II. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Malapari (Pongamia pinnata (L.) Pierre) Tanaman Malapari berupa pohon yang menggugurkan daunnya dengan percabangan tersebar. Tinggi pohon ini berkisar antara 15 – 25 m dengan diameter batang mencapai 80 cm. Batang berwarna abu-abu, tegak lurus samar-samar, cabang pada umumnya tidak memiliki rambut atau urat, dan memiliki goresan yang menyerupai bintil berdekatan dengan anak daun pada pangkal tangkai daun. Setiap ranting memiliki 5 – 9 helai daun. Daun tersusun dalam dua deret dengan 3 – 7 anak daun yang terletak secara bersilangan, mengkilat dan warnanya hijau tua. Unit dan letak daun majemuk bersilangan, berbentuk bulat telur, menjorong atau lonjong berukuran 5 – 22,5 cm × 2,5 – 15 cm, pangkalnya membulat sampai meruncing, dan ujung daun menumpul sampai meruncing. Bunga berupa tandan semu di ketiak daun dengan panjang 6 – 27 cm. Pada setiap buku terdapat sepasang bunga berbau menyengat, berwarna putih hingga merah muda, bagian dalam berwarna ungu dengan sedikit hijau di tengah dan terdapat urat kecoklatan di bagian luarnya. Tangkai bunga berukuran 7 - 15 mm. Mahkota bunga berbentuk bulat telur terbalik dengan panjang 11 – 18 mm. kelopak bunga berbentuk cangkir, panjangnya 4 - 5 mm. Polong berbentuk lonjong menyerong hingga menjorong, tipis berukuran 5 – 8 cm × 2 – 3,5 cm × 1 – 1,5 cm, halus, berkulit tebal hingga agak mengayu, berparuh, bertangkai pendek, berisi 1-3 biji, mesokarpium berserabut, biji bulat telur gepeng berukuran 1,5 – 2,5 cm × 1,2 – 2 cm × 0,8 cm (Heyne, 1987). Beberapa nama daerah untuk tanaman Malapari antara lain Malapari (Simeuleu), Mabai (Bangka), Ki pahang Laut (Jawa Barat), Bangkongan, Kepik (Jawa), Kranji (Madura), Marauwen (Minahasa), Hate hira (Ternate), Butis, Sikam (Timor) dan Kuanji (Bali). Nama internasional tanaman ini adalah Pongam, Karanj, Karanja, Honge, Indian beech (Soerawidjaja, 2005). Nama ilmiah Pongamia pinnata (L.) Pierre sinonim dengan beberapa nama, yaitu Millettia pinnata (L.) Panigrahi, Millettia novo-guineensis Kane & Hat, Pongamia pinnata Merr, Deris indica (Lam) Bennett. Klasifikasi Malapari menurut (Kesari and Rangan, 2010) adalah sebagai berikut: 2.2 Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Pongamia Spesies : Pongamia pinnata (L.) Pierre) Penyebaran Tanaman Malapari (Pongamia pinnata (L.) Pierre) Malapari adalah tanaman asli India dan Asia Tenggara dan telah berhasil disebarkan ke daerah – daerah tropis pada beberapa belahan dunia seperti Australia, Amerika, New Zeland dan Cina (Scott et al., 2008). Peta penyebaran Malapari di dunia dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Penyebaran Malapari di dunia (Murphy et al., 2012) Di Indonesia tanaman ini ditemukan tersebar luas dari Pulau Sumatera bagian timur (Taman Nasional Berbak, Teluk Berikat – Pulau Bangka), Pantai di sekitar Tanjung Lesung (Banten), Pantai Batu Karas (Ciamis), Ujung Blambangan (Taman Nasional Alas Purwo), Pantai Lovina (Bali Utara), Pantai Sembelia (Lombok Timur), dan Pantai Barat Pulau Seram (Maluku) (Djam’an, 2009). Pohon Malapari termasuk cepat tumbuh dalam 4 – 5 tahun. Tinggi tanaman dapat mencapai 15 – 25 m dan sudah mulai berbuah pada ketinggian tersebut (Heyne, 1987). Umumnya tumbuh di areal pesisir kawasan tropis karena sifatnya yang tahan terhadap salinitas, penggenangan dan udara yang terbuka. Pada persebaran alaminya tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian antara 0 – 1.200 mdpl. Cocok tumbuh di daerah tropis dan sub tropis dengan curah hujan tahunan antara 500 – 2.500 mm dengan kisaran suhu sedikit dibawah 0oC - 38oC (Sangwan et al., 2010) . 2.3 Analisis Kekerabatan Tanaman Tanaman yang ada di alam ini sangat beranekaragam sehingga menimbulkan kesadaran manusia untuk menyederhanakan obyek studi. Teknik yang digunakan adalah klasifikasi, identifikasi dan pemberian nama yang tepat untuk setiap kelompok tanaman dengan memanfaatkan karakter yang terdapat pada setiap tanaman dan menggolongkannya ke dalam kelompok - kelompok tertentu. Kesadaran manusia untuk menyederhanakan obyek studi tersebut kemudian melahirkan cabang ilmu hayati yang sekarang disebut taksonomi (Tjitrosoepomo, 2002). Taksonomi tanaman selanjutnya tidak hanya melakukan klasifikasi dan pemberian nama saja, tetapi lebih mengarah pada pengelompokan yang menyatakan hubungan kekerabatan pada dunia tanaman. Hubungan kekerabatan pada tanaman dapat dinyatakan dengan metode fenetik maupun filogenetik. Metode fenetik didasarkan pada kesamaan karakter secara fenotip (morfologi, anatomi, embriologi, fitokimia), sedangkan metode filogenetik lebih didasarkan pada nilai evolusi dari masing - masing karakter genetik. Kultivar dan lingkungan tumbuh merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan dan persamaan sifat. Ekspresi genetik suatu kultivar dapat terjadi secara optimal ketika tanaman berada pada lingkungan tumbuh yang sesuai (Nurchayati, 2010). Sokal dan Sneath (1963) menyatakan bahwa semakin banyak persamaan karakter morfologi yang dimiliki maka semakin besar tingkat kemiripan berarti semakin dekat hubungan kekerabatannya. Sebaliknya semakin banyak perbedaan karakter yang dimiliki maka semakin kecil tingkat kemiripannya berarti semakin jauh hubungan kekerabatannya. 2.4 Manfaat Tanaman Malapari Malapari bermanfaat sebagai tanaman serbaguna di daerah tropis dan sub tropis. Malapari ditanam untuk pemecah angin pada perkebunan teh dan tanaman penghias jalan. Selain itu juga ditanam di pinggir sungai, kanal dan pantai untuk mencegah erosi (Dwivedi et al., 2011). Sistem perakaran yang dalam dan akar lateral yang menyebar sangat ideal untuk mengontrol erosi (Sangwan et al., 2010). Tanaman Malapari berperan dalam menyediakan dua sumber energi, yaitu kayunya sebagai bahan bakar yang memiliki kalori bakar kayu sebesar 19,2 MJ/kg dan bijinya mengandung minyak nabati dengan kandungan minyak sebesar 27 – 40% dari berat keringnya. Selain itu kayunya sebagai bahan pembuatan lemari, kereta roda, dan pulp kertas. Tanaman ini sudah terkenal di India sebagai sumber kayu bakar dan minyak non-pangan untuk bahan bakar lampu (Soerawidjaja, 2005). Malapari di india banyak digunakan sebagai obat - obatan tradisional oleh masyarakat khususnya para praktisi Ayur Weda. Seluruh bagian tanaman memiliki khasiat obat, misalnya daun digunakan untuk obat rematik, batuk, diare, gonorrhea dan dyspepsia. Bunganya berguna untuk mengobati penyakit diabetes. Akarnya digunakan untuk membersihkan gigi, gusi dan obat sariawan. Kulit batangnya digunakan untuk mengobati penyakit beri beri, sakit mata, penyakit kulit seperti gatal – gatal dan luka. Buah dan bijinya berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit wasir dan cacingan. Minyaknya dipakai sebagai obat gosok untuk mengobati rematik dan antiseptik. Kandungan fitokimia Malapari menunjukan beberapa aktivitas farmakologi, misalnya anti inflamasi, anti diare, anti bisul, anti oksidan, anti hiperglikemia dan anti lipid peroksidatif (Chopade et al., 2009). Bungkil yang dihasilkan setelah ekstraksi minyak dari biji berguna untuk pakan ternak dan pupuk. Apabila digunakan sebagai campuran pakan ternak, bungkil perlu di detoksifikasi terlebih dahulu untuk menghilangkan unsur – unsur anti nutrisi (Soren and Satry, 2009). Bungkil juga bisa diolah menjadi kompos setelah residu minyak dibersihkan. Pemberian kompos yang mengandung bungkil Malapari pada tanaman tomat meningkatkan hasil panen secara signifikan (Chaturvedi et al., 2009). Hal ini karena bungkil mengandung beberapa unsur penting untuk pertumbuhan tanaman seperti protein, kalsium, fospor dan bahan organik lainnya (Chandrasekaran et al., 1989). 2.5 Karakteristik minyak Malapari Minyak Malapari mengandung asam amino kompleks yaitu glabrin, 4 furanoflavon karanjin, pongapin, kanjon, dan pongaglabron serta diketon pongamol. Senyawa - senyawa ini dapat diambil dari biji dan minyak via ekstraksi dengan alkohol. Minyak yang baru diekstraksi berwarna kekuning - kuningan hingga kecoklatan dan akan segera berwarna gelap setelah disimpan. Minyak ini biasanya berbau tidak sedap dan berasa pahit (Meher et al., 2004). Menurut penelitian Arpiwi et al. (2013a) yang telah dilakukan di Australia komposisi utama asam lemak minyak Malapari terdiri dari asam oleat (51%), linoleat (19%), palmitat (11%) dan stearate (6%). Minyak nabati dengan kandungan asam oleat yang tinggi seperti pada minyak Malapari sangat ideal digunakan sebagai bahan baku biodiesel karena minyak tidak akan membeku pada suhu dingin serta tahan terhadap oksidasi (Pinzi et al., 2009).