BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriogenesis Pada manusia, embriologi dapat didefenisikan sebagai perkembangan biologi dari konsepsi sampai akhir bulan kedua kehidupan, yaitu dari konsepsi sampai akhir minggu ke-8. Embriologi penting sebagai alat pemahaman. Dimana dari embriologi memberikan pemahaman penyakit jantung kongenital yang kompleks, yang dapat mempermudah diagnosis kliniknya secara tepat. Embriologi juga dapat memperjelas baik morfogenesis (patogenesis) maupun etiologi malformasi jantung (Praagh, 1996). 1. Kehidupan minggu pertama Proses yang menonjol pada kehidupan minggu pertama dari 0 sampai 7 hari adalah: a. Oosit segera sesudah ovulasi, b. Fertilisasi sekitar 12-24 jam sesudah ovulasi, c. Segmentasi (stadium pronuklei laki-laki dan wanita, kumparan pembelahan mitotik pertama), d. Pembentukan blastokist awal sekitar umur 4 ½ hari, e. Fase implantasi awal. 2. Kehidupan munggu kedua Perkembangan utama pada minggu kedua, dari 8 sampai 14 hari adalah: a. penyempurnaan implantasi, b. pembentukan diskus bilaminer, yang terdiri atas ektoderm dan endoderm, c. perkembangan rongga amnion, d. penampakan kantong kuning telur (yolk sac), dan e. perluasan vili primitif dari plasenta yang sedang berkembang. 3. Kehidupan minggu ketiga Perkembangan yang utama dari segi kardiovaskular di kehidupan minggu ketiga, dari 15-21 hari sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara a. Sistem kardiovaskular dibentuk dari mesoderm. Mesoderm berkembang dari ektoderm pada kehidupan hari ke 15, b. Bulan sabit kardiovaskular dari mesoderm pra jantung tampak pada kehidupan hari ke 18, c. Peronggaan mesoderm membentuk celom intra-embrionik juga pada kehidupan hari ke 18, d. Pipa jantung lurus, atau stadium sebelum berputar (preloop), normal berkembang pada umur 20 hari, e. Pembentukan putaran (loop) jantung, normal putaran jantung ke kanan (pembentukan putaran-D) dan tidak normal ke kiri (pembentukan putaranL) mulai pada umur 21 hari. 4. Kehidupan minggu keempat Perkembangan kardiovaskular utama dari 22-28 hari adalah sebagai berikut: a. Pembentukan putaran-D (D-loop) disempurnakan, b. Perkembangan secara morfologis ventrikel kiri dan secara morfologis ventrikel kanan mulai dari hari 22-28, c. Sirkulasi dimulai hari 26-28. Ini dikenal sebagai “sirkulasi dalam-seri” karena darah keluar dari atrium kanan secara morfologis menuju ke atrium kiri secara morfologis, kemudian ke ventrikel kiri, menuju ke ventrikel kanan dan ke trunkus arteriosus (batang arteria). Sirkulasi dalam-seri serupa dengan sirkulasi yang berlangsung pada atresia trikuspidalis. d. Penyekatan kardiovaskular dimulai, e. Evolusi arkus aorta dimulai. 5. Kehidupan minggu kelima Perkembangan kardiovaskular yang utama antara hari 29-35 dapat diringkas sebagai berikut: a. Ventrikel kiri, ventrikel kanan, dan sekat ventrikel terus tumbuh dan berkembang, Universitas Sumatera Utara b. Terdapat pendekatan aorta ke foramen interventrikular, katup mitral, dan ventrikel kiri, c. Terjadi pemisahan aorta ascendens dan arteria pulmonalis utama, yaitu hari 32-33, d. Pemisahan katup mitral dan trikuspidal di sempurnakan pada hari 34-36, e. Pembesaran ventrikel kanan, f. Bersama dengan pembesaran ventrikel kanan, sekat muskuler ventrikel bergerak dari kanan ke kiri dibawah kanal atrioventrikular , g. Katup trikuspidal membuka kedalam ventrikel kanan, h. Ostium primum ditutup oleh jaringan dari bantalan (cushion) endokardium dari kanal atrioventrikular, yang dengan demikian memisahkan kedua atrium, i. Apeks ventrikel memutar ke arah kiri secara horizontal, j. Dari hari 30-36, katup pulmonal bergerak dari posterior dan ke kiri dari katup aorta yang sedang berkembang, dan akhirnya keposisi anterior normalnya ke kiri katup aorta. 6. Kehidupan minggu keenam dan ketujuh Perkembangan kardiovaskular utama antara kehidupan hari ke 36-49 adalah: a. penutupan konus sekat (infundibulum), dan b. penutupan bagian membran sekat ventrikel. Sekat ventrikel biasanya tertutup antara umur 38 dan 45 hari. Penutupan foramen interventrikulare dapat tertunda sampai pasca lahir, dikenal sampai penutupan secara spontan defek sekat ventrikel yaitu tanpa bantuan bedah. Pendewasaan kardiovaskular berlanjut dengan baik sampai pasca lahir ( Praagh, 1996). 2.2. Perubahan Sistem Sirkulasi Pada Saat Lahir Dalam beberapa saat kelahiran, perubahan yang besar harus terjadi ketika neonatus dengan cepat berganti dari plasenta ke paru-paru sebagai organ respirasi (Freed, 1996). Dalam hal ini, perlu diketahui perubahan-perubahan sirkulasi yang terjadi dari fetal ke neonatal.Dimana tangisan pertamadari bayi merupakan proses Universitas Sumatera Utara masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam paru bayi. Dengan peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan ekstravaskular paru bayi dan peningkatan tekanan oksigen, sehingga terjadi vasodilatasi yang disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik (Ontoseno, 2006). Perubahan selanjutnya terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan di atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai dengan peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis (Ontoseno, 2006). Mekanisme penutupan duktus arteriosus tidak seluruhnya dimengerti. Telah dijelaskan bahwa selama beberapa waktu oksigen berperan (Freed, 1996). Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan (Ontoseno, 2006). 2.3 Penyakit Jantung Bawaan 2.3.1 Defenisi Penyakit jantung bawaan dapat diartikan sebagai kelainan struktur atau fungsi dari sistem kardiovaskular yang ditemukan pada saat lahir, walaupun dapat juga ditemukan dikemudian hari (Ali, 2009). Universitas Sumatera Utara 2.3.2 Epidemiologi Kelaianan kongenital jantung terjadi pada sekitar 8 per 1000 kelahiran hidup, yang menjadikannya salah satu tipe malformasi kongenital tersering. Dengan menurunnya insiden demam reumatik akut, penyakit jantung kongenital sekarang menjadi penyebab tersering penyakit jantung pada anak di dunia Barat. Penyakit jantung kongenital mencakup beragam malformasi, berkisar dari kelahiran ringan yang hanya menimbulkan gejala minimal sampai usia dewasa, hingga anomali berat yang menyebabkan kematian pada masa perinatal (Dennis, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Wu (2009) yang di kutip oleh Windarini (2010) penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada bayi berjenis kelamin laki-laki, dan 14,21 pada bayi perempuan. Penyakit Jantung Bawaan yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect. Kelainan jantung kongenital seringkali tidak berdiri sendiri. Sekitar 1020% ternyata mengidap kelainan jantung kongenital disertai cacat bawaan yang lain.2 Hal ini menggambarkan bahwa tidak menutup kemungkinan anak dengan penyakit jantung bawaan mempunyai riwayat penyakit lain (Sadono, 2013). 2.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko Penyakit jantung kongenital mungkin di sebabkan oleh interaksi antara predisposisi genetik dan faktor lingkungan (Hoffman, 2007). 2.3.3.1 Faktor Genetik Riwayat dalam keluarga yang menderita kelainan pada jantung atau bukan pada jantung menjadi suatu faktor risiko utama (mayor). Sekitar 6 % - 10 % penderita kelainan jantung bawaan mempunyai penyimpangan kromosom, atau dengan kata lain sekitar 30% bayi yang mempunyai penyimpangan kromosom menderita kelainan jantung bawaan. Misalnya pada anak dengan Down syndrom maka sekitar 40 % mempunyai kelainan jantung bawaan (Arief, 2007). Sindroma Down merupakan bentuk kelainan kongenital yang ditandai dengan berlebihnya jumlah kromosom nomor 21 yang seharusnya dua buah Universitas Sumatera Utara menjadi tiga buah sehingga jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah. Pada manusia normal jumlah kromosom sel mengandung 23 pasangan kromosom (Situmorang, 2011). Statistik menunjukkan bahwa di antara kaum wanita berusia 20 tahun, hanya 1 dari 2.300 kelahiran yang menderita cacat ini. Pada wanita berusia 30 hingga 34 tahun, insidensi sindroma Down 1 dari 750 kelahiran. Sedangkan pada wanita berusia 39 tahun, insidensi itu naik secara drastis sampai 1 dari 280 kelahiran. Pada wanita berusia 40 sampai 44, insidensi 1 dari 13 kelahiran. Pada wanita usia lebih dari 45 tahun, insidensi sindroma Down 1 dari 65 kelahiran (Lidyana, 2004). Walaupun belum diketahui secara pasti pengaruh usia ibu terhadap kejadian sindroma Down, namun “non-disjunction” yang terjadi pada oosit ibu yang tua banyak dilaporkan (Situmorang, 2011). Gambar 2.1. Kelainan kromosom trisomi 21 (Situmorang, 2011). Universitas Sumatera Utara Pada kelainan kromosom ada faktor-faktor yang mempengaruhi kelainan, antara lain: (a) Usia ibu lanjut berkolerasi dengan frekwensi sindrom Down yaitu suatu kelainan herediter yang disertai frekwensi kelainan kromosom yang tinggi. (b) Radiasi diketahui dapat menyebabkan cedera pada kromosom. Namun demikian tidak terdapat bukti bahwa radiasi pada ibu disertai frekwensi sindrom Down yang meningkat. (c) Berbagai zat kimia dapat mengubah susunan gen. Diantaranya obatobatan anti-kanker mempunyai pengaruh terhadap kromosom sebagai halnya radiasi (Rukmono, 2006). Jika lesi jantung merupakan bagian dari sindrom akibat mutasi satu gen, pada umumnya gen dominan autosomal akan muncul 50 % pada anaknya, sedangkan gen resesif autosomal menimbulkan penyakit pada 25 % anaknya (Maitra dan Kumar, 2012). Kelainan kromosomal mempunyai risiko berulang (rekurensi) dan bervariasi sesuai dengan perubahan kromosomal spesifik yang terjadi. Bentuk pewarisan yang lain menimbulkan risiko yang berulang jauh lebih rendah. Lebih jauh, jika dua sanak keluarga derajat pertama mempunyai penyakit jantung kongenital, risiko penyakit jantung pada bayi yang berikutnya ialah sekitar tiga kali. Anak yang terkena penyakit jantung kongenital berikutnya, paling sering akan mempunyai tipe yang serupa seperti orang tua atau saudara kandungnya (Hoffman, 2007). 2.3.3.2 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang berkontribusi menyebabkan penyakit jantung bawaan dikelompokkan dari kesehatan ibu berupa usia, Indeks Masa Tubuh sebelum kehamilan, status diabetes tipe 1. Paparan terhadap ibu selama hamil seperti merokok, obat-obatan yang digunakan, bahan kimia, dan komplikasi dari kehamilan yaitu hipertensi, infeksi, diabetes melitus (Hinton, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Hinton (2013) belakangan ini dilaporkan bahwa wanita merokok saat hamil pada trimester pertama dapat mengalami Universitas Sumatera Utara peningkatan hingga 1-2 persen dari seluruh resiko cacat jantung. Dan risiko tersebut mencapai puncak saat ibu tersebut merupakan perokok berat. Selain itu, wanita berusia 35 tahun lebih memiliki resiko lebih tinggi untuk memiliki anak penderita cacat jantung jika mereka merokok. Ibu yang sewaktu hamilnya minum berbagai obat-obatan seperti thalidomide, cortisone, dan busulfan dapat menyebabkan kelainan jantung bawaan (Kusumawidjaja, 2006). Ibu yang meminum garam litium saat hamil dapat memperoleh anak yang menderita penyakit jantung kongenital, dengan insidens lesi kaktup mitral dan trikuspid yang abnormal tinggi (Hoffman, 2007). Sekitar separuh anak dari ibu yang alkoholik menderita penyakit jantung kongenital (biasanya pirau kiri-ke-kanan). Asam retinoat yang digunakan untuk mengobati jerawat dapat menyebabkan berbagai tipe lesi jantung kongenital (Hoffman, 2007).Ibu diabetik atau ibu yang meminum progesteron saat hamil mungkin mengalami peningkatan risiko untuk mempunyai anak dengan penyakit jantung kongenital (Hoffman, 2007). Berdasarkan hasil penelitian Fung et al (2013) frekwensi dari ibu dengan infeksi intrauterin saat hamil 5 sampai 9 persen melahirkan anak dengan penyakit jantung bawaan. Infeksi intrauterin yang langsung seperti setelah usaha menggugurkan bayi, dapat mengganggu embriogenesis jantung pada janin (Kusumawidjaja, 2006). Dalam konteks penelitian, didapat faktor kesehatan dari ibu seperti Indeks Masa Tubuh (IMT) sebelum kehamilan, umur ibu, paparan terhadap ibu yang merokok dan juga komplikasi dari kehamilan seperti hipertensi, kehamilan diabetes (Hinton, 2013).Berdasarkan hasil penelitianHariyanto (2011) pasien PJB yang dirawat sebagian besar dengan status gizi kurang yaitu 52%, namun demikian ditemukan 5,1% pasien dengan status gizi lebih, gizi baik 35,7%, dan gizi buruk ditemukan 7,1% pasien. Dilaporkan satu tahun terakhir ini gabungan dari ibu dan ayah dalam macam-macam penyakit, defisiensi nutrisi, obat-obat yang digunakan, dan paparan kimia selama fase embrio janin berpotensi menyebabkan penyakit jantung bawaan pada anak (Fung et al, 2013). Universitas Sumatera Utara Selain itu, kumpulan data kunjungan terdahulu dari elektronik dan dokumen bagian kandungan, penyakit jantung, dan juga bedah menyatakan ada variabel sebelum kehamilan serta sebelum kelahiran antara lain: pendidikan rendah, usia kehamilan yang kurang, penyakit paru-paru, diagnosis jantung dan tindakan pembedahan terdahulu merupakan resiko penyakit jantung bawaan pada anak (Khairy et al, 2006).Perubahan dari populasi demografis seperti kebiasaan suku etnis dan perbedaan kebudayaan mungkin dapat mempengaruhi genetik dan faktor lingkungan sebagai faktor risiko penyakit jantung kongenital (Fung et al, 2013). Bila terdapat Rubella (German measles) pada trimester pertama kehamilan, maka diperhitungkan bahwa seperempat hingga separuh keturunnya akan menderita kelainan bawaan pada berbagai alat tubuh, termasuk jantung. Juga influenza, tuberkulosis dan toxoplasmosis disangka dapat menyebabkan kelainnan jantung fetus (Kusumawidjaja, 2006). Embriopati rubela sering menyebabkan stenosis pulmonal perifer, duktus srteriosus paten, dan kadang-kadang stenosis katup pulmonal. Virus lain terutama koksavirus, diduga menyebabkan penyakit jantung kongenital, berdasarkan penambahan frekwensi kenaikan titer serum untuk virus tersebut pada ibu yang bayinya menderita penyakit jantung kongenital (Hoffman, 2007). Sindrom rubella kongenital merupakan penyakit yang sangat menularmengenai banyak organ dalam tubuh dengan gejala klinis yang luas. Penularannya terjadi melalui oral droplet, dari nasofaring atau rute pernapasan, darah, kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan sinovial, paru dan plasenta pada infeksi kongenital (Soedarmo dkk, 2008). Bila di temukan anak pertama menderita penyakit jantung kongenital, orang tua sering mempunyai perasaan amat bersalah dan hampir selalu mengkhawatirkan risiko terjadinya penyakit jantung kongenital pada anak yang selanjutnya (Hoffman, 2007). Universitas Sumatera Utara 2.4 Jenis-jenis Penyakit Jantung Bawaan Penyakit jantung bawaan dibagi menjadi 2 klasifikasi, yaitu penyakit jantung bawaan asianotin dan sianotik (Arief, 2007). 2.4.1 Penyakit Jantung Bawaan Asianotik 1. Defek Septum Ventrikel Defek septum ventrikel merupakan defek jantung kongenital tersering saat lahir, tetapi karena banyak defek septum ventrikel kecil menutup sendiri pada masa anak, insiden keseluruhan defek septum ventrikel pada orang dewasa lebih rendah dari pada insiden defek atrium (Dennis dan Kumar, 2012). Istilah defek sekat ventrikel menggambarkan suatu lubang pada sekat ventrikel. Defek sekat ventrikel dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel, dapat tunggal atau banyak, dan ukuran serta bentuknya dapat bervariasi (Fyler, 1996). Gambar 2.2. Defek Septum Ventrikel (Mulyadi dkk, 2007). Ukuran dan letak DSV bervariasi, berkisar dari defek kecil di bagian otot atau membran septum hingga defek besar yang mengenai seluruh septum. Pada defek yang menyebabkan pirau signifikan kiri-ke-kenan, ventrikel kanan mengalami hipertrofi dan sering melebar. Garis tengah arteria pulmonalis Universitas Sumatera Utara meningkat karena meningkatnya volume yang disemprotkan oleh ventrikel kanan (Dennis dan Kumar, 2012). 2. Defek Septum Atrium Defek septum atrium (DSA) merupakan bentuk penyakit jantung bawaan yang sering ditemukan dengan insidens sekitar 7% dari seluruh PJB. DSA dikarenakan hal yang mempengaruhi pembentukan sekat atrium jantung yang terjadi dalam rentang waktu 8 minggu kehamilan. Gangguan hemodinamik yang terjadi pada DSA disebabkan oleh pirau kiri ke kanan akibat adanya defek (lubang) pada dinding atrium jantung. Akibatnya, darah dari atrium kiri yang seharusnya masuk ke ventrikel kiri, akan masuk ke atrium kanan dan akhirnya ke ventrikel kanan. Jika lubangnya cukup besar, dapat meningkatkan beban volume di jantung kanan, di samping juga meningkatkan beban volume di jantung kiri (Mulyadi, 2007). Gambar 2.3. Defek Septum Atrium (Mulyadi dkk, 2007). Menurut lokasi defek septum atrium dikelompokkan menjadi: a. Defek septum atrium (DSA) sekundum, defek terjadi pada fosa ovalis. Pada keadaan tertentu dimana defek cukup besar dapat keluar dari lingkaran fosa ovalis. Universitas Sumatera Utara b. Defek septum atrium dengan defek sinus venosus superior, defek ini terjadi dekat muara vena kava superior, sehingga terjadi koneksi biatrial. c. Defek septum atrium primum, merupakan bagian dari defek septum atrioventrikular dan pada bagian atas berbatas dengan fosa ovalis sedangkan bagian bawah dengan katup atrioventrikular (Ghanie, 2009). 3. Duktus Arteriosus Persisten Pada bayi cukup bulan, penutupan duktus arteriosus secara normal terjadi dalam 10-15 jam sesudah lahir. Namun , obliterasi anatomi sempurna duktus arteriosus terjadi lebih lambat dan mungkin akan belum lengkap sampai minggu ketiga pasca lahir. Oleh karena tahanan vaskular paru turun segera sesudah paru mengembang, pada 10-15 jam pertama ketika duktus arteriosus masih terbuka, dapat ditemukan pirau kiri-ke-kanan melalui duktus arteriosus dan terdengar bising (Heymann, 2007). Gambar 2.4. Duktus Arteriosus Persisten (Mulyadi dkk, 2007). 2.4.2 Penyakit Jantung Bawaan Sianotik 1. Tetralogi Fallot Empat komponen pada tetralogi ini adalah (1) defek septum ventrikel, (2) pangkal aorta yang mengalami dekstraposisi dan di atas defek septum ventrikel, (3) obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, dan (4) hipertrofi ventrikel kanan. Universitas Sumatera Utara Pembagian trunkus arteriosus menjadi trunkus pulmonalis dan pangkal aorta yang abnormal diperkirakan proses primer dalam timbulnya malformasi ini (Dennis dan Kumar, 2012). Gambar 2.5. Tetralogi Fallot (Kahn dan Salomo, 2007). 2. Atresia Pulmonal Dengan Sekat Ventrikel Utuh Pada keadaan ini ada obstruksi total aliran keluar ventrikel kanan, sekat ventrikel utuh, dan hipoplasi ventrikel kanan dan katup trikuspidal yang bervariasi ( Fyler, 2007). Hemodinamiknya sangat menyerupai hemodinamik atresia trikuspid, karena tidak ada aliran keluar efektif dari ventrikel kana dan pada dasarnya semua darah atrium kanan di piraukan ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan aorta (Hoffman, 2007). Gambar 2.6. Atresia Pulmonal (Mulyadi, 2007). Universitas Sumatera Utara 3. Ventrikel Kanan Bersaluran Keluar Ganda Disebut demikian, apabila kedua arteri besar secara keseluruhan atau hampir seluruhnya keluar dari ventrikel kanan. Hubungan antara kedua arteri besar sering berdampingan dan paralel, aorta di kanan atau di kiri, di depan atau di belakang, sering menyerupai transposisi arteri-arteri besar (Fyler, 2007). Gambar 2.7. Ventrikel Kanan Bersaluran Keluar Ganda. (Mulyadi, 2007). 4. Atresia Trikuspid Atresia trikuspid merupakan 1 % dari semua penyakit jantung kongenital pada tahun pertama kehidupan. Ada agenesis lubang trikuspid, tanpa lubang dari atrium kanan ke ventrikel kanan, dan satu-satunya jalan keluar dari atrium kanan untuk aliran balik vena sistemik adalah hubungan interatrium , biasanya foramen ovale paten yang lebar. Pencampuran seluruh aliran balik vena pulmonalis dan aliran balik vena sistemikterjadi pada atrium kiri, dan akibatnya desaturasi oksigen arteri sistemik akan bergantung pada aliran darah pulmonal. Aliran darah pulmonal biasanya sangat berkurang pada atresia trikuspid karena defek sekat ventrikel restriktif, kecil, dan saluran keluar ventrikel kanan yang stenotik tidak berkembang (Hoffman, 2007). Universitas Sumatera Utara Gambar 2.8. Atresia Trikuspid (Mulyadi, 2007). 2.5 Pencegahan Penyakit Jantung Bawaan Yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit jantung bawaan, dihimbau pada wanita yang hamil sebaiknya tidak mengkonsumsi alkohol atau minum obat sembarangan. Wanita dengan penyakit kronis tertentu (seperti diabetes, epilepsi, atau phenylketonuria) sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum hamil untuk penatalaksanaan terapi maupun dietnya. Baik program kesehatan maupun nasehat dalam pelayanan kesehatan, diharapkan bagi wanita yang merencanakan kehamilan sebaiknya mengkonsumsi asam folat 400 mikrogram per hari untuk mencegah cacat janin (Kirana, 2013). 2.6 Anak Anak adalah setiap manusia yang berusia kurang dari 18 tahun kecuali terdapat hukum tertentu yang berlaku terhadap anak tersebut, kedewasaan dicapai lebih awal (WHO). Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut undang undangtersebut adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Universitas Sumatera Utara Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, pada bab I ketentuan umum pasal (1) poin (2). Yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin. Sedangkan pengertian anak menurut pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM), anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Meskipun banyak rumusan mengenai batasan dan pengertian anak, namun pada prinsipnya perbedaan tersebut mempunyai implikasi yang sama yaitu memberikan perlindungan pada anak. Universitas Sumatera Utara