TUGAS AKHIR – RG 091536 APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE SCAN SONAR, DAN SUB-BOTTOM PROFILER UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT I MADE DWIVA SATYA NUGRAHA NRP 3510 100 054 Dosen Pembimbing Ir. Yuwono, MT JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014 FINAL ASSIGNMENT – RG 091536 MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE SCAN SONAR, AND SUB-BOTTOM PROFILER APPLICATION FOR SUBSEA PIPELINE FREE SPAN DETECTION I MADE DWIVA SATYA NUGRAHA NRP 3510 100 054 Supervisor Ir. Yuwono, MT GEOMATICS ENGINEERING DEPARTMENT Faculty of Civil Engineering and Planning Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2014 APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE SCAN SONAR, DAN SUB-BOTTOM PROFILER UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Jurusan S-1 Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh: I MADE DWIVA SATYA NUGRAHA NRP. 3510 100 054 Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir: Ir. Yuwono, MT NIP. 1959 0124 1985 02 1001 SURABAYA, JULI 2014 v APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE SCAN SONAR, DAN SUB-BOTTOM PROFILER UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing : I Made Dwiva Satya Nugraha : 3510 100 054 : Te knik Geomatika FTSP-ITS : Ir. Yuwono, MT Abstrak Saluran pipa bawah laut sebagai salah satu sistem distribusi dalam industri minyak dan gas harus selalu diperhatikan kondisinya agar terhindar dari risiko kerugian material maupun dampak terhadap lingkungan. Salah satu yang harus diperhatikan yakni bentang bebas (free span) atau bagian pipa yang tidak tertumpu. Informasi panjang dan tinggi free span dapat diperoleh melalui survei inspek si dengan memanfaatk an instrumen hidroak ustik, seperti Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar, dan Sub-Bottom Profiler. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan dan interpretasi ketiga data instrumen tersebut guna mendapatk an dimensi free span yang dibutuhkan. Ditemukan sebanyak 119 indik asi free span pada citra Side Scan Sonar dengan panjang dan tinggi yang bervariasi. Akan tetapi, terdapat selisih posisi horisontal pipa dengan yang terlihat pada data Multibeam Echosounder. Selisih posisi horisontal juga terjadi pada citra Sub-Bottom Profiler dengan data Multibeam Echosounder. Dimensi free span hasil interpretasi citra Side Scan Sonar juga memiliki perbedaan dengan yang diperoleh dari citra Sub-Bottom Profiler. Analisis dilakukan terhadap perbedaan posisi, panjang, dan tinggi free span dari ketiga data dan diketahui bahwa posisi horisontal yang dapat diandalkan adalah posisi pipa dari Multibeam Echosounder. Hal ini disebabk an perambatan v kesalahan yang sangat mungkin terjadi pada sistem towing yang diterapkan pada Side Scan Sonar dan data navigasi citra SubBottom Profiler yang belum dikoreksi karena keterbatasan data. Citra Sub-Bottom Profiler kurang baik bila dijadik an sebagai data utama dalam penentuan dimensi free span, k ecuali ak uisisi datanya dilakuk an dengan spasi yang rapat sehingga dapat diperoleh data top of pipe yang lebih banyak. Dalam hal ini, data yang digunakan adalah citra Side Scan Sonar dik arenak an mampu memberikan informasi kenampak an permuk aan dasar laut yang cukup jelas sehingga sangat baik digunak an untuk interpretasi panjang dan tinggi free span. Ketiga instrumen hidroakustik ini dapat saling mendukung dengan kelebihan dan kek urangannya masing-masing dalam pendeteksian pipa dan free span-nya. Terutama untuk pendeteksian pipa tertanam yang tidak mampu dilakuk an oleh Side Scan Sonar dan Multibeam Echosounder, dapat mengandalkan Sub-Bottom Profiler yang memiliki kemampuan penetrasi menembus dasar laut sehingga memungk ink an pendeteksian indikasi pipa atau obyek lainnya yang tertanam. Kata Kunci: Free Span, Multibeam Echosounder, Pipa Bawah Laut, Side Scan Sonar, Sub-Bottom Profiler vi MULTIBEAM ECHOSOUNDER, SIDE SCAN SONAR, AND SUB-BOTTOM PROFILER APPLICATION FOR SUBSEA PIPELINE FREE SPAN DETECTION Name NRP De partment Supervisor : I Made Dwiva Satya Nugraha : 3510 100 054 : Te knik Geomatika FTSP-ITS : Ir. Yuwono, MT Abstract Subsea pipeline as one of distribution systems in oil and gas industry should always be inspected to avoid the risk of material loss and the impact on the environment. One of many aspects that should be a concern is free span or the distance between pipe that is not supported. The information of free span length and height can be obtained by using hydroacoustic instrument, such as Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar, and Sub-Bottom Profiler. This thesis had done the processing and interpreting of these three kind of data in order to obtain the free span dimensions. Found that there are 119 free span indications on Side Scan Sonar imageries with varying length and height. However, their horizontal positions are different with pipeline exposed by Multibeam Echosounder. The horizontal position differences also occur in Sub-Bottom Profiler imagery compared with Multibeam Echosounder data. The free spans dimensions obtained from Side Scan Sonar imageries also have differences with those obtained from Sub-Bottom Profiler imageries. Some analysis were performed on these free span position and dimensions differences and it is known that the reliable horizontal position is the pipe position from Multibeam Echosounder data. This is due to the error propagation that might be occured in towing system applied on Side Scan Sonar and the vii navigation data of Sub-Bottom Profiler imageries that haven’t corrected yet due to data limitations. Sub-Bottom Profiler imagery is not good enough to used as primary data in the determination of free span dimensions, unless the acquisition was done with short-spacing crossline to obtain more top of pipe data. In this case, Side Scan Sonar imagery is used because it is able to provide information better due to the appearance of seabed condition is quite clear, so that the interpretation of free span length and height can be done better. All of these instruments can support each other with their advantages and disadvantages in detection of pipeline and its free span. Especially for detecting the buried pipeline, that Side Scan Sonar and Multibeam Echosounder are not capable of, SubBottom Profiler can do its best with the ability to penetrate into the bottom, thus allowing the detection of buried pipe indication or other buried objects. Keywords: Free Span, Multibeam Echosounder, Subsea Pipeline, Side Scan Sonar, Sub-Bottom Profiler viii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga Tugas Akhir yang berjudul “Aplikasi Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar, dan SubBottom Profiler untuk Mendeteksi Free Span pada Saluran Pipa Bawah Laut” ini dapat diselesaikan dengan baik. Selama pelaksanaan penelitian, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik secara moral maupun material yang diterima penulis. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Muhammad Taufik selaku Ketua Jurusan Teknik Geomatika ITS. 2. Ir. Yuwono, MT selaku dosen pembimbing. 3. PT. Mahakarya Geo Survey sebagai pihak penyedia data penelitian. 4. Mas Aga dan Mas Lukman selaku mentor selama di MGS. 5. Bu Illiah, Pak Henky, Pak Erikson, Pak Deni, Pak Pance, Pak Didin, Mbak Handa, Mbak Vidia, dan Mas Rifki. 6. Orang tua dan keluarga besar atas doa dan dukungannya. 7. Senior dan teman-teman angkatan Geomatika 2010. 8. Teman-teman angkatan TPKH 2010 atas semangatnya. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai pembelajaran bagi penulis untuk lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat. Surabaya, 7 Juli 2014 Penulis xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................. i ABSTRAK............................................................................... v LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... ix KAT A PENGANTAR .............................................................. xi DAFT AR ISI..........................................................................xiii DAFT AR GAMBAR..............................................................xvii DAFT AR TABEL.................................................................. xxi DAFT AR LAMPIRAN.......................................................... xxiii BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ......................................................... 2 1.3 Batasan Masalah.............................................................. 2 1.4 Tujuan ........................................................................... 3 1.5 Manfaat.......................................................................... 3 BAB II TINJAUAN P USTAKA ................................................. 5 2.1 Survei Hidrografi............................................................. 5 2.1.1 Definisi Survei Hidrografi............................................ 5 2.1.2 Standard IHO untuk Survei Hidrografi (S-44)................. 6 2.2 Survei Batimetri .............................................................. 8 2.2.1 Definisi Survei Batimetri ............................................. 8 2.2.2 Penentuan Kedalaman ................................................. 8 2.3 Multibeam Echosounder................................................... 9 2.3.1 Prinsip....................................................................... 9 2.3.2 Aplikasi ................................................................... 10 2.3.3 Sistem ..................................................................... 11 2.3.4 Instalasi ................................................................... 12 2.3.5 Cakupan Dasar Laut .................................................. 13 2.3.6 Kalibrasi .................................................................. 15 2.3.6.1 Latensi Posisi dan Kedalaman................................ 15 2.3.6.2 Kalibrasi Roll ...................................................... 16 2.3.6.3 Kalibrasi Pitch ..................................................... 17 2.3.6.4 Kalibrasi Yaw ...................................................... 18 2.3.6.5 Kalibrasi Cepat Rambat Gelombang Suara .............. 19 2.4 Pasang Surut................................................................. 20 2.4.1 Definisi Pasang Surut ................................................ 20 xiii 2.4.2 Faktor Penyebab Pasang Surut ................................... 20 2.4.3 Tipe Pasang Surut..................................................... 21 2.4.4 Tujuan Pengamatan Pasang Surut ............................... 22 2.4.5 Kedudukan Permukaan Air Laut ................................. 22 2.5 Penentuan Posisi ........................................................... 23 2.5.1 Global Positioning System ......................................... 23 2.5.2 Metode Penentuan Posisi dengan GPS......................... 24 2.6 Side Scan Sonar ............................................................ 25 2.6.1 Teori Operasi ........................................................... 26 2.6.1.1 Geometri ............................................................ 28 2.6.1.2 Rekaman ............................................................ 29 2.6.2 Instalasi................................................................... 31 2.6.2.1 Ditarik dari Buritan .............................................. 31 2.6.2.2 Dipasang pada Kapal............................................ 33 2.6.2.3 Metode Lainnya................................................... 34 2.6.3 Stabilitas Sonar Fish ................................................. 34 2.6.4 Interpretasi Citra Side Scan Sonar............................... 35 2.6.4.1 Reflektivitas dan Bayangan ................................... 35 2.6.4.1 Dimensi Kontak Side Scan Sonar........................... 37 2.7 Sub-Bottom Profiler....................................................... 38 2.7.1 Aplikasi................................................................... 38 2.7.2 Teori Operasi ........................................................... 39 2.7.2.1 Geometri ............................................................ 39 2.7.2.1 Sub-Bottom Profile .............................................. 40 2.7.3 Instalasi................................................................... 41 2.7.3.1 Konstruksi Tetap ................................................. 42 2.7.3.2 Ditarik dari Buritan .............................................. 43 2.8 Pemosisian Bawah Air dengan USBL .............................. 43 2.9 Pipa Bawah Laut ........................................................... 44 2.9.1 Definisi Pipa Bawah Laut .......................................... 44 2.9.2 Free Span ................................................................ 45 2.10 Penelitian Terdahulu ...................................................... 46 BAB III METODOLOGI ......................................................... 49 3.1 Lokasi Penelitian........................................................... 49 3.2 Peralatan dan Bahan ...................................................... 49 3.2.1 Peralatan ................................................................. 49 3.2.2 Bahan ..................................................................... 49 xiv 3.3 Metodologi Penelitian .................................................... 50 3.3.1 Tahap Pelaksanaan.................................................... 50 3.3.2 Tahap Pengolahan Data ............................................. 52 3.3.2.1 Tahap Pengolahan Data Side Scan Sonar................. 52 3.3.2.2 Tahap Pengolahan Data Multibeam Echosounder ..... 53 3.3.2.3 Tahap Pengolahan Data Sub-Bottom Profiler ........... 55 3.3.2.4 Tahap Komparasi Posisi Pipa SSS dan MBES ......... 56 3.3.2.5 Tahap Komparasi Posisi Pipa MBES dan SBP ......... 57 3.3.2.6 Tahap Komparasi Panjang dan Tinggi Free Span SSS dan SBP.............................................................. 58 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................... 61 4.1 Data dan Hasil Penelitian................................................ 61 4.1.1 Batimetri ................................................................. 61 4.1.2 Citra Side Scan Sonar ................................................ 62 4.1.3 Sub-Bottom Profile ................................................... 63 4.1.4 Perbedaan Posisi Pipa dari Data SSS dan MBES ........... 64 4.1.5 Perbedaan Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP .......... 66 4.1.6 Perbedaan Panjang Span dari Data SSS dan SBP .......... 67 4.1.7 Perbedaan Tinggi Span dari Data SSS dan SBP ............ 68 4.1.8 Free Span yang Terdeteksi......................................... 69 4.1.9 Pipeline Support yang Terdeteksi................................ 74 4.2 Pembahasan .................................................................. 75 4.2.1 Analisis Perbedaan Posisi Pipa dari Data SSS dan MBES ............................................................................... 75 4.2.2 Analisis Perbedaan Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP ............................................................................... 78 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................... 85 5.1 Kesimpulan .................................................................. 85 5.2 Saran ........................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS xv DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Prinsip Kerja Multibeam Echosounder ............... 10 MBES Diputar pada Sudut 45° untuk Pekerjaan Inspeksi ........................................................... 11 Instalasi di Samping dan Depan Kapal ............... 13 Footprint untuk Sektor Sudut Datang yang Berbeda (30°, 90°, 60°, 5°) ............................................. 14 Cakupan MBES: Penyesuaian Jalur (1), Perubahan Topografi Dasar Laut (2), Gerakan Roll dari Kapal (3) ................................................................... 15 Latency Error versus Positioning Error pada Kecepatan Survei yang Berbeda ........................ 16 Penentuan Roll Offset........................................ 17 Penentuan Pitch Offset ...................................... 18 Penentuan Yaw Offset ....................................... 19 Contoh Profil Kecepatan Suara dalam Air .......... 20 Segmen GPS .................................................... 24 Metode Penentuan Posisi Secara Diferensial....... 25 Diagram Penyerapan, Penghamburan, dan Pemantulan Gelombang Suara ........................... 27 Penampang Melintang Sonar Fish ..................... 28 Sketsa yang Menggambarkan Kondisi Bawah Permukaan Saat Perekaman............................... 29 Rekaman Sonar Merepresentasikan Situasi Dasar ........................................................................ 29 Side Scan Sonar yang Ditarik dari Buritan.......... 31 Posisi Sonar yang Tidak Benar Akibat Arus dari Samping........................................................... 32 Posisi Sonar yang Tidak Benar Akibat Melengkungnya Tow Cable............................... 32 Side Scan Sonar yang Dipasang di Kapal ........... 33 Ilustrasi Ketidakstabilan Sonar Fish................... 35 Bayangan Terjadi pada Cekungan dan Gundukan 37 Bayangan dari Obyek yang Menggantung .......... 37 xvii Gambar 2.24 Tinggi Obyek Dapat Dihitung dari Slant Range dan Tinggi Sonar.................................................... 38 Gambar 2.25 Tampilan Skematik Operasi SBP yang Dipasang di Kapal............................................................... 40 Gambar 2.26 Rekaman Chirp, Danau Vättern, Sweden ........... 41 Gambar 2.27 Rekaman Pinger, Penampang Melintang Saluran Pipa ................................................................. 41 Gambar 2.28 Contoh Konstruksi Tetap pada Bagian Samping Kapal............................................................... 42 Gambar 2.29 Sistem Tarik untuk Instalasi SBP....................... 43 Gambar 2.30 Prinsip Ultra Short Baseline.............................. 44 Gambar 2.31 Tipe Umum Free Span Pipa Bawah Laut ........... 46 Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (Bukan Lokasi Sebenarnya) .... 49 Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Pelaksanaan....................... 50 Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Data SSS................... 52 Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Data ASCII MBES .... 54 Gambar 3.5 Diagram Alir Pengolahan Data SBP .................. 55 Gambar 3.6 Diagram Alir Komparasi Posisi Pipa SSS dan MBES ............................................................. 56 Gambar 3.7 Diagram Alir Komparasi Posisi Pipa MBES dan SBP................................................................. 57 Gambar 3.8 Diagram Alir Komparasi Panjang dan Tinggi Free Span SSS dan SBP ........................................... 58 Gambar 4.1 Profil Pasang Surut Air Laut ............................. 61 Gambar 4.2 Sebelum (Kiri) dan Sesudah (Kanan) Koreksi Slant Range .............................................................. 62 Gambar 4.3 Sebelum (Kiri) dan Sesudah (Kanan) Koreksi TVG ....................................................................... 63 Gambar 4.4 Contoh Sonar Image yang Telah Dikoreksi ........ 63 Gambar 4.5 Contoh Sub-Bottom Profile yang Telah Dikoreksi ....................................................................... 64 Gambar 4.6 Free Span 9 ..................................................... 75 Gambar 4.7 Free Span 18.................................................... 75 Gambar 4.8 Free Span 21.................................................... 76 Gambar 4.9 Free Span 33.................................................... 76 xviii Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Free Span 34.................................................... 76 Free Span 35.................................................... 76 Free Span 100, 101 dan 102 .............................. 76 Free Span 105 dan 106 ..................................... 76 Free Span 108 dan 109 ..................................... 76 Free Span 111 dan 112 ..................................... 76 Koordinat Top of Pipe yang Jumping pada Free Span 99, 100, 101, dan 102 (Atas) dan Free Span 103 dan 106 (Bawah)........................................ 78 Free Span 103 dan 106 dengan Tinggi dari Data SBP (Atas) dan Posisinya pada Citra SSS (Bawah) ........................................................................ 79 Free Span 108 dan 110 dengan Tinggi dari Data SBP (Atas) dan Posisinya pada Citra SSS (Bawah) ........................................................................ 80 Top of Pipe dari Free Span 103 ......................... 81 Top of Pipe dari Free Span 106 ......................... 81 Top of Pipe dari Free Span 106 ......................... 81 Top of Pipe dari Free Span 108 ......................... 82 Top of Pipe dari Free Span 108 ......................... 82 Top of Pipe dari Free Span 110 ......................... 82 xix DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Komparasi Posisi Free Span dari Data SSS dan MBES ............................................................................... 65 Tabel 4.2 Komparasi Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP ...... 67 Tabel 4.3 Komparasi Panjang Free Span dari Data SSS dan SBP ............................................................................... 67 Tabel 4.4 Komparasi Tinggi Free Span dari Data SSS dan SBP 68 Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X....... 70 Tabel 4.6 Pipeline Support yang Terdeteksi............................. 75 xxi “Halaman ini sengaja dikosongkan” xxii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi adalah kebutuhan global yang tidak dapat dipungkiri, terutama minyak dan gas (migas). Permintaan terhadap migas terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri migas sehingga harus dibarengi dengan distribusi yang tepat, khususnya pada area lepas pantai. Pembangunan pipa bawah laut merupakan salah satu sistem distribusi pengangkutan material tersebut. Namun, saluran pipa ini memerlukan inspeksi secara berkala untuk menghindari risiko kerugian material terhadap industri itu sendiri dan juga dampaknya terhadap lingkungan, seperti misalnya bila terjadi kerusakan atau kebocoran. Pipa bawah laut merupakan saluran pipa yang sangat panjang yang digunakan untuk pendistribusian material cair maupun gas antar anjungan atau dari anjungan ke darat. Banyak aspek yang harus diperhatikan dalam perancangan saluran pipa bawah laut, antara lain tebal dinding, pemilihan material, peninjauan rute, pemilihan rute, data lingkungan, perlindungan katodik terhadap korosi, kestabilan pada permukaan dasar laut, analisis tekuk, ekspansi termal, analisis kelelahan, dan analisis terhadap bentang bebas (free span) atau bagian pipa yang tidak tertumpu. Dinamika di lautan, seperti erosi, sand wave, dan rock beam dapat menyebabkan terjadinya free span. Panjang free span ini sebaiknya dijaga dalam batas yang diizinkan pada proses perancangan baik selama atau setelah instalasi dengan cara memberikan support atau penopang. Untuk mendeteksi free span tersebut dilakukan inspeksi secara berkala. Inspeksi pipa membutuhkan informasi yang teliti mengenai kondisi dasar laut. Survei inspeksi pada umumnya memanfaatkan berbagai macam instrumen hidroakustik, seperti Multibeam Echosounder (MBES), Side Scan Sonar (SSS), dan Sub- 1 2 bottom Profiler (SBP). Ketiga alat ini sama-sama memanfaatkan gelombang akustik, namun memiliki prinsip kerja yang berbeda. MBES dimanfaatkan untuk survei batimetri, yaitu survei yang dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan (Pasek, 2011 dalam Subroto, 2012). SSS mampu membedakan besar kecil partikel penyusun permukaan dasar laut, seperti batuan, lumpur, pasir, kerikil, atau tipe-tipe dasar perairan lainnya (Bartholoma, 2006 dalam Gustiawan, 2012). SBP dapat menembus dasar laut untuk melihat struktur geologinya (Ramdhani, 2011), yang dalam Tugas Akhir ini dibatasi pada interpretasi indikasi pipa saja. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dari penelitian ini antara lain: 1. Bagaimanakah perbandingan data MBES, SSS, dan SBP dalam mendeteksi indikasi free span. 2. Apakah metode terbaik untuk mendeteksi panjang dan tinggi indikasi free span. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini antara lain: 1. Data MBES, SSS, dan SBP yang digunakan merupakan data yang diperoleh dari PT. Mahakarya Geo Survey (MGS). 2. Pengolahan data SSS untuk menghasilkan citra dasar laut yang baik untuk interpretasi pipa dan free span pipa. 3. Pengolahan data SBP untuk melihat indikasi pipa dan free span pipa. 4. Pembuatan peta batimetri dari data MBES dan profil memanjang saluran pipa untuk penyajian data kedalaman dan morfologi dasar laut sepanjang pipa. 3 5. Analisis perbandingan data MBES, SSS, dan SBP untuk merekomendasikan metode terbaik dalam pendeteksian indikasi free span. 1.4 Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah: 1. Menganalisis perbandingan data MBES, SSS, dan SBP untuk mendeteksi indikasi free span. 2. Merekomendasikan metode terbaik untuk mendeteksi panjang dan tinggi indikasi free span. 1.5 Manfaat Manfaat dari tugas akhir ini adalah: 1. Memperoleh perbandingan data MBES, SSS, dan SBP dalam pendeteksian free span. 2. Dapat merekomendasikan metode terbaik untuk mendeteksi panjang dan tinggi indikasi free span. 4 “Halaman ini sengaja dikosongkan” BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surve i Hidrografi 2.1.1 De finisi Surve i Hidrografi Istilah hidrografi pertama kali dikemukakan oleh International Hydrographic Organization (IHO) pada Special Publication Number 32 (SP-32) tahun 1970 dan Group of Experts on Hydrographic Surveying and Nautical Charting dalam laporannya pada Second United Nation Regional Cartographic Conference for the Americas di Mexico City tahun 1979. IHO mengemukakan bahwa hidrografi yakni (Poerbandono, 2005 dalam Yuwono, 2005): “that branch of applied science which deal with measurement and description of physical feature of the navigable portion of earth’s surface and joining coastal areas, with special reference to their use for the purpose of navigation”. Dari definisi di atas, dapat diterjemahkan bahwa hidrografi merupakan cabang ilmu terapan yang membahas tentang pengukuran dan deskripsi atau uraian unsur bagian permukaan bumi yang dikaitkan dengan daerah pantai dengan acuan tertentu untuk keperluan navigasi. Terdapat pula definisi tentang hidrografi yang dikemukakan oleh Group of Experts on Hydrographic Surveying and Nautical Charting bahwa definisi hidrografi adalah: “the science of measuring, describing, and depecting nature and configuration of the seabed, geographical relationship to landmass, and characteristics and dynamics of the sea”. Secara ringkas bahwa hidrografi merupakan ilmu pengetahuan tentang pengukuran penjelasan, gambaran 5 6 alamiah dan konfigurasi dasar laut, keterkaitan massa bumi, dan karakteristik serta dinamika laut. Dalam perkembangannya, IHO mendefinisikan kembali hidrografi sebagai berikut: “that branch of applied science which deal with measurement and description of the feature of the seas and coastal areas for the primary purpose of navigation and all other marine purpose and activities, including inter alia offshore activities, research, protection of the environment, and prediction services”. Definisi tersebut lebih luas jangkauannya yakni bukan sekedar pengukuran dan navigasi saja, akan tetapi sudah sampai ke aktivitas lepas pantai dan proteksi terhadap lingkungan. Salah satu kegiatannya adalah industri maritim yang mana tentunya memerlukan kegiatan-kegiatan survei di antaranya survei penentuan posisi, survei batimetri, pengamatan pasang surut, pengamatan arus, pengamatan gelombang, sedimen, temperatur, salinitas, survei seismik, survei magnetik, serta survei gravimetri. 2.1.2 Standard IHO untuk Survei Hidrografi (S-44) Berdasarkan S-44 dari IHO edisi ke-5 yang dipublikasikan pada Februari 2008 berisi panduan yang lebih jelas mengenai fitur dasar laut dan sejumlah bahasan tentang kemampuan sistem untuk mendeteksi fitur dan karakteristik fitur yang terdeteksi. Disimpulkan bahwa S-44 menetapkan standard minimum survei yang dilakukan untuk keselamatan navigasi. Penentuan karakteristik yang tepat dari fitur yang terdeteksi maupun sistem dan prosedur tertentu untuk mendeteksi fitur tersebut menjadi tanggung jawab dan kewenangan dari setiap negara, relevan dengan organisasi pemerintah yang menanganinya. Bahasan publikasi S-44 yakni: 1. Klasifikasi survei 7 Survei hidrografi dibedakan menjadi empat orde yang berbeda, diantaranya: Orde khusus Digunakan pada daerah kritis yang berpotensi membahayakan kapal. Contohnya pelabuhan dan alur masuknya. Orde 1a Diperuntukkan bagi pelabuhan, alur navigasi, dan daerah pantai dengan lalu lintas komersial yang padat di mana kondisi dasar lautnya tidak begitu membahayakan kapal (misalnya lumpur atau pasir). Berlaku terbatas di perairan dengan kedalaman kurang dari 100 meter. Orde 1b Untuk perairan yang fitur dasar lautnya tidak membahayakan kapal. Orde ini digunakan pada perairan yang dalamnya kurang dari 100 meter yang tidak termasuk orde khusus dan 1a. Orde 2 Digunakan pada daerah lepas pantai yang tidak disebut dalam orde khusus, 1a, atau 1b di mana kedalamannya lebih dari 100 meter. 2. Penentuan posisi Posisi menggunakan kerangka referensi geosentrik berdasarkan International Terrestrial Reference Frame (ITRF), misalnya World Geodetic System (WGS84). Bila menggunakan datum horisontal lokal, datum lokal tersebut harus diikatkan pada kerangka referensi geosentrik berdasarkan pada ITRF. 3. Kedalaman Kedalaman hasil pengukuran memerlukan reduksi terhadap variasi muka air sehingga diperlukan adanya pengamatan pula terhadap pasang surut air laut yang terjadi saat survei dilaksanakan. Kedalaman yang direduksi adalah terhadap chart datum. 8 4. Pengukuran lainnya Terdapat pula pengamatan lainnya yang diperlukan, tetapi tidak dalam semua survei. Pengamatan tersebut antara lain: pengambilan sampel dasar laut, koneksi dengan datum di darat, prediksi pasang surut, dan pengamatan aliran dan arus. 2.2 Surve i Batimetri 2.2.1 De finisi Surve i Batimetri Survei batimetri merupakan survei untuk melakukan pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (konfigurasi) dasar perairan (seabed surface). Bentuk permukaan yang dimaksud hanya sebatas pada konfigurasinya saja, tidak sampai pada kandungan materialnya ataupun biota yang tumbuh di atasnya, semata-mata bentuk (Poerbandono, 1999). Menurut IHO, survei batimetri adalah “measured or charted depth of water or the measurement of such depth” (IHO, 1970). Pengukuran kedalaman dilakukan secara bersamaan dengan pengukuran posisi horisontalnya. Kedalaman diukur dengan instrumen gelombang akustik, sedangkan posisi horisontal didapatkan dari penentuan posisi menggunakan Global Positioning System (GPS) dengan metode diferensial atau DGPS. Pasang surut air laut juga berpengaruh terhadap survei dikarenakan variasi muka laut sehingga diperlukan pengamatan pasang surut untuk mereduksi hasil survei terhadap dinamika air laut tersebut. 2.2.2 Penentuan Kedalaman Pemeruman atau sounding merupakan salah satu metode penentuan kedalaman dengan menggunakan prinsip pantulan gelombang akustik (Yuwono, 2005). Alat yang digunakan untuk kegiatan ini adalah perum gema atau Echosounder. Pengukuran kedalaman menggunakan Echosounder merupakan pengukuran kedalaman secara tidak 9 langsung dengan mengukur waktu tempuh pulsa gelombang akustik yang dipancarkan oleh transduser ke dasar laut dan kembali ke transduser. Interval waktu tempuh pulsa gelombang akustik tersebut kemudian dikonversi menjadi kedalaman dengan prinsip sebagai berikut. = ( . ) Di mana: D : kedalaman laut yang diukur (m) V : cepat rambat gelombang akus tik dalam air (m/s ) Δt : interval waktu antara gelombang yang dipancarkan dan diterima (s) 2.3 Multibeam Echosounder 2.3.1 Prinsip Multibeam Echosounder (MBES) digunakan untuk mengukur banyak kedalaman dari suatu susunan transduser. Kedalaman diukur sepanjang sapuan (swath) oleh transduser. Multibeam Echosounder dicirikan oleh parameter berikut: Frekuensi, pada rentang 12 – 500 kHz. Lebar sapuan 90° – 180° (2 – 12 x kedalaman air). Akurasinya umumnya berkurang dengan bertambahnya lebar sapuan. Untuk pengukuran yang akurat, lebar sapuan normalnya dibatasi 4 x kedalaman air atau 120°. Lebar sorotan (beam), pada rentang 0,5° – 3°. Range resolution, tergantung pada kedalaman, resolusi terbaik 1 – 15 cm. 10 Gambar 2.1 Prinsip Kerja Multibeam Echosounder (Lekkerkerk, 2006) 2.3.2 Aplikasi Multibeam Echosounder digunakan dalam kebanyakan cabang survei hidrografi, dengan setiap cabang menggunakan MBES untuk tujuan yang berbeda yakni (Lekkerkerk, 2006): 1. Pengerukan Digunakan untuk mengontrol proyek konstruksi dan proyek yang memerlukan resolusi tinggi dengan cakupan 100% diperlukan. 2. Lepas pantai Digunakan untuk inspeksi pipa, proyek peletakan pipa, serta inspeksi struktur dengan ROV. 3. Survei pra-desain terkait dengan jalur pipa dan kabel Khususnya menetapkan jalur yang layak berdasarkan hasil Multibeam Echosounder. Namun, pada laut yang lebih dalam, resolusi MBES berkurang sehingga biasanya didukung oleh AUV atau ROV. 4. Pemetaan Digunakan di area di mana memerlukan 100% cakupan dasar laut. Hal ini disyaratkan oleh IHO (SP 44) untuk pelabuhan, alur masuk kapal, dan area dangkal dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi. 5. Pemerintahan 11 Inspeksi dam, tanggul, dan pelabuhan. Bila digunakan untuk keperluan pekerjaan inspeksi, MBES sering digunakan dalam mode surface-looking, yang berarti sudut terluarnya dari satu sisi dari MBES diarahkan pada permukaan air, menciptakan sedikitnya cakupan 90° dari obyek yang diinspeksi. Gambar 2.2 MBES Diputar pada Sudut 45° untuk Pekerjaan Inspeksi (Lekkerkerk, 2006) 2.3.3 Sistem Dengan kriteria lingkungan seperti yang disebutkan di atas, desain sitem MBES terdiri dari bagian-bagian berikut: 1. Prosesor data akustik Prosesor harus memproses jumlah data yang sangat banyak, contohnya Seabat 8125 memiliki ping rate maksimum 40 sapuan/detik dan setiap sapuan terdiri dari 240 sorotan. Prosesor data Seabat ini didasarkan pada chip Digital Signal Processing (DSP), yang kekuatannya ekivalen kira-kira dengan 50 prosesor Pentium pada 500 MHz. 2. Tampilan kontrol Untuk melakukan pengaturan dan menampilkan pembacaan serta status dari MBES itu sendiri. 3. Transduser 12 Parameter transduser MBES antara lain frekuensi, jumlah sorotan, sudut sorotan, dan penilaian kedalaman maksimum. Menurut ukurannya, transduser MBES dapat dibagi menjadi flat array dan round array. Keuntungan utama dari transduser round array adalah ada hubungan langsung antara posisi dari unsur-unsur yang diterima oleh transduser dan jumlah sorotan. Bila menggunakan flat array, pendeteksian fase digunakan untuk mendeteksi secara elektronik jumlah sorotan berdasarkan pada sinyal kembali. Proses ini juga disebut focusing of the array. Karena panjang gelombang sinyal bergantung pada frekuensi dan kecepatan suara, pemeriksaan kecepatan suara (sound velocity probe) digunakan untuk mengoreksi perbedaan kecepatan suara pada receive head. Tergantung pada tipe MBES, array yang dipancarkan dan diterima dapat dipisah atau digabung. 4. Sistem pendukung Guna mengoperasikan sistem MBES, jumlah minimum sistem survei lainnya yang dibutuhkan: Sensor gerak untuk mengukur pengaruh heave, roll, dan pitch. Gyro compass untuk mengukur sudut yaw. Positioning system. Perangkat lunak akuisisi. Sound velocity probe untuk mengukur kecepatan suara pada kedalaman yang berbeda (sound velocity profile). 2.3.4 Instalasi MBES atau yang sering disebut Swath Sounder umumnya digunakan untuk membuat Digital Terrain Model (DTM) dengan akurasi yang sangat tinggi. Persyaratan instalasinya: 1. Sounder sebaiknya sejajar seakurat mungkin dengan sumbu horisontal dan vertikal kapal survei. Jika tidak 13 2. 3. 4. 5. memungkinkan, kemiringan posisi sesedikit mungkin (< 5°) guna meminimalisir multiple reflection dari kapal survei. Sounder sebaiknya ditempatkan sejauh mungkin dari peralatan yang menimbulkan noise. Misalnya Echosounder yang beroperasi pada frekuensi yang sama, mesin, dll. Apabila MBES dipasang di haluan kapal, pastikan MBES tersebut dipasang cukup dalam (minimum 0,5 – 1 m di bawah muka air di inshore dan > 1 m di offshore. Sounder sebaiknya memiliki penglihatan bebas pada keseluruhan cakupan sorotan dan tidak terganggu oleh badan kapal. Posisi Swath Sounder terkait dengan sistem survei lainnya sebaiknya ditentukan seakurat mungkin. Walaupun pemasangan transduser umumnya ditentukan oleh jenis survei, pertimbangan harus memperhatikan penyusunan MBES tidak menggangu operasi kapal survei yang normal/aman. Gambar 2.3 Instalasi di Samping dan Depan Kapal (Lekkerkerk, 2006) 2.3.5 Cakupan Dasar Laut Pada peta batimetri umumnya, dari sebuah area yang luas mungkin membutuhkan hanya 1 kedalaman per 25 m2 di mana survei konstruksi membutuhkan 10 kedalaman per 1 m2 . Untuk memenuhi cakupan ini, diperlukan penyesuaian kecepatan survei dan jarak jalur. Cakupan yang didapat ketika menggunakan Swath Sounder tergantung pada sensor yang digunakan. Parameter- 14 parameter sensor berikut ini mempengaruhi cakupan yang diperoleh: 1. Sektor sapuan Semakin lebar sektor sapuan, semakin lebar area yang dapat dicakup dengan satu jalur survei batimetri. 2. Sudut sorotan Untuk Multibeam Echosounder, tidak hanya sektor sapuan yang menentukan cakupan maksimum, tetapi juga sudut sorotan. Jumlah titik per meter persegi sebanding dengan sudut datang dan sudut sorotan yang melalui footprint seperti pada gambar berikut. Gambar 2.4 Footprint untuk Sektor Sudut Datang yang Berbeda (30°, 90°, 60°, 5°) (Lekkerkerk, 2006) 3. Cakupan dasar laut Terpisah dari parameter khusus sensor ini, sejumlah parameter eksternal juga dapat mempengaruhi cakupan dasar laut yang diterima: Perubahan topografi dasar laut. Penyesuaian arah kapal survei terhadap jalur. Kesejajaran MBES. Gerakan kapal. 15 Gambar 2.5 Cakupan MBES: Penyesuaian Jalur (1), Perubahan Topografi Dasar Laut (2), Gerakan Roll dari Kapal (3) (Lekkerkerk, 2006) 2.3.6 Kalibrasi Kualitas data MBES tergantung dari sensor-sensor yang terintegrasi dengannya. Oleh karena itu, diperlukan kalibrasi terhadap sistem ini untuk mendapatkan nilai koreksinya. Kalibrasi terhadap sensor di sini menggunakan metode patch test. Patch test adalah sebuah metode menggunakan patch atau bidang yang khusus dari dasar laut untuk menentukan kesejajaran Swath Sounder. Sebelum melakukan kalibrasi MBES, semua sistem tambahan sebaiknya dikalibrasi terlebih dahulu. Dan juga profil kecepatan suara sebaiknya diukur di area di mana patch test akan dilakukan. Parameter berikut ini dapat ditentukan dengan patch test: Latensi atau delay antara positioning sytem dan Swath Sounder. Roll offset dari Sounder. Pitch offset dari Sounder. Yaw offset dari Sounder. 2.3.6.1 Latensi Posisi dan Kedalaman Sebuah delay dapat dideteksi seakuratnya 10 – 50 msec. Nilai latensi yang umum antara 0,2 – 1 detik, menyebabkan kesalahan pemosisian yang mana tergantung 16 pada kecepatan survei, dapat berada di mana saja antara 0,3 – 5 m. Koreksi latensi diperlukan karena kebanyakan positioning system membutuhkan waktu untuk menghitung posisi dari pengukuran mentah (raw), berbeda dengan Echosounder yang mengukur hampir seketika. Gambar 2.6 Latency Error versus Positioning Error pada Kecepatan Survei yang Berbeda (Lekkerkerk, 2006) Untuk menentukan latensi, pilih lereng (slope) dengan sudut antara 1:2 dan 1:5. Berlayar pada jalur tegak lurus dengan lereng ini dengan kecepatan yang berbeda, satu dengan kecepatan survei dan lainnya dengan kecepatan maksimum atau kecepatan di mana kapal dapat melakukan manuver. Hal ini harus dilakukan dengan arah yang sama. Perbedaan profil dari lereng ini mengindikasikan adanya delay antara positioning system dan MBES. 2.3.6.2 Kalibrasi Roll Roll adalah parameter yang sangat penting ketika menggunakan Swath Sounder karena kebanyakan Swath Sounder akan menyapu tegak lurus searah dengan pergerakan kapal survei. Kesalahan ini akan dapat diabaikan untuk sorotan pusat dan mencapai maksimumnya untuk sorotan terluar. Guna menentukan roll offset, pilih area sedatar mungkin. Pada umumnya, semakin dalam dasar laut semakin 17 akurat penentuan kesalahan roll. Lakukan pada sebuah jalur dengan arah yang berlawanan di atas dasar laut yang datar ini dengan kecepatan yang sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah. Gambar 2.7 Penentuan Roll Offset (Lekkerkerk, 2006) 2.3.6.3 Kalibrasi Pitch Pitch adalah parameter lain yang sangat penting ketika melakukan sounding di laut dalam atau ketika sounding pada lereng. Saat survei dasar laut yang datar, pitch offset akan menciptakan dasar laut yang lebih dalam atau lebih dangkal dari dasar laut yang sebenarnya tergantung pada arah offset. Masalah lainnya dengan pitch offset adalah ketika sounding pada lereng. Dikarenakan kesalahan pitch, lereng akan ditemukan pada posisi yang berbeda dari sebenarnya. Untuk menentukan pitch offset, pilih area yang memiliki lereng antara 1:3 dan 1:5. Jika memungkinkan, pilih lereng yang dikelilingi oleh dasar laut yang datar. Pada umumnya, semakin curam lereng semakin akurat penentuan kesalahan pitch. Lakukan pada sebuah jalur dengan arah yang berlawanan di atas lereng dengan kecepatan yang sama. 18 Gambar 2.8 Penentuan Pitch Offset (Lekkerkerk, 2006) 2.3.6.4 Kalibrasi Yaw Yaw juga termasuk dalam parameter penting yang perlu diketahui ketika sounding pada lereng atau obyek sekitarnya. Ketika survei pada dasar laut yang datar, yaw offset tidak akan menyebabkan perbedaan pada kedalaman dasar laut. Begitu pula dengan saat melakukan survei pada area dengan lereng, tidak akan ada kesalahan kedalaman, yang ada hanya pergeseran posisi yang bervariasi sepanjang jarak tersebut. Untuk menentukan yaw offset, pilih area yang memiliki lereng antara 1:3 dan 1:5 atau dengan obyek yang berbeda-beda di dasarnya. Jika memungkinkan, pilih lereng yang dikelilingi oleh dasar laut yang datar. Pada umumnya, semakin curam lereng semakin akurat penentuan kesalahan yaw. Lakukan pada dua jalur dengan arah yang sama di samping obyek. Jarak antar jalur harus menciptakan pertampalan (overlap) di tengah jalur tersebut dengan kecepatan yang sama. 19 Gambar 2.9 Penentuan Yaw Offset (Lekkerkerk, 2006) 2.3.6.5 Kalibrasi Cepat Rambat Gelombang Suara Kecepatan gelombang suara dalam air dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, dan densitas air laut, sehingga menjadikan nilainya tidak selalu sama untuk setiap daerah survei. Profil kecepatan suara ini diambil menggunakan alat CTD (Conductivity Temperature and Depth) atau dengan SVP (Sound Velocity Profiler). Data profil kecepatan suara ini didapatkan dengan cara kapal melewati jalur survei sebanyak minimal dua kali dengan relief dasar laut yang relatif datar. Kemudian pada masing-masing titik dilakukan pengambilan data salinitas, suhu, tekanan, dan kecepatan suara menggunakan SVP. Pengambilan data ini bertujuan untuk mengetahui waktu tempuh gelombang suara secara akurat (Hasanudin, 2009). 20 Gambar 2.10 Contoh Profil Kecepatan Suara dalam Air (Beyer, 2005 dalam Hasanudin, 2009) 2.4 Pasang Surut 2.4.1 De finisi Pasang Surut Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut (pasut) diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964), pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari bendabenda astronomi terutama oleh matahari, bumi, dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut sangat mempengaruhi dalam proses survei hidrografi, sehingga diperlukan koreksi pasang surut pada hasil survei hidrografi. 2.4.2 Faktor Penyebab Pasang Surut Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap bumi, dan revolusi 21 bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasang surut di suatu perairan, seperti topografi dasar laut, lebar selat, dan bentuk teluk, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961). Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994). 2.4.3 Tipe Pasang Surut Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu: 1. Pasang surut diurnal Yaitu bila dalam sehari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa. 2. Pasang surut semi diurnal Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya. 3. Pasang surut campuran Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasang surutnya bertipe 22 semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal. 2.4.4 Tujuan Pengamatan Pasang Surut Tujuan pengamatan pasang surut secara umum adalah sebagai berikut (Djaja, 1989 dalam Yuwono, 2005): Menentukan permukaan air laut rata-rata (MLR) dan ketinggian titik ikat pasut (tidal datum plane) lainnya untuk keperluan survei rekayasa dengan melakukan satu sistem pengikatan terhadap bidang referensi tersebut. Memberikan data untuk peramalan pasut dan arus, serta mempublikasikan data ini dalam tabel tahunan untuk arus dan pasut. Menyelidiki perubahan kedudukan air laut dan pergerakan kerak bumi. Menyediakan informasi yang menyangkut keadaan pasut untuk proyek teknik. Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai tertentu. Melengkapi informasi untuk penyelesaian masalah hukum yang berkaitan dengan batas-batas wilayah yang ditentukan berdasarkan pasut. 2.4.5 Ke dudukan Permukaan Air Laut Ada beberapa kedudukan permukaan air laut, yaitu (Djaja, 1989 dalam Yuwono, 2005): Mean Tide Level, yaitu kedudukan rata-rata permukaan air laut untuk satu periode. Mean High Water Spring (MHWS), yaitu kedudukan permukaan air pasang rata-rata selama satu tahun di mana deklinasi bulan rata-rata adalah 23,5°. Mean Low Water Spring (MLWS), yaitu kedudukan permukaan air surut rata-rata selama satu tahun di mana deklinasi bulan rata-rata adalah 23,5°. Mean High Water Neaps. 23 Mean Low Water Neaps. Mean Higher High Water (MHHW), yaitu tinggi rata-rata dari dua air tinggi harian yang ada selama periode tertentu. Apabila pasutnya mempunyai karakteristik harian, harga MHHW biasanya dijelaskan sebagai MHWS. Apabila hanya satu tinggi air yang terjadi selama satu hari, maka besaran ini diambil sebagai Higher High Water. Mean Lower Low Water (MLLW), yaitu tinggi rata-rata dua air rendah harian selama periode tertentu. Untuk pasut harian, nilai MLLW biasanya digunakan dari nilai MLWS. Apabila hanya terdapat satu nilai rendah dalam satu hari, besaran ini diambil sebagai Lower Low Water. Mean Sea Level (MSL), yaitu ketinggian rata-rata permukaan air laut dalam jangka waktu tertentu. Paling sedikit satu hari, misalnya satu bulan dan satu tahun. Harga yang terbaik diperoleh dari pengamatan yang dilakukan dalam waktu 18,6 tahun. Lowest Water of Ordinary Spring Tide (LWOST), yaitu permukaan air laut yang terjadi akibat pengaruh gaya dan penyusutan. Jadi, tidak didefinisikan secara pasti. Untuk acuan atau referensi dasar tinggi dari hasil pasut, dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan, misalnya MSL/MLR. 2.5 Penentuan Posisi 2.5.1 Global Pos itioning System Global Positioning System (GPS) adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Nama formalnya adalah NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System). GPS didesain untuk memberikan informasi posisi, kecepatan, dan waktu. Pada dasarnya GPS terdiri atas 3 segmen utama, yaitu: 1. Segmen angkasa (space segment) 24 Terdiri dari 24 satelit yang terbagi dalam 6 orbit dengan inklinasi 55° dengan ketinggian 20.200 km dan periode orbit 11 jam 58 menit. 2. Segmen sistem kontrol (control system segment) Mempunyai tanggung jawab untuk memantau satelit GPS agar satelit dapat tetap berfungsi dengan tepat. Misalnya untuk sinkronisasi waktu, prediksi orbit, dan monitoring “kesehatan” satelit. 3. Segmen pemakai (user segment) Segmen pemakai merupakan pengguna, baik di darat, laut, maupun udara, yang menggunakan receiver GPS untuk mendapatkan sinyal GPS sehingga dapat menghitung posisi, kecepatan, waktu, dan parameter lainnya. Gambar 2.11 Segmen GPS (Abidin, 2007) 2.5.2 Metode Penentuan Posisi dengan GPS Pada dasarnya konsep penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan ke belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui. Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi 3 dimensi (x, y, z atau , β, h) yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic 25 System) 1984, sedangkan tinggi yang diperoleh adalah tinggi ellipsoid. Secara garis besar penentuan posisi GPS dibagi menjadi dua metode, yaitu: 1. Metode absolut Dikenal dengan point positioning, menentukan posisi hanya berdasarkan pada 1 pesawat penerima saja. Ketelitian posisi dalam beberapa meter dan umumnya hanya digunakan untuk navigasi saja. 2. Metode diferensial Ketelitian posisi secara absolut yang hanya mengggunakan satu receiver GPS, dapat ditingkatkan dengan menggunakan penentuan posisi secara diferensial (relatif). Pada penentuan posisi diferensial, posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (titik referensi). Gambar 2.12 Metode Penentuan Posisi Secara Diferensial (Abidin, 2007) 2.6 Side Scan Sonar Side Scan Sonar (SSS) digunakan untuk menghasilkan citra dasar laut, yang mana diaplikasikan untuk investigasi geologi dan pencarian obyek seperti bangkai kapal, ranjau, dan pipa. 26 2.6.1 Teori Operasi Side Scan Sonar adalah metode pencitraan bawah air yang didasarkan pada prinsip akustik bawah air. Instrumen ini sangat sensitif dan dapat mengukur fitur yang lebih kecil dari 10 cm. Kegunaannya termasuk: Pendeteksian obyek (ranjau, kapal karam, pipa, pesawat jatuh, kargo yang hilang). Klasifikasi dasar laut (tipe sedimen, lapisan batuan, riak pasir). Inspeksi konstruksi bawah air (konstruksi lepas pantai, wellhead, pipa minyak, jembatan, tiang pancang, dinding pelabuhan). Instrumen Side Scan Sonar ditarik di belakang atau dipasang pada kapal dan sering disebut Tow Fish atau Sonar Fish. Instrumen ini mengirim sinyal Sonar dengan pulsa yang tegak lurus dengan arah Tow Fish. Sinyal suara tersebut memantul di dasar laut dan kembali ke Sonar Fish. Sonar Fish memiliki receiver yang sensitif yang disebut juga sebagai hydrophone yang menerima sinyal kembali. Guna memperoleh hasil terbaik yang dimungkinkan, kebanyakan sistem adalah sistem dual frequency. Frekuensi tinggi seperti 500 kHz – 1 MHz memberikan resolusi bermutu tinggi, tetapi energi akustiknya hanya menjangkau jarak yang pendek. Frekuensi yang lebih rendah seperti 50 kHz – 100 kHz memberikan resolusi yang lebih rendah, tapi jarak yang dapat dijangkau lebih jauh. Ketika pulsa suara mencapai dasar laut, sinyal suara bisa saja diserap, dipantulkan seperti pada cermin, atau dihamburkan ke berbagai arah yang berbeda. Suara yang dihamburkan kembali ke arah Sonar Fish disebut back scatter. 27 Gambar 2.13 Diagram Penyerapan, Penghamburan, dan Pemantulan Gelombang Suara (Lekkerkerk, 2006) Seberapa banyak penghamburan, back scatter, dan penyerapan yang terjadi tergantung pada sifat material. Material keras, seperti batu, akan menghamburkan lebih banyak suara dibandingkan material halus, seperti lumpur, yang akan menyerap lebih banyak suara. Perbedaan jumlah hamburan menyebabkan perbedaan jumlah sinyal suara yang kembali ke Sonar Fish dan perbedaan citra dasar laut. Data SSS yang merepresentasikan back scatter diterima oleh Sonar Fish dari insonified region di dasar laut. Backscatter akustik adalah sebagai fungsi: Sudut datang dari gelombang akustik di depan dasar laut. Kekasaran permukaan. Kontras impedance yang melewati antarmuka solid-water (sedimen dasar laut yang lebih keras/lebih tegas atau obyek yang menghasilkan back scatter yang lebih tinggi dan muncul lebih gelap pada record final; karang dan kerikil adalah reflektor yang lebih baik daripada lumpur atau pasir). Topografi (lereng bagian atas yang menghadap Sonar Fish adalah reflektor yang jauh lebih baik dibandingkan lereng bagian bawah dikarenakan perbedaan pada sudut datang). Dengan citra SSS, back scatter yang tinggi direpresentasikan oleh warna yang lebih gelap, back scatter rendah oleh warna terang, back scatter nol direpresentasikan dengan warna putih. Pada umumnya, area dengan 28 back scatter tinggi diasosiasikan dengan sedimen yang relatif coarser-grained (berbutir kasar), hard substrata (substrat keras), steep slopes (lereng curam), dan rough seabed (dasar laut yang kasar). Area dengan back scatter rendah sedimennya relatif finer-grained (berbutir lebih halus) yakni dasar laut yang datar dan halus. Warna putih juga dikenal sebagai shadow yang merupakan hasil dari acoustic blank ing, ketika suatu obyek atau struktur menghalangi pulsa suara dari SSS. 2.6.1.1 Geometri Tipikal geometri dari operasi SSS adalah sebagai berikut: 1. Slant range: jarak dari Sonar Fish ke titik-titik di dasar laut. Slant range sama dengan jalan yang dilalui gelombang suara dari Sonar ke titik tersebut dan kembali lagi ke Sonar. 2. Horizontal range: jarak horizontal antara posisi, tepatnya bagian bawah Sonar Fish dan titik yang sama di dasar. Nilai horizontal range dapat dihitung dari tinggi Sonar dan slant range dengan menggunakan teorema pythagoras. 3. Maximum range: nilai maksimum dari slant range. Adalah pengaturan sistem, mengatur seberapa jauh pindaian Side Scan Sonar. 4. Insonified area: keseluruhan area yang tercakup oleh sorotan Sonar. Gambar 2.14 Penampang Melintang Sonar Fish (Lekkerkerk, 2006) 29 2.6.1.2 Rekaman Gambar yang disajikan di bawah ini merupakan visualisasi bagaimana SSS mengakuisisi data dasar laut dan juga hasil rekamannya. Gambar 2.15 Sketsa yang Menggambarkan Kondisi Bawah Permukaan Saat Perekaman (Fish dan Carr, 1990 dalam Lekkerkerk, 2006) Gambar 2.16 Rekaman Sonar Merepresentasikan Situasi Dasar (Fish dan Carr, 1990 dalam Lekkerkerk, 2006) 30 Data rekaman di atas menunjukkan: A. Pemicu pulsa suara atau tanda pertama dari pulsa akustik pada sisi kiri dan kanan. Garis tipis menunjukkan jejak Tow Fish. B. Permukaan pertama yang ditangkap. Dalam kasus ini Tow Fish berada lebih dekat ke permukaan daripada dasar laut. Permukaan laut adalah reflektor yang baik dan mungkin terlihat pada beberapa rekaman di mana jarak antara Sonar dan permukaan sama dengan tingginya di atas dasar. C. Diketahui sebagai clutter yang disebabkan oleh pantulan permukaan. Pada kasus ini clutter lebih terlihat pada bagian kanan. Hal ini dikarenakan gelombang permukaan adalah reflektor yang lebih baik pada bagian di bawah angin daripada bagian di atas angin. D. Adalah bagian dasar pertama yang ditangkap. Pengecualian pada kondisi dasar yang sangat lembut. Dasar pertama yang ditangkap adalah indikasi yang baik dari tinggi Tow Fish. Rekaman memiliki bentang 75 m pada kedua sisi, yang mana menghasilkan ketinggian Tow Fish yang rendah sekitar 7,5 m. Ketinggian tersebut seharusnya lebih baik tetap berada pada 10 – 15% dari maximum range. E. Merupakan area putih antara pulsa yang dipancarkan dan dasar pertama yang ditangkap yang disebut dengan kolom air. F. Adalah target Sonar di dasar, pada contoh ini bangkai kapal kecil. G. Adalah bayangan akustik dari target. Karena target berada di dasar laut, benda tersebut menghalangi bagian dari energi akustik, menciptakan bayangan akustik di belakangnya. H. Merupakan informasi tambahan berupa tanda skala. I. Merupakan informasi tambahan berupa pengaturan operasional sistem. 31 2.6.2 Instalasi Instalasi sistem Side Scan Sonar dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung ruang lingkup survei dan kondisi geografis dari area survei. Dalam pengoperasian dan pemrosesan data Side Scan Sonar, ada dua persoalan yang sangat penting, yakni citra Sonar harus sebaik mungkin dan posisinya harus benar. Oleh karena itu dibutuhkan susunan sistem yang terdiri dari: Sistem Side Scan Sonar, termasuk komputer, plotter, Tow Fish, dan tow cable. Sistem pemosisian, di antaranya receiver GPS, komputer untuk pemrosesan dan menampilkan data navigasi. Penghubung data antara dua sistem ini diperlukan pula guna merekam data navigasi yang telah diproses pada data Sonar. 2.6.2.1 Ditarik dari Buritan Cara ini merupakan cara yang paling umum dalam pengoperasian sistem Side Scan Sonar. Sederhana, murah, dan handal. Dapat diterapkan pada hampir semua kapal tanpa banyak melakukan modifikasi terhadap kapal itu sendiri. Digunakan pada kedalaman dari yang hanya beberapa meter hingga ribuan meter. Gambar 2.17 Side Scan Sonar yang Ditarik dari Buritan (Lekkerkerk, 2006) 32 Kekurangannya adalah untuk pekerjaan survei air dangkal (< 20 m), ketika Tow Fish terlalu dekat dengan permukaan air berakibat rentan terhadap noise permukaan dan operasional kapal. Cara ini tidak menjadi masalah apabila tow cable berada pada posisi lurus di belakang kapal. Pada praktiknya masalah yang dapat muncul, yaitu: 1. Akibat dari adanya arus dari samping, Tow Fish dan kabelnya menjauh. Sonar tidak terseret dalam garis lurus dari kapal. Gambar 2.18 Posisi Sonar yang Tidak Benar Akibat Arus dari Samping (Lekkerkerk, 2006) 2. Apabila depresor tidak digunakan, tow cable secara normal akan melengkung. Gambar 2.19 Posisi Sonar yang Tidak Benar Akibat Melengkungnya Tow Cable (Lekkerkerk, 2006) Beberapa solusi untuk memperoleh posisi Tow Fish yang benar antara lain: 33 Solusi matematis: dengan mengukur sudut antara arah kapal dan tow cable, koreksi dapat diperoleh. Akustik bawah air: dengan menggunakan USBL yang terdiri dari transponder dan receiver. Alat ini berguna untuk mengukur jarak dan sudut relatif dengan orientasi kapal. USBL sensitif terhadap pantulan permukaan, maka dari itu lebih baik digunakan untuk kedalaman lebih dari 20 m di bawah permukaan. 2.6.2.2 Dipasang pada Kapal Metode ini diterapkan untuk perairan yang sangat dangkal seperti jalur air pedalaman. Pastikan Sonar sejajar dengan kapal sehingga keduanya memiliki arah yang sama. Biasanya Sonar dipasang di bagian depan kapal, kira-kira 50 – 100 cm di bawah permukaan, tetapi untuk mencegah kerusakan Sonar Fish, sebaiknya tidak lebih dalam dari lambung kapal. Gambar 2.20 Side Scan Sonar yang Dipasang di Kapal (Lekkerkerk, 2006) Kekurangannya adalah tidak dapat digunakan untuk perubahan kedalaman dari beberapa meter menjadi puluhan meter. 34 2.6.2.3 Metode Lainnya 1. Dipasang di ROV Untuk inspeksi konstruksi lepas pantai, SSS bersama dengan perekaman video diaplikasikan. Pada ROV, beberapa instrumen dapat ditambahkan, seperti perekam video, Side Scan Sonar, Vibrocore, dan Bottom Sampler. Dan perlu diperhatikan pentingnya posisi ROV dan parameter lainnya. 2. Dipasang di bawah pelampung Survei di perairan dangkal dengan perahu kecil tidak memungkinkan untuk Side Scan Sonar dipasang pada perahu karena tidak cukup stabil. Pelampung digunakan untuk towing Side Scan Sonar dan dengan kecepatan perahu rendah. 2.6.3 Stabilitas Sonar Fish Stabilitas Sonar di dalam air selama survei sangat penting untuk citra Sonar yang baik dan pemosisian yang akurat. Namun banyak faktor yang dapat menyebabkan Sonar Fish tidak stabil. Terdapat beberapa jenis ketidakstabilan Side Scan Sonar: 1. Heave dan Pitch Walaupun merupakan gerakan yang berbeda, keduanya sering terjadi bersamaan. Menyebabkan berkurang dan bertambahnya ketinggian Sonar Fish. Hasilnya berdampak pada degradasi citra karena citra merepresentasikan target yang lurus dengan lengkungan. Ketika periode heave sangat panjang, degradasi citra menjadi terbatas. Sedangkan pitch dibuktikan dengan garis terang pada rekaman Sonar. Karena pitch, sorotan Sonar tidak selalu mengarah ke sisi samping dasar tetapi juga ke depan dan ke belakang. Hal ini mengurangi back scatter dan intensitas echo yang kembali. 2. Roll 35 Efek dari roll pada citra Sonar mirip dengan heave dan pitch. Namun tidak sering terlihat. 3. Yaw Yaw adalah ketidakstabilan khusus yang disebabkan malfungsi sirip Tow Fish, instalasi yang buruk, atau tow cable yang terlalu panjang ditambah pula dengan depresor yang tidak dipasang dengan benar. Yaw menyebabkan Sonar memindai satu sisi lebih lama dari seharusnya dan kemudian secara cepat bergerak maju dan memindai sisi lainnya dengan periode yang lebih pendek. Gambar 2.21 Ilustrasi Ketidakstabilan Sonar Fish (Lekkerkerk, 2006) 2.6.4 Interpretasi Citra Side Scan Sonar 2.6.4.1 Reflektivitas dan Bayangan Sebuah rekaman SSS menampilkan intensitas echo yang kembali. Bagian gelap pada rekaman menunjukkan area permukaan dengan reflektivitas tinggi. Bagian terang menunjukkan area dengan reflektivitas rendah. Karena interpretasi adalah sebuah proses kualitatif, rekaman dibahas secara kualitatif. Umumnya intensitas berhubungan dengan: 1. Sangat gelap: kondisi permukaan dasar laut yang sangat keras dan sangat kasar, seperti rock outcrop, rock -dump, 36 konstruksi, pipa logam, barel minyak, kontainer kargo, dan bangkai kapal. 2. Gelap: kondisi permukaan yang keras dan kasar, seperti kerikil dan pasir yang sangat kasar, tanah gambut, tanah liat keras yang kasar, obyek buatan manusia yang kemungkinan besar logam, plastik, dan kayu. 3. Menengah: kondisi permukaan menengah, seperti pasir. Riak pasir kasar yang tidak terjadi pada permukaan sedimen yang lebih halus. 4. Terang: kondisi permukaan yang lembut dan halus, seperti tanah liat halus dan endapan lumpur. 5. Sangat terang: kondisi permukaan yang lembut dan sangat halus, bayangkan sebuah dasar seperti cermin dengan pantulan sempurna dan tanpa backscatter. Ukuran dan bentuknya memberikan indikasi apakah benda tersebut alamiah atau buatan manusia. Ukuran dan bentuk dari sebuah kapal dapat dikenali dengan mudah. Untuk membedakan antara drum minyak yang rusak dan sebuah karang dengan ukuran yang sama akan lebih sulit dan lebih merupakan masalah interpretasi. Sebuah area yang luas dengan intensitas sama atau terdapat pola mengindikasikan bahwa dasar laut tersebut memiliki sedimen permukaan yang sama. Variasi periodik pada reflektivitas mengindikasikan perubahan periodik dari dasar laut. contoh terbaik dari hal ini adalah riak pasir (sand ripples). Riak pasir bervariasi dalam bentuknya dari beberapa centimeter sampai ratusan meter dan disebabkan oleh arus. Adanya riak selalu berupa indikasi bahwa pasir adalah sedimen permukaan yang dominan. Jenis soil lainnya tidak membentuk riak yang dapat dideteksi. Obyek atau struktur dasar laut pada umumnya dapat menjadi reflektor yang kuat. Oleh karenanya, bayangan akustik sering diikuti oleh area dengan reflektivitas yang tinggi. Beberapa variasi posisi bayangan ditunjukkan pada gambar berikut. 37 Gambar 2.22 Bayangan Terjadi pada Cekungan dan Gundukan (Lekkerkerk, 2006) Gambar 2.23 Bayangan dari Obyek yang Menggantung (Lekkerkerk, 2006) 2.6.4.1 Dimensi Kontak Side Scan Sonar Dimensi dari kontak Sonar adalah panjang, lebar, dan tinggi. Ketika rekaman Sonar telah dikoreksi untuk kecepatan dan slant range, rekaman tersebut menggambarkan citra 2 dimensi dasar laut. panjang dan tinggi dari suatu obyek dapat diukur secara langsung dari citra tersebut. Begitu pula dengan tinggi dari suatu obyek juga dapat diperoleh dari rekaman Sonar. Panjang bayangan merupakan kombinasi dengan range dan tinggi dari SSS 38 yang digunakan untuk menentukan tinggi obyek. Prinsip yang sama digunakan untuk menghitung tinggi free span dari pipa atau kabel. Panjang bayangan tersebut seharusnya diganti dengan jarak antara benda bereflektivitas tinggi tersebut dan bayangannya. Gambar 2.24 Tinggi Obyek Dapat Dihitung dari Slant Range dan Tinggi Sonar (Lekkerkerk, 2006) 2.7 Sub-Bottom Profiler 2.7.1 Aplikasi Karakteristik pulsa suara dari Sub-Bottom Profiler (SBP) yakni tidak hanya memantul, tetapi juga mampu berpenetrasi menembus dasar dan memantul pada batas geologi di bawah dasar laut. SBP mencakup dua aplikasi utama dalam industri survei antara lain: 1. Pemetaan struktur geologi di bawah dasar laut Proyek penelitian pasir untuk mengetahui ketebalan dan luas lapisan pasir di dasar laut. Investigasi kondisi lapisan tanah untuk penempatan platform minyak untuk mengetahui di manakah lapisan paling atas yang dapat menahan berat platform. 39 Perencanaan rute, yaitu pemetaan kondisi permukaan sebagaimana struktur sub-bottom merupakan hal krusial untuk saluran pipa atau kabel yang terkubur. 2. Mendeteksi obyek yang tenggelam atau terkubur Inspeksi saluran pipa untuk tindakan pencegahan keamanan, yang mana kebanyakan pipa yang terkubur sebaiknya tidak terlalu dekat dengan dasar laut. Pencarian bangkai kapal atau obyek tenggelam yang besar lainnya. Bangkai kapal yang tenggelam atau obyek besar lainnya akan tampak pada rekaman SBP. Karena SBP tidak mencakup area selayaknya MBES atau SSS, obyek yang dicari harus cukup besar untuk dapat terdeteksi. 2.7.2 Teori Operasi SBP dapat dipasang pada kapal survei atau ditarik dari kapal tergantung dari jenisnya. Instrumen ini memancarkan gelombang suara dan hasilnya disebut rekaman seismik atau sub-bottom profile. Penetrasi dan resolusi dari sistem SBP sebagian besar bergantung pada bentuk dan frekuensi dari pulsa suara. Namun, penetrasi tinggi hanya mungkin dilakukan dengan frekuensi rendah. Sedangkan resolusi tinggi diperoleh dengan frekuensi tinggi. Sistem SBP menggunakan frekuensi antara 1,0 kHz – 200 kHz. 2.7.2.1 Geometri Tampilan skematik dari operasi SBP ditunjukkan pada gambar di bawah. Segera setelah pulsa suara dipancarkan pada t = 0, sistem dapat mulai merekam. Pulsa suara akan memantul di dasar laut dan kembali ke receiver. Garis hitam mengindikasikan perjalanan pantulan yang direkam. Grafik di sebelah kanan adalah rekaman dari sebuah tembakan. Sumbu vertikal adalah waktu tempuh. Pantulan dari sebuah pulsa atau tembakan tunggal direkam sebagai sebuah grafik waktu, di mana intensitas 40 terekam ditampilkan sebagai fungsi dari waktu two-waytravel. Rangkaian dari grafik waktu ini membentuk sebuah rekaman. Rekaman tersebut selalu berbasis waktu bukan kedalaman. Kedalaman dan ketebalan dapat dihitung dengan menggunakan prinsip kecepatan suara, yang mana berbeda di dalam air dan sedimen. Beberapa sistem merekam nilai absolut dari amplitudo, sistem lainnya merekam amplitudo positif dan negatif. Gambar 2.25 Tampilan Skematik Operasi SBP yang Dipasang di Kapal (Lekkerkerk, 2006) 2.7.2.1 Sub-Bottom Profile Sub-Bottom Profiler menampilkan hasil perekaman yang berturutan. Data rekaman yang terpisah ini memberikan sebuah profil dari kondisi sub-bottom. Sumbu horisontal pada profil adalah rute survei kapal. Sumbu vertikal berhubungan dengan kedalaman air dan kedalaman penetrasi. Di bawah ini contoh sub-bottom profile menggunakan Chirp. 41 Gambar 2.26 Rekaman Chirp, Danau Vättern, Sweden (geoacoustics.com) Berikutnya adalah rekaman Pinger dari sebuah penampang melintang saluran pipa bawah laut yang ditandai oleh bagian atas kurva parabolik. Bentuk hiperbolik adalah hasil dari side reflection dan mengindikasikan adanya strong point atau line reflector seperti batu besar (boulder) atau saluran pipa, walaupun benda tersebut terkubur di bawah dasar laut. Ukuran dari bentuk parabolik tersebut tergantung kekerasan reflektor, kedalaman, dan lebar beam SBP. Gambar 2.27 Rekaman Pinger, Penampang Melintang Saluran Pipa (geoacoustics.com) 2.7.3 Instalasi Sistem SBP dapat diinstalasi dalam beragam cara. Hal ini tergantung pada tipe peralatan, kemungkinan teknis, dan 42 konstruksi kapal survei. Setiap metode memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. 2.7.3.1 Konstruksi Tetap Konstruksi tetap kebanyakan digunakan untuk sistem SBP yang meggabungkan source dan receiver dalam satu alat. Keuntungan dari konstruksi tetap yakni: 1. Sistem SBP dapat diletakkan pada kedalaman di bawah permukaan air untuk mengurangi noise permukaan dan menghindari side reflection yang tidak diinginkan. 2. Posisi sistem SBP dapat dikalkulasi secara akurat, yang mana berhubungan secara ideal dengan posisi dari refleksi yang direkam. 3. Swell permukaan pada rekaman SBP dapat difilter secara mudah dengan heave compensator. Gambar 2.28 Contoh Konstruksi Tetap pada Bagian Samping Kapal (Lekkerkerk, 2006) Kekurangan sistem ini adalah noise yang diakibatkan oleh kapal survei, maka hanya dapat diterapkan pada kecepatan survei tertentu. 43 2.7.3.2 Ditarik dari Buritan Sistem SBP yang ditarik kebanyakan digunakan untuk source dan receiver yang terpisah. Hydrophone adalah alat yang sensitif yang sebaiknya bebas di air dan harus relatif dekat dengan sumber seismik. Hal ini tidak memungkinkan konstruksi secara tetap dikarenakan kapal akan menjadi sumber noise yang signifikan bagi hydrophone yang berperan sebagai receiver. Namun, sistem ini juga memiliki kekurangan, di mana pemosisian sistem SBP menjadi kurang akurat. Gambar 2.29 Sistem Tarik untuk Ins talasi SBP (Lekkerkerk, 2006) 2.8 Pemosisian Bawah Air dengan USBL Ultra Short Baseline (USBL) adalah sistem pemosisian bawah air di mana baseline dibentuk dari transduser di kapal survei dan transponder yang terpasang di 44 Sonar Fish ataupun ROV yang artinya sistem USBL mengestimasi posisi transponder relatif terhadap posisi transduser di kapal. Gambar 2.30 Prinsip Ultra Short Baseline (sonardyne.com) Estimasi posisi alat dikalkulasi dengan mengukur waktu yang dibutuhkan oleh sinyal yang dipancarkan ke transponder hingga sinyal itu kembali lagi ke kapal. Secara operasional, metode USBL sangat efisien sebagai pemosisian akustik. 2.9 Pipa Bawah Laut 2.9.1 De finisi Pipa Bawah Laut Saluran pipa atau pipeline merupakan alat untuk mengalirkan fluida (zat cair dan gas) dari satu atau beberapa titik ke satu atau beberapa titik lainnya. Pipa bawah laut merupakan saluran pipa yang berlokasi di laut. Pipa bawah laut digunakan untuk berbagai maksud dalam pengembangan sumber daya hidrokarbon di lepas pantai, termasuk pipa transportasi untuk diekspor, pipa penyalur untuk mengangkut produksi dari suatu platform, pipa pengalir untuk injeksi bahan kimia, pipa pengalir untuk mengangkut produksi antar-platform, subsea manifolds dan satellite well (sumur-sumur satelit), dan pipeline bundles 45 (Soegiono, 2007 dalam Dewi, 2011). Banyak aspek yang harus diperhatikan dalam perancangan saluran pipa, khususnya pipa bawah laut, antara lain: Tebal dinding. Pemilihan material. Peninjauan rute. Pemilihan rute. Data lingkungan. Perlindungan katodik terhadap korosi. Kestabilan pada permukaan dasar laut. Analisis tekuk. Ekspansi termal. Analisis kelelahan. Analisis terhadap bentang bebas (free span) atau bagian pipa yang tidak tertumpu. 2.9.2 Free Span Free span adalah bentang bebas, yang dalam kaitannya dengan saluran pipa adalah rentang di mana terdapat bagian pipa yang tidak tertumpu. Kondisi ini terjadi ketika terdapat jarak (gap) akibat kontak antara pipa dengan dasar laut hilang. Panjang span didefinisikan sebagai panjang di mana terdapat gap yang terus-menerus. Penyebab terjadinya bentang pada pipa bawah laut adalah sebagai berikut: Topografi dasar laut yang tidak rata. Perubahan topologi dasar laut, seperti erosi atau sand wave. Balok-balok tumpuan buatan. 46 Gambar 2.31 Tipe Umum Free Span Pipa Bawah Laut (Pratama, 2007) Panjang bentang sebenarnya yang melebihi panjang bentang yang diizinkan akan menyebabkan kegagalan lelah (fatigue failure) pada pipa dan menyebabkan retak (crack ) pada lapisan beton yang melapisi pipa (concrete coating). Crack yang merambat dapat menyebabkan concrete coating terlepas. Panjang bentang yang diizinkan dibagi menjadi dua kriteria, yaitu panjang bentang statik dan dinamik. Panjang bentang statik dipengaruhi oleh tegangan maksimum yang diizinkan yang erat hubungannya dengan berat pipa di bawah laut (submerged weight), tekanan, dan tipe tumpuan. Sedangkan panjang bentang dinamik dipengaruhi oleh permulaan VIV (onset of Vortex-Induced Vibration) yang erat kaitannya dengan kegagalan lelah pada pipa, di mana gelombang dan arus sangat mempengaruhi VIV. 2.10 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai aplikasi Side Scan Sonar sebelumnya pernah dilakukan oleh Sari (2009) untuk deteksi dan interpretasi target dasar laut di perairan Aceh. Pengambilan data menggunakan instrumen akustik C-Max 47 Side Scan Sonar dengan frekuensi 325 kHz. Perangkat lunak pengolahan dan analisis data menggunakan MaxView dan Matlab. Pengolahan dan analisis yang dilakukan adalah berdasarkan nilai pantulan sinyal, koefisien refleksi, perhitungan dimensi dari masing-masing obyek yang terdeteksi, dan jenis substrat yang mendominasi. Diperoleh hasil bahwa ada empat target yang terdeteksi, yaitu pipa, substrat lumpur, lumpur berpasir, dan obyek yang tidak diketahui. Penelitian menggunakan Sub-Bottom Profiler pernah dilakukan oleh Ramdhani (2011) yang meneliti pengaruh frekuensi akustik terhadap penetrasi instrumen ini. Wilayah penelitian terletak di antara Selat Makassar dan Laut Flores. Data hasil akuisisi diolah dengan perangkat lunak Promax dan Matlab untuk mengevaluasi dan menganalisis data, serta Seisee untuk melihat tampilan digital data. Hasilnya terdapat perubahan amplitudo gelombang sejak merambat dari daerah permukaan, dasar laut, dan di bawah dasar laut terhadap respon frekuensinya. Semakin dalam gelombang merambat ke dasar sedimen, maka semakin lemah frekuensi tingginya. Faktor lain yang mempengaruhi amplitudo gelombang akustik yang dipantulkan adalah sudut datang gelombang akustik pada bidang pantul, atenuasi dari gelombang akustik oleh sedimen, kehilangan energi akustik yang disebabkan oleh penyebarannya ke segala arah, serta kehilangan energi akustik yang disebabkan penyebarannya oleh bidang-bidang reflektor yang permukaannya tidak teratur. Penggunaan frekuensi rendah akan mendapatkan penetrasi batuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi tinggi. Subroto (2012) melakukan pengolahan data Multibeam Echosounder pada survei pra-pemasangan pipa bawah laut di bagian timur Pulau Kalimantan. Pengolahan datanya menggunakan perangkat lunak QINSy untuk memproses seluruh data survei, yaitu pasut, kecepatan suara dalam air, data MBES, dan data SBES. Hasil akhirnya 48 berupa gambaran dasar laut lokasi rencana peletakan pipa. Didapat bahwa topografi dasar laut di wilayah ini memiliki resiko natural hazards, seperti pockmark dan coral outcrop. Kedalaman minimum sekitar 50 meter dan maksimum berkisar antara 80 – 90 meter. BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Lapangan X, Laut Jawa (bukan lokasi sebenarnya). Detail lokasi studi kasus tidak akan disebutkan di dalam penelitian ini demi privasi perusahaan penyedia data. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (Bukan Lokasi Sebenarnya) (maps.google.com) 3.2 Peralatan dan Bahan 3.2.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Hardware Komputer Plotter b. Software Microsoft Office 2007 Coda GeoSurvey 4.0.7 Fledermaus 7.3 AutoCAD Land Desktop 2009 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: Raw Data Side Scan Sonar 49 50 Raw Data Sub-Bottom Profiler Vektor crossline survei Sub-Bottom Profiler Data ASCII Multibeam Echosounder 3.3 Metodologi Penelitian Adapun tahapan pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu Tahap Persiapan, Tahap Pengolahan dan Analisis Data, dan Tahap Akhir. 3.3.1 Tahap Pelaksanaan Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Pelaksanaan 51 Penjelasan diagram alir tahap pelaksanaan di atas adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Identifikasi Masalah Topik yang diangkat pada penelitian ini adalah studi aplikasi Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar, dan Sub-Bottom Profiler untuk interpretasi pipa dan free span-nya serta melakukan analisis terhadap perbandingan ketiga data tersebut. Studi Literatur Tahap ini merupakan proses mendapatkan referensi mengenai teori dan prosedur pengolahan data SSS dan SBP beserta koreksinya serta kelebihan dan kekurangan instrumen tersebut dan MBES dari buku, jurnal, maupun penelitian lainnya baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan yakni data survei SSS dan SBP serta data MBES dengan format ASCII yang diberikan oleh PT. Mahakarya Geo Survey. 2. Tahap Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Pengolahan data dimulai dari koreksi citra SSS dan SBP, kemudian digitasi mosaic SSS dan grid MBES, mencari panjang dan tinggi free span dari citra SSS, mencari tinggi free span pada citra SBP, dilanjutkan dengan membandingkan hasil ketiga instrumen. Analisis Pada tahap ini dilakukan analisis selisih posisi pipa dari data SSS dan MBES, selisih posisi pipa dari data MBES dan SBP, dan selisih tinggi free span dari data SSS dan SBP. 3. Tahap Akhir Kesimpulan 52 Menyimpulkan hasil yang didapat pada tahap analisis dan merekomendasikan metode terbaik. Penyajian Data Hasil akhir dari posisi pipa, panjang free span, dan tinggi free span, serta rekomendasi metode terbaik yang didapat disajikan dalam bentuk peta dan laporan. 3.3.2 Tahap Pengolahan Data Diagram alir pengolahan data MBES, SSS, dan SBP dibuat secara terpisah agar lebih jelas. Nantinya, ketiga hasil pengolahannya dibandingkan dan dilakukan analisis. 3.3.2.1 Tahap Pengolahan Data Side Scan Sonar START Raw Data SSS A Koreksi Slant Range Memudahkan Interpretasi? Seabed yang Dipilih Tepat? Ya Tidak Mosaicing Mosaic Navigation Smoothing Digitasi Pipa Posisi Pipa dari SSS 1 Koreksi TVG Digitasi Free Span Posisi dan Panjang Free Span dari SSS 2 A Mencari Tinggi Free Span Tinggi Free Span dari SSS 3 Ya Ti dak END Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Data SSS 53 Penjelasan diagram alir tahap pengolahan data SSS di atas adalah sebagai berikut: 1. Koreksi Slant Range Berguna untuk mengoreksi jarak miring (slant range) terhadap area putih atau disebut dengan kolom air yang terekam pada sonar image. 2. Navigation Smoothing Citra SSS diputar ulang untuk melihat bagaimana pergerakan Sonar Fish di dalam air, lalu diterapkan smoothing terhadap jumping yang terjadi. 3. Koreksi TVG Menggunakan bantuan perangkat lunak Coda GeoSurvey 4.0.7, koreksi TVG diterapkan pada data sonar image untuk mengoreksi back scatter yang mempengaruhi rona citra sehingga interpretasi dapat lebih mudah dilakukan. 4. Mosaicing Menggabungkan sonar image agar menjadi satu-kesatuan untuk proses kalkulasi tinggi free span dan digitasi pipa di AutoCAD Land Desktop 2009. 5. Digitasi Pipa Melakukan digitasi saluran pipa pada citra SSS yang menunjukkan indikasi pipa. 6. Digitasi Free Span Melakukan digitasi free span pada citra SSS yang menunjukkan indikasi free span. 7. Mencari Tinggi Free Span Tinggi free span diperoleh dengan prinsip seperti yang dijelaskan pada BAB II Sub-Bab 2.6.4.1. 3.3.2.2 Tahap Pengolahan Data Multibeam Echosounder Dalam penelitian ini penulis tidak melakukan pengolahan raw data MBES. Data telah diolah oleh pihak MGS selaku pemilik data. Data yang penulis dapatkan adalah telah berbentuk ASCII. 54 Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Data ASCII MBES Penjelasan diagram alir tahap pengolahan data ASCII MBES di atas adalah sebagai berikut: 1. Gridding Data ASCII dikonversi menjadi bentuk sun-illuminated image (grid dengan gradasi warna sebagai penanda kedalaman) di perangkat lunak Fledermaus 7.3. 2. Digitasi Pipa Melakukan digitasi saluran pipa pada sun-illuminated image MBES yang menunjukkan indikasi pipa. 3. Build Surface Pembuatan surface berupa DTM di AutoCAD Land Desktop 2009. 4. Contouring Generasi kontur dilakukan secara otomatis melalui surface yang telah terbentuk. 5. Pembuatan Section Profil dasar laut dapat dilihat dengan membuat section dasar laut itu sendiri pada digitasi pipa yang melewatinya. 55 3.3.2.3 Tahap Pengolahan Data Sub-Bottom Profiler Gambar 3.5 Diagram Alir Pengolahan Data SBP Penjelasan diagram alir tahap pengolahan data SBP di atas adalah sebagai berikut: 1. Koreksi TVG Menggunakan bantuan perangkat lunak Coda GeoSurvey 4.0.7, koreksi TVG diterapkan pada data sub-bottom profile untuk mengoreksi back scatter yang 56 2. 3. 4. 5. mempengaruhi rona citra sehingga interpretasi dapat lebih mudah dilakukan. Interpretasi Top of Pipe Interpretasi indikasi pipa dengan melihat kurva parabolik yang terbentuk. Mencari Posisi Top of Pipe Koordinat top of pipe dicatat untuk selanjutnya dibandingkan dengan posisi pipa dari MBES. Mencari Tinggi Top of Pipe Tinggi top of pipe relatif terhadap permukaan dasar laut. Tinggi yang merupakan free span dicatat untuk selanjutnya dibandingkan dengan tinggi dari SSS. Pembuatan Profil Memanjang Pipa dan Seabed Profil memanjang dibuat dari seabed section dari DTM data MBES dengan tinggi top of pipe relatif terhadap data tersebut. 3.3.2.4 Tahap Komparasi Posisi Pipa SSS dan MBES Gambar 3.6 Diagram Alir Komparasi Posisi Pipa SSS dan MBES 57 Penjelasan diagram alir tahap komparasi posisi pipa SSS dan MBES di atas adalah sebagai berikut: 1. Komparasi Posisi SSS dan MBES Posisi pipa hasil digitasi mosaic SSS dan sun-illuminated image MBES dibandingkan di AutoCAD Land Desktop 2009. 2. Offset Free Span SSS ke Posisi Pipa MBES Free span yang didapat dari citra SSS disesuaikan terhadap pipa dari digitasi sun-illuminated MBES. 3. Kalkulasi Selisih Posisi Menghitung selisih posisi antara free span dari digitasi mosaic SSS dengan offset free span tersebut ke pipa dari digitasi sun-illuminated MBES. 3.3.2.5 Tahap Komparasi Posisi Pipa MBES dan SBP Gambar 3.7 Diagram Alir Komparasi Posisi Pipa MBES dan SBP Penjelasan diagram alir tahap komparasi posisi pipa SSS dan MBES di atas adalah sebagai berikut: 1. Komparasi Posisi MBES dan SBP 58 Posisi top of pipe yang didapatkan dari sub-bottom profile dan sun-illuminated image MBES dibandingkan di AutoCAD Land Desktop 2009. 2. Kalkulasi Selisih Posisi Menghitung selisih posisi antara pipa dari sub-bottom profile dengan sun-illuminated image MBES. 3.3.2.6 Tahap Komparasi Panjang dan Tinggi Free Span SSS dan SBP Gambar 3.8 Diagram Alir Komparasi Panjang dan Tinggi Free Span SSS dan SBP Penjelasan diagram alir tahap komparasi panjang dan tinggi pipa SSS dan MBES di atas adalah sebagai berikut: 1. Komparasi Panjang Free Span Panjang free span yang didapatkan dari posisi top of pipe dari sub-bottom profile dengan citra SSS dibandingkan. 2. Kalkulasi Selisih Panjang Free Span Menghitung selisih panjang antara free span yang didapatkan dari posisi top of pipe dari sub-bottom profile dengan citra SSS. 59 3. Komparasi Tinggi Free Span Nilai tinggi free span relatif terhadap dasar laut yang didapatkan dari sub-bottom profile dan citra SSS dibandingkan nilainya. 4. Kalkulasi Selisih Tinggi Free Span Menghitung selisih tinggi antara free span relatif terhadap dasar laut yang didapatkan dari sub-bottom profile dengan citra SSS. 60 “Halaman ini sengaja dikosongkan” BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Hasil Penelitian 4.1.1 Batimetri Data batimetri didapat dari akuisisi dengan menggunakan instrumen akustik Singlebeam Echosounder Odom Echotrac MKII dan Multibeam Echosounder (MBES) Simrad EM3002 yang dipasang pada kapal survei MV MGS Geosurvey. Sistem pemosisian menggunakan metode diferensial dengan DGPS C-Nav 2050 bereferensi pada datum WGS84 pada jalur survei sepanjang ± 14 kilometer. Di samping itu, dilakukan juga survei penunjang terhadap temperatur, salinitas, konduktivitas, densitas, dan tekanan air yang mempengaruhi kecepatan suara dalam air, serta pengamatan pasang surut. Koreksi yang diterapkan saat pengolahan data diantaranya pembersihan terhadap gangguan data atau yang biasa disebut spike (paku) yang terjadi akibat operasional kapal, gelembung air, dan faktor-faktor lainnya, lalu koreksi profil kecepatan suara, serta pasang surut (Gambar 4.1) untuk mereduksi kedalaman yang diperoleh terhadap variasi muka air laut. Namun, dalam penelitian ini penulis mendapatkan data berformat ASCII sehingga pengolahannya terbatas pada gridding dan pembuatan surface saja. Gambar 4.1 Profil Pasang Surut Air Laut 61 62 Hasil pengolahan datanya berupa peta batimetri dan profil memanjang (lampiran lepas) yang disajikan dengan skala horisontal 1 : 8000 dan skala vertikal 1 : 800 pada kertas A3. Kedalaman pada peta tersebut dinyatakan terhadap suatu chart datum tertentu yang tidak akan disebutkan pada Tugas Akhir ini demi kepentingan perusahaan penyedia data. 4.1.2 Citra Side Scan Sonar Sonar image atau citra gambaran permukaan dasar laut diperoleh dengan bantuan Side Scan Sonar (SSS) 272 TD Dual Frequency yang menghasilkan citra dengan frekuensi rendah dan tinggi secara bersamaan. Instrumen ini tidak dipasang pada kapal seperti halnya MBES, melainkan ditarik di belakang kapal. Survei ini dilakukan terhadap 7 jalur survei dengan spasi ±50 meter. Hasilnya berupa 15 buah citra dengan frekuensi rendah dan 15 citra berfrekuensi tinggi. Pengolahan data dilakukan dengan menerapkan koreksi jarak miring (slant range) terhadap area putih atau disebut dengan kolom air yang terekam pada sonar image dan koreksi time-varying gain (TVG) yakni mengatur back scatter yang mempengaruhi rona. Gambar 4.2 Sebelum (Kiri) dan Sesudah (Kanan) Koreksi Slant Range 63 Gambar 4.3 Sebelum (Kiri) dan Sesudah (Kanan) Koreksi TVG Adapun semua citra yang diolah tersebut kemudian dipilih 7 buah citra yang semuanya berfrekuensi tinggi dikarenakan indikasi adanya saluran pipa bawah laut lebih jelas terlihat. Gambar 4.4 di bawah merupakan contoh sonar image pada jalur survei 02U yang telah dikoreksi. Rona gelap menunjukkan obyek atau sedimen keras, sedangkan rona terang adalah indikasi obyek atau sedimen lunak. Gambar 4.4 Contoh Sonar Image yang Telah Dikoreksi 4.1.3 Sub-Bottom Profile Data hasil pengukuran Sub-Bottom Profiler (SBP) berupa citra yang disebut sub-bottom profile, di mana citra 64 ini merupakan gambaran kondisi struktur geologi di bawah permukaan dasar laut. Alat yang digunakan adalah Geo Acoustics 4x4 Pinger yang dipasang di kapal survei. Survei dilakukan secara melintang terhadap jalur utama dengan spasi ±100 meter dan tambahan ±50 meter pada beberapa area. Koreksi yang dilakukan terhadap data ini hanya koreksi TVG agar kurva parabolik atau diffraction point dapat terlihat jelas. Diffraction point dapat menandakan suatu patahan atau mengindikasikan adanya saluran pipa. Gambar berikut ini adalah sub-bottom profile pada jalur survei melintang 10F. Gambar 4.5 Contoh Sub-Bottom Profile yang Telah Dikoreksi Keterangan: : garis skala kedalaman per 10 m : garis per 5 fix instrumen SBP 4.1.4 Perbedaan Posisi Pipa dari Data SSS dan MBES Saluran pipa bawah laut terlihat jelas pada sonar image, begitu pula dengan free span yang ditandakan oleh adanya bayangan atau yang biasa disebut acoustic shadow. Interpretasi dilakukan dengan mendigitasi citra yang dibatasi hanya pada kenampakan saluran pipa dan panjang free spannya saja. Namun, terdapat kejanggalan pola pipa yang 65 tampak melekuk tidak lazim bila dibandingkan dengan hasil digitasi pipa dari data MBES. Sampel yang ditampilkan pada tabel diambil dari free span citra SSS dan free span citra SSS yang disesuaikan dengan posisi pipa MBES. Tabel 4.1 Komparasi Posisi Free Span dari Data SSS dan MBES No. No. Spa n 1 3 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Koo rdina t Awal Spa n Eas ti ng (m) Nor thi ng (m) 5135 90 ,89 9417 66 6,96 5135 87 ,73 9417 66 1,61 5138 30 ,10 9417 57 8,86 5138 27 ,77 9417 57 3,53 5138 77 ,03 9417 56 3,31 5138 74 ,45 9417 55 5,68 5141 92 ,21 9417 44 0,15 5141 89 ,88 9417 43 5,43 5151 34 ,59 9416 90 7,21 5151 30 ,94 Koo rdina t Akhir Spa n Data Pipa Eas ti ng (m) Nor thi ng (m) 5135 94,95 9417 665,37 5135 91,49 9417 659,40 5138 34,34 9417 577,44 5138 31,90 9417 571,79 5138 81,75 9417 561,65 5138 79,19 9417 554,07 5141 95,86 9417 438,55 5141 93,45 9417 433,67 SSS 5151 45,83 9416 900,64 MBES 9416 90 1,88 5151 41,90 9416 894,84 SSS 5154 69 ,67 9416 71 0,93 5154 72,40 9416 709,29 MBES 5154 67 ,02 9416 70 6,51 5154 69,82 9416 705,01 SSS 5168 22 ,57 9416 04 6,61 5168 26,86 9416 045,57 MBES 5168 21 ,09 9416 04 1,71 5168 25,32 9416 040,44 SSS 5170 58 ,21 9415 96 7,15 5170 72,30 9415 960,98 MBES 5170 56 ,29 9415 96 2,87 5170 70,24 9415 956,38 SSS 5173 38 ,44 9415 81 3,89 5173 43,39 9415 810,53 MBES 5173 34 ,26 9415 80 8,49 5173 39,00 9415 804,83 Jarak (m) 6,22 5,04 6,83 35 5217 77 ,16 9411 65 9,23 5217 77 ,98 9411 66 2,50 7,20 5218 17,33 9411 649,43 5218 18,59 9411 654,75 3,37 10 0 5218 17 ,74 9411 64 9,34 5218 18 ,77 9411 65 4,72 5218 63 ,31 9411 63 9,37 5218 65 ,53 9411 64 5,15 5218 47,35 9411 642,81 5218 48,39 9411 648,25 MBES SSS MBES 5,54 5218 90,29 9411 635,23 5218 91,78 9411 637,67 6,19 10 2 SSS 5,47 5,47 10 1 MBES 5,36 4,69 34 SSS 5,00 5,12 33 MBES 7,01 5,15 21 SSS 5,45 6,46 18 MBES 8,00 5,26 9 SSS 6,16 8,06 6 MBES 6,90 5,82 5 Jarak (m) SSS MBES 2,86 *Catatan: koordinat yang dicantum kan bukan koordinat sebenarnya SSS 66 Tabel 4.1 Komparasi Posisi Free Span dari Data SSS dan MBES (Lanjutan) No. No. Spa n 13 10 5 14 15 16 17 18 Koo rdina t Awal Spa n Eas ti ng (m) Nort hing (m) Koo rdina t Akhir Spa n Ja rak (m) Eas ti ng (m) Nort hing (m) Jarak (m) Data Pipa 52 1959 ,08 941 162 8,70 52 1969 ,07 94 1162 8,01 52 1959 ,35 941 163 3,57 52 1969 ,34 94 1163 4,13 SSS 52 1969 ,44 941 162 7,99 52 2011 ,97 94 1162 5,83 MBES 52 1969 ,72 941 163 4,11 52 2012 ,21 94 1163 1,30 SSS 52 2087 ,99 941 162 2,80 52 2144 ,93 94 1162 0,51 MBES 52 2088 ,08 941 162 6,84 52 2145 ,05 94 1162 8,19 SSS 52 2146 ,53 941 162 0,47 52 2169 ,50 94 1161 9,86 MBES 52 2147 ,69 941 162 7,47 52 2169 ,76 94 1162 1,10 SSS 52 2260 ,13 941 162 3,43 52 2291 ,70 94 1162 7,58 MBES 52 2260 ,08 941 162 6,76 52 2291 ,35 94 1163 2,78 SSS 52 2292 ,38 941 162 7,66 52 2327 ,95 94 1163 3,52 MBES 52 2292 ,04 941 163 2,83 52 2327 ,79 94 1163 7,40 4,88 6,13 10 6 5,47 4,05 10 8 7,68 7,10 10 9 1,27 3,33 11 1 5,21 5,18 11 2 MBES 6,12 3,88 SSS *Catatan: koordinat yang dicantum kan bukan koordinat sebenarnya Perbedaan tidak hanya terjadi pada koordinat seperti yang disebutkan pada tabel di atas. Perbedaan yang ditampilkan dipilih hanya yang selisihnya lebih dari 5 meter pada awal atau akhir span-nya. Dapat dilihat bahwa selisih jarak maksimum antara pipa dari data MBES dibandingkan dengan SSS masing-masing sebesar 8,06 meter pada awal span dan 8,00 meter pada akhir span yang terjadi pada free span nomor 6. 4.1.5 Perbedaan Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP Sub-bottom profile juga dilengkapi dengan informasi posisi. Titik puncak pipa atau yang disebut top of pipe yang diperoleh dari hasil interpretasi selanjutnya dicatat koordinatnya dan dibandingkan dengan digitasi pipa dari sun-illuminated image MBES. 67 Tabel 4.2 Komparasi Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP Koo rdina t Pipa MBES Koo rdina t Pipa SB P No. Spa n Eas ti ng (m) Nor thi ng (m) Eas ti ng (m) Nort hing (m) Seli si h Jarak (m) 1 81 520 76 9,46 941 261 6,19 520760 ,69 94 1261 4,95 8,86 2 96 521 58 7,05 941 173 2,95 521585 ,32 94 1172 7,61 5,61 3 10 0 521 79 5,75 941 165 4,70 521794 ,55 94 1164 9,60 5,23 4 10 1 521 82 7,96 941 164 7,09 521826 ,89 94 1164 1,54 5,65 5 10 2 521 86 8,30 941 163 8,61 521867 ,95 94 1163 3,31 5,31 6 10 8 522 11 1,11 941 162 1,87 522111 ,43 94 1161 5,33 6,55 7 11 0 522 18 7,69 941 161 9,39 522186 ,87 94 1161 3,24 6,20 8 11 1 522 26 7,02 941 162 4,34 522268 ,03 94 1161 5,73 8,67 No. *Catatan: koordinat yang dicantum kan bukan koordinat sebenarnya Perbedaan yang ditampilkan dipilih hanya yang selisihnya lebih dari 5 meter. Dapat dilihat bahwa selisih jarak maksimum antara pipa dari data MBES dibandingkan dengan SBP adalah sebesar 8,86 meter pada free span 81. 4.1.6 Perbedaan Panjang Span dari Data SSS dan SBP Panjang free span diperoleh dari bayangan akustik pipa pada citra SSS dan jarak antar top of pipe citra SBP. Terdapat selisih pada kedua metode (Gambar 4.17 dan 4.18). Tabel 4.3 Komparasi Panjang Free Span dari Data SSS dan SBP No. No. Spa n 1 10 6 2 3 Koo rdina t Awal Spa n Koo rdina t Akhir Spa n Eas ti ng (m) Nort hing (m) Eas ti ng (m) Nort hing (m) Panjang (m) 52 196 9,72 94 116 34 ,11 5220 12 ,21 941 1631 ,30 42,59 52 197 2,62 94 116 23 ,54 5219 91 ,81 941 1630 ,35 20,36 Seli si h (m) Data Pipa SSS 22 ,22 52 208 8,08 94 116 26 ,84 5221 45 ,05 941 1628 ,19 56,98 52 211 1,43 94 116 15 ,33 5221 39 ,66 941 1616 ,36 28,25 52 229 2,04 94 116 32 ,83 5223 27 ,79 941 1637 ,40 36,05 52 229 3,76 94 116 26 ,98 5223 20 ,43 941 1632 ,09 27,16 SBP SSS 28 ,73 10 8 SBP SSS 8,89 11 2 *Catatan: koordinat yang dicantum kan bukan koordinat sebenarnya SBP 68 4.1.7 Perbedaan Tinggi Span dari Data SSS dan SBP Selisih juga terjadi terhadap tinggi free span pada sonar image dengan sub-bottom profile. Perbedaan tersebut dapat dilihat secara visual sekalipun. Pada beberapa kasus pipa tampak tertanam dilihat dari citra SBP, sedangkan pada citra SSS pipa pada lokasi yang sama terlihat memiliki bayangan akustik. Tabel 4.4 Komparasi Tinggi Free Span dari Data SSS dan SBP 1 Tinggi pada Citra S SS 0,52 Tinggi pada Citra S BP -0,40 Se lisih Tinggi (m) 0,92 Kondisi pada Citra S BP T ert anam sebagian 7 0,56 -0,23 0,79 T ert anam sebagian 3 23 0,66 -0,15 0,81 T ert anam sebagian 4 26 0,57 -0,15 0,72 T ert anam sebagian 5 27 0,33 -0,02 0,35 T ert anam sebagian 6 31 0,97 -0,06 1,03 T ert anam sebagian 7 34 0,94 0,28 0,66 Free span 8 37 0,42 -0,19 0,61 T ert anam sebagian 9 50 0,56 0,02 0,54 Free span 10 61 0,56 -0,19 0,75 T ert anam sebagian 11 78 1,20 0,58 0,62 Free span 12 81 0,40 -0,40 0,80 T ert anam sebagian 13 93 0,74 0,11 0,63 Free span 14 96 0,34 0,06 0,28 Free span No. No. Span 1 2 15 99 1,14 0,79 0,35 Free span 16 100 1,90 1,17 0,73 Free span 17 101 0,82 0,49 0,33 Free span 18 102 0,54 0,02 0,52 Free span 19 103 0,72 0,41 0,31 Free span 20 106 1,55 -0,66 2,21 T ert anam 21 106 1,55 -0,66 2,21 T ert anam 22 108 2,03 1,09 0,94 Free span 23 108 2,03 1,17 0,86 Free span 69 Tabel 4.4 Komparasi Tinggi Free Span dari Data SSS dan SBP (Lanjutan) 110 Tinggi pada Citra S SS 1,01 Tinggi pada Citra S BP -1,17 111 1,18 -0,66 1,84 T ert anam 112 1,38 0,06 1,32 Free span 27 112 1,38 0,58 0,80 Free span 28 113 0,45 0,06 0,39 Free span No. No. Span 24 25 26 Se lisih Tinggi (m) 2,18 Kondisi pada Citra S BP T ert anam Tinggi yang dimaksud di atas merupakan tinggi dari permukaan dasar laut. Tinggi tersebut adalah dari dasar laut ke bagian bawah pipa, baik pada citra SSS maupun SBP (tinggi dari dasar laut ke top of pipe lalu dikurangi 26 inci). Selisih terbesar adalah 2,21 meter pada free span 106. 4.1.8 Free Span yang Te rdeteksi Saluran pipa dimulai pada koordinat Easting 512882,27 meter dan Northing 9418084,26 meter (bukan koordinat sebenarnya) dengan kedalaman 46,30 meter di bawah chart datum yang ditandai sebagai Kilometer Post (KP) 0,0. KP 0,0 ini merupakan puncak pipa tertanam yang terdeteksi oleh SBP. Top of pipe dari sub-bottom profile yang terekam terakhir berada pada koordinat 522927,10 ; 9411855,59 (bukan koordinat sebenarnya) dengan kedalaman 83,30 meter atau berada sejauh 32,62 meter dari KP 12,5. Namun, pada sonar image dan data MBES, pipa masih terlihat sepanjang 558,14 meter setelah KP 12,5. Terdapat sebanyak 119 free span pada saluran pipa sepanjang 13,058 kilometer ini. 70 Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X Koo rdina t Awal Spa n Koo rdina t Akhir Spa n Dimensi No. Spa n Eas ti ng (m) Nor thi ng (m) Eas ti ng (m) Nort hing (m) P (m) T (m) 1 51 31 23,01 941 78 98 ,92 513 13 6,39 9417 890,16 15,99 0,52 2 51 33 56,96 941 77 65 ,54 513 35 8,61 9417 764,74 1,83 0,33 3 51 35 90,89 941 76 66 ,96 513 59 4,95 9417 665,37 4,36 0,51 4 51 36 67,50 941 76 35 ,58 513 67 3,90 9417 633,13 6,85 0,84 5 51 38 30,10 941 75 78 ,86 513 83 4,34 9417 577,44 4,47 0,77 6 51 38 77,03 941 75 63 ,31 513 88 1,75 9417 561,65 5,00 0,73 7 51 40 66,18 941 74 93 ,03 514 07 9,33 9417 487,71 14,18 0,56 8 51 41 23,16 941 74 69 ,91 514 12 4,22 9417 469,48 1,15 0,36 9 51 41 92,21 941 74 40 ,15 514 19 5,86 9417 438,55 3,99 0,67 10 51 42 97,72 941 73 89 ,85 514 29 9,36 9417 388,96 1,86 0,56 11 51 43 00,52 941 73 88 ,35 514 30 2,34 9417 387,38 2,07 0,63 12 51 44 60,02 941 73 00 ,85 514 46 2,13 9417 299,68 2,41 0,33 13 51 45 44,45 941 72 52 ,64 514 54 5,88 9417 251,82 1,64 0,29 14 51 47 49,76 941 71 36 ,21 514 75 1,52 9417 135,18 2,05 0,41 15 51 47 59,05 941 71 30 ,79 514 76 1,47 9417 129,38 2,81 0,39 16 51 48 84,93 941 70 55 ,04 514 89 0,20 9417 051,73 6,23 0,50 17 51 50 59,06 941 69 51 ,27 515 06 3,67 9416 948,58 5,33 0,46 18 51 51 34,59 941 69 07 ,21 515 14 5,83 9416 900,64 13,02 0,76 19 51 52 16,79 941 68 59 ,21 515 22 8,23 9416 852,66 13,19 0,70 20 51 52 70,69 941 68 28 ,29 515 27 9,21 9416 823,27 9,89 0,73 21 51 54 69,67 941 67 10 ,93 515 47 2,40 9416 709,29 3,18 0,46 22 51 55 45,72 941 66 65 ,37 515 55 0,41 9416 662,56 5,47 0,46 23 51 55 79,76 941 66 45 ,73 515 59 0,88 9416 639,39 12,80 0,66 24 51 56 10,34 941 66 28 ,33 515 61 7,13 9416 624,47 7,81 0,47 25 51 58 14,97 941 65 09 ,49 515 83 2,73 9416 498,97 20,64 1,06 26 51 58 82,81 941 64 69 ,13 515 89 5,30 9416 461,64 14,57 0,57 27 51 61 80,88 941 62 94 ,55 516 18 3,90 9416 292,79 3,50 0,33 28 51 61 85,20 941 62 92 ,03 516 19 9,23 9416 283,84 16,25 0,60 *Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya 71 Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X (Lanjutan) Koo rdina t Awal Spa n Koo rdina t Akhir Spa n Dimensi No. Spa n Eas ti ng (m) Nor thi ng (m) Eas ti ng (m) Nort hing (m) P (m) T (m) 29 516 37 9,61 941 61 83,96 516 381 ,28 94 16183 ,16 1,86 0,37 30 516 51 2,27 941 61 29,29 516 519 ,11 94 16127 ,07 7,19 0,64 31 516 52 3,80 941 61 25,55 516 531 ,77 94 16122 ,97 8,38 0,97 32 516 66 0,48 941 60 85,78 516 664 ,00 94 16084 ,89 3,64 0,45 33 516 82 2,57 941 60 46,61 516 826 ,86 94 16045 ,57 4,41 0,48 34 517 05 8,21 941 59 67,15 517 072 ,30 94 15960 ,98 15,39 0,94 35 517 33 8,44 941 58 13,89 517 343 ,39 94 15810 ,53 5,99 0,49 36 517 43 2,82 941 57 43,65 517 434 ,23 94 15742 ,55 1,79 0,36 37 517 72 5,50 941 55 41,69 517 730 ,26 94 15539 ,27 5,34 0,42 38 517 84 7,72 941 54 83,98 517 849 ,22 94 15483 ,32 1,64 0,37 39 518 02 5,11 941 54 09,16 518 028 ,18 94 15407 ,88 3,32 0,36 40 518 05 7,56 941 53 95,66 518 058 ,54 94 15395 ,25 1,07 0,32 41 518 29 5,89 941 52 68,70 518 299 ,60 94 15266 ,34 4,40 0,37 42 518 49 0,85 941 51 08,46 518 492 ,62 94 15106 ,61 2,57 0,31 43 518 55 5,64 941 50 39,46 518 557 ,68 94 15037 ,20 3,04 0,38 44 518 70 0,21 941 48 78,60 518 703 ,86 94 14874 ,79 5,28 0,27 45 518 90 9,89 941 46 97,22 518 912 ,38 94 14695 ,50 3,02 0,20 46 518 92 0,51 941 46 89,88 518 922 ,08 94 14688 ,80 1,91 0,30 47 518 97 8,46 941 46 51,39 518 979 ,48 94 14650 ,73 1,21 0,27 48 519 00 0,65 941 46 37,73 519 002 ,09 94 14636 ,84 1,70 0,25 49 519 13 5,13 941 45 55,56 519 141 ,24 94 14551 ,90 7,12 0,49 50 519 27 7,85 941 44 69,75 519 284 ,28 94 14465 ,86 7,52 0,56 51 519 36 1,57 941 44 18,86 519 363 ,84 94 14417 ,48 2,65 0,42 52 519 50 1,02 941 43 34,46 519 511 ,32 94 14328 ,37 11,96 0,73 53 519 80 0,03 941 41 58,02 519 807 ,22 94 14153 ,64 8,41 0,61 54 519 91 3,28 941 40 89,11 519 915 ,55 94 14087 ,71 2,66 0,41 55 519 92 7,79 941 40 80,15 519 932 ,53 94 14077 ,23 5,56 0,65 56 520 05 2,96 941 39 96,74 520 054 ,88 94 13995 ,24 2,44 0,50 *Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya 72 Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X (Lanjutan) Koo rdina t Awal Spa n Koo rdina t Akhir Spa n Dimensi No. Spa n Eas ti ng (m) Nor thi ng (m) Eas ti ng (m) Nort hing (m) P (m) T (m) 57 52 01 00,56 941 39 58 ,28 520 10 4,98 9413 954,72 5,67 0,64 58 52 02 28,52 941 38 34 ,19 520 23 2,07 9413 829,98 5,51 0,57 59 52 02 73,01 941 37 80 ,51 520 27 5,14 9413 777,92 3,35 0,49 60 52 03 44,18 941 36 88 ,69 520 34 8,40 9413 683,03 7,06 0,65 61 52 03 82,80 941 36 35 ,62 520 38 6,09 9413 631,03 5,65 0,56 62 52 04 12,92 941 35 93 ,71 520 41 5,65 9413 589,90 4,69 0,52 63 52 04 16,18 941 35 89 ,17 520 41 8,05 9413 586,57 3,21 0,48 64 52 04 63,10 941 35 20 ,45 520 46 3,83 9413 519,38 1,29 0,27 65 52 05 06,98 941 34 42 ,65 520 50 8,12 9413 440,29 2,62 0,39 66 52 05 16,87 941 34 21 ,54 520 51 7,57 9413 420,01 1,68 0,23 67 52 05 26,97 941 33 99 ,69 520 52 7,48 9413 398,59 1,21 0,21 68 52 05 70,03 941 32 92 ,14 520 57 0,58 9413 290,47 1,76 0,32 69 52 05 93,18 941 32 08 ,19 520 59 3,74 9413 206,11 2,15 0,41 70 52 05 96,52 941 31 93 ,93 520 59 7,19 9413 190,90 3,10 0,25 71 52 05 98,73 941 31 83 ,93 520 59 9,91 9413 178,57 5,49 0,32 72 52 06 10,62 941 31 31 ,73 520 61 2,89 9413 122,23 9,76 0,34 73 52 06 49,52 941 29 85 ,97 520 64 9,83 9412 984,69 1,32 0,23 74 52 06 58,27 941 29 50 ,06 520 65 9,62 9412 944,55 5,67 0,33 75 52 06 77,79 941 28 80 ,51 520 67 8,64 9412 877,76 2,88 0,33 76 52 06 78,83 941 28 77 ,13 520 67 9,37 9412 875,37 1,85 0,29 77 52 06 87,60 941 28 48 ,63 520 69 1,88 9412 834,70 14,57 0,33 78 52 06 96,86 941 28 18 ,54 520 70 6,38 9412 786,28 33,64 1,20 79 52 07 06,66 941 27 85 ,41 520 71 2,05 9412 768,62 17,63 1,59 80 52 07 16,11 941 27 56 ,76 520 72 1,60 9412 741,61 16,11 0,36 81 52 07 68,32 941 26 19 ,24 520 76 9,78 9412 615,31 4,19 0,40 82 52 07 73,65 941 26 05 ,03 520 77 4,93 9412 602,06 3,24 0,23 83 52 07 80,77 941 25 88 ,52 520 78 1,79 9412 586,14 2,60 0,30 84 52 08 03,58 941 25 36 ,54 520 80 4,44 9412 534,75 1,99 0,31 *Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya 73 Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X (Lanjutan) Koo rdina t Awal Spa n Koo rdina t Akhir Spa n Dimensi No. Spa n Eas ti ng (m) Nor thi ng (m) Eas ti ng (m) Nort hing (m) P (m) T (m) 85 520 80 7,25 941 25 28,91 520 808 ,13 94 12527 ,06 2,05 0,19 86 520 84 9,80 941 24 50,47 520 850 ,63 94 12449 ,11 1,59 0,26 87 520 97 2,70 941 22 71,11 520 973 ,66 94 12269 ,96 1,50 0,32 88 521 28 6,49 941 19 54,44 521 289 ,20 94 11951 ,91 3,70 0,40 89 521 29 1,47 941 19 49,81 521 293 ,08 94 11948 ,34 2,19 0,28 90 521 29 3,52 941 19 47,94 521 294 ,67 94 11946 ,90 1,55 0,25 91 521 37 2,14 941 18 80,20 521 373 ,53 94 11879 ,08 1,79 0,25 92 521 49 4,22 941 17 88,07 521 515 ,56 94 11773 ,83 25,65 0,66 93 521 51 6,27 941 17 73,36 521 534 ,10 94 11762 ,26 21,01 0,74 94 521 55 7,26 941 17 49,17 521 561 ,55 94 11746 ,76 4,92 0,40 95 521 58 0,05 941 17 36,54 521 581 ,54 94 11735 ,77 1,67 0,37 96 521 58 3,51 941 17 34,76 521 587 ,15 94 11732 ,90 4,08 0,34 97 521 63 3,45 941 17 10,09 521 636 ,99 94 11708 ,44 3,90 0,21 98 521 69 5,28 941 16 84,87 521 706 ,72 94 11680 ,81 12,14 0,41 99 521 72 1,74 941 16 75,59 521 764 ,67 94 11662 ,57 44,86 1,14 10 0 521 77 7,16 941 16 59,23 521 817 ,33 94 11649 ,43 41,34 1,90 10 1 521 81 7,74 941 16 49,34 521 847 ,35 94 11642 ,81 30,31 0,82 10 2 521 86 3,31 941 16 39,37 521 890 ,29 94 11635 ,23 27,30 0,54 10 3 521 90 6,64 941 16 32,92 521 932 ,38 94 11630 ,53 25,85 0,72 10 4 521 93 6,85 941 16 30,23 521 948 ,21 94 11629 ,45 11,39 0,42 10 5 521 95 9,08 941 16 28,70 521 969 ,07 94 11628 ,01 10,01 0,88 10 6 521 96 9,44 941 16 27,99 522 011 ,97 94 11625 ,83 42,59 1,55 10 7 522 02 8,32 941 16 25,18 522 044 ,66 94 11624 ,52 16,35 0,25 10 8 522 08 7,99 941 16 22,80 522 144 ,93 94 11620 ,51 56,98 2,03 10 9 522 14 6,53 941 16 20,47 522 169 ,50 94 11619 ,86 22,98 1,45 11 0 522 18 7,42 941 16 19,39 522 223 ,20 94 11619 ,79 35,77 1,01 11 1 522 26 0,13 941 16 23,43 522 291 ,70 94 11627 ,58 31,84 1,18 11 2 522 29 2,38 941 16 27,66 522 327 ,95 94 11633 ,52 36,05 1,38 *Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya 74 Tabel 4.5 Free Span pada Saluran Pipa 26” di Lapangan X (Lanjutan) Koo rdina t Awal Spa n Koo rdina t Akhir Spa n Dimensi No. Spa n Eas ti ng (m) Nor thi ng (m) Eas ti ng (m) Nort hing (m) P (m) T (m) 11 3 52 25 62,97 941 16 89 ,94 522 56 5,84 9411 690,77 2,98 0,45 11 4 52 27 36,77 941 17 56 ,69 522 73 8,99 9411 757,66 2,42 0,36 11 5 52 27 49,09 941 17 62 ,02 522 75 0,44 9411 762,60 1,47 0,20 11 6 52 27 56,80 941 17 65 ,49 522 75 8,65 9411 766,38 2,06 0,25 11 7 52 27 64,05 941 17 69 ,01 522 76 8,15 9411 770,99 4,56 0,29 11 8 52 30 36,90 941 19 14 ,89 523 04 7,07 9411 920,36 11,55 0,28 11 9 52 31 53,90 941 19 77 ,82 523 17 7,14 9411 990,39 26,43 0,27 *Catatan: lokasi dan koordinat yang dicantumkan bukan lokasi dan koordinat sebenarnya Keterangan: P : panjang free span dalam meter T : tinggi free span dalam meter Koordinat free span merupakan koordinat yang disesuaikan dengan posisi saluran pipa dari data MBES. Sedangkan tinggi free span adalah yang diperoleh dari sonar image. Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa free span nomor 108 memiliki panjang span 56,98 meter dan tinggi sebesar 2,03 meter di atas permukaan dasar laut. Angka ini merupakan nilai panjang dan tinggi span terbesar dari semua free span saluran pipa 26” di Lapangan X, Laut Jawa (bukan lokasi sebenarnya). Bentang terpendek dimiliki oleh free span 40 dan untuk tinggi terendah pada free span 85. Untuk kenampakan free span yang lebih jelas dapat dilihat di Lampiran A dan untuk posisinya di lapangan disajikan pada peta (lampiran lepas). 4.1.9 Pipeline Support yang Terdeteksi Sepanjang saluran pipa terdapat pipeline support atau penopang pipa di antara KP 9,5 sampai KP 12,0. Terdapat 6 75 buah pipeline support yang terdeteksi dengan rincian pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Pipeline Support yang Terdeteksi No. Easting (m ) Northing (m ) 1 520706,52 9412785,84 Antara Free Span 78 dan 79 2 521515,92 9411773,60 Antara Free Span 92 dan 93 3 521817,54 9411649,39 Antara Free Span 100 dan 101 4 521969,25 9411628,00 Antara Free Span 105 dan 106 5 522145,73 9411620,49 Antara Free Span 108 dan 109 6 522292,04 9411627,62 Antara Free Span 111 dan 112 Ke te rangan *Catatan: koordinat yang dicantumkan bukan koordinat sebenarnya 4.2 Pembahasan 4.2.1 Analisis Perbedaan Posisi Pipa dari Data SSS dan MBES Hasil interpretasi dan digitasi mosaic SSS menghasilkan pola pipa yang tampak tidak wajar dibandingkan dengan digitasi pipa menggunakan sunilluminated imege mengingat instalasi pipa sangat memperhatikan faktor kelurusan pipa. Perbedaan pola pipa dari kedua metode ditunjukkan oleh gambar berikut. Gambar 4.6 Free Span 9 Gambar 4.7 Free Span 18 76 Gambar 4.8 Free Span 21 Gambar 4.9 Free Span 33 Gambar 4.10 Free Span 34 Gambar 4.11 Free Span 35 Gambar 4.12 Free Span 100, 101 dan 102 Gambar 4.13 Free Span 105 dan 106 Gambar 4.14 Free Span 108 dan 109 Gambar 4.15 Free Span 111 dan 112 77 Keterangan: : digitas i pipa dari data MBES : digitas i pipa dari data SSS : free span dari data SSS : free span disesuaikan dengan digitasi pipa MBES Perbedaan terbesar dari segi jarak awal dan akhir span adalah pada free span 6 merujuk pada Tabel 4.1. Namun, bila dilihat dari pola pipa yang terbentuk, pada free span 108 pipa dari SSS terlihat patah-patah dibandingkan pipa dari MBES yang mulus. Melirik kembali prinsip kerja untuk masalah positioning, kedua alat ini bergantung pada DGPS. Walaupun menggunakan sistem pemosisian yang sama, data komparasi menunjukkan posisi pipa yang dihasilkan berbeda. SSS mengakuisisi data dengan prinsip towing atau ditarik dengan tow cable, sehingga dapat dikatakan positioning SSS tidak langsung terhubung dengan GPS melainkan melalui perantara suatu sistem tambahan yaitu USBL. Hal ini memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan, yaitu kesalahan offset transduser USBL terhadap GPS dan kesalahan sistem USBL sendiri terhadap SSS, sehingga berdampak pada kualitas posisi pipa dan free spannya yang kurang bisa diandalkan. Ditambah lagi stabilitas Sonar Fish yang sangat dipengaruhi arus dan gelombang saat mengakuisisi data seperti yang dijelaskan di BAB II. Sistem MBES dalam penelitian ini adalah mounted, di mana tidak terdapat sistem lain untuk mengintegrasikan GPS dengan transduser. Yang perlu diperhatikan adalah offset transduser MBES terhadap GPS, sehingga posisi yang diperoleh dapat dianggap benar dan dijadikan sebagai data posisi primer. Namun, free span tidak terlihat pada sunilluminated image MBES, kecuali free span dengan tinggi yang ekstrim, sehingga interpretasi pipa dan free span-nya pun sulit dilakukan karena semua benda yang ditangkap sebagai data pada dasarnya adalah berupa kumpulan titik. 78 4.2.2 Analisis Perbedaan Posisi Pipa dari Data MBES dan SBP Selisih koordinat yang signifikan terjadi antara instrumen MBES dengan SBP yang berada pada kisaran 5 – 8 meter. Prinsip akuisisi data kedua alat di dalam penelitian ini memakai sistem yang sama, yaitu mounted atau dipasang di kapal survei dengan offset terhadap GPS. Mengapa terjadi perbedaan yang nilainya dapat dikatakan cukup besar tersebut. Jawabannya terletak pada koreksi yang diterapkan pada sub-bottom profile itu sendiri. Pada kasus ini, citra SBP hanya mengalami koreksi TVG, sedangkan idealnya untuk mendapatkan data posisi yang baik perlu dilakukan koreksi terhadap data navigasinya, seperti halnya pada citra SSS. Dikarenakan keterbatasan data, yang mana tidak ada data koreksi navigasinya, maka posisi horisontal top of pipe yang didapat masih berupa data yang jumping. FS-99 FS-100 FS-101 FS-102 FS-103 FS-105 FS-104 FS-106 FS-107 Gambar 4.16 Koordinat Top of Pipe yang Jumping pada Free Span 99, 100, 101, dan 102 (Atas) dan Free Span 103 dan 106 (Bawah) Keterangan: : digitas i pipa dari data MBES : free span disesuaikan dengan digitasi pipa MBES : top of pipe dari data SBP 79 4.2.3 Analisis Perbedaan Panjang Span dari Data SSS dan SBP Pada Sub-Bab 4.1.6 di atas disajikan perbedaan panjang free span antara data SSS dan SBP. Sangat jelas terlihat pada Gambar 4.17 dan 4.18 di bawah, selisih panjang free span tersebut dikarenakan titik top of pipe SBP yang digunakan untuk memperoleh panjang letaknya berbeda dengan titik yang didefinisikan sebagai awal dan akhir span pada sonar image SSS. Namun, bila crossline survei SBP dibuat lebih rapat dengan kata lain spasinya lebih pendek, maka dimungkinkan untuk memperoleh panjang free span yang hampir sama dengan citra SSS sebagai pembanding. 64 m 68 m Gambar 4.17 Free Span 103 dan 106 dengan Tinggi dari Data SBP (Atas) dan Posisinya pada Citra SSS (Bawah) 80 68 m 72 m Gambar 4.18 Free Span 108 dan 110 dengan Tinggi dari Data SBP (Atas) dan Posisinya pada Citra SSS (Bawah) Keterangan Gambar 4.17 dan 4.18 Atas: : bagian atas pipa dari data SBP : bagian bawah pipa dengan offset 26 inci : permukaan dasar laut Keterangan Gambar 4.17 dan 4.18 Bawah: : garis skala jarak per 25 m dari pusat : garis per 5 fix instrumen SSS : panjang free span dari citra SSS : top of pipe citra SBP pada citra SSS 4.2.4 Analisis Perbedaan Tinggi Span dari Data SSS dan SBP Perbandingan data SSS dengan SBP lainnya yakni dalam hal tinggi free span. Tabel 4.4 menyatakan kondisi pipa pada sub-bottom profile ada yang berupa free span sama 81 dengan citra SSS, tetapi ada juga pipa yang kondisinya tertanam atau tertanam sebagian seperti gambar di bawah. Top of pipe Gambar 4.19 Top of Pipe dari Free Span 103 Top of pipe Gambar 4.20 Top of Pipe dari Free Span 106 Top of pipe Gambar 4.21 Top of Pipe dari Free Span 106 82 Top of pipe Gambar 4.22 Top of Pipe dari Free Span 108 Top of pipe Gambar 4.23 Top of Pipe dari Free Span 108 Top of pipe Gambar 4.24 Top of Pipe dari Free Span 110 83 Keterangan: : garis skala kedalaman per 10 m : garis per 5 fix instrumen SBP Jelas terlihat pada sonar image yang mana free span 103, 106, 108, dan 110 memang tampak sebagai free span dibuktikan dengan adanya acoustic shadow (Gambar 4.16 dan 4.17 Bawah). Namun, yang tampak pada sub-bottom profile untuk free span 106 dan 110 justru kebalikannya. Indikasi titik puncak pipa berupa kurva parabolik di citra tersebut berada tepat pada seabed atau dengan ketinggian 0 meter terhadap dasar laut untuk free span 106 dan 1,17 meter di bawah dasar laut untuk free span 110 atau dengan kata lain kedua data memperlihatkan bahwa pipa tertanam. Penyebab perbedaan ini bisa jadi karena sedimen di dasar laut yang berubah akibat arus dan gelombang sehingga sewaktu-waktu pipa terlihat tertanam, tapi di lain waktu mungkin saja terjadi free span, walaupun waktu pelaksanaan survei berdekatan dan kondisi sedimen pada umumnya dianggap sama. Atau penyebab lainnya adalah anomali sinyal yang terjadi pada SBP yang mengakibatkan perbedaan kondisi permukaan dasar laut yang diperoleh tersebut. Untuk permasalahan ini data yang digunakan sebagai data utama penentuan panjang dan tinggi free span adalah citra SSS karena menghasilkan kenampakan dasar laut yang lebih jelas. 84 “Halaman ini sengaja dikosongkan” BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Ke simpulan Pendeteksian free span dalam penelitian ini menggunakan tiga data, yaitu data Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar, dan Sub-Bottom Profiler. Posisi yang diperoleh dari data Multibeam Echosounder menjadi data posisi pipa yang dapat dianggap benar, melirik pada sistem mounted instrumen ini di kapal survei. Di lain sisi, citra Side Scan Sonar mampu memperlihatkan kenampakan permukaan dasar laut yang cukup jelas sehingga sangat baik digunakan untuk interpretasi panjang dan tinggi free span. Sedangkan, subbottom profile pada penelitian ini tidak baik digunakan untuk memperoleh posisi pipa disebabkan oleh keterbatasan data untuk koreksi navigasi. Dimensi free span yang diperoleh juga kurang baik digunakan sebagai pembanding terhadap nilai yang didapat dari citra Side Scan Sonar karena data survei Sub-Bottom Profiler kurang rapat. Metode terbaik untuk memperoleh dimensi free span adalah dengan mengkombinasikan kelebihan yang dimiliki instrumen hidroakustik ini. Data posisi menggunakan data Multibeam Echosounder dan dimensi free span diperoleh dari interpretasi citra Side Scan Sonar. Sebagai tambahan untuk pendeteksian pipa yang tertanam, dapat mengandalkan Sub-Bottom Profiler karena memiliki kemampuan penetrasi menembus dasar laut. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian berikutnya antara lain: 1. Naikkan nilai TVG saat proses koreksi slant range untuk memudahkan dalam seabed picking agar stretching citra Side Scan Sonar mendekati keadaan sebenarnya. 85 86 2. Perhatikan metode measurement panjang dan tinggi free span di Coda GeoSurvey baik Side Scan Sonar maupun Sub-Bottom Profiler. Pastikan metodenya adalah difference E, N pair. 3. Gunakan lebih dari 1 citra Side Scan Sonar yang saling bertampalan dengan frekuensi rendah dan tinggi untuk dijadikan sebagai pembanding agar interpretasi pipa dan free span-nya bisa dilakukan dengan lebih baik. 4. Disarankan adanya data untuk koreksi navigasi SubBottom Profiler pada penelitian berikutnya agar posisi horisontal yang diperoleh dari sub-bottom profile lebih baik. 5. Untuk keperluan pembanding terhadap nilai panjang dan tinggi free span dari citra Side Scan Sonar, alangkah baiknya bila survei Sub-Bottom Profiler dilakukan dengan spasi crossline serapat mungkin. DAFTAR PUSTAKA Abidin, H. Z. 2007. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Andrew J. Kenny, B. J. 2001. The Application of Sidescan Sonar for Seabed Habitat Mapping. Dalam J. Davies, J. Baxter, M. Bradley, D. Connor, J. Khan, E. Murray, et al., Marine Monitoring Handbook (hal. 199-210). Burnham-onCrouch: Joint Nature Conservation Committee. Arif, A. 2008. Analisis Free Span untuk Pipeline di Bawah Laut Studi Kasus: Pipeline di Area Hang Tuah. Bandung: Program Studi Teknik Mesin ITB. Bennell, J. D. 2001. Mosaicing of Sidescan Sonar Images to Map Seabed Features. Dalam J. Davies, J. Baxter, M. Bradley, D. Connor, J. Khan, E. Murray, et al., Marine Monitoring Handbook (hal. 1-8). Bangor: Joint Nature Conservation Committee. Brissette, L. M., & Clarke, D. J. (t.thn.). Side Scan Versus Multibeam Echosounder Object Detection: A Comparative Analysis. New Brunswick: University of New Brunswick. BSN. 2010. Survei Hidrografi Menggunak an Singlebeam Echosounder. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Chang, Y.-C., Hsu, S.-K., & Sai, C.-H. 2010. Sidescan Sonar Image Processing: Correcting Brightness Variation and Patching Gaps. Journal of Marine Science and Technology, Vol. 8, No. 6, 785-789. Coda Technologies. 2001. CODA Trackplot/Mosaic User Manual. Edinburgh: Coda Technologies. Edi, B. P. 2009. Aplikasi Instrumen Akustik Multibeam dan Side Scan Sonar di Perairan Sek itar Teluk Mandar dan Selat Makassar. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB. Gumbira, G. 2011. Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar dalam Kegiatan Peletakan Pipa Bawah Laut. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB. Gustiawan, H. 2012. Komputasi Data Side Scan Sonar Klein 3000 untuk Identifik asi Target Dasar Laut. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB. Hasanudin, M. 2009. Pemetaan Dasar Laut dengan Menggunakan Multibeam Echosounder. Oseana, Volume XXXIV, Nomor 1, 19-26. IHO. 2008. IHO Standards for Hidrographics Surveys 5th Edition - Special Publication No 44. Monaco: International Hidrographic Bureau. IXSEA. 2008. Delph Seismic - Advanced Notes. France: IXSEA. Lanckneus, J., & Jonghe, E. D. 2006. Side-Scan Sonar and Mutibeam Surveys in Dredging Projects. Merelbeke. Lekkerkerk, H.-J., Velden, R. v., Haycock, T., Jansen, P., Vries, R. d., Waalwijk, P. v., et al. 2006. Handbook of Offshore Surveying Volume One: Preparation & Positioning. London: Clarkson Research Service Limited. Lekkerkerk, H.-J., Velden, R. v., Haycock, T., Jansen, P., Vries, R. d., Waalwijk, P. v., et al. 2006. Handbook of Offshore Surveying Volume Two: Acquisition & Processing. London: Clarkson Service Limited. Nugraha, I. M., & Octori, O. 2013. Komparasi Data Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar terhadap Posisi Pipeline untuk Kepentingan Inspek si Pipa Bawah Laut. Surabaya: Jurusan Teknik Geomatika ITS. Pohner, F., & Jan Ove Bakke, K. E. 2007. Integrating Imagery from Hull Mounted Sidescan Sonars with Multibeam Bathymetry. New Hampshire: University of New Hampshire. Pratama, D. A. 2007. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut dan Span Remediation. Bandung: Program Studi Teknik Kelautan ITB. Ramdhani, H. 2011. Pengaruh Frek uensi Akustik Terhadap Penetrasi Sub Bottom Profile dengan Penerapan Acoustic Filtering. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB. Sari, S. P. 2009. Detek si dan Interpretasi Target di Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side Scan Sonar. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB. SeaBeam. 2000. Multibeam Sonar Theory of Operation. East Walpole: L-3 Communications SeaBeam Instruments. Subroto, R. Y. 2012. Pengolahan Data Multibeam Echosounder Pada Survei Pra-Pemasangan Pipa Bawah laut. Bandung: Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika ITB. Trethewey, M., & Mark Field, D. C. (t.thn.). Mak ing The Most of Investment in Multibeam Sonar. United Kingdom: TSS Limited. Yuwono. 2005. Buk u Ajar Hidrografi - 1. Surabaya: Jurusan Teknik Geomatika ITS. DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Lampiran B Lampiran C Free Span pada Citra Side Scan Sonar Top of Pipe pada Citra Sub-Bottom Profiler Peta Indikasi Free Span xxiii “Halaman ini sengaja dikosongkan” xxiv Tinggi: 0,52 m Panjang: 15,99 m FREE SPAN – 1 Sekitar 25 m Jalur Survei: 03Ui Lampiran 1. Free Span 1 pada Citra Side Scan Sonar Sa l uran pi pa ARAH SURVEI Sekitar 75 m Tinggi: 0,51 m Panjang: 4,36 m FREE SPAN – 3 Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Jalur Survei: 03Ui Lampiran 2. Free Span 2 dan 3 pada Citra Side Scan Sonar Sekitar 75 m ARAH SURVEI Tinggi: 0,33 m Panjang: 1,83 m FREE SPAN – 2 Sekitar 75 m Panjang: 4,47 m Tinggi: 0,77 m Panjang: 5,00 m Tinggi: 0,73 m Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Jalur Survei: 03Ui Lampiran 3. Free Span 4, 5, dan 6 pada Citra Side Scan Sonar FREE SPAN – 5 FREE SPAN – 6 ARAH SURVEI Tinggi: 0,84 m Panjang: 6,85 m FREE SPAN – 4 Tinggi: 0,56 m Tinggi: 0,63 m Tinggi: 0,36 m Panjang: 1,15 m Tinggi: 0,67 m Sa l uran pi pa FREE SPAN – 8 Panjang: 3,99 m FREE SPAN – 9 Sekitar 25 m Jalur Survei: 03Ui Sekitar 75 m Tinggi: 0,56 m Panjang: 14,18 m FREE SPAN – 7 Lampiran 4. Free Span 7, 8, 9, 10, dan 11 pada Citra Side Scan Sonar Panjang: 1,86 m Panjang: 2,07 m FREE SPAN – 11 FREE SPAN – 10 ARAH SURVEI Sekitar 75 m Jalur Survei: 01Ui Lampiran 5. Free Span 12 dan 13 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,29 m Panjang: 1,64 m Panjang: 2,41 m Tinggi: 0,33 m FREE SPAN – 13 FREE SPAN – 12 Sa l uran pi pa Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Sa l uran pi pa Tinggi: 0,39 m Panjang: 2,81 m Jalur Survei: 03Ui Tinggi: 0,41 m Panjang: 2,05 m FREE SPAN – 15 FREE SPAN – 14 Lampiran 6. Free Span 14, 15, dan 16 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,50 m Panjang: 6,23 m FREE SPAN – 16 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Tinggi: 0,76 m Panjang: 13,02 m Tinggi: 0,46 m Panjang: 5,33 m FREE SPAN – 17 Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Jalur Survei: 03Ui Lampiran 7. Free Span 17 dan 18 pada Citra Side Scan Sonar FREE SPAN – 18 ARAH SURVEI Sekitar 75 m Tinggi: 0,46 m Sekitar 75 m Sa l uran pi pa Tinggi: 0,73 m Panjang: 9,89 m FREE SPAN – 20 Jalur Survei: 03Ui Lampiran 8. Free Span 19, 20, dan 21 pada Citra Side Scan Sonar Panjang: 3,18 m FREE SPAN – 21 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Tinggi: 0,70 m Panjang: 13,19 m FREE SPAN – 19 Tinggi: 1,06 m Panjang: 20,64 m FREE SPAN – 25 Sekitar 25 m Jalur Survei: 03Ui Tinggi: 0,46 m Panjang: 5,47 m FREE SPAN – 22 Panjang: 12,80 m Tinggi: 0,66 m Panjang: 7,81 m Tinggi: 0,47 m FREE SPAN – 24 FREE SPAN – 23 Lampiran 9. Free Span 22, 23, 24, dan 25 pada Citra Side Scan Sonar Sa l uran pi pa Sekitar 75 m ARAH SURVEI Tinggi: 0,33 m Panjang: 3,50 m FREE SPAN – 27 Tinggi: 0,60 m Panjang: 16,25 m FREE SPAN – 28 Sekitar 75 m Jalur Survei: 03Ui Lampiran 10. Free Span 26, 27, dan 28 pada Citra Side Scan Sonar Sa l uran pi pa Sekitar 25 m ARAH SURVEI Tinggi: 0,57 m Panjang: 14,57 m FREE SPAN – 26 Sekitar 75 m Tinggi: 0,64 m Tinggi: 0,97 m Tinggi: 0,37 m Panjang: 1,86 m FREE SPAN – 29 Jalur Survei: 03Ui Lampiran 11. Free Span 29, 30, dan 31 pada Citra Side Scan Sonar Panjang: 7,19 m Panjang: 8,38 m FREE SPAN – 31 FREE SPAN – 30 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 75 m Sekitar 25 m Tinggi: 0,45 m Panjang: 3,64 m FREE SPAN – 32 Jalur Survei: 03Ui Lampiran 12. Free Span 32 dan 33 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,48 m Panjang: 4,41 m FREE SPAN – 33 ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Tinggi: 0,49 m Panjang: 5,99 m FREE SPAN – 35 Sekitar 25 m Sa l uran pi pa Jalur Survei: 03Ui Lampiran 13. Free Span 34 dan 35 pada Citra Side Scan Sonar Sekitar 75 m ARAH SURVEI Tinggi: 0,94 m Panjang: 15,39 m FREE SPAN – 34 Tinggi: 0,42 m Panjang: 5,34 m FREE SPAN – 37 Sa l uran pi pa Jalur Survei: 03Ui Lampiran 14. Free Span 36 dan 37 pada Citra Side Scan Sonar Sekitar 75 m Sekitar 25 m ARAH SURVEI Tinggi: 0,36 m Panjang: 1,79 m FREE SPAN – 36 Sekitar 75 m Tinggi: 0,37 m Panjang: 1,64 m Panjang: 3,32 m Tinggi: 0,36 m FREE SPAN – 38 FREE SPAN – 39 Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Jalur Survei: 03Ui Lampiran 15. Free Span 38, 39, dan 40 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,32 m Panjang: 1,07 m FREE SPAN – 40 ARAH SURVEI Sekitar 75 m Sa l uran pi pa Tinggi: 0,37 m Panjang: 4,40 m FREE SPAN – 41 Jalur Survei: 01Ui Lampiran 16. Free Span 41 pada Citra Side Scan Sonar Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Panjang: 3,04 m Tinggi: 0,38 m Panjang: 2,57 m Tinggi: 0,31 m Jalur Survei: 01Ui Lampiran 17. Free Span 42 dan 43 pada Citra Side Scan Sonar FREE SPAN – 43 FREE SPAN – 42 Sa l uran pi pa Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Sekitar 25 m Sa l uran pi pa Jalur Survei: 01Ui Lampiran 18. Free Span 44 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,27 m Panjang: 5,28 m FREE SPAN – 44 ARAH SURVEI Sekitar 75 m Panjang: 1,91 m Tinggi: 0,30 m Panjang: 3,02 m Tinggi: 0,20 m Tinggi: 0,27 m Panjang: 1,21 m Tinggi: 0,25 m Panjang: 1,70 m FREE SPAN – 47 FREE SPAN – 48 Sekitar 25 m Jalur Survei: 01Ui Lampiran 19. Free Span 45, 46, 47, dan 48 pada Citra Side Scan Sonar FREE SPAN – 46 FREE SPAN – 45 ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Tinggi: 0,49 m Jalur Survei: 01Ui Lampiran 20. Free Span 49 dan 50 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,56 m Panjang: 7,52 m Panjang: 7,12 m Sa l uran pi pa FREE SPAN – 50 FREE SPAN – 49 Sekitar 75 m Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Jalur Survei: 01Ui Lampiran 21. Free Span 51 dan 52 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,73 m Panjang: 11,96 m Tinggi: 0,42 m FREE SPAN – 52 Panjang: 2,65 m Sekitar 25 m FREE SPAN – 51 Sekitar 75 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Sa l uran pi pa Panjang: 5,56 m Tinggi: 0,65 m Panjang: 2,66 m Tinggi: 0,41 m FREE SPAN – 54 FREE SPAN – 55 Jalur Survei: 01Ui Lampiran 22. Free Span 53, 54, dan 55 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,61 m Panjang: 8,41 m FREE SPAN – 53 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Panjang: 5,67 m Tinggi: 0,64 m Panjang: 2,44 m Tinggi: 0,50 m Jalur Survei: 01Ui Lampiran 23. Free Span 56 dan 57 pada Citra Side Scan Sonar Sa l uran pi pa FREE SPAN – 57 FREE SPAN – 56 ARAH SURVEI Sekitar 25 m Sekitar 75 m Tinggi: 0,57 m Tinggi: 0,49 m Panjang: 3,35 m FREE SPAN – 59 Jalur Survei: 01Ui Lampiran 24. Free Span 58 dan 59 pada Citra Side Scan Sonar Sa l uran pi pa Panjang: 5,51 m FREE SPAN – 58 ARAH SURVEI Sekitar 25 m Sa l uran pi pa Sekitar 75 m Tinggi: 0,52 m Panjang: 4,69 m Tinggi: 0,48 m Panjang: 3,21 m FREE SPAN – 62 FREE SPAN – 63 Jalur Survei: 01Ui Lampiran 25. Free Span 60, 61, 62, dan 63 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,56 m Panjang: 5,65 m Panjang: 7,06 m Tinggi: 0,65 m FREE SPAN – 61 FREE SPAN – 60 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Tinggi: 0,27 m Panjang: 1,29 m FREE SPAN – 64 Jalur Survei: 01Ui Lampiran 26. Free Span 64 dan 65 pada Citra Side Scan Sonar Sa l uran pi pa Sekitar 25 m ARAH SURVEI Tinggi: 0,39 m Panjang: 2,62 m FREE SPAN – 65 Tinggi: 0,23 m Panjang: 1,68 m Sa l uran pi pa Tinggi: 0,32 m Panjang: 1,76 m FREE SPAN – 68 Jalur Survei: 01Ui Lampiran 27. Free Span 66, 67, dan 68 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,21 m Panjang: 1,21 m FREE SPAN – 66 FREE SPAN – 67 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Panjang: 5,49 m Tinggi: 0,32 m Panjang: 2,15 m Tinggi: 0,41 m Tinggi: 0,34 m Panjang: 9,76 m FREE SPAN – 72 Sekitar 75 m Jalur Survei: 01Ui Lampiran 28. Free Span 69, 70, 71, dan 72 pada Citra Side Scan Sonar FREE SPAN – 71 Sekitar 25 m FREE SPAN – 69 Tinggi: 0,25 m Panjang: 3,10 m FREE SPAN – 70 ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 75 m Panjang: 5,67 m Tinggi: 0,33 m Panjang: 1,32 m Tinggi: 0,23 m Jalur Survei: 01Ui Tinggi: 0,29 m Panjang: 1,85 m FREE SPAN – 76 Tinggi: 0,33 m Panjang: 2,88 m FREE SPAN – 75 Lampiran 29. Free Span 73, 74, 75, dan 76 pada Citra Side Scan Sonar Sa l uran pi pa FREE SPAN – 74 FREE SPAN – 73 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Tinggi: 0,33 m Panjang: 14,57 m FREE SPAN – 77 Tinggi: 1,59 m Tinggi: 1,20 m Tinggi: 0,36 m Panjang: 16,11 m FREE SPAN – 80 Sekitar 25 m Jalur Survei: 01Ui Sekitar 75 m Sa l uran pi pa Lampiran 30. Free Span 77, 78, 79, dan 80 pada Citra Side Scan Sonar Panjang: 17,63 m Panjang: 33,64 m FREE SPAN – 78 FREE SPAN – 79 ARAH SURVEI Sekitar 75 m Tinggi: 0,19 m Tinggi: 0,31 m Tinggi: 0,30 m Panjang: 4,19 m Tinggi: 0,40 m Jalur Survei: 01Ui Lampiran 31. Free Span 81, 82, 83, 84, dan 85 pada Citra Side Scan Sonar Sa l uran pi pa Panjang: 2,05 m Panjang: 1,99 m Panjang: 2,60 m FREE SPAN – 84 FREE SPAN – 85 FREE SPAN – 83 Tinggi: 0,23 m Panjang: 3,24 m FREE SPAN – 82 FREE SPAN – 81 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Jalur Survei: 01Ui Lampiran 32. Free Span 86 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,26 m Panjang: 1,59 m FREE SPAN – 86 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Sa l uran pi pa Jalur Survei: 01Ui Lampiran 33. Free Span 87 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,32 m Panjang: 1,50 m FREE SPAN – 87 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Sa l uran pi pa Sekitar 75 m Jalur Survei: 01Ui Sekitar 25 m Tinggi: 0,25 m Panjang: 1,79 m FREE SPAN – 91 Lampiran 34. Free Span 88, 89, 90, dan 91 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,25 m Panjang: 1,55 m Panjang: 3,70 m Tinggi: 0,40 m FREE SPAN – 90 FREE SPAN – 88 Tinggi: 0,28 m Panjang: 2,19 m FREE SPAN – 89 ARAH SURVEI Sa l uran pi pa FREE SPAN – 93 Panjang: 21,01 m Tinggi: 0,74 m FREE SPAN – 92 Panjang: 25,65 m Tinggi: 0,66 m Jalur Survei: 01Ui Sekitar 25 m Panjang: 4,08 m Tinggi: 0,34 m Panjang: 1,67 m Tinggi: 0,37 m FREE SPAN – 95 FREE SPAN – 96 Tinggi: 0,40 m Panjang: 4,92 m FREE SPAN – 94 Lampiran 35. Free Span 92, 93, 94, 95, dan 96 pada Citra Side Scan Sonar Sekitar 75 m ARAH SURVEI Sekitar 75 m Tinggi: 0,21 m Jalur Survei: 01Ui Lampiran 36. Free Span 97 pada Citra Side Scan Sonar Sa l uran pi pa Panjang: 3,90 m FREE SPAN – 97 ARAH SURVEI Sekitar 25 m Panjang: 44,86 m Tinggi: 1,14 m Panjang: 12,14 m Tinggi: 0,41 m Panjang: 30,31 m Tinggi: 0,82 m Panjang: 41,34 m Tinggi: 1,90 m FREE SPAN –100 FREE SPAN – 101 Sekitar 75 m Jalur Survei: 02U Lampiran 37. Free Span 98, 99, 100, dan 101 pada Citra Side Scan Sonar FREE SPAN – 99 FREE SPAN – 98 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 75 m Panjang: 25,85 m Tinggi: 0,72 m Panjang: 27,30 m Tinggi: 0,54 m Tinggi: 0,88 m Panjang: 10,01 m Tinggi: 1,55 m Panjang: 42,59 m FREE SPAN – 105 FREE SPAN – 106 Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Jalur Survei: 02U Lampiran 38. Free Span 102, 103, 104, 105, dan 106 pada Citra Side Scan Sonar FREE SPAN – 103 FREE SPAN –102 Tinggi: 0,42 m Panjang: 11,39 m FREE SPAN – 104 ARAH SURVEI Sekitar 75 m Tinggi: 2,03 m Panjang: 56,98 m FREE SPAN – 108 Tinggi: 1,45 m Panjang: 22,98 m FREE SPAN – 109 Tinggi: 1,01 m Panjang: 35,77 m FREE SPAN – 110 Jalur Survei: 02U Lampiran 39. Free Span 107, 108, 109, dan 110 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,25 m Panjang: 16,35 m FREE SPAN – 107 Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Panjang: 36,05 m Tinggi: 1,38 m Panjang: 31,84 m Tinggi: 1,18 m Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Jalur Survei: 02U Lampiran 40. Free Span 111 dan 112 pada Citra Side Scan Sonar FREE SPAN – 112 FREE SPAN – 111 ARAH SURVEI Sekitar 75 m Sekitar 25 m Sa l uran pi pa Jalur Survei: 02U Lampiran 41. Free Span 113 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,45 m Panjang: 2,98 m FREE SPAN – 113 ARAH SURVEI Sekitar 75 m Sekitar 75 m Tinggi: 0,36 m Tinggi: 0,29 m Panjang: 1,47 m Tinggi: 0,20 m Panjang: 2,06 m Tinggi: 0,25 m FREE SPAN – 116 FREE SPAN – 115 Panjang: 2,42 m Panjang: 4,56 m Sa l uran pi pa Jalur Survei: i Lampiran 42. Free Span 114, 115, 116, dan 117 pada Citra Side Scan Sonar Sekitar 25 m FREE SPAN – 114 FREE SPAN – 117 ARAH SURVEI Sekitar 75 m Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Tinggi: 0,28 m Panjang: 11,55 m FREE SPAN – 118 Jalur Survei: i Lampiran 43. Free Span 118 dan 119 pada Citra Side Scan Sonar Tinggi: 0,27 m Panjang: 26,43 m FREE SPAN – 119 ARAH SURVEI Sekitar 10 m Sekitar 25 m Jalur Survei: 36F Lampiran 44. Free Span 1 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 10 m Sekitar 25 m Jalur Survei: 34F Lampiran 45. Free Span 7 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa ARAH SURVEI Sekitar 25 m Jalur Survei: 30F Lampiran 46. Free Span 23 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 10 m Sa l uran pi pa Sekitar 10 m Sekitar 25 m Jalur Survei: 28F Lampiran 47. Free Span 26 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Jalur Survei: 27F Lampiran 48. Free Span 27 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 10 m Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 10 m Jalur Survei: 25F Lampiran 49. Free Span 31 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 25 m Sekitar 10 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Jalur Survei: 82C Lampiran 50. Free Span 34 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 25 m Sekitar 10 m Jalur Survei: 72C Lampiran 51. Free Span 37 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Jalur Survei: 55C Lampiran 52. Free Span 50 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 25 m Sekitar 10 m Sekitar 10 m Jalur Survei: 41C Lampiran 53. Free Span 61 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Sekitar 10 m Jalur Survei: 32C Lampiran 54. Free Span 78 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Jalur Survei: 30C Lampiran 55. Free Span 81 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 10 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 10 m Jalur Survei: 12F Lampiran 56. Free Span 93 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Jalur Survei: 18C Lampiran 57. Free Span 96 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 10 m Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Jalur Survei: 11F Lampiran 58. Free Span 99 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 10 m ARAH SURVEI Sekitar 25 m Jalur Survei: 10F Lampiran 59. Free Span 100 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 10 m Sa l uran pi pa Jalur Survei: 09F Lampiran 60. Free Span 101 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sekitar 25 m Sa l uran pi pa Sekitar 10 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Jalur Survei: 15C Lampiran 61. Free Span 102 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 10 m Sekitar 25 m Sekitar 10 m Jalur Survei: 08F Lampiran 62. Free Span 103 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Sekitar 10 m Jalur Survei: 14C Lampiran 63. Free Span 106 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Sa l uran pi pa Jalur Survei: 07F Lampiran 64. Free Span 106 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sekitar 25 m Sekitar 10 m Sekitar 10 m Sa l uran pi pa Jalur Survei: 06F Lampiran 65. Free Span 108 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sekitar 25 m ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Jalur Survei: 05F Lampiran 66. Free Span 108 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 25 m Sekitar 10 m ARAH SURVEI Sekitar 25 m Jalur Survei: 04F Lampiran 67. Free Span 110 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 10 m Sa l uran pi pa ARAH SURVEI Jalur Survei: 11C Lampiran 68. Free Span 111 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 25 m Sekitar 10 m Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Sekitar 10 m Jalur Survei: 02F Lampiran 69. Free Span 112 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Jalur Survei: 01F Lampiran 70. Free Span 112 pada Citra Sub-Bottom Profiler ARAH SURVEI Sa l uran pi pa Sekitar 25 m Sekitar 10 m Sekitar 10 m ARAH SURVEI Jalur Survei: 08C Lampiran 71. Free Span 113 pada Citra Sub-Bottom Profiler Sekitar 25 m Sa l uran pi pa BIODATA PENULIS I Made Dwiva Satya Nugraha. Penulis dilahirkan di Jembrana, 23 Agustus 1992 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK Raj Yamuna, SD Negeri 3 Kesiman, SMP Negeri 1 Denpasar, dan SMA Negeri 1 Denpasar. Kemudian melanjutkan pendidikan S-1 di Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya melalui jalur SNMPTN pada tahun 2010 dan terdaftar dengan NRP 3510 100 054. Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Geomatika dengan menjabat sebagai Staf Departemen Luar Negeri masa bakti 2011/2012 dan Kepala Biro Keprofesian Departemen Keilmuan dan Keprofesian masa bakti 2012/2013. Penulis juga aktif dalam organisasi Tim Pembina Kerohanian Hindu, yakni sebagai Staf Departemen Pengabdian Masyarakat masa bakti 2011/2012 dan Staff Ahli di departemen yang sama pada masa bakti 2012/2013. Selama berorganisasi, penulis seringkali terlibat dalam kepanitian acara berskala lokal, regional, dan nasional, baik sebagai ketua, koordinator seksi, maupun anggota. Penulis pernah menjalani Kerja Praktik bidang survei hidrografi di PT. Mahakarya Geo Survey pada tahun 2013. Bidang keahlian survei hidrografi juga menjadi pilihan penulis sebagai Tugas Akhir untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik.