referensi
mengenai teori dan prosedur pengolahan data SSS dan
SBP beserta koreksinya serta kelebihan dan
kekurangan instrumen tersebut dan MBES dari buku,
jurnal, maupun penelitian lainnya baik dalam lingkup
nasional maupun internasional.
 Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan yakni data survei SSS dan
SBP serta data MBES dengan format ASCII yang
diberikan oleh PT. Mahakarya Geo Survey.
2. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
 Pengolahan Data
Pengolahan data dimulai dari koreksi citra SSS dan
SBP, kemudian digitasi mosaic SSS dan grid MBES,
mencari panjang dan tinggi free span dari citra SSS,
mencari tinggi free span pada citra SBP, dilanjutkan
dengan membandingkan hasil ketiga instrumen.
 Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis selisih posisi pipa
dari data SSS dan MBES, selisih posisi pipa dari data
MBES dan SBP, dan selisih tinggi free span dari data
SSS dan SBP.
3. Tahap Akhir
 Kesimpulan
52
Menyimpulkan hasil yang didapat pada tahap analisis
dan merekomendasikan metode terbaik.
 Penyajian Data
Hasil akhir dari posisi pipa, panjang free span, dan
tinggi free span, serta rekomendasi metode terbaik
yang didapat disajikan dalam bentuk peta dan laporan.
3.3.2 Tahap Pengolahan Data
Diagram alir pengolahan data MBES, SSS, dan SBP
dibuat secara terpisah agar lebih jelas. Nantinya, ketiga hasil
pengolahannya dibandingkan dan dilakukan analisis.
3.3.2.1 Tahap Pengolahan Data Side Scan Sonar
START
Raw Data
SSS
A
Koreksi Slant
Range
Memudahkan
Interpretasi?
Seabed yang
Dipilih Tepat?
Ya
Tidak
Mosaicing
Mosaic
Navigation
Smoothing
Digitasi Pipa
Posisi
Pipa dari
SSS
1
Koreksi TVG
Digitasi Free Span
Posisi dan
Panjang Free
Span dari SSS
2
A
Mencari Tinggi
Free Span
Tinggi
Free Span
dari SSS
3
Ya
Ti dak
END
Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Data SSS
53
Penjelasan diagram alir tahap pengolahan data SSS di
atas adalah sebagai berikut:
1. Koreksi Slant Range
Berguna untuk mengoreksi jarak miring (slant range)
terhadap area putih atau disebut dengan kolom air yang
terekam pada sonar image.
2. Navigation Smoothing
Citra SSS diputar ulang untuk melihat bagaimana
pergerakan Sonar Fish di dalam air, lalu diterapkan
smoothing terhadap jumping yang terjadi.
3. Koreksi TVG
Menggunakan bantuan perangkat lunak Coda GeoSurvey
4.0.7, koreksi TVG diterapkan pada data sonar image
untuk mengoreksi back scatter yang mempengaruhi rona
citra sehingga interpretasi dapat lebih mudah dilakukan.
4. Mosaicing
Menggabungkan sonar image agar menjadi satu-kesatuan
untuk proses kalkulasi tinggi free span dan digitasi pipa
di AutoCAD Land Desktop 2009.
5. Digitasi Pipa
Melakukan digitasi saluran pipa pada citra SSS yang
menunjukkan indikasi pipa.
6. Digitasi Free Span
Melakukan digitasi free span pada citra SSS yang
menunjukkan indikasi free span.
7. Mencari Tinggi Free Span
Tinggi free span diperoleh dengan prinsip seperti yang
dijelaskan pada BAB II Sub-Bab 2.6.4.1.
3.3.2.2 Tahap Pengolahan Data Multibeam Echosounder
Dalam penelitian ini penulis tidak melakukan
pengolahan raw data MBES. Data telah diolah oleh pihak
MGS selaku pemilik data. Data yang penulis dapatkan
adalah telah berbentuk ASCII.
54
Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Data ASCII MBES
Penjelasan diagram alir tahap pengolahan data ASCII
MBES di atas adalah sebagai berikut:
1. Gridding
Data ASCII dikonversi menjadi bentuk sun-illuminated
image (grid dengan gradasi warna sebagai penanda
kedalaman) di perangkat lunak Fledermaus 7.3.
2. Digitasi Pipa
Melakukan digitasi saluran pipa pada sun-illuminated
image MBES yang menunjukkan indikasi pipa.
3. Build Surface
Pembuatan surface berupa DTM di AutoCAD Land
Desktop 2009.
4. Contouring
Generasi kontur dilakukan secara otomatis melalui
surface yang telah terbentuk.
5. Pembuatan Section
Profil dasar laut dapat dilihat dengan membuat section
dasar laut itu sendiri pada digitasi pipa yang melewatinya.
55
3.3.2.3 Tahap Pengolahan Data Sub-Bottom Profiler
Gambar 3.5 Diagram Alir Pengolahan Data SBP
Penjelasan diagram alir tahap pengolahan data SBP di
atas adalah sebagai berikut:
1. Koreksi TVG
Menggunakan bantuan perangkat lunak Coda GeoSurvey
4.0.7, koreksi TVG diterapkan pada data sub-bottom
profile
untuk
mengoreksi
back scatter
yang
56
2.
3.
4.
5.
mempengaruhi rona citra sehingga interpretasi dapat lebih
mudah dilakukan.
Interpretasi Top of Pipe
Interpretasi indikasi pipa dengan melihat kurva parabolik
yang terbentuk.
Mencari Posisi Top of Pipe
Koordinat top of pipe dicatat untuk selanjutnya
dibandingkan dengan posisi pipa dari MBES.
Mencari Tinggi Top of Pipe
Tinggi top of pipe relatif terhadap permukaan dasar laut.
Tinggi yang merupakan free span dicatat untuk
selanjutnya dibandingkan dengan tinggi dari SSS.
Pembuatan Profil Memanjang Pipa dan Seabed
Profil memanjang dibuat dari seabed section dari DTM
data MBES dengan tinggi top of pipe relatif terhadap data
tersebut.
3.3.2.4 Tahap Komparasi Posisi Pipa SSS dan MBES
Gambar 3.6 Diagram Alir Komparasi Posisi Pipa SSS dan MBES
57
Penjelasan diagram alir tahap komparasi posisi pipa
SSS dan MBES di atas adalah sebagai berikut:
1. Komparasi Posisi SSS dan MBES
Posisi pipa hasil digitasi mosaic SSS dan sun-illuminated
image MBES dibandingkan di AutoCAD Land Desktop
2009.
2. Offset Free Span SSS ke Posisi Pipa MBES
Free span yang didapat dari citra SSS disesuaikan
terhadap pipa dari digitasi sun-illuminated MBES.
3. Kalkulasi Selisih Posisi
Menghitung selisih posisi antara free span dari digitasi
mosaic SSS dengan offset free span tersebut ke pipa dari
digitasi sun-illuminated MBES.
3.3.2.5 Tahap Komparasi Posisi Pipa MBES dan SBP
Gambar 3.7 Diagram Alir Komparasi Posisi Pipa MBES dan SBP
Penjelasan diagram alir tahap komparasi posisi pipa
SSS dan MBES di atas adalah sebagai berikut:
1. Komparasi Posisi MBES dan SBP
58
Posisi top of pipe yang didapatkan dari sub-bottom profile
dan sun-illuminated image MBES dibandingkan di
AutoCAD Land Desktop 2009.
2. Kalkulasi Selisih Posisi
Menghitung selisih posisi antara pipa dari sub-bottom
profile dengan sun-illuminated image MBES.
3.3.2.6 Tahap Komparasi Panjang dan Tinggi Free Span
SSS dan SBP
Gambar 3.8 Diagram Alir Komparasi Panjang dan Tinggi Free
Span SSS dan SBP
Penjelasan diagram alir tahap komparasi panjang dan
tinggi pipa SSS dan MBES di atas adalah sebagai berikut:
1. Komparasi Panjang Free Span
Panjang free span yang didapatkan dari posisi top of pipe
dari sub-bottom profile dengan citra SSS dibandingkan.
2. Kalkulasi Selisih Panjang Free Span
Menghitung selisih panjang antara free span yang
didapatkan dari posisi top of pipe dari sub-bottom profile
dengan citra SSS.
59
3. Komparasi Tinggi Free Span
Nilai tinggi free span relatif terhadap dasar laut yang
didapatkan dari sub-bottom profile dan citra SSS
dibandingkan nilainya.
4. Kalkulasi Selisih Tinggi Free Span
Menghitung selisih tinggi antara free span relatif terhadap
dasar laut yang didapatkan dari sub-bottom profile dengan
citra SSS.
60
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data dan Hasil Penelitian
4.1.1 Batimetri
Data batimetri didapat dari akuisisi dengan
menggunakan instrumen akustik Singlebeam Echosounder
Odom Echotrac MKII dan Multibeam Echosounder (MBES)
Simrad EM3002 yang dipasang pada kapal survei MV MGS
Geosurvey. Sistem pemosisian menggunakan metode
diferensial dengan DGPS C-Nav 2050 bereferensi pada
datum WGS84 pada jalur survei sepanjang ± 14 kilometer.
Di samping itu, dilakukan juga survei penunjang terhadap
temperatur, salinitas, konduktivitas, densitas, dan tekanan air
yang mempengaruhi kecepatan suara dalam air, serta
pengamatan pasang surut.
Koreksi yang diterapkan saat pengolahan data
diantaranya pembersihan terhadap gangguan data atau yang
biasa disebut spike (paku) yang terjadi akibat operasional
kapal, gelembung air, dan faktor-faktor lainnya, lalu koreksi
profil kecepatan suara, serta pasang surut (Gambar 4.1)
untuk mereduksi kedalaman yang diperoleh terhadap variasi
muka air laut. Namun, dalam penelitian ini penulis
mendapatkan data berformat ASCII sehingga pengolahannya
terbatas pada gridding dan pembuatan surface saja.
Gambar 4.1 Profil Pasang Surut Air Laut
61
62
Hasil pengolahan datanya berupa peta batimetri dan
profil memanjang (lampiran lepas) yang disajikan dengan
skala horisontal 1 : 8000 dan skala vertikal 1 : 800 pada
kertas A3. Kedalaman pada peta tersebut dinyatakan
terhadap suatu chart datum tertentu yang tidak akan
disebutkan pada Tugas Akhir ini demi kepentingan
perusahaan penyedia data.
4.1.2 Citra Side Scan Sonar
Sonar image atau citra gambaran permukaan dasar laut
diperoleh dengan bantuan Side Scan Sonar (SSS) 272 TD
Dual Frequency yang menghasilkan citra dengan frekuensi
rendah dan tinggi secara bersamaan. Instrumen ini tidak
dipasang pada kapal seperti halnya MBES, melainkan ditarik
di belakang kapal. Survei ini dilakukan terhadap 7 jalur
survei dengan spasi ±50 meter. Hasilnya berupa 15 buah
citra dengan frekuensi rendah dan 15 citra berfrekuensi
tinggi.
Pengolahan data dilakukan dengan menerapkan
koreksi jarak miring (slant range) terhadap area putih atau
disebut dengan kolom air yang terekam pada sonar image
dan koreksi time-varying gain (TVG) yakni mengatur
back scatter yang mempengaruhi rona.
Gambar 4.2 Sebelum (Kiri) dan Sesudah (Kanan) Koreksi Slant
Range
63
Gambar 4.3 Sebelum (Kiri) dan Sesudah (Kanan) Koreksi TVG
Adapun semua citra yang diolah tersebut kemudian
dipilih 7 buah citra yang semuanya berfrekuensi tinggi
dikarenakan indikasi adanya saluran pipa bawah laut lebih
jelas terlihat. Gambar 4.4 di bawah merupakan contoh sonar
image pada jalur survei 02U yang telah dikoreksi. Rona
gelap menunjukkan obyek atau sedimen keras, sedangkan
rona terang adalah indikasi obyek atau sedimen lunak.
Gambar 4.4 Contoh Sonar Image yang Telah Dikoreksi
4.1.3 Sub-Bottom Profile
Data hasil pengukuran Sub-Bottom Profiler (SBP)
berupa citra yang disebut sub-bottom profile, di mana citra
64
ini merupakan gambaran kondisi struktur geologi di bawah
permukaan dasar laut. Alat yang digunakan adalah Geo
Acoustics 4x4 Pinger yang dipasang di kapal survei. Survei
dilakukan secara melintang terhadap jalur utama dengan
spasi ±100 meter dan tambahan ±50 meter pada beberapa
area.
Koreksi yang dilakukan terhadap data ini hanya
koreksi TVG agar kurva parabolik atau diffraction point
dapat terlihat jelas. Diffraction point dapat menandakan
suatu patahan atau mengindikasikan adanya saluran pipa.
Gambar berikut ini adalah sub-bottom profile pada jalur
survei melintang 10F.
Gambar 4.5 Contoh Sub-Bottom Profile yang Telah Dikoreksi
Keterangan:
: garis skala kedalaman per 10 m
: garis per 5 fix instrumen SBP
4.1.4 Perbedaan Posisi Pipa dari Data SSS dan MBES
Saluran pipa bawah laut terlihat jelas pada sonar
image, begitu pula dengan free span yang ditandakan oleh
adanya bayangan atau yang biasa disebut acoustic shadow.
Interpretasi dilakukan dengan mendigitasi citra yang dibatasi
hanya pada kenampakan saluran pipa dan panjang free spannya saja. Namun, terdapat kejanggalan pola pipa yang
65
tampak melekuk tidak lazim bila dibandingkan dengan hasil
digitasi pipa dari data MBES. Sampel yang ditampilkan pada
tabel diambil dari free span citra SSS dan free span citra SSS
yang disesuaikan dengan posisi pipa MBES.
Tabel 4.1 Komparasi Posisi Free Span dari Data SSS dan MBES
No.
No.
Spa n
1
3
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Koo rdina t Awal Spa n
Eas ti ng
(m)
Nor thi ng
(m)
5135 90 ,89
9417 66 6,96
5135 87 ,73
9417 66 1,61
5138 30 ,10
9417 57 8,86
5138 27 ,77
9417 57 3,53
5138 77 ,03
9417 56 3,31
5138 74 ,45
9417 55 5,68
5141 92 ,21
9417 44 0,15
5141 89 ,88
9417 43 5,43
5151 34 ,59
9416 90 7,21
5151 30 ,94
Koo rdina t Akhir Spa n
Data
Pipa
Eas ti ng
(m)
Nor thi ng
(m)
5135 94,95
9417 665,37
5135 91,49
9417 659,40
5138 34,34
9417 577,44
5138 31,90
9417 571,79
5138 81,75
9417 561,65
5138 79,19
9417 554,07
5141 95,86
9417 438,55
5141 93,45
9417 433,67
SSS
5151 45,83
9416 900,64
MBES
9416 90 1,88
5151 41,90
9416 894,84
SSS
5154 69 ,67
9416 71 0,93
5154 72,40
9416 709,29
MBES
5154 67 ,02
9416 70 6,51
5154 69,82
9416 705,01
SSS
5168 22 ,57
9416 04 6,61
5168 26,86
9416 045,57
MBES
5168 21 ,09
9416 04 1,71
5168 25,32
9416 040,44
SSS
5170 58 ,21
9415 96 7,15
5170 72,30
9415 960,98
MBES
5170 56 ,29
9415 96 2,87
5170 70,24
9415 956,38
SSS
5173 38 ,44
9415 81 3,89
5173 43,39
9415 810,53
MBES
5173 34 ,26
9415 80 8,49
5173 39,00
9415 804,83
Jarak
(m)
6,22
5,04
6,83
35
5217 77 ,16
9411 65 9,23
5217 77 ,98
9411 66 2,50
7,20
5218 17,33
9411 649,43
5218 18,59
9411 654,75
3,37
10 0
5218 17 ,74
9411 64 9,34
5218 18 ,77
9411 65 4,72
5218 63 ,31
9411 63 9,37
5218 65 ,53
9411 64 5,15
5218 47,35
9411 642,81
5218 48,39
9411 648,25
MBES
SSS
MBES
5,54
5218 90,29
9411 635,23
5218 91,78
9411 637,67
6,19
10 2
SSS
5,47
5,47
10 1
MBES
5,36
4,69
34
SSS
5,00
5,12
33
MBES
7,01
5,15
21
SSS
5,45
6,46
18
MBES
8,00
5,26
9
SSS
6,16
8,06
6
MBES
6,90
5,82
5
Jarak
(m)
SSS
MBES
2,86
*Catatan: koordinat yang dicantum kan bukan koordinat sebenarnya
SSS
66
Tabel 4.1 Komparasi Posisi Free Span dari Data SSS dan MBES
(Lanjutan)
No.
No.
Spa n
13
10 5
14
15
16
17
18
Koo rdina t Awal Spa n
Eas ti ng
(m)
Nort hing
(m)
Koo rdina t Akhir Spa n
Ja rak
(m)
Eas ti ng
(m)
Nort hing
(m)
Jarak
(m)
Data
Pipa
52 1959 ,08
941 162 8,70
52 1969 ,07
94 1162 8,01
52 1959 ,35
941 163 3,57
52 1969 ,34
94 1163 4,13
SSS
52 1969 ,44
941 162 7,99
52 2011 ,97
94 1162 5,83
MBES
52 1969 ,72
941 163 4,11
52 2012 ,21
94 1163 1,30
SSS
52 2087 ,99
941 162 2,80
52 2144 ,93
94 1162 0,51
MBES
52 2088 ,08
941 162 6,84
52 2145 ,05
94 1162 8,19
SSS
52 2146 ,53
941 162 0,47
52 2169 ,50
94 1161 9,86
MBES
52 2147 ,69
941 162 7,47
52 2169 ,76
94 1162 1,10
SSS
52 2260 ,13
941 162 3,43
52 2291 ,70
94 1162 7,58
MBES
52 2260 ,08
941 162 6,76
52 2291 ,35
94 1163 2,78
SSS
52 2292 ,38
941 162 7,66
52 2327 ,95
94 1163 3,52
MBES
52 2292 ,04
941 163 2,83
52 2327 ,79
94 1163 7,40
4,88
6,13
10 6
5,47
4,05
10 8
7,68
7,10
10 9
1,27
3,33
11 1
5,21
5,18
11 2
MBES
6,12
3,88
SSS
*Catatan: koordinat yang dicantum kan bukan koordinat sebenarnya
Perbedaan tidak hanya terjadi pada koordinat seperti
yang disebutkan pada tabel di atas. Perbedaan yang
ditampilkan dipilih hanya yang selisihnya lebih dari 5 meter
pada awal atau akhir span-nya. Dapat dilihat bahwa selisih
jarak maksimum antara pipa dari data MBES dibandingkan
dengan SSS masing-masing sebesar 8,06 meter pada awal
span dan 8,00 meter pada akhir span yang terjadi pada free
span nomor 6.
4.1.5 Perbedaan Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP
Sub-bottom profile juga dilengkapi dengan informasi
posisi. Titik puncak pipa atau yang disebut top of pipe yang
diperoleh dari hasil interpretasi selanjutnya dicatat
koordinatnya dan dibandingkan dengan digitasi pipa dari
sun-illuminated image MBES.
67
Tabel 4.2 Komparasi Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP
Koo rdina t Pipa MBES
Koo rdina t Pipa SB P
No.
Spa n
Eas ti ng (m)
Nor thi ng (m)
Eas ti ng (m)
Nort hing (m)
Seli si h
Jarak (m)
1
81
520 76 9,46
941 261 6,19
520760 ,69
94 1261 4,95
8,86
2
96
521 58 7,05
941 173 2,95
521585 ,32
94 1172 7,61
5,61
3
10 0
521 79 5,75
941 165 4,70
521794 ,55
94 1164 9,60
5,23
4
10 1
521 82 7,96
941 164 7,09
521826 ,89
94 1164 1,54
5,65
5
10 2
521 86 8,30
941 163 8,61
521867 ,95
94 1163 3,31
5,31
6
10 8
522 11 1,11
941 162 1,87
522111 ,43
94 1161 5,33
6,55
7
11 0
522 18 7,69
941 161 9,39
522186 ,87
94 1161 3,24
6,20
8
11 1
522 26 7,02
941 162 4,34
522268 ,03
94 1161 5,73
8,67
No.
*Catatan: koordinat yang dicantum kan bukan koordinat sebenarnya
Perbedaan yang ditampilkan dipilih hanya yang
selisihnya lebih dari 5 meter. Dapat dilihat bahwa selisih
jarak maksimum antara pipa dari data MBES dibandingkan
dengan SBP adalah sebesar 8,86 meter pada free span 81.
4.1.6 Perbedaan Panjang Span dari Data SSS dan SBP
Panjang free span diperoleh dari bayangan akustik
pipa pada citra SSS dan jarak antar top of pipe citra SBP.
Terdapat selisih pada kedua metode (Gambar 4.17 dan 4.18).
Tabel 4.3 Komparasi Panjang Free Span dari Data SSS dan SBP
No.
No.
Spa n
1
10 6
2
3
Koo rdina t Awal Spa n
Koo rdina t Akhir Spa n
Eas ti ng
(m)
Nort hing
(m)
Eas ti ng
(m)
Nort hing
(m)
Panjang
(m)
52 196 9,72
94 116 34 ,11
5220 12 ,21
941 1631 ,30
42,59
52 197 2,62
94 116 23 ,54
5219 91 ,81
941 1630 ,35
20,36
Seli si h
(m)
Data
Pipa
SSS
22 ,22
52 208 8,08
94 116 26 ,84
5221 45 ,05
941 1628 ,19
56,98
52 211 1,43
94 116 15 ,33
5221 39 ,66
941 1616 ,36
28,25
52 229 2,04
94 116 32 ,83
5223 27 ,79
941 1637 ,40
36,05
52 229 3,76
94 116 26 ,98
5223 20 ,43
941 1632 ,09
27,16
SBP
SSS
28 ,73
10 8
SBP
SSS
8,89
11 2
*Catatan: koordinat yang dicantum kan bukan koordinat sebenarnya
SBP
68
4.1.7 Perbedaan Tinggi Span dari Data SSS dan SBP
Selisih juga terjadi terhadap tinggi free span pada
sonar image dengan sub-bottom profile. Perbedaan tersebut
dapat dilihat secara visual sekalipun. Pada beberapa kasus
pipa tampak tertanam dilihat dari citra SBP, sedangkan pada
citra SSS pipa pada lokasi yang sama terlihat memiliki
bayangan akustik.
Tabel 4.4 Komparasi Tinggi Free Span dari Data SSS dan SBP
1
Tinggi pada
Citra S SS
0,52
Tinggi pada
Citra S BP
-0,40
Se lisih
Tinggi (m)
0,92
Kondisi pada
Citra S BP
T ert anam sebagian
7
0,56
-0,23
0,79
T ert anam sebagian
3
23
0,66
-0,15
0,81
T ert anam sebagian
4
26
0,57
-0,15
0,72
T ert anam sebagian
5
27
0,33
-0,02
0,35
T ert anam sebagian
6
31
0,97
-0,06
1,03
T ert anam sebagian
7
34
0,94
0,28
0,66
Free span
8
37
0,42
-0,19
0,61
T ert anam sebagian
9
50
0,56
0,02
0,54
Free span
10
61
0,56
-0,19
0,75
T ert anam sebagian
11
78
1,20
0,58
0,62
Free span
12
81
0,40
-0,40
0,80
T ert anam sebagian
13
93
0,74
0,11
0,63
Free span
14
96
0,34
0,06
0,28
Free span
No.
No.
Span
1
2
15
99
1,14
0,79
0,35
Free span
16
100
1,90
1,17
0,73
Free span
17
101
0,82
0,49
0,33
Free span
18
102
0,54
0,02
0,52
Free span
19
103
0,72
0,41
0,31
Free span
20
106
1,55
-0,66
2,21
T ert anam
21
106
1,55
-0,66
2,21
T ert anam
22
108
2,03
1,09
0,94
Free span
23
108
2,03
1,17
0,86
Free span
69
Tabel 4.4 Komparasi Tinggi Free Span dari Data SSS dan SBP
(Lanjutan)
110
Tinggi pada
Citra S SS
1,01
Tinggi pada
Citra S BP
-1,17
111
1,18
-0,66
1,84
T ert anam
112
1,38
0,06
1,32
Free span
27
112
1,38
0,58
0,80
Free span
28
113
0,45
0,06
0,39
Free span
No.
No.
Span
24
25
26
Se lisih
Tinggi (m)
2,18
Kondisi pada
Citra S BP
T ert anam
Tinggi yang dimaksud di atas merupakan tinggi dari
permukaan dasar laut. Tinggi tersebut adalah dari dasar laut
ke bagian bawah pipa, baik pada citra SSS maupun SBP
(tinggi dari dasar laut ke top of pipe lalu dikurangi 26 inci).
Selisih terbesar adalah 2,21 meter pada free span 106.
4.1.8 Free Span yang Te rdeteksi
Saluran pipa dimulai pada koordinat Easting
512882,27 meter dan Northing 9418084,26 meter (bukan
koordinat sebenarnya) dengan kedalaman 46,30 meter di
bawah chart datum yang ditandai sebagai Kilometer Post
(KP) 0,0. KP 0,0 ini merupakan puncak pipa tertanam yang
terdeteksi oleh SBP. Top of pipe dari sub-bottom profile
yang terekam terakhir berada pada koordinat 522927,10 ;
9411855,59 (bukan koordinat sebenarnya) dengan
kedalaman 83,30 meter atau berada sejauh 32,62 meter dari
KP 12,5. Namun, pada sonar image dan data MBES, pipa
masih terlihat sepanjang 558,14 meter setelah KP 12,5.
Terdapat sebanyak 119 free span pada saluran pipa
sepanjang 13,058 kilometer ini.
70
Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X
Koo rdina t Awal Spa n
Koo rdina t Akhir Spa n
Dimensi
No.
Spa n
Eas ti ng (m)
Nor thi ng (m)
Eas ti ng (m)
Nort hing (m)
P (m)
T (m)
1
51 31 23,01
941 78 98 ,92
513 13 6,39
9417 890,16
15,99
0,52
2
51 33 56,96
941 77 65 ,54
513 35 8,61
9417 764,74
1,83
0,33
3
51 35 90,89
941 76 66 ,96
513 59 4,95
9417 665,37
4,36
0,51
4
51 36 67,50
941 76 35 ,58
513 67 3,90
9417 633,13
6,85
0,84
5
51 38 30,10
941 75 78 ,86
513 83 4,34
9417 577,44
4,47
0,77
6
51 38 77,03
941 75 63 ,31
513 88 1,75
9417 561,65
5,00
0,73
7
51 40 66,18
941 74 93 ,03
514 07 9,33
9417 487,71
14,18
0,56
8
51 41 23,16
941 74 69 ,91
514 12 4,22
9417 469,48
1,15
0,36
9
51 41 92,21
941 74 40 ,15
514 19 5,86
9417 438,55
3,99
0,67
10
51 42 97,72
941 73 89 ,85
514 29 9,36
9417 388,96
1,86
0,56
11
51 43 00,52
941 73 88 ,35
514 30 2,34
9417 387,38
2,07
0,63
12
51 44 60,02
941 73 00 ,85
514 46 2,13
9417 299,68
2,41
0,33
13
51 45 44,45
941 72 52 ,64
514 54 5,88
9417 251,82
1,64
0,29
14
51 47 49,76
941 71 36 ,21
514 75 1,52
9417 135,18
2,05
0,41
15
51 47 59,05
941 71 30 ,79
514 76 1,47
9417 129,38
2,81
0,39
16
51 48 84,93
941 70 55 ,04
514 89 0,20
9417 051,73
6,23
0,50
17
51 50 59,06
941 69 51 ,27
515 06 3,67
9416 948,58
5,33
0,46
18
51 51 34,59
941 69 07 ,21
515 14 5,83
9416 900,64
13,02
0,76
19
51 52 16,79
941 68 59 ,21
515 22 8,23
9416 852,66
13,19
0,70
20
51 52 70,69
941 68 28 ,29
515 27 9,21
9416 823,27
9,89
0,73
21
51 54 69,67
941 67 10 ,93
515 47 2,40
9416 709,29
3,18
0,46
22
51 55 45,72
941 66 65 ,37
515 55 0,41
9416 662,56
5,47
0,46
23
51 55 79,76
941 66 45 ,73
515 59 0,88
9416 639,39
12,80
0,66
24
51 56 10,34
941 66 28 ,33
515 61 7,13
9416 624,47
7,81
0,47
25
51 58 14,97
941 65 09 ,49
515 83 2,73
9416 498,97
20,64
1,06
26
51 58 82,81
941 64 69 ,13
515 89 5,30
9416 461,64
14,57
0,57
27
51 61 80,88
941 62 94 ,55
516 18 3,90
9416 292,79
3,50
0,33
28
51 61 85,20
941 62 92 ,03
516 19 9,23
9416 283,84
16,25
0,60
*Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya
71
Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X (Lanjutan)
Koo rdina t Awal Spa n
Koo rdina t Akhir Spa n
Dimensi
No.
Spa n
Eas ti ng (m)
Nor thi ng (m)
Eas ti ng (m)
Nort hing (m)
P (m)
T (m)
29
516 37 9,61
941 61 83,96
516 381 ,28
94 16183 ,16
1,86
0,37
30
516 51 2,27
941 61 29,29
516 519 ,11
94 16127 ,07
7,19
0,64
31
516 52 3,80
941 61 25,55
516 531 ,77
94 16122 ,97
8,38
0,97
32
516 66 0,48
941 60 85,78
516 664 ,00
94 16084 ,89
3,64
0,45
33
516 82 2,57
941 60 46,61
516 826 ,86
94 16045 ,57
4,41
0,48
34
517 05 8,21
941 59 67,15
517 072 ,30
94 15960 ,98
15,39
0,94
35
517 33 8,44
941 58 13,89
517 343 ,39
94 15810 ,53
5,99
0,49
36
517 43 2,82
941 57 43,65
517 434 ,23
94 15742 ,55
1,79
0,36
37
517 72 5,50
941 55 41,69
517 730 ,26
94 15539 ,27
5,34
0,42
38
517 84 7,72
941 54 83,98
517 849 ,22
94 15483 ,32
1,64
0,37
39
518 02 5,11
941 54 09,16
518 028 ,18
94 15407 ,88
3,32
0,36
40
518 05 7,56
941 53 95,66
518 058 ,54
94 15395 ,25
1,07
0,32
41
518 29 5,89
941 52 68,70
518 299 ,60
94 15266 ,34
4,40
0,37
42
518 49 0,85
941 51 08,46
518 492 ,62
94 15106 ,61
2,57
0,31
43
518 55 5,64
941 50 39,46
518 557 ,68
94 15037 ,20
3,04
0,38
44
518 70 0,21
941 48 78,60
518 703 ,86
94 14874 ,79
5,28
0,27
45
518 90 9,89
941 46 97,22
518 912 ,38
94 14695 ,50
3,02
0,20
46
518 92 0,51
941 46 89,88
518 922 ,08
94 14688 ,80
1,91
0,30
47
518 97 8,46
941 46 51,39
518 979 ,48
94 14650 ,73
1,21
0,27
48
519 00 0,65
941 46 37,73
519 002 ,09
94 14636 ,84
1,70
0,25
49
519 13 5,13
941 45 55,56
519 141 ,24
94 14551 ,90
7,12
0,49
50
519 27 7,85
941 44 69,75
519 284 ,28
94 14465 ,86
7,52
0,56
51
519 36 1,57
941 44 18,86
519 363 ,84
94 14417 ,48
2,65
0,42
52
519 50 1,02
941 43 34,46
519 511 ,32
94 14328 ,37
11,96
0,73
53
519 80 0,03
941 41 58,02
519 807 ,22
94 14153 ,64
8,41
0,61
54
519 91 3,28
941 40 89,11
519 915 ,55
94 14087 ,71
2,66
0,41
55
519 92 7,79
941 40 80,15
519 932 ,53
94 14077 ,23
5,56
0,65
56
520 05 2,96
941 39 96,74
520 054 ,88
94 13995 ,24
2,44
0,50
*Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya
72
Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X (Lanjutan)
Koo rdina t Awal Spa n
Koo rdina t Akhir Spa n
Dimensi
No.
Spa n
Eas ti ng (m)
Nor thi ng (m)
Eas ti ng (m)
Nort hing (m)
P (m)
T (m)
57
52 01 00,56
941 39 58 ,28
520 10 4,98
9413 954,72
5,67
0,64
58
52 02 28,52
941 38 34 ,19
520 23 2,07
9413 829,98
5,51
0,57
59
52 02 73,01
941 37 80 ,51
520 27 5,14
9413 777,92
3,35
0,49
60
52 03 44,18
941 36 88 ,69
520 34 8,40
9413 683,03
7,06
0,65
61
52 03 82,80
941 36 35 ,62
520 38 6,09
9413 631,03
5,65
0,56
62
52 04 12,92
941 35 93 ,71
520 41 5,65
9413 589,90
4,69
0,52
63
52 04 16,18
941 35 89 ,17
520 41 8,05
9413 586,57
3,21
0,48
64
52 04 63,10
941 35 20 ,45
520 46 3,83
9413 519,38
1,29
0,27
65
52 05 06,98
941 34 42 ,65
520 50 8,12
9413 440,29
2,62
0,39
66
52 05 16,87
941 34 21 ,54
520 51 7,57
9413 420,01
1,68
0,23
67
52 05 26,97
941 33 99 ,69
520 52 7,48
9413 398,59
1,21
0,21
68
52 05 70,03
941 32 92 ,14
520 57 0,58
9413 290,47
1,76
0,32
69
52 05 93,18
941 32 08 ,19
520 59 3,74
9413 206,11
2,15
0,41
70
52 05 96,52
941 31 93 ,93
520 59 7,19
9413 190,90
3,10
0,25
71
52 05 98,73
941 31 83 ,93
520 59 9,91
9413 178,57
5,49
0,32
72
52 06 10,62
941 31 31 ,73
520 61 2,89
9413 122,23
9,76
0,34
73
52 06 49,52
941 29 85 ,97
520 64 9,83
9412 984,69
1,32
0,23
74
52 06 58,27
941 29 50 ,06
520 65 9,62
9412 944,55
5,67
0,33
75
52 06 77,79
941 28 80 ,51
520 67 8,64
9412 877,76
2,88
0,33
76
52 06 78,83
941 28 77 ,13
520 67 9,37
9412 875,37
1,85
0,29
77
52 06 87,60
941 28 48 ,63
520 69 1,88
9412 834,70
14,57
0,33
78
52 06 96,86
941 28 18 ,54
520 70 6,38
9412 786,28
33,64
1,20
79
52 07 06,66
941 27 85 ,41
520 71 2,05
9412 768,62
17,63
1,59
80
52 07 16,11
941 27 56 ,76
520 72 1,60
9412 741,61
16,11
0,36
81
52 07 68,32
941 26 19 ,24
520 76 9,78
9412 615,31
4,19
0,40
82
52 07 73,65
941 26 05 ,03
520 77 4,93
9412 602,06
3,24
0,23
83
52 07 80,77
941 25 88 ,52
520 78 1,79
9412 586,14
2,60
0,30
84
52 08 03,58
941 25 36 ,54
520 80 4,44
9412 534,75
1,99
0,31
*Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya
73
Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X (Lanjutan)
Koo rdina t Awal Spa n
Koo rdina t Akhir Spa n
Dimensi
No.
Spa n
Eas ti ng (m)
Nor thi ng (m)
Eas ti ng (m)
Nort hing (m)
P (m)
T (m)
85
520 80 7,25
941 25 28,91
520 808 ,13
94 12527 ,06
2,05
0,19
86
520 84 9,80
941 24 50,47
520 850 ,63
94 12449 ,11
1,59
0,26
87
520 97 2,70
941 22 71,11
520 973 ,66
94 12269 ,96
1,50
0,32
88
521 28 6,49
941 19 54,44
521 289 ,20
94 11951 ,91
3,70
0,40
89
521 29 1,47
941 19 49,81
521 293 ,08
94 11948 ,34
2,19
0,28
90
521 29 3,52
941 19 47,94
521 294 ,67
94 11946 ,90
1,55
0,25
91
521 37 2,14
941 18 80,20
521 373 ,53
94 11879 ,08
1,79
0,25
92
521 49 4,22
941 17 88,07
521 515 ,56
94 11773 ,83
25,65
0,66
93
521 51 6,27
941 17 73,36
521 534 ,10
94 11762 ,26
21,01
0,74
94
521 55 7,26
941 17 49,17
521 561 ,55
94 11746 ,76
4,92
0,40
95
521 58 0,05
941 17 36,54
521 581 ,54
94 11735 ,77
1,67
0,37
96
521 58 3,51
941 17 34,76
521 587 ,15
94 11732 ,90
4,08
0,34
97
521 63 3,45
941 17 10,09
521 636 ,99
94 11708 ,44
3,90
0,21
98
521 69 5,28
941 16 84,87
521 706 ,72
94 11680 ,81
12,14
0,41
99
521 72 1,74
941 16 75,59
521 764 ,67
94 11662 ,57
44,86
1,14
10 0
521 77 7,16
941 16 59,23
521 817 ,33
94 11649 ,43
41,34
1,90
10 1
521 81 7,74
941 16 49,34
521 847 ,35
94 11642 ,81
30,31
0,82
10 2
521 86 3,31
941 16 39,37
521 890 ,29
94 11635 ,23
27,30
0,54
10 3
521 90 6,64
941 16 32,92
521 932 ,38
94 11630 ,53
25,85
0,72
10 4
521 93 6,85
941 16 30,23
521 948 ,21
94 11629 ,45
11,39
0,42
10 5
521 95 9,08
941 16 28,70
521 969 ,07
94 11628 ,01
10,01
0,88
10 6
521 96 9,44
941 16 27,99
522 011 ,97
94 11625 ,83
42,59
1,55
10 7
522 02 8,32
941 16 25,18
522 044 ,66
94 11624 ,52
16,35
0,25
10 8
522 08 7,99
941 16 22,80
522 144 ,93
94 11620 ,51
56,98
2,03
10 9
522 14 6,53
941 16 20,47
522 169 ,50
94 11619 ,86
22,98
1,45
11 0
522 18 7,42
941 16 19,39
522 223 ,20
94 11619 ,79
35,77
1,01
11 1
522 26 0,13
941 16 23,43
522 291 ,70
94 11627 ,58
31,84
1,18
11 2
522 29 2,38
941 16 27,66
522 327 ,95
94 11633 ,52
36,05
1,38
*Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya
74
Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X (Lanjutan)
Koo rdina t Awal Spa n
Koo rdina t Akhir Spa n
Dimensi
No.
Spa n
Eas ti ng (m)
Nor thi ng (m)
Eas ti ng (m)
Nort hing (m)
P (m)
T (m)
11 3
52 25 62,97
941 16 89 ,94
522 56 5,84
9411 690,77
2,98
0,45
11 4
52 27 36,77
941 17 56 ,69
522 73 8,99
9411 757,66
2,42
0,36
11 5
52 27 49,09
941 17 62 ,02
522 75 0,44
9411 762,60
1,47
0,20
11 6
52 27 56,80
941 17 65 ,49
522 75 8,65
9411 766,38
2,06
0,25
11 7
52 27 64,05
941 17 69 ,01
522 76 8,15
9411 770,99
4,56
0,29
11 8
52 30 36,90
941 19 14 ,89
523 04 7,07
9411 920,36
11,55
0,28
11 9
52 31 53,90
941 19 77 ,82
523 17 7,14
9411 990,39
26,43
0,27
*Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya
Keterangan:
P : panjang free span dalam meter
T : tinggi free span dalam meter
Koordinat free span merupakan koordinat yang
disesuaikan dengan posisi saluran pipa dari data MBES.
Sedangkan tinggi free span adalah yang diperoleh dari sonar
image. Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa free span nomor 108
memiliki panjang span 56,98 meter dan tinggi sebesar 2,03
meter di atas permukaan dasar laut. Angka ini merupakan
nilai panjang dan tinggi span terbesar dari semua free span
saluran pipa 26” di Lapangan X, Laut Jawa (bukan lokasi
sebenarnya). Bentang terpendek dimiliki oleh free span 40
dan untuk tinggi terendah pada free span 85. Untuk
kenampakan free span yang lebih jelas dapat dilihat di
Lampiran A dan untuk posisinya di lapangan disajikan pada
peta (lampiran lepas).
4.1.9 Pipeline Support yang Terdeteksi
Sepanjang saluran pipa terdapat pipeline support atau
penopang pipa di antara KP 9,5 sampai KP 12,0. Terdapat 6
75
buah pipeline support yang terdeteksi dengan rincian pada
Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Pipeline Support yang Terdeteksi
No.
Easting (m )
Northing (m )
1
520706,52
9412785,84
Antara Free Span 78 dan 79
2
521515,92
9411773,60
Antara Free Span 92 dan 93
3
521817,54
9411649,39
Antara Free Span 100 dan 101
4
521969,25
9411628,00
Antara Free Span 105 dan 106
5
522145,73
9411620,49
Antara Free Span 108 dan 109
6
522292,04
9411627,62
Antara Free Span 111 dan 112
Ke te rangan
*Catatan: koordinat yang dicantumkan bukan koordinat sebenarnya
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Perbedaan Posisi Pipa dari Data SSS dan
MBES
Hasil interpretasi dan digitasi mosaic SSS
menghasilkan pola pipa yang tampak tidak wajar
dibandingkan dengan digitasi pipa menggunakan sunilluminated imege mengingat instalasi pipa sangat
memperhatikan faktor kelurusan pipa. Perbedaan pola pipa
dari kedua metode ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 4.6 Free Span 9
Gambar 4.7 Free Span 18
76
Gambar 4.8 Free Span 21
Gambar 4.9 Free Span 33
Gambar 4.10 Free Span 34
Gambar 4.11 Free Span 35
Gambar 4.12 Free Span 100, 101
dan 102
Gambar 4.13 Free Span 105 dan
106
Gambar 4.14 Free Span 108 dan
109
Gambar 4.15 Free Span 111 dan
112
77
Keterangan:
: digitas i pipa dari data MBES
: digitas i pipa dari data SSS
: free span dari data SSS
: free span disesuaikan dengan digitasi pipa MBES
Perbedaan terbesar dari segi jarak awal dan akhir span
adalah pada free span 6 merujuk pada Tabel 4.1. Namun,
bila dilihat dari pola pipa yang terbentuk, pada free span 108
pipa dari SSS terlihat patah-patah dibandingkan pipa dari
MBES yang mulus.
Melirik kembali prinsip kerja untuk masalah
positioning, kedua alat ini bergantung pada DGPS.
Walaupun menggunakan sistem pemosisian yang sama, data
komparasi menunjukkan posisi pipa yang dihasilkan
berbeda. SSS mengakuisisi data dengan prinsip towing atau
ditarik dengan tow cable, sehingga dapat dikatakan
positioning SSS tidak langsung terhubung dengan GPS
melainkan melalui perantara suatu sistem tambahan yaitu
USBL. Hal ini memungkinkan terjadinya perambatan
kesalahan, yaitu kesalahan offset transduser USBL terhadap
GPS dan kesalahan sistem USBL sendiri terhadap SSS,
sehingga berdampak pada kualitas posisi pipa dan free spannya yang kurang bisa diandalkan. Ditambah lagi stabilitas
Sonar Fish yang sangat dipengaruhi arus dan gelombang saat
mengakuisisi data seperti yang dijelaskan di BAB II.
Sistem MBES dalam penelitian ini adalah mounted, di
mana tidak terdapat sistem lain untuk mengintegrasikan GPS
dengan transduser. Yang perlu diperhatikan adalah offset
transduser MBES terhadap GPS, sehingga posisi yang
diperoleh dapat dianggap benar dan dijadikan sebagai data
posisi primer. Namun, free span tidak terlihat pada sunilluminated image MBES, kecuali free span dengan tinggi
yang ekstrim, sehingga interpretasi pipa dan free span-nya
pun sulit dilakukan karena semua benda yang ditangkap
sebagai data pada dasarnya adalah berupa kumpulan titik.
78
4.2.2 Analisis Perbedaan Posisi Pipa dari Data MBES
dan SBP
Selisih koordinat yang signifikan terjadi antara
instrumen MBES dengan SBP yang berada pada kisaran 5 –
8 meter. Prinsip akuisisi data kedua alat di dalam penelitian
ini memakai sistem yang sama, yaitu mounted atau dipasang
di kapal survei dengan offset terhadap GPS. Mengapa terjadi
perbedaan yang nilainya dapat dikatakan cukup besar
tersebut. Jawabannya terletak pada koreksi yang diterapkan
pada sub-bottom profile itu sendiri. Pada kasus ini, citra SBP
hanya mengalami koreksi TVG, sedangkan idealnya untuk
mendapatkan data posisi yang baik perlu dilakukan koreksi
terhadap data navigasinya, seperti halnya pada citra SSS.
Dikarenakan keterbatasan data, yang mana tidak ada data
koreksi navigasinya, maka posisi horisontal top of pipe yang
didapat masih berupa data yang jumping.
FS-99
FS-100
FS-101
FS-102
FS-103
FS-105
FS-104
FS-106
FS-107
Gambar 4.16 Koordinat Top of Pipe yang Jumping pada Free Span
99, 100, 101, dan 102 (Atas) dan Free Span 103 dan 106 (Bawah)
Keterangan:
: digitas i pipa dari data MBES
: free span disesuaikan dengan digitasi pipa MBES
: top of pipe dari data SBP
79
4.2.3 Analisis Perbedaan Panjang Span dari Data SSS
dan SBP
Pada Sub-Bab 4.1.6 di atas disajikan perbedaan
panjang free span antara data SSS dan SBP. Sangat jelas
terlihat pada Gambar 4.17 dan 4.18 di bawah, selisih panjang
free span tersebut dikarenakan titik top of pipe SBP yang
digunakan untuk memperoleh panjang letaknya berbeda
dengan titik yang didefinisikan sebagai awal dan akhir span
pada sonar image SSS. Namun, bila crossline survei SBP
dibuat lebih rapat dengan kata lain spasinya lebih pendek,
maka dimungkinkan untuk memperoleh panjang free span
yang hampir sama dengan citra SSS sebagai pembanding.
64 m
68 m
Gambar 4.17 Free Span 103 dan 106 dengan Tinggi dari Data SBP
(Atas) dan Posisinya pada Citra SSS (Bawah)
80
68 m
72 m
Gambar 4.18 Free Span 108 dan 110 dengan Tinggi dari Data SBP
(Atas) dan Posisinya pada Citra SSS (Bawah)
Keterangan Gambar 4.17 dan 4.18 Atas:
: bagian atas pipa dari data SBP
: bagian bawah pipa dengan offset 26 inci
: permukaan dasar laut
Keterangan Gambar 4.17 dan 4.18 Bawah:
: garis skala jarak per 25 m dari pusat
: garis per 5 fix instrumen SSS
: panjang free span dari citra SSS
: top of pipe citra SBP pada citra SSS
4.2.4 Analisis Perbedaan Tinggi Span dari Data SSS dan
SBP
Perbandingan data SSS dengan SBP lainnya yakni
dalam hal tinggi free span. Tabel 4.4 menyatakan kondisi
pipa pada sub-bottom profile ada yang berupa free span sama
81
dengan citra SSS, tetapi ada juga pipa yang kondisinya
tertanam atau tertanam sebagian seperti gambar di bawah.
Top of pipe
Gambar 4.19 Top of Pipe dari Free Span 103
Top of pipe
Gambar 4.20 Top of Pipe dari Free Span 106
Top of pipe
Gambar 4.21 Top of Pipe dari Free Span 106
82
Top of pipe
Gambar 4.22 Top of Pipe dari Free Span 108
Top of pipe
Gambar 4.23 Top of Pipe dari Free Span 108
Top of pipe
Gambar 4.24 Top of Pipe dari Free Span 110
83
Keterangan:
: garis skala kedalaman per 10 m
: garis per 5 fix instrumen SBP
Jelas terlihat pada sonar image yang mana free span
103, 106, 108, dan 110 memang tampak sebagai free span
dibuktikan dengan adanya acoustic shadow (Gambar 4.16
dan 4.17 Bawah). Namun, yang tampak pada sub-bottom
profile untuk free span 106 dan 110 justru kebalikannya.
Indikasi titik puncak pipa berupa kurva parabolik di citra
tersebut berada tepat pada seabed atau dengan ketinggian 0
meter terhadap dasar laut untuk free span 106 dan 1,17 meter
di bawah dasar laut untuk free span 110 atau dengan kata
lain kedua data memperlihatkan bahwa pipa tertanam.
Penyebab perbedaan ini bisa jadi karena sedimen di
dasar laut yang berubah akibat arus dan gelombang sehingga
sewaktu-waktu pipa terlihat tertanam, tapi di lain waktu
mungkin saja terjadi free span, walaupun waktu pelaksanaan
survei berdekatan dan kondisi sedimen pada umumnya
dianggap sama. Atau penyebab lainnya adalah anomali
sinyal yang terjadi pada SBP yang mengakibatkan perbedaan
kondisi permukaan dasar laut yang diperoleh tersebut. Untuk
permasalahan ini data yang digunakan sebagai data utama
penentuan panjang dan tinggi free span adalah citra SSS
karena menghasilkan kenampakan dasar laut yang lebih
jelas.
84
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Ke simpulan
Pendeteksian free span dalam penelitian ini
menggunakan tiga data, yaitu data Multibeam Echosounder,
Side Scan Sonar, dan Sub-Bottom Profiler. Posisi yang
diperoleh dari data Multibeam Echosounder menjadi data
posisi pipa yang dapat dianggap benar, melirik pada sistem
mounted instrumen ini di kapal survei.
Di lain sisi, citra Side Scan Sonar mampu
memperlihatkan kenampakan permukaan dasar laut yang
cukup jelas sehingga sangat baik digunakan untuk
interpretasi panjang dan tinggi free span. Sedangkan, subbottom profile pada penelitian ini tidak baik digunakan untuk
memperoleh posisi pipa disebabkan oleh keterbatasan data
untuk koreksi navigasi. Dimensi free span yang diperoleh
juga kurang baik digunakan sebagai pembanding terhadap
nilai yang didapat dari citra Side Scan Sonar karena data
survei Sub-Bottom Profiler kurang rapat.
Metode terbaik untuk memperoleh dimensi free span
adalah dengan mengkombinasikan kelebihan yang dimiliki
instrumen hidroakustik ini. Data posisi menggunakan data
Multibeam Echosounder dan dimensi free span diperoleh
dari interpretasi citra Side Scan Sonar. Sebagai tambahan
untuk pendeteksian pipa yang tertanam, dapat mengandalkan
Sub-Bottom Profiler karena memiliki kemampuan penetrasi
menembus dasar laut.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian
berikutnya antara lain:
1. Naikkan nilai TVG saat proses koreksi slant range untuk
memudahkan dalam seabed picking agar stretching citra
Side Scan Sonar mendekati keadaan sebenarnya.
85
86
2. Perhatikan metode measurement panjang dan tinggi free
span di Coda GeoSurvey baik Side Scan Sonar maupun
Sub-Bottom Profiler. Pastikan metodenya adalah
difference E, N pair.
3. Gunakan lebih dari 1 citra Side Scan Sonar yang saling
bertampalan dengan frekuensi rendah dan tinggi untuk
dijadikan sebagai pembanding agar interpretasi pipa dan
free span-nya bisa dilakukan dengan lebih baik.
4. Disarankan adanya data untuk koreksi navigasi SubBottom Profiler pada penelitian berikutnya agar posisi
horisontal yang diperoleh dari sub-bottom profile lebih
baik.
5. Untuk keperluan pembanding terhadap nilai panjang dan
tinggi free span dari citra Side Scan Sonar, alangkah
baiknya bila survei Sub-Bottom Profiler dilakukan
dengan spasi crossline serapat mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H. Z. 2007. Penentuan Posisi dengan GPS dan
Aplikasinya. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Andrew J. Kenny, B. J. 2001. The Application of Sidescan Sonar
for Seabed Habitat Mapping. Dalam J. Davies, J. Baxter,
M. Bradley, D. Connor, J. Khan, E. Murray, et al., Marine
Monitoring Handbook (hal. 199-210). Burnham-onCrouch: Joint Nature Conservation Committee.
Arif, A. 2008. Analisis Free Span untuk Pipeline di Bawah Laut
Studi Kasus: Pipeline di Area Hang Tuah. Bandung:
Program Studi Teknik Mesin ITB.
Bennell, J. D. 2001. Mosaicing of Sidescan Sonar Images to Map
Seabed Features. Dalam J. Davies, J. Baxter, M. Bradley,
D. Connor, J. Khan, E. Murray, et al., Marine Monitoring
Handbook (hal. 1-8). Bangor: Joint Nature Conservation
Committee.
Brissette, L. M., & Clarke, D. J. (t.thn.). Side Scan Versus
Multibeam Echosounder Object Detection: A Comparative
Analysis. New Brunswick: University of New Brunswick.
BSN. 2010. Survei Hidrografi Menggunak an Singlebeam
Echosounder. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Chang, Y.-C., Hsu, S.-K., & Sai, C.-H. 2010. Sidescan Sonar
Image Processing: Correcting Brightness Variation and
Patching Gaps. Journal of Marine Science and
Technology, Vol. 8, No. 6, 785-789.
Coda Technologies. 2001. CODA Trackplot/Mosaic User
Manual. Edinburgh: Coda Technologies.
Edi, B. P. 2009. Aplikasi Instrumen Akustik Multibeam dan Side
Scan Sonar di Perairan Sek itar Teluk Mandar dan Selat
Makassar. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan IPB.
Gumbira, G. 2011. Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar dalam
Kegiatan Peletakan Pipa Bawah Laut. Bogor: Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB.
Gustiawan, H. 2012. Komputasi Data Side Scan Sonar Klein
3000 untuk Identifik asi Target Dasar Laut. Bogor:
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB.
Hasanudin, M. 2009. Pemetaan Dasar Laut dengan
Menggunakan Multibeam Echosounder. Oseana, Volume
XXXIV, Nomor 1, 19-26.
IHO. 2008. IHO Standards for Hidrographics Surveys 5th Edition
- Special Publication No 44. Monaco: International
Hidrographic Bureau.
IXSEA. 2008. Delph Seismic - Advanced Notes. France: IXSEA.
Lanckneus, J., & Jonghe, E. D. 2006. Side-Scan Sonar and Mutibeam Surveys in Dredging Projects. Merelbeke.
Lekkerkerk, H.-J., Velden, R. v., Haycock, T., Jansen, P., Vries,
R. d., Waalwijk, P. v., et al. 2006. Handbook of Offshore
Surveying Volume One: Preparation & Positioning.
London: Clarkson Research Service Limited.
Lekkerkerk, H.-J., Velden, R. v., Haycock, T., Jansen, P., Vries,
R. d., Waalwijk, P. v., et al. 2006. Handbook of Offshore
Surveying Volume Two: Acquisition & Processing.
London: Clarkson Service Limited.
Nugraha, I. M., & Octori, O. 2013. Komparasi Data Multibeam
Echosounder dan Side Scan Sonar terhadap Posisi
Pipeline untuk Kepentingan Inspek si Pipa Bawah Laut.
Surabaya: Jurusan Teknik Geomatika ITS.
Pohner, F., & Jan Ove Bakke, K. E. 2007. Integrating Imagery
from Hull Mounted Sidescan Sonars with Multibeam
Bathymetry. New Hampshire: University of New
Hampshire.
Pratama, D. A. 2007. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut dan
Span Remediation. Bandung: Program Studi Teknik
Kelautan ITB.
Ramdhani, H. 2011. Pengaruh Frek uensi Akustik Terhadap
Penetrasi Sub Bottom Profile dengan Penerapan Acoustic
Filtering. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan IPB.
Sari, S. P. 2009. Detek si dan Interpretasi Target di Dasar Laut
Menggunakan Instrumen Side Scan Sonar. Bogor:
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB.
SeaBeam. 2000. Multibeam Sonar Theory of Operation. East
Walpole: L-3 Communications SeaBeam Instruments.
Subroto, R. Y. 2012. Pengolahan Data Multibeam Echosounder
Pada Survei Pra-Pemasangan Pipa Bawah laut. Bandung:
Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika ITB.
Trethewey, M., & Mark Field, D. C. (t.thn.). Mak ing The Most of
Investment in Multibeam Sonar. United Kingdom: TSS
Limited.
Yuwono. 2005. Buk u Ajar Hidrografi - 1. Surabaya: Jurusan
Teknik Geomatika ITS.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
Lampiran B
Lampiran C
Free Span pada Citra Side Scan Sonar
Top of Pipe pada Citra Sub-Bottom Profiler
Peta Indikasi Free Span
xxiii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xxiv
Tinggi: 0,52 m
Panjang: 15,99 m
FREE SPAN – 1
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 1. Free Span 1 pada Citra Side Scan Sonar
Sa l uran pi pa
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,51 m
Panjang: 4,36 m
FREE SPAN – 3
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 2. Free Span 2 dan 3 pada Citra Side Scan Sonar
Sekitar 75 m
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,33 m
Panjang: 1,83 m
FREE SPAN – 2
Sekitar 75 m
Panjang: 4,47 m
Tinggi: 0,77 m
Panjang: 5,00 m
Tinggi: 0,73 m
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 3. Free Span 4, 5, dan 6 pada Citra Side Scan Sonar
FREE SPAN – 5
FREE SPAN – 6
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,84 m
Panjang: 6,85 m
FREE SPAN – 4
Tinggi: 0,56 m
Tinggi: 0,63 m
Tinggi: 0,36 m
Panjang: 1,15 m
Tinggi: 0,67 m
Sa l uran pi pa
FREE SPAN – 8
Panjang: 3,99 m
FREE SPAN – 9
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 03Ui
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,56 m
Panjang: 14,18 m
FREE SPAN – 7
Lampiran 4. Free Span 7, 8, 9, 10, dan 11 pada Citra Side Scan Sonar
Panjang: 1,86 m
Panjang: 2,07 m
FREE SPAN – 11 FREE SPAN – 10
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 5. Free Span 12 dan 13 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,29 m
Panjang: 1,64 m
Panjang: 2,41 m
Tinggi: 0,33 m
FREE SPAN – 13
FREE SPAN – 12
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Sa l uran pi pa
Tinggi: 0,39 m
Panjang: 2,81 m
Jalur Survei: 03Ui
Tinggi: 0,41 m
Panjang: 2,05 m
FREE SPAN – 15 FREE SPAN – 14
Lampiran 6. Free Span 14, 15, dan 16 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,50 m
Panjang: 6,23 m
FREE SPAN – 16
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,76 m
Panjang: 13,02 m
Tinggi: 0,46 m
Panjang: 5,33 m
FREE SPAN – 17
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 7. Free Span 17 dan 18 pada Citra Side Scan Sonar
FREE SPAN – 18
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,46 m
Sekitar 75 m
Sa l uran pi pa
Tinggi: 0,73 m
Panjang: 9,89 m
FREE SPAN – 20
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 8. Free Span 19, 20, dan 21 pada Citra Side Scan Sonar
Panjang: 3,18 m
FREE SPAN – 21
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,70 m
Panjang: 13,19 m
FREE SPAN – 19
Tinggi: 1,06 m
Panjang: 20,64 m
FREE SPAN – 25
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 03Ui
Tinggi: 0,46 m
Panjang: 5,47 m
FREE SPAN – 22
Panjang: 12,80 m
Tinggi: 0,66 m
Panjang: 7,81 m
Tinggi: 0,47 m
FREE SPAN – 24 FREE SPAN – 23
Lampiran 9. Free Span 22, 23, 24, dan 25 pada Citra Side Scan Sonar
Sa l uran pi pa
Sekitar 75 m
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,33 m
Panjang: 3,50 m
FREE SPAN – 27
Tinggi: 0,60 m
Panjang: 16,25 m
FREE SPAN – 28
Sekitar 75 m
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 10. Free Span 26, 27, dan 28 pada Citra Side Scan Sonar
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,57 m
Panjang: 14,57 m
FREE SPAN – 26
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,64 m
Tinggi: 0,97 m
Tinggi: 0,37 m
Panjang: 1,86 m
FREE SPAN – 29
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 11. Free Span 29, 30, dan 31 pada Citra Side Scan Sonar
Panjang: 7,19 m
Panjang: 8,38 m
FREE SPAN – 31 FREE SPAN – 30
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 75 m
Sekitar 25 m
Tinggi: 0,45 m
Panjang: 3,64 m
FREE SPAN – 32
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 12. Free Span 32 dan 33 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,48 m
Panjang: 4,41 m
FREE SPAN – 33
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Tinggi: 0,49 m
Panjang: 5,99 m
FREE SPAN – 35
Sekitar 25 m
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 13. Free Span 34 dan 35 pada Citra Side Scan Sonar
Sekitar 75 m
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,94 m
Panjang: 15,39 m
FREE SPAN – 34
Tinggi: 0,42 m
Panjang: 5,34 m
FREE SPAN – 37
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 14. Free Span 36 dan 37 pada Citra Side Scan Sonar
Sekitar 75 m
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,36 m
Panjang: 1,79 m
FREE SPAN – 36
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,37 m
Panjang: 1,64 m
Panjang: 3,32 m
Tinggi: 0,36 m
FREE SPAN – 38
FREE SPAN – 39
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 03Ui
Lampiran 15. Free Span 38, 39, dan 40 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,32 m
Panjang: 1,07 m
FREE SPAN – 40
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Sa l uran pi pa
Tinggi: 0,37 m
Panjang: 4,40 m
FREE SPAN – 41
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 16. Free Span 41 pada Citra Side Scan Sonar
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Panjang: 3,04 m
Tinggi: 0,38 m
Panjang: 2,57 m
Tinggi: 0,31 m
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 17. Free Span 42 dan 43 pada Citra Side Scan Sonar
FREE SPAN – 43
FREE SPAN – 42
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Sekitar 25 m
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 18. Free Span 44 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,27 m
Panjang: 5,28 m
FREE SPAN – 44
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Panjang: 1,91 m
Tinggi: 0,30 m
Panjang: 3,02 m
Tinggi: 0,20 m
Tinggi: 0,27 m
Panjang: 1,21 m
Tinggi: 0,25 m
Panjang: 1,70 m
FREE SPAN – 47 FREE SPAN – 48
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 19. Free Span 45, 46, 47, dan 48 pada Citra Side Scan Sonar
FREE SPAN – 46
FREE SPAN – 45
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Tinggi: 0,49 m
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 20. Free Span 49 dan 50 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,56 m
Panjang: 7,52 m
Panjang: 7,12 m
Sa l uran pi pa
FREE SPAN – 50
FREE SPAN – 49
Sekitar 75 m
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 21. Free Span 51 dan 52 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,73 m
Panjang: 11,96 m
Tinggi: 0,42 m
FREE SPAN – 52
Panjang: 2,65 m
Sekitar 25 m
FREE SPAN – 51
Sekitar 75 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Sa l uran pi pa
Panjang: 5,56 m
Tinggi: 0,65 m
Panjang: 2,66 m
Tinggi: 0,41 m
FREE SPAN – 54 FREE SPAN – 55
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 22. Free Span 53, 54, dan 55 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,61 m
Panjang: 8,41 m
FREE SPAN – 53
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Panjang: 5,67 m
Tinggi: 0,64 m
Panjang: 2,44 m
Tinggi: 0,50 m
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 23. Free Span 56 dan 57 pada Citra Side Scan Sonar
Sa l uran pi pa
FREE SPAN – 57
FREE SPAN – 56
ARAH SURVEI
Sekitar 25 m
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,57 m
Tinggi: 0,49 m
Panjang: 3,35 m
FREE SPAN – 59
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 24. Free Span 58 dan 59 pada Citra Side Scan Sonar
Sa l uran pi pa
Panjang: 5,51 m
FREE SPAN – 58
ARAH SURVEI
Sekitar 25 m
Sa l uran pi pa
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,52 m
Panjang: 4,69 m
Tinggi: 0,48 m
Panjang: 3,21 m
FREE SPAN – 62 FREE SPAN – 63
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 25. Free Span 60, 61, 62, dan 63 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,56 m
Panjang: 5,65 m
Panjang: 7,06 m
Tinggi: 0,65 m
FREE SPAN – 61
FREE SPAN – 60
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,27 m
Panjang: 1,29 m
FREE SPAN – 64
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 26. Free Span 64 dan 65 pada Citra Side Scan Sonar
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,39 m
Panjang: 2,62 m
FREE SPAN – 65
Tinggi: 0,23 m
Panjang: 1,68 m
Sa l uran pi pa
Tinggi: 0,32 m
Panjang: 1,76 m
FREE SPAN – 68
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 27. Free Span 66, 67, dan 68 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,21 m
Panjang: 1,21 m
FREE SPAN – 66 FREE SPAN – 67
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Panjang: 5,49 m
Tinggi: 0,32 m
Panjang: 2,15 m
Tinggi: 0,41 m
Tinggi: 0,34 m
Panjang: 9,76 m
FREE SPAN – 72
Sekitar 75 m
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 28. Free Span 69, 70, 71, dan 72 pada Citra Side Scan Sonar
FREE SPAN – 71
Sekitar 25 m
FREE SPAN – 69
Tinggi: 0,25 m
Panjang: 3,10 m
FREE SPAN – 70
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 75 m
Panjang: 5,67 m
Tinggi: 0,33 m
Panjang: 1,32 m
Tinggi: 0,23 m
Jalur Survei: 01Ui
Tinggi: 0,29 m
Panjang: 1,85 m
FREE SPAN – 76
Tinggi: 0,33 m
Panjang: 2,88 m
FREE SPAN – 75
Lampiran 29. Free Span 73, 74, 75, dan 76 pada Citra Side Scan Sonar
Sa l uran pi pa
FREE SPAN – 74
FREE SPAN – 73
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Tinggi: 0,33 m
Panjang: 14,57 m
FREE SPAN – 77
Tinggi: 1,59 m
Tinggi: 1,20 m
Tinggi: 0,36 m
Panjang: 16,11 m
FREE SPAN – 80
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 01Ui
Sekitar 75 m
Sa l uran pi pa
Lampiran 30. Free Span 77, 78, 79, dan 80 pada Citra Side Scan Sonar
Panjang: 17,63 m
Panjang: 33,64 m
FREE SPAN – 78 FREE SPAN – 79
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,19 m
Tinggi: 0,31 m
Tinggi: 0,30 m
Panjang: 4,19 m
Tinggi: 0,40 m
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 31. Free Span 81, 82, 83, 84, dan 85 pada Citra Side Scan Sonar
Sa l uran pi pa
Panjang: 2,05 m
Panjang: 1,99 m
Panjang: 2,60 m
FREE SPAN – 84 FREE SPAN – 85
FREE SPAN – 83
Tinggi: 0,23 m
Panjang: 3,24 m
FREE SPAN – 82
FREE SPAN – 81
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 32. Free Span 86 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,26 m
Panjang: 1,59 m
FREE SPAN – 86
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 33. Free Span 87 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,32 m
Panjang: 1,50 m
FREE SPAN – 87
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Sa l uran pi pa
Sekitar 75 m
Jalur Survei: 01Ui
Sekitar 25 m
Tinggi: 0,25 m
Panjang: 1,79 m
FREE SPAN – 91
Lampiran 34. Free Span 88, 89, 90, dan 91 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,25 m
Panjang: 1,55 m
Panjang: 3,70 m
Tinggi: 0,40 m
FREE SPAN – 90
FREE SPAN – 88
Tinggi: 0,28 m
Panjang: 2,19 m
FREE SPAN – 89
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
FREE SPAN – 93
Panjang: 21,01 m
Tinggi: 0,74 m
FREE SPAN – 92
Panjang: 25,65 m
Tinggi: 0,66 m
Jalur Survei: 01Ui
Sekitar 25 m
Panjang: 4,08 m
Tinggi: 0,34 m
Panjang: 1,67 m
Tinggi: 0,37 m
FREE SPAN – 95 FREE SPAN – 96
Tinggi: 0,40 m
Panjang: 4,92 m
FREE SPAN – 94
Lampiran 35. Free Span 92, 93, 94, 95, dan 96 pada Citra Side Scan Sonar
Sekitar 75 m
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,21 m
Jalur Survei: 01Ui
Lampiran 36. Free Span 97 pada Citra Side Scan Sonar
Sa l uran pi pa
Panjang: 3,90 m
FREE SPAN – 97
ARAH SURVEI
Sekitar 25 m
Panjang: 44,86 m
Tinggi: 1,14 m
Panjang: 12,14 m
Tinggi: 0,41 m
Panjang: 30,31 m
Tinggi: 0,82 m
Panjang: 41,34 m
Tinggi: 1,90 m
FREE SPAN –100 FREE SPAN – 101
Sekitar 75 m
Jalur Survei: 02U
Lampiran 37. Free Span 98, 99, 100, dan 101 pada Citra Side Scan Sonar
FREE SPAN – 99
FREE SPAN – 98
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 75 m
Panjang: 25,85 m
Tinggi: 0,72 m
Panjang: 27,30 m
Tinggi: 0,54 m
Tinggi: 0,88 m
Panjang: 10,01 m
Tinggi: 1,55 m
Panjang: 42,59 m
FREE SPAN – 105 FREE SPAN – 106
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 02U
Lampiran 38. Free Span 102, 103, 104, 105, dan 106 pada Citra Side Scan Sonar
FREE SPAN – 103
FREE SPAN –102
Tinggi: 0,42 m
Panjang: 11,39 m
FREE SPAN – 104
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Tinggi: 2,03 m
Panjang: 56,98 m
FREE SPAN – 108
Tinggi: 1,45 m
Panjang: 22,98 m
FREE SPAN – 109
Tinggi: 1,01 m
Panjang: 35,77 m
FREE SPAN – 110
Jalur Survei: 02U
Lampiran 39. Free Span 107, 108, 109, dan 110 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,25 m
Panjang: 16,35 m
FREE SPAN – 107
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Panjang: 36,05 m
Tinggi: 1,38 m
Panjang: 31,84 m
Tinggi: 1,18 m
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 02U
Lampiran 40. Free Span 111 dan 112 pada Citra Side Scan Sonar
FREE SPAN – 112
FREE SPAN – 111
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Sekitar 25 m
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 02U
Lampiran 41. Free Span 113 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,45 m
Panjang: 2,98 m
FREE SPAN – 113
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Sekitar 75 m
Tinggi: 0,36 m
Tinggi: 0,29 m
Panjang: 1,47 m
Tinggi: 0,20 m
Panjang: 2,06 m
Tinggi: 0,25 m
FREE SPAN – 116 FREE SPAN – 115
Panjang: 2,42 m
Panjang: 4,56 m
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: i
Lampiran 42. Free Span 114, 115, 116, dan 117 pada Citra Side Scan Sonar
Sekitar 25 m
FREE SPAN – 114
FREE SPAN – 117
ARAH SURVEI
Sekitar 75 m
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Tinggi: 0,28 m
Panjang: 11,55 m
FREE SPAN – 118
Jalur Survei: i
Lampiran 43. Free Span 118 dan 119 pada Citra Side Scan Sonar
Tinggi: 0,27 m
Panjang: 26,43 m
FREE SPAN – 119
ARAH SURVEI
Sekitar 10 m
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 36F
Lampiran 44. Free Span 1 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 10 m
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 34F
Lampiran 45. Free Span 7 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
ARAH SURVEI
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 30F
Lampiran 46. Free Span 23 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 10 m
Sa l uran pi pa
Sekitar 10 m
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 28F
Lampiran 47. Free Span 26 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 27F
Lampiran 48. Free Span 27 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 10 m
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 10 m
Jalur Survei: 25F
Lampiran 49. Free Span 31 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 82C
Lampiran 50. Free Span 34 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
Jalur Survei: 72C
Lampiran 51. Free Span 37 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 55C
Lampiran 52. Free Span 50 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
Sekitar 10 m
Jalur Survei: 41C
Lampiran 53. Free Span 61 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
Jalur Survei: 32C
Lampiran 54. Free Span 78 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 30C
Lampiran 55. Free Span 81 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 10 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 10 m
Jalur Survei: 12F
Lampiran 56. Free Span 93 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 18C
Lampiran 57. Free Span 96 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 10 m
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 11F
Lampiran 58. Free Span 99 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 10 m
ARAH SURVEI
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 10F
Lampiran 59. Free Span 100 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 10 m
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 09F
Lampiran 60. Free Span 101 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sekitar 25 m
Sa l uran pi pa
Sekitar 10 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 15C
Lampiran 61. Free Span 102 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 10 m
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
Jalur Survei: 08F
Lampiran 62. Free Span 103 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
Jalur Survei: 14C
Lampiran 63. Free Span 106 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 07F
Lampiran 64. Free Span 106 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
Sekitar 10 m
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 06F
Lampiran 65. Free Span 108 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sekitar 25 m
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 05F
Lampiran 66. Free Span 108 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
ARAH SURVEI
Sekitar 25 m
Jalur Survei: 04F
Lampiran 67. Free Span 110 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 10 m
Sa l uran pi pa
ARAH SURVEI
Jalur Survei: 11C
Lampiran 68. Free Span 111 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
Jalur Survei: 02F
Lampiran 69. Free Span 112 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Jalur Survei: 01F
Lampiran 70. Free Span 112 pada Citra Sub-Bottom Profiler
ARAH SURVEI
Sa l uran pi pa
Sekitar 25 m
Sekitar 10 m
Sekitar 10 m
ARAH SURVEI
Jalur Survei: 08C
Lampiran 71. Free Span 113 pada Citra Sub-Bottom Profiler
Sekitar 25 m
Sa l uran pi pa
BIODATA PENULIS
I Made Dwiva Satya Nugraha. Penulis
dilahirkan di Jembrana, 23 Agustus 1992
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis telah menempuh pendidikan formal
di TK Raj Yamuna, SD Negeri 3 Kesiman,
SMP Negeri 1 Denpasar, dan SMA Negeri 1
Denpasar.
Kemudian
melanjutkan
pendidikan S-1 di Jurusan Teknik
Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya melalui jalur SNMPTN
pada tahun 2010 dan terdaftar dengan NRP 3510 100 054. Selama
duduk di bangku kuliah, penulis aktif di organisasi Himpunan
Mahasiswa Geomatika dengan menjabat sebagai Staf Departemen
Luar Negeri masa bakti 2011/2012 dan Kepala Biro Keprofesian
Departemen Keilmuan dan Keprofesian masa bakti 2012/2013.
Penulis juga aktif dalam organisasi Tim Pembina Kerohanian
Hindu, yakni sebagai Staf Departemen Pengabdian Masyarakat
masa bakti 2011/2012 dan Staff Ahli di departemen yang sama
pada masa bakti 2012/2013. Selama berorganisasi, penulis
seringkali terlibat dalam kepanitian acara berskala lokal, regional,
dan nasional, baik sebagai ketua, koordinator seksi, maupun
anggota. Penulis pernah menjalani Kerja Praktik bidang survei
hidrografi di PT. Mahakarya Geo Survey pada tahun 2013.
Bidang keahlian survei hidrografi juga menjadi pilihan penulis
sebagai Tugas Akhir untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Sarjana Teknik.
Download