BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumor Ovarium Tumor ovarium adalah massa atau jaringan baru yang bersifat abnormal yang terbentuk pada ovarium dan mempunyai bentuk serta sifat yang berbeda dari sel jaringan aslinya.9 Hal ini terjadi disebabkan karena adanya proliferasi dan diffrensiasi yang abnormal dari sel pada ovarium akibat adanya mutasi gen yang mengatur proliferasi sel tersebut. Tumor ovarium dapat bersifat jinak maupun ganas.1,9 2.1.1. Epidemiologi Tumor Ovarium Tumor ovarium merupakan neoplasma yang paling sering terjadi pada wanita dengan insidens 80% tumor jinak dan sisanya tumor ganas ovarium. Tumor ganas ovarium sangat berbahaya karena memiliki angka kematian yang tinggi. Tumor ganas ovarium menempati urutan kelima dari seluruh tumor ganas yang menyebabkan kematian dan merupakan tumor ganas kandungan dengan angka kematian tertinggi di Amerika Serikat. Di Amerika ditemukan sebanyak 22.220 kasus baru tumor ganas ovarium setiap tahunnya dengan angka kematian sebanyak 16.210 kasus.1,2 Di Indonesia, tumor ganas ovarium menempati urutan keenam dari seluruh tumor ganas yang menyerang pada laki-laki dan perempuan dan merupakan urutan ketiga pada tumor ganas yang menyerang perempuan.1 Tumor ovarium sangat berbahaya terutama yang bersifat keganasan disebabkan karena letak tumor itu sendiri yang masuk ke dalam rongga pelvis serta ditambah dengan pertumbuhan sel tumor yang tidak menimbulkan gejala pada stadium dini, sehingga membuat penderita baru akan mengeluhkan gejala dan datang berobat pada stadium lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tumor ganas ovarium memiliki angka kematian yang tinggi.1-5 Universitas Sumatera Utara Penelitian pada tahun 1970 menunjukkan overall-survival sebesar 36%, sedangkan penelitian pada tahun 1994 menunjukkan peningkatan hingga 50%. Pada jangka waktu yang sama ditemukan bahwa angkat kematian penderita muda semakin menurun, sedangkan pada wanita tua ( >65 tahun ) semakin meningkat. Diperkirakan penyebabnya adalah pada wanita muda tersebut penyakitnya lebih cepat terdiagnosis dalam stadium dini dibandingkan pada wanita yang tua sehingga menyebabkan terapi akan lebih cepat dilakukan dan ditemukan juga bahwa respon terapi pada wanita yang lebih muda lebih agresif daripada terapi untuk wanita yang telah tua. Hal ini menyebabkan ditemukannya prognosis yang jauh lebih baik pada wanita yang lebih muda dibandingkan pada wanita yang telah tua. Penelitian lain juga melaporkan meningkatnya 5-year survival rate dengan makin akuratnya tindakan surgical staging yang dilakukan.10 Tabel 2.1. Five-year Survival rate berdasarkan stadium pada keganasan ovarium10 Stadium Five-year Survival (%) All stages 36-42 Stadium I 70-100 Stadium II 55-63 Stadium III 10-27 Stadium IV 3-15 Berdasarkan asal keganasan pada tumor ganas ovarium dilaporkan bahwa 90% merupakan tipe epithelial dan 10% merupakan tipe nonepithelial. Tumor ovarium yang bersifat nonepithelial bersumber dari sel germinal, sex cordstromal, tumor metastase pada ovarium, dan berbagai karsinoma yang sangat jarang.11 Universitas Sumatera Utara 2.1.2. Klasifikasi Tumor Ovarium Berikut klasifikasi tumor ovarium menurut WHO : Tabel 2.2. Klasifikasi Tumor Ovarium berdasarkan WHO 201412 Epithelial tumours Serous tumours Mucinous tumours Endometrioid tumours Clear cell tumours Brenner tumours Seromucinous tumours Undifferentiated tumours Mesenchymal tumours Mixed epithelial and mesenchymal tumours Sex cord-stromal tumours Pure stromal tumours Pure sex cord tumours Mixed sex cord-stromal tumours Sertoli-Leydig cell tumours Sex cord-stromal tumours Germ cell tumours Dysgerminoma Yolk sac tumour Embryonal carcinoma Non-gestational choriocarcinoma Mature teratoma Immature teratoma Mixed germ-cell tumour Monodermal teratoma and somatic-type tumours arising from a dermoid cyst Struma ovarii Carcinoidrmal Neuroectodermal-type tumours Sebaceous tumours Other rare monodermal teratomas Carcinoma Germ cell-sex cord-stromal tumours Gonadoblastoma Mixed germ cell-sex cord Miscellanous tumours Mesothelial tumours Adenomatoid tumours Universitas Sumatera Utara Mesothelioma Soft tissue tumours Myxoma Tumour-like lessions Lymphoid and myeloid tumours Lymphomas Plasmacytoma Myeloid neoplasm Secondary tumours Gambar 2.2. Pembagian Tumor Ovarium Menurut Sel Asalnya3 2.1.3. Faktor Resiko Tumor Ovarium Penyebab pasti dari tumor ovarium jinak maupun ganas belum diketahui secara jelas. Hal yang jelas ditemukan adalah adanya pengaruh umur, faktor riwayat keluarga dan mutasi gen. Hal yang memperbesar resiko terjadinya tumor ovarium ganas diantaranya adalah umur yang lanjut, ras kulit putih, adanya sejarah keluarga yang memiliki penyakit tumor ovarium ganas, kanker payudara, atau kanker usus besar, mengalami obesitas, menarki terlalu cepat, menopause terlambat, tidak pernah Universitas Sumatera Utara hamil dan tidak pernah mempunyai anak, pernah melakukan terapi sulih hormon lebih dari 5 tahun serta adanya mutasi pada gen-gen penyebab tumor. Diduga adanya riwayat pemakaian obat tamoxifen mempunyai peningkatan resiko terhadap pembentukan kista ovarium.3,9,13 2.1.4. Deteksi Dini Tumor Ovarium A. Skrining Genetik Skrining genetik lebih ditujukan pada pencegahan terhadap timbulnya penyakit, yaitu untuk penelitian lebih lanjut tentang gen dan heterogenitas gen manusia yang ada kaitanya dengan keainan fisik. Pada tumor ovarium, beberapa gen yang mungkin diturunkan dan dapat menimbulkan keadaan tumor adalah BRCA1 dan BRCA2. Bila seseorang dengan BRCA1 atau BRCA2 yang positif dan dengan mempergunakan data informasi keluarga resiko tinggi, kemungkinan menimbulkan resiko tinggi pada pasien. Meskipun seseorang mendapat hasil BRCA1 atau BRCA2 yang positif, belum tentu akan timbul kanker pada dirinya, mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 dapat diturunkan pada anak laki-laki ataupun perempuannya. Dengan hasil tes BRCA1 atau BRCA2 yang positif, maka perlu dilakukan deteksi dini lebih lanjut seperti ultrasonografi transvaginal, pemeriksaan CA-125 dan pemeriksaan klinis. B. Pemeriksaan Tumor Marker Pada tumor ovarium perlu dilakukannya pemeriksaan tumor marker CA-125. CA-125 adalah salah satu antigen yang dilepaskan dari epitel kanker ovarium. Kira-kira 83% pasien dengan tumor ovarium tipe epitel memiliki kadar CA-125 > 35 IU/ml. Peningkatan CA-125 menjadi prediktor kuat terhadap kemungkinan progresivitas penyakit. Universitas Sumatera Utara C. Pencitraan ( Imaging ) Ultrasonografi adalah salah satu pencitraan yang digunakan untuk keperluan diagnostik sebagai pelengkap pemeriks`aan klinik. Skrining dengan ultrasonografi real-time merupakan suatu cara untuk mendeteksi secara dini perubahan struktur organ genitalia, khususnya ovarium dalam proses karsinogenesis. Ultrasonografi transvaginal merupakan suatu teknik pemeriksaan yang sering dilakukan karena hasilnya yang lebih akurat. 3,10 2.1.5. Gambaran Klinis Tumor Ovarium3,10,11 Pertumbuhan tumor ovarium dapat menimbulkan gejala. Meskipun pada tumor ovarium dapat ditemukan keluhan, pada tumor jinak ovarium yang memiliki diameter kecil sering ditemukan secara kebetulan dan tidak memberi gejala klinis yang berarti. Karena gejala klinis yang terjadi biasanya tidak terlihat jelas sampai penyakit nerada pada tahap lanjut menyebabkan penyakit ini disebut dengan “silent killer”. Secara umum, tumor yang ganas memiliki karakteristik solid, nodular dan terfiksir. Namun ukuran tumor tidak sesuai derngan derajat keganasan. Keluhan yang dirasakan oleh penderita tumor ovarium bersumber dari: A. Keluhan akibat pertumbuhan besar dan letaknya tumor, seperti : a. Tumor kecil tanpa keluhan ringan bersifat insidentil. b. Tumor besar di rongga pelvis : - Rasa tidak nyaman di perut bagian bawah. - Mendesak gangguan miksi dan defekasi. - Desakan ureter menyebabkan hidroureter sampai hidronefrosis. - Gangguan aliran darah dan cairan limfa menimbulkan edema pada tungkai bawah. c. Tumor yang melayang menimbulkan : - Keluhan berat pada perut - Tumor membesar dapat menimbulkan gangguan fungsi usus. Universitas Sumatera Utara d. Kombinasi kehamilan dengan kista ovarium. - Menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas. - Menyebabkan kelainan letak janin. - Torsi kista saat ante natal care atau post partum. - Kista menghalangi persalinan sehingga perlu dilakukan seksio sesarea. B. Keluhan akibat aktivitas endokrinologi, seperti : Tumor ovarium mengeluarkan hormon menimbulkan gangguan pada menstruasi dan dapat menyebabkan kondisi infertilitas dan maskulinisasi. C. Keluhan khusus sindroma Meig. D. Keluhan akibat komplikasinya : e. Komplikasi tumor ovarium diantaranya : 1. Torsi kista ovarii. 2. Perdarahan. 3. Infeksi. 4. Ruptura kapsul kista. 5. Degenerasi menjadi keganasan 1. Torsi kista ovarii - Terjadi saat kehamilan kecil ataupun post partum. - Keluhannya : a. Nyeri perut mendadak, makin bertambah makin berat torsinya. b. Memerlukan laparotomi. c. Torsi menahun tidak dirasakan karena perlahan-lahan. d. Kista lepas ditangkap omentum menjadi parasitik kista ovarii. e. Kedatanggannya karena ada tumor di dalam perutnya. 2. Perdarahan - Dapat terjadi trauma abdomen, langsung pada kistanya. - Keluhannya : a. Trauma diikuti rasa nyeri mendadak. b. Diperlukan laparotomi. Universitas Sumatera Utara - Perdarahan menimbulkan pembesaran kista dan memerlukan tindakan laparotomi. 3. Infeksi kista ovarii : - Infeksi pada kista dapat terjadi akibat : Infeksi asenden dari serviks, tuba dan menuju lokus ovulasi, sampai abses. - Keluhan infeksi : a. Panas badan meningkat. b. Lokal kista terasa nyeri spontan saat digoyang atau dipegang. c. Mendekati sepsis perlu laparotomi. 4. Ruptura kapsul kista : - Terjadi sebagai akibat dari : a. Perdarahan mendadak. b. Infeksi kista dengan pembentukan abses membesar ruptur. c. Trauma langsung. - Tindakan perlu dilakukan laparotomi. 5. Degenerasi ganas : a. Degenerasi ganas berlangsung secara perlahan “silent killer”. b. Terdiagnosa setelah stadium lanjut. c. Diagnosa dini karsinoma ovarium dilakukan pemeriksaan tumor marker CA-125. d. Profilaksis degenerasi ganas diatas 45 tahun, dilakukan total histerektomi bilateral salfingooforektomi dan omentektomi. e. Asites dan papilla kapsul dicurigai keganasan perlu : - Sitologi dan PA seluruhya. - Omentektomi harus dilakukan. Universitas Sumatera Utara 2.1.6. Diagnosa Tumor Ovarium Dengan melakukan pemeriksaan secara sistematis, diagnosa tumor ovarium tidak terlalu sukar untuk ditegakkan. Tanda yang paling penting untuk penyakit ini adalah ditemukannya massa pada daerah pelvis. Bila tumor tersebut padat, bentuknya irreguler dan terfiksir di dinding panggul, keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan. Penegakkan diagnosa pada tumor ovarium dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : 1. Anamnesa a. Keluhan klinik kista ovarii ringan karena besarnya tumor. b. Keluhan mendadak akibat komplikasi kista ovarii. 2. Pemeriksaan fisik : a. Fisik umum sebagai tanda vitalnya. b. Pemeriksaan palpasi : - Teraba tumor di abdomen, bentuk kista atau padat. - Terfiksir atau bergerak. - Terasa nyeri atau tidak. c. Pemeriksaan dalam : - Letak tumor apakah melekat dengan uterus. - Mobilitas dan konsistensinya. d. Pemeriksaan spekulum : - Melihat serviks dilakukan biopsi ataupun pap smear. - Melakukan sondese, dibedakan antara mioma uteri dan solid ovarial tumor. e. Pemeriksaan rektal : - Memberikan konfirmasi jelas tentang keberadaan tumor. 3. Pemeriksaan penunjang : a. Ultrasonografi Universitas Sumatera Utara - Membedakan kista denga tumor solid ovarium atau mioma uteri. - Dipergunakan sebagai penuntun parasentesis-pengambilan cairan asites untuk sitologi. b. Laparoskopi : - Memastikan hubungan kista dengan sekitarnya. - Untuk tindakan operasi laparoskopinya. - Terdapat perlekatan berat maka dilakukan laparotomi sehingga lapangan pandangan terlihat lebih jelas. c. Foto thorak. - Menetapkan plural effusion sebagai bagian sindrom Meig atau bersifat tersendiri. d. Tumor marker CA-125. - Pada dugaan tumor ovarium dengan keadaan tanpa gejala dan keluhan maka dilakukan pemeriksaan tumor marker.10,11 Dengan kondisi yang dapat dijumpai : Tabel 2.3. Persentase Peningkatan Kadar Ca 125 pada Masing-Masing Stadium Tumor Ganas Ovarium11 Stadium Peningkatan Tumor marker CA-125 dengan nilai batas 35 IU/ ml I 50% II 60% III 90% Kemungkinan keganasan dapat pula diprediksi dengan memperhatikan penampilan makroskopis dari tumor ovarium seperti dalam tabel berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Tampilan Makroskopis Tumor Ovarium Jinak dan Ganas10 Ganas Jinak a. Unilateral Bilateral b. Kapsul utuh Kapsul pecah c. Bebas dari perlekatan Ada perlengketan dengan organ sekitarnya d. Permukaan licin Pertumbuhan abnormal di permukaan tumor e. Tidak ada asites Asites hemorragik f. Peritoneum licin Ada metastasis di peritoneum g. Seluruh permukaan tumor viabel h. Tumor kistik Ada bagian-bagian yang nekrotik dan berdarah Padat atau kistik dengan bagian-bagian padat i. Permukaan dalam kista licin j. Bentuk tumor seragam Terdapat pertumbuhan papiller intra kista Bentuk tumor bermacammacam 2.1.6.1. Tumor Marker CA-125 CA-125 adalah salah satu tumor marker yang telah diterima untuk penggunaan klinis pada tumor ovarium.1 CA-125 disebut juga Cancer Antigen 125 atau Carbohydrate Antigen 125 pertama kali ditemukan pada tahun 1981 oleh Bast dkk.3 Universitas Sumatera Utara 2.1.6.2. Struktur Molekular CA-125 CA-125 merupakan suatu glikoprotein yang dapat dikenali oleh antibodi monoklonal CA-125.14 CA-125 adalah suatu zat yang dapat ditemukan di dalam darah dan juga merupakan glikoprotein transmembran yang memiliki karakteristik mirip dengan protein yang berikatan dengan mucin.3,14 Karena itu CA-125 disebut juga dengan MUC-16. CA-125 merupakan antigen dengan berat molekul 2001000 kDA.1 CA-125 terdapat pada semua jaringan yang berasal dari derivat sel mesotel dan epitel coelemik, diantaranya seperti pleura, perikardium, peritoneum, tuba, ovarium, endometrium dan endoserviks.3 MUC-16 terdiri dari terminal-N, multiple repeat domain dan terminal-C. MUC-16 mengandung 60 subunit terminal-N dengan terdapat 156 asam amino pada masing-masing unit. Terminal N terdidi dari serine, threonin dan prolin. Terminal C terdiri dari tironin. Terminal C memiliki domain SEA (sperm protein, enterokinase dan agrin) yang memiliki muatan positif dan dapat berikatan dengan asam nukleat dan asam lainnya yang memiliki muatan negatif. MUC-16 terdapat pada kromosom 19p13.2.15 Gambar 2.3. Struktur Molekular CA-1253 Universitas Sumatera Utara 2.1.6.3. Cara Kerja CA-125 Meskipun telah banyak studi yang dilakukan untuk menganalisa fungsi dari CA-125, namun peranannya dalam tubuh dan patogenesis penyakit masih belum bisa dipastikan dengan jelas. Diduga CA-125 ditemukan pada permukaan tumor ovarium dapat berikatan dengan mesotelin, yaitu suatu zat protein yang diekspresikan oleh sel mesotelial seperti pada peritoneum ataupun pleura dan juga zat ini dapat diekspresikan pada banyak sel tumor. Hal inilah yang menyebabkan interaksi antara CA-125 dan sel mesotel memiliki peranan sebagai indikator metastasis tumor ovarium. CA-125 diekspresikan oleh sel NIH-OVCAR 3. Sel NIH-OVCAR 3 menghasilkan kadar MUC-16 yang tinggi pada permukaan sel dari sel kanker ovarium. Ikatan dari CA-125 dengan mesotelin dapat menunjukkan tahap lanjut dari stadium adenocarcinoma ovarium. CA-125 dan mesotelin yang berikatan menunjukkan efek interaksi adhesi antara sel. Sehingga hal ini diduga memberikan efek bahwa ikatan mesotelin dan CA-125 berkontribusi terhadap metastasis kanker ovarium ke peritoneum.15,16 Diduga CA-125 juga berperan dalam patogenesis kanker ovarium epitelial dimana kadar CA-125 yang tinggi berhubungan dengan prognosis yang buruk. Sebuah studi menyebutkan bahwa CA-125 bukan hanya sekedar biomarker tetapi juga ikut berperan terhadap patogenesis dan progresi serta metastasis dari kanker ovarium epitelial. Hal ini berhubungan dengan ikatan antara CA-125 dengan mesotelin. MUC-16 (CA-125) menunjukkan sifat yang dapat menghambat obat yang merangsang apoptosis pada sel. Sebuah penelitian yang melakukan penghambatan pengeluaran MUC-16 dari sel NIH-OVCAR3 dengan menggunakan anti MUC-16 antibodi rantai tunggal didapati hasil bahwa penurunan kadar MUC-16 hampir membatalkan secara sempurna kemampuan sel NIH-OVCAR3 untuk berkembang secara in vivo serta dapat menahan pertumbuhan sel yang secara kuat dapat menghambat pertumbuhan tumor secara in vivo dan in vitro. Meskipun begitu, penurunan MUC-16 tidak menunjukkan Universitas Sumatera Utara peningkatan proses apoptosis. Penurunan sel tumor pada in vitro dan in vivo yang berhubungan dengan penurunan MUC-16 tidak dapat dijelaskan dengan proses apoptosis. Kemungkinan yang dapat dijelaskan adalah sel-sel ini akan mencapai kepadatan tertentu dan kemudian mereka akan berhenti berproliferasi dan tidak akan berbentuk tumor bernodul dengan berukuran besar.15,17 2.1.6.4. Peranan Klinis CA-125 CA-125 dihasilkan oleh epithel coelemik, yang termasuk didalamnya adalah sel mesothel dan jaringan mullerian. Hal ini menyebabkan secara umum tumor non-epithelial tidak mengekspresikan glikoprotein ini ataupun dapat mengekspresikan tetapi dalam jumlah yang rendah.3 Kadar normal CA-125 adalah 0-35 IU/ml. Kondisi kadar CA-125 yang berada <35 IU/ml ditemukan pada 99% orang sehat dari populasi normal.8 Pada 90% kasus tumor ganas ovarium tipe epitel ditemukan kadar CA-125 lebih dari 35 IU/ml, dengan frekuensi kenaikan kadar CA-125 berhubungan dengan stadium yang sedang terjadi.2,8 Kadar CA-125 pada kanker ovarium tipe epitel bervariasi tergantung pada jenis selnya. Dengan tissue array Hogdall dkk mendapatkan kadar CA-125 meningkat pada 85% tipe serous, 65% tipe endometroid, 40% tipe clear cell , 36% undiffrentiated adenocarcinoma dan hanya 12% pada tipe musinous.3 Selain itu kadar CA-125 juga bisa meningkat pada kondisi lain, misalnya pada keadaan tidak ganas seperti mioma uteri, endometriasis, kista jinak ovarium, kehamilan ektopik terganggu, kehamilan dan menstruasi maupun pada keadaan ganas lainnya seperti kanker payudara, kanker paru dan kanker endometrium.1,3 Tetapi terdapat perbedaan terhadap pola kenaikan CA-125 pada keganasan dan non keganasan, yaitu pada kondisi keganasan kadar CA-125 cenderung terus meningkat sementara pada kondisi non keganasan kadar CA-125 cenderung stasis atau menurun.3 Universitas Sumatera Utara Tes CA-125 dapat digunakan pada banyak situasi seperti sebagai alat untuk deteksi kanker ovarium, memprediksi prognosis dari hasil terapi, deteksi kekambuhan penyakit dan untuk memantau keberhasilan pengobatan.14 Tingginya angka kematian pada penyakit kanker ovarium disebabkan karena kurangnya strategi untuk deteksi dini penyakit ini, padahal jika penyakit bisa dideteksi pada stadium awal maka prognosis akan jauh lebih baik sehingga angka harapa hidup penderita akan jauh meningkat.3 Belum adanya tes diagnosis yang efektif menjadi permasalahan untuk deteksi dini kanker ovarium. Saat ini CA-125 secara luas sudah digunakan untuk skrining kanker ovarium tetapi belum dianggap sebagai tumor marker yang ideal karena rendahnya spesifisitas pada tumor marker ini.3 Pada penelitian Maggini dkk, angka sensitifitas CA-125 sebagai alat untuk diagnosis kanker ovarium adalah sebesar 78,3% dan spesifisitas 82% dengan menggunakan nilai batas kadar sebesar 35U/ml, sedangkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh Pungky Mulawardhana dkk, didapati sensitivitas sebesar 70,59% dan spesifisitas 20%.5 Padahal seharusnya untuk deteksi dini kanker ovarium dibutuhkan marker yang memiliki sensitivitas >75% dan spesifisitas > 99,6%. Karena rendahnya spesifisitas ini, maka peneliti maupun dokter sering mengkombinasikan pemeriksaan CA-12 dengan pemeriksaan lain seperti USG, HE4 dan marker lainnya walaupun hingga saat ini belum ditemui hasil yang memuaskan dari pemeriksaan kombinasi yang dilakukan.3 Tetapi dari hasil penelitian di RS yang ada di Provinsi Sulawei Utara pada tahun 2008 yang dilakukan oleh Max Rarung, dihasilkan terdapat hubungan yang sangat bermakna antara kadar CA-125 dengan tingkat keganasan ovarium berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Dengan nilai batas 35 U/ml diperoleh sensitifitas 100% dan spesifisitas 84,4% dan akurasi sebesar 87,5%. Hal ini menyebabkan pemeriksaan tumor marker CA-125 dapat dianjurkan sebagai penunjang diagnosis untuk keganasan ovarium.18 Universitas Sumatera Utara Karena biaya pemeriksaan yang cukup mahal, pemeriksaan CA-125 tidak direkomendasikan untuk skrining kanker ovarium secara umum. Namun, pada beberapa kelompok pasien dengan resiko tinggi seperti adanya riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium, pemeriksaan CA-125 dapat berguna untuk deteksi dini.3 Nilai kadar CA-125 juga dapat menjadi faktor prognosis untuk terjadinya rekurensi kanker ovarium. Hal ini ditunjukkan dengan apabila adanya peningkatan dari kadar CA-125 meskipun hanya sedikit, menunjukkan adanya resiko terjadinya rekurensi. Peningkatan kadar ini ditemukan pada 56-94% kasus kanker ovarium yang mengalami rekurensi.3 2.2. Tumor Jinak Ovarium 2.2.1. Klasifikasi3 A. Tumor jinak epitelial (60% dari kasus tumor jinak ovarium). B. Tumor jinak berasal dari sel germinal. C. Tumor jinak berasal dari sex cord-stromal. 2.2.2. Jenis Tumor Berdasarkan Klasifikasi13,19,20 A. Tumor jinak epitelial (60% dari kasus tumor jinak ovarium). 1. Kistadenoma serosum a. Merupakan tumor epitelial-stroma yang terbentuk dari sel yang mirip dengan sel yang melapisi tuba fallopi. b. Tumor jinak serosa adalah bentuk kista dengan dinding tipis yang terbentuk dengan sebuah rongga berair yang berisi cairan kekuningkuningan. c. Lapisan dalam kista biasanya rata tapi bisa juga menunjukkan adanya sedikit bagian kasar dengan bintil-bintil yang menonjol. Universitas Sumatera Utara d. Tumor ini biasanya bersifat kistik tapi sangat mudah berkembang menjadi tumor padat. e. Sering terjadi pada wanita usia 40-50 tahun. f. Sekitar 15-20% kasus bersifat bilateral dan 20-25% dapat berkembang menjadi ganas. 2. Kistadenoma musinusom a. Merupakan tumor epitelial yang terbentuk dari sel yang mirip dengan sel epitel yang melapisi endoserviks (endocervical or Mullerian type) atau yang lebih sering dari sel epitel yang melapisi saluran cerna (intestinal type). b. Merupakan tumor ovarium yang memiliki potensi untuk menjadi tumor yang berukuran sangat besar, yaitu bisa mencapai 30 cm. c. Semakin besar ukuran maka akan meningkatkan resiko terjadinya ruptur, jika tumor ini ruptur khususnya yang instestinal type dapat menyebabkan pseudomyxoma peritonei. d. Biasanya kista ini memiliki dinding yang rata dan berisi cairan berwarna kuning serta jarang memiliki tonjolan pada dindingnya. e. Dapat bersifat unilokular maupun multilokular. f. Biasanya dialami pada wanita usia 30-50 tahun. g. Sekitar 5-10% kasus bersifat bilateral dan sekitar 5% dapat berubah menjadi ganas. 3. Tumor endometrioid a. Tumor endometrioid adalah tumor ovarium epitelial yang terbentuk dari sel yang mirip dengan sel yang melapisi bagian dalam dinding uterus (endometrium). b. Tumor ini dapat disertai endometriosis, yaitu suatu kondisi dimana jaringan yang mirip dengan lapisan endometrium tumbuh di bagian lain. Universitas Sumatera Utara c. Tumor jinak endometrioid jarang terjadi dan biasanya bersifat kistik dan unilateral. 4. Tumor Brenner a. Merupakan tumor ovarium epitelial yang terbentuk dari sel yang mirip dengan sel yang melapisi kandung kemih (transisional epitelium / urothelium). Tumor ini diduga berasal dari epithelium ovarium yang mengalami transformasi menjadi sel yang mirip dengan urothelium. b. Tumor ini biasanya bersifat asimtomatik dan memiliki ukuran yang kecil, berbatas tegas dan padat. c. Hampir 95% bersifat jinak dan lebih dari 90% bersifat unilateral. d. Dapat disertai dengan kistadenoma musinus dan kista teratoma. e. Biasanya memiliki prognosis yang baik, tergantung dari status keganasannya. B. Tumor jinak berasal dari sel germinal. 1. Kista teratoma jinak a. Tumor ini jarang bersifat ganas. b. Merupakan tumor sel germinal yang terbentuk dari sel yang berasal dari lapisan embriyonik (ektoderm, mesoderm dan endoderm), tetapi sebagian besar teratoma terbentuk dari unsur endoderm ataupun ektoderm. c. Dapat bersifat matur (jinak) ataupun immatur (jinak ataupun ganas). d. Teratoma jinak yang bersifat matur mungkin dapat berisi welldiffrentiated tissue, seperti rambut dan gigi. e. Teratoma matur dapat bersifat padat maupun kistik. Tetapi teratoma matur yang bersifat padat sangat jarang, teratoma padat lebih sering dijumpai pada teratoma immatur. f. Teratoma matur sering dijumpai pada anak-anak dan wanita usia muda. Universitas Sumatera Utara g. Kebanyakan tumor ini bersifat unilateral dan memiliki perkembangan yang lambat sehingga biasanya pada saat didiagnosis tumor sudah dalam keadaan berukuran besar. C. Tumor jinak berasal dari sex cord-stromal. 1. Fibroma a. Fibroma adalah tumor jaringan ikat yang berasal dari stroma ovarium. b. Berukuran kecil, tumor jinak padat yang berasal dari jaringan fibrosa dan biasanya dihubungkan dengan Meig’s sindrom dan asites. c. Biasanya terjadi pada wanita diusia post-menopause. d. Bersifat unilateral dan berukuran lebih kurang 3 cm. e. Berbeda dengan tumor sex cord-stromal lainnya, fibroma jarang berhubungan dengan kondisi produksi hormon. 2. Tekoma a. Kasusnya jarang ditemukan. b. Merupakan tumor ovarium jinak yang terbentuk dari sel stroma yang mirip dengan sel theka yang normalnya berada mengelilingi folikel ovarium. c. Biasanya bersifat unilateral dan terjadi pada wanita postmenopause. d. Jarang ditemukan pada wanita berusia dibawah 30 tahun. e. Tumor ini memiliki manifestasi estrogenik, seperti perdarahan uterus postmenopause ataupun endometrial hiperplasia. 2.2.3. Patogenesis Tumor Jinak Ovarium Hingga saat ini mekanisme pembentukan kista masih belum jelas diketahui. Beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium hipothalamus. Hal ini dikarenakan ovarium dapat berfungsi secara normal tergantung pada hormon yang Universitas Sumatera Utara dihasilkan dan kegagalan pembentukan salah satu hormon tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Diduga juga adanya hubungan dengan proses angiogenesis yang mempengaruhi berbagai proses patologik ovarium, termasuk pembentukan kista folikuler, sindrom ovarium polikistik, sindrom hiperstimulasi ovarium dan neoplasma ovarium jinak maupun ganas. Vascular endothelial growth factor merupakan mediator utama dan merupakan faktor dalam pertumbuhan neoplasma ovarium.13,20 2.2.4. Penatalaksanaan Tumor Jinak Ovarium Konsep terapi tumor ovarium adalah tergantung dari kondisi tumor itu sendiri. Berikut terapi tumor ovarium yang dapat dilakukan : 1. Besar tumor dengan diameter 5 cm. - Sama atau kurang dari 5 cm dilakukan tidakan konservatif disertai observasi setiap 2-3 bulan. - Bila mengecil atau menghilang dilakukan evalusi tiap 3-6 bulan. - Jika tumor muncul kembali maka dilakukan evaluasi laparoskopi dan dapat diikuti salpingo oophorektomi. - Dilakukan pemeriksaan frozen section : Jika dijumpai kelainan maka dilakukan tindakan laparotomi. 2. Besar tumor diatas 5 cm. - Dilakukan laparoskopi-laparotomi. a. Salfingooforektomi. b. Wedge reseksi kontra lateralnya. 3. Terjadi komplikasi mendadak (akut). - Torsi tumor/kista ovarii. - Perdarahan. - Infeksi, pembentukan abses, dan sepsis. Universitas Sumatera Utara - Ruptura kapsul tumor atau kista ovarii. Maka sikapnya segera lakukan “laparoskopi” atau "laparotomi”. 4. Komplikasi degenerasi ganas lambat sebagai “silent killer”. - PMPO Barnes, sebagai tanda ganas kista ovarii pada usia lanjut.11 Konsep terapi ovarium dapat dijelaskan dalam skema berikut : Universitas Sumatera Utara Kecurigaan tumor ovarium Keluhan utama : Etiologinya : Ovarium multipotensi Kejadian spontan Dasar-dasar diagnosa : Anamnesa Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang Besar tumor diatas 5 cm Besar tumor kurang atau sama dengan 5 cm Mengecil-Hilang Evaluasi tiap 3-6 bulan Tumor muncul Tetap bertambah besar dan sertai adanya keluhan Salfingoooforektomi : Besar dan lokalisasi Akibat perubahan hormonal Sindroma Meig Akibat komplikasi Wedge reseksi kontralateral Sitologi cairan Frozen section Pemeriksaan Histopatologi Laparoskopi/laparotomi Komplikasi mendadak tumor kista ovarii Profilaksis radikal THA+Bil SO dan omentektomi : Umur diatas 45 tahun Terdapat asites PMPO Barnes Universitas Sumatera Utara 2.3. Tumor Ganas Ovarium 2.3.1. Klasifikasi Kira-kira 90% kanker ovarium berasal dari epitel koelom atau mesotelium (epithelial ovarian tumor) dan 10% adalah kanker ovarium non-epitelial (non epithelial ovarium tumor). 15 Kanker ovarium dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu : A. Tumor ganas epitelial / Epitelial karsinoma. B. Tumor ganas sel germinal. C. Tumor sex-cord dan stromal. D. Tumor sel lipid. E. Sarkoma. F. Tumor metastasis.10,19 2.3.2. Jenis Tumor berdasarkan Klasifikasi A. Tumor ganas epitelial / Epitelial karsinoma 1. Tumor ganas serosum a. Merupakan jenis yang paling sering ditemukan dari semua jenis kanker ovarium epitelial. b. Kebanyakan tumor ganas serosum bersifat partially cistic. c. Tumor ini mempunyai banyak rongga kista atau lokulasi dan juga terdapat daerah yang bersifat padat. d. Kebanyakan kasus menunjukkan adanya banyak bintil-bintil yang menonjol pada rongga kista dan beberapa kasus, bintil tersebut ditemukan pada permukaan luar dari tumor.10,20 2. Tumor ganas musinosum a. Tumor ganas musinosum mengandung lebih banyak benjolan pada rongga kista dan memiliki area padat yang lebih luas dan terdapat area luas yang mengalami nekrosis dan pendarahan. Universitas Sumatera Utara b. Sekitar 6-20% kasus bersifat bilateral.20 3. Tumor ganas endometroid a. Tumor ganas endometroid bisa bersifat kistik tetapi pada kebanyakan kasus dijumpai tumor yang padat. b. Tumor ganas endometrioid memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan karsinoma serosum dan musinosum.20 4. Clear cell tumor a. Sekitar 4-5% dari seluruh kasus tumor ganas epitelial. b. Bisa bersifat kistik maupun padat dengan satu atau lebih massa polipoid yang menonjol ke lumen. c. Dua pertiga dari wanita yang mengalami tumor ganas clear cell tidak akan bisa melahirkan dan 50-70% penderita akan mengalami endometriosis. d. Sekitar 15-20% bersifat bilateral.20 5. Tumor ganas Brenner a. Tumor ini mengandung area padat dan juga kistik dengan benjolan polipoid ataupun internal papillary. b. Tumor ganas Brenner mempunyai prognosis yang baik dan telah dilaporkan bahwa tumor ini dapat merespon kemoterapi dengan baik dibandingkan dengan jenis tumor epitel lainnya. 6. Undiffrentiated carcinoma a. Kira-kira 5% dari seluruh kanker ovarum dan 14% dari semua jenis tumor epitelial-stromal digolongkan dalam jenis ini. b. Setengah dari kasus bersifat bilateral. c. Terbentuk dari sel-sel yang menunjukkan ciri-ciri keganasan yang tinggi.11 7. Malignant mixed Mullerian tumor Universitas Sumatera Utara B. Tumor ganas sel germinal 1. Disgerminoma e. Merupakan tumor ganas sel germinal ytang paling sering ditemukan, yaitu 30-40% dari semua tumor ganas germinal. f. Sekitar 75% ditemukan pada wanita usia 10-30 tahun, 5% pada usia 10 tahun dan jarang pada usia diatas 50 tahun. g. Karena disgerminoma terutama pada usia reproduksi, 20-30 kasus kehamilan dengan kanker ovarium adalah kehamilan dengan disgerminoma. h. Ukurannya sekitar 5-15 cm dan ditemukan lebih sering bilateral.10 2. Teratoma immatur a. Mengandung unsur-unsur jaringan yang berasal dari embrio. b. Hanya ditemukan kurang dari 1% dari semua kasus kanker ovarium. c. Sekitar 50% ditemukan pada wanita berusia 10-20 tahun dan jarang ditemukan pada wanita pascamenopause.10 3. Tumor sinus endodermal a. Disebut juga tumor yolk-sac atau karsinoma yolk-sac. b. Rata-rata ditemukan pada wanita usia 18 tahun. c. Keluhan yang khas adalah nyeri perut dan pelvis yang dialami oleh 75% penderita, pada 10% kasus ditemukan tumor tetapi tanpa gejala.10 4. Embrional karsinoma a. Merupakan tumor sel germinal yang terbentuk dari sel yang mirip dengan sel pada perkembangan embrio. b. Tumor ini dapat berukuran besar, kebanyakan tumor bersifat padat dengan berbagai macam bentuk dan kebanyakan unilateral. c. Tumor ini dapat memproduksi alpha-feto-protein atau human chorionic gonadotropin. Universitas Sumatera Utara d. Biasanya dijumpai pada anak-anak dan wanita dewasa muda. e. Dapat menyebabkan precocious puberty dan perdarahan abnormal uterus.20 5. Koriokarsinoma a. Merupakan tumor sel germinal yang terbentuk dari sel plasenta (tropoblastik). b. Biasanya padat dan terlihat seperti berdarah. c. Kebanyakan bersifat unilateral.20 C. Tumor ganas sex-cord dan stromal Tumor sel granulosa Tumor sel granulosa merupakan tumor ovarium sex-cord yang jarang terjadi. Tumor ini terbentuk dari sel yang berasal dari sel germinal yang melapisi folikel ovarium.11 Tumor sel granulosa dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Tumor sel granulosa adult type a. Mencakup 95% kasus dari semua tumor sel granulosa. b. Keluhan yang paling sering dialami adalah perdarahan abnormal vagina, distensi abdomen dan nyeri abdomen. c. Distensi dan nyeri abdomen biasanya dialami oleh pasien yang sudah menderita tumor yang besar, biasanya dengan diameter 10-15 cm. d. Sekitar 12% kasus disertai asites. e. Pada gambaran makroskopis dapat dilihat tumor dengan kista kecil multipel yang berisi darah dan pada pemeriksan mikroskopis tampak gambaran sel-sel granulosa dengan beberapa Call-Exner bodies. f. Tumor marker yang dapat diperiksa untuk mendeteksi rekurensi atau keberhasilan pengobatan adalah estrogen dan inhibin.10 2. Tumor sel granulosa juvenille type Universitas Sumatera Utara a. Kira-kira 90% tumor sel granulosa yang ditemukan pada anakanak dan wanita usia dibawah 30 tahun adalah tumor sel granulosa juvenille type. b. Umumnya papa penderita prapubertas akan menunjukkan gejala isosexual precocious pseudopuberty yang meliputi pembesaran payudara, tumbuhnya rambut pubis, meningkanya sekret vagina, pertumbuhan somatis yang cepat, dan perubahan tanda-tanda seks sekunder lainnya. c. Terkadang karena penyakit ini menghasilkan hormon andogen sehingga dapat menyebabkan virilisasi. d. Tanda yang selalu ditemukan pada penderita tumor sel granulosa juvenille type adalah meningkatnya lingkar perut. e. Makroskopis tumor juvenille type hampir sama dengan adult type, mikroskopis merupakan tumor dengan sel-sel yang besar dengan sitoplasma yang banyak inti hiperkromatik, padat dengan beberapa folikel dengan bentuk dan ukuran berbeda serta tidak ditemukan Call-Exner bodies. f. Tumor marker yang digunakan sama dengan tumor sel granulosa adult type.10 D. Tumor sel lipid / Tumor sel steroid 1. Stromal luteomas 2. Leydig (hilus) cell tumor 3. Steroid cell tumors not otherwise spesific (NOS) Tumor sel steroid ini jarang ditemukan, tumor ini bersifat padat dan berwarna kuning. Dari ketiga tipe ini yang cenderung menjadi ganas adalah kelompok Steroid cell tumors not otherwise spesific (NOS). Tumor NOS ini kirakira hanya ditemukan sekitar 20% kasus, dengan diameter 8 cm dan lesi-lesi metastatik.10,20 Universitas Sumatera Utara E. Sarkoma Sarkoma ovarium dibedakan atas low grade (mitosis < 10 mitosis per hpf ) dan high grade ( mitosis > 10 mitosis per `10 hpf ). Berdasarkan jenis selnya, sarkoma dibedakan menjadi sarcoma of purely mullerian origin dan heterologous sarcoma yang mengandung nonovarian elemen. Sarkoma ovarium ditemukan kurang dari 1% kasus dari seluruh tumor ganas ovarium.10 F. Tumor metastasis Cara metastasisnya terjadi karena : a. Perikontinuitatum berdekatan, terjadi kontak metastase. b. Penyebaran melalui kelenjar atau aliran limfe. c. Penyebaran melalui hematogen. d. Penyebaran transcoelomic dengan implantasi pada permukan ovarium.11 2.3.3. Stadium Tumor Ganas Ovarium Tabel 2.5. Stadium Tumor ganas ovarium berdasarkan FIGO21 Stadium I Tumor terbatas pada ovarium Stadium IA Tumor hanya pada satu ovarium, kapsul utuh, tidak ada pertumbuhan tumor pada permukaan ovarium, dan tidak ada asites. Stadium IB Tumor berada pada kedua ovarium, kapsul utuh, tidak ada tumor pada permukaan ovarium, dan tidak ada asites. Stadium IC Tumor berada pada satu atau kedua ovarium, terdiri dari: Stadium IC 1 Surgical spill intraoperatively. Stadium IC 2 Kapsul pecah sebelum dilakukan operasi dan tumor terdapat pada permukaan ovarium. Stadium IC 3 Asites terdapat pada daerah peritoneal dan dapat dijumpai selsel ganas didalamnya. Stadium II Tumor terdapat pada satu atau kedua ovarium, dengan Universitas Sumatera Utara disertai perluasan ke dalam pelvis. Stadium IIA Tumor meluas ke uterus dan/ tuba. Stadium IIB Perluasan tumor ke jaringan intraaperitoneal pelvis lainnya. Stadium III Tumor terdapat pada satu atau kedua ovarium dengan hasil konfirmasi secara sitologi dan histologi telah menyebar ke peritoneum di luar rongga pelvis atau metastatis ke luar kelenjar getah bening retroperitoneum. Stadium IIIA Kelenjar getah bening retroperitoneal positif, dan konfirmasi dengan mikroskopis telah bermetastasis di luar pelvis. Stadium IIIA 1 Hanya positif pada kelenjar getah bening. i. metastasis ≤ 10 mm ii.metastasis > 10 mm Stadium IIIA 2 Secara mikroskopis telah melibatkan ektrapelvis pada rongga peritoneal ± positif pada kelenjar getah bening retroperitoneal. Stadium IIIB Makroskopik, ekstrapelvis, metastasis ke peritoneal ≤ 2 cm, ± positif pada kelenjar getah bening retroperitoneal. Termasuk meluas hingga ke kapsul pada hati/spleen. Stadium IIIC Makroskopik, ekstrapelvis, metastasis ke peritoneal > 2 cm ± positif pada kelenjar getah bening retroperitoneal. Termasuk meluas hingga ke kapsul pada hati/spleen. Stadium IV Metastasis jauh dan tidak termasuk ke rongga peritoneal. Stadium IVA Adanya efusi pleura dengan sitologi positif. Stadium IVB Metastasis hingga ke parenkim hati atau spleen, metastasis pada organ ekstraabdominal (termasuk kelenjar getah bening inguinal dan kelenjar getah bening di luar kavitas abdominal. Universitas Sumatera Utara 2.3.4. Patogenesis Tumor Ganas Ovarium Tumor ovarium sering ditemukan ataupun sering didiagnosa ketika sudah memasuki stadium lanjut. Sekitar >70% kasus terdiagnosa pada stadium III dan IV dengan 5 years survival rate 11-37%. Hal ini disebabkan karena tidak adanya keluhan ataupun gejala yang dirasakan oleh penderita pada stadium awal.22 Kanker ovarium merupakan keganasan organ visceral dan paling mematikan serta dianggap sebagai silent killer pada wanita saat ini. Kanker ovarium umumnya baru menimbulkan keluhan apabila telah menyebar ke rongga peritoneum atau organ viscera lainnya. Sehingga pada saat ini, penyakit telah mencapai stadium lanjut sehingga tindakan pembedahan dan terapi adjuvan seringkali tidak menolong.23 Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang patogenesis terjadinya tumor ovarium, khususnya patogenesis terjadinya proses malignansi pada epitelial ovarium. Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui patogenesisnya, sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab dari tumor ovarium itu sendiri. Namun para ahli memiliki beberapa teori tentang patogenesis pada kanker ovarium, antara lain teori incessant ovulation, inflamasi dan gonadotropin.3 Teori incessant ovulation menganggap kanker ovarium berasal dari epitel permukaan ovarium sendiri. Saat terjadinya ovulasi, terjadi trauma pada epitel permukaan ovarium yang perlu direparasi. Selama siklus reproduksi wanita, proses tersebut terus terulang. Selama proses tersebut epitel permukaan ovarium rentan mengalami kerusakan DNA dan transformasi. Selain itu, seiring dengan bertambahnya usia, permukaan ovarium membentuk invaginasi pada stroma kortikal. Invaginasi tersebut dapat menyebabkan epitel permukaan terperangkap ke dalam stroma dan menjadi kista inklusi. Akibat paparan hormon-hormon ovarium, kista inklusi tersebut dapat berproliferasi dan jika disertai kerusakan DNA akan mengarah menjadi suatu keganasan. Hal ini berhubungan dengan Universitas Sumatera Utara faktor risiko kanker ovarium, dimana semakin dini wanita mengalami menstruasi dan semakin tua usia menopause serta tidak pernah hamil meningkatkan frekuensi terjadinya kanker ovarium. Sebaliknya, berbagai kondisi yang menekan faktor ovulasi seperti kehamilan dan menyusui menurunkan frekuensi terjadinya kanker ovarium.3 Teori kedua adalah teori inflamasi. Hal ini didasarkan pada penelitian dimana angka kejadian kanker ovarium meningkat pada wanita yang mengalami infeksi atau radang panggul. Menurut teori ini, berbagai karsinogen dapat mencapai ovarium melalui saluran genitalia.24 Teori ketiga adalah teori gonadotropin. Adanya kadar gonadotropin yang tinggi yang berkaitan dengan lonjakan yang terjadi selama ovulasi dan hilangnya gonadal negative feedback pada menopause serta kegagalan ovarium prematur memegang peranan penting dalam perkembangan kanker ovarium. Pada penelitian yang dilakukan oleh Cramer dan Welch ditemukan hubungan antara kadar gonadotropin dan estrogen. Adanya sekresi gonadotropin dalam jumlah yang tinggi ternyata mengakibatkan stimulasi estrogen pada epitel permukaan ovarium. Hal tersebut diduga berperan dalam proses terjadinya kanker ovarium.3 Faktor lain yang turut perperan dalam patogenesis kanker ovarium adalah faktor genetik. Kanker ovarium terjadi akibat dari akumulasi perubahan genetik yang mengarah ke transformasi keganasan yang berasal dari kista jinak kemudian bermodifikasi menjadi tumor yang berpotensi keganasan rendah dan pada akhirnya berkembang menjadi kanker ovarium invasif. Pada jenis tumor tersebut ditemukan mutasi dari K-ras, H-ras dan N-Ras. Seorang wanita yang dilahirkan dengan mutasi BRCA hanya memerlukan satu “hit” pada allel pasangannya yang normal untuk menghentikan produk BRCA yang memiliki fungsi tumor suppressor gene. Sehingga kanker yang berkaitan dengan BRCA biasanya akan muncul sekitar 15 tahun lebih awal daripada kasus-kasus kanker yag bersifat sporadik. Setelah itu, BRCA-related ovarian cancer nampaknya memiliki Universitas Sumatera Utara patogenesis molekuler yang berbeda, memerlukan terjadinya inaktivasi p53 untuk dapat berkembang.3 2.3.5. Penatalaksanaan Tumor Ganas Ovarium Prinsip terapi karsinoma umumnya adalah : A. Deteksi dini akan menyelamatkan jiwa penderita. - Hanya operasi yang mempunyai arti terapeutik. - Seluruh jaringan tumor dapat diangkat tidak menimbulkan rekuren atau komplikasi lainnya. - Kemungkinan rekuren akan semakin kecil. B. Pengobatan tambahan memperhitungkan beberapa faktor : - Faktor sensitivitas sel terhadap radiasi atau kemoterapi. - Volume sel tumor dibandingkan dengan volume sel aktif tubuh. - Seharusnya volume sel tumor lebih kecil dibandingkan dengan volume sel tubuh sehingga keberhasilan terapi tambahan akan semakin besar. C. Bila volume sel aktif tubuh lebih kecil, terjadi komplikasi berat dan fatal : - Pansitopenia yang diikuti kematian.11 Terapi kanker ovarium terdiri dari tindakan pembedahan dan non pembedahan. Tindakan pembedahan memiliki dua tujuan, yaitu pengobatan dan penentuan stadiun surgikal. Terapi pembedahan yang dapat dilakukan adalah histerektomi, salfingoooforektomi, omentektomi, pemeriksaan asites/bilasan peritoneum dan limfadenektomi. Pembedahan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya sumber metastase. Selanjutnya dilakukan observasi dan pengamatan lebih lanjut dengan pemeriksaan kadar tumor marker.3,11 Pengobatan utama untuk kanker ovarium adalah surgical staging. Surgical staging adalah suatu tindakan bedah laparotomi eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan dikenai perluasan atau penyebaran Universitas Sumatera Utara kanker ovarium. Temuan yang didapati pada surgival staging akan menentukan stadium penyakit dan pengobatan adjuvan yang perlu diberikan. Pemahaman tentang perkembangan penyakit dan pola penyebaran kanker ovarium adalah dasar dilakukannya surgical staging. Bila tumor ovarium tersebut dicurigai ganas, prosedur standar surgical staging yang harus diikuti adalah : 1. Insisi mediana melewati umbilikus sampai diperoleh kemudahan untuk melakukan eksplorasi rongga abdomen atas. 2. Asites atau cairan di kavum douglas, fosa parakolika kanan dan kiri serta subdiafragma diambil sebanyak 20-50 cc menggunakan alat suntik 20 cc atau 50 cc yang ujungnya telah disambung dengan kateter untuk pemeriksaan sitologi. Pengambilan cairan ini harus dilakukan segera sebelum terkontaminasi dengan darah. 3. Bila tidak terdapat asistes dilakukan pembilasan ( peritoneal washing ) dengan menggunakan 50-100 cc larutan NaCl 0,9%. pembilasan dilakukan pada 5 lokasi, yaitu Cul de sac, parakolika kanan dan kiri serta hemidiafragma kanan dan kiri. Kemudian cairan tersebut diambil kembali dengan alat suntik yang ujungnya sudah disambungkan dengan kateter. 4. Lakukan eksplorasi sistematik ( staging ) semua permukaan dalam abdomen dan visera. Eksplorasi dilaknjutkan pada genitalia interna. Lokalisasi dan ukuran tumor primer serta hubungannya dengan organ sekitar dicatat dengan baik. Jika terdapat metastasis ke organ intraabdomen lainnya, catat bentuk dan ukuran tumornya. 5. Tumor ovarium diangkat sedapatnya in toto ( intact ) dan dikirim untuk pemeriksaan potong beku ( frozen section ). Ketika tumor terlalu besar dan tidak dapat diangkat dengan segera, maka hanya sebagian tumor yang dikirim untuk pemeriksaan potong beku. 6. Bila hasil potong beku ternyata ganas, surgical staging dilanjutkan ke lankah selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 7. Pengangkatan seluruh genitalia interna dengan histerektomi total dan salfingoooforektomi bilateral. 8. Untuk mengetahui adanya mikrometastasis, dilakukan : a. Biopsi peritoneum : kavum douglas, paravesika urinaria, parakolika kanan dan subdiafragma. b. Biopsi perlengketan-perlengketan organ intraperitoneal. c. Limfadenektomi sistematik kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta. d. Omentektomi. e. Apendektomi jika tumor jenis musinosum. Jika tindakan surgical staging dilakukan sesuai dengan langkah-langkah di atas, tindakan tersebut disebut complete surgical staging. Sebaliknya, jika ada langkah-langkah yang ditinggalkan, tindakan tersebut disebut incomplete surgical staging.10 Penatalaksanaan kanker ovarium dilakukan sesuai dengan stadium klinis. Pengobatan primer pada stadium awal, yakni stadium I dan II adalah dengan tindakan operatif. Histerektomi dan bilateral salfingo-oophorektomi merupakan tindakan pilihan tetapi pada pasien dengan stadium I resiko rendah yang ingin mempertahankan fertilitas, dapat dipertimbangkan unilateral salfingo- oophorektomi. Sedangkan pada stadium I resiko tinggi dibutuhkan terapi tambahan seperti kemoterapi serelah dilakukan tindakan pembedahan. Gynecology Oncology Group (GOG) menjelaskan kelompok yang membutuhkan kemoterapi tambahan adalah pasien dengan stadium IA dan IB dengan kondisi histologi berdiffrensiasi buruk dan pasien stadium IC dan II. Pada stadium lanjut, pembedahan juga merupakan pilihan utama. Pada pasien dengan kondisi stabil, pembedahan dilakukan untuk mengangkat tumor dan metastasis sebanyak-banyaknya. Kemudian selanjutnya dilakukan kemoterapi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan kondisi tubuh masing-masing pasien untuk memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan efek toksisitas bagi tubuh.3 Universitas Sumatera Utara